Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)

OLEH :
KELOMPOK 8
1. KAMALIA
2. ETI JUNIA ASTUTI
3. FADILA HAPSAH BAPANG
4. ANNISA YULIANA PRATIWI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2019

i
KATA PENGANTAR

Assamu’alaikum,War.Wab

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, serat hidayah-Nya
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelessaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang
berjudul “Seks Edukasi Pada Anak”. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas dari mata kuliah sistem informasi Keperawatan. Dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Fitri Romadonika selaku dosen pengampuh mata kuliah Keperawatan


Anak I
2. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penulisan, bahasa ataupun penyusunannya. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya
dari dosen pengampuh mata kuliah sistem informasi keperawatan menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang.

Mataram, 14 April 2019

Penyusun

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertan RDS ........................................................................................4
B. Etiologi RDS ............................................................................................5
C. Klasifikasi RDS .......................................................................................6
D. Patofisiologi RDS .....................................................................................7
E. Pathway RDS ...........................................................................................8
F. Manifestasi Klinis RDS .........................................................................10
G. Penatalaksanaan RDS ...........................................................................11
H. Pemeriksaan Diagnostik RDS ..............................................................12
I. Komplikasi RDS ....................................................................................12
J. Pencegahan RDS ...................................................................................13
BAB III ASUHAN DASAR KEPERAWATAN ...............................................15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................23
B. Saran ......................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATARA BELAKANG
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan
dan kematian yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi,
karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih
rendah. Disamping faktor organ pernafasan, keadaan pernafasan bayi dan
anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi,
terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan
pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau
perut. Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal.
Bila anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi
thorakoabdominal. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu
ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernafasan
bekerja secara pasif.pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola
pernafasan yang paling sering adalah takipeu. Gangguan pernafasan pda bayi
dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alergi,
infeksi dan lain-lain.Gabgguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan
pernafasan yang sering didapatkan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk
respiratory distress syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress
syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi prematur, sindrom gawat nafsa
pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut respiratory distess
syndrome merupakan gejala terdiri dari dispneu atau hiperpneu. Syndrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan didalam atau diluar paru. Oleh karena itu,
tindakannya disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
Beberapa kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),
pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson-Mikity (Ngastiyah,1999). RDS
terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan,karena produksi surfaktan yang
dimulai sejak kehamilan minggu ke 22,makin besar pula kemungkinan terjadi

1
RDS dan kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan
dengan keruskan awak paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan
kedalam ruangan interstial, seolah olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan.
Akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli
dan menyebabkan oedema paru. Plasma dan sel darah merah keluar daru
kapiler-kapiler yang rusak,oleh karena itu mungkin pendarahan merupakan
manifestasi patologi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertan RDS?
2. Etiologi RDS?
3. Klasifikasi RDS?
4. Patofisiologi RDS?
5. Pathway RDS?
6. Manifestasi Klinis RDS?
7. Penatalaksanaan RDS?
8. Pemeriksaan Diagnostik RDS?
9. Komplikasi RDS?
10. Pencegahan RDS?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan memberikan asuhan keperawatan anak
pada klien dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS)/ Hyaline
Membrane Disease (HMD).
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang konsep medis
dari askep anak pada klien RDS/HMD , yang konsepnya terdiri dari
defenisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinik,
penatalaksanaan pemeriksaan diagnostik dan komplikasi, pencegahan.

2
b. Mahasiswa dapat memahami, menentukan, dan menjelaskan tentang
konsep keperawatan dari askep anak pada klien RDS/HMD, yang
konsepnya terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan
dan intervensi keperawatan (dengan rasionalnya).

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Respiratory distress syndrome (Sindrom gawat nafas) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline
Membrane Disease (HMD) atau penyakit membrane hialin, karena pada
penyakit ini selalu di temukan membrane hialin yang melapisi alveoli
(surasmi, 2010).
Respiratory Distress Syndrome, (RDS) atau defisiensi surfaktan adalah
suatu gangguan perkembangan paru yang dimulai saat lahir atau segera
setelahnya, menetap selama 48 sampai 96 jam dan sembuh dieresis inisial
dimulai (Paulette S, 2008).
Respiratory Distress Sydrom atau Hyaline Membrane Disease
merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat
lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia dibawah 35
minggu yang mempunyai berat dibawah 1000 gram. Respirstory Distress
Syndrom juga merupakan gejala yang kondisi dari Dispnea dengan frekuensi
pernapaan > dari 60x/menit, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi di
daerah epigastium, suprasternal intercostal pada saat inspirasi.
Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi
respirasi normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada
masing-masing bayi. Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan
memadai. Surfactan, suatu senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli,
mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja respirasi dengan
menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan
permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya
komplians paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga
terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada
ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi

4
buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis
metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan
yang progresif.
RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi
prematur,  biasanya setelah 3– 5 hari. Prognosanya buruk jika support
ventilasi lama diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak
nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan
bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membran hialin (PMH)

B. ETIOLOGI
Meskipun sebagian besar bayi dengan penyakit Membran Hialin
(HMD) adalah bayi premature (Anik,2009). Terdapat faktor-faktor lain yang
bisa menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti:
1. Bayi yang lahir sebelumnya juga mengalami HMD
2. Persalinan Sectio Caesaria
3. Asfiksia perinatal
Asfiksia perinatal adalah kondisi bayi yang ditandai dengan hipoksia dan
hipercapnia disertai asidosis metabolik. Asfiksia terjadi apabila terdapat
kegagalan pertukaran gas di organ.
4. Stress dingin/cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi surfaktan)
5. Infeksi perinatal
Infeksi perinatal adalah infeksi yang terjadi pada ibu hamil(infeksi
maternal) yang dapat ditransmisikan pada janin saat kehamilan, pada

5
persalinan melalui jalan lahir dan pasca persalinan melalui air susu ibu.
Penularan penyakit dari ibu ke janin dapat melalui perambatan asendens
darivagina melalui serviks ke cairan amnion atau hematogen dari viremia,
bakteriemi atau parasitemia.
6. Kelahiran Kembar (bayi-bayi yang dilahirkan kembar biasanya prematur)
7. Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak insulin
dalam sistem tubuh bayi yang disebabkan karena diabetes pada ibu dapat
memperlambat produksi surfaktan)
8. Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent ductus Arteriosus)
9. Pada prematuritas :
a. Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan). Komponen
utama surfaktan adalah lesitin, yang terdiri dari cytidine diphosphate
cholin (C.D.P cholin) dan phosphatidyldimethy etanolamine
(P.M.D.E).
b. Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai tumbuh
pada gestasi 22-24 minggu, mulai aktif pada gestasi 24-26 minggu.
c. Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu
d. Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan amnion.

C. KLASIFIKASI
Sindrom gawat nafas/ Respiratory Distress Syndrome (RDS)
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Syndrom gawat nafas Klasik/Clasik Respyratory distress syndrome.
Thoraks/dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi
(underaration). Volume paru-paru menurun, parenkhim paru-paru
memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho
gram udara yang meluas ke perifer.
b. Sindrom Gawat Nafas Sedang/Moderately severe Respiratory Distress
Syndrome. Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih
merata. Paru-paru hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara
meningkat.

6
c. Sindrom Gawat Nafas Berat/ Severe Respiratory Distress Syndrome.
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru
area cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasi
atau empisema interstitial pulmonal dini.

D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang mempermudahkan terjadinya Respiratory distress
syndrome pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga
sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorak
masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfakatan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal
tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi berat,
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histology, adanya
Atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan udem
intestisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan dequamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfakatan ini. dengan adanya atelektasis
yang progresif dengan barotraumas atau volutrauma dan toksisitas oksigen,
menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan nafas bagian
distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfakatan mulai dibentuk pada
36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek, pada bayi
yang immature dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari

7
ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchpulmonal
Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikogranular karena
atelektasis, dan air bronchogram. Gejala klinis yang progesif dari Resirasi
Dystress Syndroma adalah : Takipnea diatas 60x/menit, Grunting ekspirator,
subcostal dan interkostal retrakasi, Cyanosis, Nasal faring.
Pada Bayi ektremely premature (berat badan lahir sangat rendah)
mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada Respirasi Dystress
Syndroma yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam
paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-
36 jam pertama. selainjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan
membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.

8
E. PATHWAY

Bayi prematur

Imaturitas paru Imaturitas sistem


pencernaan

Defisiensi surfaktan
Motilitas usus

Kemampuan paru mempertahankan


Kemampuan digesti
stabilitasnya terganggu
& absorbsi makanan

Kolaps alveolar & paru


T&G : - BB menurun, diare,
anoreksia, vomitus
Kompensasi tekanan
intoraks
Gangguan pemenuhan nutrisis kurang dari
Usaha inspirasi lebih kebutuhan tubuh berkaitan dengan imaturitas
kuat sistem pencernaan

Ventilasi terganggu

Hipoksia Retensi CO2 Asidosis respiratory

Kerusakan endotel kapiler epitel O2 jaringan T&G : transudasi


duktus alveoli sianosis,
dispneu
Terbentuknya fibrin Metabolisme
anaerobik Gangguan Penurunan
perfusi aliran darah
jaringan ke paru
Terbentuknya lapisan
membran hialin Penimbunan asam berhubungan
dengan suplai Hambatan
laktat asidosis
O2 ke jaringan pembentuka
metabolik
n surfaktan

9
atelektasis

Pola napas tidak efektif


berhubungan dengan defisiensi T&G: takipnea, bradikardi.
surfaktan Grunting ekspirasi. Pernapasan
cuping hidung, hipotensi.

F. MANIFESTASI KLINIS
Bayi penderita penyakit membran hailian biasanya bayi kurang bulan
yang lahir dengan berat badan antara 1200-2000 gram dengan masa genetasi
antara 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih
2500 gram dan masa genetasi 38 minggu.
Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah
lahir terutama pada umur 6-8 jam. Gejala karalteristik mulai timbul pada usia
24-72 jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin mulai memburuk atau
mengalami perbaikan. Bila keadaan membaik, gelaja akan menghilang pada
akhir minggu pertama.
Gejala pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh ateleksis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini memperlihatkan gambaran klinis
seperti :
a. Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
b. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada 48-
96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
c. Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
d. Grunting : suara merintih saat ekspirasi
e. Pernapasan cuping hidung
f. Dyspnea
g. Reaksi dinding thoraks (superasternal, epigastrum, atau interkostal) pada
saat inspirasi

10
G. PENATALAKSANAAN
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5⁰-37⁰C) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus
adekuat.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen
yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis
paru,dan kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi
pemberian oksigen sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas
darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak
ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi tidak lebih dari 40%
sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena yang berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45.
Bila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3
dapat diberi langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran
larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
4. Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi
biayanya sangat mahal.

11
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 

No Pemeriksaan Kegunaan
1. Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
2. Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan
keseimbangan asam basa
3. Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena
hipoglikemia dapat menyebabkan atau
memperberat takipnea
4. Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
5. Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya
sepsis
6. Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan
oksigen

I. KOMPLIKASI
1. Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada
bayi dengan  RDS  yang tiba-tiba memburuk  dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi  RDS  dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS  terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
2. Komplikasi jangka panjang

12
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur 
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

J. PENCEGAHAN RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran
prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan
kelahiran bayi resiko tinggi. Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS
adalah :
1. Mencegah kelahiran < bulan (premature).
2. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi
medis.
3. Management yang tepat.
4. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
5. Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
6. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

13
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
1. Riwayat maternal

14
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
2. Status infant saat lahir
a. Prematur, umur kehamilan
b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi Caesar 
3. Cardiovascular
a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung dalam batas normal
4. Integumen
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling
5. Neurologis
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan le bih dari 60 x per menit, mungkin 80-100 x)
b. Nafas grunting
c. Nasal flaring
d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e. Cyanosis (sentr al ke mudi an di iku ti sirkumor al) berhubungan
dengan persentase desaturasi hemoglobin
f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
7. Pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS, gejala tersebut
dapat terjadi pada saat kelahiran atau antara waktu 2 jam. Perkembangan
penyakit terjadi dengan cepat yang dimulai dengan :
a. Takipnea
b. Pernapaan mendengkur 

15
c. Retraksi sukostal atau interkostal
d. Sianosis dan pucat
e. Meningkatnya gejala lapar udara
f. Gerakan tubuh berirama
g. Sentakan dagu
h. Awalnya suara napas normal kemudian pernapasan dalam.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b/d defisiensi surfaktan
2. Gangguan perfusi jaringan b/d suplai oksigen ke jaringan menurun
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang adri kebutuhan tubuh b/d imaturitas
sistem pencernaan

C. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


keperawatan Kriteria Hasil
1. Pola napas tidak Tujuan : Setelah 1. Posisikan untuk 1. Karena posisi ini
efektif dilakukan asuhan pertukaran udara menghasilkan
berhubungan keperawatan yang optimal : perbaikan
dengan defisiensi diharapkan  bayi - Tempatkan pada oksigenasi,
surfaktan mampu: menunjukan posisitelungkup mengatur pola
pola napas yang bila mungkin tidur atau istirahat
adekuat. - Tempatkan pada dan mencegah
Menunjukan posisi terlentang adanya
frekuensi dan  pola pada posisi penyempitan jalan
napas dalm batas mengendus napas.
yang sesuai usia dan dengan leher 2. Karena akan
BB dengan kriteria sedikit ekstensi mengurangi
hasil : dan hidung diameter trachea
1. BBL frek napas menghadap 3. Untuk mengenali
3060x/menit keatas. tanda-tanda
2. Frek napas saat 2. Hindari disetress

16
tidur 35x/menit heperektensi leher 4. Untuk
3. Observasi adanya menghilangkan
penyimpangan dari mukus yang
fungsi  pernapasan terakumulasi dari
misal mengorok, nasofaraing trachea
sianosis, dan selang
pernapasan cuping endotracheal
hidung, apnea. 5. Untuk memastikan
4. Lakukan jalan napas bersih
penghisapan 6. Untuk menghemat
Penghisapan penggunaan O2
endotracheal KOLABORASI :
sebelum pemberian 1. Untuk menurunkan
surfaktan tegangan
5. Petahankan suhu permukaan
lingkungan yang alveolar
netral 2. Untuk
KOLABORASI : meningkatkan
1. Beri surfaktan absorbsi kedalam
sesuai  petunjuk alveolar
pabrik. 3. Untuk
2. Hindari mempertahankan
penghisapan konsentrasi O2
sedikitnya 1 jam 4. Untuk memantau
setelah  pemberian respon bayi
surfaktan terhadap terapi
3. Lakukan regimen
yang diresepkan
untuk terapi
suplemental
4. Pantau pertukaran
gas
2. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Auskultasi frek 1. Takikardia sebagai

17
jaringan b/d asuhan keperawatan dan irama dan akibat hipoksemia
suplai oksigen ke diharapkan  bayi irama jantung, dan kompensasi
jaringan menurun dapat menunujukan: catat terjadinya upaya  peningkatan
Tingkat perfusi yang irama jantung aliran darah dan
sesuai misal status ekstra. perfusi
mental normal, 2. Observasi jaringan.Gangguan
irama jantung dan perubahan status irama berhubungan
frekkuensi nadi mental. dengan
normal, tidak terjadi 3. Observasi warna hipoksemia.
sianosis, kulit hangat dan suhu kulit atau 2. Gelisah dan
dan kering, mukosa membran mukosa. perubahan sensori
normal, haluaran 4. Ukur haluaran urin atau motorik dapat
urin normal. dan catat BJ urin menunjukan
KOLABORASI : gangguan aliran
1. Berikan cairan IV darah, dan
atau oral sesuai hipoksia.
indikasi 3. Kulit pucat atau
2. Pantau sianosis, kuku
pemerikasaan membran bibir
diagnostik misal atau lidah
EKG, elektrolit, menunjukan
dan GDA. vasokontriksi atau
syok.
4. Penurunan curah
jantung
menimbulkan
penurunan perfusi
ginjal yang
dimanifestasikan
oleh penurunan
haluaran urin
dengan BJ normal/

18
meningkat.
KOLABORASI :
1. Untuk menurunkan
hiperviskositas
darah atau perfusi
jaringan.
2. Mengevaluasi
perubahan fungsi
organ dan
mengawasi efek
terapi.
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Pemberian 1. Menghindari
pemenuhan asuhan keperawatan minuman dimulai terjadinya
nutrisi kurang diharapkan  bayi pd waktu abyi hipoglikemi dan
dari kebutuhan mendapat nutrisi berumur 3 jam hiperbilirubinme.
berhubungan yang adekuat dan dengan  jumlah 2. Untuk mengetahui
dengan imaturitas menunujukan cairan pertama kali ada tidaknya
sistem pencernaan pertambahan BB 1-5 ml/jam dan atresia esophagus
yang tepat dengan jumlahnya dapat dan mencegah
kriteria hasil : ditambah sedikit- muntah.
1. Bayi menunjukan demi sedikit setiap 3. Untuk menghindari
penambahah BB 12 jam. bayi tersedak.
yang mantap (20- 2. Sebelum 4. Untuk menjaga
30 gram) per hari pemberian nutrisi yang ade
2. Otot kuat minuman pertama kuat.
3. Lingkar lengan harus dilakukan 5. Agar bayi tidak
>9,5 cm penghisapan cairan mengalami diare
4. Lingkar dada >33 lambung. dan susu bisa lebih
cm 3. Pemberian dicerna.
minuman 6. Untuk menjaga
sebaiknya sedikit nutrisi dan cairan
demi sedikit tapi bayi yang ade kuat.
frekuensinya lebih 7. Agar susu lebih

19
sering. mudah dicerna.
4. Banyaknya cairan
yang diberikan 60
ml/kg/BB/hari
sampai akhir
minggu kedua.
5. Bila bayi belum
dapat ASI, ASI
dipompa dan
dimasukan
kedalam botol
steril.
6. Bila ASI tidak ada
maka diganti
dengan susu
buatan yang
mengandung
lemak dan mudah
dicerna yang
mengandung 0
kalori per 30 ml air
atau 110
kkal/kg/BB/hari.
7. Gunakan makanan
nasogastrik bila
bayi mudah lelah,
mengalami
penyakit hisapan,
reflek muntah dan
menelan yang
lemah.

20
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi pendidikan untuk klien dan keluarga atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal dan keterampilan
dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implemenntasi harus berpusat
kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Prawiroardjo, 2010)

E. EVALUASI
Meskipun proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi
berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan pros keperawatan. Tahap
evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan berkesinambungan
yang melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam
keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenihan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasi dari proses keperawatan. (Alfaro-lefevre, 2010)
Tujuan dari evaluasi antara lain :
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai keeefektifan efesien, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan
d. Mendapatkan umpan balik

21
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Penyakit membran hialin merupakan salah satu faktor yang memegang
peranan dalam tingginya angkanya kematian perinatal
2. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa kehamilan
kurang.

22
3. Bayi yang sangat prematur mungkin tidak mampu untuk memulai proses
pernafasan karena tanpa surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku. Bayi
yang lebih besar bisa memulai proses pernafasan, tetapi karena paru-paru
cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma
gawat pernafasan. Kelainan ini merupakan penyebab utama kematian bayi
prematur (50-70%).
4. Pemeriksaan foto rontgen paru memegang peranan sangat penting dalam
menentukan diagnosis yang tepat.
5. Penatalaksanaan penyakit membran hialin terdiri dari tindakan umum dan
tindakan khusus. Tindakan umum meliputi pemberian lingkungan yang
optimal dan pemberian diet, sementara tindakan khusus meliputi
pemberian O2, antibiotika dan surfaktan buatan.
6. Pencegahan yang paling penting adalah menghindari terjadinya
premarturitas termasuk menghindari faktor risiko terjadinya penyakit
membran hialin.
7. Komplikasi penyakit membran hialin terdiri dari komplikasi jangka
pendek yaitu kebocoran alveoli dan komplikasi jangka panjangnya adalah
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD).
B. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan
pada khususnya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan
respiratory distress syndrome dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Acute Respiratory Distress Sindrome. Terdapat pada : http :


//www.medicine.com/ards/page 4.htm.
Anonim. 2007. Respiratory Distress Syndrome/Rds (On-line). Terdapat pada :
http://healthblogrds.com
Hidayat, Azis alimul. 2010. Pengantar Ilmu Keperawatan. edisi 1. Jakarta :
Salemba Medika

23
Kurniasih, Dedeh. 2011. Respiratory Distress Syndrom. terdapat pada :
http://www.tabloid-nakita.com
Ngastiyah, 2010. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

24

Anda mungkin juga menyukai