Anda di halaman 1dari 27

Pembelajaran Orang Dewasa

Gambaran umum
Kompetensi Dasar
Menguasai cara melaksanakan pembelajaran orang dewasa

Indikator
1. Menjelaskan prinsip pembelajaran orang dewasa
2. Menganalisis karakteristik pembelajaran orang dewasa
3. Mengidentifikasi strategi, metode pembelajaran atau teknik yang digunakan dalam
pembelajaran orang dewasa
4. Mengevaluasi pembelajaran orang dewasa

Materi
Pembelajaran Orang Dewasa

1. Prinsip pembelajaran orang dewasa


2. Karakteristik pembelajaran orang dewasa
3. Startegi, metode, atau teknik pembelajaran orang dewasa
4. Evaluasi pembelajaran orang dewasa

Kegiatan Pembelajaran
1. Pembukaan dan informasi lokakarya
Waktu: 10 menit Material: Slide PPT Aktivitas:

1. Fasilitator mengucapkan selamat datang di pelatihan dan doa pembukaan


2. Informasi tata tertib pelatihan
3. Fasilitator menjelaskan topik dan tujuan sesi satu
2. Sesi Tanya Jawab tentang Karakteristik Pembelajaran Orang Dewasa
Waktu: 25 menit Material: Slide PPT Aktivitas:
1. Fasilitator mengajukan pertanyaan tentang pengertian ciri orang dewasa
2. Fasilitator menjelaskan pengertian pembelajaran orang dewasa
3. Fasilitator mengajukan pertanyaan karakteristik dan prinsip pembelajaran orang dewasa.
** 3. Diskusi Kelompok: Strategi Pembelajaran Orang Dewasa**
Waktu: 25 menit Material: Kertas Plano Aktivitas:

1. Fasilitator mengajak peserta untuk berhitung 1 sampai 4 satu demi satu dan membaginya
menjadi 4 kelompok. Mereka menyebutkan bentuk nomor yang sama satu kelompok.
2. Setiap kelompok memilih ketua kelompok dan sekretaris
3. Ketua kelompok memimpin diskusi strategi pembelajaran orang dewasa dan hasil
diskusinya dituliskan pada kertas plano oleh sekretaris.
4. Presentasi Kelompok
Waktu: 20 menit Material: Slide PPT/Kertas Plano Aktivitas:

1. Fasilitator meminta seluruh ketua kelompok maju ke depan dan melakukan undian.
Kelompok yang paling kalah menjadi presenter.
2. Fasilitator meminta kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan atau komentar kepada
kelompok presenter; Fasilitator memfasilitasi tanya-jawab
3. Fasilitator melengkapi strategi pembelajaran orang dewasa yang belum disebutkan.
5. Diskusi Berpasangan
Waktu: 20 menit Material: Kertas HVS Aktivitas:

1. Fasilitator meminta peserta untuk berpasangan


2. Setiap pasangan diminta mendiskusikan bagaimana sebaiknya mengevaluasi orang
dewasa (evaluasi pembelajaran orang dewasa)
3. Hasil diskusi pasangan dipajang di depan kelas
4. Dengan menggunakan musik sebagai latar belakang, fasilitator memilih acak dengan
melempar bola kecil ke peserta, peserta yang menerima bola diminta melemparkan ke
kelompok lain. Ketika musik berhenti, kelompok dari peserta yang menerima bola menjadi
presenter
5. Fasilitator meminta kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan atau komentar kepada
kelompok presenter. Fasilitator memfasilitasi tanya-jawab
6. Fasilitator melengkapi penjelasan tentang evaluasi pembelajaran orang dewasa
6. Refleksi dan Penutupan
Waktu: 5 menit Material: - Aktivitas:
Fasilitator meminta salah satu peserta untuk melakukan refleksi pelaksanaan sesi pertama.

Bahan Bacaan
Pengantar
Peserta pelatihan/diklat Pengembangan Skenario untuk Rencana Kontijensi dengan
menggunakan OpenStreetMap (OSM) dan QGIS/InaSafe adalah orang dewasa. Mereka memiliki
karakteristik belajar yang khas dan berbeda dengan anak-anak. Untuk itu pelatih perlu
mempelajari karakteristik belajar orang dewasa. Pemahaman terhadap karakteristik belajar orang
dewasa ini diperlukan untuk dapat memilih strategi pelatihan yang sesuai dan efektif bagi peserta
pelatihan.
Pembelajaran atau Pendidikan Orang Dewasa dikenal dengan istilah Andragogi, sebagai lawan
dari pedagogi (pendidikan anak-anak). Andragogi berasal dari bahasa latin Andro yang berarti
orang dewasa (Adult) dan agogos yang berarti memimpin atau membimbing. Jadi andragogi
adalah ilmu bagaimana memimpin atau membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang
dewasa.
Pada dasarnya, pendidikan adalah proses memfasilitasi seseorang untuk mencari dan
menemukan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam kehidupan melalui proses belajar,
sehingga semua kegiatan manusia memiliki potensi yang dipergunakan untuk belajar. Andragogi
menstimulasi orang dewasa agar mampu melakukan proses pencarian dan penemuan ilmu
pengetahuan yang mereka butuhkan dalam kehidupan. Belajar orang dewasa dilakukan secara
berlanjut dari pengalaman kehidupan.

1. Karakteristik belajar orang dewasa


Pendidikan orang dewasa adalah suatu usaha yang ditujukan untuk pengembangan diri yang
dilakukan oleh individu tanpa paksaan legal, tanpa usaha menjadikan bidang utama kegiatannya
(Reeves, Fansler, dan Houle dalam Supriyanto, 2007). Menurut UNESCO (Townsend Coles
1977 dalam Lanundi (1982), Pendidikan orang dewasa adalah keseluruhan proses pendidikan
yang diorganisasikan apa pun isi, tingkatan, metodenya, baik formal atau tidak, yang
melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi dan universitas serta
latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan
kemampuannya, memperkarya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau
profesuonalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif
rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial,
ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas. Sedangkan menurut Bryson dalam Supriyanto
(2007) Pendidikan orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang
dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktu dan tenaganya
untuk mendapatkan tambahan itelektual.
Definisi di atas menunjukkan bahwa:

 Orang dewasa memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri.


 Orang dewasa memiliki beragam pengalaman,
 Orang dewasa dipersiapkan untuk belajar sebagai konsekuensi dari posisi mereka
dalam transisi pembangunan,
 Orang dewasa lebih menyenangi belajar yang bersifat problem-
centered atau performance-centered.
 Karakteristik belajar orang dewasa dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Orang dewasa memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri.


2. Orang dewasa mepunyai pengalaman yang banyak dan fungsi pengalaman bagi orang
dewasa sebagai sumber belajar.
3. Orang dewasa siap mempelajari sesuatu yang ia perlukan dan pengalaman terbangun dari
pemecahan masalah atau menyelesaikan tugas sehari-hari.
4. Orientasi belajar: Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan kemampuan diri,
ilmu dan keterampilan akan diterapkan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, orientasi
belajar terpusat pada kegiatan
Ciri-ciri belajar orang dewasa menurut Soedomo (1989) dalam Supriyadi (2007) adalah:

1. Memungkinkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan, dan nilai-nilai


2. Memungkinkan terjadinya komunikasi timbal balik
3. Suasana belajar yang diharapkan adalah suasana yang menyenangkan dan menantang
4. Mengutamakan peran peserta didik
5. Orang dewasa akan belajar jika pendapatnya dihormati
6. Belajar orang dewasa bersifat unik
7. Perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik
8. Orang dewasa umumnya mempunyai pendapat yang berbeda
9. Orang dewasa memiliki kecerdasan yang beragam
10. Kemungkinan terjadinya berbagai cara belajar
11. Orang dewasa belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya
12. Orientasi belakar orang dewasa terpusat pada kehidupan nyata
13. Motivasi dari dirinya sendiri
Karakteristik belajar orang dewasa dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Orang dewasa belajar karena adanya tuntutan tugas, tuntutan perkembangan atau
keinginan peningkatan peran. Berbeda dengan anak-anak yang cenderung menerima materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru, orang dewasa akan belajar manakala pembelajaran ini
dapat memenuhi tuntutan tugas, tuntutan perkembangan, dan tuntutan akibat peningkatan
peran. Karenanya dalam pembelajaran orang dewasa perlu dijelaskan kaitan antara materi
dengan tuntutan tugas, peran, dan tuntutan perkembangan mereka.
2. Orang dewasa suka mempelajari sesuatu yang praktis, dapat langsung diterapkan, dan
bermanfaat dalam kehidupannya. Orang dewasa kebanyakan telah kaya dengan pengetahuan-
pengetahuan teoritis. Karenanya materi pelatihan orang dewasa sebaiknya dipilih yang
praktis dan dapat diterapkan dalam kehidupannya.
3. Orang dewasa dalam proses belajar ingin diperlakukan sebagai orang dewasa/dihargai
4. Orang dewasa kaya pengalaman dan berwawasan luas, mempelajari sesuatu yang baru
berdasar pengalamannya. Setiap orang dewasa umumnya memiliki pengalaman yang sangat
luas utamanya dalam bidang yang ditekuninya. Sebaiknya cara mempelajari sesuatu yang
baru dimulai dari pengalaman-pengalaman mereka.
5. Orang dewasa belajar dengan cara berbagi pendapat bersama orang lain. Karena mereka
kaya pengalaman, berbagi pendapat merupakan salah satu cara efektif mereka dalam belajar.
6. Orang dewasa mempertanyakan mengapa harus mempelajari sesuatu sebelum mereka
mempelajari sesuatu. Jika anak-anak cenderung menerima topik pembelajaran, orang dewasa
perlu mengetahui bahwa hal-hal yang mereka pelajari merupakan hal yang bermanfaat
langsung bagi mereka.
7. Orang dewasa belajar dengan memecahkan masalah tidak berorientasi pada bahan
pelajaran Jika hal yang dipelajari dalam pelatihan dapat memecahkan masalah yang dialami,
maka mereka akan belajar dengan baik.
8. Orang dewasa menyukai suasana pembelajaran yang membangkitkan kepercayaan diri.
Hal ini berkaitan dengan keinginan untuk dihargai. Mulailah pembelajaran dengan hal-hal
yang mudah sehingga kepercayaan diri mereka meningkat.
9. Orang dewasa memerlukan waktu yang lebih panjang dalam belajar karena perlu
memvalidasi informasi baru. Orang dewasa tidak sekedar menerima informasi melainkan
memvalidasi informasi berdasarkan pengalaman-pengalaman mereka.
10. Orang dewasa akan melanjutkan proses belajar jika pengalaman belajar yang dilaluinya
memuaskan.
Perbedaan Pedagogi dan andragog
Aspek Pedagogi Andragogi
Konsep tentang diri Bersifat tergantung Memiliki kemampuan mengarahkan d
peserta didik
Aspek Pedagogi Andragogi
Fungsi pengalaman 1. Pengalaman sedikit 1. Pengalaman banyak
peserta didik
2. Pengalaman sebagai titik awal untuk 2. Pengalaman sebagai sumber b
membangun pengalaman
Kesiapan Belajar 1. Diseragamkan berdasarkan usia 1. Siap mempelajari sesuatu yang
2. Diorganisasi dalam suatu kurikulum 2. Berdasarkan dari pemecahan m
menyelesaikan tugas sehari-hari
Orientasi belajar 1. Pendidikan merupakan suatu proses 1. Pendidikan merupakan suatu p
penyampaian ilmu pengetahuan. pengembangan kemampuan diri
2. Ilmu tersebut baru bermanfaat di 2. Ilmu dan keterampilan akan d
kemudian hari mencapai kehidupan yang lebih b
3. Orientasi belajar ke arah mata 3. Orientasi belajar terpusat pada
pelajaran

2.Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa


Pendidikan orang dewasa memiliki prinsip yang membedakannya dengan jenis pendidikan yang
lain. Prinsip pendidikan orang dewasa tersebut, dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
efektif dan efisien. Prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Prinsip kemitraan: Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya kemitraan di antara fasilitator


dan peserta. Dengan demikian peserta tidak diperlakuan sebagai siswa tetapi sebagai mitra
belajar sehingga hubungan yang mereka bangun bukanlah hubungan yang bersifat
memerintah, tetapi hubungan yang bersifat membantu, yaitu pengajar akan berusaha
semaksimal mungkin untuk membantu proses belajar peserta pelatihan.
2. Prinsip pengalaman nyata: Prinsip pengalaman nyata menjamin berlangsungnya kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa terjadi dalam situasi kehidupan yang nyata. Kegiatan
pembelajaran pendidikan orang dewasa tidak berlangsung di kelas atau situasi yang
simulatif, tetapi pada situasi yang sebenarnya.
3. Prinsip kebersamaan: Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya kelompok dalam
kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin adanya interaksi yang
maksimal di antara peserta dengan difasilitasi fasilitator.
4. Prinsip partisipasi: Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong keterlibatan peserta secara
maksimal dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa, dengan fasilitas dari peserta. Dalam
kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa semua peserta harus terlibat atau
mengambil bagian secara aktif dari seluruh proses pembelajaran mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
5. Prinsip kemandirian: Prinsip ini mendorong peserta untuk memiliki kebebasan dalam
mencari tujuan pembelajaran. Pembelajaran orang dewasa berusaha untuk menghasilkan
manusia independen mampu memainkan peran subjek atau aktor, kebutuhan untuk prinsip
kemandirian.
6. Prinsip kesinambungan: Prinsip yang menjamin adanya kesinambungan dari materi yang
dipelajari sekarang dengan materi yang telah dipelajari di masa yang lalu dan dengan materi
yang akan dipelajari di waktu yang akan datang. Dengan prinsip ini maka akan terwujud
konsep pendidikan seumur hidup dalam pendidikan orang dewasa.
7. Prinsip manfaat: Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang dipelajari dalam pendidikan
orang dewasa adalah sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan oleh peserta. Orang dewasa
akan siap untuk belajar manakala dia menyadari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Kesadaran terhadap kebutuhan ini mendorong timbulnya minat untuk belajar, dan karena
rasa tanggung jawabnya sebagai orang dewasa maka timbul kesiapan untuk belajar.
8. Prinsip kesiapan: Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental maupun kesiapan fisik dari
peserta untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran. Orang dewasa tidak akan dapat
melakukan kegiatan pembelajaran manakala dirinya belum siap untuk melakukannya, apakah
itu karena belum siap (fisiknya atau belum siap mentalnya).
9. Prinsip lokalitas: Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang dipelajari bersifat
spesifik local. Generalisasi dari hasil pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa akan
sulit dilakukan. Hasil pendidikan orang dewasa pada umumnya merupakan kemampuan yang
spesifik yang akan dipergunakan untuk memecahkan masalah peserta pada tempat mereka
masing-masing, pada saat sekarang juga. Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan
secara umum menjadi suatu teori, dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja, dan
kapan saja. Hasil pembelajaran sakarang mungkin sudah tidak dapat lagi dipergunakan untuk
memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun mendatang. Demikian pula hasil
pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dimana saja, tetapi harus diaplikasikan di
tempat peserta sendiri karena hasil pembelajaran tersebut diproses dari pengalaman-
pengalaman yang dimiliki oleh peserta.
10. Prinsip keterpaduan: Prinsip keterpaduan menjamin adanya integrasi atau keterpaduan
materi pendidikan orang dewasa. Rencana pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa
harus meng-cover materi-materi yang sifatnya terintegrasi menjadi suatu kesatuan materi
yang utuh, tidak partial atau terpisah-pisah.

3.Strategi Pembelajaran Orang Dewasa


Pemilihan strategi pembelajaran ditentukan berdasarkan tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan
tujuan yang akan dicapai ada dua strategi belajar, yaitu: (a) Strategi belajar yang dirancang untuk
membantu orang membantu menata pengalaman masa lampau yang dimilikinya dengan cara
baru proses penataan pengalaman/penataan kembali, dan (b) strategi belajar yang dirancang
untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan baru (proses perluasan pengalaman).
1. Proses penataan pengalaman/penataan kembali: Strategi ini diperuntukkan bagi peserta
pelatihan yang sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang apa yang akan
dilatihkan. Untuk itu peran fasilitator disini membantu peserta untuk membuat generalisasi
dengan memancing pegalaman yang sudah dimiliki dan memberi umpan balik. Sedangkan
peserta harus berperan banyak untuk mengungkapkan data mengenai pengalaan dan
pendapatnya, menganalisa pengalamannya, menggali alternatif dan manfaatnya. Hal ini akan
terjadi apabila ada suasana yang bebas dari ancaman, rasa kebutuhan dari peserta untuk
menemukan pendekatan baru dalam mengatasi masalah lamanya.
2. Proses perluasan pengalaman: Strategi ini diperuntukkan bagi peserta pelatihan yang
belum memiliki pengetahuan atau keterampilan tentang apa yang akan dilatihkan. Peran
fasilitator disini adalah memberikan data dan konsep yang baru, sedangkan peran peserta
pelatihan adalah memperoleh data dan konsep baru, mempraktikkannya. Dalam hal ini
diperlukan kejelasan penyajian baru dan memotivasi peserta untuk mengetahui relevansi
bahan baru tersebut dalam kehidupan.
Berdasarkan tujuan di atas diketahui bahwa dalam pembelajaran orang dewasa ada dua tujuan
dalam pembelajaran, yaitu bagi yang sudah mempunyai pengetahuan dan belum. Tetapi perlu
diingat orang dewasa telah memiliki bebrapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam
menetapkan strategi pembelajarannya. Berdasarkan karakteristik orang dewasa, maka strategi
yang efektif untuk pembelajaran orang dewasa. Secara umum pembelajaran orang dewasa
diharapkan menggunakan pembelajaran partisipatif, yaitu keterlibatan atau peran serta peserta
pelatihan dan pengaturan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan,
dan lain sebagainya. Pada prinsipnya pada pembelajaran partisipatif fasilitator tidak menggurui
dan selalu berceramah, tetapi selalu melibatkan peserta dalam kegiatan. Strategi yang dimaksud
antara lain sebagai berikut.
a. Pembelajaran yang praktis dan berpusat pada masalah
Salah satu karakteristik orang dewasa adalah orang dewasa belajar dengan memecahkan masalah
tidak berorientasi pada bahan pelajaran. Jika hal yang dipelajari dalam pelatihan dapat
memecahkan masalah yang dialami, maka mereka akan belajar dengan baik. Untuk itu, strategi
yang digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: Sebelum pembelajaran dimulai,
fasilitator harus mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan masalah mereka. Selanjutnya
pembelajaran sebaiknya dimulai dengan mengidentifikasi masalah-masalah otentik yang mereka
hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita perlu memperkenalkan teori atau informasi baru,
yakinkan bahwa semuanya dikaitkan dengan masalah yang dihadapi dan contoh-contoh nyata.
Dalam pemecahan masalah ini metode yang bisa digunakan antara lain tanyajawab, diskusi.
Diskusi dalam rangka memecahkan masalah terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Anggota kelompok sadar akan adanya masalah


2. Anggota secara individu mencari dugaan untuk memecahkan masalah sementara
3. Anggota kelompok mencari fakta atau pengalamannya untuk mendukung dugaannya.
4. Mendiskusikan dengan anggota kelompok atas pemecahan masalah
5. Membuat kesimpulan diskusi dalam memecahkan masalah.
Berkaitan dengan sesuatu yang praktis, dalam pembelajaran orang dewasa diperlukan praktik
lapang. Materi harus dipraktikkan untuk kepentingan praktis yang akan diterapkan. Rangkaian
metode yang cocok digunakan antara lain demonstrasi, simulasi dan praktik. Misalnya untuk
mencapai kompetensi Menggunakan GPS untuk menambah data di OSM, tidak ada artinya kalau
peserta hanya mengetahui dan paham tentang penggunaan GPS untuk menambahkan data OSM,
tetapi perlu didemonstasikan oleh fasilitator dan disimulasikan oleh sebagai peserta dan
dipraktikkan oleh semua peserta. Yang perlu dipraktikkan dalam kompetensi tersebut antara lain
menyalakan GPS dan melakukan pengaturan GPS saat pertama kali.
b. Orang dewasa menyukai pembelajaran yang mengintegrasikan informasi baru dengan
pengalaman-pengalaman mereka:
Dalam pembelajaran orang dewasa ada dua hal, yaitu proses penataan pengalaman/penataan
kembali dan proses perluasan pengalaman, untuk itu pembelajaran orang dewasa haruslah
membantu mereka mengungkapkan pengalaman-pengalaman mereka untuk mempelajari hal-hal
yang baru. Pembelajaran kelompok kooperatif juga dapat membantu mereka untuk berbagi
pendapat dengan peserta yang lain. Selanjutnya kita perlu membantu mereka dalam memahami
informasi yang baru. Metode yang sesuai diantaranya dengan tanyajawab dan diskusi. Misalnya
dalam mengajarkan materi “Pengoperasian OSM”, sebaiknya fasilitator tidak memberi ceramah
tentang:

1. Cara mengunjungi situs OpenStreetMap


2. Cara menavigasi Peta,
3. Cara menyimpan Gambar dari Peta OSM
4. Cara membuat Akun OpenStreetMap
5. Editing Peta OSM
tetapi fasilitator perlu menggali seberapa jauh pengalaman mereka atau pengetahuan mereka
tentang materi tersebut dengan tanyajawab. Setelah itu bisa didiskusikan untuk memecahkan
masalah kesulitan peserta terhadap materi tersebut, selanjutnya fasilitator dapat memberikan
tambahan materi yang dirasa belum diketahui oleh peserta dengan selalu menghubungkan
dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki sebelumnya.
c. Orang dewasa menyukai pembelajaran yang meningkatkan harga diri mereka
Agar orang dewasa percaya diri, kita dapat memulai dengan hal-hal yang sederhana dengan
tingkat kegagalan yang kecil. Selanjutnya pembelajaran semakin meningkat seiring dengan
kepercayaan diri mereka. Misalnya, ketika mengajarkan pengoperasian JOSM, diketahui peserta
belum begitu lancar dengan internet, maka dapat memulai dengan praktek-praktek keterampilan
yang ringan misalnya melakukan download JOSM dengan cara berpasangan, yang sudah bisa
mengajarkan kepada yang belum bisa dan dilanjutkan dengan mengerjakan secara individu. Hal
ini dimaksudkan agar tidak memberikan beban yang berat di awal pelatihan. Begitu selanjutnya
untuk belajar langkah lain dari pengoperasian JOSM. Yang penting disini, peserta tidak boleh
dipermalukan karena kekurangan mereka terhadap pengoperasian internet.
d. Orang dewasa menyukai pembelajaran yang menunjukkan perhatian secara individual
Ketahuilah kebutuhan-kebutuhan mereka, penuhi kebutuhan individual seperti rehat, makan,
minum dan sebagainya. Ajak mereka merencanakan target-target dan bantulah mencapai target
tersebut. Jangan segan pula untuk meminta masukan-masukan dari mereka baik secara tertulis,
dalam sesi-sesi maupun secara informal di luar sesi pelatihan. Mereka suka jika minat-minat
pribadi mereka diperhatikan.
Keberhasilan strategi belajar orang dewasa perlu didukung dengan suasan belajar yang kondusif.
Suasana belajar yang kondusif bagi orang dewasa menurut Suprijanto (2007) adalah

1. Mendorong peserta didik untuk aktif dan mengembangkan bakat


2. Suasana saling menghormati dan saling menghargai
3. Suasana saling percaya dan terbuka
4. Suasana penemuan diri
5. Suasana tidak mengancam
6. Suasana mengakui kekhasan pribadi
7. Suasana memperbolehkan perbedaan, berbuat salah, dan keraguan
8. Memungkinkan peserta belajar sesuai dengan minat, perhatian, dan sumber daya
lingkungannya
9. Memungkinkan peserta mengakui dan mengkaji kelemahan dan kekuatan pribadi,
kelompok, dan masyarakatnya
10. Memungkinkannya peserta tumbuh sesuai dengan nilai dan norma yang ada di
masyarakat

4. Evaluasi Pendidikan Orang Dewasa


Evaluasi atau penilaian adalah suatu kegiatan untuk menetapkan seberapa jauh program
pembelajaran dapat diimplementasikan sesuai harapan. Dengan demikian penilaian atau evaluasi
difokuskan pada kegiatan untuk menentukan seberapa jauh keberhasilan program (mikro:
fasilitator, makro: lembaga). Menurut Fajar, A., (2002), penilaian dapat diartikan sebagai suatu
usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
tentang proses dan hasil belajar, pertumbuhan serta perkembangan sikap dan perilaku yang
dicapai peserta. Pengetian di atas menunjukkan bahwa evaluasi dilakukan selama program
pelatihan, tidak dilakukan di akhir pelatihan saja. Evaluasi merupakan suatu proses untuk
menggambarkan perubahan dari diri peserta setelah pelatihan. Proses memberi arti bahwa
evaluasi dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, dengan cara tertentu sehingga
mendapat hasil sesuai yang diharapkan. Di sana juga digambarkan bahwa dalam penilaian
dilakukan dengan mengumpulkan kenyataan secara sistematis. Hal ini memperlihatkan bahwa di
dalam evaluasi diperlukan pengambilan data atau disebut pengukuran.
Teknik, metode atau alat evaluasi adalah segala macam cara atau prosedur yang ditempuh untuk
memperoleh keterangan-keterangan atau data-data yang dipergunakan sebagai bahan untuk
mengadakan penilaian. Dengan demikian teknik ini sangat mempengaruhi hasil yang akan
diperoleh. Pada dasarnya teknik atau metode penilaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik
atau metode tes dan teknik atau metode non tes. Pada aspek kognitif dapat digunakan soal-soal
tes, (baik lisan ataupun tertulis). Diharapkan aspek ini dapat meningkatkan aspek afektif peserta
pelatihan. Aspek afektif dapat dilakukan melalui observasi dan kuesioner, dan aspek
psikomotorik dapat dinilai melalui kegiatan dan hasil yang dicapai.
Teori evaluasi di atas sebenarnya sama antara pedagogi dan andragogi, hanya saja cara
mengevaluasinya yang berbeda. Dalam pendidikan orang dewasa metode evaluasinya harus
mencerminkan kebebasan, artinya evaluasinya harus datang dari yang belajar dan bukan
dipaksakan dari luar. Pengertian di atas menunjukkan bahwa orang dewasa harus dapat menilai
dirinya sendiri. Sehingga istilah “ujian” atau tes bagi orang dewasa lebih tepat digunakan istilah
uji diri. Contoh metode evaluasi yang cocok untuk orang dewasa adalah sebagai berikut.

1. Umpan balik: Setiap peserta diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan
perasaan mengenai pelajaran yang baru berlangsung.
2. Refleksi: Peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan refleksinya. Refleksi bersifat
subjektif yang khas pribadi, sehingga tidak perlu ditanggapi oleh fasilitator.
3. Diskusi kelompok: Peserta diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil evaluasi
masing-masing dan menuangkannya dalam sebuah laporan.
4. Questionnaire: Penilaian dengan disiapkan formulir pertanyaan yang telah disiapkan dan
diisi oleh peserta pelatihan.
5. Tim pengelola: Diantara peserta dibentuk sebuah tim yang terdiri dari moderator,
pencatat, dan evaluator. Tim ini bertugas untuk membuat laporan singkat padat dan
menyusun evaluasi dari acara seharian.
Cara di atas dapat dibantu degan Penilaian Unjuk Kerja/Performance. Penilaian Unjuk Kerja
mengamati kegiatan peserta dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk
menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta melakukan tugas tertentu seperti:
praktek dan simulasi. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

 Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta untuk menunjukkan kinerja


dari suatu kompetensi.
 Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
 Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
 Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat
diamati.
 Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan.
Teknik Penilaian Unjuk Kerja
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat
pencapaian kemampuan tertentu. Untuk mengamati unjuk kerja peserta dapat menggunakan alat
atau instrumen berikut:

1. Daftar Cek / Check-list


Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya-tidak). Penilaian
unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta mendapat nilai bila kriteria penguasaan
kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta tidak
memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak,
misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian tidak terdapat nilai
tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar. Berikut
contoh daftar cek.
Contoh checklists
No. Aspek yang dinilai Baik Tidak baik

1.      

2.      

3.      

Skor yang dicapai  


Skor Maksimum  

2. Skala Penilaian / Rating Scale


Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai
tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di
mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai
sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 =
sangat kompeten. Berikut contoh skala penilaian.
Skala Penilaian
No. Aspek yang dinilai Nilai
    1 2 3
1.        

2.        

3.        
No. Aspek yang dinilai Nilai
Skor yang dicapai  
Skor Maksimum 9
Keterangan penilaian:
1 = Tidak kompeten 2 = Cukup kompeten 3 = Kompeten 4 = Sangat kompeten
Jika seorang peserta memperoleh skor 16 dapat ditetapkan ”sangat kompeten”. Dan seterusnya
sesuai dengan jumlah skor perolehan. Penilaian unjuk kerja ini apabila dilakukan di persekolahan
bisa diisi oleh guru, tetapi untuk pembelajaran orang dewasa dapat diisi fasilitator bersama-sama
dengan peserta. Dan isian tersebut sebagai bahan untuk didiskusikan atau pencatatan oleh tim
pengelola.
Daftar Bacaan
Budimansyah, D. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio.
Bandung: Genesindo.
Degeng, N.S. 2003. Evaluasi Pembelajaran. Makalah disampaikan dalam acara TOT
AA dan Pekerti dosen Kopertis Wilayah VII tanggal 15-21 Juni 2003.
Lanandi, A.G. 1982. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT Gramedia.
Mc. Tighe, JU and Ferrara (1995). Assessing learning in the classroom.
Website: ttp://www.msd. net/Assessment/authenticassessment. html.
Phopham, W. James, 1995. Classroom Assessment: What Teachers Need to Know,
United States of America, Allyn & Bacon – Simon & Scuster Company.
Supriyanto. 2007. Pendidikan Orang Dewasa (Dari Teori Hingga Aplikasi),
Banjarbaru: Bumi Aksara
Zainudin. 1986. Andragogi. Bandung: Penerbit Angkasa
Padmowihardjo, S. (2006). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
http://ippamaradhi.multiply.com/journal/item/102/10-Prinsip-Pendidikan-Orang-Dewasa

Apa itu Micro Teaching? 

Micro teaching atau pembelajaran mikro adalah sebuah model atau metode pelatihan penampilan dasar
mengajar guru yang dilakukan secara mikro atau disederhanakan, yaitu waktu, materi dan jumlah siswa.
Micro teaching biasanya dilakukan oleh calon guru yang saling bertukar peran dalam berlatih untuk
menguasai keterampilan dasar mengajar, praktek kegiatan belajar dan berdiskusi mengenai masalah-
masalah yang ditemukan.
Pembelajaran micro teaching pada awalnya dilakukan di Stanford University, USA pada tahun 1963.
Micro teaching dilakukan sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas guru profesional. Di
Indonesia micro teaching mulai diperkenalkan oleh beberapa lembaga pendidikan tinggi, antara lain IKIP
Yogyakarta, IKIP Bandung, IKIP Ujung Pandang, FKIP Universitas Kristen Satyawacana. Pada Mei 1977
diadakan seminar untuk merekomendasikan pembelajaran mikro dimasukkan dalam silabus dan
kurikulum pada lembaga pendidikan guru (Asril, 2011).

Micro teaching adalah suatu metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki
keterampilan mengajar calon guru dan mengembangkan pengalaman profesional guru khususnya
keterampilan mengajar dengan cara menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajaran seperti
jumlah murid, waktu, fokus bahan ajar dan membatasi penerapan keterampilan mengajar tertentu,
sehingga guru dapat diketahui keunggulan dan kelemahan pada diri guru secara akurat.

Berikut definisi dan pengertian micro teaching dari beberapa sumber buku:

 Menurut Sukirman (2012), micro teaching adalah sebuah pembelajaran dengan salah satu
pendekatan atau cara untuk melatih penampilan mengajar yang dilakukan secara micro atau
disederhanakan. Penyederhanaan disini terkait dengan setiap komponen pembelajaran,
misalnya dari segi waktu, materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar mengajar yang
dilatihkan, penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran
lainnya. 
 Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching adalah metode yang digunakan di
lingkungan pendidikan guru dan lingkungan belajar mengajar lainnya. Dalam micro teaching
sekelompok calon guru berlatih untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar mengajar,
mempraktikan kegiatan mengajar, dan berdiskusi untuk membahas tentang masalah-masalah
yang ditemukan. Proses belajar mengajar direkam dalam sebuah video dengan pantauan dosen
pembimbing. Calon guru saling bertukar peran, ada suatu saat menjadi guru dan ada pula yang
suatu saat menjadi siswa. Cara seperti ini telah digunakan di banyak lembaga pendidikan guru. 
 Menurut Asril (2011), micro teaching adalah sebuah model pengajaran yang dikecilkan atau
disebut juga dengan real teaching. Jumlah pesertanya berkisar antara 5 - 10 orang, ruang
kelasnya terbatas, waktu pelaksanaannya berkisar antara 10 dan 15 menit, terfokus kepada
keterampilan mengajar tertentu, dan pokok bahasannya disederhanakan. 
 Menurut Helmiati (2013), micro teaching adalah penguasaan ketrampilan dasar mengajar, guru
perlu berlatih secara parsial artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar perlu
dikuasai secara terpisah-pisah. Adapun yang dikecilkan dan disederhanakan adalah jumlah siswa
5 - 10 orang, waktu mengajar 5 - 10 menit, bahan pelajaran hanya mencakup satu atau dua hal
yang sederhana dan ketrampilan mengajar difokuskan beberapa ketrampilan khusus saja. 
 Menurut Hasibuan, Ibrahim dan Toemial (2014), micro teaching adalah metode latihan
penampilan dasar mengajar yang dirancang secara jelas mengisolasi bagian-bagian komponen
dan proses mengajar sehingga guru atau calon guru dapat menguasai satu persatu ketrampilan
dasar mengajar dalam situasi yang disederhanakan.

Fungsi dan Tujuan Micro Teaching 

Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching berfungsi untuk memberikan pengalaman baru
dalam belajar mengajar, sedangkan bagi guru micro teaching berfungsi memberi penyegaran
keterampilan dan sebagai sarana umpan balik atas kinerja mengajarnya. Melalui micro teaching, baik
calon guru maupun guru dapat memperoleh informasi tentang kekurangan dan kelebihannya dalam
mengajar. Apa saja kelebihan yang perlu dipertahankan dan apa saja kekurangan yang dapat diperbaiki.
Selain itu, melalui micro teaching guru dapat mencoba metode atau model pembelajaran baru sebelum
digunakan pada kelas yang sebenarnya.

Menurut Helmiati (2013), micro Teaching berfungsi untuk membina calon guru/tenaga kependidikan
melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan interaktif. Adapun fungsi-fungsi pembelajaran
mikro atau micro teaching adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Intruksional, sebagai penyedia fasilitas praktek latihan bagi calon guru untuk berlatih dan
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan pembelajaran juga latihan penerapan
pengetahuan metode dan teknik mengajar dan ilmu keguruan yang telah dipelajari secara
teoritik. Pengajaran mikro berfungsi sebagai praktek keguruan, baik dalam pre-service maupun
in-service. Dengan hal ini maka jelas bahwa fungsi intruksional sebagai tempat untuk mengasah
kompetensi dan keterampilan mengajar. 
2. Fungsi Pembinaan, sebagai tempat pembinaan dan pembekalan para calon guru dibina sebelum
terjun ke pengajaran sebenarnya. Micro teaching dijadikan tempat membekali calon guru
dengan memperbaiki komponen-komponen mengajar sebelum terjun ke kelas tempat
pengajaran. 
3. Fungsi Integralistik, sebagai program yang merupakan bagian integral program pengalaman
lapangan serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus sebagai mata kuliah wajib
nyata. 
4. Fungsi Eksperimen, sebagai bahan uji coba bagi calon guru pakar di bidang pembelajaran.
Contohnya seorang guru berdasarkan penelitiannya menemukan suatu model pembelajaran,
maka sebelum penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diujicobakan di
dalam micro teaching ini. Dengan hal ini hasil dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya
untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan. Dengan kata lain bahwa fungsi micro teaching
adalah sarana dalam latihan mempraktekkan mengajar, juga salah satu syarat bagi mahasiswa
yang akan mengikuti praktek mengajar di lapangan. 
5. Peka terhadap fenomena yang terjadi di dalam proses pembelajaran ketika menjadi kolaborator
yang mengkritisi teman yang tampil praktik mengajar. 
6. Lebih siap melakukan kegiatan praktik mengajar di lembaga dan sekolah.
7. Dapat menilai kekurangan yang ada dalam dirinya yang berkaitan dengan kompetensi dasar
mengajar melalui refleksi diri setelah praktik ke depan.
8. Sadar bagaimana membentuk profil pendidik yang baik ditinjau dari kompetensi penampilan,
sikap dan perilaku. Melalui micro teaching seorang calon pendidik akan memiliki rasa percaya
diri yang tinggi, karena telah dilatih secara baik dan dibekali kompetensi demi kompetensi baik
secara terpisah maupun terpadu dalam satu kesatuan proses pembelajaran.

Menurut Barnawi dan Arifin (2016), tujuan micro teaching adalah untuk membekali dan/atau
meningkatkan performance calon guru atau guru dalam mengadakan kegiatan belajar mengajar melalui
pelatihan keterampilan mengajar. Micro teaching digunakan untuk mempertemukan antara teori dan
praktik pengajaran pada mahasiswa calon guru. Selain itu, micro teaching digunakan untuk menyiapkan
calon guru sebelum praktik mengajar di sekolah.

Micro teaching merupakan salah satu penunjang pengalaman lapangan bagi calon guru. Micro teaching
menjadi salah satu latihan terbatas mengenai keterampilan-keterampilan tertentu. Menurut Hasibuan,
Ibrahim dan Toemial (2014), tujuan yang diharapkan dari pembelajaran micro teaching antara lain
adalah sebagai berikut:

1. Membantu calon guru atau guru menguasai ketrampilan-ketrampilan khusus, agar dalam latihan
tidak mengalami kesulitan. 
2. Meningkatkan taraf kompetensi mengajar bagi calon guru secara bertahap, dengan penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang akhirnya dapat diintegrasikan dalam mengajar yang
sesungguhnya. 
3. Dalam in service training bagi guru atau dosen, diharapkan yang bersangkutan bisa menemukan
sendiri kekurangannya dalam mengajar dan usaha memperbaikinya. 
4. Memberi kemungkinan dalam latihan pembelajaran mikro agar calon guru atau guru menguasai
ketrampilan (khusus) mengajar, agar dalam penampilan mengajar (dalam proses belajar-
mengajar) mantap, terampil, dan kompeten. 
5. Sebagai penunjang usaha peningkatan ketrampilan, kemampuan serta efektivitas dan efisiensi
penampilan calon guru atau guru dalam proses belajar mengajar.

Aspek-Aspek dalam Micro Teaching 

Pembelajaran mikro atau micro teaching memiliki beberapa aspek dalam melatih keterampilan yang
harus dimiliki oleh seorang pengajar terkait dengan sejauh mana kemampuan para guru mampu di
dalam menerapkan berbagai variasi metode mengajar. Menurut Barnawi dan Arifin (2016) terdapat
beberapa aspek keterampilan dalam micro teaching, yaitu sebagai berikut:

BACA JUGA

 Model Pembelajaran VAK (Visual, Auditori dan Kinestetik)


 Model Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)
 Metode Resitasi (Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Langkah-langkah Pembelajaran)
 Strategi Reading Aloud (Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Langkah Pelaksanaan)
 Model Pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition)
a. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran 
Membuka pelajaran merupakan usaha untuk menciptakan pra kondisi agar mental maupun perhatian
siswa terpusat pada apa yang akan dipelajarinya. Membuka pelajaran berarti mengarahkan siswa pada
materi pelajaran bukan hanya yang diperlukan pada awal pembelajaran, melainkan juga selama proses
pembelajaran. Menutup pelajaran merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menyimpulkan
kegiatan inti. Saat guru mengatakan kepada siswa bahwa waktu pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran
harus memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari, tingkat pencapaian siswa,
dan tingkat keberhasilan guru. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan dilakukan pada setiap
akhir pelajaran, tetapi juga dapat dilakukan pada setiap penggal akhir kegiatan atau setiap kali akan ke
hal atau topik baru.

b. Keterampilan Menjelaskan 
Keterampilan menjelaskan adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang diorganisasikan
secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
Kegiatan menjelaskan memiliki tiga komponen, yaitu penyampaian pesan (sender), pihak yang dituju
(receiver), dan pesan (message). Tujuan menjelaskan tidak untuk membuat siswa hafal, tetapi membuat
siswa menjadi memahami apa yang sedang dipelajari. Penjelasan itu harus berkesan dan bermakna bagi
siswa. Sebelumnya perlu dilakukan perencanaan dengan baik dan memerhatikan isi materi serta kondisi
siswa, kemudian isi materi perlu disajikan dengan teknik yang tepat agar mudah dipahami. Bisa dengan
pengarahan, bahasa yang sederhana, ataupun ilustrasi.

c. Keterampilan Mengadakan Variasi 


Keterampilan menggunakan variasi stimulus merupakan keterampilan guru dalam menggunakan
bermacam kemampuan dalam mengajar untuk memberikan rangsangan kepada siswa agar suasana
pembelajaran selalu menarik, sehingga siswa bergairah dan antusias dalam menerima pembelajaran dan
aktivitas belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif. Tujuan penggunaan variasi dalam proses
belajar mengajar menghilangkan kejemuan dalam mengikuti proses belajar, mempertahankan kondisi
optimal belajar, meningkatkan perhatian dan kondisi peserta didik, memudahkan pencapaian
pembelajaran.

d. Keterampilan Memberikan Penguatan 


Memberi penguatan merupakan tindakan terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong
munculnya peningkatan kualitas tingkah laku tersebut di saat yang lain untuk mempertahankan dan
meningkatkan perilaku tertentu. Keterampilan memberikan penguatan ialah keterampilan memberi
respon positif dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan perilaku tertentu. Penguatan juga
dapat dikatakan sebagai respon terhadap suatu tingkah laku yang sengaja diberikan agar tingkah laku
tersebut dapat terulang kembali.

e. Keterampilan bertanya 
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atau
balikan dari orang lain. Setiap pengajaran, evaluasi, pengukuran, dan penilaian dilakukan dengan
pertanyaan. Pertanyaan yang baik akan menuntun jawaban yang sesungguhnya dan pertanyaan yang
buruk akan menjauhkan kita dari jawaban yang memuaskan. Tujuan keterampilan bertanya agar peserta
didik bisa termotivasi untuk terlibat dalam interaksi belajar, berani mengutarakan pendapat, dan
mampu meningkatkan pola berfikir peserta didik.

f. Keterampilan Mengelola Kelas 


Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan untuk menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal serta mengembalikan kondisi apabila terjadi gangguan dalam pembelajaran.
Komponen pengelolaan kelas terbagi menjadi dua, yaitu komponen yang bersifat preventif dan
komponen yang bersifat kuratif. Komponen yang bersifat preventif ialah komponen yang berhubungan
dengan tindakan penciptaan dam pemeliharaan kondisi optimal, sedangkan komponen yang bersifat
kuratif ialah komponen yang berhubungan dengan tindakan untuk mengembalikan kondisi belajar yang
optimal.

g. Kemampuan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan 


Kemampuan mengajar kelompok kecil merupakan kemampuan guru mengajar peserta didik sebanyak 3-
8 orang untuk setiap kelompoknya. Sedangkan keterampilan mengajar perseorangan atau individual
merupakan kemampuan guru untuk menentukan waktu, bahan ajar, dan tujuan yang digunakan dalam
mengajar dan memperhatikan perbedaan setiap individu peserta didik. Seorang guru di tuntut untuk
mengorganisasikan siswa sesuai dengan pokok bahasan, tujuan pembelajaran, kebutuhan siswa, waktu,
dan alat yang tersedia.

h. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil 


Kemampuan membimbing diskusi kelompok merupakan keterampilan yang sangat penting untuk
dikuasai teacher trainee. Dalam kegiatan mengajar ada kalanya guru membuat kegiatan kerja kelompok.
Namun, dalam suatu kegiatan diskusi sering dijumpai siswa ngobrol tentang hal-hal di luar materi
diskusi. Untuk itu keterampilan guru dalam membimbing diskusi kelompok kecil sangat dibutuhkan
untuk menjamin keberlangsungan diskusi secara efektif.

Tahapan Micro Teaching 

Menurut Halimah (2013), tahapan dalam pembelajaran mikro atau micro teaching adalah sebagai
berikut:
Tahapan micro teaching

a. Tahap I (kognitif) 
Tahap pertama, mahasiswa calon guru atau praktekkan dibimbing untuk memahami dan mendalami
serta memiliki gambaran secara umum konsep dan makna keterampilan dasar mengajar dalam proses
belajar mengajar, menggunakan secara tepat, menyinergikan keterampilan satu dan lainnya serta
ketepatan kapan dan dalam kondisi yang bagaimana keterampilan satu dan lainnya digunakan pada
tahap ini idealnya para calon guru selain diperkenalkan pada konsep-konsep secara teoritis juga harus
melihat contoh-contoh penerapan teori tersebut secara praktis melalui tayangan video aplikasi teori
tersebut. Dengan demikian, para mahasiswa calon guru atau praktekkan dapat menyinergikan
pengetahuan mereka untuk digunakan pada realita pengajaran yang dipadukan dengan keterampilan
dasar mengajar.

b. Tahap II (pelaksanaan) 
Tahap kedua ini, para mahasiswa calon guru atau praktekkan secara nyata mempraktekkan
keterampilan dasar mengajar secara berulang, dengan harapan jika praktekkan sudah berulang kali
melakukan praktik akan mengetahui kekurangannya pada keterampilan yang mereka pelajari untuk
dikuasai dan terampil untuk menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Pada tahapan ini
praktekkan sudah dapat mempersiapkan perangkat pembelajaran mulai dari RPP, media yang akan
digunakan dan segala sesuatu yang dipersyaratkan bagi guru yang profesional dimasa mendatang.

c. Tahapan III (balikan) 


Tahap ketiga ini merupakan kilas balik praktekkan dengan mempelajari hasil dari observasi teman
sejawat yang akan memberikan informasi setelah melihat secara langsung pelaksanaan kegiatan praktik
mengajar. Para rekan sejawat dan dosen pembimbing atau dosen luar biasa akan memberikan penilaian
berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan praktekkan yang selanjutnya akan didiskusikan dan sebagai
bahan untuk memperbaiki kinerja sebagai calon guru yang profesional.

Daftar Pustaka

 Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


 Sukirman, Dadang. 2012. Pembelajaran Micro Teaching. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Islam Kementrian Agama.
 Helmiati. 2013. Micro Teaching Melatih Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
 Barnawi dan Arifin, M. 2016. Micro Teaching: Teori dan Pengajaran yang Efektif dan Kreatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
 Hasibuan, Ibrahim dan Toemial. 2014. Praktek Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
 Halimah, Leli. 2017. Keterampilan Mengajar sebagai Inspiransi untuk Menjadi Guru yang
Excellent di Abad Ke-21. Bandung: Rafika Aditama.

Posting Komentar untuk "Micro Teaching (Pengertian,


Fungsi, Tujuan, Aspek dan Tahapan)"
METODOLOGI PENELITIAN
 Pemilihan Judul Penelitian
 Latar Belakang Masalah Penelitian
 Menemukan Masalah Penelitian
 Menyusun Hipotesis Penelitian
 Jenis-jenis Penelitian Kualitatif
 Reabilitas Penelitian
 Validitas Penelitian
 Proposal Penelitian

KATA KUNCI

Apa itu Micro Teaching? 


Micro teaching atau pembelajaran mikro adalah sebuah model atau metode pelatihan penampilan dasar
mengajar guru yang dilakukan secara mikro atau disederhanakan, yaitu waktu, materi dan jumlah siswa.
Micro teaching biasanya dilakukan oleh calon guru yang saling bertukar peran dalam berlatih untuk
menguasai keterampilan dasar mengajar, praktek kegiatan belajar dan berdiskusi mengenai masalah-
masalah yang ditemukan.

Pembelajaran micro teaching pada awalnya dilakukan di Stanford University, USA pada tahun 1963.
Micro teaching dilakukan sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas guru profesional. Di
Indonesia micro teaching mulai diperkenalkan oleh beberapa lembaga pendidikan tinggi, antara lain IKIP
Yogyakarta, IKIP Bandung, IKIP Ujung Pandang, FKIP Universitas Kristen Satyawacana. Pada Mei 1977
diadakan seminar untuk merekomendasikan pembelajaran mikro dimasukkan dalam silabus dan
kurikulum pada lembaga pendidikan guru (Asril, 2011).

Micro teaching adalah suatu metode latihan yang dirancang sedemikian rupa untuk memperbaiki
keterampilan mengajar calon guru dan mengembangkan pengalaman profesional guru khususnya
keterampilan mengajar dengan cara menyederhanakan atau memperkecil aspek pembelajaran seperti
jumlah murid, waktu, fokus bahan ajar dan membatasi penerapan keterampilan mengajar tertentu,
sehingga guru dapat diketahui keunggulan dan kelemahan pada diri guru secara akurat.

Berikut definisi dan pengertian micro teaching dari beberapa sumber buku:

 Menurut Sukirman (2012), micro teaching adalah sebuah pembelajaran dengan salah satu
pendekatan atau cara untuk melatih penampilan mengajar yang dilakukan secara micro atau
disederhanakan. Penyederhanaan disini terkait dengan setiap komponen pembelajaran,
misalnya dari segi waktu, materi, jumlah siswa, jenis keterampilan dasar mengajar yang
dilatihkan, penggunaan metode dan media pembelajaran, dan unsur-unsur pembelajaran
lainnya. 
 Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching adalah metode yang digunakan di
lingkungan pendidikan guru dan lingkungan belajar mengajar lainnya. Dalam micro teaching
sekelompok calon guru berlatih untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar mengajar,
mempraktikan kegiatan mengajar, dan berdiskusi untuk membahas tentang masalah-masalah
yang ditemukan. Proses belajar mengajar direkam dalam sebuah video dengan pantauan dosen
pembimbing. Calon guru saling bertukar peran, ada suatu saat menjadi guru dan ada pula yang
suatu saat menjadi siswa. Cara seperti ini telah digunakan di banyak lembaga pendidikan guru. 
 Menurut Asril (2011), micro teaching adalah sebuah model pengajaran yang dikecilkan atau
disebut juga dengan real teaching. Jumlah pesertanya berkisar antara 5 - 10 orang, ruang
kelasnya terbatas, waktu pelaksanaannya berkisar antara 10 dan 15 menit, terfokus kepada
keterampilan mengajar tertentu, dan pokok bahasannya disederhanakan. 
 Menurut Helmiati (2013), micro teaching adalah penguasaan ketrampilan dasar mengajar, guru
perlu berlatih secara parsial artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar perlu
dikuasai secara terpisah-pisah. Adapun yang dikecilkan dan disederhanakan adalah jumlah siswa
5 - 10 orang, waktu mengajar 5 - 10 menit, bahan pelajaran hanya mencakup satu atau dua hal
yang sederhana dan ketrampilan mengajar difokuskan beberapa ketrampilan khusus saja. 
 Menurut Hasibuan, Ibrahim dan Toemial (2014), micro teaching adalah metode latihan
penampilan dasar mengajar yang dirancang secara jelas mengisolasi bagian-bagian komponen
dan proses mengajar sehingga guru atau calon guru dapat menguasai satu persatu ketrampilan
dasar mengajar dalam situasi yang disederhanakan.

Fungsi dan Tujuan Micro Teaching 

Menurut Barnawi dan Arifin (2016), micro teaching berfungsi untuk memberikan pengalaman baru
dalam belajar mengajar, sedangkan bagi guru micro teaching berfungsi memberi penyegaran
keterampilan dan sebagai sarana umpan balik atas kinerja mengajarnya. Melalui micro teaching, baik
calon guru maupun guru dapat memperoleh informasi tentang kekurangan dan kelebihannya dalam
mengajar. Apa saja kelebihan yang perlu dipertahankan dan apa saja kekurangan yang dapat diperbaiki.
Selain itu, melalui micro teaching guru dapat mencoba metode atau model pembelajaran baru sebelum
digunakan pada kelas yang sebenarnya.

Menurut Helmiati (2013), micro Teaching berfungsi untuk membina calon guru/tenaga kependidikan
melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan interaktif. Adapun fungsi-fungsi pembelajaran
mikro atau micro teaching adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Intruksional, sebagai penyedia fasilitas praktek latihan bagi calon guru untuk berlatih dan
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan pembelajaran juga latihan penerapan
pengetahuan metode dan teknik mengajar dan ilmu keguruan yang telah dipelajari secara
teoritik. Pengajaran mikro berfungsi sebagai praktek keguruan, baik dalam pre-service maupun
in-service. Dengan hal ini maka jelas bahwa fungsi intruksional sebagai tempat untuk mengasah
kompetensi dan keterampilan mengajar. 
2. Fungsi Pembinaan, sebagai tempat pembinaan dan pembekalan para calon guru dibina sebelum
terjun ke pengajaran sebenarnya. Micro teaching dijadikan tempat membekali calon guru
dengan memperbaiki komponen-komponen mengajar sebelum terjun ke kelas tempat
pengajaran. 
3. Fungsi Integralistik, sebagai program yang merupakan bagian integral program pengalaman
lapangan serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus sebagai mata kuliah wajib
nyata. 
4. Fungsi Eksperimen, sebagai bahan uji coba bagi calon guru pakar di bidang pembelajaran.
Contohnya seorang guru berdasarkan penelitiannya menemukan suatu model pembelajaran,
maka sebelum penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diujicobakan di
dalam micro teaching ini. Dengan hal ini hasil dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya
untuk segera dilakukan perbaikan-perbaikan. Dengan kata lain bahwa fungsi micro teaching
adalah sarana dalam latihan mempraktekkan mengajar, juga salah satu syarat bagi mahasiswa
yang akan mengikuti praktek mengajar di lapangan. 
5. Peka terhadap fenomena yang terjadi di dalam proses pembelajaran ketika menjadi kolaborator
yang mengkritisi teman yang tampil praktik mengajar. 
6. Lebih siap melakukan kegiatan praktik mengajar di lembaga dan sekolah.
7. Dapat menilai kekurangan yang ada dalam dirinya yang berkaitan dengan kompetensi dasar
mengajar melalui refleksi diri setelah praktik ke depan.
8. Sadar bagaimana membentuk profil pendidik yang baik ditinjau dari kompetensi penampilan,
sikap dan perilaku. Melalui micro teaching seorang calon pendidik akan memiliki rasa percaya
diri yang tinggi, karena telah dilatih secara baik dan dibekali kompetensi demi kompetensi baik
secara terpisah maupun terpadu dalam satu kesatuan proses pembelajaran.

Menurut Barnawi dan Arifin (2016), tujuan micro teaching adalah untuk membekali dan/atau
meningkatkan performance calon guru atau guru dalam mengadakan kegiatan belajar mengajar melalui
pelatihan keterampilan mengajar. Micro teaching digunakan untuk mempertemukan antara teori dan
praktik pengajaran pada mahasiswa calon guru. Selain itu, micro teaching digunakan untuk menyiapkan
calon guru sebelum praktik mengajar di sekolah.

Micro teaching merupakan salah satu penunjang pengalaman lapangan bagi calon guru. Micro teaching
menjadi salah satu latihan terbatas mengenai keterampilan-keterampilan tertentu. Menurut Hasibuan,
Ibrahim dan Toemial (2014), tujuan yang diharapkan dari pembelajaran micro teaching antara lain
adalah sebagai berikut:

1. Membantu calon guru atau guru menguasai ketrampilan-ketrampilan khusus, agar dalam latihan
tidak mengalami kesulitan. 
2. Meningkatkan taraf kompetensi mengajar bagi calon guru secara bertahap, dengan penguasaan
ketrampilan-ketrampilan yang akhirnya dapat diintegrasikan dalam mengajar yang
sesungguhnya. 
3. Dalam in service training bagi guru atau dosen, diharapkan yang bersangkutan bisa menemukan
sendiri kekurangannya dalam mengajar dan usaha memperbaikinya. 
4. Memberi kemungkinan dalam latihan pembelajaran mikro agar calon guru atau guru menguasai
ketrampilan (khusus) mengajar, agar dalam penampilan mengajar (dalam proses belajar-
mengajar) mantap, terampil, dan kompeten. 
5. Sebagai penunjang usaha peningkatan ketrampilan, kemampuan serta efektivitas dan efisiensi
penampilan calon guru atau guru dalam proses belajar mengajar.

Aspek-Aspek dalam Micro Teaching 

Pembelajaran mikro atau micro teaching memiliki beberapa aspek dalam melatih keterampilan yang
harus dimiliki oleh seorang pengajar terkait dengan sejauh mana kemampuan para guru mampu di
dalam menerapkan berbagai variasi metode mengajar. Menurut Barnawi dan Arifin (2016) terdapat
beberapa aspek keterampilan dalam micro teaching, yaitu sebagai berikut:
BACA JUGA

 Model Pembelajaran VAK (Visual, Auditori dan Kinestetik)


 Model Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA)
 Metode Resitasi (Pengertian, Tujuan, Jenis, dan Langkah-langkah Pembelajaran)
 Strategi Reading Aloud (Pengertian, Tujuan, Prinsip dan Langkah Pelaksanaan)
 Model Pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition)
a. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran 
Membuka pelajaran merupakan usaha untuk menciptakan pra kondisi agar mental maupun perhatian
siswa terpusat pada apa yang akan dipelajarinya. Membuka pelajaran berarti mengarahkan siswa pada
materi pelajaran bukan hanya yang diperlukan pada awal pembelajaran, melainkan juga selama proses
pembelajaran. Menutup pelajaran merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menyimpulkan
kegiatan inti. Saat guru mengatakan kepada siswa bahwa waktu pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran
harus memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari, tingkat pencapaian siswa,
dan tingkat keberhasilan guru. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan dilakukan pada setiap
akhir pelajaran, tetapi juga dapat dilakukan pada setiap penggal akhir kegiatan atau setiap kali akan ke
hal atau topik baru.

b. Keterampilan Menjelaskan 
Keterampilan menjelaskan adalah suatu keterampilan menyajikan bahan belajar yang diorganisasikan
secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik.
Kegiatan menjelaskan memiliki tiga komponen, yaitu penyampaian pesan (sender), pihak yang dituju
(receiver), dan pesan (message). Tujuan menjelaskan tidak untuk membuat siswa hafal, tetapi membuat
siswa menjadi memahami apa yang sedang dipelajari. Penjelasan itu harus berkesan dan bermakna bagi
siswa. Sebelumnya perlu dilakukan perencanaan dengan baik dan memerhatikan isi materi serta kondisi
siswa, kemudian isi materi perlu disajikan dengan teknik yang tepat agar mudah dipahami. Bisa dengan
pengarahan, bahasa yang sederhana, ataupun ilustrasi.

c. Keterampilan Mengadakan Variasi 


Keterampilan menggunakan variasi stimulus merupakan keterampilan guru dalam menggunakan
bermacam kemampuan dalam mengajar untuk memberikan rangsangan kepada siswa agar suasana
pembelajaran selalu menarik, sehingga siswa bergairah dan antusias dalam menerima pembelajaran dan
aktivitas belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif. Tujuan penggunaan variasi dalam proses
belajar mengajar menghilangkan kejemuan dalam mengikuti proses belajar, mempertahankan kondisi
optimal belajar, meningkatkan perhatian dan kondisi peserta didik, memudahkan pencapaian
pembelajaran.

d. Keterampilan Memberikan Penguatan 


Memberi penguatan merupakan tindakan terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong
munculnya peningkatan kualitas tingkah laku tersebut di saat yang lain untuk mempertahankan dan
meningkatkan perilaku tertentu. Keterampilan memberikan penguatan ialah keterampilan memberi
respon positif dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan perilaku tertentu. Penguatan juga
dapat dikatakan sebagai respon terhadap suatu tingkah laku yang sengaja diberikan agar tingkah laku
tersebut dapat terulang kembali.
e. Keterampilan bertanya 
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atau
balikan dari orang lain. Setiap pengajaran, evaluasi, pengukuran, dan penilaian dilakukan dengan
pertanyaan. Pertanyaan yang baik akan menuntun jawaban yang sesungguhnya dan pertanyaan yang
buruk akan menjauhkan kita dari jawaban yang memuaskan. Tujuan keterampilan bertanya agar peserta
didik bisa termotivasi untuk terlibat dalam interaksi belajar, berani mengutarakan pendapat, dan
mampu meningkatkan pola berfikir peserta didik.

f. Keterampilan Mengelola Kelas 


Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan untuk menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal serta mengembalikan kondisi apabila terjadi gangguan dalam pembelajaran.
Komponen pengelolaan kelas terbagi menjadi dua, yaitu komponen yang bersifat preventif dan
komponen yang bersifat kuratif. Komponen yang bersifat preventif ialah komponen yang berhubungan
dengan tindakan penciptaan dam pemeliharaan kondisi optimal, sedangkan komponen yang bersifat
kuratif ialah komponen yang berhubungan dengan tindakan untuk mengembalikan kondisi belajar yang
optimal.

g. Kemampuan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan 


Kemampuan mengajar kelompok kecil merupakan kemampuan guru mengajar peserta didik sebanyak 3-
8 orang untuk setiap kelompoknya. Sedangkan keterampilan mengajar perseorangan atau individual
merupakan kemampuan guru untuk menentukan waktu, bahan ajar, dan tujuan yang digunakan dalam
mengajar dan memperhatikan perbedaan setiap individu peserta didik. Seorang guru di tuntut untuk
mengorganisasikan siswa sesuai dengan pokok bahasan, tujuan pembelajaran, kebutuhan siswa, waktu,
dan alat yang tersedia.

h. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil 


Kemampuan membimbing diskusi kelompok merupakan keterampilan yang sangat penting untuk
dikuasai teacher trainee. Dalam kegiatan mengajar ada kalanya guru membuat kegiatan kerja kelompok.
Namun, dalam suatu kegiatan diskusi sering dijumpai siswa ngobrol tentang hal-hal di luar materi
diskusi. Untuk itu keterampilan guru dalam membimbing diskusi kelompok kecil sangat dibutuhkan
untuk menjamin keberlangsungan diskusi secara efektif.

Tahapan Micro Teaching 

Menurut Halimah (2013), tahapan dalam pembelajaran mikro atau micro teaching adalah sebagai
berikut:
Tahapan micro teaching

a. Tahap I (kognitif) 
Tahap pertama, mahasiswa calon guru atau praktekkan dibimbing untuk memahami dan mendalami
serta memiliki gambaran secara umum konsep dan makna keterampilan dasar mengajar dalam proses
belajar mengajar, menggunakan secara tepat, menyinergikan keterampilan satu dan lainnya serta
ketepatan kapan dan dalam kondisi yang bagaimana keterampilan satu dan lainnya digunakan pada
tahap ini idealnya para calon guru selain diperkenalkan pada konsep-konsep secara teoritis juga harus
melihat contoh-contoh penerapan teori tersebut secara praktis melalui tayangan video aplikasi teori
tersebut. Dengan demikian, para mahasiswa calon guru atau praktekkan dapat menyinergikan
pengetahuan mereka untuk digunakan pada realita pengajaran yang dipadukan dengan keterampilan
dasar mengajar.

b. Tahap II (pelaksanaan) 
Tahap kedua ini, para mahasiswa calon guru atau praktekkan secara nyata mempraktekkan
keterampilan dasar mengajar secara berulang, dengan harapan jika praktekkan sudah berulang kali
melakukan praktik akan mengetahui kekurangannya pada keterampilan yang mereka pelajari untuk
dikuasai dan terampil untuk menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Pada tahapan ini
praktekkan sudah dapat mempersiapkan perangkat pembelajaran mulai dari RPP, media yang akan
digunakan dan segala sesuatu yang dipersyaratkan bagi guru yang profesional dimasa mendatang.

c. Tahapan III (balikan) 


Tahap ketiga ini merupakan kilas balik praktekkan dengan mempelajari hasil dari observasi teman
sejawat yang akan memberikan informasi setelah melihat secara langsung pelaksanaan kegiatan praktik
mengajar. Para rekan sejawat dan dosen pembimbing atau dosen luar biasa akan memberikan penilaian
berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan praktekkan yang selanjutnya akan didiskusikan dan sebagai
bahan untuk memperbaiki kinerja sebagai calon guru yang profesional.

Daftar Pustaka

 Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


 Sukirman, Dadang. 2012. Pembelajaran Micro Teaching. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Islam Kementrian Agama.
 Helmiati. 2013. Micro Teaching Melatih Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
 Barnawi dan Arifin, M. 2016. Micro Teaching: Teori dan Pengajaran yang Efektif dan Kreatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
 Hasibuan, Ibrahim dan Toemial. 2014. Praktek Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
 Halimah, Leli. 2017. Keterampilan Mengajar sebagai Inspiransi untuk Menjadi Guru yang
Excellent di Abad Ke-21. Bandung: Rafika Aditama.

Posting Komentar untuk "Micro Teaching (Pengertian,


Fungsi, Tujuan, Aspek dan Tahapan)"
METODOLOGI PENELITIAN
 Pemilihan Judul Penelitian
 Latar Belakang Masalah Penelitian
 Menemukan Masalah Penelitian
 Menyusun Hipotesis Penelitian
 Jenis-jenis Penelitian Kualitatif
 Reabilitas Penelitian
 Validitas Penelitian
 Proposal Penelitian

KATA KUNCI

Anda mungkin juga menyukai