Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa awal anak-anak adalah bermain, karena pada umumnya anak usia
sekolah dasar senang bermain. Hampir setiap hari mereka selalu bermain
dengan segala macam permainan yang ada. Suatu pendapat mengatakan
bahwa bukan orang tua yang baik jika melarang anak-anak untuk bermain,
karena pada saat itu anak berada di alam bermain. Akan tetapi pada saat ini
banyak orang tua yang menganggap bahwa bermain adalah kegiatan yang
membuang waktu, dan lebih baik digunakan untuk belajar.
Menurut Brunner bermain adalah kegiatan yang serius yang merupakan
bagian penting pada masa anak-anak. Dengan demikian tidak perlu heran jika
pada saat pembelajaran anak-anak lebih suka bermain-main dibandingkan
dengan memperhatikan penjelasan dari guru. Hal tersebut sering terjadi pada
pembelajaran di kelas rendah. Jika hal itu dibiarkan secara terus menerus
tanpa ada respon dari guru selaku dalang dalam pembelajaran, bukan tidak
mungkin jika pembelajaran yang dilakukan kurang dan bahkan tidak berhasil.
Untuk keberhasilan pembelajaran maka tugas guru adalah menciptakan
lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga dalam belajar anak
merasa nyaman dan senang. Pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilakukan dengan menggunakan permainan edukatif dalam pembelajaran.
Dengan permainan edukatif tersebut, disamping anak merasa senang karena
bisa bermain-main, anak juga akan lebih mudah untuk meneima pelajaran.
Alat permainan edukatif bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya puzzle,
teka-teki, pesan berantai, ular tangga, scrabble, kartu huruf, kartu kata, dll.
Semua alat permainan edukatif tersebut dapat dimanfaatkan ketika
pembelajaran. Pembelajaran yang demikian materi pelajaran yang diperoleh
anak akan lebih bertahan lama di dalam otak dibandingkan dengan
pembelajaran yang menggunakan sistem hafalan seperti yang sering dilakukan

1
oleh sebagian besar guru. Karena dengan permainan, anak akan memiliki
kesan tersendiri terhadap materi yang diajarkan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas ada masalah yang muncul, yaitu
bagaimana contoh pembelajaran dengan menggunakan permainan edukatif
dan apa dampaknya bagi siswa?

C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan contoh pembelajaran menggunakan permainan edukatif, dan
dampaknya bagi siswa.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, makalah ini bermanfaat agar pembaca dapat mengetahui
bagaimana contoh pembelajaran menggunakan permainan edukatif serta
dampaknya bagi siswa.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, makalah ini bermanfaat untk meningkat mutu pembelajaran
dengan menerapkan konsep pembelajaran menggunakan permainan
edukatif pada siswa sekolah dasar khususnya siswa kelas rendah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Paradigma Belajar
Perbedaan definisi belajar menjadi pangkal persoalan dalam mempelajari
apapun. Selama bertahun-tahun belajar menjadi istilah yang mewakili kegiatan
yang begitu serius, menguras pikiran dan konsentrasi. Oleh karena itu
permainan dan nyanyian tidaklah dikatakan belajar walaupun mungkin isi
permainan dan nyanyian itu adalah ilmu pengetahuan.
Jean Piaget mengungakapkan bahwa anak-anak usia 6-8 tahun merupakan
anak-anak yang baru mencapai pada tahap operasional konkrit. Tahap dimana
anak baru diajarkan untuk berfikir secara terstruktur. Untuk berfikir secara
terstruktur anak harus dilatih sedikit demi sedikit dengan menggunakan hal-
hal yang bersifat konkrit dan dapat menarik minat anak untuk terus belajar
hingga mencapai kemampuan untuk berfikir terstruktur. Jika pembelajaran
tersebut dilakukan seperti pembelajaran pada tahapan berikutnya yang lebih
abstrak, maka kemungkinan yang terjadi adalah bukannya mencerdaskan
anak, akan tetapi malah sebaliknya. Anak akan memiliki persepsi yang buruk
tentang belajar dan menjadi benci dengan kegiatan belajar.
Fenomena kurangnya minat dan tidak bersemangatnya anak dalam belajar
sering dijumpai dalam kegiatan pembelajaran di sekolah pada saat ini. Hal itu
bisa disebabkan karena guru mengajarkan materi hanya menggunakan media
yang seadanya bahkan tanpa menggunakan media. Guru hanya ceramah di
depan kelas, tanpa menghiraukan pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan. Seringkali terjadi ketika siswa akan ujian apa yang sudah
dipelajarinya hilang begitu saja tanpa bekas karena terlalu banyak mengahafal.
Padahal untuk anak sekolah dasar kelas rendah sebaiknya diboleh terlalu
banyak mengahfal, karena masih berfikir secara konkrit.
Hal itulah yang menjadikan pembelajaran menjadi kurang efektif dan
efiisien, sehingga pembelajaran menjadi tidak berhasil. Untuk menunjang
keberhasilan dalam pembelajaran maka guru harus melakukan pembelajaran

3
dengan cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga gairah
belar siswa muncul. Belajar dengan kondisi psikis yang baik (senang) akan
memudahkan siswa untuk mentransfer ilmu ke dalam otaknya. Pembelajaran
yang menyenangkan tersebut dapat dilakukan dengan permainan edukatif,
mengingat bahwa anak usia sekolah dasar kelas 1-3 masih berfikir secara
konkrit dan juga masih enang bermain-main.

B. Pembelajaran dengan Permainan Edukatif


Pembelajaran dengan permainan edukatif merukan suatu konsep
pembelajaran yang menggunakan metode permainan sebagai alat untuk
merangsang gairah siswa dalam belajar sehingga materi pembelajaran dapat
terserap dengan baik. Pembelajaran dengan permainan edukatif dapat
dilakukan dengan alat-alat permainan misalnya, puzzle, gambar-gambar,
scrabble, ular tangga, nyanyian, kartu karta, kartu huruf, dll. yang semuanya
itu mengandung nilai-nilai pembelajaran.
Contoh pembelajaran dengan menggunakan puzzle dapat diterapkan pada
siswa kelas 1, 2, dan 3. Misalnya pada pembelajaran di kelas 2, dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Untuk kelas
dengan skala kecil setiap kelompok terdiri dari tiga siswa.
b. Guru menyediakan beberapa kertas undian untuk mengambil puzzle.
c. Guru menyediakan beberapa puzzle tentang tempat-tempat umum
yang sudah diberi nomor di bagian belakangnya.
d. Salah satu siswa sebagai perwakilan dari masing-masing kelompok
mengambil puzzle yang telah disediakan guru sesuai dengan nomor
yang tertera pada kertas undian.
e. Siswa bersama kelompoknya menyusun puzzle. Pada saat menyusun
puzzle akan terlihat kerja sama siswa dalam kelompoknya sebagai
bentuk interaksi dengan sesama anggota kelompok.

4
f. Siswa yang paling cepat menyusun puzzle akan tercatat sebagai
kelompok tercepat dalam menyusun puzzle dan akan mendapatkan
penghargaan dari guru.
g. Kelompok yang sudah selesai dalam menyusun puzzle diminta untuk
menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan gambar tersebut.
Misalnya, jika puzzle bergambar pasar. Maka siswa menceritakan
hal-hal sering dijumpai dipasar, baik kegiatannya, benda-benda yang
ada di pasar serta kegunaan dari benda-benda tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Diceritakan secara tertulis.
h. Masing-masing kelompok membacakan hasil diskusinya bersama
teman-teman sekelompoknya di depan kelas.
i. Siswa dari kelompok lain dapat memberikan komentar maupun
pertanyaan kepada kelompok lain. Hal itu dilakukan untuk melatih
siswa berbicara untuk mengemukakan pendapatnya.
j. Masing-masing kelompok mengumpulkan hasil diskusinya dalam
bentuk portofolio.
k. Ketika belajar secara kelompok sedang berlangsung, guru
mengamati aktivitas siswa dalam kelompok terutama kerjasama
dalam kelompok sehingga terlihat hasil kraeativitas dari hasil
karyanya.
l. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok, predikat
kelompok terbaik yakni kepada kelompok yang bekerjasama dengan
baik antar anggotanya sehingga menghasilkan karya (hasil diskusi)
dengan nilai terbaik, yang dinilai dari kalimat yang tersusun dan
isinya. Predikat kelompok tercepat diberikan kepada kelompok yang
dapat menyusun puzzle dengan waktu tercepat. Kemudian predikat
kelompok terkompak diberikan kepada kelompok yang kompak
dalam kerja kelompok. Predikat kelompok tersemangat diberikan
kepada kelompok dengan anggotanya memiliki semangat dalam
mengerjakan tugas yang diberikan walaupun hasilnya kurang baik.

5
m. Penghargaan dapat berupa piagam penghargaan dan tanda bintang
kepada semua siswa sebagai anggota kelompoknya.
n. Guru memberikan motivasi dan dorongan kepada kelompok yang
belum berhasil untuk lebih bersemangat lagi dalam belajar.

C. Dampak Pembelajaran dengan Permainan Edukatif Bagi Siswa


Dengan melihat fenomena yang sering terjadi pada saat ini, yakni kurang
bersemangatnya siswa dalam belajar, maka guru harus segera mengatasinya
dengan cara mengubah pola pembelajaran. Pembelajaran tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran berupa permainan
edukatif seperti contoh pembelajaran yang telah dikemukakan di atas. Kedaan
psikis siswa yang cenderung masih ingin bermain mengharuskan guru untuk
melakukan pembelajaran yang bersifat permainan.
Pembelajaran dengan permainan edukatif seperti contoh di atas berdampak
posistif bagi siswa, khususnya dalam meningkatkan semangat dan gairah
siswa dalam belajar yang berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.
Karena siswa yang belajar dalam keadaan psikis yang baik maka akan mudah
dalam menyerap materi yang diberikan. Dengan permainan akan mengurangi
kejenuhan dan kebosanan siswa terhadap kegiatan belajar. Pembelajaran
dengan konsep permainan juga akan menghilangkan image siswa bahwa
belajar itu membosankan karena harus selalu berfikir serius agar bisa
mengerjakan soal-soal pada saat ujian.
Pembelajaran dengan pola permainan edukatif juga berdampak positif bagi
perkembangan sifat sosial siswa. Karena dengan permainan siswa yang bisa
bermain dengan baik akan membantu siswa lain yang tidak bisa. Selain itu
permainan juga mendidik jiwa anak untuk bersaing secara sportif karena
dalam permainan jika tidak sportif (jujur) maka dikatakan curang. Anak yang
curang tidak akan punya teman. Hal itu dapat mengajarkan pada siswa bahwa
dalam belajar juga tidak boleh curang, misalnya tidak boleh mencontek
pekerjaan temannya ketika sedang ujian.

6
Jadi pada intinya, pembelajaran dengan permainan edukatif dapat
meningkatkan gairah siswa dalam belajar sehingga dapat berpengaruh
terhadap meningkatnya hasil belajar siswa. Selain itu, pembelajaran dengan
permainan juga dapat meningkatkan pola interaksi siswa dengan teman-
temannya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurang
bersemangatnya dan kurang bergairahnya siswa dalam belajar disebabkan
karena pola pembelajaran guru yang monoton dan cenderung membosankan
bagi siswa. Dalam hal ini guru hanya melakukan pembelajaran dengan media
yang seadanya bahkan terkadang tanpa media dan hanya meminta siswa untuk
mengahafal materi yang diberikan.
Untuk meningkatkan gairah dan semangat siswa dalam belajar, maka guru
harus mengubah pola pembelajaran. Guru dapat melakukan pembelajaran
yang bersifat bermain dengan menggunakan alat permainan edukatif. Alat
permainan edukatif ini bisa berupa puzzle, ular tangga, kartu huruf, kartu kata,
scrabble, dll.
Pembelajaran dengan mengunakan konsep permainan edukatif berdampak
positif bagi siswa, yakni dengan meningkatnya semangat dan gairah belar
pada siswa yang berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu,
pembelajaran dengan permainan edukatif juga dapat meningkatkan interaksi
sosial siswa dengan teman-temannya.
B. Saran
Sebagi seorang pendidik yang baik, lakukanlah pola pembelajaran dengan
memperhatikan hal-hal yang dibutuhkan anak sesuai dengan usianya.jangan
menjadi seorang guru yang egois dan hanya mementingkan diri sendiri tanpa
menganggap bahwa anak juga manusia. Anak akan berhasil dalam belajar jika
kondisi psikis mereka dalam keadaan stabil. Untuk itu guru harus menerapkan
pola pembelajaran yang dapat membuat anak merasa nyaman ketika belajar
sehingga kondisi psikis anak akan stabil. Guru harus melakukan pembelajaran
dengan cara menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Misalnya dengan menggunakan alat permainan edukatif dalam proses
pembelajaran.

8
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, Muchamad. 2007. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Dalam Pengembangan Permainan Edukatif dan Alat Permainan Eukatif
Bagi Pendidikan Anak Usia Dini. Tersedia pada
http://fauzanbtg.blogspot.com. Diakses pada tanggal 2 Januari 2008.
Pujiati, Maya A. 2007. PAUD dan Calistung. Tersedia pada
http://prabu.telkom.us. Diakses pada tanggal 2 Januari 2008.
Roostrianawahti. 2006. Anak Usia Dini Sebagai Awal Penanaman Wawasan
Kebangsaan. Tersedia pada http://nasimaedu.com. Diakses pada tanggal 2
Januari 2008.

Anda mungkin juga menyukai