Anda di halaman 1dari 18

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

PROGRAM STUDI ILMU KEBIDANAN

UJIAN TENGAH SEMESTER

NAMA MAHASISWA : Erni Agit Ekawati


NIM : P102202015
PRODI : S2 ILMU KEBIDANAN
MATA KULIAH : MANAJEMEN PENDIDIKAN
BOBOT SKS : 2 SKS
DOSEN : Dr. Mardiana Ahmad.,S.SiT,.M.Keb

Problem
Institusi “X” mengelola prodi D3 dan S1 Kebidanan, status akreditasi kedua prodi tersebut C,
jumlah mahasiswa sebanyak 378 orang (student body), jumlah tenaga pengajar berlatar
belakang bidan 7 orang dengan kualifikasi S2 Kebidanan 3 orang dan 4 orang berlatar
belakang Kesehatan Masyarakat. Pada saat UKOM tahun 2019 yang lalu jumlah alumni yang
lulus dari Institusi ini hanya 7 orang yang lulus dari 80 orang peserta. Hasil tracer study
menunjukkan bahwa mahasiswa umumnya tidak puas dengan prose belajar yang mereka
alami. Sementara itu dari pihak manajemen (institusi Pendidikan) kurang menerapkan
aturan yang sesuai dengan penerapan SN-DIKTI dan SNPT.
Pertanyaan:
1. Lakukan analisis SWOT pada masalah di atas (Bobot 20)
2. Bagaimana seharusnya menyikapi proses pembelajaran pada prodi tersebut (Bobot
20)
3. Lakukan PDCA (Plan, Do, Control dan Act) untuk mengatasi masalah di atas (Bobot
20)
4. Bagaimana peran SDM terhadap kualitas Proses pembelajaran (Bobot 20)
5. Apa yang harus dilakukan oleh Kaprodi menyikapi Tindakan Yayasan untuk
meningkatkan kualitas lulusan (Bobot 20)
Tugas:
1. Tulis jawaban saudara dan sertakan referensi yang diacu menggunakan aplikasi
Mendeley
2. Tulisan yang tidak disertai kepustakaan akan mengurai bobot nilai
3. Jawaban dikirim ke email mardianaa908@gmail.com paling lambat 9 Oktober 2021

Selamat bekerja semoga sukses

1
1. ANALISIS SWOT (STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITIES, THREATS)
pada masalah banyaknya jumlah alumni yang tidak lulus
Uji Kompetensi (UKOM) tahun 2019

Analisi SWOT merupakan salah satu metode untuk menggambarkan kondisi dan
mengevaluasi suatu masalah, proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor eksternal
dan faktor internal yaitu strength, opportunities, weaknesesses, threats (Rochman, 2019).
Salah satu konsep baru yang diperkenalkan dalam manajemen sekolah adalah analisis
SWOT, yaitu suatu analisa keadaan yang melihat dari empat sudut pandang, yaitu: strength
(kekuatan) menganalisis keunggulan/kekuatan sumber daya dasar yang ada, weakness
(kelemahan) menganalisis keterbatasan sumber daya yang ada yang dapat menghambat
tercapainya tujuan pendidikan, opportunity (peluang) menganalisis situasi-situasi utama
yang menguntungkan bagi organisasi/lembaga pendidikan, dan threats (tantangan)
menganalisis situasi-situasi utama yang tidak menguntungkan bagi situasi pendidikan (Hadi,
2013).
Analisis SWOT terbagi menjadi dua bagian yaitu situasi internal dan situasi eksternal.
Dalam analisis situasi internal, dikaji kekuatan (STRENGTH) dan kelemahan (WEAKNESS),
sedangkan untuk analisis situasi eksternal, dipaparkan peluang (OPPORTUNITIES) dan
tantangan (THREATS) (Linda Ratna Wati, 2018).
Ada beberapa tahapan dan langkah yang mesti ditempuh dalam melakukan analisis
SWOT, antara lain: Langkah pertama, identifikasi kelemahan (internal) dan ancaman
(eksternal, globalisasi) yang paling urgen untuk diatasi secara umum pada semua komponen
pendidikan. Langkah kedua, identifikasi kekuatan (internal) dan peluang (eksternal) yang
diperkirakan cocok untuk mengatasi kelemahan dan ancaman yang telah diidentifikasi pada
langkah pertama. Langkah ketiga, lakukan analisis SWOT lanjutan setelah diketahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam konteks sistem manajemen
pendidikan. Langkah keempat, rumuskan strategi-strategi yang direkomendasikan untuk
menangani kelemahan dan ancaman, termasuk pemecahan masalah, perbaikan dan
pengembangan lebih lanjut. Langkah kelima, tentukan prioritas penanganan kelemahan dan
ancaman itu, dan disusun suatu rencana tindakan untuk melaksanakan program
penanganan (Afid burhanuddin, 2014).
Hasil analisis SWOT pada masalah banyaknya jumlah alumni yang tidak lulus Uji
Kompetensi (UKOM) tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Internal Eksternal
Strength (kekuatan) Oportunities (peluang) 
1. Status akreditasi prodi D3 dan S1 adalah C 1. Kebutuhan Nakes nasional untuk PTT bidan
(Cukup). Dengan masih terakreditasinya masih sangat tinggi.
intitusi “X” menunjukkan bahwa institusi 2. Adanya kerjasama dengan IBI dan AIPKIND
tersebut masih diakui secara legal. pusat memberikan kemudahan dan
2. Rasio peminatan di program studi D3 dan peluang bagi pengembangan program dan
S1 Kebidanan pada institusi “X” masih kebutuhan lulusan terutama dalam
sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan jumlah memfasilitasi pelaksanaan Uji Kompetensi
mahasiswa sebanyak 378 orang. (UKOM). Hal ini berdasar pada peraturan
3. Dukungan sarana dan prasarana yang bersama antara Menteri Pendidikan dan
tersedia di lingkungan institusi “X”, yang Kebudayaan dan Menteri Kesehatan No.

2
meliputi dosen berlatar belakang bidan 3/VII/ PB/ 2004 dan 52/2014 tahun 2014
sebanyak 7 orang dengan kualifikasi S2 tentang penyelenggaraan Uji Kompetensi
(Pascasarjana) Kebidanan 3 orang dan 4 Mahasiswa Program Diploma III Kebidanan
orang berlatar belakang Kesehatan (Kemenristek DIKTI, 2016).
Masyarakat. 3. Kemenkes memberikan proporsi dalam
4. Dari sisi kualitas semua dosen sudah kebutuhan tenaga bidan pada setiap
memiliki latar belakang pendidikan bidan tingkat pelayanan. Ini menunjukkan bahwa
pada saat menempuh pendidikan D4/S1 profesi bidan masih sangat dibutuhkan.
Kebidanan dan mendapatkan pelatihan 4. Peluang pengembangan PS tinggi (UU PT
PEKERTI. Pelatihan PEKERTI diwajibkan bagi 2012). Ini dibuktikan dengan adanya dua
dosen dengan pendidikan S2 yang telah prodi pada institusi “X” yaitu prodi D3 dan
memiliki NIDN. S1 Kebidanan. Ada peluang dimasa depan
5. Organisasi kelembagaan mahasiswa telah menjadi Prodi Profesi Bidan.
berjalan dengan aktif. Ini dibuktikan dengan 5. Bagi perguruan tinggi uji kompetesi akan
dapat terlaksananya tracer study. menjadi acuan untuk menunjukkan prestasi
belajar, sedangkan bagi pemerintah uji
kompetensi menjadi acuan untuk
perbaikan kualitas pendidikan terkait
sarana prasarana dan sumber daya
manusia (SDM) (Hakimzadeh et al., 2013).
Weaknesses (kelemahan) Threat (ancaman)
1. Jumlah mahasiswa sebanyak 378 orang 1. Status akreditasi prodi D3 dan S1 adalah C
namun jumlah tenaga pengajar berlatar (Cukup). Apabila status akreditasi ini tidak
belakang bidan hanya 7 orang dengan menunjukkan peningkatan dimasa yang
kualifikasi S2 Kebidanan 3 orang dan 4 akan datang menjadi terakreditasi B atau A,
orang berlatar belakang Kesehatan maka akan menurunkan daya promosi
Masyarakat. Ini menujukkan bahwa Rasio kampus kepada calon mahasiswa.
antara jumlah dosen dan jumlah 2. Minat calon mahasiswa masuk ke institusi
mahasiswa masih belum memenuhi “X” untuk Prodi D3 dan S2 Kebidanan akan
persyaratan (1:35). menurun.
2. Standart input dan kapasitas penerimaan 3. Semakin banyaknya lembaga pendidikan
mahasiswa tidak seimbang, kondisi ini yang sejenis.
menimbulkan ketidak sesuaian antara 4. Persaingan global antar lembaga
standart input dan kapasitas penerimaan pendidikan, memungkinkan bagi lembaga
dan pengelolaan. Seharusnya dengan pendidikan terkemuka akan lebih unggul
jumlah standart input (dosen) sebanyak 7 dibanding intitusi “X”.
orang, maka kapasitas penerimaan 5. Penetapan KKNI, semakin menuntut
mahasiswa yaitu sebanyak 245 orang, kesesuaian antara output yang dihasilkan
sesuai dengan rasio jumlah dosen dan dengan standart kualifikasi nasional dan
mahasiswa (1:35). Dengan adanya ketidak kebutuhan kerja.
seimbangan tersebut, maka akan 6. Bagi peserta Uji Kompetensi (UKOM) yang
berdampak pada daya serap mahasiswa tidak lulus menunjukkan bahwa peserta
terhadap proses pembelajaran. tersebut tidak kompeten dalam bidang
3. Tidak semua dosen memilik pengalaman kesehatan khususnya kebidanan. Peserta
pembelajaran klinik dan kemampuan skill harus mengikuti ujian ulang sesuai jadwal
yang baik. pelaksaan Uji Kompetensi (UKOM) yang

3
4. Tidak keseluruhan dosen memiliki telah ditetapkan panitia UKOM sampai
kompetensi pendidikan S2 yang sesuai peserta dinyatakan lulus / Kompeten.
dengan kompetensi bidan. Hal ini dibukti 7. Peserta Uji Kompetensi (UKOM) yang tidak
dari jumlah 7 orang dosen, hanya 3 dosen lulus tidak dapat mengurus STR (Surat
yang memiliki pendidikan S2 linear. Tanda Registrasi) sehingga tidak dapat
Akibatnya, pada saat pengajaran, dosen melamar pekerjaan sebagai tenaga
dengan pendidikan yang tidak linear, bisa kesehatan khususnya sebagai bidan.
saja kurang memberikan pembelajaran 8. Persaingan kerja yang ketat baik lokal,
dalam bentuk studi kasus-kasus kebidanan. nasional dan internasional. Para pengguna
Padahal dalam menjawab soal-soal UKOM jasa yang membutuhkan tenaga lulusan
banyak kasus-kasus kebidanan yang banyak bidan saat ini akan lebih selektif dalam
keluar dalam soal. merekrut tenaga karena menginginkan
5. Jumlah alumni yang lulus hanya 7 orang mutu di institusinya masing-masing
yang lulus dari 80 orang peserta Uji (Ahmad Rifandi, 2013).
Kompetensi (UKOM) tahun 2019. Ini 9. Daya serap lulusan rendah.
menunjukkan bahwa hanya 8,75% alumni 10. Peserta Uji Kompetensi (UKOM) yang tidak
yang lulus Uji Kompetensi (UKOM). lulus dapat terganggu psikologisnya akibat
6. Persepsi alumni pada proses belajar yang rasa kecewa dan rasa sedih yang dirasakan.
mereka dapatkan saat perkuliahan masih Jika hal ini dibiarkan, dapat timbul rasa
kurang memuaskan. Ini menunjukkan putus asa, stress maupun depresi.
bahwa pada persepsi alumni, mutu yang
hendak dicapai pada institusi “X” belum
berkualitas.
7. Hasil tracer study menunjukkan bahwa
mahasiswa umumnya tidak puas dengan
proses belajar yang mereka alami saat
masih menjadi mahasiswa. Didalam
mengevaluasi hasil pembelajaran, dimana
masih banyak yang tidak lulus
menunjukkan bahwa metode pembelajaran
dan teknik pembelajaran yang digunakan
belum mampu membuat peserta didik
memahami dan bertambah ilmu
pengetahuannya. Sehingga, pada saat ujian
mereka akan kesulitan dalam menjawab
soal-soal yang diberikan kepadanya.
Tingkat kelulusan uji kompetensi suatu
institusi pendidikan merupakan salah satu
parameter untuk menilai tingkat efisen dan
efektifitas proses belajar mengajar di
institusi (Hakimzadeh et al., 2013).
8. Pihak manajemen (institusi Pendidikan)
kurang menerapkan aturan yang sesuai
dengan penerapan SN-DIKTI dan SNPT
(Kemenristekdikti, 2018).
9. Belum adanya program pengembangan
dosen, baik jumlah maupun kualitasnya

4
(carrier deveopment pathway) dan
penempatan dosen sesuai kompetensinya
yaitu kebidanan.
2. Menyikapi proses pembelajaran pada prodi D3 dan S1 Kebidanan Institusi “X”

Pihak manajemen (institusi Pendidikan) kurang menerapkan aturan yang sesuai


dengan penerapan SN-DIKTI dan SNPT. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran
pada institusi “X” belum up to date dan belum sesuai dengan Peraturan yang berlaku di bagi
Pendidikan Tinggi di Indonesia. Agar alumni banyak yang berpeluang lulus Uji Kompetensi
(UKOM) seharusnya pihak institusi “X” menerapkan proses pembelajaran dengan
berlandaskan atau dengan mengacu pada Peraturan yang ada.
Pada tahun 2015, Ristekdikti mengeluarkan Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI). Kemudian, pada tahun 2018,
Permenristekdikti tersebut berubah menjadi Permenristekdikti RI Nomor 50 Tahun 2018
tentang perubahan atas Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI). Dan terakhir, pada tahun 2020, Ristekdikti yang berubah
namanya menjadi kemendikbud, mengganti Permenristekdikti tahun 2018 menjadi
Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT)
(Kemendikbud, 2020a).
Sebagai bahan evaluasi, dengan melihat banyaknya alumni yang tidak lulus Uji
Kompetensi (UKOM) pada tahun 2019 dan hasil tracer study menunjukkan bahwa
mahasiswa umumnya tidak puas dengan proses belajar yang mereka alami , maka pihak
institusi “X” seharusnya menerapkan semaksimal mungkin proses pembelajaran dengan
berdasar atau dengan mengacu pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) (Kemendikbud, 2020b).

Terdapat delapan (8) Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang terdiri atas:
a. Standar kompetensi lulusan;
b. Standar isi Pembelajaran;
c. Standar proses Pembelajaran;
d. Standar penilaian pendidikan Pembelajaran;
e. Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan;
f. Standar sarana dan prasarana Pembelajaran;
g. Standar pengelolaan Pembelajaran; dan
h. Standar pembiayaan Pembelajaran (Kemendikbud, 2020b).
Standar proses pembelajaran berisi 10 pasal (pasal 10 s/d pasal 20).

Pada pasal 10 menjelaskan bahwa Standar proses Pembelajaran merupakan kriteria


minimal tentang pelaksanaan Pembelajaran pada Program Studi untuk memperoleh capaian
pembelajaran lulusan. Standar proses pembelajaran tersebut mencakup:
a. Karakteristik proses Pembelajaran;
b. Perencanaan proses Pembelajaran;
c. Pelaksanaan proses Pembelajaran; dan
d. Beban belajar mahasiswa.

Pasal 11 menjelaskan mengenai Karakteristik proses Pembelajaran yang terdiri atas :

5
a. Sifat interaktif, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih dengan mengutamakan
proses interaksi dua arah antara mahasiswa dan Dosen.
b. Holistik, artinya proses Pembelajaran mendorong terbentuknya pola pikir yang
komprehensif dan luas dengan menginternalisasi keunggulan dan kearifan lokal
maupun nasional.
c. Integratif, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih melalui proses Pembelajaran
yang terintegrasi untuk memenuhi capaian Pembelajaran lulusan secara keseluruhan
dalam satu kesatuan program melalui pendekatan antardisiplin dan multidisiplin.
d. Saintifik, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih melalui proses Pembelajaran
yang mengutamakan pendekatan ilmiah sehingga tercipta lingkungan akademik yang
berdasarkan sistem nilai, norma, dan kaidah ilmu pengetahuan serta menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan.
e. Kontekstual, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih melalui proses
Pembelajaran yang disesuaikan dengan tuntutan kemampuan menyelesaikan
masalah dalam ranah keahliannya.
f. Tematik, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih melalui proses Pembelajaran
yang disesuaikan dengan karakteristik keilmuan Program Studi dan dikaitkan dengan
permasalahan nyata melalui pendekatan transdisiplin.
g. Efektif, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih secara berhasil guna dengan
mementingkan internalisasi materi secara baik dan benar dalam kurun waktu yang
optimum.
h. Kolaboratif, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih melalui proses
Pembelajaran bersama yang melibatkan interaksi antar individu pembelajar untuk
menghasilkan kapitalisasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
i. Berpusat pada mahasiswa, artinya capaian Pembelajaran lulusan diraih melalui
proses Pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreativitas, kapasitas,
kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam
mencari dan menemukan pengetahuan.

Pasal 12 menjelaskan bahwa Perencanaan proses Pembelajaran disusun untuk setiap


mata kuliah dan disajikan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Rencana
Pembelajaran Semester (RPS) ditetapkan dan dikembangkan oleh Dosen secara mandiri
atau bersama dalam kelompok keahlian suatu bidang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi
dalam Program Studi. Rencana Pembelajaran Semester (RPS) memuat:
a. Nama Program Studi, nama dan kode mata kuliah, semester, sks, nama Dosen
pengampu;
b. Capaian Pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata kuliah;
c. Kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap tahap Pembelajaran untuk
memenuhi capaian Pembelajaran lulusan;
d. Bahan kajian yang terkait dengan kemampuan yang akan dicapai;
e. Metode Pembelajaran;
f. Waktu yang disediakan untuk mencapai kemampuan pada tiap tahap Pembelajaran;
g. Pengalaman belajar mahasiswa yang diwujudkan dalam deskripsi tugas yang harus
dikerjakan oleh mahasiswa selama satu semester;
h. Kriteria, indikator, dan bobot penilaian; dan
i. Daftar referensi yang digunakan.

6
Rencana Pembelajaran Semester (RPS) wajib ditinjau dan disesuaikan secara berkala dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 13 menjelaskan mengenai Pelaksanaan proses Pembelajaran berlangsung dalam
bentuk interaksi antara Dosen, mahasiswa, dan sumber belajar dalam lingkungan belajar
tertentu. Proses Pembelajaran di setiap mata kuliah dilaksanakan sesuai Rencana
Pembelajaran Semester (RPS). Proses Pembelajaran yang terkait dengan Penelitian
mahasiswa wajib mengacu pada Standar Penelitian. Proses Pembelajaran yang terkait
dengan Pengabdian kepada Masyarakat oleh mahasiswa wajib mengacu pada Standar
Pengabdian kepada Masyarakat.

Pasal 14 menjelaskan bahwa Proses Pembelajaran melalui kegiatan kurikuler wajib


dilakukan secara sistematis dan terstruktur melalui berbagai mata kuliah dan dengan beban
belajar yang terukur. Proses Pembelajaran melalui kegiatan kurikuler wajib menggunakan
metode Pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata kuliah untuk mencapai
kemampuan tertentu yang ditetapkan dalam mata kuliah dalam rangkaian pemenuhan
capaian Pembelajaran lulusan. Metode Pembelajaran yang efektif dapat dipilih untuk
pelaksanaan Pembelajaran pada mata kuliah meliputi: diskusi kelompok, simulasi, studi
kasus, Pembelajaran kolaboratif, Pembelajaran kooperatif, Pembelajaran berbasis proyek,
Pembelajaran berbasis masalah, atau metode Pembelajaran lain, yang dapat secara efektif
memfasilitasi pemenuhan capaian Pembelajaran lulusan. Setiap mata kuliah dapat
menggunakan satu atau gabungan dari beberapa metode Pembelajaran dan diwadahi dalam
suatu bentuk Pembelajaran. Bentuk Pembelajaran dapat berupa:
a. Kuliah;
b. Responsi dan tutorial;
c. Seminar;
d. Praktikum, praktik studio, praktik bengkel, praktik lapangan, praktik kerja;
e. Penelitian, perancangan, atau pengembangan;
Bentuk Pembelajaran berupa Penelitian, perancangan atau pengembangan wajib
ditambahkan sebagai bentuk Pembelajaran bagi program pendidikan diploma
empat, program sarjana, program profesi, program magister, program magister
terapan, program spesialis, program doktor, dan program doktor terapan.
f. Pertukaran pelajar;
g. Magang;
h. Wirausaha; dan
i. Bentuk lain Pengabdian kepada Masyarakat.
Bentuk Pembelajaran berupa Pengabdian kepada Masyarakat wajib ditambahkan
sebagai bentuk Pembelajaran bagi program pendidikan diploma empat, program
sarjana, program profesi, dan program spesialis.

Pasal 15 menjelaskan bahwa Bentuk Pembelajaran dapat dilakukan di dalam Program


Studi dan di luar Program Studi. Bentuk Pembelajaran di luar Program Studi merupakan
proses Pembelajaran yang terdiri atas:
a. Pembelajaran dalam Program Studi lain pada Perguruan Tinggi yang sama;
b. Pembelajaran dalam Program Studi yang sama pada Perguruan Tinggi yang
berbeda;
c. Pembelajaran dalam Program Studi lain pada Perguruan Tinggi yang berbeda; dan
d. Pembelajaran pada lembaga non-Perguruan Tinggi.

7
Proses Pembelajaran di luar Program Studi dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama
antara Perguruan Tinggi dengan Peguruan Tinggi atau lembaga lain yang terkait dan hasil
kuliah diakui melalui mekanisme transfer sks. Proses Pembelajaran di luar Program Studi
merupakan kegiatan dalam program yang dapat ditentukan oleh Kementerian dan/atau
pemimpin Perguruan Tinggi. Proses Pembelajaran di luar Program Studi dilaksanakan di
bawah bimbingan Dosen dan dilaksanakan hanya bagi program sarjana dan program sarjana
terapan di luar bidang kesehatan.

Pasal 16 menjelaskan mengenai Beban belajar mahasiswa dinyatakan dalam besaran


sks. Semester merupakan satuan waktu proses Pembelajaran efektif selama paling sedikit 16
(enam belas) minggu, termasuk ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satu tahun
akademik terdiri atas 2 (dua) semester dan Perguruan Tinggi dapat menyelenggarakan
semester antara. Semester antara diselenggarakan:
a. Selama paling sedikit 8 (delapan) minggu;
b. Beban belajar mahasiswa paling banyak 9 (sembilan) sks; dan
c. Sesuai beban belajar mahasiswa untuk memenuhi capaian Pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Apabila semester antara diselenggarakan dalam bentuk perkuliahan, tatap muka paling
sedikit 16 (enam belas) kali termasuk ujian tengah semester antara dan ujian akhir semester
antara.

Pasal 17 menjelaskan mengenai Masa dan beban belajar penyelenggaraan program


pendidikan yaitu :
a. Paling lama 2 (dua) tahun akademik untuk program diploma satu, dengan beban
belajar mahasiswa paling sedikit 36 (tiga puluh enam) sks;
b. Paling lama 3 (tiga) tahun akademik untuk program diploma dua, dengan beban
belajar mahasiswa paling sedikit 72 (tujuh puluh dua) sks;
c. Paling lama 5 (lima) tahun akademik untuk program diploma tiga, dengan beban
belajar mahasiswa paling sedikit 108 (seratus delapan) sks;
d. Paling lama 7 (tujuh) tahun akademik untuk program sarjana, program diploma
empat/sarjana terapan, dengan beban belajar mahasiswa paling sedikit 144 (seratus
empat puluh empat) sks;
e. Paling lama 3 (tiga) tahun akademik untuk program profesi setelah menyelesaikan
program sarjana, atau program diploma empat/sarjana terapan, dengan beban
belajar mahasiswa paling sedikit 24 (dua puluh empat) sks;
Program profesi diselenggarakan sebagai program lanjutan yang terpisah atau tidak
terpisah dari program sarjana, atau program diploma empat/sarjana terapan.
f. Paling lama 4 (empat) tahun akademik untuk program magister, program magister
terapan, atau program spesialis, setelah menyelesaikan program sarjana, atau
diploma empat/sarjana terapan, dengan beban belajar mahasiswa paling sedikit 36
(tiga puluh enam) sks; atau
g. Paling lama 7 (tujuh) tahun akademik untuk program doktor, program doktor
terapan, atau program subspesialis, setelah menyelesaikan program magister,

8
program magister terapan, atau program spesialis, dengan beban belajar mahasiswa
paling sedikit 42 (empat puluh dua) sks.

Pasal 18 menjelaskan bahwa Pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program
sarjana atau program sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan cara:
a. Mengikuti seluruh proses Pembelajaran dalam Program Studi pada Perguruan Tinggi
sesuai masa dan beban belajar; atau
b. Mengikuti proses Pembelajaran di dalam Program Studi untuk memenuhi sebagian
masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses Pembelajaran di luar Program
Studi
Perguruan Tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban belajar
dalam proses Pembelajaran. Fasilitasi oleh Perguruan Tinggi untuk pemenuhan masa dan
beban belajar dalam proses Pembelajaran dengan cara sebagai berikut:
a. Paling sedikit 4 (empat) semester dan paling lama 11 (sebelas) semester merupakan
Pembelajaran di dalam Program Studi;
b. 1 (satu) semester atau setara dengan 20 (dua puluh) sks merupakan Pembelajaran di
luar Program Studi pada Perguruan Tinggi yang sama; dan
c. Paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 (empat puluh) sks merupakan
Pembelajaran pada Program Studi yang sama di Perguruan Tinggi yang berbeda,
Pembelajaran pada Program Studi yang berbeda di Perguruan Tinggi yang berbeda,
dan Pembelajaran di luar Perguruan Tinggi.

Pasal 19 menjelaskan bahwa Bentuk Pembelajaran 1 (satu) sks pada proses


Pembelajaran berupa kuliah, responsi, atau tutorial, terdiri atas:
a. Kegiatan proses belajar 50 (lima puluh) menit per minggu per semester;
b. Kegiatan penugasan terstruktur 60 (enam puluh) menit per minggu per semester;
dan
c. Kegiatan mandiri 60 (enam puluh) menit per minggu per semester.
Bentuk Pembelajaran 1 (satu) sks pada proses Pembelajaran berupa seminar atau bentuk
lain yang sejenis, terdiri atas:
a. Kegiatan proses belajar 100 (seratus) menit per minggu per semester; dan
b. Kegiatan mandiri 70 (tujuh puluh) menit per minggu per semester
Perhitungan beban belajar dalam sistem blok, modul, atau bentuk lain ditetapkan sesuai
dengan kebutuhan dalam memenuhi capaian Pembelajaran. Bentuk Pembelajaran 1 (satu)
sks pada proses Pembelajaran berupa praktikum, praktik studio, praktik bengkel, praktik
lapangan, praktik kerja, Penelitian, perancangan, atau pengembangan, pertukaran pelajar,
magang, wirausaha, dan/atau Pengabdian kepada Masyarakat, 170 (seratus tujuh puluh)
menit per minggu per semester.

9
Pasal 20 menjelaskan bahwa Beban belajar mahasiswa program diploma dua, program
diploma tiga, program diploma empat/sarjana terapan, dan program sarjana yang
berprestasi akademik tinggi, setelah 2 (dua) semester pada tahun akademik yang pertama
dapat mengambil maksimum 24 (dua puluh empat) sks per semester pada semester berikut.
Mahasiswa program magister, program magister terapan, atau program yang setara yang
berprestasi akademik tinggi dapat melanjutkan ke program doktor atau program doktor
terapan, setelah paling sedikit 2 (dua) semester mengikuti program magister atau program
magister terapan, tanpa harus lulus terlebih dahulu dari program magister atau program
magister terapan tersebut. Mahasiswa program magister atau program magister terapan
yang melanjutkan ke program doktor atau program doktor harus menyelesaikan program
magister atau program magister terapan sebelum menyelesaikan program doktor
(Kemendikbud, 2020b).

10
3. PDCA (Plan, Do, Control dan Act) untuk mengatasi masalah banyaknya jumlah
alumni yang tidak lulus Uji Kompetensi (UKOM) tahun 2019

Dunia manajemen pendidikan tinggi mengenal berbagai instrumen atau pendekatan


yang digunakan untuk menilai mutu pendidikan dan melakukan perubahan guna mencapai
peningkatan mutu pendidikan. Salah satu pendekatan atau instrumen yang dianggap paling
mudah dalam proses pengaplikasiannya adalah siklus PDCA atau model PDCA. Instrumen ini
telah lama dikenal dan dipakai dalam dunia pendidikan (Sabur A, 2012).
Siklus PDCA adalah alat yang digunakan untuk meningkatkan mutu suatu proses dan
output (hasil) secara bersinambung. Siklus ini memberikan dampak perbaikan sementara
dan permanen. Perbaikan sementara yang dihasilkan oleh siklus ini adalah cara menghadapi
dan memperbaiki masalah yang dihadapi, sedangkan perbaikan permanen adalah
menemukan dan menghilangkan akar permasalahan serta mampu meningkatkan proses
perubahan sampai tercapainya peningkatan mutu (Sylvi A, Alfiani EN, 2013).
Aplikasi siklus PDCA dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Perencanaan (plan)
Tahap perencanaan merupakan tahap menetapkan sasaran yang ingin dicapai dalam
peningkatan proses pengajaran/pembelajaran atau permasalahan yang ingin
dipecahkan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Hasil akhir yang dicapai pada
tahap ini adalah tersusunnya rencana kerja untuk menyelesaikan masalah.
b. Pelaksanaan (do)
Tahap ini merupakan tahap penerapan rencana kerja yang telah ditetapkan ke dalam
pilot project. Pada tahap ini dilakukan uji coba hipotesis ke dalam pilot project. Hasil
dari tahap pelaksanaan adalah terbentuknya solusi baru yang dapat dipakai untuk
peningkatan mutu pendidikan.
c. Pemeriksaan (check)
Ini merupakan tahap pemeriksaan hasil yang diperoleh dari tahap pelaksanaan dan
memastikan apakah hasil yang diperoleh telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Tindak lanjut (act / action)
Tindak lanjut merupakan tahap untuk mengimplementasikan solusi yang telah
diperoleh ke dalam skala besar dan berusaha mencari peluang baru untuk
meningkatkan mutu pendidikan ke derajat yang lebih tinggi lagi. Tahap selanjutnya
adalah kembali lagi ke tahap perencanaan untuk pengembangan mutu pendidikan
(Singh VK, 2013).

Tabel 1. Siklus PDCA: tahap perencanaan (plan)


PDCA – Plan
Plan 1. Identifikasi masalah: Banyak jumlah alumni yang tidak lulus Uji
Identifikasi Kompetensi (UKOM) tahun 2019. Jumlah alumni yang lulus hanya 7
Masalah orang yang lulus dari 80 orang peserta Uji Kompetensi (UKOM) tahun
(Apa 2019. Jadi, hanya 8,75% alumni yang lulus Uji Kompetensi (UKOM).
masalahnya?) 2. Rumusan masalah: Mengapa banyak jumlah alumni yang tidak lulus Uji
Kompetensi (UKOM) tahun 2019?
3. Tujuan yang ingin dicapai: Untuk mengetahui penyebab banyaknya
jumlah alumni yang tidak lulus Uji Kompetensi (UKOM) tahun 2019.
4. Identifikasi pemangku kepentingan: Pemangku kepentingan yang
perlu terlibat dalam mengatasi masalah tersebut adalah dari pihak

11
institusi selaku pihak eksternal dan dari para alumni / peserta Uji
Kompetensi (UKOM) selaku pihak internal.
Plan 1. Organisasi sistem: D3 dan S1 Kebidanan pada institusi “X”
Analisis Masalah 2. Penyebab potensial munculnya masalah: Penyebab internal dan
(Kenapa terjadi eksternal
masalah ini?)
3. Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memvalidasi akar
permasalahan: diperoleh data jumlah mahasiswa sebanyak 378 orang,
jumlah tenaga pengajar berlatar belakang bidan 7 orang dengan
kualifikasi S2 Kebidanan 3 orang dan 4 orang berlatar belakang
Kesehatan Masyarakat. Pada saat UKOM tahun 2019 yang lalu jumlah
alumni yang lulus dari Institusi ini hanya 7 orang yang lulus dari 80
orang peserta.
4. Hipotesis: ada hubungan antara partisipasi pihak internal dan eksternal
terhadap hasil Uji Kompetensi (UKOM).
5. Pernyataan permasalahan yang sebenarnya: Banyak jumlah alumni
yang tidak lulus Uji Kompetensi (UKOM) tahun 2019 diakibatkan karena
faktor internal dan eksternal.
Hasil dari plan 1. Judul rencana kerja (topik): Pembinaan terhadap alumni yang belum
Rencana Kerja mengikuti Uji Kompetensi dan yang belum lulus Uji Kompetensi
(UKOM) pada program studi D3 dan S1 di Institusi “X”
2. Jenis dan besarnya masalah mutu yang dihadapi: Persepsi alumni
pada proses belajar yang mereka dapatkan saat perkuliahan masih
kurang memuaskan. Ini menunjukkan bahwa pada persepsi alumni,
mutu yang hendak dicapai pada institusi “X” belum berkualitas.
3. Tujuan umum, khusus dan target yang ingin dicapai
a. Tujuan umum : untuk melakukan pembinaan terhadap alumni yang
belum mengikuti Uji Kompetensi dan yang belum lulus Uji
Kompetensi (UKOM) pada program studi D3 dan S1 di Institusi “X”
b. Tujuan khusus :
1) Untuk mempersiapkan calon peserta dalam menghadapi Uji
Kompetensi periode selanjutnya.
2) Untuk meningkatkan keberhasilan bagi calon peserta dalam
menghadapi Uji Kompetensi.
3) Untuk mengetahui persentase kelulusan UKOM bagi alumni
yang mengikuti pembinaan Uji Kompetensi.
c. Target : persentase kelulusan alumni yang mengikuti Uji
Kompetensi pada periode selanjutnya > 50%.
4. Kegiatan yang akan dilakukan: kegiatan pembinaan yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Pihak institusi bekerja sama dengan AIPKIND untuk melibatkan para
calon peserta Uji Kompetensi dalam kegiatan Try Out UKOM yang
diadakan organisasi AIPKIND. Try Out ini sebagai bentuk latihan
bagi para calon peserta Uji Kompetensi dalam menjawab soal-soal
dan dapat sebagai gambaran bagi calon peserta Uji Kompetensi
terkait bentuk soal yang akan diujikan dalam Uji Kompetensi
(UKOM).

12
b. Pihak institusi mengadakan pengkayaan atau bimbel dalam
menghadapi Uji Kompetensi (UKOM) bagi para calon peserta Uji
Kompetensi, dengan melibatkan dosen-dosen dari latar belakang
S2 kebidanan.
c. Pihak institusi mengadakan kegiatan pelatihan pengerjaan modul-
modul asuhan kebidanan bagi para calon peserta Uji Kompetensi.
d. Pihak institusi memfasilitasi pengadaan buku-buku referensi terkait
UKOM Bidan.
5. Struktur organisasi dan personalia pelaksana:
a. Dari pihak Institusi (Institusi “X) yang mengadakan bimbel dan
pelatihan:
1) Penanggung jawab kegiatan
2) Ketua Panitia Kegiatan
3) Sekretaris
4) Bendahara
5) Dosen pembimbing (S2 Kebidanan)
b. Dari pihak organisasi luar (AIPKIND) yang mengadakan TO:
1) Co CBT (Coordinator CBT)
2) Pengawas Pusat (PP)
3) Pengawas Lokal (PL)
4) Admin
5) IT
c. Calon peserta Uji Kompetensi (UKOM)
6. Biaya yang dibutuhkan: biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan
pembinaan berasal dari calon peserta Uji Kompetensi (UKOM) yang
bersedia mengikuti kegiatan tersebut. Anggaran biaya tiap kegiatan :
a. TO AIPKIND : Rp.275.000,-/peserta
b. Kegiatan pengkayaan / bimbel : Rp.150.000,-/peserta
c. kegiatan pelatihan pengerjaan modul : Rp.150.000,-/peserta
d. pengadaan buku referensi UKOM Bidan : Rp.75.000,-/peserta
7. Tolok ukur keberhasilan yang digunakan: persentase kelulusan UKOM
bagi alumni yang mengikuti pembinaan Uji Kompetensi pada periode
selanjutnya > 50%.
Sumber: (Feri and Jusuf, 2016)

Tabel 2. Siklus PDCA: tahap pelaksanaan (do)


PDCA – Do
Do 1. Membuat kriteria keberhasilan suatu uji coba: setelah dilakukan plan
Pengembangan (perencanaan), maka selanjutnya dilakukan uji coba kegiatan
solusi pembinaan terhadap alumni yang belum mengikuti Uji Kompetensi dan
yang belum lulus Uji Kompetensi (UKOM) pada program studi D3 dan
S1 di Institusi “X”. Kriteria keberhasilan suatu uji coba dapat dilihat
dari :
a. Jumlah peserta yang mengikuti kegiatan pembinaan
b. Adanya kerja sama yang baik dari organisasi dan personalia
pelaksana kegiatan pembinaan
c. Kegiatan pembinaan dapat dilaksanaan sesuai yang diharapkan

13
d. Peserta dapat mengikuti kegiatan pembinaan dengan baik
e. Peserta yang mengikuti kegiatan pembinaan, lulus pada UKOM
2. Desain suatu proyek uji coba untuk menguji hipotesis:
Kegiatan Panitia Peserta
Pembinaan Institusi X Alumni yang belum
terhadap pernah mengikuti
alumni yang UKOM
AIPKIND
belum
mengikuti Uji Alumni yang sudah
Kompetensi dan pernah mengikuti
UKOM namun belum
yang belum
lulus pada periode
lulus Uji
sebelumnya
Kompetensi
(UKOM) pada
program studi
D3 dan S1 di
Institusi “X”.
3. Mendapat persetujuan dari pemangku kepentingan dan dukungan
terhadap solusi yang telah dipilih: persetujuan dan dukungan dalam
kegiatan pembinaan dibuktikan dengan ditandatanganinya proposal
kegiatan pembinaan tersebut.
Do Implementasi solusi yang dipilih ke dalam proyek uji coba: implementasi
Implementasi solusi pembinaan dilakukan pada alumni yang belum mengikuti Uji
solusi Kompetensi dan yang belum lulus Uji Kompetensi (UKOM) pada program
studi D3 dan S1 di Institusi “X”.
Hasil dari do Penentuan:
1. Staf pelaksana: panitia dari institusi X dan organisasi AIPKIND
2. Tanggal pelaksanaan: tanggal kegiatan pembinaan dilakukan sebelum
tanggal pelaksanaan Uji Kompetensi (UKOM)
3. Sarana yang dibutuhkan: Lab Komputer, ruangan bimbel dan ruang
pelatihan
4. Mekanisme pelaksanaan: pelaksanaan kegiatan pembinaan
dikoordinir oleh pihak institusi bekerja sama dengan AIPKIND
5. Lokasi proyek uji coba: di institusi “X”
Sumber: (Feri and Jusuf, 2016)

Tabel 3. Siklus PDCA: tahap pemeriksaan (check)


PDCA – Check
Check 1. Mengumpulkan dan mengevaluasi data hasil dari penerapan solusi:
Evaluasi hasil diperoleh data jumlah peserta yang mengikuti kegiatan pembinaan
sebanyak 100 orang peserta. Dari 100 orang, 83 peserta merupakan
alumni yang tidak lulus UKOM pada tahun 2019, dan 27 peserta
merupakan alumni yang belum pernah mengikuti UKOM. Pada saat
UKOM periode berikutnya, jumlah alumni yang lulus dari Institusi X
sebanyak 123 orang yang lulus dari 150 orang peserta. Dari 150 orang,

14
100 orang berasal dari peserta yang mengikuti kegiatan pembinaan,
dan 50 orang dari peserta yang tidak mengikuti kegiatan pembinaan.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa peserta yang
melakukan kegiatan pembinaan sebelum pelaksaan UKOM banyak
yang lulus (100%).
2. Melakukan validasi hipotesis: ada hubungan antara partisipasi pihak
internal dan eksternal terhadap hasil Uji Kompetensi (UKOM).
Check Lanjut ke tahap berikutnya yaitu tindak lanjut (act)
Tercapai tujuan
umum yang
ditetapkan
Hasil dari check Penentuan:
1. Pelaksanaan telah sesuai rencana
2. Faktor pendukung dan penghambat:
a. Faktor pendukung: adanya kerja sama yang baik antara pihak
institusi dengan AIPKIND dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan
b. Faktor penghambat: biaya kegiatan pembinaan cukup mahal
Sumber: (Feri and Jusuf, 2016)

Tabel 4. Siklus PDCA: tahap tindak lanjut (act/action)


PDCA – Check
Act 1. Identifikasi perubahan sistematis dan jenis pelatihan yang
Implementasi dibutuhkan untuk mengimplementasi solusi dalam skala besar:
solusi dalam skala pembinaan yang semula dilakukan dalam skala kecil (hanya dalam
besar dan lingkup alumni institusi “X”) dapat dilakukan dalam skala besar (bisa
berusaha mencari diikuti oleh alumni d3 dan S1 kebidanan dari institusi lainnya).
peluang baru 2. Merencanakan pemantauan yang terus menerus: pemantauan dapat
untuk dilakukan sebelum, selama dan setelah kegiatan berlangsung.
peningkatan 3. Melakukan pengembangan secara terus menerus: pengembangan
mutu selanjutnya kegiatan dapat dilakukan secara periodik mengikuti perkembangan
zaman dan peraturan yang ada.
4. Mencari peluang pengembangan baru: peluang pengembangan
kegiatan baru perlu juga dipikirkan dan didiskusikan dengan pihak-
pihak terkait.
Hasil dari act Penentuan mekanisme perubahan, prosedur tetap terkini, sasaran
perubahan, pendukung perubahan dan penilaian berkelanjutan.
Sumber: (Feri and Jusuf, 2016)

15
4. Peran SDM terhadap kualitas Proses pembelajaran

Manajemen sumber daya manusia (Human Resource Management) dalam rangka


meningkatkan kualitas proses pembelajaran adalah sangat penting. Hal ini mengingat bahwa
dalam suatu organisasi atau lembaga pendidikan tinggi, dapat maju dan berkembang
dengan dukungan dari sumber daya manusia. Oleh karena itu setiap lembaga pendidikan
tinggi atau organisasi yang ingin berkembang, maka harus memperhatikan sumber daya
manusia dan mengelolanya dengan baik, agar tercipta pendidikan yang berkualitas
(Mahmud Rifai, 2017).
Agar kualitas proses pembelajaran di D3 dan S1 Kebidanan Institusi “X” dapat sesuai
dengan penerapan SN-DIKTI dan SNPT dengan mengacu pada Permendikbud Nomor 3
Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT), maka selain mengikuti
standar proses pembelajaran yang berlaku, perlu juga memperhatikan standar dosen
sebagai sumber daya manusia (Kemendikbud, 2020b).
Pada pasal 28 menjelaskan bahwa Standar Dosen merupakan kriteria minimal tentang
kualifikasi dan kompetensi Dosen untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka
pemenuhan capaian Pembelajaran lulusan.
Pasal 29 menjelaskan bahwa Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
menyelenggarakan pendidikan dalam rangka pemenuhan CPL. Kualifikasi akademik
merupakan tingkat pendidikan paling rendah yang harus dipenuhi oleh seorang Dosen dan
dibuktikan dengan ijazah. Kompetensi pendidik dinyatakan dengan sertifikat pendidik atau
sertifikat profesi. Dosen program diploma tiga dan program sarjana harus berkualifikasi
akademik paling rendah lulusan magister atau magister terapan yang relevan dengan
Program Studi dan berkualifikasi paling rendah setara dengan jenjang 8 KKNI.
Pasal 30 menjelaskan mengenai Penghitungan beban kerja Dosen didasarkan pada:
a. Kegiatan pokok Dosen mencakup:
1) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian proses Pembelajaran;
2) Pelaksanaan evaluasi hasil Pembelajaran;
3) Pembimbingan dan pelatihan;
4) Penelitian; dan
5) Pengabdian kepada Masyarakat.
b. Kegiatan dalam bentuk pelaksanaan tugas tambahan; dan
c. Kegiatan penunjang.
Beban kerja pada kegiatan pokok Dosen disesuaikan dengan besarnya beban tugas
tambahan, bagi Dosen yang mendapatkan tugas tambahan. Beban kerja Dosen sebagai
pembimbing utama dalam Penelitian terstruktur dalam rangka penyusunan skripsi/tugas
akhir paling banyak 10 (sepuluh) mahasiswa. Beban kerja Dosen mengacu pada ekuivalen
waktu mengajar penuh serta nisbah Dosen dan mahasiswa yang diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 31 menjelaskan bahwa Dosen terdiri atas Dosen tetap dan Dosen tidak tetap.
Dosen tetap merupakan Dosen berstatus sebagai pendidik tetap pada 1 (satu) Perguruan
Tinggi dan tidak menjadi pegawai tetap pada satuan kerja atau satuan pendidikan lain.
Jumlah Dosen tetap pada Perguruan Tinggi paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari
jumlah seluruh Dosen. Jumlah Dosen yang ditugaskan untuk menjalankan proses

16
Pembelajaran pada setiap Program Studi paling sedikit 5 (lima) orang (Kemendikbud,
2020b).
5. Yang harus dilakukan oleh Kaprodi menyikapi Tindakan Yayasan untuk
meningkatkan kualitas lulusan

Dari soal kasus diatas, pihak institusi Pendidikan kurang menerapkan aturan yang
sesuai dengan penerapan SN-DIKTI dan SNPT. Agar dapat meningkatkan kualitas lulusan,
maka Kaprodi sangat perlu menerapkan aturan yang sesuai dengan penerapan SN-DIKTI dan
SNPT semaksimal mungkin. Aturan yang sesuai dengan penerapan SN-DIKTI dan SNPT
tercantum dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi (SNPT).
Terdapat delapan (8) Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang terdiri atas:
a. Standar kompetensi lulusan;
b. Standar isi Pembelajaran;
c. Standar proses Pembelajaran;
d. Standar penilaian pendidikan Pembelajaran;
e. Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan;
f. Standar sarana dan prasarana Pembelajaran;
g. Standar pengelolaan Pembelajaran; dan
h. Standar pembiayaan Pembelajaran (Kemendikbud, 2020b)
Delapan (8) standar tersebut harus Kaprodi gunakan sebagai acuan dalam Pembelajaran.
Selain memperhatikan standar nasional pendidikan tinggi, Kaprodi perlu
memperhatikan kualitas lulusan dengan melihat pada kompetensi lulusan. Karakteristik
Alumni atau lulusan yang berkualitas antara lain:
a. Lulusan dengan IPK berada pada kategori Cumlaude atau lulus dengan pujian.
b. Lulus pada Uji Kompetensi (UKOM) dan mendapatkan sertifikat kompetensi.
c. Memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) yang masih berlaku.
d. Bekerja pada instansi kesehatan sesuai dengan perannya sebagai bidan.
e. Menjadi bidan profesional yang terampil dan kompeten dibidangnya.
Apabila sebagian besar lulusan memiliki karakteristik diatas, maka dapat meningkatkan
kualitas lulusan. Lulusan yang berkualitas dapat bersaing secara nasional maupun global.
Disamping SNPT dan kompetensi lulusan, Kaprodi perlu juga memperhatikan
akreditasi PS. Dari soal kasus diatas, akreditasi 2 PS (Program Studi) D3 dan S1 Kebidanan
adalah C (Cukup). Kualitas lulusan dapat diperhatikan dari akreditasi, karena semakin maju
sudah perguruan tinggi maka akan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Keduanya saling
berhubungan dan berpengaruh. untuk itu, institusi “X” perlu mempersiapkan semaksimal
mungkin agar pada saat re-akreditasi dua PS (Program Studi) D3 dan S1 Kebidanan dapat
meningkat akreditasinya menjadi B (unggul) atau A (sangat unggul).
Kaprodi juga perlu membangun jembatan antara dunia usaha dan pendidikan yang
disebut triple helix yang merupakan penyatuan tiga kalangan yang terdiri dari kalangan
akademik, kalangan bisnis atau pengusaha dan pemerintah. Kalangan akademisi dengan
sumber daya, ilmu pengetahuan dan teknologinya memfokuskan diri untuk menghasilkan
berbagai temuan dan inovasi yang aplikatif. Kalangan bisnis atau pengusaha melakukan
kapitalisasi yang memberikan keuntungan ekonomi dan pemanfaatan bagi masyarakat.
Sedang pemerintah menjamin dan menjaga stabilitas hubungan keduanya. Hal ini pula
dapat menjadikan lulusan menjadi berkualitas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Afid burhanuddin. Analisis SWOT dalam Pendidikan 2014.


https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/02/05/analisis-swot-dalam-pendidikan-
3/.

Ahmad Rifandi. Mutu Pembelajaran Dan Kompetensi Lulusan Diploma III Politeknik.
Cakrawala Pendidik 2013:125–38.

Feri R, Jusuf A. Peningkatan Mutu Pendidikan Kedokteran Dan Siklus Pdca : Plan – Do –
Check – Action. J Perpipki 2016;5:16–22.

Hadi A. Konsep Analisis SWOT dalam Peningkatan Mutu 2013;XIV:143–58.

Hakimzadeh R, Ghodrati A, Karamdost N, Mirmosavi J. Factors Affecting The Teaching-


Learning In Nursing Education In Razavi Khorasan Province Nursing Schools. Gse J Educ
2013;2013:174–84.

Kemendikbud. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VII Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan 2020a:586201–2.

Kemendikbud. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 03 Tahun 2020


Tentang Standar Nasional Perguruan Tinggi 2020b.

Kemenristek DIKTI. Implementasi Uji Kompetensi Nasional bidang Kesehatan sebagai


Langkah Konkrit Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi Kesehatan 2016.
http://www.dikti.go.id/.

Kemenristekdikti. Standar Nasional Pendidikan Tinggi ( SN Dikti ) 2018.

Linda Ratna Wati. Program Kerja Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Tahun
2017. Malang: Universitas Brawijaya; 2018.

Mahmud Rifai. Peranan Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Kompasiana 2017.
https://www.kompasiana.com/mahmudrifai/591d12c4179373180dd59ef9/peranan-
sumber-daya-manusia-dalam-meningkatkan-mutu-pendidikan.

Rochman I. Analisis SWOT dalam Lembaga Pendidikan. AL-IMAN J Keislam Dan


Kemasyarakatan 2019;3:36–52.

Sabur A. Pengendalian Mutu Pendidikan Tinggi. Bandung: 2012.

Singh VK. PDCA Cycle: A Quality Approach. JMS 2013.

Sylvi A, Alfiani EN PM. Penyelesaian Masalah dengan Siklus PDCA 2013.

18

Anda mungkin juga menyukai