Gambaran umum
Kompetensi Dasar
Menguasai cara melaksanakan pembelajaran orang dewasa
Indikator
1. Menjelaskan prinsip pembelajaran orang dewasa
2. Menganalisis karakteristik pembelajaran orang dewasa
3. Mengidentifikasi strategi, metode pembelajaran atau teknik yang digunakan dalam
pembelajaran orang dewasa
4. Mengevaluasi pembelajaran orang dewasa
Materi
Pembelajaran Orang Dewasa
Kegiatan Pembelajaran
1. Pembukaan dan informasi lokakarya
Waktu: 10 menit Material: Slide PPT Aktivitas:
1. Fasilitator mengajak peserta untuk berhitung 1 sampai 4 satu demi satu dan membaginya
menjadi 4 kelompok. Mereka menyebutkan bentuk nomor yang sama satu kelompok.
2. Setiap kelompok memilih ketua kelompok dan sekretaris
3. Ketua kelompok memimpin diskusi strategi pembelajaran orang dewasa dan hasil
diskusinya dituliskan pada kertas plano oleh sekretaris.
4. Presentasi Kelompok
Waktu: 20 menit Material: Slide PPT/Kertas Plano Aktivitas:
1. Fasilitator meminta seluruh ketua kelompok maju ke depan dan melakukan undian.
Kelompok yang paling kalah menjadi presenter.
2. Fasilitator meminta kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan atau komentar kepada
kelompok presenter; Fasilitator memfasilitasi tanya-jawab
3. Fasilitator melengkapi strategi pembelajaran orang dewasa yang belum disebutkan.
5. Diskusi Berpasangan
Waktu: 20 menit Material: Kertas HVS Aktivitas:
Bahan Bacaan
Pengantar
Peserta pelatihan/diklat Pengembangan Skenario untuk Rencana Kontijensi dengan
menggunakan OpenStreetMap (OSM) dan QGIS/InaSafe adalah orang dewasa. Mereka memiliki
karakteristik belajar yang khas dan berbeda dengan anak-anak. Untuk itu pelatih perlu
mempelajari karakteristik belajar orang dewasa. Pemahaman terhadap karakteristik belajar orang
dewasa ini diperlukan untuk dapat memilih strategi pelatihan yang sesuai dan efektif bagi peserta
pelatihan.
Pembelajaran atau Pendidikan Orang Dewasa dikenal dengan istilah Andragogi, sebagai lawan
dari pedagogi (pendidikan anak-anak). Andragogi berasal dari bahasa latin Andro yang berarti
orang dewasa (Adult) dan agogos yang berarti memimpin atau membimbing. Jadi andragogi
adalah ilmu bagaimana memimpin atau membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang
dewasa.
Pada dasarnya, pendidikan adalah proses memfasilitasi seseorang untuk mencari dan
menemukan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam kehidupan melalui proses belajar,
sehingga semua kegiatan manusia memiliki potensi yang dipergunakan untuk belajar. Andragogi
menstimulasi orang dewasa agar mampu melakukan proses pencarian dan penemuan ilmu
pengetahuan yang mereka butuhkan dalam kehidupan. Belajar orang dewasa dilakukan secara
berlanjut dari pengalaman kehidupan.
1. Umpan balik: Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan
perasaan mengenai pelajaran yang baru berlangsung.
2. Refleksi: Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan refleksinya. Refleksi bersifat
subjektif yang khas pribadi, sehingga tidak perlu ditanggapi oleh fasilitator.
3. Diskusi kelompok: Peserta diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil evaluasi
masing-masing dan menuangkannya dalam sebuah laporan.
4. Questionnaire: Penilaian dengan disiapkan formulir pertanyaan yang telah disiapkan dan
diisi oleh peserta pelatihan.
5. Tim pengelola: Diantara peserta dibentuk sebuah tim yang terdiri dari moderator,
pencatat, dan evaluator. Tim ini bertugas untuk membuat laporan singkat padat dan
menyusun evaluasi dari acara seharian.
Cara di atas dapat dibantu degan Penilaian Unjuk Kerja/Performance. Penilaian Unjuk Kerja
mengamati kegiatan peserta dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk
menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta melakukan tugas tertentu seperti:
praktek dan simulasi. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
1.
2.
3.
2.
3.
No. Aspek yang dinilai Nilai
Skor yang dicapai
Skor Maksimum 9
Keterangan penilaian:
1 = Tidak kompeten 2 = Cukup kompeten 3 = Kompeten 4 = Sangat kompeten
Jika seorang peserta memperoleh skor 16 dapat ditetapkan ”sangat kompeten”. Dan seterusnya
sesuai dengan jumlah skor perolehan. Penilaian unjuk kerja ini apabila dilakukan di persekolahan
bisa diisi oleh guru, tetapi untuk pembelajaran orang dewasa dapat diisi fasilitator bersama-sama
dengan peserta. Dan isian tersebut sebagai bahan untuk didiskusikan atau pencatatan oleh tim
pengelola.
Daftar Bacaan
Budimansyah, D. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio.
Bandung: Genesindo.
Degeng, N.S. 2003. Evaluasi Pembelajaran. Makalah disampaikan dalam acara TOT
AA dan Pekerti dosen Kopertis Wilayah VII tanggal 15-21 Juni 2003.
Lanandi, A.G. 1982. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT Gramedia.
Mc. Tighe, JU and Ferrara (1995). Assessing learning in the classroom.
Website: ttp://www.msd. net/Assessment/authenticassessment. html.
Phopham, W. James, 1995. Classroom Assessment: What Teachers Need to Know,
United States of America, Allyn & Bacon – Simon & Scuster Company.
Supriyanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa (Dari Teori Hingga Aplikasi),
Banjarbaru: Bumi Aksara
Zainudin. 1986. Andragogi. Bandung: Penerbit Angkasa
Padmowihardjo, S. (2006). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
http://ippamaradhi.multiply.com/journal/item/102/10-Prinsip-Pendidikan-Orang-Dewasa
Micro teaching atau pembelajaran mikro adalah sebuah model atau metode pelatihan penampilan dasar
mengajar guru yang dilakukan secara mikro atau disederhanakan, yaitu waktu, materi dan jumlah siswa.
Micro teaching biasanya dilakukan oleh calon guru yang saling bertukar peran dalam berlatih untuk
menguasai keterampilan dasar mengajar, praktek kegiatan belajar dan berdiskusi mengenai masalah-
masalah yang ditemukan.
Pembelajaran micro teaching pada awalnya dilakukan di Stanford University, USA pada tahun 1963.
Micro teaching dilakukan sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas guru profesional. Di
Indonesia micro teaching mulai diperkenalkan oleh beberapa lembaga pendidikan tinggi, antara lain IKIP
Yogyakarta, IKIP Bandung, IKIP Ujung Pandang, FKIP Universitas Kristen Satyawacana. Pada Mei 1977
diadakan seminar untuk merekomendasikan pembelajaran mikro dimasukkan dalam silabus dan
kurikulum pada lembaga pendidikan guru (Asril, 2011).
Micro teaching adalah suatu metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki
keterampilan mengajar calon guru dan mengembangkan pengalaman profesional guru khususnya
keterampilan mengajar dengan cara menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajaran seperti
jumlah murid, waktu, fokus bahan ajar dan membatasi penerapan keterampilan mengajar tertentu,
sehingga guru dapat diketahui keunggulan dan kelemahan pada diri guru secara akurat.
Berikut definisi dan pengertian micro teaching dari beberapa sumber buku:
Menurut Sukirman (2012), micro teaching adalah sebuah pembelajaran dengan salah satu
pendekatan atau cara untuk melatih penampilan mengajar yang dilakukan secara micro atau
disederhanakan. Penyederhanaan disini terkait dengan setiap komponen pembelajaran,
misalnya dari segi waktu, materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar mengajar yang
dilatihkan, penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran
lainnya.
Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching adalah metode yang digunakan di
lingkungan pendidikan guru dan lingkungan belajar mengajar lainnya. Dalam micro teaching
sekelompok calon guru berlatih untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar mengajar,
mempraktikan kegiatan mengajar, dan berdiskusi untuk membahas tentang masalah-masalah
yang ditemukan. Proses belajar mengajar direkam dalam sebuah video dengan pantauan dosen
pembimbing. Calon guru saling bertukar peran, ada suatu saat menjadi guru dan ada pula yang
suatu saat menjadi siswa. Cara seperti ini telah digunakan di banyak lembaga pendidikan guru.
Menurut Asril (2011), micro teaching adalah sebuah model pengajaran yang dikecilkan atau
disebut juga dengan real teaching. Jumlah pesertanya berkisar antara 5 - 10 orang, ruang
kelasnya terbatas, waktu pelaksanaannya berkisar antara 10 dan 15 menit, terfokus kepada
keterampilan mengajar tertentu, dan pokok bahasannya disederhanakan.
Menurut Helmiati (2013), micro teaching adalah penguasaan ketrampilan dasar mengajar, guru
perlu berlatih secara parsial artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar perlu
dikuasai secara terpisah-pisah. Adapun yang dikecilkan dan disederhanakan adalah jumlah siswa
5 - 10 orang, waktu mengajar 5 - 10 menit, bahan pelajaran hanya mencakup satu atau dua hal
yang sederhana dan ketrampilan mengajar difokuskan beberapa ketrampilan khusus saja.
Menurut Hasibuan, Ibrahim dan Toemial (2014), micro teaching adalah metode latihan
penampilan dasar mengajar yang dirancang secara jelas mengisolasi bagian-bagian komponen
dan proses mengajar sehingga guru atau calon guru dapat menguasai satu persatu ketrampilan
dasar mengajar dalam situasi yang disederhanakan.
Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching berfungsi untuk memberikan pengalaman baru
dalam belajar mengajar, sedangkan bagi guru micro teaching berfungsi memberi penyegaran
keterampilan dan sebagai sarana umpan balik atas kinerja mengajarnya. Melalui micro teaching, baik
calon guru maupun guru dapat memperoleh informasi tentang kekurangan dan kelebihannya dalam
mengajar. Apa saja kelebihan yang perlu dipertahankan dan apa saja kekurangan yang dapat diperbaiki.
Selain itu, melalui micro teaching guru dapat mencoba metode atau model pembelajaran baru sebelum
digunakan pada kelas yang sebenarnya.
Menurut Helmiati (2013), micro Teaching berfungsi untuk membina calon guru/tenaga kependidikan
melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan interaktif. Adapun fungsi-fungsi pembelajaran
mikro atau micro teaching adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Intruksional, sebagai penyedia fasilitas praktek latihan bagi calon guru untuk berlatih dan
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan pembelajaran juga latihan penerapan
pengetahuan metode dan teknik mengajar dan ilmu keguruan yang telah dipelajari secara
teoritik. Pengajaran mikro berfungsi sebagai praktek keguruan, baik dalam pre-service maupun
in-service. Dengan hal ini maka jelas bahwa fungsi intruksional sebagai tempat untuk mengasah
kompetensi dan keterampilan mengajar.
2. Fungsi Pembinaan, sebagai tempat pembinaan dan pembekalan para calon guru dibina sebelum
terjun ke pengajaran sebenarnya. Micro teaching dijadikan tempat membekali calon guru
dengan memperbaiki komponen-komponen mengajar sebelum terjun ke kelas tempat
pengajaran.
3. Fungsi Integralistik, sebagai program yang merupakan bagian integral program pengalaman
lapangan serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus sebagai mata kuliah wajib
nyata.
4. Fungsi Eksperimen, sebagai bahan uji coba bagi calon guru pakar di bidang pembelajaran.
Contohnya seorang guru berdasarkan penelitiannya menemukan suatu model pembelajaran,
maka sebelum penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diujicobakan di
dalam micro teaching ini. Dengan hal ini hasil dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya
untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan. Dengan kata lain bahwa fungsi micro teaching
adalah sarana dalam latihan mempraktekkan mengajar, juga salah satu syarat bagi mahasiswa
yang akan mengikuti praktek mengajar di lapangan.
5. Peka terhadap fenomena yang terjadi di dalam proses pembelajaran ketika menjadi kolaborator
yang mengkritisi teman yang tampil praktik mengajar.
6. Lebih siap melakukan kegiatan praktik mengajar di lembaga dan sekolah.
7. Dapat menilai kekurangan yang ada dalam dirinya yang berkaitan dengan kompetensi dasar
mengajar melalui refleksi diri setelah praktik ke depan.
8. Sadar bagaimana membentuk profil pendidik yang baik ditinjau dari kompetensi penampilan,
sikap dan perilaku. Melalui micro teaching seorang calon pendidik akan memiliki rasa percaya
diri yang tinggi, karena telah dilatih secara baik dan dibekali kompetensi demi kompetensi baik
secara terpisah maupun terpadu dalam satu kesatuan proses pembelajaran.
Menurut Barnawi dan Arifin (2016), tujuan micro teaching adalah untuk membekali dan/atau
meningkatkan performance calon guru atau guru dalam mengadakan kegiatan belajar mengajar melalui
pelatihan keterampilan mengajar. Micro teaching digunakan untuk mempertemukan antara teori dan
praktik pengajaran pada mahasiswa calon guru. Selain itu, micro teaching digunakan untuk menyiapkan
calon guru sebelum praktik mengajar di sekolah.
Micro teaching merupakan salah satu penunjang pengalaman lapangan bagi calon guru. Micro teaching
menjadi salah satu latihan terbatas mengenai keterampilan-keterampilan tertentu. Menurut Hasibuan,
Ibrahim dan Toemial (2014), tujuan yang diharapkan dari pembelajaran micro teaching antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Membantu calon guru atau guru menguasai ketrampilan-ketrampilan khusus, agar dalam latihan
tidak mengalami kesulitan.
2. Meningkatkan taraf kompetensi mengajar bagi calon guru secara bertahap, dengan penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang akhirnya dapat diintegrasikan dalam mengajar yang
sesungguhnya.
3. Dalam in service training bagi guru atau dosen, diharapkan yang bersangkutan bisa menemukan
sendiri kekurangannya dalam mengajar dan usaha memperbaikinya.
4. Memberi kemungkinan dalam latihan pembelajaran mikro agar calon guru atau guru menguasai
ketrampilan (khusus) mengajar, agar dalam penampilan mengajar (dalam proses belajar-
mengajar) mantap, terampil, dan kompeten.
5. Sebagai penunjang usaha peningkatan ketrampilan, kemampuan serta efektivitas dan efisiensi
penampilan calon guru atau guru dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran mikro atau micro teaching memiliki beberapa aspek dalam melatih keterampilan yang
harus dimiliki oleh seorang pengajar terkait dengan sejauh mana kemampuan para guru mampu di
dalam menerapkan berbagai variasi metode mengajar. Menurut Barnawi dan Arifin (2016) terdapat
beberapa aspek keterampilan dalam micro teaching, yaitu sebagai berikut:
BACA JUGA
b. Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang diorganisasikan
secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
Kegiatan menjelaskan memiliki tiga komponen, yaitu penyampaian pesan (sender), pihak yang dituju
(receiver), dan pesan (message). Tujuan menjelaskan tidak untuk membuat siswa hafal, tetapi membuat
siswa menjadi memahami apa yang sedang dipelajari. Penjelasan itu harus berkesan dan bermakna bagi
siswa. Sebelumnya perlu dilakukan perencanaan dengan baik dan memerhatikan isi materi serta kondisi
siswa, kemudian isi materi perlu disajikan dengan teknik yang tepat agar mudah dipahami. Bisa dengan
pengarahan, bahasa yang sederhana, ataupun ilustrasi.
e. Keterampilan bertanya
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atau
balikan dari orang lain. Setiap pengajaran, evaluasi, pengukuran, dan penilaian dilakukan dengan
pertanyaan. Pertanyaan yang baik akan menuntun jawaban yang sesungguhnya dan pertanyaan yang
buruk akan menjauhkan kita dari jawaban yang memuaskan. Tujuan keterampilan bertanya agar peserta
didik bisa termotivasi untuk terlibat dalam interaksi belajar, berani mengutarakan pendapat, dan
mampu meningkatkan pola berfikir peserta didik.
Menurut Halimah (2013), tahapan dalam pembelajaran mikro atau micro teaching adalah sebagai
berikut:
Tahapan micro teaching
a. Tahap I (kognitif)
Tahap pertama, mahasiswa calon guru atau praktekkan dibimbing untuk memahami dan mendalami
serta memiliki gambaran secara umum konsep dan makna keterampilan dasar mengajar dalam proses
belajar mengajar, menggunakan secara tepat, menyinergikan keterampilan satu dan lainnya serta
ketepatan kapan dan dalam kondisi yang bagaimana keterampilan satu dan lainnya digunakan pada
tahap ini idealnya para calon guru selain diperkenalkan pada konsep-konsep secara teoritis juga harus
melihat contoh-contoh penerapan teori tersebut secara praktis melalui tayangan video aplikasi teori
tersebut. Dengan demikian, para mahasiswa calon guru atau praktekkan dapat menyinergikan
pengetahuan mereka untuk digunakan pada realita pengajaran yang dipadukan dengan keterampilan
dasar mengajar.
b. Tahap II (pelaksanaan)
Tahap kedua ini, para mahasiswa calon guru atau praktekkan secara nyata mempraktekkan
keterampilan dasar mengajar secara berulang, dengan harapan jika praktekkan sudah berulang kali
melakukan praktik akan mengetahui kekurangannya pada keterampilan yang mereka pelajari untuk
dikuasai dan terampil untuk menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Pada tahapan ini
praktekkan sudah dapat mempersiapkan perangkat pembelajaran mulai dari RPP, media yang akan
digunakan dan segala sesuatu yang dipersyaratkan bagi guru yang profesional dimasa mendatang.
Daftar Pustaka
KATA KUNCI
Pembelajaran micro teaching pada awalnya dilakukan di Stanford University, USA pada tahun 1963.
Micro teaching dilakukan sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas guru profesional. Di
Indonesia micro teaching mulai diperkenalkan oleh beberapa lembaga pendidikan tinggi, antara lain IKIP
Yogyakarta, IKIP Bandung, IKIP Ujung Pandang, FKIP Universitas Kristen Satyawacana. Pada Mei 1977
diadakan seminar untuk merekomendasikan pembelajaran mikro dimasukkan dalam silabus dan
kurikulum pada lembaga pendidikan guru (Asril, 2011).
Micro teaching adalah suatu metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki
keterampilan mengajar calon guru dan mengembangkan pengalaman profesional guru khususnya
keterampilan mengajar dengan cara menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajaran seperti
jumlah murid, waktu, fokus bahan ajar dan membatasi penerapan keterampilan mengajar tertentu,
sehingga guru dapat diketahui keunggulan dan kelemahan pada diri guru secara akurat.
Berikut definisi dan pengertian micro teaching dari beberapa sumber buku:
Menurut Sukirman (2012), micro teaching adalah sebuah pembelajaran dengan salah satu
pendekatan atau cara untuk melatih penampilan mengajar yang dilakukan secara micro atau
disederhanakan. Penyederhanaan disini terkait dengan setiap komponen pembelajaran,
misalnya dari segi waktu, materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar mengajar yang
dilatihkan, penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran
lainnya.
Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching adalah metode yang digunakan di
lingkungan pendidikan guru dan lingkungan belajar mengajar lainnya. Dalam micro teaching
sekelompok calon guru berlatih untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar mengajar,
mempraktikan kegiatan mengajar, dan berdiskusi untuk membahas tentang masalah-masalah
yang ditemukan. Proses belajar mengajar direkam dalam sebuah video dengan pantauan dosen
pembimbing. Calon guru saling bertukar peran, ada suatu saat menjadi guru dan ada pula yang
suatu saat menjadi siswa. Cara seperti ini telah digunakan di banyak lembaga pendidikan guru.
Menurut Asril (2011), micro teaching adalah sebuah model pengajaran yang dikecilkan atau
disebut juga dengan real teaching. Jumlah pesertanya berkisar antara 5 - 10 orang, ruang
kelasnya terbatas, waktu pelaksanaannya berkisar antara 10 dan 15 menit, terfokus kepada
keterampilan mengajar tertentu, dan pokok bahasannya disederhanakan.
Menurut Helmiati (2013), micro teaching adalah penguasaan ketrampilan dasar mengajar, guru
perlu berlatih secara parsial artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar perlu
dikuasai secara terpisah-pisah. Adapun yang dikecilkan dan disederhanakan adalah jumlah siswa
5 - 10 orang, waktu mengajar 5 - 10 menit, bahan pelajaran hanya mencakup satu atau dua hal
yang sederhana dan ketrampilan mengajar difokuskan beberapa ketrampilan khusus saja.
Menurut Hasibuan, Ibrahim dan Toemial (2014), micro teaching adalah metode latihan
penampilan dasar mengajar yang dirancang secara jelas mengisolasi bagian-bagian komponen
dan proses mengajar sehingga guru atau calon guru dapat menguasai satu persatu ketrampilan
dasar mengajar dalam situasi yang disederhanakan.
Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching berfungsi untuk memberikan pengalaman baru
dalam belajar mengajar, sedangkan bagi guru micro teaching berfungsi memberi penyegaran
keterampilan dan sebagai sarana umpan balik atas kinerja mengajarnya. Melalui micro teaching, baik
calon guru maupun guru dapat memperoleh informasi tentang kekurangan dan kelebihannya dalam
mengajar. Apa saja kelebihan yang perlu dipertahankan dan apa saja kekurangan yang dapat diperbaiki.
Selain itu, melalui micro teaching guru dapat mencoba metode atau model pembelajaran baru sebelum
digunakan pada kelas yang sebenarnya.
Menurut Helmiati (2013), micro Teaching berfungsi untuk membina calon guru/tenaga kependidikan
melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan interaktif. Adapun fungsi-fungsi pembelajaran
mikro atau micro teaching adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Intruksional, sebagai penyedia fasilitas praktek latihan bagi calon guru untuk berlatih dan
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan pembelajaran juga latihan penerapan
pengetahuan metode dan teknik mengajar dan ilmu keguruan yang telah dipelajari secara
teoritik. Pengajaran mikro berfungsi sebagai praktek keguruan, baik dalam pre-service maupun
in-service. Dengan hal ini maka jelas bahwa fungsi intruksional sebagai tempat untuk mengasah
kompetensi dan keterampilan mengajar.
2. Fungsi Pembinaan, sebagai tempat pembinaan dan pembekalan para calon guru dibina sebelum
terjun ke pengajaran sebenarnya. Micro teaching dijadikan tempat membekali calon guru
dengan memperbaiki komponen-komponen mengajar sebelum terjun ke kelas tempat
pengajaran.
3. Fungsi Integralistik, sebagai program yang merupakan bagian integral program pengalaman
lapangan serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus sebagai mata kuliah wajib
nyata.
4. Fungsi Eksperimen, sebagai bahan uji coba bagi calon guru pakar di bidang pembelajaran.
Contohnya seorang guru berdasarkan penelitiannya menemukan suatu model pembelajaran,
maka sebelum penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diujicobakan di
dalam micro teaching ini. Dengan hal ini hasil dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya
untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan. Dengan kata lain bahwa fungsi micro teaching
adalah sarana dalam latihan mempraktekkan mengajar, juga salah satu syarat bagi mahasiswa
yang akan mengikuti praktek mengajar di lapangan.
5. Peka terhadap fenomena yang terjadi di dalam proses pembelajaran ketika menjadi kolaborator
yang mengkritisi teman yang tampil praktik mengajar.
6. Lebih siap melakukan kegiatan praktik mengajar di lembaga dan sekolah.
7. Dapat menilai kekurangan yang ada dalam dirinya yang berkaitan dengan kompetensi dasar
mengajar melalui refleksi diri setelah praktik ke depan.
8. Sadar bagaimana membentuk profil pendidik yang baik ditinjau dari kompetensi penampilan,
sikap dan perilaku. Melalui micro teaching seorang calon pendidik akan memiliki rasa percaya
diri yang tinggi, karena telah dilatih secara baik dan dibekali kompetensi demi kompetensi baik
secara terpisah maupun terpadu dalam satu kesatuan proses pembelajaran.
Menurut Barnawi dan Arifin (2016), tujuan micro teaching adalah untuk membekali dan/atau
meningkatkan performance calon guru atau guru dalam mengadakan kegiatan belajar mengajar melalui
pelatihan keterampilan mengajar. Micro teaching digunakan untuk mempertemukan antara teori dan
praktik pengajaran pada mahasiswa calon guru. Selain itu, micro teaching digunakan untuk menyiapkan
calon guru sebelum praktik mengajar di sekolah.
Micro teaching merupakan salah satu penunjang pengalaman lapangan bagi calon guru. Micro teaching
menjadi salah satu latihan terbatas mengenai keterampilan-keterampilan tertentu. Menurut Hasibuan,
Ibrahim dan Toemial (2014), tujuan yang diharapkan dari pembelajaran micro teaching antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Membantu calon guru atau guru menguasai ketrampilan-ketrampilan khusus, agar dalam latihan
tidak mengalami kesulitan.
2. Meningkatkan taraf kompetensi mengajar bagi calon guru secara bertahap, dengan penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang akhirnya dapat diintegrasikan dalam mengajar yang
sesungguhnya.
3. Dalam in service training bagi guru atau dosen, diharapkan yang bersangkutan bisa menemukan
sendiri kekurangannya dalam mengajar dan usaha memperbaikinya.
4. Memberi kemungkinan dalam latihan pembelajaran mikro agar calon guru atau guru menguasai
ketrampilan (khusus) mengajar, agar dalam penampilan mengajar (dalam proses belajar-
mengajar) mantap, terampil, dan kompeten.
5. Sebagai penunjang usaha peningkatan ketrampilan, kemampuan serta efektivitas dan efisiensi
penampilan calon guru atau guru dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran mikro atau micro teaching memiliki beberapa aspek dalam melatih keterampilan yang
harus dimiliki oleh seorang pengajar terkait dengan sejauh mana kemampuan para guru mampu di
dalam menerapkan berbagai variasi metode mengajar. Menurut Barnawi dan Arifin (2016) terdapat
beberapa aspek keterampilan dalam micro teaching, yaitu sebagai berikut:
BACA JUGA
b. Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang diorganisasikan
secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
Kegiatan menjelaskan memiliki tiga komponen, yaitu penyampaian pesan (sender), pihak yang dituju
(receiver), dan pesan (message). Tujuan menjelaskan tidak untuk membuat siswa hafal, tetapi membuat
siswa menjadi memahami apa yang sedang dipelajari. Penjelasan itu harus berkesan dan bermakna bagi
siswa. Sebelumnya perlu dilakukan perencanaan dengan baik dan memerhatikan isi materi serta kondisi
siswa, kemudian isi materi perlu disajikan dengan teknik yang tepat agar mudah dipahami. Bisa dengan
pengarahan, bahasa yang sederhana, ataupun ilustrasi.
Menurut Halimah (2013), tahapan dalam pembelajaran mikro atau micro teaching adalah sebagai
berikut:
Tahapan micro teaching
a. Tahap I (kognitif)
Tahap pertama, mahasiswa calon guru atau praktekkan dibimbing untuk memahami dan mendalami
serta memiliki gambaran secara umum konsep dan makna keterampilan dasar mengajar dalam proses
belajar mengajar, menggunakan secara tepat, menyinergikan keterampilan satu dan lainnya serta
ketepatan kapan dan dalam kondisi yang bagaimana keterampilan satu dan lainnya digunakan pada
tahap ini idealnya para calon guru selain diperkenalkan pada konsep-konsep secara teoritis juga harus
melihat contoh-contoh penerapan teori tersebut secara praktis melalui tayangan video aplikasi teori
tersebut. Dengan demikian, para mahasiswa calon guru atau praktekkan dapat menyinergikan
pengetahuan mereka untuk digunakan pada realita pengajaran yang dipadukan dengan keterampilan
dasar mengajar.
b. Tahap II (pelaksanaan)
Tahap kedua ini, para mahasiswa calon guru atau praktekkan secara nyata mempraktekkan
keterampilan dasar mengajar secara berulang, dengan harapan jika praktekkan sudah berulang kali
melakukan praktik akan mengetahui kekurangannya pada keterampilan yang mereka pelajari untuk
dikuasai dan terampil untuk menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Pada tahapan ini
praktekkan sudah dapat mempersiapkan perangkat pembelajaran mulai dari RPP, media yang akan
digunakan dan segala sesuatu yang dipersyaratkan bagi guru yang profesional dimasa mendatang.
Daftar Pustaka
KATA KUNCI