Anda di halaman 1dari 41

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEREMPUAN PADA MASA PRAKONSEPSI

SAMPAI DENGAN MASA ANTARA DUA KEHAMILAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Lulus pada Mata Kuliah Residensi
dan Model Asuhan Kebidanan Program Studi Magister Ilmu Kebidanan
Sekolah Pascasarjana Unversitas Hasanuddin

OLEH:
KELOMPOK III

SUKMAWATI ANWAR P102202001


ERNI AGIT EKAWATI P102202015
WAHIDA HASBI P102202020
RAS ULINA B. P. P102202021
NURPAJRI P102202022
MIKELE MERSYE L.T. P102202025
INDAH RUKMANA P102202026
AGRIYANINGSIH O. H. P102202028
ISKI JUFRI P102202039
NURMUPIDA ABBAS P102202055
POLANDA Y. R. P102202062

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Identifikasi kebutuhan Perempuan pada Masa Prakonsepsi sampai
dengan Masa Antara Dua Kehamilan” ini merupakan penyelesaian dari rangkaian
tugas pada mata kuliah “Residensi dan Model Asuhan Kebidanan’’ Program
Pendidikan Magister Kebidanan Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
Makassar.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan
dan arahan dari Dr. Imelda Iskandar., S.SiT., M.Kes., M Keb selaku dosen pengampu
mata kuliah Residensi dan Model Asuhan Kebidanan. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga Kepada
beliau yang telah banyak membimbing dan banyak membantu terselesainya makalah
ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun
dengan teknik pengetikan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Makassar, 01 November 2021

Penulis

ii
iii

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
A. Jenis Kebutuhan ................................................................................ 4
B. Peran Keluarga dan Masyarakat......................................................17
C. Identifikasi Tenaga Kesehatan Profesional terkait dalam
Bentuk Kolaborasi .............................................................................27
BAB III PENUTUP ........................................................................................33
A. Kesimpulan .........................................................................................33
B. Saran ...................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan sesuatu yang membahagiakan dan didambakan oleh
pasangan suami istri. Menurut WHO (World Health Organization) setiap
tahunnya terdapat 140 juta wanita yang melahirkan diseluruh dunia. Dimana
pada tahun 2015, terdapat 303.000 kematian ibu akibat komplikasi dalam
kehamilan dan proses persalinan seperti pendarahan, infeksi, hipertensi dan
diabetes dalam kehamilan, serta HIV/AIDS. 
Sebagian besar penyebab kematian ibu ini dapat dicegah dengan persiapan
kesehatan dan mental yang baik, sehingga kematian ibu dapat dihindari. Tetapi, 4
dari 10 wanita mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, sehingga
intervensi medis yang dapat diberikan kepada ibu atau pasangan menjadi
terhambat. Oleh karena itu, kita perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan
baik, terutama dari segi kesehatan dan mental calon ibu. Berikut merupakan salah
satu metode yang bisa digunakan untuk mempersiapkan kehamilan sehat dan
mental calon ibu yang kuat, yaitu biasa dikenal dengan prakonsepsi.
Masa prakonsepsi merupakan masa sebelum kehamilan. Periode prakonsepsi
adalah rentang waktu dari tiga bulan hingga satu tahun sebelum konsepsi dan
idealnya harus mencakup waktu saat ovum dan sperma matur, yaitu sekitar 100
hari sebelum konsepsi. Status gizi WUS atau wanita pranikah selama tiga sampai
enam bulan pada masa prakonsepsi akan menentukan kondisi bayi yang
dilahirkan. Prasayarat gizi sempurna pada masa prakonsepsi merupakan kunci
kelahiran bayi normal dan sehat.
Rhode Island Departement of Health menyimpulkan bahwa wanita
prakonsepsi merupakan wanita yang siap menjadi ibu, merencanakan kehamilan
dengan memperhatikan kesehatan diri atau kesehatan reproduksi, kesehatan
lingkungan, serta pekerjaannya. Oleh sebab itu, masa prakonsepsi ini harus

1
2

diawali dengan hidup sehat, seperti memperhatikan makanan yang dimakan oleh
calon ibu.
Salah satu aspek yang paling penting dalam dunia kesehatan khususnya
keperawatan adalah keluarga. Proses Keperawatan adalah kegiatan yang
dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga,
kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit maupun keadaan sehat
(Undang - Undang Keperawatan, 2014). Menurut Departemen Kesehatan RI
(1988) Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat tempat pertama dalam
belajar memahami tentang kehidupan sosial Keluarga mempunyai tahap
perkembangan yang didalamnya terdapat tugas perkembangan (Zakaria, 2017).
Menurut teori tahap perkembangan keluarga Duval dan miller (1985) dibagi
dalam delapan tahap perkembangan yaitu keluarga dengan pasangan baru
(Bergaining Family), keluarga dengan anak pertama dibawah 30 bulan (Child
Bearing), keluarga dengan anak pra sekolah (2-6 tahun), keluarga dengan anak
usia sekolah (6-13 tahun), keluarga dengan anak usia remaja (13–20 tahun),
keluarga melepas anak usia dewasa muda, keluarga dengan orang tua paruh baya,
dan keluarga dengan usia lanjut dan pensiunan.
Tahap keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing) adalah tahap
perkembangan keluarga yang dimulai ketika kelahiran anak pertama sampai anak
berusia 30 bulan. Tahap keluarga kelahiran anak pertama ini merupakan masa
transisi peran dari pasangan baru menjadi orang tua. Tugas perkembangan pada
keluarga kelahiran anak pertama ini adalah adaptasi terhadap perubahan anggota
keluarga yakni pada perubahan peran, interaksi, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, kemampuan merawat bayi dan pemilihan
kontrasepsi. Kesiapan menjadi orang tua merupakan tolak ukur untuk
pertumbuhan dan perkembangan pada anak nya
Selain itu, penting bagi ibu hamil untuk melakukan perawatan prakonsepsi
yang sangat penting untuk keselamatan serta kesehatan ibu dan bayi. Tidak boleh
dilupakan, dukungan keluarga dan suami serta terhindarnya dari stress akan
3

berperan penting dalam mental calon ibu. Olehnya itu, perlu dilakukan identifika
si kebutuhan apa saja yang dibutuhkan perempuan pada masa prakonsepsi sampa
i dengan masa antara dua kehamilan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis kebutuhan perempuan pada masa prakonsepsi sampai dengan
masa antara dua kehamilan?
2. Bagaimana peran keluarga dan masyarakat pada masa prakonsepsi sampai
dengan masa antara dua kehamilan?
3. Siapa saja tenaga kesehatan profesional terkait dengan kolaborasi yang berpe
ran pada masa prakonsepsi perempuan sampai dengan masa antara dua
kehamilan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifirkasi kebutuhan perempuan pada masa prakonsepsi
sampai dengan masa antara dua kehamilan sesuai konsep Childbearing (CB)
di Indonesia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui jenis kebutuhan perempuan
b. Untuk mengetahui peran keluarga dan masyarakat
c. Untuk mengidentifikasi tenaga kesehatan profesional terkait dalam
bentuk kolaborasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Jenis Kebutuhan
1. Kebutuhan Dasar
Adapun jenis kebutuhan dasar menurut beberapa ahli yaitu, sebagai
berikut:
a. Abraham Maslow
Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang mutlak harus
terpenuhioleh manusia untuk bertahan hidup. Kebutuhan tersebut terdiri
dari pemenuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan
(minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas,
keseimbangan suhu tubuh, dan kebutuhan seksual, kebutuhan kedua
adalah Kebutuhan rasa aman dan perlindungan yang dibagi menjadi
perlindungan fisik dan perlindungan psikologis.
b. Johnson
Johnson mengungkapkan pandangannya dengan menggunakan
pendekatan sistem perilaku. Dalam pendekatan ini, individu dipandang
sebagai sistem perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbangan dan
stabilitas, baik dalam lingkungan internal maupun eksternal. Individu
juga memiliki keinginan untuk mengatur dan menyesuaikan dirinya
terhadap pengaruh yang terjadi karena hal tersebut.
c. Virginia Henderson
Ibu Virginia Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997) membagi
kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen berikut yaitu manusia
harus dapat bernafas secara normal, makan dan minum yang cukup,
setiap hari harus bisa buang air besar dan buang air kecil (eliminasi)
dengan lancar, bisa bergerak dan mempertahankan postur tubuh yang
diinginkan, bisa tidur dan istirahat dengan tenang, memilih pakaian yang

4
5

tepat dan nyaman dipakai, mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran


normal dengan menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan
memodifikasikan lingkungan, menjaga kebersihan diri dan penampilan,
menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan
orang lain, berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan
emosi, kebutuhan,kekhawatiran, dan opini, beribadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan, bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk
membiayai kebutuhan hidup, bermain atau berpartisipasi dalam berbagai
bentuk rekreasi dan belajar, menemukan atau memuaskan rasa ingin
tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan dan
penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.
d. Imogine King
King membagi kebutuhan manusia menjadi tiga yaitu kebutuhan
akan informasi kesehatan, kebutuhan akan pencegahan penyakit, dan
kebutuhan akan perawatan jika sakit.

2. Kebutuhan perempuan
Adapun jenis-jenis kebutuhan perempuan, yaitu:
a. Psikososial
Kebutuhan psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan
individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik. masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang
mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan
sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa.
b. Biopsikososial
Dikembangkan di Universitas Rochester oleh George L Engel dan
John Romano tahun 1977. Biopsikososial ini memahami kesehatan
manusia dan penyakit dalam konteks mereka baik secara biologis,
6

psikologis dan sosial. Biopsikososial adalah metode interkasi biologi,


psikologis dan faktor sosial dalam mengobati penyakit dan
meningkatkan kesehatan menjadi lebih baik.
Hal ini adalah sebuah kombinasi antara tubuh, pikiran dan
lingkungan. Pendekatan model biopsikososial ini melibatkan faktor
biologis, psikologis dan sosial dalam memahami penyakit dan sakitnya
seseorang. Sedangkan konsep biopsikososial sendiri memungkinkan
suatu pemahaman tentang munculnya sakit yang kemudian dihubungkan
dengan faktor lingkungan dan kondisi stres.
Biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta
saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap
individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan
ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila
gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Sebagai makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan,
mereka harus membina hubungan interpersonal positif.
Kebutuhan yang menyangkut kebutuhan psikososial adalah status
emosi. Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk
kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri,
penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966) merangkum kebutuhan
tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, kontrol dan
afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akibatnya dapat berupa
perasaan atau perilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas,
kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti. Kebutuhan interpersonal akan
inklusi, kontrol dan afeksi kadang saling tumpang tindih dan
berkesinambungan. Maksudnya di sini dalam berhubungan dengan
sesama manusia, kita tetap saling menjaga satu sama lain sehingga bisa
saling diterima dan terjalin hubungan yang harmonis. Kebutuhan akan
7

inklusi merupakan kebutuhan untuk menetapkan dan memelihara


hubungan yang memuaskan dengan orang.
Dalam lingkungan kesehatan, kebutuhan inklusi dapat dipenuhi
dengan memberi informasi dan menjawab semua pertanyaan,
menjelaskan tanggung jawab perawat dalam memberi perawatan dan
mengenali kebutuhan serta kesukaan pasien. Kebutuhan akan kontrol
berhubungan dengan kebutuhan untuk menentukan dan memelihara
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dengan memperhatikan
kekuasaan, pembuatan keputusan dan otoritas.

3. Kebutuhan seksual
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi
perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai,
memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan timbal balik
(feed back) antara kedua individu tersebut. Kata seks sering digunakan
dalam dua cara.
Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian fisik dari
berhubungan, yaitu aktivitas seksual genital. Seksualitas di lain pihak adalah
istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan
hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda atau sama dan
mencangkup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi.
Perkembangan seks manusia berbeda dengan binatang dan bersifat
kompleks. Jika pada binatang seks hanya untuk kepentingan
mempertahankan generasi atau keturunan dan dilakukan pada musim
tertentu dan berdasarkan dorongan insting. Pada manusia seksual berkaitan
dengan biologis, fisiologis, psikologis, sosial dan norma yang berlaku.
Hubungan seks manusia dapat dikatakan bersifat sakral dan mulia sehingga
secara wajar hanya dibenarkan dalam ikatan pernikahan. Selanjutnya
tinjauan seksual dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
8

a. Aspek biologis merupakan aspek ini kita memandang seksual seperti


pandangan anatomi dan fisiologis dari sistem reproduksi (seksual)
kemampuan organ seks, dan adanya hormonal serta sistem sarap yang
berfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.
b. Aspek psikologis merupakan aspek ini merupakan pandangan terhadap
indentitas jenis kelamin sebuah perasaan dari diri terhadap kesadaran
identitasnya serta memandang gambaran seksual atau bentuk konsep diri
yang lain. Misalnya kalau perempuan, merasa tertarik dengan laki-laki,
akan berhias mempercantik diri bila bertemu laki-laki, demikian pula
sebaliknya.
c. Aspek sosial budaya merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang
berlaku di masyarakat terhadap keutuhan seksual serta perilaku nya di
masyarakat. Misalnya perempuan sebelumnya menikah harus perawan.
Di pedesaan perempuan umur 20 tahun belum menikah dikatakan
perawan tua atau tidak laku, dan sebagainya.

4. Kebutuhan spiritual
Merupakan kebutuhan yang ketiga, tetapi saling tumpang tindih: energi,
transendensi diri, keterhubungan, kepercayaan, realitas eksistensial,
keyakinan dan nilai, kekuatan batiniah, harmoni dan batin nurani.
Spiritualitas memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk
menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang sulit dan
untuk memelihara kesehatan Spiritualitas memberikan individu energi yang
dibutuhkan untuk menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi
yang sulit dan untuk memelihara kesehatan.
a. Transedensi diri (self transedence)
Adalah kepercayaan yang merupakan dorongan dari luar yang lebih
besar dari individu
9

b. Spiritualitas
Spiritualitas memberikan pengertian keterhubungan intrapersonal
(dengan diri sendiri), interpersonal (dengan orang lain) dan
transpersonal (dengan yang tidak terlihat, Tuhan atau yang tertinggi)
(Potter & Perry, 2009). Spiritual juga memberikan kepercayaan setelah
berhubungan dengan Tuhan, kepercayaan selalu identik dengan agama
sekalipun ada kepercayaan tanpa agama dan spritualitas melibatkan
realitas eksistensi (arti dan tujuan hidup).
Keyakinan dan nilai menjadi dasar spiritualitas. Nilai membantu
individu menentukan apa yang penting bagi mereka dan membantu
individu menghargai keindahan dan harga pemikiran, obyek dan
perilaku (Holins, 2005; Vilagomenza, 2005)
Spiritual memberikan individu kemampuan untuk menemukan
pengertian kekuatan batiniah yang dinamis dan kreatif yang dibutuhkan
saat membuat keputusan sulit (Braks-wallance dan Park, 2004).
Spiritual memberikan kedamaian dalam menghadapi penyakit terminal
maupun menjelang ajal (Potter & Perry, 2009). Beberapa individu yang
tidak mempercayai adanya Tuhan (Atheis) atau percaya bahwa tidak ada
kenyataan akhir yang diketahui (Agnostik). Ini bukan berati bahwa
spiritual bukan merupakan konsep penting bagi atheis dan agnostik.
Atheis mencari arti kehidupan melalui pekerjaan mereka dan hubungan
mereka dengan orang lain. Agnostik menemukan arti hidup dalam
pekerjaan mereka karena mereka percaya bahwa tidak adanya akhir bagi
jalan hidup mereka.
Dan adapula beberapa pengaruh yang perlu dipahami, yaitu antara
lain:
1) Menuntun kebiasaan sehari-hari
2) Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi
10

klien, sebagai contoh: ada agama yang menetapkan diet makanan


yang boleh dan tidak boleh dimakan.
3) Sumber dukungan yaitu pada saat stres, individu akan mencari
dukungan dari keyakinan agamanya. Sumber kekuatan sangat
diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakitnya khususnya jika
penyakit tersebut membutuhkan waktu penyembuhan yang lama.
4) Sumber konflik yaitu pada suatu situasi bisa terjasi konflik antara
keyakinan agama dengan praktik kesehatan. Misalnya: ada yang
menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Tuhan.

5. Kebutuhan Gizi Masa Prakonsepsi


Gizi prakonsepsi merupakan persiapan untuk melahirkan generasi lebih
baik. Kecukupan gizi pada pasangan terutama pada calon ibu dapat
menurunkan risiko bayi lahir BBLR, prematur, tingkat inflamasi dan infeksi
pada bayi, serta dapat memutus mata rantai masalah kekurangan gizi pada
masa kehamilan.
Asupan gizi yang cukup dan status gizi yang baik dari ibu penting untuk
perkembangan optimal janin. Diet bervariasi sehat penting sebelum
pembuahan dan selama kehamilan. mengalisis kandungan zat gizi dilakukan
dengan menggunakan Daftar Komposisis Bahan Makanan (DKBM).
Kemudian menilai tingkat konsumsi makanan (untuk energi dan zat gizi),
diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recomended
Dietary Allowance (RDA). Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG)
yang digunakan saat ini secara nasional adalah hasil Widyakarya nasional
Pangan dan Gizi VI tahun 1998. Untuk mengetahui pencapaian tingkat
konsumsi perindividu adalah sebagai berikut (Supariasa, dkk, 2008):
11

Tingkat Konsumsi Gizi = Asupan Gizi x 100%

AKG Individu
Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990)
dalam Supariasa (2008), klasifikasi tingkat konsumsi yaitu:
a. Baik : ≥100%
b. Sedang : 80 – 99%
c. Kurang : 70 – 80%
Penting diperhatikan bahwa ibu hamil (bersama remaja putri dan bayi
sampai usia 2 tahun) termasuk kelompok kritis tumbuh-kembang manusia.
Artinya, masa depan kualitas hidup manusia akan ditentukan pada kelompok
ini. Jika kondisi gizi kelompok ini diabaikan, akan timbul banyak masalah
yang berpengaruh terhadap rendahnya kualitas hidup manusia. Oleh karena
itu, ibu hamil harus memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat bergizi
seimbang sebagai salah satu upaya untuk menjaga agar keadaan gizinya
tetap baik. Hal ini juga berguna untuk mencegah terjadinya beban ganda
masalah gizi (kurus dan pendek karena kekurangan gizi atau kegemukan
karena kelebihan gizi) yang dapat berdampak buruk pada kesehatan dan
kualitas hidup.
Status Gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor eksterna
l dan faktor internal. Faktor eksternal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Faktor Eksternal dari status gizi
Pendapatan Masalah gizi berhubungan dengan daya beli
keluarga. Daya beli akan semakin rendah ketika
pendapatan suatu keluarga juga rendah. Dengan
begitu, status gizi seseorang dapat tergantung pada
pendapatan
Pendidikan Pendidikan bisa berkorelasi pada kelayakan
pekerjaan dan berdampak pada tingkat pendapatan
keluarga. Selain itu, pendidikan gizi juga sangat
berhubungan dengan perubahan pengetahuan, sikap,
dan perilaku seseorang untuk tetap mempertahankan
12

status gizi suatu keluarga dalam kondisi baik.


Pekerjaan Pekerjaan sangat menunjang kehidupan keluarga
melalui taraf kehidupan suatu anggota keluarga
tersebut.
Budaya Budaya akan sangat berpengaruh pada kebiasaan
seseorang karena tingkah laku yang dianggap benar
akan selalu diulang-ulang.

Sedangkan faktor internal dari status gizi dapat dilihat pada tabel di baw
ah ini:
Tabel 2. Faktor Internal dari status gizi
Usia Usia berhubungan dengan kemampuan atau
pengalaman orangtua dalam mempertahankan status
gizi anggota keluarga.
Asupan Asupan memiliki peran sangat penting dalam
memengaruhi status gizi seseorang. Konsumsi
makanan yangkurang dan infeksi merupakan hal yang
saling memengaruhi.
Infeksi Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya
nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan
dan mencerna makanan.

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi.
Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2014).
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak,
dan protein, oksidasi zatzat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan
tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas. Ketiga zat gizi termasuk zat
organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar, jumlah zat gizi yang
paling banyak terdapat dalam pangan dan disebut juga zat pembakar
(Almatsier, 2011)
13

Secara umum terdapat pesan khusus gizi seimbang yang perlu


diperhatikan bagi calon pengantin adalah mengonsumsi aneka ragam
makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Hal tersebut meliputi
konsumsi zat gizi makro dan mikro (karbohidrat, protein, vitamin dan
mineral) yang akan digunakan sebagai proses pertumbuhan tubuh yang
cepat, peningkatan volume darah dan peningkatan hemoglobin dalam darah
yang berguna untuk mencegah anemia yang disebabkan karena kehilangan
zat besi selama proses menstruasi (Kemenkes, 2014).
Berikut merupakan anjuran Angka Kecukupan Gizi bagi WUS yang
telah ditetapkan Kemenkes:
Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi WUS
Zat Gizi 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun
Energi (kkal) 2050 2100 2250 2150
Protein (g) 60 65 60 60
Folat (meg) 400 400 400 400
B6 (mg) 1,3 1,3 1,3 1,3
B12 (mg) 4,0 4,0 4,0 4,0
Besi (mg) 15 15 18 18

Gizi yang memengaruhi prakonsepsi adalah karbohidrat, lemak, protein,


asam folat, vitamin A, E, dan B12, mineral zinc, besi, kalsium, dan omega-3.
Pasangan yang akan melangsungkan pernikahan sebaiknya mulai mengubah
8 pola makan menjadi teratur dan baik selambat-lambatnya enam bulan
sebulan sebelum kehamilan. Hal ini dapat membantu memperbaiki tingkat
kecukupan gizi pasangan (Susilowati & Kuspriyanto, 2016).
Berikut pola makan yang disarankan pada pasangan prakonsepsi untuk
mengonsumsi dalam jumlah yang mencukupi:
a. Karbohidrat
Karbohidrat yang disarankan adalah kelompok polisakarida (seperti
nasi, jagung, sereal, umbi-umbian) dan disarankan membatasi konsumsi
14

monosakarida (seperti gula, sirup, makanan, dan minuman yang tinggi


gula).

b. Protein
Kekurangan protein pada tingkat berat akan memperlambat
perkembangan hormone endokrin sehingga kemampuan untuk mengikat
hormone androgen rendah. Makanan yang kaya protein bisa diperoleh
dari telur, daging, tempe, dan tahu.
c. Vitamin C
Vitamin C berperan penting untuk fungsi indung telur dan
pembentukan sel telur. Selain sebagai antioksidan (bekerja sama dengan
vitamin E dan β-karoten), vitamin C berperan melindungi selsel organ
tubuh dari serangan radikal bebas (oksidan) yang memengaruhi
kesehatan reproduksi.
d. Asam Folat
Kecukupan nutrisi asam folat dapat mengurangi resiko bayi lahir
kecacatan system saraf dengan neutral tube defect (NTD) seperti spina
bifida sebanyak 70%.
e. Vitamin B6
Sumber vitamin B6 antara lain ayam, ikan, ginjal, beras merah,
kacang kedelai, kacang tanah, pisang, dan kol.
f. Vitamin D9
Vitamin D dirodukski dari dalam tubuh dengan bantuan sinar
matahari, selain itu dapat diperoleh dari susu, telur, mentega, keju,
minyak ikan, ikan tuna, dan ikan salmon.
g. Zinc
Zinc sangat penting untuk calon ibu karena zinc membantu
produksi materi genetik ketika pembuahan terjadi. Menjaga asupan zinc
15

sesuai AKG, yaitu 15 mg/hari dapat membantu menjaga sistem


reproduksi berfungsi normal.

h. Zat besi
Kekurangan zat besi pada calon ibu dapat menyebabkan anemia
dengan menunjukkan gejala lelah, sulit konsentrasi, dan gampang
infeksi. Juga dapat mengurangi resiko ibu hamil mengalami defisiensi
anemia gizi besi yang dapat membahayakan ibu dan kandungannya.
(Susilowati & Kuspriyanto, 2016).

6. Kebutuhan pelayanan kesehatan


Kebutuhan memperoleh pelayanan kesehatan pada masa sebelum hamil,
masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual sebagaimana
diuraikan sebagai berikut:
a. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil dilakukan untuk
mempersiapkan perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan
yang sehat dan selamat serta memperoleh bayi yang sehat. dilakukan
pada remaja, calon pengantin, pasangan usia subur. Kegiatan Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil yang dimaksud yaitu pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, pemberian imunisasi, suplementasi gizi,
konsultasi kesehatan, dan pelayanan kesehatan lainnya dilakukan sejak
terjadinya masa konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan.
b. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil
Pelayanan antenatal terpadu melalui pemberian pelayanan dan
konseling kesehatan termasuk stimulasi dan gizi agar kehamilan
berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas, deteksi dini
16

masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan, penyiapan


persalinan yang bersih dan aman, perencanaan antisipasi dan persiapan
dini untuk melakukan rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi,
penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila
diperlukan serta melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam
menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan
kesiagaan bila terjadi penyulit/komplikasi.
c. Pelayanan Kesehatan Masa Melahirkan
Pelayanan Persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6
(enam) jam sesudah melahirkan.
d. Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan
Setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
ditujukan pada ibu selama masa nifas dan pelayanan yang mendukung
bayi yang dilahirkannya sampai berusia 2 (dua) tahun merupakan
pelayanan kesehtan masa sesudah melahirkan yang meliputi pelayanan
kesehatan bagi ibu dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir. Bertujuan
untuk menjaga jarak kehamilan berikutnya atau membatasi jumlah anak
yang dilaksanakan dalam masa nifas
e. Pelayanan Kesehatan Seksual
Adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
ditujukan pada kesehatan seksualitas.
f. Audit Maternal Perinatal
Adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau
kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna mencegah kesakitan atau
kematian serupa di masa yang akan datang.
g. Pelayanan Kontrasepsi
Penyelenggaan Pelayanan Kontrasepsi dilakukan dengan cara yang
dapat dipertanggung jawabkan dari segi agama, norma budaya, etika,
17

serta segi kesehatan meliputi pemberian atau pemasangan kontrasepsi


dan penanganan terhadap efek samping, komplikasi, dan kegagalan
kontrasepsi. Pergerakan pelayanan kontrasepsi dilakukan sebelum
pelayanan sampai pasangan usia subur siap untuk memilih metode
kontrasepsi. dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

B. Peran keluarga dan masyarakat


1. Peran keluarga
a. Keluarga Childbearing
Child-Bearing adalah waktu transisi fisik dan psikologis bagi ibu
dan seluruh anggota keluarga, dalam hal ini orang tua, saudara atau
anggota keluarga lainnya harus dapat beradaptasi terhadap perubahan
stuktur karena adanya anggota keluarga baru yaitu bayi, dengan
kehadiran seorang bayi maka sistem dalam keluarga akan berubah
serta pola pikir keluarga harus dikembangkan (Hanifa Wiknjosastro,
Abdul Bari Saifuddin, 2011).
Keluarga childbearing adalah keluarga yang menantikan kelahiran
dimulai sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
pertama berusia 30 bulan. Pada periode childbearing (transisi), ibu
membutuhkan adaptasi yang cepat, sehingga kondisi ini menempatkan
ibu menjadi sangat rentan dan mereka memerlukan bantuan untuk
beradaptasi dengan peran yang baru. Stress dari berbagai sumber dapat
berefek negatif pada fungsi dan interaksi ibu dengan bayi dan
keluarga, yang berdampak pada kesehatan fisik ibu dan bayi (Abi
Muhlisin, 2012).
b. Struktur peran keluarga
18

Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang


secara ralatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari
seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran
berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi
apa saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu
agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap mereka. Posisi atau
status didefinisikan sebagi letak seseorang dalam suatu sistemsosial.
Menurut (Esti Muharumsih, 2017).
Peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1) Peran Formal Keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam
struktur peran keluarga (ayah-suami). Yang terkait dengan masing –
masing posisi keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok
perilaku yang kurang lebih homogen. Keluarga membagi peran
kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara
masyarakat membagi perannya: berdasarkan pada seberapa
pentingnya performa peran terhadap berfungsinya sistem tersebut.
Beberapa peran membutuhkan ketrampilan atau kemempuan
khusus: peran yang lain kurang kompleks dan dapat diberikan
kepada mereka yang kuarang terampil atau jumlah kekuasaanya
paling sedikit.
2) Peran Informal Keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada
permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional
anggota keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga.
Keberadaan peran informal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga.
c. Tahapan dan Tugas Perkembangan Keluarga
19

Tahapan dan tugas perkembangan keluarga yang diadaptasi dari


Duval (Mubarak dan Santoso, 2014) adalah:
1) Pasangan pemula atau pasangan barumenikah.
2) Keluarga dengan “Child Bearing” (Kelahiran AnakPertama)
3) Keluarga dengan anak pra sekolah.
4) Keluarga dengan anak usia sekolah.
5) Keluarga dengan anak remaja.
6) Keluarga dengan melepaskan anak ke masyarakat.
7) Keluarga dengan tahapan berdua kembali.
8) Keluarga dengan tahapan masa tua
Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar yang didalamnya
terdapat delapan tugas pokok yaitu:
1) Pemeliharaan fisik keluarga, yaitu keluarga bertanggung jawab
menyediakan tempat tinggal, pakaian yang sesuai dan makanan
yang cukup bergizi, serta asuhan kesehatan atau asuhan
keperawatan yang memadai.
2) Memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga, yaitu
keuangan waktu pribadi dan hubungan dengan oranglain.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya masing-masing.
4) Sosialisasi antar anggotakeluarga.
5) Pengaturan jumlah anggotakeluarga.
6) Pemeliharaan ketertiban antar anggotakeluarga.
7) Penempatan anggota-anggota keluarga melalui hubungan di tempat
ibadah, sekolah, sistem politik, dan organisasi-organisasilain.
8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga,
yaitu dengan menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh
sehingga setiap anggota keluarga merasa diterima, didukung, dan
20

diperhatikan.
d. Peran keluarga dalam Identifikasi Kebutuhan perempuan pada masa
prakonsepsi
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu
suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga masing-masing, secara psikologi keluarga tersebut membentuk
keluarga baru. Suami istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu
mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan
penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan
menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai
membina hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial
pasangan masing- masing. Masing-masing belajar hidup bersama serta
beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya. Misalnya
kebiasaan makan, tidur, bangun pagi, bekerja dan sebagainya. Hal ini
yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai
anak dan berapa jumlah anak yangdiharapkan.
Peran keluarga pada tahap ini antara lain:
1) Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
2) Menetapkan tujuan bersama
3) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan
kelompok sosial
4) Merencanakan anak (KB)
5) Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri
untuk menjadi orangtua (Esti Muharumsih, 2017)
e. Peran keluarga dalam Identifikasi Kebutuhan perempuan pada masa
kehamilan sesuai konsep Childbearing
21

Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai


kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30
bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi perlu disiapkan oleh
pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang
penting. Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam
keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk
memenuhi kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi dengan
kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian
kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi
ayah atau sebaliknya. Adapun peran keluarga pada masa ini yaitu
sebagai berikut:
1) Persiapan menjadi orang tua
2) Membagi peran dan tanggung jawab
3) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah
yang menyenangan
4) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
5) Memfasilitasi role learning anggota keluarga
6) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin (Esti Muharumsih,
2017).

2. Peran Masyarakat
Dalam teori sosial Parson, peran didefenisikan sebagai harapan-harapan
yang diorganisasi terkait dengan konteks interaksi tertentu yang membentuk
orientasimotivasional individu terhadap yang lain. Melalui pola-pola
kultural, cetak biru, ataucontoh perilaku ini orang belajar siapa mereka di
depan orang lain dan bagaimanamereka harus bertindak terhadap orang
lain(Scott, 2011).
22

Menurut Aida Vitayala S. Hubeis (2010), secara sederhana makna peran


dapat dikemukakan seperti berikut:
a. Peran adalah aspek dinamis dari status yang sudah terpola dan berada di
sekitarhak dan kewajiban tertentu.
b. Peran berhubungan dengan status seseorang pada kelompok tertentu
atau situasisosial tertentu yang dipengaruhi oleh seperangkat harapan
orang lain terhadapperilaku yang seharusnya ditampilkan oleh orang
yang bersangkutan.
c. Pelaksanaan suatu peran dipengaruhi oleh citra (image) yang ingin
dikembangkanoleh seseorang. Dengan demikian, peran adalah
keseluruhan pola budaya yangdihubungkan dengan status individu yang
bersangkutan.
d. Penilaian terhadap terhadap keragaan suatu peran sudah menyangkut
nilai baik dan buruk, tinggi dan rendah atau banyak dan sedikit. Peran
gender yang dibebankan pada seseorang atau sekelompok orang di
dalam suatu masyarakat yang ditentukan oleh keadaan mereka sebagai
perempuan dan atau lelaki yang sudah mencakup aspek penilaian.
Persepsi tentang kehamilan yang dimiliki oleh masyarakat sangat
menentukan perilaku masyarakat terhadap kehamilan. Persepsi tentang
kehamilan ini terbentuk berdasarkan kepercayaan-kepercayaan dan simbol
yang dimiliki oleh masyarakat (Nurrachmawati, 2018).
Persiapan yang baik akan menghasilkan kehamilan yang sehat dan
dengan mengikuti pola hidup sehat maka kehamilan akan berjalan dengan
baik dan dapat menghindari timbulnya depresi setelah kelahiran ataupun
kesulitan menyusui (Wendy, 2017).
Periode prakonsepsi adalah rentang waktu dari tiga bulan hingga satu
tahun sebelum konsepsi dan idealnya harus mencakup waktu saat ovum dan
sperma matur, yaitu sekitar 100 hari sebelum konsepsi (Kuspriyanto, 2016).
23

Masa prakonsepsi merupakan masa sebelum hamil, wanita prakonsepsi


diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur yang siap
menjadi seorang ibu, dimana kebutuhan gizi pada masa ini berbeda dengan
masa anak-anak, remaja, ataupun lanjut usia. Wanita pranikah merupakan
bagian dari kelompok WUS yang perlu mempersiapkan kecukupan gizi
tubuhnya, karena sebagai calon ibu, gizi yang optimal pada wanita pranikah
akan mempengaruhi tumbuh kembang janin, kondisi kesehatan bayi yang
dilahirkan dan keselamatan selama proses melahirkan. Masa pranikah dapat
dikaitkan dengan masa prakonsepsi, karena setelah menikah wanita akan
segera menjalani proses konsepsi. Masa prakonsepsi merupakan masa
sebelum kehamilan(Paudel et al., 2012).
Kesehatan prakonsepsi merupakan bagian dari kesehatan secara
keseluruhan selama masa reproduksi yang berguna untuk mengurangi risiko
dan mengaplikasikan gaya hidup sehat untuk mempersiapkan kehamilan
sehat dan meningkatkan kemungkinan memiliki bayi yang sehat (Yulizawati
et al., 2017).
Idealnya pasangan suami istri perlu menyiapkan diri, setidak-tidaknya
tiga atau enam bulan sebelum konsepsi, dengan cara mengontrol pola makan
dan gaya hidup yang sehat, usahakan untuk makan-makanan yang bergizi
yang dibutuhkan janin untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu perhatikan
fungsi tubuh dan sadari akibat yang timbul akibat sering mengkonsumsi pil
dan stress berkepanjangan. Persiapan yang baik akan menghasilkan
kehamilan yang sehat dan dengan mengikuti pola hidup sehat maka
kehamilan akan berjalan dengan baik dan dapat menghindari timbulnya
depresi setelah kelahiran ataupun kesulitan menyusui (Wendy, 2017).
Perencanaan kehamilan merupakan hal yang penting untuk dilakukan
setiap pasangan suami istri, baik itu secara psikologi/mental, fisik dan
finansial adalah hal yang tidak boleh diabaikan (Kurniasih, 2012).
24

Perencanaan kehamilan merupakan perencanaan berkeluarga yang


optimal melalui perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan
dan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka
kematian maternal. Menjaga jarak kehamilan tidak hanya menyelamatkan
ibu dan bayi dari sisi kesehatan, namun juga memperbaiki kualitas hubungan
psikologi keluarga (Mirza, 2011).
a. Persiapan Kesehatan
1) Status Nutrisi
Salah satu masalah gizi yang dihadapi di Indonesia adalah
masalah gizi pada masa kehamilan, gizi prakonsepsi didefinisikan
sebagai masukan makanan dan kebiasaan makan yang dilakukan
wanita usia subur yang merencanakan kehamilan. Status gizi
prakonsepsi juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi kondisi kehamilan dan kesejahteraan bayi. Keadaan
kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan jauh sebelumnya,
yaitu pada masa remaja dan dewasa sebelum hamil atau selama
menjadi Wanita Usia Subur (WUS). Kualitas bayi yang dilahirkan
sangat tergantung kepada keadaan gizi ibu sebelum dan selama
kehamilan (Chandranipapongse & Koren, 2013).
Dampak dari ketidakseimbangan asupan gizi ibu hamil dapat
menimbulkan gangguan selama kehamilan, baik terhadap ibu
maupun janin yang dikandungnya. Apabila kondisi ini berlangsung
dalam waktu yang lama maka akan terjadi ketidakseimbangan
asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi
sehingga menyebakan ibu hamil mengalami Kekurangan Energi
Kronis (KEK), (Yuliana, 2015).
Kekurangan energi kronis (KEK) merupakan suatu kondisi
dimana seorang ibu hamil menderita kekurangan asupan makan
25

yang berlangsung dalam jangka waktu lama (menahun atau kronis)


yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan, sehingga
peningkatan kebutuhan zat gizi pada masa kehamilan tidak dapat
terpenuhi (Kemenkes RI, 2015).
Peran serta masyarakat dalam upaya menanggulangi masalah
KEK dapat melalui kegiatan Dapur Ibu di Posyandu. Dalam
kegiatan Posyandu ini Masyarakat akan ada yang bertindak sebagai
dukun bayi terlatih, kader kesehatan, dan beberapa tokoh
masyarakat akan berperan sebagai motivasi warga agar aktif dalam
kegiatan Dapur Ibu di Posyandu serta menggerakkan masyarakat
untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal dalam upaya
meningkatkan konsumsi makanan bergizi dan beragam melalui
potensi lokal daerah untuk pencapaian Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK), (Sulistyorini, 2016).

2) Psikologis (Mental)
Mempromosikan kesehatan keluarga prakonsepsi merupakan
strategi yang penting untuk meningkatkan kualitas anak yang akan
dilahirkan sekaligus dapat membantu pada upaya penurunan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Situasi ini didapatkan bahwa
faktor risiko yang diketahui yang merugikan ibu dan bayi yang
mungkin bisa terjadi sebelum kehamilan harus ditangani misalnya
ibu mengalami kekurangan hemoglobin (anemia), kekurangan asam
folat dan perilaku yang dapat menganggu kesehatan ibu dan janin
pada masa kehamilan. Konseling prakonsepsi adalah komponen
penting dalam pelayanan kesehatan pra-konsepsi. Melalui
konseling, pemberi pelayanan mendidik dan merekomendasikan
strategi-strategi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan janin
(Williams,2012).
26

Perlunya perubahan paradigma pelayanan kesehatan


menitikberatkan pada persiapan pada masa pra konsepsi untuk
menskrinning pasangan yang telah siap menjadi orang tua
(potensialparents) dengan pasangan yang belum siap menjadi orang
tua dan menjadi orang tua yang siap merupakan tanggung jawab
moral yang paling fundamental bagi setiap pasangan (Bonte,et al.,
2014).
Dalam masyarakat, kesadaran akan tanggung jawab moral ini
akan membuat para pasangan akan lebih bertanggung jawab untuk
menyiapkan dan merencanakan sebelum kehamilan terjadi sehingga
saat kehamilan terjadi kondisi pasangan tersebut lebih siap secara
fisik, mental sosial dan ekonomi. Kesiapan ini akan berdampak
pada pola pengasuhan anak yang lebih bertanggung jawab.
Kesiapan ibu dalam menghadapi kehamilan sangat bermanfaat
untuk mencegah malnutrisi, menyiapkan tubuh pada perubahan-
perubahan pada saat hamil, dan mengurangi
stress(Chandranipapongse, W. & Koren, G., 2013).
b. Budaya
Merupakan manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap
kelompok orang-orang. Aspek yang ada dalam kebudayaan ini meliputi
segala perbuatan manusia, seperti cara ia menghayati kematian dan
membuat upacara-upacara untuk menyambut peristiwa kematian,
kelahiran, seksualitas, dan cara makan. Di zaman orde baru, pada awal
sosialisasinya sebagian masyarakat Indonesia melakukan penolakan
terhadap kebijakan Program Keluarga Berencana (KB) yang
direncanakan pemerintah. Penolakan masyarakat tersebut merupakan
bentuk respons budaya atau perlawanan budaya. Secara sosial budaya,
jenis-jenis perkawinan itu hadir ditengah masyarakat. Peran agama,
negara, dan tenaga kesehatan, menjadi strategis dalam hal
27

mensosialisasikan perkawinan yang sehat. Pemenuhan kebutuhan seks


tidak boleh sekedar pemuasan atau pemenuhan hasrat, melainkan juga
harus tetap memperhatikan aspek-aspek kesehatan (Sudarma, 2017).
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh O’Neil (2006) bahwa semua
budaya yang diwariskan cenderung untuk berubah tetapi ada kalanya
juga dipertahankan. Ada proses dinamis yang mendukung diterimanya
hal-hal dan ide-ide baru dan ada juga yang mendukung untuk
mempertahankan kestabilan budaya yang ada. Hiller (2003) menyatakan
bahwa ketika perubahan terjadi, maka terjadi destruksi nilai-nilai
tradisional, kepercayaan, peran dan tanggungjawab, pendidikan,
keluarga dan lain-lain yang hampir simultan dengan proses konstruksi
cara baru sebagai pengaruh dari perubahan sosial. Nilai dan ritual yang
baru ini menggantikan nilai dan ritual yang lama. Namun di sebagian
masyarakat adakalanya terjadi kompromi yang mana nilai dan ritual
baru dijalankan dengan tanpa menghilangkan nilai dan ritual lama
(Zulfahani, 2020).
Masyarakat di berbagai budaya masih memberikan perhatian pada
fase krisis ini. Pada masa persiapan kehamilan ada banyak ritual yang
harus dilakukan yang menandakan bahwa masyarakat di budaya
manapun menganggap masa tersebut sebagai peristiwa yang luar biasa,
bukan hanya dalam kehidupan wanita yang sedang mempersiapkan
kehamilannya itu sendiri tetapi juga suami dan keluarganya. Perhatian
masyarakat terhadap ibu yang sedang mempersiapkan kehamilan (pra-
konsepsi) merupakan bentuk dukungan sosial. Ada tiga komponen
dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan informasi dan
dukungan praktis. Dukungan emosional ditunjukkan dengan hubungan
yang hangat, persaudaraan, persahabatan dan keinginan untuk
mendengar. Saran dan informasi yang baik merupakan contoh dari
28

dukungan informasi. Sedangkan dukungan finansial pada ibu hamil,


contohnya pijat untuk mengurangi ketidaknyamanan merupakan bentuk
nyata dukungan praktis (Zulfahani, 2020).

C. Identifikasi Tenaga Kesehatan Profesional Terkait dalam bentuk kolaborasi


Kolaborasi adalah hubungan kerja diantara tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kepada pasien atau klien dalam melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada
pekerjaannya. Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu
pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh
kolaborator. Hasil dari pengkajian yang menggunakan metode deskriptif ini
adalah tenaga kesehatan mampu melakukan kolaborasi antar tenaga kesehatan
dalam melakukan pelayanan dan menerapkan keselamatan pasien (titania, 2019).
Adapun beberapa tenaga kesehatan profesional yang terkait dalam bentuk
kolaborasi adalah sebagai berikut:
1. Kesehatan masyarakat
Peran petugas kesehatan masyarakat dalam pemberdayaan kader sangat
penting. Upaya dalam penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak,
petugas kesehatan wajib bermitra dengan kader, karena kader yang berada
dan dikenal oleh masyarakat setempat. Pembinaan dan pengemba ngan kader
diperlukannya unsur kesukarelaan, karena kader bertgas secara sosial. Akan
tetapi tidak berarti seorang ka der tidak memerlukan penghargaan baik yang
bersifat non-material ataupun yang bersifat ma- terial. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan suatu sistem penghargaan, di mana fungsi sebagai kader
merupakan sesuatu yang menimbulkan kebanggaan dan kepuasan. Adanya
kader sebagai mitra, dapat membantu pemerintah dalam mengatasi masalah
kesehatan yang ada dimasyarakat terutama penurunan angka kematian ibu
29

(AKI), karena pemerintah tidak mungkin mangatasi masalah ini tanpa


bantuan dari masyarakat. Apapun peranan petugas kesehatan masyarakat
dalam meningkatkan kesehatan masyarakat secara mandiri tidak dapat
berjalan lancar tanpa ada- nya partisipasi aktif dari kader dan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat telah diakui oleh Departemen Kesehatan untuk
mendorong kemandirian masyarakat agar hidup sehat, menge tahui dan cepat
tanggap terhadap per- masalahan kesehatan yang ada dimasyarakat,
walaupun kader belum sepenuhnya menggu- nakan tujuh prinsip
pemberdayaan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Ka-
der dalam melakukan kegiatan pemberdayaan lebih berupa upaya
peningkatan pengetahuan, bukan pada cepat dalam mengambil kepu- tusan
dan memudahkan akses terhadap pelayanan kesehatan (5).
Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu memberikan advokasi dalam
meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pemasaran sosial
tentang bagaimana menjaga kesehatan selama masa ke- hamilan, secara
periodik sehingga kader lebih percaya diri dalam pemberdayaan masyarakat.
Pendekatan secara kuratif dan rehabilitatif oleh petugas kesehatan tidak
mungkin dapat menuntaskan masalah penurunan angka kematian ibu, bayi
dan anak di Indo- nesia, akan tetapi peran petugas kesehatan masyarakat
yang bermitra dengan kader dan masyarakat secara aktif dan berkesinambu-
ngan yang berperan secara promotif dan preventif, mungkin dapat
meningkatkan keseha- tan ibu dan menekan angka kematian bayi dan anak di
suatu masyarakat tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Peran petugas
kesehatan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
bersama kader dan masyarakat diharapkan dapat menanggulangi empat
terlalu dan tiga terlambat melalui usaha promotif dan preventif. (Chasanah,
2015)
2. Petugas Gizi
30

Sasaran pembangunan kesehatan pada tahun 2025 adalah meningkatnya


derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur
Harapan Hidup (UHH), menurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya
Angka Kematian Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita,
dengan demikian Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran pembangunan
kesehatan pada RPJMN 2015-2019 yaitu meningkatkan status kesehatan dan
gizi masyarakat. Keadaan status gizi masyarakat di Indonesia setiap
tahunnya menunjukkan perbaikan walaupun masih dihadapkan pada
berbagai permasalahan.
TPG di puskesmas berperan dalam pemulihan balita gizi buruk melalui
proses pemantauan, pengukuran, konseling dan pemberian makanan
pendamping. Hasil penelitian lain menggambarkan bahwa pengetahuan dan
sarana prasarana merupakan variabel yang berpengaruh terhadap kinerja
tenaga gizi dalam penanganan gizi buruk.(Rosita, Iin Nurlinawati & Pusat,
2019).
3. Dokter gigi dan perawat gigi
Peran Dokter gigi ataupun perawat gigi dalam pelayanan kolaborasi
kebidan sangatlah penting dimana peran tersebut akan sangat membantu
pada kondisi seperti selama kehamilan terjadi perubahan pada rongga mulut
terkait dengan perubahan hormonal, perubahan pola makan, perubahan
perilaku dan berbagai keluhan seperti ngidam, mual, muntah. Wanita hamil
menjadi sangat rentan terhadap penyakit gingiva dan penyakit periodontal
akibat dari kebiasaan mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Perubahan
pada kehamilan juga berdampak pada kualitas hidup ibu hamil. Ibu hamil
menjadi kelompok yang memerlukan perhatian khusus berkaitan dengan
kesehatan mulut mereka dan kesehatan calon bayi mereka.3 Ibu hamil harus
menyadari pentingnya menjaga kesehatan mulut selama kehamilan untuk
dirinya sendiri serta janin yang dikandung sehingga dapat menghindari
31

terjadinya penyakit mulut yang dapat mempengaruhi kehamilan. Sejalan


dengan hal tersebut, peningkatan kesehatan gigi dan mulut serta promosi
kesehatan dapat mengurangi terjadinya penyakit mulut.(Rani Anggraini &
Andreas, 2015).
Selain identifikasi diatas, adapula identifikasi berupa pendidikan gizi
prakonsepsi pada calon pengantin yaitu status gizi kesehatan ibu dan anak
merupakan penentu kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut semakin
jelas dengan adanya bukti bahwa status gizi dan kesehatan ibu pada masa
prakonsepsi, saat hamil, dan menyusui merupakan periode yang sangat
kritis. Dampak dari masalah kesehatan dan gizi yang dialami secara
berkelanjutan sejak bayi akan menjadi permanen dan tidak dapat dikoreksi di
masa selanjutnya. Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik,
tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasan. Anak yang kurang
gizi akan lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan pada masa
selanjutnya akan tumbuh lebih pendek (stunting) yang berpengaruh terhadap
perkembangan kognitifnya.
Menurut Rosmeri pada tahun 2000, yang dikutip oleh Krisdayanasari
tahun 2010 menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Ibu yang memiliki status gizi kurus sebelum hamil mempunyai
resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu
dengan status gizi baik (normal). Kegiatan pengabdian kepada masyarakat
tentang gizi prakonsepsi pada calon pengantin yaitu:
a. Penyuluhan pada kegiatan ini, pelaksana kegiatan melakukan
penyuluhan tentang pentingnya gizi prakonsepsi pada terhadap calon
pengantin. Penyuluhan dilakukan dengan bekerja sama dengan KUA
Padang Utara, Kota Padang.
32

b. Tanya jawab dan diskusi singkat yaitu bertukar informasi dan hal-hal
lain yang diajukan oleh peserta penyuluhan terkait gizi prakonsepsi yang
harus disiapkan oleh calon pengantin agar anak yang dilahirkan cukup
gizi seimbang.
c. Pelaksanaan kegiatan
1) Topik: Penyuluhan tentang pentingnya gizi prakonsepsi pada
terhadap calon pengantin.
2) Sasaran: Calon pengantin
3) Metode: Ceramah, tanya jawab
4) Media dan alat: Laptop dan PowerPoint
d. Waktu dan tempat
e. Pengorganisasian
f. Setting Tempat
Kegiatan penyuluhan tentang pentingnya gizi prakonsepsi terhadap
calon pengantin, materi yang diberikan adalah pengertian prakonsepsi,
status gizi, kebutuhan gizi prakonsepsi.
Prakonsepsi berarti sebelum terjadi pertemuan sel sperma dengan
ovum atau pembuahan. Periode prakonsepsi adalah rentang waktu antara
3 bulan hingga 1 tahun sebelum terjadinya konsepsi, tetapi idealnya
harus mencakup waktu saat ovum dan sperma matur, yaitu sekitar 100
hari sebelum konsepsi.
Penentuan status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk tertetu. Status gizi sendiri merupakan
gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan
energi yang masuk dan dikeluarkan oleh tubuh. Masa prakonsepsi
merupakan masa sebelum hamil, kebutuhan gizi pada masa ini berbeda
dengan masa anak-anak. Pengkajian berat badan dapat dilakukan dengan
Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index/BMI), dan dihitung dengan
membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi dalam meter
33

persegi. Selama proses penyampaian materi, peserta mendengarkan


dengan baik. Peserta juga diberikan kesempatan untuk bertanya
mengenai topik yang dibahas. Pada akhir kegiatan, tim pengabdi
melakukan sesi tanya jawab dengan peserta. Setelah kegiatan dilakukan,
dapat diketahui bahwa terjadi penambahan ilmu pengetahuan peserta,
khususnya mengenai imunisasi dasar. Hal ini dilihat dari pertanyaan-
pertanyaan dari tim pengabdi yang berhasil dijawab oleh peserta di akhir
kegiatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jenis kebutuhan perempuan yang dibutuhkan pada masa prakonsepsi sampai m
asa antara dua kehamilan meliputi kebutuhan dasar, kebetuhuan perempuan,
kebutuhan seksual, kebutuhan spiritual, kebutuhan gizi masa prakonsepsi, dan
kebutuhan pelayanan kesehatan dengan melibatkan peran keluarga dan masyarakat.
Peran keluarga dan masyarakat sangat penting untuk kesehatan mental, jiwa da
n raga perempuan pada masa prakonsepsi dan masa diantara dua kehamilan. Jika pe
rempuan sehat mental, jiwa dan raga nya maka akan melahirkan generasi yang seha
t pula.
Adapun beberapa tenaga kesehatan profesional yang terkait dalam bentuk
kolaborasi dengan tenaga bidan yaitu petugas kesehatan masyarakat, petugas gizi,
dokter gigi dan perawat gigi.

B. Saran
1. Penelitian selanjutnya menambahkan jurnal-jurnal penelitian terkait dan
penelitian terbaru untuk mendukung pencarian sumber-sumber yang digunakan.
2. Perempuan adalah tombak kehidupan manusia di dunia. Anak yang sehat terlah
ir dari perempuan yang sehat bukan hanya fisik nya saja melainkan sehat jiwa
nya. Kesehatan fisik dan jiwa seorang perempuan juga tidak luput dari dukung
an keluarga dan masyrakat sekitar. Selain itu juga pelayanan yang prima, cepat
tanggap dari seoarng tenaga kesehatan juga dperlukan untuk menunjang keseja
hteraan hdup perempuan. Baik pada masa prakonsepsi hingga masa antara dua
kehamilan dan sampai akhir hidup seorang perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abi Muhlisin. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen publishing; 2012.
Aida Vitayala S. Hubeis. (2010). Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. IPB
Press.
Ayudia. 2021. Pendidikan Gizi Prakonsepsi pada Pasangan Calon Pengantin di
KUA Padang Utara. Vol.2. No.5
Bonte, P., Pennings, G. & Sterckx, S. (2014). Is there a moral obligation to conceive
children under the best possible conditions? A preliminary framework for
identifying the preconception responsibilities of potential parents. BMC
medical ethics, 15, p.5.
Chandranipapongse, W. & Koren, G. (2013). Preconception counseling for
preventable risks. Canadian Family Physician, 59, 737–739.
Chasanah, S. U. (2015). PERAN PETUGAS KESEHATAN MASYARAKAT DALAM
UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU PASCA MDGs 2015. 73–79.
Dartiwen, Nurhayati Y. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. 2019.
Esti Muharumsih. Asuhan Keperawatan Keluarga Bp. M Dengan Perilaku Kesehatan
Cenderung Beresiko Dengan Otitis Media Akut Di Desa Karanggedang Rt
06/03 Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga. Fak Ilmu Kesehat UMP
2017.
Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin TR. ILMU bedah kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka; 2011.
Kementrian Kesehatan RI. Permenkes Nomor 97 Tahun 2014. Kementrian Kesehat
Republik Indones. 2015; Nomor 65(879):2004–6.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015.
Kemenkes, RI. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.
Kemenkes RI. Panduan Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
Dalam Situasi Pandemi COVID-19. kemenkes RI. 2020;5.
Kurniasih. (2012). Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Gramedia.
Kuspriyanto, S. dan. (2016). Gizi dalam Daur Kehidupan. PT Refika Aditama.
Mirza. (2011). Buku Pegangan Ibu Panduan Lengkap Kehamilan.
Mubarak dan Santoso. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga childbearing.
Yogyakarta: Graha Ilmu; 2014.XNurrachmawati, A. et al. (2018). Tradisi
Kepercayaan Masyarakat Pesisir Mengenai Kesehatan Ibu. Kesehatan
Reproduksi, I No. 1, 42–50.
Paudel, R., Pradhan, B., Wagle, R. R., Pahari, D. P., & Onta, S. R. (2012). Risk
factors for stunting among children: A community based case control study in
Nepal. Kathmandu University Medical Journal, 10(39), 18–24.
https://doi.org/10.3126/kumj.v10i3.8012
Rani Anggraini, & Andreas, P. (2015). Hamil ( Studi Pendahuluan di Wilayah
Puskesmas Serpong , Tangerang Selatan ). ARTIKEL PENELITIAN Anggraini
Dan Andreas: Kesehatan Gigi Mulut …. Kesehatan Gigi Mulut Dan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi Mulut Pada Ibu Hamil (Studi
Pendahuluan Di Wilayah Puskesmas Serpong, Tangerang Selatan) Rani, 193–
200.
Rosita, Iin Nurlinawati, A. L., & Pusat. (2019). ( MANAGEMENT OF NUTRITION
SERVICES IN AREAS WITH HIGH AND LOW NUTRITIONAL. 42(1), 29–40.
titania, E. lismanda. (2019). Pentingnya Kolaborasi Antar Tenaga Kesehatan Dalam
Menerapkan Keselamatan Pasien. https://doi.org/10.31219/osf.io/9ebtq

Scott, J. (2011). Sosiologi : The Key Concept. Rajawali Pers.

Sudarma, M. (2017). Ilmu social & Budaya Dasar Buku Ajar Kebidanan. Salemba
Medika.
Sulistyorini, L., & Ikhtiarini, E. (2016). PROGRAM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT (PPM) GERAKAN SAYANG IBU DAN BAYI (GeSIB)
SEBAGAI SOLUSI MASALAH KURANG ENERGI KALORI (KEK) PADA
IBU HAMIL DI KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER.
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/73316
Syafa’ah, S. F. (2019). KONSELING SEBAGAI UPAYA ALTERNATIF UNTUK
MENINGKATKAN PENGETAHUAN GIZI CALON PENGANTIN. 1.

Wendy, R. (2017). Perawatan kehamilan. In Perawatan kehamilan. PT. Dian Rakyat.


Williams, L. et al. (2012). Associations between preconception counseling and
maternal behaviors before and during pregnancy. Maternal and Child Health,
1854–1861.
Wilujeng RD. Modul Kesehatan Reproduksi. Griya Akbid Husada. 2017;1–68.
Yuliana, A. (2015). Dukungan Suami Pada Ibu Hamil Dalam Menghadapi Masa
Persalinan Di Desa Joho Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Kebidanan Dan Ilmu
Kesehatan, 2(2), 53–58.
Yulivantina Vicky dkk. Modul Praktikum Modul Praktikum. 2019;1–50.
Yulizawati, Y., Bustami, L. E., Nurdiyan, A., Iryani, D., & Insani, A. A. (2017).
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Peer Education Mengenai Skrining
Prakonsepsi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Wanita Usia Subur Di Wilayah
Kabupaten Agam Tahun 2016. Journal of Midwifery, 1(2), 11.
https://doi.org/10.25077/jom.1.2.11-20.2016
Zulfahani. (2020). Perilaku Ibu Prakonsepsi untuk Kehamilan yang Sehat
Berdasarkan Budaya Melayu di Puskesmas Pagurawan Kec. Medang Deras.
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/28993
‫رازی ماز‬. No Title1384 .‫;الحاوی جلد بیستم‬

Anda mungkin juga menyukai