Anda di halaman 1dari 145

PERAN TEKNIK BERMAIN DALAM MENINGKATKAN

PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK TUNAGRAHITA


( STUDI KASUS DI SLB NEGERI ACEH TIMUR )

SKRIPSI

Diajukan Oleh

Mutia
2017320133

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI)


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
LHOKSEUMAWE
2021
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Peran Teknik Bermain

dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita (Studi Kasus di

SLB Negeri Aceh Timur) ini, berserta seluruh isinya adalah benar-benar karya

saya sendiri, dan saya tidak melakukan plagiat atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam dunia keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila pada kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Lhokseumawe, 09 Agustus 2021

Yang Membuat Pernyataan,

Mutia

2017320133

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabil ‘alamin, dengan menundukkan seluruh jiwa raga serta

syukur yang tiada terhingga kehadirat Allah SWT yang Maha ‘Alim dan bijaksana

karena dengan rahmat dan kasih sayang-Nya juga peneliti memperoleh inspirasi,

kecerahan pikiran, kekuatan lahir dan batin sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Peran Teknik Bermain dalam Meningkatkan

Perkembangan Anak (Studi Kasus di SLB Negeri Aceh Timur)”. Shalawat

bertangkaikan salam sudah sepantasnya kita persembahkan kepada sebaik-baik

makhluk Allah Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya yang suci,

para sahabatnya yang mulia, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik

hingga hari kiamat. Sebagai hamba yang lemah, tentunya dalam penulisan skripsi

ini masih banyak kekurangan, untuk itu bimbingan, kritikan dan saran yang

bersifat konstruktif sangat peneliti harapkan agar sempurnanya skripsi ini.

Setelah sekian lama penulis menempuh pendidikan di kampus, sehingga

tiba saatnya untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) dengan

menyelesaikan tulisan skripsi Ini, tidak serta merta siap dan selesai begitu saja,

tetapi membutuhkan proses waktu panjang, untuk menyelesaikan skripsi ini,

sehingga rasa ingin menyerah kadang kala terbesit dalam hati peneliti, namun

dalam keadaan demikian selalu ada yang memberikan motivasi dan dorongan,

v
bantuan serta dukungan baik secara langsung atau tidak langsung, moril dan

materil. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena

itu peneliti ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih terutama

kepada:

1. Dengan segala kerendahan hati ucapan terimakasih ini mempersembahkan

kepada keluarga teristimewa orangtua saya, Ayahanda tercinta Agus Sani

dan Ibunda tersayang Nurbaiti yang telah berjuang dalam membesarkan

peneliti sejak kecil serta memberikan pendidikan kepada peneliti seperti

sekarang dan selalu mencurahkan segala perhatian, moivasi, kasih sayang,

cinta serta doa, sehingga peneliti belajar untuk berjuang dalam

menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat

kebahagian di dunia dan akhirat kelak.

2. Rektor Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe, Bapak Dr. H. Danial

Murdani, M. Ag berserta Wakil Rektor I, II dan III

3. Ibu Marhamah, M. Kom.I selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan

Dakwah berserta Wakil Dekan I, II dan III.

4. Ketua jurusan Bimbingan Konseling Islam bapak Adnan. M. Pd, dan ibu

Nurul Hikmah. M.Pd, Selaku sekretaris jurusan Bimbingan Konseling

Islam.

5. Bapak Iskandar, Ph. D dan Ibu Dr. Yuliza, M. SiYang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi
6. Bapak Muhammad Munir An-Nabawi, M.Psi selaku penguji I dan Bapak

Irwanto, M.TH sebagai penguji II yang telah meluangkan waktu untuk

menguji dan memberi saran serta masukan kepada peneliti.

7. Dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah yang selama ini bersedia

telah memberikan dan membagikan ilmu kepada peneliti.

8. Almh. Nenek saya Ainol Mardhiah tercinta yang selalu mendukung dan

menyemangati saya selama beliau ada, dan kepada bibi-bibi saya

tersayang: Asni,Fitriani, Suryani, dan Kasmi yang selalu mendukung,

menasehati dan memotivasi serta memberi sedikit banyaknya bantuan

baik itu berupa materi maupun moril selama saya kuliah.

9. Kepada adik-adik terkasih: Muhammad Rifaldi dan Al Hafiz, dan kepada

sepupu cilik tersayang yang menghilangkan kepenatan dikala lelah dan

sebagai penguat dan pengembira suasana hati: Kaila Davina, Putri Balqis,

Siti Sara, Muhammad Aqil, Nauzaturrahmi dan Azzima Maulana

10. Kepada keluarga di Tumpok Teungoh serta tetangga-tetangga yang begitu

ramah dan baik sehingga menjadi keluarga kedua bagi peneliti selama

dilhokseumawe yang : Mamak Ikhsan, Waknur, Wak Na dan Mamak

Abril. Serta anak-anak komplek tumpok teungoh sebagai pelengkap

suasana kompleks: ikhsan, abril, ukashah dan lain-lainnya.

11. Kawan terbaik dari pertama memasuki perkuliahan hingga sekarang: Icha

Maulidia, Nadila Sari, Badratun Nafis, Milza Afriana, Nurul Asyura,Yuni

Kardina. Sahabat terbaik peneliti seperjuangan Lindawati dan Miranda

Santika kawan terbaik dari sejak sekolah menengah hingga sekarang.

vii
12. Sahabat seperjuangan peneliti, Sengkatan BKI 2017 unit 2 yang

senantiasa menghibur dan menyemangati sesama dikala terpuruk.

13. Kawan-kawan sejawat dan seperjuangan jurusan Bimbingan Konseling

Islam Unit 1 dan 3 angkatan 2017.

Hanya Allah subhanahu wa ta’alla yang dapat membalas segala bentuk

kebaikan dari semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Peneliti hanya bisa mengucapkan terima kasih atas segalanya. Dengan penuh

harapan peneliti berharap semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat

bermanfaat kepada semua pihak terkhususnya untuk peneliti sendiri, dan menjadi

amal ibadah disisi-Nya. Karena hanya kepada Allahlah kita meminta petunjuk dan

ampunan.Aamiin ya rabbal a’lamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Lhokseumawe, 07 Agustus 2021

Peneliti

Mutia

2017320133

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG .......................................................ii


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi
ABSTRAK ..................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
E. Batasan Istilah .................................................................................... 7
F. Kajian Terdahulu................................................................................ 9

BAB II LANDASAN TEORI


A. Peran................................................................................................. 14
1. Definisi Peran............................................................................. 14
2. Aspek-Apek Peran ..................................................................... 16
B. Teknik Bermain................................................................................ 19
1. Pengertian Teknik Bermain ....................................................... 19
2. Fungsi dan Manfaat Bermain Bagi Perkembangan.................... 22
3. Tahapan dan Perkembangan Bermain........................................ 29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Bermain .............. 31
5. Permainan................................................................................... 34
6. Jenis permainan Anak ................................................................ 37
C. Perkembangan Kognitif .................................................................. 40
1. Pengertian Perkembangan Kognitif ........................................... 40
2. Teori Perkembangan Kognitif.................................................... 44
3. Tahap Perkemnbangan Kognitif ................................................ 46
4. Faktor Yang Mempengaruhi Perkkembangan Kognitif............. 47
5. Klasifikasi Pengembangan Kognitif .......................................... 48
6. Teori Kogitif Bermain............................................................... 52
D. Anak Tunagrahita............................................................................. 54
1. Pengertian Anak Tunagrahita..................................................... 54
2. Faktor Penyebab Keluarbiasaan atau tunagrahita ...................... 56
3. Karakteristik Anak Tunagrahita................................................. 60
4. Klasifikasi Anak Tunagrahita ................................................... 62
5. Kebutuhan Pendidikan Anak Tunagrahita ................................. 64

ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian.............................................................................. 69
B. Jenis Penelitian................................................................................. 69
C. Sumber Data..................................................................................... 70
D. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 71
E. Informan Penelitian.......................................................................... 73
F. Instrument Penelitian ....................................................................... 74
G. Teknik Pengujian Keabsahan Data .................................................. 74
H. Teknik Analisis Data ....................................................................... 76

BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Penerapan Peran Teknik Bermain dalam Pembelajaran
Anak Tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur ................................ 79
B. Peran Teknik Bermain dalam Meningkatkan Perkembangan
Kognitif Anak Tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur ................. 85

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 94
B. Saran................................................................................................. 94

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 96


LAMPIRAN....................................................................................................

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Observasi

Lampiran 2 : Instrumen Pedoman Wawancara

Lampiran 3 : Hasil Wawancara

Lampiran 4 : Dokumentasi

Lampiran 5 : SK Skripsi

Lampiran 6 : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 : Surat Telah Menyelesaikan Penelitian

Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Wawancara

Lampiran 10 : Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 11 : Data Penelti

xi
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peran Teknik Bermain dalam Meningkatkan Perkembangan


Kognitif Anak Tunagrahita (Studi kasus di SLB Negeri Aceh
Timur).Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan peran
teknik bermain dalam pembelajaran anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur
serta bagaimanakah peran teknik bermain dalam Meningkatkan Perkembangan
Kognitif Anak Tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur.Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Data penelitian ini dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi dan
wawancara.Skripsi ini menggunakan Teori Perkembangan Jean Piaget dalam
kognitif bermain Piaget mengemukakan bermain bukan saja mencerminkan sikap
perkembangan kognitif anak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap
perkembangan kognitif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini : pertama,
penerapan peran teknik bermain dalam pembelajaran anak tunagrahita di SLB
Negeri Aceh Timur sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam
menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan agar anak tunagrahita
mampu belajar sehingga disamping anak tunagrahita belajar juga bisa
meningkatkan perkembangan mereka salah satunya perkembangan kognitif.
Kedua, Peran teknik bermain dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak
tunagrahita menunjukkan masih ditingkatkan.Karena perkembangan kognitif anak
tuanagrahita sulit untuk dikembangkan dan tingkat ketunagrahitaan berbeda-beda.

Kata Kunci: Peran Teknik Bermain, Perkembangan Kognitif, Tunagrahita.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.Kefitrahan anak harus dijaga

oleh orang tua.Cara menjaga kefitrahan tersebut, dengan memperkenalkan fitrah

anak kepadanya, agar tidak kehilangan kontrol dalam kehidupan. 1 Setiap anak

yang lahir di dunia bukanlah hak yang bersifat kebetulan, anak terlahir atas

kehendak Allah, atas izin-Nya.Anak yang terlahir ini pun diiringi harapan oleh

semua orang tua, semuanya mengharapkan kesempurnaan pada anak yang terlahir

ini.Namun pada kenyataannya, anak terlahir dengan membawa kelebihan berserta

kekurangannya, termasuk juga anak terlahir dengan kondisi anak pada umumnya

atau normal, namun juga ada yang terlahir dengan keabnormalan, secara fisik

maupun psikis.Bahkan anak yang semula terllihat normal, namun dalam fase

pertumbuhannya ternyata mengalami keterlambatan perkembangan.

Anak merupakan anugerah yang dititipkan oleh Allah SWT untuk diasuh,

diayomi, dijaga serta diberikan pendidikan yang layakuntuk pertumbuhan dan

perkembangannya.Meskipun setiap anak terlahir dalam kondisi yang berbeda-

beda, anak pada umumnya terlahir dengan kondisi normal dan anak yang terlahir

dengan hambatan (Anak Berkebutuhan Khusus).Sehingga setiap anak memiliki

kebutuhan yang berbeda-beda dalam hal kasih sayang, pengasuhan, dan

pendidikan.

1
Adnan, Parenting Qurani : Pendekatan Ayat-Ayat Alquran, (Jakarta Utara: PT,
Mediaguru Digital Indonesia, 2018), h.109

1
2

Menurut Sherry Bonnice setiap anak unik dan luar biasa.Sehingga mereka

memiliki kebutuhan khusus, terutama kebutuhan khusus dalam belajar,

diantaranya mendengarkan dengan alat bantu, atau membaca dengan huruf

Braille. Kesulitan berkomunikasi dan perhatian atau kebutuhan tersebut diperoleh

karena kelainan kondisi kesehatannya.Hal tersebut dapat muncul melalui perilaku

belajar, emosi, dan tingkah lakunya. Tetapi apapun masalah yang dimiliki anak

berkebutuhan khusus ia tetap seorang manusia. Ia tidak ditentukan oleh

ketidakmampuannya, tapi ketidakmampuannya hanya sebagian dari jati dirinya2

Pendampingan khusus pada anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan

melalui bermain. Melalui bermain anak dapat mengeksplorasi semua kemampuan

yang dimilikinya.Sebagaimana pada umumnya tiap anak memiliki aktivitas atau

kegiatan yang sangat disenangi salah satunya bermain. Bagi anak-anak bermain

merupakan hal yang menyenangkan untuk dilakukan baik itu sendiri maupun

bersama dengan yang lain. Kesenangan mereka terhadap bermain bukan tanpa

sebab mengingat segala kegiatan, tindakan dan kegiatan yang anak-anak lakukan

bisa menjadi salah satu media perkembangan dan pertumbuhan.Bermain bisa

meningkatkan kesehatan fisik dan psikis seperti halnya dengan olahraga dimana

mereka tidak sekedar mengisi waktu, tetapi melalui bermain, anak tidak hanya

menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, tetapi mereka bermain dengan

menggunakan seluruh emosi, perasaan, dan pikiran.

2
Mierrina, Bimbingan Konseling Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus: Model
Konseling Inklusi, Program Studi Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Jurnal Bimbingan Dan
Konseling Islam Vol. 08, No. 01, 2018, h. 20
3

Salah satu aspek perkembangan yang ada pada anak ialah aspek kognitif.

Kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk

menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.

Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang

menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-
3
ide belajar. Individu berpikir menggunakan pikiran.Kemampuan ini yang

menentukan cepat tidaknya atau terselesaikan tidaknya suatu masalah yang sedang

dihadapi.Melalui kemampuan intelegensi yang dimiliki oleh seorang anak, maka

dapat dikatakan seseorang anak itu pandai, bodoh, pandai sekali (genius), atau

bodoh sekali (dungu atau idiot).4

Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

membutuhkan pengajaran dan layanan khusus dalam kemampuan kognitifnya

(intelegensi) dengan teknik dan variasi yang diadaptasikan sesuai kebutuhan

anak.Sehingga dalam setiap sesi pembelajaran harus menekankan penggunaan

teknik dan permaianan khusus yang dapat memicukan, menimbulkan daya

kognitif pada anak itu sendiri sesuai dengan materi yang diajarkan.Karena

hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita adalah ketidak mampuan menyerap

pengalaman sensori terutama dalam intelektual atau memori jangka pendek dan

panjang.

Berdasarkan pengertian di atas anak tunagrahita mengalami kesulitan

dalam halnya belajar, yaitu kesulitan dalam bidang pembelajaran akademik,

sedangkan untuk bidang studi non akademik anak tunagrahita ringan tidak banyak
3
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya
Edisi Pertama,(Jakarta: Kencana, 2011), h. 48
4
Ibid., h. 64
4

mengalami kesulitan belajar. Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam

proses belajar mengajar di antaranya: kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan

dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak

yang terbatas dan daya ingat yang lemah. Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban

bagi Guru Pembimbing Khusus untuk menciptakan suasana yang menyenangkan

dalam belajar, salah satunya melalui permainan yang menarik bagi anak

tunagrahita.

Realita di lapangan anak tunagrahita tidak bisa duduk diam mendengarkan

guru mengajar anak-anak pada umumnya, namun mereka terlihat suka berlari

bermain dan berperilaku tidak normal maupun duduk dilantai didalam kelas

sehingga guru mengajar tidak seefektif seperti halnya mengajar di sekolah pada

umumnya.

Berdasarkan kebutuhan belajar anak tunagrahita ringan, yang terdaat di

SLB Negeri Aceh Timur dan hasil wawancar dengan guru beliau mengatakan

bahwa program khusus tunagrahita ringan itu adalah meciptakan kemampuan

siswa tunagrahita ringan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dimulai

dari merawat diri seperti memakai baju, celana, mengurus diri seperti mandi,

mencuci tangan sebelum makan, menolong diri serta meningkatkan kemampuan

berkomunikasi dan sosial anak dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil observasi selama masa On The Job Trainingyang telah

dilakukan peneliti pada anak tunagrahita ringan sekitar bulan Oktober hingga

November 2020, pada kelas di SLB Negeri Aceh Timur. Kemampuan anak

tunagrahita ringan dalam mengenal konsep angka dan huruf masih rendah. Anak
5

tunagrahita ringan masih sering melakukan kesalahan mengenal beberapa angka

dan huruf, ketika guru memberikan gambar dan menyuruh mereka untuk

mengurutkan angka 1 sampai 5 ataupun huruf anak tunagrahita ringan masih ragu-

ragu dalam menjawabnya dan hanya menebak-nebak dalam menyelesaikannya,

hal ini dikarenakan anak tunagrahita ringan belum mengenal konsep angka

dengan baik sehingga masih perlu bantuan verbal maupun non verbal.Tunagrahita

ringan ada yang bisa menghafal urutan huruf dan angka dengan benar tetapi jika

disuruh tunjuk yang mana huruf A,B, C… mereka masih belum mengenal,

sehingga dapat dikatakan anak tungrahita ringan sedikit banyaknya dapat

mencoba untuk berfikir dan belajar.

Berdasarkan keterbatasan dalam cara berfikir yang mempengaruhi mereka

dalam hal mengingat dan belajar tetapi mereka juga perlu akan pendidikan

sekolah, karenanya kognitif anak berkebutuhan khusus bisa dipengaruhi sedikit

banyaknya bagaimana cara mereka belajar dengan diajarkan oleh gurunya dengan

cara-cara yang tersendiri sehingga saat di lapangan, guru perlu menyesuaikan cara

mereka mengajar dengan kemampuan anak bukan anak yang menyesuaikan

dengan cara guru mengajar. Sehingga guru perlu aktif dan penuh kreativitas dalam

mengajar anak tunagrahita ringan sesuai dengan kemampuan anak dalam belajar.

Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik melakukan sebuah penelitian

mengenai bagaimanakegiatan bermain menjadi salah satu upaya yang digunakan

dalam mengembangkan kemampuan mengenal berfikir dan memecahkan masalah

selama anak tunagrahita ringan bermain.Sehingga penelitian ini menghasilkan

penelitian dengan judul “Peran Teknik Bermain Dalam Meningkatkan


6

Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita (Studi Kasus di SLB Negeri Aceh

Timur)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan peran teknik bermain dalam pembelajaran anak

tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur?

2. Bagaimanakah peran teknik bermain dalam meningkatkan perkembangan

kognitif anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan peran teknik bermain dalam pembelajaran

anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur.

2. Untuk mengetahui peran teknik bermain dalam meningkatkan

perkembangan kognitif anak tunagrahitaSLB Negeri Aceh Timur.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat baik secara teoritis


maupun praktis.
1. Secara teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkayapenelitian-penelitian bagi mahasiswa jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam di masa yang akan datang.

2. Secara praktis
7

Sebagai pengetahuan, menambah wawasan dan masukan kepada


mahasiswa, dan orang-orang yang berada dalam dunia pendidikan mengenai
psikologi perkembangan pada anak.
E. Batasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman para pembaca dalam proposal skripsi

ini maka penulis menjelaskan berbagai istilah yang terdapat dalam judul skripsi

“Peran Teknik Bermain Dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak

Tunagrahita( Studi Kasus Di SLB Negeri Aceh Timur )”

1. Peran

Peran adalah suatu aspek dinamis dari status sosial atau kedudukan.Pada

saat seseorang dapat melaksanakan kewajiban serta mendapatkan haknya maka

orang tersebut sudah menjalankan sebuah peran.Ada juga yang mengatakan

bahwa arti peran adalah suatu tindakan yang dilakukan individu atau sekelompok

orang dalam suatu kejadian atau peristiwa.Serta merupakan suatu pembentuk

tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai kedudukan di

masyarakat.5

2. Teknik Bermain

Teknik dalam KBBI adalah cara (kepandaian dan sebagainya) membuat

atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Teknik juga diartikan

sebagai metode atau sistem mengerjakan sesuatu.6Bermain adalah suatu konsep

yang sangat penting bagi setiap anak.Konsep pembelajaran bagi anak adalah

begaimana mereka bermain. Dengan bermain anak akan belajar tentang dunia luar

dan lingkungan dimana mereka berada. Fungsi bermain pada anak

5
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2019/10/peran.html#Pengertian_Peran. Diakses
pada tanggal 25 Maret 2021, Pukul 10:00
6
https://kbbi.web.id/teknik. Diakses pada tanggal 25 Maret 2021, Pukul 10:03
8

mencakupperluasan keterampilan sensorik motor, keativitas, intelektual dan

perkembangan sosial.7

3. Perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk

berfikir.Dimana perkembangan kognitif berguna untuk menjelaskan semua

aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan

pengolahan informasi.Sedangkan perkembangan kognitif yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan

menginterpretasi objek dan kejadian-kejadian disekitarnya.Bagaimana anak

mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek untuk mengetahui persamaan-

persamaan dan perbeda-perbedaan, untuk memahami penyebab terjadinya

perubahan dalam objek-objek dan peristiwa-peristiwa dan untuk membentuk

perkiraan tetag objek dan peristiwa tersebut.8

4. Anak Tunagrahita

Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang

dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut

dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun-tahun

sekolah dasar. 9 Tunagrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang

terhenti atau tidak lengkap yang ditandai oleh kendala keterampilan selama masa

7
Azmi Sita Fithriyani, Perkembangan Kognitif Dan Psikomotorik Anak
Tunagrahita(Studi Pada Keterampilan Tata Boga Di Slb Negeri Pembina Yogyakarta), Skripsi;
Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015, h. 43
8
Paul suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Pieget, (Yogyakarta : Kanisius, 2001),
h. 24
9
https://id.wikipedia.org/wiki/Anak. Diakses pada tanggal 25 Maret 2021, Pukul 10:04
9

perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, antara lain

kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.10

F. Kajian Terdahulu

1. Rahmayani. (2020) dari Institut Agama Islam Negeri Lhokeumawe dengan

Judul Skripsi “Pengaruh Sikap Penerimaan Orang Tua Terhadap Motivasi

Belajar Anak Tuna Grahita Di Slb Bina Bangsa Desa Pante Kecamatan

Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara”. Penelitian ini menggunakan

penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi lapangan dan statistik

inferensial. Pengumpulan data menggunakan metode angket dan

dokumentasi kepada 16 orang tua anak tunagrahita di SLB Bina Bangsa

Desa Pante Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara. Melalui

hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti maka diperoleh hasil nilai t

hitung sebesar > = 3,924 > 2,144. Dengan demikian maka

membuktikan bahwa sikap penerimaan orang tua berpengaruh terhadap

motivasi belajar anak tunagrahita di SLB Bina Bangsa Desa Pante

Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara.11

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Jika penelitian diatas meneliti masalah Pengaruh Sikap Penerimaan Orang Tua

Terhadap Motivasi Belajar Anak Tuna Grahita Di Slb Bina Bangsa Desa Pante

Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara, maka penelitian yang akan

10
Nanang Indardi, Pengulangan Teknik Permainan Kasti Terhadap Peningkatan
Kemampuan Motorik Kasar Anak Tunagrahita Ringan, Journal of Physical Education, Health and
Sport 2 (1) (2015), h. 45.
11
Rahmayani, Pengaruh Sikap Penerimaan Orang Tua Terhadap Motivasi Belajar Anak
Tuna Grahita Di SLB Bina Bangsa Desa Pante Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh
Utara,Skripsi: Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe, 2020.
10

peneliti lakukan adalah Peran Teknik Bermain dalam Meningkatkan

Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita. Dimana perbedaannya adalah judul

penelitian yang berbeda penjelasan.Persamaan keduanya adalah membahas anak

tunagrahita.

2. Lia Zuraida (2020) dari Institut Agama Islam Negeri Lhokeumawe dengan

Judul Skripsi “Efektifitas Bimbingan Belajar Dalam Meningkatkan

Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita (Studi Kasus Di SLB Cinta

Mandiri Panggoi Lhoseumawe)” penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data penelitian ini

dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil yang

diperoleh dalam penelitian ini: pertama bimbingan belajar anak

tunagrahita di slb cinta mandiri dalam meningkatkan perkembangan

kognitif anak tunagrahita dilakukan melalui bimbingan belajar individual,

meliputi puzzle, membaca, menulis, mewarnai, menghitung dan

bimbingan belajar kelompok, meliputi klasikal dan kontekstual. Kedua,

efektifitas bimbingan belajar anak tunagrrahita di slb cinta mandiri dalam

meningkatkan perkembangan kognitif anak tunagrahita menunjukkan

kurang efektif. Karena perkembangan kognitif anak tunagrahita sangat

sulit untuk dikembangkan.12

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti,

Jika penelitian diatas meneliti tentang Efektifitas Bimbingan Belajar Dalam

Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita (Studi Kasus Di SLB

Cinta Mandiri Panggoi Lhoseumawe)” maka peneliti akan meneliti peran teknik

12
Lia Zuraida, Efektifitas Bimbingan Belajar Dalam Meningkatkan Perkembangan
Kognitif Anak Tunagrahita (Studi Kasus Di SLB Cinta Mandiri Panggoi Lhoseumawe), Skripsi:
Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah Institut Agama
Islam Negeri Lhokseumawe, 2020.
11

bermain dalam meningkatkan kognitif anak tunagrahita dan penelitian diatas

meneliti tentang efiktifitas bimbingan belajar, sedangkan peneliti akan meneliti

tentang peran teknik bermain.

3. Azmi Sita Fithriyani. (2015)dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Perkembangan Kognitif dan

Psikomotorik Anak Tunagrahita (Studi Pada Bidang Keterampilan Tata

Boga di SLB Negeri Pembina Yogyakarta)”. Menyimpulkan bahwa

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dilakukan secara

langsung terhadap subjek yang diteliti untuk mendapatkan data-data yang

dibutuhkan dan berkaitan dengan rumusan masalah: bagaimana

perkembangan kognitif dan psikomotorik anak tunagrahita pada bidang

keterampilan tata boga dan apa pendukung dan penghambat anak

tunagrahita pada bidang keterampilan tata boga di SLB Negeri Pembina

Yogyakarta. Sumber data penelitian dari sekolah, guru, orang tua dan

siswa anak tunagrahita SLB Negeri Pembina Yogyakarta. Analisis data

menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu mengolah data yang telah

diperoleh selama penelitian kemudian dengan langkah-langkah terencana

dan sistematis yang diinterpretasikan ke dalam laporan sesuai dengan

keadaan yang sebenarnya. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1)

Perkembangan kognitif dan psikomotorik anak tunagrahita pada

keterampilan tata boga adalah lebih maksimal jika dalam pembelajaran

keterampilan tata boga dilakukan secara kontinue dan dipraktekkan secara

berulang-ulang. Setelah mengikuti program keterampilan tata boga dari


12

segi kognitif dan psikomotoriknya mereka mengalami berubahan yang

lebih baik seperti perubahan kepribadian, mempelajari hal-hal baru

kemudian diaplikasikan, dan meningkatkan kemandirian. 2) Faktor

pendukung perkembangan kognitif dan psikomotorik anak tunagrahita

pada keterampilan tata boga terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan

faktor eksternal . Faktor Internal keperibadian antara lain : suka bergaul,

suka membantu teman, aktif, mempunyai semangat yang tinggi,

mempunyai cita-cita untuk mengembangkan keterampilan tata boga.

Faktor eksternal yang menjadi pendukung perkembangan kognitif dan

psikomotorik anak tunagrahita antara lain: faktor keluarga, sekolah dan

masyarakat. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penghambat

yaitu:Faktor keluarga antara lain keadaan ekonomi keluarga yang kurang

dan orang tua yang cemas. Faktor sekolah antara lain ruang kelas yang

kurang kondusif. Faktor masyarakat antara lain kurangnya interaksi

dengan masyarakat sekitar rumah dan adanya anggapan miring terhadap

anak tunagraita.13

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti,

Jika penelitian diatas meneliti tentang “Perkembangan Kognitif dan Psikomotorik

Anak Tunagrahita (Studi Pada Bidang Keterampilan Tata Boga di SLB Negeri

Pembina Yogyakarta)”. Maka peneliti akan meneliti peran teknik bermain dalam

meningkatkan kognitif anak tunagrahita dan penelitian diatas meneliti tentang

13
Azmi Sita Fithriyani, Perkembangan Kognitif Dan Psikomotorik Anak
Tunagrahita(Studi Pada Keterampilan Tata Boga Di Slb Negeri Pembina Yogyakarta), Skripsi;
Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015
13

kognitif dan psikomotrik nak tunagrahita di bidang keterampilan tata boga,

sedangkan peneliti akan meneliti tentang peran teknik bermain dengan

perkembangan kognitif.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Peran

1. Definisi peran

Para pakar pun mulai berteori tentang peran.Tetapi sampai sekarang

banyak yang tidak sependapat tentang definisi peran itu sendiri.Memperhatikan

hal tersebut, Biddle dan Thomas telah menyamakan peristiwa peran ini dengan

pembawaan “lakon” oleh seorang pelaku dalam panggung

sandiwara.Sebagaimana patuhnya seorang pelaku terhadap skenario, instruksi dari

sutradara, peran dari sesama pelaku, pendapat dan reaksi umum penonton serta

dipengaruhi bakat pribadi si pelaku. Biddle dan Thomas memaknai kata “peran”

sebagai:

Konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama atau teater yang hidup

subur pada zaman Yunani kuno atau Romawi.Dalam arti ini, peran menunjuk

pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor dalam

sebuah drama.

Dalam kehidupan sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki

suatu posisi dalam masyarakat. Dalam hal ini seorang individu juga harus patuh

pada skenario, yang berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah. Peran

sesama pelaku dalam permainan drama digantikan oleh orang lain yang sama

13
15

menduduki suatu posisi sosial sebagaimana si pelaku peran sosial tersebut.

Sutradara digantikan oleh seorang guru, orang tua atau agen socializer lainnya. 14

Konsep peran semula dipinjam istilah peran kerap diucapkan banyak

orang.Sering kita mendengar kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan

seseorang. Kata peran dikaitkan dengan apa yang dimainkan oleh seorang aktor

dalam suatu drama. Kamus bahasa Indonesia menyebutkan pengertian peran

adalah:

a. peran adalah pemain yang diandaikan dalam sandiwara maka ia adalah

pemain sandiwara atau pemain utama

b. Peran adalah bagian yang dimainkan oleh seorang pemain dalam

sandiwara. Ia berusaha bermain dengan baik dalam semua peran yang

diberikan

c. Peran adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.

Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto yaitu peran merupakan

aspek dinamis kedudukan atau status apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan

dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang ditetapkan

sebelumnya disebut sebagai peranan normatif.15

Teori peran adalah sebuah teori yang digunakan dalam dunia sosiologi,

psikologi dan antropologi yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi

14
Bayu Oktavianto, Peran Guru Slb Negeri Gedangan Dalam Menumbuhkan
Kemampuan Literasi Informasi Siswa Disabilitas, Program Studi Ilmu Informasi dan
Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik, Universitas Airlangga,h. 5
15
Agung Wijaya, Peran Samasat Dalam Upaya Pencegahan Dan
Penanggulangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat-Surat Kendaraan Bermotor (Studi
Samsat Purwokerto), Skripsi; Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2015, h. 9
16

maupun disiplin ilmu. Teori peran berbicara tentang istilah “peran” yang biasa

digunakan dalam dunia teater, dimana seorang aktor dalam teater harus bermain

sebagai tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh ituia diharapkan untuk

berprilaku secara tertentu. Posisi seorang aktor dalam teater dinalogikan dengan

posisi seseorang dalam masyarakat, dan keduanya memiliki kesamaan

posisi.Peran diartikan pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh

seorang aktor dalam sebuah pentas drama, yang dalam konteks sosial peran

diartikan sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu

posisi dalam struktur sosial. Peran seorang aktor adalah batasan yang dirancang

oleh aktor lain, yang kebetulan sama- sama berada dalam satu penampilan/ unjuk

peran (role perfomance).16

Peran adalah suatu sikap atau perilku yang diharapkan oleh banyak orang

atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan

tertentu.

2. Aspek-Aspek Peran

Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat

golongan, yaitu:17

1. Orang- orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial

2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

3. Kedudukan orang- orang dalam perilaku

4. Kaitan antara orang dan perilaku


16
Mufiddin Niah, Peran Pemuda Dalam Pengembangan Pelayanan Publik (Studi
Peran Pemuda Dalam Pengembangan Pelayanan Publik Tingkat Desa Di Kabupaten
Gresik), Skripsi; Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2017, h.
22
17
Ibid; h. 23-25
17

a. Orang Yang Berperan

Berbagai istilah tentang orang- orang dalam teori peran.Orang- orang yang

mengambil bagian dalm interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai

berikut :

1) Aktor atau pelaku, yaitu orang yang sedang berprilakumenuruti suatu

peran tertentu.

2) Target (sasaran) atau orang lain, yaitu orang yang mempunyaihubungan

dengan aktor dan perilakunya.

Aktor maupun target bisa berupa individu ataupun kumpulan individu

(kelompok). Hubungan antara kelompok dengan kelompok misalnya terjadi antara

sebuah paduan suara (aktor) dan pendengar (target).Biasanya istilah aktor diganti

dengan person, ego, atau self.Sedangkan target diganti dengan istilah alter-ego,

ego, atau non-self.

b. Perilaku Dalam Peran

Biddle dan Thomas membagi lima indikator tentang perilaku dalam

kaitanya dengan peran sebagai berikut :

1) Harapan tentang peran (expectation)

Harapan tentang peran adalah harapan- harapan orang laintentang perilaku

yang pantas, yang seharusnya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran

tertentu. Harapan tentang perilaku ini bisa berlaku umum, bisa merupakan
18

harapan dari segolongan orang saja, dan bisa juga merupakanharapan dari satu

orang tertentu.

2) Norma (norm)

Secord dan Backman berpendapat bahwa, norma hanya merupakan salah

satu bentuk harapan. Secord dan Backman membagi jenis- jenis harapan sebagai

berikut :

a. Harapan yang bersifat meramalkan (anticipatory), yaituharapan tentang

suatu perilaku yang akan terjadi.

b. Harapan normatif (role expectation), yaitu keharusan yangmenyertai suatu

peran.

3) Wujud perilaku dalam peran (performance)

Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Wujudperilaku dalam peran

ini nyata dan bervariasi, berbeda- bedadari satu aktor ke aktor yang lain. Variasi

tersebut dalam teori peran dipandang normal dan tidak ada batasnya.

4) Penilaian (evaluation) dan sanksi (sanction)

Jika dikaitkan dengan peran, penilaian dan sanksi agaksulit dipisahkan

pengertiannya. Biddle dan Thomasmengatakan bahwa antara penilaian dan sanksi

didasarkan pada harapan masyarakat (orang lain) tentang norma.

c. Kedudukan dan Perilaku Orang Dalam Peran

Kedudukan adalah sekumpulan orang yang secara bersama (kolektif)

diakui perbedaannya dari kelompok- kelompok yang lain berdasarkan sifat- sifat
19

yang mereka miliki bersama, perilaku yang sama-sama mereka perbuat, dan reaksi

orangorang lain terhadap mereka bersama.

d. Kaitan Orang dan Perilaku

Biddle dan Thomas mengemukakan bahwa kaitan (hubungan) yang dapat

dibuktikan atau tidak adanya dan dapat diperkirakan kekuatannya adalah kaitan

antara orang dengan perilaku dan perilaku dengan perilaku.Kaitan antara orang

dengan orang dalam teori peran ini tidak banyak dibicarakan.

B. Teknik Bermain

1. Pengertian Teknik Bermain

Menurut para ahli, pengertian “Teknik” diartikan sebagai berikut :18

a. Menurut Ludwig Von Bartalanfy teknik merupakan seperangkat unsur

yang saling terkait dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut

dengan lingkungan.

b. Menurut Anatol Raporot teknik adalah suatu kumpulan kesatuan dan

perangkat hubungan satu sama lain.

c. Menurut L. Ackof teknik adalah setiap kesatuan secara konseptual atau

fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu

sama lainnya.

d. Menurut L. James Havery teknik adalah prosedur logis dan rasional untuk

merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan

18
Ayu Listyani Mega Dewi, Teknik Persiapan Dakwah K.H. Agoes Ali Masyhuri,
Skrips; Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam Jurusan Komunikasi Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2016, h. 13-
14
20

yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan

dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

e. Menurut John Mc Manama teknik adalah sebuah struktur konseptual yang

tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai

suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan.

f. Menurut Wina Sanjaya teknik adalah cara yang dilakukan seseorang

dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.

Maka peneliti menyimpulkan bahwa pengertian teknik adalah cara atau

metode yang tersusun dalam usaha mencapai suatu tujuan. Adapun teknik ini

merupakan cara bagaimana sesuatu yang akan dilakukan disiapkan dengan

beberapa hal yang diatur atau disusun dengan tujuan bisa dilakukan dengan benar

dan menghasilkan hasil yang baik.

Bermain (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga

arti utamanya mungkin hilang.Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang

dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan

hasil akhir.Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan

dari luar atau kewajiban. 19 Bermain merupakan aktivitas utama yang dilakukan

dalam kehidupan anak.Kegiatan bermain anak-anak biasanya dilakukan dengan

bersungguh-sungguh.Karena dengan bermain anak mendapat kesenangan dan

kebahagiaan dalam dirinya.Kegiatan bermain sendiri memberi manfaat positif

19
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1980), h. 320
21

untuk mengembangkan potensi anak misalnya kecerdasan, bakat, kreativitas dan

ketrampilan motorik, ketrampilan bergaul dan keterampilan komunikasi.20

Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak.Bermain harus dilakukan atas inisiatif anak dan atas

keputusan anak itu sendiri. Bermain harus dilakukan dengan rasa senang,

sehingga semua kegiatan bermain yang menyenangkan akan menghasilkan proses

belajar pada anak.21

Untuk lebih jelas mengenai pengertian bermain, dapat diperhatikan melalui

pemaparan para pakar pendidikan anak berikut:22

a. Menurut Pieget, bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan beulang-

ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang.

b. Menurut Parten, bermain adalah suatu kegiatan sebagai sarana sosialisasi

dan dapat memberikan kesempatan anak berekplorasi, menemukan,

mengekpresikan perasaan, dan belajar secara menyenangkan.

c. Menurut Docker dan Fleer, bermain merupakan kebutuhan bagi anak,

karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat

mengembangkan kemampuan dirinya.

d. Manurut mayesty, bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan

sepanjang hari, karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah

bermain

20
Sance Mariana Tameon, Juli 2018, Peran Bermain Bagi Perkembangan
Kognitif Dan Sosial Anak,Ciencias: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1 No. 1, Juli 2018, h.26-39
21
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini,(Jakarta: Kencana, 2012), h.
91
22
M. Fadhilah, Bermain&Permainan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2017),
h. 7-8
22

Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan

dari luar atau kewajiban.Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk

kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.Bermain

juga dapat dikatakan sebagai aktivitas yang menggembirakan, menyenangkan dan

menimbulkan kenikmatan.Bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan

kesenangan bagi anak, dengan kegiatan tersebut anak mendapatkan kebahagiaan

dan kegembiraan.Bennett mengemukakan bahwa permainan mempunyai fungsi

pendidikan dan perkembangan karena memampukan anak untuk mengendalikan

perilaku mereka dan menerima keterbatasan di dunia nyata serta melanjutkan

perkembangan ego dan pemahaman atas realitas.23

Dari beberapa pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa bermain

merupakan salah satu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang

individu yang sifatnya menyenangkan, menggembirakan, dan menimbulkan

kesenangan yang membantu individu mencapai perkembangan, baik fisik,

intelektual, sosial, moral dan emosional. Melalui bermain ini anak tanpa

menyadari mereka sudah mendapatkan kepuasan tuntutan dan kebutuhan

perkembangan demensi motorik, kognitif, kreativitas, emosi, sosial, nilai, bahasa

dan sikap hidup.

2. Fungsi dan Manfaat Bermain Bagi Perkembangan

Bermain merupakan kegiatan yang menimbulkan “kenikmatan”, dan

kenikmatan itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya. Bermain berfungsi juga

sebagai pemicu kreativitas, anak yang banyak bermain akan meningkatkan

kreativitasnya. Dengan bermain anak akan melakukan segalanya,


23
Hurlock, Elizabeth, B., Perkembangan Anak.(Jakarta: Erlangga, 1993), h. 22
23

mencoba,mengeksplorasi sehingga pada akhirnya akan muncul ide-ide kreatifnya

untuk bermain. Pada hakikatnya melalui aktivitas bermain dapat merangsang dan

mengembangkan seluruh perkembangannya baik fisik maupun psikis.

Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan seperti

diuraikan berikut:24

a. Perkembangan kognitif

Melalui kegiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna,

ukuran dan jumlah yang memungkinkan stimulasi bagi perkembangan

intelektualnya.Anak juga dapat belajar untuk memiliki kemampuan ‘problem

solving’ sehingga dapat mengenal dunia sekitarnya dan menguasai

lingkungannya.

b. Perkembangan Bahasa

Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu

memperkaya perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi

anak. Dalam melakukan aktivitas permainan, anak dituntut harus belajar

berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus

belajar mengerti apa yang dikomunikasikan anak lain ketika bermain. Contohnya

saat bermain drama anak diminta berimajinasi aktif bercakap-cakap dengan anak

lain tentang hal yang terkait dengan cerita pada drama tersebut.

c. Perkembangan Moral

Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima

kekalahan, menjadi pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya.

24
Elfiadi, Bermain Dan Permainan Bagi Anak Usia Dini, Itqan, Vol. Vii, No. 1,
Januari - Juni 2016, Dosen Prodi Pgra Jurusan Tarbiyah Stain Malikussaleh
Lhokseumawe, h. 53-54
24

Apabila anak mengalami kegagalan saat melakukan suatu permainan, hal itu akan

membantu mereka menghadapi kegagalan dalam arti sebenarnya dan

mengelolanya pada saat mereka benar-benar harus bertanggungjawab. Melalui

permainan, anak akan melakukan hubungan dan komunikasi dengan anggota

kelompok atau teman sebaya lainnya, sehingga ini akan melatih anak belajar

bekerja sama, murah hati, jujur, sportif dan disukai orang.

d. Perkembangan Sosial dan Emosional

Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan

dengan sesamanya.Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong

dan berlatih sikap sosial lainnya.yang menggunakan alat permainan. Bermain

merupakan ajang yangbaik bagi anak untuk menyalurkan perasaan/emosinya dan

ia belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya sekaligus sarana untuk

relaksasi. Pada beberapa jenis kegiatan bermain yang dapat menyalurkan ekspresi

diri anak, dapat digunakan sebagai cara terapi bagi anak yang mengalami

gangguan emosi.

e. Perkembangan Fisik

Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkan dan melatih seluruh

otot tubuhnya, sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan

penginderaan.Permainan menitik beratkan anak pada keterampilan dalam

mengkoordinasikan gerakan motorik maupun motorik halus. Hal ini dapat dilihat

dari aktivitas anak yang dilakukan secara berulang-ulang seperti berlari,

memanjat, naik sepeda, lompat dan dapat memperkirakan tingginya suatu pohon
25

dengan kemampuan untuk memanjat pohon tersebut sehingga hal ini akan

mengembangkan fisik-motorik anak.

f. Perkembangan Kreativitas

Bermain dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesempatan

kepada anak untuk mencoba berbagai ideanya tanpa merasa takut karena dalam

bermain anak mendapatkan kebebasan. Melalui coba-coba dalam bermain, anak-

anak akan menemukan bahwa merancang sesuatu yang baru dan berbeda dapat

menimbulkan kepuasan. Selanjutnya mereka dapat mengalihkan minat kreatifnya

ke situasi di luar dunia bermain.

Ada beberapa manfaat bermain bagi anak menurut Gunarsa, para ahli

psikologi bermain yakni:25

a. Mengembangkan Kreativitas.

Bermain sebagai kegiatan yang membutuhkan daya imajinasi, penalaran

logika, maupun pemikiran untuk memecahkan suatu masalah. Setiap anak dituntut

untuk kreatif dalam bermain agar dapat mengimbangi kegiatan bermain anak yang

lain. setiap anak bersikap kompetitif tetapi masih dalam kerangka pola aturan

kesepakatan kelompok sosial. Oleh sebab itu, kreativitas bermain harus tetap

sportif, menjunjung nilai-nilai kejujuran, mau mengakui kekalahan dan menerima

kekalahan orang lain,

b. Mengembangkan Keterampilan Psikomotorik.

25
Sance Mariana Tameon, Peran Bermain Bagi Perkembangan Kognitif…h. 26-
39
26

Kegiatan bermain banyak menggunakan ketrampilan psikomotorik kasar

seperti bermain sepak bola, petak umpet, galasin.Secara aktif kegiatan bermain

tersebut menguras energi fisik dan cukup menantang karena memberi rasa senang

dan menggembirakan.Karena itu, bermain dirasa sebagai suatu aktivitas yang

tidak membosankan tetapi menyenangkan, memberi kepuasan, dan prosesnya

sering diulang. Menurut Hurlock ketrampilan motorik yang berkembang baik

mendorong anak menjadi kreatif dan aktif dalam permainan sedangkan anak yang

ketrampilan motoriknya buruk akan menghabiskan waktunya bermain dengan

hiburan.

c. Mengembangkan kemampuan bahasa.

Dalam bermain terjadi interaksi antara satu dengan yang lain. Ketrampilan

sosial yang baik memerlukan kemampuan bahasa yang baik. Dengan bermain

anak membutuhkan perbendaharaan kata, pengolahan kalimat dan

mengungkapkan ekpresi emosi, pikiran atau pendapat kepada orang lain melalui

bahasa. Sebab itu, bermain akan memberi manfaat bagi pengembangan bahasa

anak.

d. Sebagai sarana terapi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis.

Bermain merupakan kegiatan untuk mengekspresikan hal-hal yang

berhubungan dengan ranah afektif, perasaan, emosi, pikiran maupun kognitif

setiap anak.Bermain memberi pengaruh terhadap psikoterapis bagi anak-anak

yang sedang menghadapi masalah secara psikoemosional.

Slamet suyanto berpendapat bahwa bermain mempunyai peranan penting

dalam perkembangan anak hamper pada semua bidang perkembangan, yaitu


27

perkembangan fisik-motorik, Bahasa, intelektual, moral, sosial, dan emosional.

Lebih lanjut mengenai peran bermain untuk perkembangan anak dapat dilihat

melalui uraian berikut ini:26

1. Bermain mengembangkan kemampuan motoric

Piaget berpendapat bahwa anak terlahir dengan kemampuan refleks, lali

dia belajar untuk menggabungkan dua atau lebih gerakan refleks yang pada

akhirnya dia mampu mengontrol gerakannya.Dengan bermain gerakan anak bisa

lebih terkontrol dan terkoordinir dengan baik.Selain itu, bermain bisa membuat

anak bebas untuk bergerak, sehingga kemampuan motoriknya dapat berkembang.

2. Bermain mengembangkan kemampuan kognitif

Piaget berpendapat bahwa anak belajar mengkonstruksikan pengetahuan

dengan berinteraksi dengan objek yang ada disekitarnya. Dengan bermain anak

akan mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan berbagai objek. Anak

dapat menggunakan semua inderanya seperti menyentuh, mencium, melihat dan

mendengarkan, untuk mengetahui sifat-sifat objek. Dalam konsep edutainmet hal

ini disebut sebagai global learning (belajar menyeluruh)

3. Bermain mengembangkan kemampuan afektif

Kemampuan afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap

seseorang.Kemampuan ini dapat dikembangkan dan dilatih melalui kegiatan

bermain.Caranya yaitu dengan melaksanakan dan mengikuti aturan-aturan

permainan yang telah disepakati bersama.Karena dalam setiap permainan pasti

memiliki aturan. Aturan tersebut akan dikenalkan oleh teman bermain sedikit

26
M. Fadhilah, Bermain&Permainan …h. 13-14
28

demi sedikit, secara bertahap sampai anak memahaminya. Oleh karena itu,

bermian akan melatih anak dalam menyadari akan adanya aturan dan pentinya

mematuhi aturan. Yang demikian itu merupakan tahap awal dari perkembangan

moral anak.

4. Bermain mengembangkan kemampuan Bahasa

Ketika bermain anak akan menggunakan Bahasa,baik untuk

berkomunikasi atau hanya sekedar menyatakan pikirannya. Vigotsky dalam

slamet suyanto menyebutkan bahwa bermain dengan bercakap-cakap

menggambarkan anak sedang dalam tahap menggabungkan pikiran dan Bahasa

sebagai satu kesatuan.Jadi dengan bermain secara otomatis kemampuan

berbahasanya dapat berkembang dengan baik.

5. Bermain mengembangkan kemampuan social

Ketika bermain anak secara langsung berinteraksi dengan anak lain. Dari

interaksi tersebut anak dapat belajar bagaimana memberi respon, memberi dan

menerima, menolak atau menyetujui ide dan perilaku anak yang lain. Sikap yang

demikian dapat mengurangi sifat egosentris pada anak dan kemampuan sosialnya

dapat berkembang dengan baik juga.

Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak. Berikut ini

adalah bererapa manfaat bermain pada anak-anak :27

a. Perkembangan aspek fisik.

27
Alice Zellawati, Terapi Bermain Untuk Mengatasi Permasalahan Pada Anak,
Fakultas Psikologi Universitas Aki, Majalah Ilmiah Informatika Vol. 2 No. 3, September
2011, H. 166-167
29

b. Anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, anak dapat

menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan, sehingga ia tidak merasa

gelisah. Dengan demikian otot-otot tubuh akan tumbuh menjadi kuat.

c. Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.

d. Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang sistem nilai,

kebiasaan-kebiasaan dan standar moral yang dianut oleh masyarakat.

e. Perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak mendapat kesempatan

untuk melepaskan ketegangan yang dialami, perasaan tertekan dan

menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam dirinya. Setidaknya

akan membuat anak relaks.

f. Perkembangan aspek kognisi. Anak belajar konsep dasar,

mengembangkan daya cipta, memahami kata-kata yang diucapkan oleh

teman-temannya.

g. Mengasah ketajaman penginderaan, menjadikan anak kreatif, kritis dan

bukan anak yang acuh tak acuh terhadap kejadian disekelilingnya.

h. Sebagai media terapi, selama bermain perilaku anak-anak akan tampil

bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah dimiliki oleh

seorang anak.

i. Sebagai media intervensi, untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu

dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi pada tugas tertentu,

melatih konsep dasar.

3. Tahapan dan Perkembangan Bermain


30

Anak bermain memilik beberapa tahap yang sesuai dengan umur

mereka.Menurut Parten merupakan tokoh yang mengamati perkembangan

bermain pada anak.Ia berpendapat bahwa pola perkembangan bermain

menggambarkan pulaperkembangan sosial anak. Adapun tahapperkembangan

bermain anak menurut parten yaitu:28

a. Unoccupied Play

Pada tahap ini, anak hanya melihat anak lain bermain, tetapi tidak ikut

serta dalam kegiatan bermain tersebut.Pada tahap ini anak hanya mengamati

sekeliling ruangan, anak yang sedang bermain dan berjalan, tetapi tidak ada

interaksi dengan anak yang sedang bermain tersebut.

b. Solitary Play

Pada mulanya anak asik bermain sendiri (soliter play). Sifat egosentrisnya

yang tinggi menyebabkan anak bermain sendiri dan tidak peduli dengan apa yang

dimainkan oleh teman yang ada disekelilingnya. Ia hanya berfokus dengan

mainannya sendiri tanpa perduli dengan hal-hal lainnya. Tahap ini terjadi di usia

2-3 tahun.

c. Onlooker Play

Tahap ini terjadi ketika anak melihat temannya bermain, anak berbicara

dan menanyakan apa yang sedang mereka mainkan, namun tidak ikut dalam

kegiatan permainan.

d. Parallel Play

28
Septi Fitriana, Peranan Permainan Edukatif Dalam Menstimulasi
Perkembangan Kognitif Anak, Al Fitrah Journal Of Early Childhood Islamic Education
Issn : 2599-2287 Vol.1 No.2 Januari 2018, h. 138-140
31

Pada tahap ini anak bermain terpisah dengan anak-anak lainnya. Namun

mereka bermain dengan mainan yang sama kemudian meniru cara temannya

bermain.

e. Assosiative Play

Tahap ini terjadi ketika permainan melibatkan interaksi sosial dengan

sedikit organisasi.Mereka cenderung tertarik dan terjadi tukar-menukar

mainan.Contohnya, ada dua anak yang sedang bermain bersama kemudian

menukar mainan milik mereka masing-masing.

f. Cooperative Play

Pada tahap ini anak bermain bersama dengan temannya dalam sebuah

kelompok kecil.Mereka mulai bisa berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan

teman-temannya.

g. Bermain dengan Aturan

Pada tahap ini anak bermain bersama dengan temannya dengan bentuk tim

atau kelompok. Mereka menentukan jenis permainan apa yang akan mereka

mainkan, mereka juga membicarakan mengenai aturan dalam

permainan,pembagian peran dan siapa yang akan main lebih dulu.

Dapat disimpulkan tahapan bermain yaitu, unoccupied play, solitary play,

onlooker play, parallel play, assosiative play, cooperative play, bermain dengan

aturan.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kegiatan Bermain


32

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan bermain antara lain :29

a. Faktor Sosial-Budaya

Anak-anak melakukan permainan, umumnya hasil refleksi dari gambaran

kehidupan lingkungan sosial budaya, di mana anak tinggal.Anak adalah individu-

individu yang cerdas, karenatelah mampu untuk mengobservasi dan meniru

perilaku-perilaku orang dewasa lalu mempraktekkannya dalam kehidupan

bermain.Nilai sosial budaya sangat mempengaruhi corak bermain anak dimana

anak tinggal.Karena itu, jenis dan bentuk permainan di tiap-tiap daerah berbeda.

b. Faktor Gender dan Teman Bermain

Anak cenderung memilih teman bermain yang dapat diajak kerjasama dan

saling pengertian.Pemilihan teman bermain dimulai dari dalam kehidupan

keluarga kemudian di luar keluarga. Anak-anak usia di bawah tiga tahun mulai

bermain bersama orang tua atau saudara kandungnya, tetapi menginjak usia 4-5

tahun anak mulai memilih teman bermainnya di lingkungan luar keluarganya.

Anak mulai membuka wawasan pergaulan dan belajar mengembangkan

kemampuan kerjasama dengan anak-anak sebayanya. Anak usia tiga tahun ke

bawah bersedia bermain dengan siapa pun baik laki-laki maupun wanita.

Sedangkan usia 4 tahun ke atas sudah mulai mempertimbangkan jenis kelamin.

c. Faktor Media Massa

Televisi merupakan media elektronik yang sangat mempengaruhi anak

dalam bermain.Banyak stasiun televisi yang menayangkan program acara

yangmenarik untuk anak-anak. Berbagai informasi yang diperoleh dari televisi

29
Sance Mariana Tameon, Peran Bermain Bagi Perkembangan Kognitif…h. 30-
31
33

akan diserap, diingat dan digunakan untuk pengembangan kegiatan bermain anak-

anak. Banyak ide bermain anak dilakukan oleh anak berasal dari penayangan

program acara televisi.Menonton televisi adalah salah satu kegiatan bermain yang

populer pada masa awal kanak-kanak.

d. Faktor Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana bermain harus memadai bagi anak.Kegiatan bermain

yang modern dengan tujuan untuk pengembangan kreativitas dan intelektual anak

seringkali mengeluarkan biaya mahal, karena orang tua harus menyediakan alat-

alat permainan tersebut. Banyaknya alat bermain yang dimiliki oleh anak, akan

memotivasi anak untuk berkreasi dengan mainan yang ada, anak makin menyukai

dan semakin banyak main dengan mainan tersebut.

Menurut Hurlock ada delapan faktor yang mempengaruhi perkembangan

anak, yaitu:30

a. Kesehatan.Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain

aktif,seperti permainan dan olahraga. Anak yang kekurangan tenaga

lebihmenyukai hiburan.

b. Perkembangan motorik. Permainan anak dalam engendalian motorik yang

baik memungkinkananak terlibat dalam permainan aktif.

c. Intelegensi. Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang

kurang pandai, danpermainan mereka lebih menunjukan kecerdikan.

d. Jenis kelamin. Anak laki-laki bermain lebih kasarketimbang anak

perempuan dan lebih menyukai permainan danolahraga ketimbang

30
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan …, h. 327
34

berbagai jenis permainan yang lain. pada awalkanak-kanak, anak laki-laki

menunjukan perhatian pada berbagai jenispermainan yang lebih banyak

ketimbang anak perempuan tetapisebaliknya terjadi pada akhir masa

kanak-kanak.

e. Lingkungan. Anak dari lingkungan yang buruk, kurang bermain

ketimbang anak lainnya disebabkan karena kesehatan yang buruk, kurang

waktu, peralatan, dan ruang.

f. Status sosioekonomi. Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca dan

film yangditonton anak, jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya dan

supervisi terhadap mereka.

g. Jumlah waktu bebas. Apabila tugasrumah tangga atau pekerjaan

menghabiskan waktu luang mereka, anakterlalu lelah untuk melakukan

kegiatan yang membutukan tenaga yang lebih.

h. Peralatan Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi

permainannya. Misalnya dominasi boneka danbinatang buatan mendukung

permainan purapura, banyaknya balok,kayu, cat air, dan lilin mendukung

permainan yang sifatnyakonstruktif.

5. Permainan

Menurut Piaget permainan sebagai suatu media yang meningkatkan

perkembangan kognitif anak-anak. Permainan memungkinkan anak

mempraktikkan komptensi-komptensi dan keterampilan-keterampilan yang

diperlukan dengan cara yang santai dan menyenangkan. Menurutnya struktur

kognitif perlu dilatih, dan permainan memberi setting yang sempurna bagi latihan
35

ini. Misalnya anak yang baru saja belajar menjumlahkan atau mengalikan mulai

bermain dengan angka melalui cara yang berbeda-beda. Sedangkan menurut

Herdina Indrijati permainan dapat membuka kesempatan bagi anak untuk

mempelajari banyak hal di sela-sela permainan yang beragam.31

Permainan merupakan kata yang mendapatkan imbuhan “per-an”, yang

sebelumnya berupa kata dasar “main”.Main merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan dengan senang hati baik melalui ajakan ataupun keinginan dari dalam

diri sendiri yang di lengkapi dengan benda atupun tidak.Dalam Kamus Besar

Bahasa“main” adalah melakukan sesuatu yang menyenangkan hati (dengan

menggunakan alat ataupun tidak).Selain pengertian di atas kata “permainan” bisa

diartikan sesuatu yang di gunakan untuk bermain, baik berupa barang ataupun

sesuatu yang dipermainkan perbuatan yang dilakukan dengan tidak sungguh-

sunguh, atupun biasa saja.32

Sebuah Permainan adalah bentuk permainan yang terstruktur, biasanya

dilakukan untuk hiburan atau kesenangan, dan kadang-kadang digunakan sebagai

alat pendidikan.33Permaianan dan bermain memiliki arti dan makna tersendiri bagi

anak.Permainan mempunyai arti sebagai sarana mensosialisasikan diri (anak)

artinya permainan digunakan sebagai sarana membawa anak ke alam

31
Yulia Munawarah Dan Mahmudah. Jurnal Pendidikan Khusus. Pengaruh Media
Bermain Pancing Terhadap Kemampuan Mengenal Konsep Angka Pada Anak
Tunagrahita Ringan Di Slb Siti Hajar Buduran Sidoarjo.( Pendidikan Luar Biasa,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya).h. 2
32
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),
h. 968
33
Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Permainan#:~:Text=Sebuah%20permainan%20a
dalah%20bentuk%20permainan,Kadang%20digunakan%20sebagai%20alat%20pendidika
n.&Text=Diuji%20sejak%202600%20sm%2c%20permainan,Dan%20hadir%20dalam%2
0semua%20budaya. (Diakses Pada Tanggal 18 Maret 2021, Pukul 07:28)
36

masyarakat.Mengenalkan anak menjadi anggota masyarakat.Permainan sebagai

sarana untuk mengukur kemampuan dan potensi diri anak. Anak akan menguasai

berbagai macam benda, memahami sifat-sifatnya maupun peristiwa yang

berlangsun di lapangan. 34

Menurut Misbach yang dikutip oleh Novi Mulyani mengungkapkan

permainan merupakan situasi ataupun keadaan terkait dengan beberapa aturan

serta tujuan tertentu, supaya menghasilkan kegiatan-kegiatan dalam bentuk

tindakan bertujuan sehingga kita dapat memahami bahwa dalam permainan

terdapat aktivitas ataupun kegiatan yang terikat dengan peraturan guna mencapai

tujuan yang telah ditentukan. 35 Selain itu Vygotsky yang dikutip oleh Beaty

mengutarakan dengan istilahnya zone of proximal development atau zona

perkembangan maksimal (ZPD) yaitu “permainan merupakan sumber


36
perkembangan dan menciptakan zona perkembangan maksimal”. Dimana

dengan permainan semua aspek perkembangan yang ada pada anak akan mampu

di stimulus dengan maksimal apabila dilakukan dengan perencanaan yang matang

dan telah di tentukan sebelumnya.

Peneliti menyimpulkan permainan merupakan suatu kondisi atau keadaan

yang dilakukan oleh diri sendiri ataupun ajakan orang lain yang menggunakan

benda ataupun tidak, untuk mendapatkan dan merasakan kepuasan hati dan

kebahagiaan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Permainan yang dapat

memberikan kesenangan tersendiri yang merupakan bagian dari proses anak


34
Diana Mutiah, Psikologi Bermain …, h. 113
35
Mulyani Novi, Super Asyik Permainan Tradisional Anak Indonesia,
(Yogyakarta: Diva Press, 2016), h. 46
36
Beaty Janice J., Observasi Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana
Prenamedia Group, 2015), h. 133
37

berfikir dalam membuat aturan-aturan dalam hal bermain, adanya unsur-unsur

kesepakatan bersama dengan individu yang lain sehingga terciptalah sebuah

permainan untuk dimainkan. Selain itu permainan dapat mengembangkan

kemampuan yang dimiliki oleh seseorang baik dari segi pergaulan, kemampuan

jasmani dan rohani serta kemampuan dalam berfikir seseorang.

6. Jenis Permainan Anak

Menurut Johnson seperti yang dikutip sance mariana oleh menyatakan

bahwa ada tiga jenis bermain yaitu :37

1. Bermain Fungsional

Aktivitas bermain yang ditandai dengan gerakan otot yang berulang-

berulang dan sering dikenal dengan istilah motor play karena penekanannya pada

ketrampilan fisik seperti melompat, meloncat, melempar, menendang, memanjat,

berdiri di atas satu kaki, dan berlari. Selain penekanan ada motorik kasar, jenis

bermain ini juga turut mengembangkan motorik halus. Aktivitas ini akan

menumbuhkan rasa percaya diri anak dalam kegiatan bermain dengan teman

sebaya sekaligus menjadi fondasi di kemudian hari dalam kemampuan berolah

raga

2. Bermain Konstruktif.

Aktivitas bermain ini lebih menekankan kepada penggunaan objek atau

bahan yang dipakai sebagai sarana bermain, seperti membangun rumah dari

balok-balok atau kardus bekas, menggambar, melukis, membentuk lilin

mainan.Kegiatan bermain jenis ini berfokus pada perkembangan kognitif yang

37
Sance Mariana Tameon, Peran Bermain Bagi Perkembangan Kognitif …. h. 29
38

merangsang kreativitas dan imajinasi anak. Di samping itu, ketrampilan motorik

haluspun terasah, ketekunan dan konsentrasi sangat diperlukan dalam kegiatan

bermain ini;

3. Bermain Kasar Atau Mastery Play

Bermain kasar adalah aktivitas bermain untuk menguasai ketrampilan

tertentu melalui pengulangan yang mengarah kepada mengasah kecerdasan dan

mencari solusi. Contohnya puzzle dan teka-teki.

Adapun jenis-jenis media yang dapat digunakan pada kegiatan bermain

sambil belajar dalam mengembangkan kognitif anak, yaitu meliputi:38

a. Balok/kotak bangunan

Balok atau kotak bangunan fungsinya yaitu memperkenalkan kepada anak

berbagai bentuk kotak bangunan yang bisa mereka lihat sehari-hari.

b. Kotak-kotak huruf

Kotak-kotak huruf fungsinya yaitu untuk menarik minat bacadan

menyusun huruf dalam kata yang bermakna.

c. Papan pengenal warna

d. Papan planel

Papan planel berfungsi memperkenalkan konsep bilangan, dan bercerita

dengan papan planel.

e. Papan Geometris

Papan geometris berfungsi mengenalkan bentuk-bentuk geometris.

f. Kotak pos

38
Khadijah, Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini, (Medan: Perdana
Publishing, 2016),h. 128
39

Kotak pos berfungsi membandingkan bentuk-bentuk geometris.

g. Boneka

Boneka berfungsi untuk alat peraga dalam bermain sandiwarayang

berkaitan dengan perkembangan kognitif.

h. Loto

Loto berfungsi untuk mengembangkan imajinasi anak.

i. Domino benda yang sama atau kepingan gambar

Domino benda yang sama atau kepingan gambar berfungsi bagiguru untuk

memperlihatkan gambar sambil bertanya “Siapa yang tahu ini gambar (pepaya

dan satu)” anak menjawab “pepaya dan satu”.

j. Gelas ukur

Gelas ukur berfungsi untuk percobaan mencampur warna mengenalkan

konsep bilangan.

k. Ukuran panjang/pendek

Ukuran panjang/pendek berfungsi untuk mengukur tinggi/lebar/panjang.

l. Kotak kubus

Kotak kubus berfungsi untuk membentuk suatu benda dari kubus secara

mendatar.

m. Alat mengenal peraba

Alat mengenal peraba berfungsi untuk mengenalkan permukaan kasar dan

halus.

n. Bak air
40

Bak air berfungsi untuk melakukan berbagai percobaan

tenggelam,terapung, melayang, menyerap dan lain-lain.

o. Buku-buku (story reading)

Buku-buku berfungsi untuk merangsang minat baca.

p. Alat-alat yang ada di luar kelas

Alat-alat yang ada di luar kelas.Seperti ayunan, jungkat-jungkit,peluncur,

dan papan titian.

q. Puzzle

Puzzle merupakan sebuah permainan menggabungkan gambar yang

sebelumnya terpisah menjadi satu kesatuan yang memiliki arti. Dengan bermain

puzzle maka anak akan terlatih berfikir secara kritis. Mainan berupa gambar

terbagi dalam potongan-potongan yang beraneka bentuk, bahan, ukuran, dari

tingkat mudah smpai ke tingkat yang lebih rumit.39

C. Perkembangan Kognitif

1. Pengertian Perkembangan Kognitif

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan

menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-

organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-

39
Asrita Ahmad, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Bermain
Puzzle Terhadap Kemampuan Mencuci Tangan Anak Tunagrahita Di Slb Negeri I Gowa,
Skripsi; Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar (2018).
41

masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual,

dan tingkah laku ssebagai hasil interaksi dengan lingkungan.40

Proses perkembangan individu manusia melalui beberapa fase yang secara

kronologis dapat diperkirakan batas waktunya. Dalam setiap fase akan ditandai

dengan ciri-ciri tingkah laku tertentu sebagai karakteristik dari fase tersebut. Fase-

fase tersebut adalah sebagai berikut:41

1. Permulaan kehidupan (konsepsi)

2. Fase prenatal (dalam kandungan)

3. Fase kelahiran (± 0-9 bulan)

4. Masa bayi/anak kecil (± 0-1 tahun)

5. Masa kanak-kanak (± 1-5 tahun)

6. Masa anak-anak (± 5-12 tahun)

7. Masa remaja (± 12-18 tahun)

8. Masa dewasa awal (± 18-25)

9. Masa dewasa (± 25-45 tahun)

10. Masa dewasa akhir (± 45-55 tahun)

11. Masa akhir kehidupan (±55-tahun ke atas)

DalamDictionary of Psychology, perkembangan adalah tahapan-tahapan

perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan

organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri

organisme-organisme tersebut.42Sedangkan menurut Santrok dan Yussen (dalam

40
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan,(Jakarta: Kencana, 2011), h. 28-29
41
Ibid, h. 31-32
42
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung:
42

Mulyani Sumantri), perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang

dimulai pada saat terjadi pembuahan dan berlagsung terus selama siklus

kehidupan. 43 Salah satu aspek yang mengalami perkembangan manusia adalah

kognitif.

Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing,

berarti mengetahui.Dalam arti yang luas, cognition ialah perolehan, penataan dan

penggunaan pengetahuan. Selanjutnya kognitif juga dapat diartikan dengan

kemampuan belajar atau berfikir atau kecerdasan yaitu kemampuan untuk

mempelajari keterampilan dan konsep baru, keterampilan untuk memahami apa

yang terjadi di lingkungannya, serta keterampilan menggunakan daya ingat dan

menyelesaikan soal-soal sederhana.44

Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk

menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.

Kemampuan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Jadi

proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang

menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-

ide belajar. 45 Proses kognitif menurut Mirroh Fikriyati adalah proses manusia

untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia, yang meliputi proses berpikir,

belajar, menangkap, mengingat, dan memahami. 46 Sedangkan menurut Wowo

Sunaryo Kuswana, proses kognitif merupakan gabungan antara informasi yang

Remaja Rosdakarya, 2010), h. 41


43
Mulayani Sumantri, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Universitas
Terbuka,2011), h. 3.
44
Khadijah, Pengembangan Kognitif …, h. 31
45
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak …h.47
46
Mirroh Fikriyati, Perkembangan Anak Usia Emas (Golden Age),(Yogyakarta:
Laras Media Prima, 2013), h. 48
43

diterima melalui indera tubuh manusia dengan informasi yang telah ada dalam

ingatan jangka panjang.47

Husdarta dan Nurlan berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah

suatu proses terus menerus, namun hasilnya tidak merupakan sambungan

(kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya. 48 Perkembangan

kognitif adalah perkembangan kemampuan anak untuk mengekplorasi lingkungan

karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik maka dunia

kognitis anak berkembang pesat,makin kreatif bebas dan imajinatif. 49

Perkembangan kognitif merupakan perubahan kemampuan berfikir atau

intelektual.Pada anak tunagrahita keterkaitan perkembangan kognitif dan

intelegensi akan sangat penting. Anak tunagrahita menunjukkan kesulitan dalam

perolehan pengetahuan yang sifatnya tes. Kognitif meliputi proses di mana

pengetahuan itu diperoleh, disimpan, dan dimanfaatkan. Jika terjadi gangguan

perkembangan intelektual maka akan tercermin pada satu atau beberapa proses

kognitif seperti persepsi dan penalaran. Kecepatanbelajar anak tunagrahita tidak

sebaik anak yang normal atau tidak mengalami gangguanintelegensi, Sedangkan

untuk bisa mencapai atau pun mendekati capaian yang dimiliki oleh anak normal,

anak tunagrahita membutuhkan pengulangan-pengulangan yang sesuai karena

daya memori anak tunagrahita yang cenderung mudah lupa.50

47
Wowo Sunaryo Kuswara, Taksonomi Berpikir, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), h. 81
48
Husdarta Dan Nurlan, Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta Didik,
(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 169.
49
Yudrik jahja, Psiklogi…h. 185
50
Arif Rohman Hakim, Jurnal Ilmiah Penjas, Issn : 2442-3874 Vol 4. No. 3 Juli
2018 Mendorong Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Melalui Permainan
Edukatif.
44

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan

kognitif sangat penting bagi anak mengingat kognitif adalah tahapan-tahapan

perubahan yang dialami oleh individu dimana kemampuan pemikiran seorang

individu dalam merespon fenomena di sekitar mereka untuk mengembangkan

kemampuannya dalam mencari tahu, berpikir, memahami, mengingat, dan juga

memecahkan masalah di sekitar mereka.

2. Teori Perkembangan Kognitif

Dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun

1896-1980.Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi

perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang

bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia

dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada

kenyataan. Teori ini membahas muncul dan diperolehnya schemata-skema

tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannyadalam tahapan-tahapan

perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan

informasi secara mental. Teori ini berpendapat bahwa kita membangun

kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya

terhadap lingkungan.Untuk pengembangan teori ini, pieget memperoleh Eramus

Prize ia membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui

empat periode utama yang berkolerasi dengan semakin canggih seiring

pertambahan usia.51

3. Tahap perkembangan kognitif

51
Yudrik Jahja, Psikologi … hal. 115
45

Tahap-tahap perkembangan pemikiran ini dibedakan Piaget atas 4 tahap,

yaitu sebagai berikut:52

a. Sensori motor (0-2 tahun)

Pada tahap ini bayi bergerak pada tindakan refleks insting padasaat lahir

sampai permulaan pemikiran simbolis.Bayi membangun suatu pemahaman

tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan

tindakan fisik.

b. Pra Operasional (2-7 tahun)

Pada tahap ini anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata

(bahasa) dan gambar-gambar.Hal ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran

simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik.

c. Operasional Konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-

peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda kedalam bentuk-

bentuk yang berbeda.

d. Operasional Formal (11-15 tahun)

Pada tahap ini anak mampu berfikir denga cara yang lebih abstrak dan

logis Pemikirannya menjadi lebih idealistik.

4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

52
Septi Fitriana, Peranan Permainan Edukatif ….h. 134-135
46

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif namun

sedikitnya faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan

diantaranya: 53

a. Faktor Hereditas/Keturunan

Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat

Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa

potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.Taraf intelegensi

sudah ditentukan sejak anak dilahirkan.

b. Faktor Lingkungan

Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke.Locke

berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih

yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa. Taraf intelegensi ditentukan

oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.

c. Faktor Kematangan

Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai

kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan dengan

usia kronologis.

d. Faktor Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang

mempengaruhi perkembangan intelegensi.Ada dua pembentukan yaitu

53
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak ….h.59-60
47

pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh

alam sekitar).

e. Faktor Minat dan Bakat

Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan

untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi

tingkat kecerdasannya. Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin

mudah dan cepat mempelajarinya.

f. Faktor Kebebasan

Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti

manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas

memilih masalah sesuai kebutuhan.

5. Klasifikasi Pengembangan Kognitif

Dengan pengetahuan pengembangan kognitif akan lebih mudah untuk

orang dewasa lainnya dalam menstimulasi kemampuan kognitif anak sehingga

akan tercapai optimalisasi potensial pada masing-masing anak. Adapun tujuan

pengembangan kognitif diarahkan pada pengembangan kemampuan auditory,

visual, taktik, kinestik, aritematika, geometri, dan sains permulaan. Uraian

masing-masing bidang pengembangan ini sebagai berikut:54

a. Pengembangan Auditory

Kemampuan ini berhubungan dengan bunyi atau indra pendengaran anak,

seperti:

1) Mendengarkan atau menirukan bunyi yang didengar sehari-hari


2) Mendengarkan nyanyian atau syair dengan baik

54
Ibid., h. 61-63
48

3) Mengikuti perintah lisan dengan sederhana


4) Mendengarkan cerita dengan baik
5) Mengungkapkan kembali cerita sederhana
6) Menebak lagu atau apresiasi music
7) Mengikuti ritmis dengan bertepuk
8) Menyebutkan nama-nama hari dan bulan
9) Mengetahui asal suara
10) Mengetahui nama benda yang dibunyikan
b. Pengembangan Visual

Kemampuan ini berhubungan dengan penglihatan, pengamatan, perhatian,

tanggapan, dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitarnya.

Adapun kemampuan yang akan dikembangkan, yaitu:

1) Mengenali benda-benda sehari hari

2) Membandingkan benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang lebih

kompleks

3) Mengetahui benda ukuran, bentuk, atau dari warnanya

4) Mengetahui adanya benda yang hilang apabila ditunjukkan sbuah yang

belum sempurna atau janggal

5) Menjawab pertanyaan tentang sebuah gambar dari seri lainnya

6) Menyusun potongan teka-teki mulai dari sederhana sampai yang tersulit

7) Mengenali namanya sendiri bila ditulis

8) Mengenali huruf dan angka

c. Pengembangan Taktik

Kemampuan ini berhubungan dengan pengembangan tekstur (indra

peraba). Adapun kemampuan yang akan dikembangkan yaitu:


49

1) Mengembangkan akan indera sentuhan

2) Mengembangkan kesadaran akan berbagai tekstur

3) Mengembangkan kosakata untuk menggambarkan berbagai tekstur

4) Bermain air

5) Bermain dengan plastisin

d. Pengembangan Kinestik

Kemampuan ini berhubungan dengan kelancaran gerak

tangan/keterampilan tangan atau motoric halus yang memengruhi perkembangan

kognitif. Kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan tangan dapat

dikembangkan dengan permainan-permainan yaitu:

1) Finger painting dengan tepung kanji

2) Menjiplak huruf-huruf geometri

3) Melukis dengan cat air

4) Mewarnai dengan sederhana

5) Menjahit dengan sederhana

6) Merobek kertas Koran

7) Mampu menggunakan gunting dengan baik

8) Mampu menulis

e. Pengembangan Aritmetika

Kemampuan yang diarahkan untuk penguasaan berhitung atau konsep

berhitung permulaan. Adapun kemampuan yang akan dikembangkan yaitu:

1) Mengenali dan membilang angka


50

2) Menyebut urutan bilangan

3) Menghitung benda

4) Mengenali himpunan dengan nilai bilangan berbeda

5) Mengerjakan atau menyelesaikan penjumlahan, pengurangan, perkalian,

dan pembagian dengan menggunakan konsep dari konkret ke abstrak

f. Pengembangan Geometri

Kemampuan ini berhubungan dengan pengembangan konsep bentuk dan

ukuran.Adapun kemampuan yang akan dikembangkan yaitu:

1) Memilih benda menurut warna, bentuk dan ukurannya

2) Mencocokkan benda menurut warna, bentuk dan ukurannya

3) Membandingkan benda menurut ukurannya besar, kecil, panjang, lebar,

tinggi dan rendah

4) Mengukur benda secara sederhana

g. Pengembangan Sains Permulaan

Kemampuan ini berhubungan dengan berbagai percobaan atau

demonstrasi sebagai suatu pendekatan secara saintik atau logis tetapi tetap dengan

mempertimbangkan tahapan berpikir anak. Adapun kemampuan yang akan

dikembangkan, yaitu:

1) Mengekplorasi berbagai benda yang ada disekitar

2) Mengadakan berbagai percobaan sederhana

3) Mengomunikasikan apa yang telah diamati dan diteliti.


51

6. Teori Kognitif Bermain55

a. Jean Pieget

Para tokoh yang tergabung dalam teori kognitif antara lan Jean Piaget,

Vygotsky, Bruner, Sutton Smith serta Singer, masing-masing memberikan

pandangannya mengenai bermain. Piaget berpendapat bahwa anak menciptakan

sendiri pengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka, mereka

berlatih menggunakan informasi-informasi yang sudah mereka dengar

sebelumnya dengan menggabungkan informasi baru dengan keterampilan yang

sudah dikenal, mereka juga menguji pengalamannya dengan gagasan-gagasan

baru.

Menurut Piaget, anak menjalani tahapan perkembangan kognisi sampai

akhirnya proses berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Sejalan

dengan tahapan perkembangan kognisinya, kegiatan bermain mengalami

perubahan dari tahap sensori motor, bermain khayal sampai kepada bermain sosial

yang disertai aturan permainan.Dalam teori Piaget, bermain bukan saja

mencerminkan sikap perkembangan kognisi anak, tetapi juga memberikan

sumbangan terhadap perkembangan kognisi itu sendiri.Piaget mengemukakan

bahwa saat bermain anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka belajar

mempraktikkan dan mengonsolidasikan keterampilan yang baru

diperoleh.Walaupun bermain bukan penentu utama untuk perkembangan kognisi,

bermain memberi sumbangan penting.

55
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak…h. 101-103
52

Perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan kecerdasan

seseorang, maka taraf kecerdasan seseorang anak akan memengaruhi kegiatan

bermainnya. Artinya bila anak mempunyai taraf kecerdasan di bawah rata-rata,

kegiatan bermain mengalami keterbelakangan dibandingkan anak lain yang

seusia. Misalnya seorang yang tergolong terpelakang mental sedang (IO sekitar 50

menurut skala Weesler), walaupun sudah berusia 17 tahun perilaku bermainnya

sama seperti anak usia prasekolah, dia tidak mampu mengikuti kegiatan bermain

yang membutuhkan strategi.

b. Teori Kognitif Vygotsky

Vygotsky (1967) berpendapat bahwa bermain mempunyai peran langsung

terhadap perkembangan kognisi seorang anak.Vygotsky menekankan pemusatan

hubungan sosial sebagai hal penting yang memengaruhi perkembangan kognitif

karena pertama-tama anak menemukan pengetahuan dalam dunia sosialnya,

kemudian menjadi bagian dari perkembangan kognitifnya.Bermain merupakan

cara berpikir anak dan cara anak memecahkan masalah. Anak kecil tidak mampu

berpikir abstrak karena bagi mereka, meaning (makna) dan objek berbaur menjadi

satu.Dibandingkan dengan situasi lain, dalam bermain anak memiliki perhatian

(atensi), daya ingat, bahasa, dan aspek sosial yang lebih baik.

Vygotsky memandang bermain identik dengan kaca pembesar yang dapat

menelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial sebelum

diaktualisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam kondisi formal seperti di

sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifatmenyeluruh dalam

pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peran


53

penting dalam perkembangan sosial dan emosi anak. Ketiga aspek yaitu kognisi,

sosial dan emosi saling berhubungan satu sama lain dan sudah tergambar jelas

pada contoh yang diberikan saat bermain pura-pura.

D. Anak Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Istilah tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan penurunan

kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas,

dan kuantitas.Tunagrahita mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat

kecerdasan yang terganggu.Tunagrahita dapat berupa cacat ganda, yaitu cacat

mental yang dibarengi dengan cacat fisik.Ada juga yang disertai dengan gangguan

pendengaran.Tidak semua tunagrahita memiliki cacat fisik.tunagrahita ringan

lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara umum

pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki

keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang

membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang

maksimal.56

Penyandang tunagrahita atau cacat grahita adalah mereka yang memiliki

kemampuan intelektual atau IQ dan keterampilan penyesuaian dibawah rata-

56
Dinie Ratrie Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta
: Psikosain, 2016), h. 16
54

rata.Tidak seperti anak-anak pada umumnya yang lahir normal dan memiliki

kecerdasan baik.Ketunaan ini dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu

golongan ringan atau mampu didik, golongan sedang atau mampu latih dan

golongan cacat grahita berat. Cacat grahita umumnya ganda, bercampur dengan

kecacatan yang lain. Kelainan ini akan tampak jelas setelah anak memasuki taman

kanak-kanak, atau setelah masuk sekolah. Karena ditempat barunya itu anak akan

dituntut untuk unjuk kerja akademik. 57

Istilah anak tunagrahita dalam beberapa referensi disebut pula dengan

keterbelakangan mental, lemah ingatan, retardasi metal, cacat mental, mental

subnormal dan sebagainya.Seseorang dikategorikan berkelainan mental

subnormal atau tunagrahita, jika memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian

rendahnya (dibawah normal), sehinnga untuk meniti tugas perkembangannya

memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program

pendidikannya.58Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak

yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata.Kepustakaan bahasa

asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded (retardasi

mental), mental deficiency, mental defective, down syndromedan lain-lain.Tuna

berarti merugi dan grahita berarti pikiran.Definisi menurut peraturan Pemerintah

57
Azmi Sita Fithriyani, Perkembangan Kognitif Dan Psikomotorik Anak
Tunagrahita…. h. 23-24
58
Febri Eka Wati, Bimbingan Anak Tunagrahita Dalam Meningkatkan Belajar
Di Slb Darmabakti Kemiling Bandar Lampung, Skripsi: Jurusan Bimbingan Dan
Konseling Islam, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung, 2016
55

RI nomor 72 tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang mengalami retardasi

mental disebut sebagai tunagrahita.59

MenurutSoetjiningsih Tunagrahita masih merupakan dilema dan sumber

kecemasan bagi keluarga dan masyarakat, karena kondisi ini menyebabkan anak

mengalami hambatan dalam intelegensi dan interaksi sosialnya.Menurut Gunarsa

Anak tunagrahita keadaan perkembangan pikirannya tertahan atau tidak komplet

sehingga mempengaruhi kemampuan kognitif, keterbatasan dalam kemampuan

kognitif erat kaitannya dengan proses berpikir seperti bahasa, belajar, dan

ingatan.60

Menurut Apriyanto anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan

memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai

hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya.Mereka memiliki

keterlambatan dalam segala bidang dan itu sifatnya permanen.Rentang memori

mereka pendek terutama yang berhubungan dengan akademik, kurang dapat

berpikir abstrak dan pelik.61

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa anak tuna grahita adalah anak

yang mengalami keterbatasan dalam perkembangan intelegensi atau proses

berfikir disertai kemampuan bersosialisasi/bergerak dengan IQ-nya dibawah rata-

59
Selvie Atesya Kesumawati, Pengembangan Gerak Dasar Melalui Aktivitas
Bermain Pada Anak Tunagrahita, Skripsi, Program Studi Pendidikan Olahraga
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang 2019, h. 51
60
Sutinah, Terapi Bermain Puzzle Berpengaruh Terhadap Kemampuan Memori
Jangka Pendek Anak Tunagrahita, Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema
Kesehatan. Vol 4(3) Oktober 2019. h.631
61
Winona Ramadhani Ananta, Tingkat Kemampuan Melempar Bola Pada
Permainan Bocce Anak Tuna Grahita Ringan Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Kulon Progo
Tahun Ajaran 2019/2020, Skripsi,Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta 2020, h. 23
56

rata pada normal nya anak-anak sehingga mereka mengalami hambatan dalam

berinteraksi dan beraktivitas sehari-hari yang membutuhkan bantuan orang lain.

2. Faktor Penyebab Keluarbiasaan atau Tunagrahita

Adapun faktor penyebab keluarbiasaaan yaitu:62

a. Faktor keturunan(hereditas) bawaan dari turunan atau orangtua

b. Faktor sebelum lahir (prenatal) ketika dalam kandungan keracunan,

kekurangan gizi, terkena infeksi waktu hamil, ibunya menderita menderita

penyakit kronis dan lain-lain

c. Faktor ketika lahir tahun (natal) persalinan yang lama sehingga kehabisan

cairan persalinan dibantu dengan alat saraf terganggu

d. Faktor sesudah lahir (postnatal) karena sakit kecelakaan atau karena salah

obat.

Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan

baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor lingkungan:

a. Faktor Keturunan

1) Kelainan kromosom dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari

bentuk dapat berupa inversiatau kelainan yang menyebabkan berubahnya

urutan gen karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalan meiosis), yaitu

salah satu pasangan sel tidak membelah sehingga terjadi kekurangan

kromosom pada salah satu sel; duplikasi yaitu kromosom tidak berhasil

memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel

62
Mm. Shinta Pratiwi, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusu,(Semarang:
Universitas Press, 2011), h. 4
57

lainnya; translokasi, yaitu adanya kromosom yang patah dan patahannya

menempel pada kromosom lain. Kelainan gen.

2) Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari

luar namun tetap dalam tingkat genotif.

b. Gangguan Metabolisme dan Gizi

Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam

perkembangan individu terutamaperkembangan sel-sel otak.Kegagalan

metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan gizi dapatmengakibatkan

terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.

c. Infeksi dan Keracunan

Keadaan ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin

masih berada didalam kandungan. Penyakit yang dimaksud antara lain rubella

yang mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran,

penyakit jantung bawaan, berat badan sangat kurang ketika lahir, syphilis bawaan,

syndrome gravidity beracun.

d. Trauma dan Zat Radioaktif

Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena

radiasi zat radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan.Trauma

yang terjadi pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit

sehingga memerlukan alat bantuan.Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar X

selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.

e. Masalah pada Kelahiran


58

Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai

hypoxia yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan napas

pendek. Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada

kelahiran yang sulit.

f. Faktor Lingkungan

Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya

ketunagrahitaan.Telah banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal

ini, salah satunya adalah penemuan Patton & Polloway, bahwa bermacam-macam

pengalaman negatif atau kegagalan dalammelakukan interaksi yang terjadi selama

periode perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan.Latar

belakang pendidikan orangtua sering juga dihubungkan dengan masalahmasalah

perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini

serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan positif dalam masa

perkembangan anak menjadi penyebab salah satu timbulnya gangguan.63

Menurut para ahli tunagrahita dapat terjadi diantaranya sebagai berikut: 64

a. Prenatal (sebelum lahir)

Yaitu terjadi pada waktu bayi masih dalam kandungan, penyebabnya

seperti : campak, diabetes, cacar, virus tokso, juga ibu hamil yang kekurangan

gizi, pemakaian narkoba(naza) dan juga perokok berat

b. Natal (waktu lahir)

Proses melahirkan yang susah, terlalu lama, dapat mengakibatkan bayi

kekurangan oksigen pada bayi, juga tulang panggul ibu yang terlalu kecil. Dapat

63
Dinie Ratrie Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan …, h. 19-20
64
Mm. Shinta Pratiwi, Psikologi Anak Berkebutuhan …, h. 31-32
59

mengakibatkan otak terjepit dan menimbulkan pendarahan pada otak (anoxia),

juga proses melahirkan yang menggunakan alat bantu (penjepit atau tang)

c. Pos Natal (sesudah lahir)

Pertumbuhan bayi yang kurang baik seperti gizi buruk, busung lapar,

demam tinggi yang disertsi kejang-kejang, kecelakaan, radang selaput otak

(meningitis), dapat menyebabkan seorang anak menjadi ketunaan (tunagrahita).

3. Karakteristik Anak Tunagrahita

Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi:65

1) Fisik (penampilan)

a. Hampir sama dengan anak normal

b. Kematangan motorik lambat

c. Koordinasi gerak kurang

d. Anak tunagrahita berat dapat kelihatan

2) Intelektual

a. Sulit mempelajari hal-hal akademik

b. Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf

anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50-70

65
Ibid; h. 32-33
60

c. Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf

anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30-50

d. Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal

usia 3-4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.

3) Sosial dan Emosi

a. Bergaul dengan anak yang lebih muda

b. Suka menyendiri

c. Kurang dinamis

d. Kurang pertimbangan/kontroldiri

e. Kurang konsentrasi

f. Mudah dipengaruhi
g. Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain

Ada beberapa karakteritik umum anak tunagrahita antara lain yaitu: 66

a. Keterbatasan intelegensi

Intelegensi merupakan fungsi yang komplek yang dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilanketerampilan

menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi kehidupan baru, belajar

dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis,

menghindari kesalahan-kesalahan, mangatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan

untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam

semua hal tersebut.Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat

66
Febri Eka Wati, Bimbingan Anak Tunagrahita Dalam Meningkatkan Belajar
Di Slb Darmabakti Kemiling Bandar Lampung, Skripsi: Jurusan Bimbingan Dan
Konseling Islam, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Raden Intan Lampung, 2016
61

abstrak seperti belajar berhitung, menulis den membaca juga terbatas.Kemampuan

belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.

b. Keterbatasan sosial

Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga

memiliki dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka

memerlukan bantuan.

c. Keterbatasan fungsi-fungsi mental

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untukmenyelesaikan

reaksi pada situasi yang baru dikenalnya.Mereka memperlihatkan reaksi

terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari

hari kehari.Anak tunagrahita tidak bisa menghadapi suatu kegiatan atau tugas

dalam jangka waktu yang lama.Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam

penguasaan bahasa, selain itu anak tunagrahita kurang mampu untuk

mempertimbangkan sesuatu.

4. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan tes IQ menurut American

Psychological Association (APA) adalah:67

a. Mild. Kategori tunagrahita ringan atau mampu didik. Rentang IQ

mencapai 50-70. Seseorang yang termasuk kategori ini tidak menunjukkan

kelainan fisik yang mencolok dan masih mampu dididik oleh sekolah

umum dengan tambahan perhatian. Mereka juga mampu melakukan

67
Minsih, Pendidikan Inklusi Sekolah Dasar Merangkul Perbedaan Dalam
Kebersamaan, (Universitas Muhammadiyah Surakarta: Muhammadiyah University
Press), h. 35-36
62

pekerjaan sederhana tanpa pengawasan, misalnya merawat diri (memakai

baju, makan dan lain-lain)

b. Moderate. Dikategorikan tunagrahita sedang atau mampu latih. Rentang

IQ 36-51. Mereka mampu belajar keterampilan sekolah, misalnya merawat

diri sendiri (self-help) dan dapat mengerjakan pekerjaan rutin namun perlu

pengawasan

c. Severe. Dikategorikan tunagrahita berat atau mampu rawat. IQ berkisar

20-35. Mereka membutuhkan pengawasan secara terus-menerus karena

tidak mampu merawat diri sendiri. Ciri khususnya mengalami kesulitan

berbicara dan lidah sering keluar bersamaan dengan air liurnya. Kondisi

fisiknya lemah, sehingga hanya dilatih pada saat fisiknya memungkinkan.

Sehingga memerlukan bantuan untuk merawat diri dan beraktivitas

lainnya.

d. Provound. Kategori tunagrahita sangat berat. IQ ≤20. Pada kategori ini

memiliki gangguan fisik maupun intelegensi yang serius. Adannya

kerusakan pada bagian otak, sehingga tidak memungkinkan untuk

melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain.

Berikut adalah karakteristik anak tunagrahita yang lebih spesifik

berdasarkan berat ringannya kelainan, yaitu:68

a. Mampu didik

Mampudidik merupakan istilah pendidikan yang digunakan untuk

mengelompokkan tunagrahita ringan.Mereka masih mempunyai kemampuan

68
Dinie Ratrie Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan …, h. 17-18
63

untuk dididik dalam bidang akademik yang sederhana (dasar) yaitu membaca,

menulis, dan berhitung. Anak mampudidik kemampuan maksimalnya setara

dengan anak usia 12 tahun atau kelas 6 sekolah dasar, apabila mendapatkan

layanan dan bimbingan belajar yang sesuai maka anak mampu didik dapat lulus

sekolah dasar.

b. Mampulatih.

Tunagrahita mampulatih secara fisik sering memiliki atau disertai dengan

kelainan fisik baik sensori maupun motoris, bahkan hampir semua anak yang

memiliki kelainan dengan tipe klinik masuk pada kelompok mampulatih sehingga

sangat mudah untuk mendeteksi anak mampulatih, karena penampilan fisiknya

(kesan lahiriah) berbeda dengan anak normal yang sebaya.Kemampuan akademik

anak mampulatih tidak dapat mengikuti pelajaran walaupun secara sederhana

seperti membaca, menulis, dan berhitung.

c. Perlurawat.

Anak perlurawat adalah klasifikasi anak tunagrahita yang paling berat, jika

pada istilah kedokterandisebut dengan idiot.Anak perlurawat memiliki kapasitas

intelegensi dibawah 25 dan sudah tidak mampu dilatih keterampilan apapun.

5. Kebutuhan Pendidikan Anak Tunagrahita

Berikut beberapa landasan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi

anak tunagrahita, yaitu:69

a. Adanya kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.

69
Ibid; h. 21
64

Anak tunagrahita sebagaimana manusia lainnya, bahwa mereka dapat

dididik dan mendidik. Anaktunagrahita ringan mendidik diri sendiri dalam hal-hal

sederhana, misalnya cara makan-minum bahkan dapat belajar hingga tingkat SD,

dan anak tunagrahita sedang, berat, dan sangat berat dapatdididik dengan

mengaktualisasikan potensi yang dimiliki, misalnya menggulung benang.

2. Perlunya pencapaian kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita.

Landasan ini meliputi: landasan agama dan perikemanusiaan yang

mengakui bahwa tiap insan wajibbertakwa kepada Tuhan dan memiliki hak yang

sama dalam memperoleh pendidikan, landasan falsafah bangsa, landasan hukum

positif, landasan sosial ekonomi dan martabat bangsa.

3. Cara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak tunagrahita.

Cara memenuhi kebutuhan pendidikan ini meliputi: persamaan hak dengan

anak normal, perbedaanindividual harus didasarkan pada karateristik kebutuhan

anak secara khusus, didasarkan pada keterampilan praktis, sikap rasional dan

wajar.

Adapun Pelayanan pendidikan bagi anak Tunagrahita dapat diberikan

pada:70

a. Kelas Transisi.

Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus

termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler,

sehingga padasaat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas

70
Nur Eva, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Malang: Fakultas Pendidikan
Psikologi Universitas Negeri Malang, 2015), h. 53-56
65

transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan

kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

b. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada

Sekolah LuarBiasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan

pembimbing/pengajar guru khususdan teman sekelas yang dianggap sama

keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di

kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C,

sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLBC1

c. Pendidikan Terpadu.

Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler.

Anaktunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang

samadengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak

mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari

Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau

ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang

tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang

biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties)

atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).

d. Program Sekolah di Rumah.

Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu

mengkutipendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit.

Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau
66

terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan

masyarakat.

e. Pendidikan Inklusif.

Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak

berkebutuhan khusus,terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan

Inklusi. Model ini menekankanpada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi

anak dengan prinsip “Education for All”.Layanan pendidikan inklusi

diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama

dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas

inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu

guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa

tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak

diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini

pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.

f. Panti (Griya) Rehabilitasi.

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang

mempunyaikemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki

kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik.Program di panti

lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal:

a) Pengenalan diri

b) Sensori motor dan persepsi

c) Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)

d) Kemampuan berbahasa dan


67

e) Bina diri dan kemampuan sosial.

f) Komunikasi

Tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah, sebagai berikut:

a. Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan adalah agar anak dapat

mengurus dan membina diri, sertadapat bergaul di masyarakat.

b. Tujuan pendidikan anak tunagrahita sedang adalah agar anak dapat

mengurus diri; seperti makanminum,dan dapat bergaul dengan anggota

keluarga dan tetangga.

c. Tujuan pendidikan anak tunagrahita berat dan sangat berat adalah agar

dapat mengurus diri secara sederhana seperti memberi tanda atau kata-kata

ketika menginginkan sesuatu, seperti makan dan buang air.


BAB III

METODODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB Negeri Aceh Timur alasan peneliti

mengambil lokasi ini karena permasalahan yang diteliti ada di tempat tersebut dan

sudah pernah melaksanakan On the Job Trainee di SLB Negeri Aceh Timur,

sehingga mempermudahkan untuk melakukan penelitian.Pemilihan lokasi ini juga

karena peneliti sudah mengenal dan mengetahui tentang anak tunagrahita

dilapangan dan mempermudah peneliti dalam mengambil data sekolah di SLB

Negeri Aceh Timur.

B. Jenis Penelitian

Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pada prinsipnya

ingin memberikan, menerangkan, mendeskripsikan secara kritis, atau

menggambarkan suatu fenomena, suatu kejadian, atau suatu peritiwa interaksi

social dan masyarakat untuk mencari dan menemukan makna (meaning), dalam

konteks yang sesungguhnya (natural setting). Oleh karena itu, semua jenis

penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dengan mengumpulkan data lunak (soft

data), bukan hard data, yang akan diolah dengan statistik. Seperti juga dalam

penelitian dengan pendekatan kuantitatif, pengumpulan data dengan pendekatan

kualitatif ada yang berupa penelitian lapangan (field research), dan ada pula

penelitian kepustakaan (library research).71

71
A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif& Penelitian Gabungan,
(Kencana: Jakarta), h. 338

76
69

Adapun jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis

penelitian kualitatif deskriptif, dimana data yang dikumpulkan berbentuk kata-

kata, gambar, dan bukan angka-angka. 72 Pendekatan deskriptif kualitatif adalah

data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-

angka.73 Sehingga tujuan dari penelitian ini yakni dengan metode deskriptif maka

akan mendiskripsikan data yang diperoleh, baik berupa gambar atau tulisan secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki.

Metode ini sejalan dengan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu untuk

memperoleh data dan informasi yang dapat menggambarkan tentang Peran Teknik

Bermain dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita di

Sekolah Luar Biasa Negeri Aceh Timur.

C. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung (dari tangan

pertama).Data yang diperoleh dari informan (guru-guru di Sekolah Luar Biasa

Negeri Aceh Timur) melalui wawancara. Adapun informan yang akan

diwawancarai adalah guru PLB (Pendidikan Luar Biasa) di Sekolah Luar Biasa

Negeri Aceh Timur.

72
Sugiono, metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 22
73
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosadakarya,
1989), h. 6
70

b. Data Sekunder

Data pendukung atau data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada.

Data laporan yang diperoleh dari orang lain kemudian dari buku, jurnal, majalah,

dan internet yang dapat menjadi referensi bagi penelitian ini.

D. Metode Pengumpulan Data

Observasi, wawancara, dokumen pribadi dan remi, foto, rekaman, gambar,

dan percakapan informal semua merupakan sumber data kualitatif.Sumber yang

paling umum digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumen, kadang-

kadang dipergunakan secara bersama-sama dan kadang-kadang secara individual.

Semua jenis data ini memiliki satu aspek kunci secara umum analisisnya terutama

tergantung pada keterampilan integrative dan interpretative dari

peneliti.Interpretasi diperlukan karena data yang dikumpulkan jarang berbentuk

angka dan karena data kaya rincian dan panjang.74

Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka peneliti akan

turun ke lapangan guna memperoleh data. Data yang akan didapatkan berasal dari

seorang informan. Seorang informan adalah guru yang mengajar di Sekolah Luar

Biasa Negeri Aceh Timur. Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,

maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,

dan dokumentasi. Adapun pengumpulan data yang akan dilaksanakan dalam

penelitian ini diantaranya yaitu:

74
Prof. Dr. Emzir, M.Pd, Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2012), h. 37
71

1. Observasi

Observasi adalah proses pengamatan yang disertai dengan pemusatan

perhatian terhadap suatu obyek dan gejala-gejala yang perlu diamati. Observasi

harus dilakukan secara sistematis dan bertujuan. 75 Observasi dalam penelitian

dilaksanakan dengan teknik partisipan (participant observation), yaitu observasi

yang dilaksanakan dengan cara peneliti melibatkan diri atau berinteraksi pada

kegiatan yang dilakukan oleh subyek dalam lingkungannya, mengumpulkan data

secara sistematik dalam bentuk catatan lapangan.

Peneliti hadir di lokasi penelitian berusaha memperhatikan dan mencatat

secara terperinci dimana peneliti mengamati:

a. Peran teknik bermain

1) Kemampuan bermain tunagrahita

2) Permainan

3) Hambatan

b. Perkembangan kognitif

1) Kemampuan kognitif tunagrahita

2) Permainan kognitif

2. Wawancara atau Interview

Wawancara didefinisikan sebagai teknik pengumpulan data dengan cara

tanya-jawab lisan yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan

penelitian. Pada umumnya interview dilakukan oleh dua orang atau lebih, satu

pihak sebagai pencari data (interviewer) pihak yang lain sebagai sumber data

75
Anwar Sutoyo, Pemahaman Individu Observasi, Cheklist, Interviu, Kuesioner,
Sosiometri, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2017), h. 102
72

(interviewe) dengan memanfaatkan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan

lancer.76Dalam bentuknya yang paling sederhana wawancara terdiri atas sejumlah

pertanyaan yang dipersiapkan oleh peneliti dan diajukan kepada seseorang

mengenai topik penelitian secara tatap muka dan peneliti merekam jawaban-

jawabannya sendiri.77Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan

guru Pendidikan Luar Biasa (PLB). Untuk pedoman wawancara peneliti

lampirkan pada bagian lampiran.

3. Dokumentasi

Dokumenmerupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu yang

sudah berlalu.Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau

kejadian dalam situasi social yang sesuai dan terkait dengan fokus penelitian

adalah sumber informasi yang sangat berguna dalam penelitian

kualitatif.Dokumen itu dapat berbentuk teks tertulis, artefacts, gambar, maupun

foto.Dokumen tertulis dapat pula sejarah kehidupan (ilife histories), biografi,

karya tulis, dan cerita.Disamping itu ada pula material budaya, atau hasil karya

seni yang merupakan sumber informasi dalam penelitian kualitatif.78

E. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian kualitatif yaitu informan penelitian yang

memahami informasi tentang objek penelitian.Informan yang dipilih harus

memiliki kriteria agar informasi yang didapatkan akurat dan bermanfaat untuk

76
Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos., M.Si, Penelitian Kualitatif Komunikasi,
Ekonomi,Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya(Jakarta: Kencana, 2007), h. 146
77
Prof. Dr. Emzir, M.Pd, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Raja
Pers, 2012), h. 49-50
78
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif &Penelitian
Gabungan, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 391
73

penelitian yang dilakukan. Informan dalam penelitian ini adalah Bapak

Muhammad Azni, sebagai informan utama dalam peneliti ini, Pak Azni adalah

seorang guru Pendidikan Luar Biasa Spesialis Tunagrahita yang memberikan

informasi terkait dengan penelitian berupa perkembangan kognitif anak

tunagrahita. Alasan di pilih informan tersebut karena informan sudah pasti

mengetahui dan memiliki pemahaman sebagaimana spesialisnya dibidang

mengajari anak tunagrahita. Adapun informan yang kedua adalah ibu Siti Aida

Putri Salasa sebagai informan pendukung yang merupakan guru wali kelas

Tunarungu, walaupun beliau guru tunarungu beliau juga mengetahui perihal

tunagrahita dimana beliau juga masuk di kelas tunagrahita. Alasan dipilih ibu Siti

sebagai informan pendukung untuk melihat hasil dari kedua peran guru tersebut

dalam perkembangan kognitif anak tunagrahita.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu

sendiri sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian,

memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas

temuannya.79 Selain itu, instrumen dalam penelitian ini juga menggunakan korpus

data, pedoman wawancara, pedoman observasi, Android untuk mendokumentasi

proses wawancara, buku dan alat tulis, yang dipakai untuk mendokumentasi

proses wawancara, buku dan alat tulis, yang dipakai untuk memudahkan peneliti

dalam pengumpulan data.

79
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, (bandung: Alfabeta, 2010). h. 305
74

G. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Teknik pengujian keabsahan data adalah sebuah keakuratan, keabsahan

dan kebenaran data yang sudah dikumpulkan dan dianalisis sejak awal penelitian

sehingga dari analisis tersebut dapat menentukan kebenaran dn ketetapan hasil

penelitian sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Triangulasi merupakan

teknik yang dilakukan untuk meningkatkan derajat keakuratan data sebagai

bentuk teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.80

Dalam penelitian ini untuk menguji keabsahan data menggunakan teknik

sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong, yaitu:81

1. Ketekunan Pengamatan

Penyajian keabsahan data dengan ketekunan pengamatan dilakukan

dengan cara mengamati dan membaca secara cermat sumber data penelitian

sehingga data yang diperlukan dapat diidentifikasi. Selanjutnya, dapat diperoleh

deskripsi-deskripsi yang akurat dalam proses perincian maupun penyimpulan.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memamfaatkan sumber yang lain diluar data sebagai pengecekan atau

pembanding data. Jadi, triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan

perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi

sewaktu pengumpulan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai

80
Sugiyono, Metode Penelitian …. h. 330
81
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Remajda Rosda Karya,
2001), h. 175-178
75

pandangan. Dengan kata lain triangulasi peneliti dapat me-recheck temuannya

dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, dan teori.

Dalam kaitan ini ada dua metode triangulasi yang digunakan untuk

pemeriksaan data, yaitu:

a. Triangulasi metode dan teknik pengumpulan data. Dalam hal ini, metode

dan teknik pengumpulan data tidak hanya digunakan untuk sekedar

mendapatkan data tetapi untuk menentukan keabsahan data

b. Triangulasi data dengan pengecekan yang dibantu oleh teman sejawat,

serta pihak-pihak lain yang telah memahami penelitian ini

c. Kecukupan referensial penyajian data dengan kecukupan referensial

dilakukan dengan membaca dan menelaah sumber-sumber data dan

sumber pustaka yang relevan dengan masalah penelitian secara berulang-

ulang agar dapat memperoleh melalui pemahaman yang memadai.

H. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data

kedalam pola atau kategori uraian satuan dasar sehingga lebih mudah untuk

dibaca dan di interprestasikan.82 Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti

adalah teknik analisi model interaktif dari Miles dan Huberman yang mencakup

tiga kegiatan yang bersamaan yaitu berupa reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan.83

82
Ibid; h.103.
83
Basrowi dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Renaka Cipta, 2008),
h. 209.
76

Proses pencarian dan penyusunan secara sistematis data yang diperoleh

dari hasil wawancara, cacatan lapangan dan dokumentasi. Selanjutnya dilakukan

dengan cara induktif yang mengarah pada pengorganisasian data kedalam

klasifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan memilah datayang penting dan yang

tidak, lalu dipelajari dan diambil kesimpulan.84

Aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan.

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya

disusun dalam bentuk uraian atau laporan terperinci, kemudian dirangkum dan

dipilih hal-hal yang paling berpengaruh pada permasalahan, sehingga akan

membantu peneliti dalam memberikan kode terhadap aspek-aspek tertentu yang

bertujuan agar lebih mudah mengendalikannya. 85 Reduksi data bisa dilakukan

dengan teknologi seperti note book, laptop, komputer, atau dengan memberi tanda

khusus pada aspek-aspek tertentu. 86 Dalam reduksi data peneliti akan dipandu

oleh setiap tujuan yang akan dicapai, tujuan utama dalam penelitian kualitatif

adalah pada temuan.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data.Penyajian data yaitu serangkaian informasi yang tersusun dan

84
Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogjakarta: Reke Sarasin, 2002), h. 123.
85
Marboro, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 36.
86
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 247.
77

87
memungkinkan terjadinya pengambilan keputusan dan tindakan. Dalam

penelitian kuantitatif penyajian data ini dapat dilakukan dalam bentuk tabel,

grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut,

maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan

semakin mudah dipahami.

c. Penarikan kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan

bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh

bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel.88

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga

tidak, karena seperti telah dikemukakan masalah dan rumusan masalah dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

penelitian berada dilapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah

merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat

berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-

remang atau gelap sehingga setelah di teliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan

kausal atau interaktif , hipotesis atau teori.89

87
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Remajda Rosda Karya,
2001), h. 131.
88
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 252.
89
Ibid., h. 345.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Peran Teknik Bermain dalamn Pembelajaran Anak

Tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur

Pada bagian ini peneliti memaparkan hasil penelitian dan pembahasan

yang sudah dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan data (observasi, wawancara

dan dokumentasi) dan hasil analisis. Dimana terdapat banyak temuan-temuan atau

fenomena-fenomena yang ditemukan terkait dengan peran teknik bermain bagi

anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada anak tunagrahita di SLB

Negeri Aceh Timur. Peneliti menemukan bahwa terdapat adanya peran teknik

bermain untuk anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur. Dimana anak

tunagrahita sendiri memiliki hambatan dalam perkembangan intelegensi, motorik,

bahasa dan sosial sehingga berpengaruh bagi aktivitas sehari-harinya. Oleh karena

itu, guru di SLB Negeri Aceh Timur membentuk pembelajaran yang lebih aktif,

kreatif, dan inovatif.

Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh ibu Aida mengenai peran teknik

bermain bagi anak tunagrahita dalam wawancaranya:

“Untuk membuat pembelajaran lebih aktif, kreatif, dan inovatif serta

menimbulkan pembelajaran yang PAIKEM”90

Jawaban dari ibu Aida juga selaras dengan jawaban dari Pak Azni bahwa

anak tunagrahita bermain sebagai pembelajaran.

90
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021

76
79

“Kalau tujuan bermain itu kita ciptakan di SLB itu yang namanya

PAIKEM(Pembelajaran Aktif Inomatif Kreatif Menyenangkan). Disamping

merekabelajar bisa juga mengebangkan motorik, afektif dan kognitif mereka.”91

Pernyataan diatas relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Yulia Munawarah dalam jurnalnya, Yulia memberikan sebuah metode

pembelajaran berdasarkan kegiatan bermain bagi anak tunagrahita. 92 Peneliti

menyimpulkan jika penelitian Yulia ini sesuai dengan bagaimana peran teknik

bermain bagi anak tunagrahita. Guru memberikan permainan kepada anak

tunagrahita untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan maka perlu

diciptakan sebuah pembelajaran yang aktif dan disukai oleh anaksehingga

hasilnya dapat menarik minat anak tunagrahita dalam belajar serta membantu

meningkatkan perkembangan.

Adapun permainan yang diberikan di SLB Negeri Aceh Timur beragam

dimana jadwal tidak ditentukan. Guru memberikan permainan menurut kondisi

anak tunagrahita didalam kelas. Permainan yang biasanya dimainkan didalam

kelas mulai dari puzzle,origami, melompat dari satu tempat ketempat lain. Selama

peneliti berada di SLB, melihat permainan yang diberikan kepada anak

tunagrahita tidak setiap hari diterapkan di SLB Negeri Aceh Timur biasanya

permainan diberikan saat anak merasa bosan dan tidak mau belajar dengan baik

maka guru menarik perhatian anak dengan mengajak bermain dan tidak ada

jadwal yang dkhususkan untuk anak bermain selain mata pelajaran olahraga

seminggu sekali.

91
Hasil Wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
92
Yulia munawarah. Jurnal pendidikan khusu. Pengaruh...h. 3
80

Adapun hasil wawancara dengan Pak Azni mengenai permainan.


“Secara pembelajaran bisa membuat suasana menyenangkan dan aktif.
Belajar bisa sambil tertawa dan bisa membuat anak tidak jenuh, tidak
bosan. Jangankan mereka yang merasa jenuh, bahkan anak normal saja 15
menit jika belajar sudah jenuh apalagi yang anak SLB mungkin 5 menit
mereka bisa jenuh sehingga salah satunya ya bermain menjadi salah satu
hal yang menyenangkan bagi mereka sehingga ini juga bisa melatih
perkembangan motorik, afektif dan kognitif terhadap siswa ABK. Ada
beberapa permainan salah satunya untuk ATG Bouce, puzzle, melipat
origami,membuat bingkai foto dan membuat mozaik”93
Hasil wawancara ibu Aida yang mengatakan.
“Dengan adanya permainan bisa menimbulkan motivasi dan semangat
belajar peserta didik serta membuat peserta didik menjadi lebih merasakan
pengalaman berdasarkan gaya bermain dan pengalaman yang dialami oleh
peserta didik itu sendiri sehingga peserta didik menjadi kaya akan
pengalaman baik secara kognitif, afektif serta psikomotoriknya.Permainan
tentu dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan materi yang
akan di ajarkan biasanya dalam pembelajaran tematik disesuaikan dengan
materi pelajaran bisa saja bermain peran dan lain sebagainya, namun
dalam olahraga permainan menekankan pada penjas adaptif yang
disesuaikan dengan karakter dan kekhususan anak tunagrahita itu sendiri
seperti permainan bola bocce dan lain sebagainya.”
Mengenai pemberian permainan memiliki manfaat bagi anak tunagrahita

belajar dan ini juga dibuktikan melalui teori dalam buku M. Fadlillah yang dikutip

dari Slamet Suyantomengatakan bermain mempunyai peranan penting dalam

perkembangan anak hampir pada semua bidang perkembangan. 94 Hasilnya teori

tersebut benar adanya anak tunagrahita saat bermain mereka bisa mengembangkan

motorik, kognitif hanya saja untuk kerjasama/social, bahasa, serta kemampuan

afektif belum terlihat pada anak tunagrahita.

Melalui permaianan yang diberikan guru perlu melihat kondisi anak dalam

bermain bagaimana anak bisa belajar serta mengupayakan anak tunagrahita bisa

meningkatkan perkembangan. Maka peneliti mendapatkan hasil jika anak

93
Hasil Wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
94
M. Fadhilah, Bermain&Permainan …h. 13-14
81

tunagrahita bermain memiliki manfaat disamping anak tunagrahita belajardan

guru perlu mempersiapkan permainan apa saja yang bisa dimainkan oleh anak

tunagrahita mulai dari puzzle, bocce,origami, bermain peran dan sebagainya

dengan menyesuaikan hambatan dan kemampuan yang anak tunagrahita.

Selama anak tunagrahita bermain peneliti mengamati bahwa saat bermain

mereka selalu didampingi dan diarahkan oleh guru nya dan peneliti melihat

kemampuan anak tunagrahita sangatlah berbeda satu sama lain saat bermain dan

ini dibenarkan oleh guru SLB mengenai kemampuan anak tunagrahita saat

bermain.Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Pak Azni mengenai

kemampuan bermain anak tunagrahita dalam wawancaranya.

“Masih dalam proses karena sekolah kita baru merintis dan karakter anak

tunagrahita pun berbeda-beda tingkat kemampuan mereka. Kalau untuk sekarang

mungkin masih diusahakan/dilatih sedikit-sedikit agar kemampuan mereka ada

peningkatan”95

Ibu Aida juga mengatakan hal yang serupa mengenai kemampuan

bermainanak tunagrahita.

“Anak-anak bisa mengikuti permainan dengan atau tanpa bantuan

tergantung karakter dan kemampuan anaknya karena anak yang satu berbeda

dengan anak yang lainnya”96

95
Hasil Wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
96
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021
82

Hal ini sesuai dengan salah satu teori yang ditulis oleh Dinie Ratrie

Desiningrum, mengenai istilah tunagrahita97. Peneliti menyimpulkan bahwa guru

masih perlu terlibat selama mereka bermain baik itu dalam mengajak mereka

bermain maupun mengawasi dan membimbing anak tunagrahita saat bermain

karena masih dalam tahap pengawasan dan dilatih untuk lebih meningkatkan

kemampuan bermainnya. Kemampuan anak tunagrahita berbeda-beda satu sama

lain bisa saja kemampuan mereka mengalami peningkatan ataupun penurunan.

Kemapuan anak tunagrahita dalam bermain masih mengalami hambatan dalam

segi motorik dan daya ingat yang kurang. Sehingga guru perlu melihat hambatan

apa yang lebih cenderung pada anak tunagrahita dalam memberikan permainan.

Peneliti mengamati anak tunagrahita saat sedang memainkan permainan

puzzle, mereka terlihat kesulitan dalam memasangkan puzzle dengan benar. Anak

tunagrahita begitu jelas terlihat hambatan selama mereka bermain mulai dari

mencoba menyelesaikan permainan hingga motorik yang masih belum bagus

dimana saat bermain masih memerlukan bantuan atau arahan dari guru. Tetapi

setelah beberapa kali mereka memainkan puzzle kemampuan dari salah satu anak

megalami peningkatan walaupun bisa kembali mengalami penurunan dan ini

diperkuat dengan hasil wawancara dengan pak Azni.

“Sudah pasti ada kalau itu namanya juga anak tunagrahita yang mana

mereka memiliki hambatan dalam kesehariannya. Anak tunagrahita hambatan

97
Dinie Ratrie Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta :
Psikosain, 2016), h. 16
83

dalam kognitif dan motorik sehingga perlu untuk diasah atau kita latih supaya

mereka berkembang.”98

Pernyataan tersebut juga dipaparkan oleh ibu Aida dalam wawancaranya:


“Hambatan memainkan peran dan menunggu antrian dalam bermain, dan
mengikuti aturan permainan itu sendiri. namun hal ini berbeda-beda pada
setiap peserta didiknya mengingat anak tunagrahita itukan daya
intelektualnya dibawah rata-rata jadi sudah pasti hambatan utama anak itu
adalah lambat dalam merespon.”99
Sehingga ini relevan dengan yang disebutkan dalam buku Psikologi Anak

Berkebutuhan Khusus oleh Mm. Shinta Pratiwi, mengenai faktor yang membuat

anak tunagrahita mengalami hambatan dalam bermain disebakan oleh

karakteristik anak tunagrahita ia menyebutkan ciri-ciri anak tunagrahita. 100

Sedangkan mengenai permainan puzzle bagi anak tunagrahita makamenurut

Johnson yang dikutip oleh Sance Mariana permainanpuzzle bagian dari bermain

konstruktifkegiatan bermain berfokus pada perkembangan kognitif yang

merangsang kreativitas dan imajinasi anak.101 Sehingga teori sesuai tetapi masih

belum sempurna jika sepenuhnya diterapkan pada anak tunagrahita karena

hambatan yang dimiliki anak tunagrahita terletak pada pola pikir yang

memerlukan kecerdasan untuk menyelesaikan permaianan dan juga motorik dari

anak masih belum baik. Puzzle ini bisa dimainkan oleh anak sebagai mereka

belajar atau melatih daya intelektual dengan pengulangan.

98
Hasil Wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
99
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021
100
Dinie Ratrie Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta :
Psikosain, 2016), h. 16
101
Sance mariana Tameon, peran bermain bagi perkembangan kognitif….h. 29
84

Berdasarkan hal tersebut hambatan anak tunagrahita dalam mengingat

sehingga mengalami keterbatasan terletak pada intelektual dimana daya

intelektual dibawah rata-rata pada umumnya. Salah satu permainan puzzle terbukti

menjadi salah satu permainan yang sulit untuk dimainkan bagi anak tunagrahita,

karena permainan tersebut merupakan permainan yang membutuhkan kecerdasan.

B. Peran Teknik Bermain dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif

Anak Tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur

Dari hasil penelitian awal-awal peneliti berada di SLB Negeri Aceh Timur

peneliti melihat perkembangan kognitif anak tunagrahita masih dibawah rata-rata

dan ini terlihat dari segi mereka saat bermain masih ada yang mengenal puzzle

hanya sekedar nama dan tidak tau bagaimana cara menyelesaikan atau

memainkannya walaupun sudah diajarkan oleh gurunya begitupun dengan halnya

permainan yang lain mereka belum ada inisisatif untuk memulai dan

menyelesaikan permainan. Hasil wawancara juga membuktikan hasil observasi

dimana anak tunagrahita saat ini sudah sedikit berkembang.

“Kemampuan kognitif peserta didik di slbn aceh timur saat ini masih

padatahapan mengenal benda dan sangat rendah sekali disamping itu juga mereka

adalah anak dengan hambatan kecerdasan 2 standar deviasi dibandingkan dengan

anak pada umumnya sesuai usia mereka bahkan berbeda jauh.”102

Berdasarkan teori Pieget mengenai teori kognitif dalam teori belajar. 103

maka peneliti menemukan hasil data yang peneliti dapatkan tidak sesuai dengan

teori perkembangan. Pieget mengemukakan bahwa dalam teorinya anak

102
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021
103
Yudrik Jahja, Psikologi...h. 114-115
85

berinisiatif sendiri dan ikut aktif dalam kegiatan belajar sehingga anak

mendapatkan pengetahuan melalui interakasi di lingkungannya. Peneliti juga

menyimpulkan perkembangan anak tunagrahita di SLBN Aceh Timur belum

relevan dengan tahap perkembangan Pieget dimana Pieget menunjukkan bahwa

kecerdasan berubah seiring pertumbuhan anak.

Pada anak tunagrahita tidak didapatkan perkembangan berdasarkan

pertumbuhan serta tidak ditemukan jika anak sendiri yang berinisisatif dalam

belajar karena hambatan yang mereka miliki perlu untuk dibimbing dan diarahkan

dalam belajar. Salah satu anak tunagrahita TA dilihat dari segi pemahaman dapat

dikatakan mampu dalam menerima arahan atau perintah dari gurunya tetapi tidak

ada inisiatif langsung dalam bertindak sendiri sehingga selalu menunggu instruksi

terlebih dahulu.

Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat bahwa kemampuan mereka dalam

memahami, menerima dan berfikir ada pada diri anak tunagrahita hanya saja daya

intelektual yang dibawah rata-rata membuat mereka lamban dalam merespon

kejadian disekitar mereka sehingga dibutuhkan bantuan ataupun latihan untuk

mengasah mereka dalam perkembangan mereka salah satunya perkembangan

kognitif.Perkembangan kognitif pada anak tunagrahita akan mengalami

peningkatan jika terus diasah dan diberikan secara berulang-ulang ini dibuktikan

dari hasil jurnal Arif Rohman Hakim. 104 Maka hasil analisis tersebut juga

menguatkan wawancara dari Pak Azni mengenai kemampuan kognitif anak

tunagrahita.

104
Arif Rohman Hakim, Jurnal Ilmiah Penjas, Mendorong Perkembangan Kognitif....
86

“Sedikit berkembang, minimal mereka sudah mengenal objek atau benda-

benda walaupun terkadang kembali lupa, juga anak-anak memahami saat kita

arahkan atau memberi perintah itu sudah bisa kita katakan sudah berkembang

artinya mereka ada proses berfikir saat kita suruh.”105

Maka berdasarkan hal tersebut guru perlu memberikan pembelajaran

bagaimana agar mereka bisa melatih sehingga dapat membantu meningkatkan

perkembangan kognitif anak tunagrahita dan salah satunya dengan bermain anak

sedikit banyaknya terbantu dalam perkembangan kognitifnya dan ini sudah

diterapkan oleh guru-guru di SLB Negeri Aceh Timur dengan penyediaan

beberapa alat untuk membuat minat anak belajar dengan bermain.

Pada saat peneliti mengamati di SLB ada beberapa anak tunagrahita jika

disuruh oleh gurunya dia paham akan perintah tapi ada juga yang jika disuruh dia

tidak tau, saat ditanya mengenai huruf di papan tulis ada beberapa anak

tunagrahita yang langsung menjawab dan betul tetapi ketika diacak mereka tidak

benar menjawabnya dan ini membuktikan anak tunagrahita sudah ada yang

menghafal beberapa huruf abjad secara berurutan.

Kemampuan mereka dalam mengingat hruf masih terbatas mereka

menghafal beberapa huruf dan angka tetapi tidak mengenal dengan baik dan

benar.Kemampuan anak tunagrahita dalam menyelesaikan permainan masih

menunjukkan peningkatan dan penurunan beberapa dari anak tunagrahita

memahami permainan yang diberikan oleh gurunya.

105
Hasil wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
87

Dalam wawancara Pak Azni mengenai kemampuan kognitif anak

tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur.

“Anak tunagrahita ini adalah mereka yang memiliki kecerdasan di bawah


rata-rata, sehingga mereka itu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya, memikirkan hal-hal yang abstrak dan berbelit-belit. Begitu
juga dalam pendidikannya, pada saat belajar seperti mengarang, berhitung,
dan pelajaran bersifat akademik lainnya. Anak tunagrahita ini juga
memiliki tingkatan ketunagrahitaan yang berbeda-beda, ada yang ringan,
sedang, dan juga berat.Jadi persamaannya ga bisa di ukur, kalau
perbedaanya banyak berbeda satu dengan lainnya. Contoh yang ringan
yang ada di sekolah sarah dia cepat tangkap dalam pembelajaran sekalipun
itu di berikan yang abstrak. Sedangkan alfi harus menggunakan yang
konkrit.”106
Wawancara dari ibu Aida juga mendukung mengenai bagaimana

kemampuan kognitif anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur.

“Selain perbedaan dalam kemampuan dan perkembangan intelektualnya

mereka juga berbeda dalam hal komunikasi, koordinasi, persepsi, serta

perkembangan lainnya.”107

Pernyataan diatas relevan dengan karakteristik yang disebutkan dalam

buku Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar penulis oleh Minsih. Ia mengutip dari

ahli mengenai beberapa karateristik tunagrahita yang mana tunagrahita lamban

dalam belajar, kesulitan dalam berbicara, sulit mempelajari hal yang baru, serta

lamban dalam mempelajari hal yang bersifat abstrak. Tingkatan anak tunagrahita

juga disebutkan dalam buku tersebut dalam klasifikasi tunagrahita di SLB Negeri

Aceh Timur adalah tingkatan anak tunagrahita ringan sebagai kategori mampu

latih dengan menunjukkan beberapa anak tidak menunjukkan fisik yang berbeda

106
Hasil wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
107
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021
88

pada anak umumnya sehingga anak dikategorikan sebagai anak tunagrahita

setelah melihat kemampuan belajar anak dan motorik.108

Maka dapat disimpulkan bahwa kognitif anak tunagrahita SLB Negeri

Aceh Timur terdapat perbedaan dimana ada sebagian anak yang berbeda-beda

tingkat kemampuan anak memahami, mengingat dan memecahkan masalah.

Sebagiananak tunagrahita perkembangan kognitif mereka menunjukkan

peningkatan seperti yang dialami TA dalam kemampuan mendengarkan gurunya

cukup baik dalam mengikuti, menyebutkan, meniru, megingat bahkan dalam

menebak bersama guru lebih baik dari pada anak tunagrahita yang lain.

Kemampuan mendengarkan tersebut salah satu tujuan pengembangan kognitif di

bidang auditory yang disebutkan dalam buku perkembangan anak usia dini karya

Ahmad Susanto ada lima pengembangan kognitif yaitu auditory, visual, takti,

kinestik, aritematika, geometri dan sains permulaan. Anak tunagrahita sudah hal

yang lumrah bahwa mereka terlahir dengan daya intelektual dibawah rata-rata.

Maka diperlukan layanan pendidikan dalam pembelajaran anak tunagrahita

berdasarkan tingkat tunagrahita anak.

Selama observasi peneliti melihat anak tunagrahita bermain dan

berinteraksi peneliti melihat jika ada anak yang tidak mau untuk diajak masuk

kelas peneliti maupun guru mencoba memikat anak dengan mainan dan hasilnya

anak mau ikut dengan peneliti atupun guru. Didalam kelas anak akan bermain,

agar belajar nya pun tercapai maka guru akan mencoba untuk memasukkan

108
Dr. Minsih, Pendidikan Sekolah Inklusif....h. 34-35
89

pembelajaran saat bermain sehingga pembelajaran tercapai walaupun anak

bermain tetapi program anak tunagrahita juga bisa tercapai.

Permainan yang diberikan juga disesuaikan dengan kemampuan anak

tunagrahita karena nereka tidak mampu jika bermain yang memerlukan peraturan

yang sulit untuk dipahami dan biasanya permainan yang diberikan mudah untuk

dipahami oleh anak tunagrahita seperti melompat dari satu ke yang lainnya

dengan mencontohkan kepada anak kemudian diikuti oleh anak.Selama bermain

anak tunagrahita bisa mengikuti permainan tersebut dengan bantuan atau tidak

dengan bantuan.

Hasil wawancara dengan Pak Azni mengenai permainan meningkatkan

kognitif anak.

“Untuk permainan hampir sama dengan anak-anak pada umumnya hanya

saja kalau khusus ABK sudah pasti paling dikenal Bocce, dan untuk yang lain bisa

dengan puzzle, melompat dari satu tempat ketempat lain, melipat kertas bunga

menjadi suatu bentuk berupa banyak yang lainnya”109

Jawaban dari ibu Aida juga selaras mengenai permainan meningkatkan

kognitif anak.

“Sementara dengan fasilitas yang kami punya saat ini dan kreativitas dari
gurunya disni terdapat beberapa permainan yang pernah kami
implementasikan kepada anak, seperti bermain peran, anak menjadi
orangtua dalam keluarga, kemudian bermain puzzel, jika dalam olahraga
maka bermain bola bocce untuk melatih konsentrasi dan koordinasi anak
dan lain sebagainya.”110

109
Hasil wawancara dengan Pak Azni pada tanggal 09 Mei 2021
110
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021
90

Pernyataan diatas sesuai dengan yang dikutip oleh Sance Mariana pada

tokoh Johnson yang menyatakan ada tiga jenis permainan mulai dari bermain

fungsional, bermain konstruktif dan bermain kasar. 111 Maka dapat dilihat jika

beberapa permainan bisa diterapkan pada anak tunagrahita untuk dimainkan

dengan menyesuaikan kemampuan anak tunagrahita sehingga guru perlu melihat

terlebih dahulu sekiranya apakah permainan yang akan diberikan sesuai dengan

hambatan anak tunagrahita.

Peneliti mengamati saat anak bermain, saat guru memberi contoh anak

bisa mengikuti tetapi setelah beberapa saat anak kembali lupa kemudian guru

mengarahkan lagi anak untuk bermain dan itu terjadi kepada beberapa anak

tunagrahita terkadang ada juga anak saat disuruh sudah langsung paham. Oleh

karena itu kata guru saat dilapangan anak tunagrahita itu programnya bina diri

kalau bermain sebagai latihan mereka untuk motorik dan kognitif. Hasil anak

bermain juga menunjukkan tingkat kemampuan mereka dalam berfikir serta

memahami apa yang mereka mainkan sehingga saat mereka bermain melatih

kinerja otak mereka dalam berfikir dan merespon apa yang sedang dilakukan.

Hasil wawancara dengan pak Azni mengenai peran teknik bermain dalam

meningkatkan perkembangan kognitif anak tunagrahita di SLB Negeri Aceh

Timur.

“Dengan adanya permaianan anak tunagrahita bisa mengasah kemampuan


kognitif/intelektual dalam artian mereka ada mencoba untuk
berfikir/berkerja dengan kemampuan menganalisis disekitar mereka,
sehingga dengan adanya permaianan kita bisa mencoba sedikit demi
sedikit untuk mengajar kan mereka Pengembangan Diri (Bina Diri)
dimana program ini merupakan pembelajaran yang diberikan kepada anak
111
Sance Mariana Tameon, Peran Bermain bagi Perkembangan Kognitif...h. 29
91

berkebutuhan khusus dengan hambatan intelektual dalam melakukan


kegiatan sehari-hari yang bertujuan agar siswa dapat mandiri dan tidak
bergantung kepada orang lain. Sehingga bermain bisa kita bilang
berpengaruh bagi mereka sebagai pembelajaran bagi perkembangan
kognitif dan perkembangan sehari-hari. Contoh SD tiap selesai makan
akan langsung minta tisu untuk membersihkan mulutnya. Ini kita ajarkan
dengan cara bercerita kemudian memperlihatkan gambar ke mereka secara
berurutan bagaimana saat memulai makan sampai setelah makan”
Ibu Aida juga mengatakan dalam wawancaranya.
“Sejauh ini pengaruhnya dapat dilihat adanya perubahan dari segi
pemahaman anak dan daya ekstrak anak terhadap aturan bermain dan bisa
mengulanginya dengan dan tanpa adanya bantuan.”112
Dalam teori Piaget, bermain bukan saja mencerminkan sikap
perkembangan kognisi anak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap
perkembangan kognisi itu sendiri. 113 Teori ini sesuaibagi anak tunagrahita jika
bermain bagi anak tunagrahita bukan sebagi faktor utama dalam perkembangan
kognitif mereka karena daya intelektual dibawah rata-rata yang memang sudah
tidak dapat berubah tetapi dengan bermain anak tunagrahita bisa mamahami
kondisi disekitar dan kognitif mereka berkerjadan terlatih selama bermain
sehingga meningkat seiring berjalannya waktu walaupun terbatas sifatnya.
Adanya bermain anak tunagrahita juga bisa mencapai program bina diri
dari mulai mengenal dan mengetahui serta mempraktekkan dengan ada dan tanpa
bantuan orang lain. Bina diri anak tunagrahita merupakan salah satu tujuan
pendidikan anak tunagrahita yang disebutkan dalam buku Nur Eva, Psikologi
Anak Berkebutuhan Khusus. 114 Sehingga bermain juga bisa membantu anak
tunagrahita mencapai bina diri dengan mulai melatih kognitif mereka dengan
arahan dan bantuan dari guru selama mereka bermain.

112
Hasil Wawancara dengan Ibu Aida pada tanggal 24 April 2021
113
Diana Mutiah, Psikologi Bermain Anak…h. 101-103
114
Nur Eva, Psikologi anak berkebutuhan...h. 56
92

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh hasil bahwa:

1. Penerapan peran teknik bermain dalam pembelajaran anak tunagrahita di

SLB Negeri Aceh Timur sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh

guru dalam menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan

agar anak tunagrahita mampu belajar sehingga disamping anak tunagrahita

belajar juga bisa meningkatkan perkembangan mereka salah satunya

perkembangan kognitif.

2. Peran teknik bermain dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak

tunagrahita menunjukkan masih ditingkatkan. Karena perkembangan

kognitif anak tuanagrahita sulit untuk dikembangkan dan tingkat

ketunagrahitaan berbeda-beda.

B. Saran

Dalam penelitian ini, peneliti tentunya menyadari bahwa penelitian yang

dibuat oeh peneliti ini masih jauh dari sempurna, masih memiliki banyak

kelemahan dan kekurangan dalam proses penelitian. Selama proses penelitian

banyak kendala yang dialami peneliti, secara individu tak jarang peneliti

mendapati kesulitan dalam menganalisis data penelitian, maka peneliti

menyampaikan saran untuk penerapan peran teknik bermain dalam

pembelajarananak tunagrahita di SLB Negeri Aceh Timur lebih dikembangkan

lagi dengan menyesuaikan kemampuan anak tunagrahita dengan belajar dan


93

bermain sebagai pembelajaran di dalam kelas. Adapun dengan adanya peran

teknik bermain dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak tunagrahita

diharapkan bisa lebih dikembangkan dengan adanya berbagai permainan bagi

anak tunagrahita untuk meningkatkan perkembangan mulai dari perkembangan

motorik, kognitif dan afektif bagi anak tunagrahita.


94

DAFTAR PUSTAKA
Adnan. 2018. Parenting Qurani : Pendekatan Ayat-Ayat Alquran. Jakarta Utara:
Mediaguru Digital Indonesia.

Basrowi dan Suwardi, 2008.Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Renaka


Cipta

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan


Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Desiningrum, Dinie Ratrie. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus,


Yogyakarta : Psikosain.

Diana Mutiah. 2012.Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana

Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Raja Pers.

Eva, Nur. 2015. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Malang: Fakultas


Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang.

Fikriyati, Mirroh. 2013. Perkembangan Anak Usia Emas (Golden Age).


Yogyakarta: Laras Media Prima

Hurlock, Elizabeth B. 1980.Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hurlock, Elizabeth, B.1993. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Janice, Beaty J. 2015. Observasi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta:


Kencana Prenamedia Group.

Khadijah. 2016. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan:


PerdanaPublishing.

Kuswara,WowoSunaryo. 2013. Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja


Rosdakarya.
95

Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Marboro. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Meleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remajda


Rosda Karya.

M. Fadhilah. 2017 Bermain&Permainan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

MM. Shinta Pratiwi. 2011. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusu. Semarang:


Universitas Press.

Muhajir. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Yogjakarta: Reke Sarasin.

Novi, Mulyani. 2016. Super Asyik Permainan Tradisional Anak


Indonesia.Yogyakarta: Diva Press.

Nurlan, dan Husdarta. 2010. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik.


Bandung: Alfabeta.

Sudono, Anggani. 2003. Bermain Sebagai sarana Utama Dalam Perkembangan


dan Belajar Anak (Anak Usia Dini). Jakarta: Gramedia.

Sugiono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam


Berbagai Aspeknya Edisi Pertama. Jakarta: Kencana.

Sutoyo, Anwar. 2017. Pemahaman Individu Observasi, Cheklist, Interview,


Kuesioner, Sosiometri. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yudrik Jahja. 2011.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.


96

Jurnal

Elfiadi.Bermain Dan Permainan Bagi Anak Usia Dini, Itqan, Vol. VII, No. 1,
Januari - Juni 2016.Dosen Prodi PGRA Jurusan Tarbiyah STAIN
Malikussaleh Lhokseumawe.

Fitriana, Septi. 2018. Peranan Permainan Edukatif Dalam Menstimulasi


Perkembangan Kognitif Anak, Al Fitrah Journal Of Early Childhood
Islamic Education Issn : 2599-2287 Vol.1 No.2.

Hakim Arif Rochman.Mendorong Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita


Melalui Permainan Edukatif.Jurnal Ilmiah Penjas, Issn: 2442-3874 Vol 4.
No. 3 Juli 2018.

Idardi, Nanang. 2015. Pengulangan Teknik Bermain Kasti Terhadap Peningkatan


Kemampuan Motorik Kasar Anak Tunagrahita Ringan.Journal Of
Physical Education, Health and Sport 2 (1) (2015)

Mierrina. 2018. Bimbingan Konseling Islam Bagi Anak Berkebutuhan Khusus:


Model Konseling Inklusi. Program Studi Bimbingan Dan Konseling
Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam Vol. 08, No. 01,

Mahmudah danYulia Munawarah.Pengaruh Media Bermain Pancing Terhadap


Kemampuan Mengenal Konsep Angka Pada Anak Tunagrahita Ringan
Di SLB Siti Hajar Buduran Sidoarjo.Jurnal Pendidikan Khusus.
(Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Surabaya).

Minsih, Pendidikan Inklusi Sekolah Dasar Merangkul Perbedaan dalam


Kebersamaan, Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Muhammadiyah University Press),

Oktavianto, Bayu. Peran Guru SLB Negeri Gedangan Dalam Menumbuhkan


Kemampuan Literasi Informasi Siswa Disabilitas, Program Studi Ilmu
Informasi dan Perpustakaan, Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik,
Universitas Airlangga.
97

Sance Mariana Tameon, Peran Bermain Bagi Perkembangan Kognitif dan Sosial
Anak, Ciencias: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1 No. 1, Juli 2018, 26-39, Juli 2018.

Sutinah. 2019. Terapi Bermain Puzzle Berpengaruh Terhadap Kemampuan


Memori Jangka Pendek Anak Tunagrahita, Jurnal Endurance : Kajian
Ilmiah Problema Kesehatan. Vol 4(3) Oktober 2019

Yulia Munawarah dan Mahmudah.Pengaruh Media Bermain Pancing Terhadap


Kemampuan Mengenal Konsep Angka Pada Anak Tunagrahita Ringan Di
SLB Siti Hajar Buduran Sidoarjo.Jurnal Pendidikan Khusus. Pendidikan
Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.

Zellawati, Alice. 2011. Terapi Bermain Untuk Mengatasi Permasalahan Pada


Anak. Fakultas Psikologi Universitas AKI, Majalah Ilmiah
INFORMATiKA Vol. 2 No. 3,

Skripsi

Ananta, Winona Ramadhani.2020. Tingkat Kemampuan Melempar Bola Pada


Permainan Bocce Anak Tuna Grahita Ringan Di Sekolah Luar Biasa
Negeri 1 Kulon Progo Tahun Ajaran 2019/2020.Skripsi; Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.

Dewi, Ayu Listyani Mega. 2016.Teknik Persiapan Dakwah K.H. Agoes Ali
Masyhuri, Skripsi. Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam
Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Fithriyani,Azmi. 2015.Sita Perkembangan Kognitif Dan Psikomotorik Anak


Tunagrahita (Studi Pada Keterampilan Tata Boga Di Slb Negeri Pembina
Yogyakarta), Skripsi; Prodi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah
Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kesumawati, Selvi Atesya. 2019. Pengembangan Gerak Dasar Melalui Aktivitas


Bermain Pada Anak Tunagrahita.Skripsi. Program Studi Pendidikan
Olahraga Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang.
98

Lia Zuraida. 2020.Efektifitas Bimbingan Belajar Dalam Meningkatkan Perkembangan


Kognitif Anak Tunagrahita (Studi Kasus Di SLB Cinta Mandiri Panggoi
Lhoseumawe), Skripsi: Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas
Ushuluddin Adab Dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe.

Rahmayani. 2020.Pengaruh Sikap Penerimaan Orang Tua Terhadap Motivasi


Belajar Anak Tuna Grahita Di SLB Bina Bangsa Desa Pante
Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara,Skripsi: Jurusan
Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah
Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe.

Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Permainan#:~:Text=Sebuah%20permainan%20ad
alah%20bentuk%20permainan,Kadang%20digunakan%20sebagai%20alat%20pen
didikan.&Text=Diuji%20sejak%202600%20sm%2c%20permainan,Dan%20hadir
%20dalam%20semua%20budaya. (Diakses Pada Tanggal 18 Maret 2021, Puku
07:28)

LAMPIRAN
99

Lampiran 1: Hasil Observasi


“Peran Teknik Bermain Dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif
Anak Tunagrahita Di SLBN Aceh Timur”.

Tempat : SLBN Aceh Timur

Waktu : 09.00-10.00 WIB

Subjek penelitian : Anak Tunagrahita Inisial (TA)

Aspek Sub Aspek Item Pengamatan Y T Ket


Peran Teknik 1. Teknik a. Di Slb N Aceh  Ya, ada
Bermain Bermain Timur terdapat permaianan
permainan bagi baik itu
anak tunagrahita olahraga
maupun
bermain di
SLBN Aceh
timur

2. Jenis a. Ada banyak  Hanya ada


permainan permainan yang beberapa
dimainkan oleh mengingat
anak tunagrahita SLBN Aceh
Timur sekolah
baru
3. Materi a. Anak tunagrahita  Ya, itu salah
bermain sambil satu metode
belajar belajar ATG
4. Tempat a. Guru menyediakan  Ya untuk
tempat untuk kenyamanan
bermain siswa
b. Tempat yang  Siswa masih
disediakan sudah membutuhkan
sesuai bagi tempat yang
kebutuhan anak lebih
sempurna dan
perlengkapan
bermain
lengkap
5. Waktu a. Waktu bermain  Tergantung
anak tunagrahita kondisi
sesuai dengan
jadwal yang
ditentukan
100

6. Kemampuan a. Anak tunagrahita  Ya,


bermain anak mempunyai kemampuan
tunagrhaita kemampuan yang siswa berbeda
berbeda-beda satu sama lain

b. Kemampuan anak  Seiring waktu


tunagrahita bisa terdapat
mengalami perubahan/pen
peningkatan setiap ingkatan
bermain

c. Anak tunagrahita  Tidak dapat


mampu menyelesaikan
menyelesaikan tepat waktu
permainan tepat
waktu

d. Anak tunagrahita  Tidak bisa


memiliki berkonsentrasi
konsentrasi yang dengan baik
bagus saat bermain

e. Anak tunagrahita  Masih terlihat


bergerak aktif saat kaku saat
bermain bermain

7. Hambatan a. Anak tunagrahita  Ya dengan


Dalam dapat bantuan dari
Mengembang menyelesaikan guru anak
kan permainan dengan sedikit banyak
Kemampuan baik nya dapat
Bermain menyelsaikan
Anak permainan
Tunagrahita dengan baik
b. Anak tunagrahita  Iya, mereka
M
senang jika diajak terlihat senang
bermain

c. Bermain sesuai  Permainan


dengan kebutuhan dilakukan
anak tunagrahita sesuai dengan
kebutuhan
anak
tunagrahita
101

d. Guru memberikan  untuk


permainan yang peningkatan
sama dalam kemampuan
seminggu tunagrahita

e. Anak-anak  Sebagai
menggunakan kreatifitas/
media saat kemampuan
bermain bagi
tunagrahita
f. Anak tunagrahita  Lebih
mengalami meningkat
peningkatan dari teman
selama bermain yang lain

8. Upaya Yang a. Guru membantu  Anak


Dilakukan dan mengarahkan tunagrahita
Dalam anak tunagrahita belum
Mengembang saat bermain bermain
kan dengan baik
Kemampuan tanpa bantuan
Bermain dari guru
Anak
Tunagrahita
Perkembangan 1. Kemampuan a. Kemampuan  Terlihat
kognitif kognitif anak berfikir anak adanya
tunagrahita di tunagrahita peningkatan
SLBN Aceh mengalami walaupun
Timur peningkatan nanti lupa lagi
kognitif

b. Kemampuan  Belum bisa


memecahkan memecahkan
masalah saat masalah
bermain bagus

c. Mengikuti  Mengikuti
arahan/petunjuk arahan/petunju
dari guru dengan k yang
baik diberikan guru
dengan baik
2. Permainan a. Bermain membuat  Mampu
yang dapat anak tunagrahita mengenal
mengembang mengenal huruf beberapa
kan kognitif dan angka huruf dan
anak angka untuk
tunagrahita di beberapa
SLBN Aceh waktu
102

Timur b. Bermain membuat  Kebingungan


anak tunagrahita membuat
berfikir mereka
bertanya(berfi
kir)

Tempat : SLBN Aceh Timur

Waktu : 09.00-10.00 WIB

Subjek penelitian : Anak Tunagrahita Inisial (M)

Aspek Sub Aspek Item Pengamatan Y T Ket


Peran Teknik 1. Teknik a. Di Slb N Aceh  Ya, ada
Bermain Bermain Timur terdapat permainan
permainan bagi baik itu
anak tunagrahita olahraga
maupun
bermain di
SLBN Aceh
Timur
2. Jenis a. Ada banyak  Hanya ada
permainan permainan yang beberapa,
dimainkan oleh mengingat
anak tunagrahita SLBN Aceh
Timur sekolah
baru
3. Materi a. Anak tunagrahita  Ya, itu salah
bermain sambil satu metode
belajar belajar ATG
4. Tempat a. Guru menyediakan  Ya untuk
tempat untuk kenyamanan
bermain siswa

b. Tempat yang  Siswa masih


disediakan sudah membutuhkan
sesuai bagi empat yang
kebutuhan anak lebih
sempurna dan
perlengkapan
bermain
lengkap
5. Waktu a. Waktu bermain  Tergantung
anak tunagrahita kondisi/suasan
sesuai dengan a siswa
jadwal yang
ditentukan
103

6. Kemampuan a. Anak tunagrahita  Ya,


bermain anak mempunyai kemampuan
tunagrhaita kemampuan yang siswa berbeda
berbeda-beda satu sama lain

b. Kemampuan anak  Seiring waktu


tunagrahita ada
mengalami peningkatan
peningkatan setiap setiap bermain
bermain

c. Anak tunagrahita  Tidak dapat


mampu menyelesaikan
menyelesaikan tepat waktu
permainan tepat
waktu

d. Anak tunagrahita  Tidak bisa


memiliki berkonsentrasi
konsentrasi yang dengan baik
bagus saat bermain

e. Anak tunagrahita  Tidak bergerk


bergerak aktif saat aktif kalau
bermain tidak
diarahkan/disu
ruh guru untuk
bermain
7. Hambatan a. Anak tunagrahita  Ya dengan
Dalam dapat bantuan dari
Mengembang menyelesaikan guru anak bisa
kan permainan dengan menyelesaikan
Kemampuan baik permainan
Bermain dengan baik
Anak
Tunagrahita b. Anak tunagrahita  Iya, mereka
senang jika diajak terlihat senang
bermain

c. Bermain sesuai  Permaianan


dengan kebutuhan dilakukan
anak tunagrahita sesuai dengan
kebutuhan
anak
tunagrahita
104

d. Guru memberikan  Untuk


permainan yang peningkatan
sama dalam kemampuan
seminggu tunagrahita

e. Anak-anak  Ya siswa
menggunakan bermain
alat/fasilitas saat dengan
bermain fasilitas yang
diberikan
olehguru
f. Anak tunagrahita  Kemampuan
mengalami motorik dan
peningkatan pemahaman
selama bermain ada
peningkatan

8. Upaya Yang a. Guru membantu  Anak


Dilakukan dan mengarahkan tunagrahita
Dalam anak tunagrahita belum
Mengembang saat bermain bermain
kan dengan baik
Kemampuan tanpa bantuan
Bermain dari guru
Anak
Tunagrahita
Perkembangan 1. Kemampuan a. Kemampuan  Belum ada
kognitif kognitif anak berfikir anak inisiatif untuk
tunagrahita di tunagrahita memulai
SLBN Aceh mengalami (berfikir)
Timur peningkatan sendiri tanpa
kognitif disuruh oleh
guru
b. Kemampuan  Belum bisa
memecahkan memecahkan
masalah saat masalah
bermain bagus

c. Mengikuti  Mengikuti
arahan/petunjuk arahan/petunju
dari guru dengan k yang
baik diberikan guru
dengan baik
2. Permainan a. Bermain membuat  Masih belum
yang dapat anak tunagrahita mengenal
mengembang mengenal huruf huruf dengan
kan kognitif dan angka benar
anak
tunagrahita di
SLBN Aceh
Timur
105

b. Bermain membuat  Masih belum


anak tunagrahita berinisiatif
berfikir untuk berfikir
hanya
menuggu
bantuan dari
guru

Tempat : SLBN Aceh Timur

Waktu : 09.00-10.00 WIB

Subjek penelitian : Anak Tunagrahita Inisial (SD)

Aspek Sub Aspek Item Pengamatan Y T Ket


Peran Teknik 1. Teknik a. Di Slb N Aceh  Ya, ada
Bermain Bermain Timur terdapat permainan
permainan bagi baik itu
anak tunagrahita olahraga
maupun
bermain di
SLBN Aceh
Timur
2. Jenis a. Ada banyak  Hanya ada
permainan permainan yang beberapa,
dimainkan oleh mengingat
anak tunagrahita SLBN Aceh
Timur sekolah
baru
3. Materi a. Anak tunagrahita  Ya, itu salah
bermain sambil satu metode
belajar belajar ATG
4. Tempat a. Guru menyediakan  Ya untuk
tempat untuk kenyamanan
bermain siswa

b. Tempat yang  Siswa masih


disediakan sudah membutuhkan
sesuai bagi empat yang
kebutuhan anak lebih
sempurna dan
perlengkapan
bermain
lengkap
5. Waktu a. Waktu bermain  Tergantung
anak tunagrahita kondisi/suasan
sesuai dengan a siswa
jadwal yang
ditentukan
106

6. Kemampuan a. Anak tunagrahita  Ya,


bermain anak mempunyai kemampuan
tunagrhaita kemampuan yang siswa berbeda
berbeda-beda satu sama lain

b. Kemampuan anak  Seiring waktu


tunagrahita ada
mengalami peningkatan
peningkatan setiap setiap bermain
bermain terlihat
mengingat
cara bermain
c. Anak tunagrahita  Tidak dapat
mampu menyelesaikan
menyelesaikan tepat waktu
permainan tepat
waktu

d. Anak tunagrahita  Tidak bisa


memiliki berkonsentrasi
konsentrasi yang dengan baik
bagus saat bermain

e. Anak tunagrahita  Ya suka


bergerak aktif saat kesana-kemari
bermain saat bermain

7. Hambatan a. Anak tunagrahita  Belum mampu


Dalam dapat menyelesaikan
Mengembang menyelesaikan permain
kan permainan dengan dengan baik
Kemampuan baik walaupun
Bermain sudah
Anak dibantu/diarah
Tunagrahita kan dari guru
b. Anak tunagrahita  Iya, mereka
senang jika diajak terlihat senang
bermain

c. Bermain sesuai  Permaianan


dengan kebutuhan dilakukan
anak tunagrahita sesuai dengan
kebutuhan
anak
tunagrahita
107

d. Guru memberikan  Untuk


permainan yang peningkatan
sama dalam kemampuan
seminggu tunagrahita

e. Anak-anak  Ya siswa
menggunakan bermain
alat/fasilitas saat dengan
bermain fasilitas yang
diberikan
olehguru
f. Anak tunagrahita  Belum terlihat
mengalami peningkatan
peningkatan saat bermain
selama bermain masih sangat
butuh bantuan
dari guru
8. Upaya Yang a. Guru membantu  Anak
Dilakukan dan mengarahkan tunagrahita
Dalam anak tunagrahita belum
Mengembang saat bermain bermain
kan dengan baik
Kemampuan tanpa bantuan
Bermain dari guru
Anak
Tunagrahita
Perkembangan 1. Kemampuan a. Kemampuan  Mulai
kognitif kognitif anak berfikir anak mengalami
tunagrahita di tunagrahita peningkatan
SLBN Aceh mengalami dimana sudah
Timur peningkatan merasa senang
kognitif saat akan
bermain dan
berinisiatif
untuk segera
bermain
b. Kemampuan  Belum bisa
memecahkan memecahkan
masalah saat masalah
bermain bagus

c. Mengikuti  Mengikuti
arahan/petunjuk arahan/petunju
dari guru dengan k yang
baik diberikan guru
dengan baik
108

2. Permainan a. Bermain membuat  Masih belum


yang dapat anak tunagrahita mengenal
mengembang mengenal huruf huruf dan
kan kognitif dan angka angka dengan
anak benar
tunagrahita di
SLBN Aceh
Timur
b. Bermain membuat  Sudah mulai
anak tunagrahita muncul rasa
berfikir ingin tahu
sehingga
banyak
bertanya
109

Lampiran 2 : Instrumen Pedoman Wawancara


Butir Instrumen Pedoman Wawancara
“Peran Teknik Bermain Dalam Meningkatkan Perkembangan Kognitif
Anak Tunagrahita Di SLBN Aceh Timur”.
No Aspek Sub Aspek Pertanyaan
1. Peran teknik Teknik bermain 1. Apakah di SLB Aceh Timur
bermain terdapat permainan yang dapat
mengembangan kognitif anak
tunagrahita?
2. Apakah tujuan dari permainan yang
tersebut?
3. Apakah manfaat dari permainan
tersebut?
Jenis permainan 4. Permainan apa saja yang
digunakan/ dilakukan?
Materi bermain 5. Apakah dalam bermain
menggunakan materi?
Tempat 6. Dimana Bapak/Ibu melakukan
bermain dengan anak-anak
tunagrahita?
7. Apakah tempat yang disediakan
sudah sesuai dengan anak-anak
tunagrahita?
8. Selama pelaksaan permainan
apakah tempat selalu dikhususkan?
9. Jika dikhsusukan dimana?
10. Apakah tempat yang di sediakan
monoton atau fleksibel?
Waktu 11. Sejak kapan Bapak/Ibu
memberikan permainan kepada
anak tunagrahita?
12. Apakah terjadwal atau terjadi secar
kondisional tiap harinya?
13. Apakah anak merasa sesuai
dengan waktu yang dijadwalkan
untuk kegiatan bermain?
Kemampuan 14. Bagaimanakah kemampuan
bermain anak bermain anak tunagrahita di SLBN
tunagrahita Aceh Timur?
Hambatan dalam 15. Apakah ada kesulitan yang muncul
mengembangkan dari anak pada saat bermain?
kemampuan 16. Jika ada, hambatan seperti apa
bermain anak pak/bu?
tunagrahita 17. Apakah ada hambatan yang muncul
110

dari lingkungan sekitar pada saat


bermain?
18. Jika ada, hambatan berupa apa itu
pak/bu?
Upaya yang 19. Apa upaya yang Bapak/Ibu lakukan
dilakukan dalam dalam menanggulangi hambatan
mengembangkan yang muncul dari anak?
kemampuan 20. Apa yang melandasi Bapak/Ibu
bermain anak untuk memilih atau menggunakan
tunagrahita upaya tersebut?

2. Perkembangan Kemampuan 21. Bagaimanakah kemampuan


Kognitif kognitif anak kognitif anak tunagrahita di SLBN
tunagrahita di Aceh timur saat ini?
SLBN Aceh 22. Apakah tedapat persamaan
Timur kemampuan kognitif diantara anak
satu dengan lainnya yang
bersekolah di SLBN Aceh Timur?
23. Jika ada, dalam hal apakah terdapat
persamaan dan perbedaan tersebut?
Permainan yang 24. Apakah terdapat permainan yang
dapat dapat mengembangkan kemampuan
mengembangkan kognitif anak?
kognitif anak 25. Permainan apa saja yang dapat
tunagrahita di mengembangkan kemampuan
SLBN Aceh kognitif anak tunagahita di SLBN
Timur Aceh Timur
26. Bagaimana pengaruh permainan
dalam mengembangkan kognitif
anak tunagrahita di SLBN Aceh
timur?
111

Lampiran 3 : Hasil Wawancara

Responden ke (1)

Nama : Siti Aida Putri Salasa S.Pd

Hari/Tanggal : Kamis, 24 April2021

Waktu : 09.00 WIB

Tempat : SLBN Aceh Timur

Asp. Peran Teknik Bermain

Sub Asp. Teknik bermain (sub. Asp 1)

Peneliti menyampaikan pertanyaan pertama, “Apakah di SLB Aceh Timur


terdapat permainan yang dapat mengembangan kognitif anak tunagrahita?”

“Ya, ada.”

Selanjutnya pertanyaan kedua diajukan oleh peneliti, “Apakah tujuan dari


permainan yang tersebut?”

“Untuk membuat pembelajaran lebih aktif, kreatif, dan inovatif serta


menimbulkan pembelajaran yang PAIKEM.”

Peneliti menanyakan pertanyaan selanjutnya? “Apakah manfaat dari permainan


tersebut?”

“Dengan adanya permainan bisa menimbulkan motivasi dan semangat


belajar peserta didik serta membuat peserta didik menjadi lebih merasakan
pengalaman berdasarkan gaya bermain dan pengalaman yang dialami oleh
peserta didik itu sendiri sehingga peserta didik menjadi kaya akan
pengalaman baik secara kognitif, afektif serta psikomotoriknya”

Sub Asp. Jenis Permainan (sub. Asp 2)

Selanjutnya peneliti memperdalam pertanyaan “Permainan apa saja yang


digunakan/ dilakukan?”

“Permainan tentu dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan


materi yang akan di ajarkan biasanya dalam pembelajaran tematik
112

disesuaikan dengan materi pelajaran bisa saja bermain peran dan lain
sebagainya, namun dalam olahraga permainan menekankan pada penjas
adaptif yang disesuaikan dengan karakter dan kekhususan anak tunagrahita
itu sendiri seperti permainan bola bocce dan lain sebagainya.”
Sub Asp. Materi bermain (sub. Asp 3)

Selanjutnya peneliti menlanjutkan pertanyaan “Apakah dalam bermin


menggunakan materi ?”

“Iya, menggunakan dan mengaitkan dengan materi yang disampaikan oleh


guru maupun pengalaman peserta didik itu sendiri.”

Sub Asp. Tempat (sub. Asp 4)

Selanutnya peneliti bertanya “Dimana Bapak/Ibu melakukan bermain dengan


anak-anak tunagrahita??”

“Kondisional aja ya, terkadang di kelas, di lapangan bermain, maupun di


taman lingkungan sekolah”

Peneliti bertanya “Apakah tempat yang disediakan sudah sesuai dengan anak-anak
tunagrahita ”

“Ya, insyaallah sesuai”

Selanjutnya peneliti memperdalam pertanyaan “Selama pelaksanaa permainan


apakah tempat selalu di khususkan ?”

“Untuk tempat tidak dikhususkan tetapi tergantung kondisi jadi pelaksanaan


bermain bisa dikatakan Kondisionl aja ya”

Selanjutnya peneliti bertanya lagi “Jika dikhususkan dimana?”

“Untuk khususnya kalau lagi olahraga di lapangan, kalau belajar tematik dan
pelajar lainnya di ruangan kelas”

Peneliti bertanya “apakah tempat yang disediakan monoton atau fleksibel?”

“tentu saja fleksibel yaa. Karena disesuaikan dengan kondisi anak saja”
113

Sub Asp. Waktu (sub. Asp 5)

Kemudian peneliti bertanya lebih mendalam “Sejak kapan Bapak/Ibu memberikan


permainan kepada anak tunagrahita?”

“Sejak anak sudah jadi peserta didik di sekolah kami dan mengikuti
pembelajaran di sekolah kami”

Peneliti bertanya “Apakah terjadwal atau terjadi secara kondisional tiap harinya?”

Beliau menjawab “Ada beberapa permainan yang kami jadwalkan namun,


walau bagaimanapun sebaik-baiknya kita mengatur jadwal nanti atau kapan-
kapan dimana akan dikondisikan dengan peserta didiknya sendiri

Peneliti bertanya “ Apakah anak merasa sesuai dengan waktu yang dijadwalkan
untuk kegiatan bermain”

Ibu Aida menjawab “ Iya, sesuai”

Sub Asp. Kemampuan bermain anak tunagrahita (sub. Asp 6)

Peneliti juga menanyakan “Bagaimanakah kemampuan bermain anak tunagrahita


di SLBN Aceh Timur?”

Ibu Aida menjawab “anak-anak bisa mengikuti permainan dengan atau tanpa
bantuan tergantung karakter dan kemampuan anaknya karena anak yang satu
berbeda dengan yang lainnya”

Sub Asp. Hambatan dalam mengembangkan kemampuan bermain anak


tunagrahita (sub. Asp 7)

Selanjutnya peneliti melanjutkan pertanyaan “Apakah ada kesulitan yang muncul


dari anak pada saat bermain?”

Ibu Aida “Tentu saja ada”

Peneliti bertanya “Jika ada, hambatan seperti apa pak/bu?”

Beliau menjawab “Hambatan memainkan peran dan menunggu antrian


dalam bermain, dan mengikuti aturan permainan itu sendiri. namun hal ini
berbeda-beda pada setiap peserta didiknya”
114

Peneliti juga bertanya “ Apakah ada hambatan yang muncul dari lingkungan
sekitar pada saat bermain?”

Ibu Aida menjawab “Tidak ada”

Peneliti bertanya “Jika ada, hambatan berupa apa itu pak/bu?

Ibu Aida menjawab “hambatan dari lingkungan belajarnya hampir tidak ada
ya karena mereka juga seneng main.”

Sub Asp. Upaya yang dilakukan dalam mengembangkan kemampuan


bermain anak tunagrahita (sub. Asp 8)

Kemudian peneliti bertanya lagi “Apa upaya yang Bapak/Ibu lakukan dalam
menaggulangi hambatan yang muncul dari anak?”

Beliau menjawab “Upayanya membuat permainan lebih menarik dan mudah


dipahami oleh peserta didik, mungkin dengan pengadaan media dan alat
belajar lainnya.”

Peneliti bertanya “Apa yang melandasi Bapak/Ibu untuk memilih atau


menggunakan upaya tersebut?”

Ibu Aida menjawab “Konsentrasi dan perhatian anak itu sangat dibutuhkan
dalam setiap sesi permainan, jadi alat tersebut bisa jadi salah satu media
pengantarnya.”

Asp. Perkembangan Kognitif

Sub Asp. Kemampuan kognitif anak tunagrahita (sub. Asp 1)

Peneliti bertanya “Bagaimanakah kemampuan kognitif anak tunagrahita di aceh


timur”

Beliau menjawab “Kemampuan kognitif peserta didik di slbn aceh timur saat
ini masih pada tahapan mengenal benda dan sangat rendah sekali disamping
itu juga mereka adalah anak dgn hambatan kecerdasan 2 standar deviasi
dibandingkan dengan anak pada umumnya sesuai usia mereka bahkan
berbeda jauh.”
115

Peneliti memperdalam pertanyaan “Apakah terdapat persamaan kemampuan


kognitif diantara anak satu dengan lainnya yang bersekolah di SLBN Aceh
timur?”

Ibu Aida menjawab “tentu saja diantara mereka berbeda satu sama lain.”

Peneliti bertanya “Jika ada, dalam hal apakah terdapat persamaan dan perbedaan
tersebut?”

Ibu aida menjawab “Selain perbedaan dalam kemampuan dan perkembangan


intelektualnya mereka juga berbeda dalam hal komunikasi, koordinasi,
persepsi, serta perkembangan lainnya”

Sub Asp. Permainan yang dapat mengembangkan kognitif anak tunagrahita


di SLBN Aceh Timur (sub. Asp 2)

Peneliti juga bertanya “Apakah terdapat permainan yang dapat mengembangkan


kemampuan kognitif anak ”

Ibu Aida menjawab “Tentu saja banyak permainan yang dapat


menumbuhkan kemampuan kognitif anak, diantaranya belajar sambil
bermain dgn menyusul puzzel seperti puzzel angka, bentuk, warna dan
lainnya”
Peneliti bertanya “Permainan apa saja yang dapat mengembangkan kemampuan
kognitif anak tunagrahita di SLBN Aceh timur”

Ibu Aida menjawab “Sementara dengan fasilitas yang kami punya saat ini
dan kreativitas dari gurunya disni terdapat beberapa permainan yang pernah
kami implementasikan kepada anak, seperti bermain peran, anak menjadi
orangtua dalam keluarga, kemudian bermain puzzel, jika dalam olahraga
maka bermain bola bocce untuk melatih konsentrasi dan koordinasi anak dan
lain sebagainya.”

Peneliti bertanya “Bagaimana pengaruh permaianan dalam mengembangkan


kognitif anak tunagrahita di SLBN Aceh Timur?

Ibu Aida menjawab “Sejauh ini pengaruhnya dapat dilihat adanya perubahan
dari segi pemahaman anak dan daya ekstrak anak terhadap aturan bermain
dan bisa mengulanginya dengan dan tanpa adanya bantuan.”
116

Responden ke (2)

Nama : Muhammad Azni S.Pd

Hari/Tanggal : Senin, 09 Mei 2021

Tempat : SLBN Aceh Timur

Asp. Peran Teknik Bermain

Sub Asp. Teknik bermain (sub. Asp 1)

Peneliti menyampaikan pertanyaan pertama, “Apakah di SLB Aceh Timur


terdapat permainan yang dapat mengembangan kognitif anak tunagrahita?”

“Tentu saja ada”

Selanjutnya pertanyaan kedua diajukan oleh peneliti, “Apakah tujuan dari


permainan yang tersebut?”

“Kalau tujuan bermain itu kita ciptakan di Slb itu yang namanya PAIKEM
(Pembelajaran Aktif Inomatif Kreatif Menyenangkan). Disamping mereka
belajar bisa juga mengebangkan motorik, afektif dan kognitif mereka.”

Peneliti menanyakan pertanyaan selanjutnya? “Apakah manfaat dari permainan


tersebut?”

“Secara pembelajaran bisa membuat suasana menyenangkan dan aktif.


Belajar bisa sambil tertawa dan bisa membuat anak tidak jenuh, tidak bosan.
Jangankan mereka jenuh, bahkan anak normal saja 15 menit jika belajar
sudah jenuh apalagi yang anak SLB mungkin 5 menit mereka bisa jenuh
sehingga salah satunya ya bermain menjadi salah satu hal yang
menyenangkan bagi mereka sehingga ini juga bisa melatih perkembangan
motorik, afektif dan kognitif terhadap siswa abk dan juga”

Sub Asp. Jenis Permainan (sub. Asp 2)

Selanjutnya peneliti memperdalam pertanyaan “Permainan apa saja yang


digunakan/ dilakukan?”

Ada beberapa permainan salah satunya untuk ATG Bouce, puzzle, melipat
origami, dan membuat mozaik.”
117

Sub Asp. Materi bermain (sub. Asp 3)

Selanjutnya peneliti menlanjutkan pertanyaan “Apakah dalam bermin


menggunakan materi ?”

“Tentu saja sesuai materi karena menggunakan materi yang kita ajarkan
sesuai bahan ajar guru dalam RPP”

Sub Asp. Tempat (sub. Asp 4)

Selanutnya peneliti bertanya “Dimana Bapak/Ibu melakukan bermain dengan


anak-anak tunagrahita??”

“Tidak menentu tergantung kondisi siswakalau khususnya di tempat terbuka.


Terkadang tergantung kondisi juga bisa dikelas ataupun diluar kelas.”

Peneliti bertanya “Apakah tempat yang disediakan sudah sesuai dengan anak-anak
tunagrahita ”

“Sudah”

Selanjutnya peneliti memperdalam pertanyaan “Selama pelaksanaan permainan


apakah tempat selalu di khususkan ?”

“Seharusnya begitu, mungkin karena kami masih kekurangan fasilitas dan


sarana maka kami mengunakan apa yang ada dulu baik itu tempat maupun
medianya.”

Selanjutnya peneliti bertanya lagi “Jika dikhususkan dimana?”

“Di lapangan khusus bouce”

Peneliti bertanya “apakah tempat yang disediakan monoton atau fleksibel?”

“Fleksibel”

Sub Asp. Waktu (sub. Asp 5)

Kemudian peneliti bertanya lebih mendalam “Sejak kapan Bapak/Ibu memberikan


permainan kepada anak tunagrahita?”
118

“Sejak motorik anak di perkirakan sudah layak untuk bermain”

Peneliti bertanya “Apakah terjadwal atau terjadi secara kondisional tiap harinya?”

“Tidak tentu bisa terjadwal bisa saja tidak menurut kondisi dilapangan”
Peneliti bertanya “ Apakah anak merasa sesuai dengan waktu yang dijadwalkan
untuk kegiatan bermain”

“Tidak menentu”

Sub Asp. Kemampuan bermain anak tunagrahita (sub. Asp 6)

Peneliti juga menanyakan “Bagaimanakah kemampuan bermain anak tunagrahita


di SLBN Aceh Timur?”

“Masih dalam proses karena sekolah kita baru merintis, dan karakter anak-
anak tunagrahita pun berbeda-beda tingkat kemampuan mereka. kalau untuk
sekarang mungkin anak-anak masih di usahakan/dilatih sedikit-sedikit agar
kemampuan mereka ada peningkatan.”

Sub Asp. Hambatan dalam mengembangkan kemampuan bermain anak


tunagrahita (sub. Asp 7)

Selanjutnya peneliti melanjutkan pertanyaan “Apakah ada kesulitan yang muncul


dari anak pada saat bermain?”

“Sudah pasti ada kalau itu namanya juga anak tunagrahita yang mana mereka
memiliki hambatan dalam kesehariannya”

Peneliti bertanya “Jika ada, hambatan seperti apa pak/bu?”

“Anak tunagrahita hambatan dalam kognitif dan motorik sehingga perlu


untuk diasah atau kita latih supaya mereka berkembang”

Peneliti juga bertanya “ Apakah ada hambatan yang muncul dari lingkungan
sekitar pada saat bermain?”

“Ada”

Peneliti bertanya “Jika ada, hambatan berupa apa itu pak/bu?


119

“Konsentrasi, karena sulit untuk mereka fokus saat di luar kelas”


Sub Asp. Upaya yang dilakukan dalam mengembangkan kemampuan
bermain anak tunagrahita (sub. Asp 8)

Kemudian peneliti bertanya lagi “Apa upaya yang Bapak/Ibu lakukan dalam
menaggulangi hambatan yang muncul dari anak?”

“Tetap memberi semangat kepada siswa dan juga membuat permainan lebih
menarik dan mudah dipahami mungkin dengan pengadaan media bermain”

Peneliti bertanya “Apa yang melandasi Bapak/Ibu untuk memilih atau


menggunakan upaya tersebut?”

“Mungkin menurut saya itu cara terbaik karena mereka sangat suka ketika
diberi sesuatu (reward) salah satunya berupa tepuk tangan sebagai
penyemangat atau keberhasilan mereka itu sudah membuat mereka senang”

Asp. Perkembangan Kognitif

Sub Asp. Kemampuan kognitif anak tunagrahita (sub. Asp 1)

Peneliti bertanya “Bagaimanakah kemampuan kognitif anak tunagrahita di aceh


timur”

“Sedikit berkembang, minimal mereka sudah mengenal objek atau benda-


benda walaupun terkadang kembali lupa, juga anak-anakk memahami saat
kita arahkan atau memberi perintah itu sudah bisa kita katakan sudah
berkembang artinya mereka ada proses berfikir saat kita suruh.”
Peneliti memperdalam pertanyaan “Apakah terdapat persamaan kemampuan
kognitif diantara anak satu dengan lainnya yang bersekolah di SLBN Aceh
timur?”

“Ya Ada”
Peneliti bertanya “Jika ada, dalam hal apakah terdapat persamaan dan perbedaan
tersebut?”

“Anak tunagrahita ini adalah mereka yang memiliki kecerdasan di bawah


rata-rata, sehingga mereka itu tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya, memikirkan hal-hal yang abstrak dan berbelit-belit. Begitu
juga dalam pendidikannya, pada saat belajar seperti mengarang, berhitung,
dan pelajaran bersifat akademik lainnya. Anak tunagrahita ini juga memiliki
tingkatan ketunagrahitaan yang berbeda-beda, ada yang ringan, sedang, dan
juga berat.Jadi persamaannya ga bisa di ukur, kalau perbedaanya banyak
berbeda satu dengan lainnya. Contoh yang ringan yang ada di sekolah sarah
120

dia cepat tangkap dalam pembelajaran sekalipun itu di berikan yang abstrak.
Sedangkan alfi harus menggunakan yang konkrit.”

Sub Asp. Permainan yang dapat mengembangkan kognitif anak tunagrahita


di SLBN Aceh Timur (sub. Asp 2)

Peneliti juga bertanya “Apakah terdapat permainan yang dapat mengembangkan


kemampuan kognitif anak ”

Ada
Peneliti bertanya “Permainan apa saja yang dapat mengembangkan kemampuan
kognitif anak tunagrahita di SLBN Aceh timur”

“Untuk permainan hampir sama dengan anak-anak pada umumnya hanya


saja kalau khusus ABK sudah pasti paling dikenal Bouce, dan untuk yang
lain bisa dengan puzzle, melompat dari satu tempat ketempat lain, melipat
kertas bunga menjadi suatu bentuk berupa banyak yang lainnya”

Peneliti bertanya “Bagaimana pengaruh permainan dalam mengembangkan


kognitif anak tunagrahita di SLBN Aceh Timur?

“Dengan adanya permaianan anak tunagrahita bisa mengasah kemampuan


kognitif/intelektual dalam artian mereka ada mencoba untuk berfikir/berkerja
dengan kemampuan menganalisis disekitar mereka, sehingga dengan adanya
permaianan kita bisa mencoba sedikit demi sedikit untuk mengajar kan
mereka Pengembangan Diri (Bina Diri) dimana program ini merupakan
pembelajaran yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dengan
hambatan intelektual dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang bertujuan
agar siswa dapat mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Sehingga
bermain bisa kita bilang berpengaruh bagi mereka sebagai pembelajaran bagi
perkembangan kognitif dan perkembangan sehari-hari. Contoh SD tiap
selesai makan akan langsung minta tisu untuk membersihkan mulutnya ini
kita ajarkan dengan cara bercerita kemudian memperlihatkan gambar ke
mereka secara berurutan bagaimana saat memeulai makan sampai setelah
makan”
121

Lampiran 4 : Dokumentasi
122
123
124

SLBN ACEH TIMUR


125

Lampiran 5:
126

Lampiran 6 :Surat Permohonan Penelitian


127

Lampiran 7 :Surat Izin Penelitian


128

Lampiran 8 : Surat Telah Menyelesaikan Penelitian


129

Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara


130
131

Lampiran 10 :Lembar Bimbingan Skripsi


132
133

BIODATA PENELITI
A. Data Peneliti
Nama : Mutia

Tempat/tanggal lahir : Peureulak, 17 Juli 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan/suku : Indonesia/ Aceh

Alamat : Dusun Mesjid, Meunasah Krueng, Kec. Peudawa,


Aceh Timur

Telepon : 0852-6269-9617

E-mail : tia17mutia@gamil.com

B. Data Keluarga

Ayah : Agussani

Pekerjaan : Sopir

Ibu : Nurbaiti

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Latar Belakang Pendidikan Peneliti


2004-2005 : TK Cut Nyak Dhien
2005-2011 : SD Negeri 1 Peudawa
2011-2014 : SMP Negeri 1 Peudawa
2014-2017 : SMA Negeri 1 Idi

Lhokseumawe, 30 Juli 2021

Mutia
2017320133

Anda mungkin juga menyukai