Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax treaty atau
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah. Tarif 20% (final)
atas jumlah bruto yang dikenakan atas:
1. Dividen
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman
3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan asset
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala
7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan
atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan
khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia. Tarif 20%
yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia. Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI
Penghindaran Pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada
dalam perjanjian, mungkin berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat
dari tarif biasa 20%, dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
Perkembangan jaman yang semakin maju seperti sekarang ini telah membuat bisnis
tumbuh dan berkembang dengan pesat di banyak negara. Pemerintah sudah mengatur
kebijakan mengenai pajak penghasilan PPh Pasal 26 agar setiap transaksi bisnis yang
berhubungan dengan Wajib Pajak Luar Negeri. Hal tersebut bertujuan agar bisnis yang
berhubungan dengan wajib pajak luar negeri bisa memberikan kontribusi bagi pendapatan
negara. Sumber pendapatan negara ini nantinya akan digunakan untuk kepentingan
masyarakat luas dan pembangunan nasional.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib
pajak luar negeri adalah:
1. seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
2. seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Contoh Soal
Jawaban:
2. Aland Addison yang adalah seorang warga negara Inggris yang memiliki 25% saham
atas PT Jayaraya Indonesia. Tahun ini Aland menjual seluruh sahamnya senilai Rp8
miliar kepada Charles seorang warga negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B
antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut.
Hitunglah PPh Pasal 26 dari transaksi tersebut?
Jawaban:
Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus sebagai
wajib pajak luar negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila hak
pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.
Penting bagi wajib pajak yang akan memotong pph pasal 26 kepada wajib pajak luar
negeri untuk mengetahui apakah wajib pajak luar negeri tersebut berasal dari negara
yang mempunyai tax treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab ketentuan
tarif pajaknya akan berbeda.
3. Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton di
Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar
Rp100.000.000. Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26.
Hitunglah PPh Pasal 26?
Jawaban:
Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan dipotong
PPh Pasal 26 sebesar Rp20.000.000.
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan subjek pajak luar
negeri baik orang pribadi atau badan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia. BUT atau Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia. Yang mana dapat merupakan orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia. Jadi, kesimpulannya BUT adalah semacam cabang
atau perwakilan perusahaan dari luar negeri yang didirikan di Indonesia.
BUT masuk dalam kategori subjek pajak luar negeri dan merupakan wajib pajak badan.
Di samping subjek pajak lainnya yang juga dipungut pajak penghasilan, seperti orang pribadi,
perseroan terbatas (PT), yayasan, serta badan usaha milik negara (BUMN) dan BUMD. BUT
dibuat untuk perusahaan penanaman modal asing yang menjadi wajib pajak dalam negeri.
Hal ini terjadi seiring bertambahnya investor asing di Indonesia yang masuk menggunakan
pola joint venture dengan bekerja sama dengan perusahaan asing lainnya maupun perusahaan
lokal. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh, pemerintah melakukan pengujian keberadaan suatu BUT perusahaan dari negara
treaty partner tersebut. Dengan tujuan untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak
untuk memajaki penghasilan tersebut.
BUT masuk dalam kategori Badan karena merupakan bentuk usaha yang dipergunakan
oleh subjek pajak luar negeri. Subek pajak yang dimaksud tersebut, baik orang pribadi
maupun badan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. BUT atau
Bentuk Usaha Tetap dapat berupa: