Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA

DISUSUN OLEH :
I PUTU JAYA
038STYC17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah, teman-teman Kelompok ,
serta semua pihak yang dengan caranya masing-masing telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
Sebagai makluk yang lemah penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak, penulis terima dengan lapang dada.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan kita.

Mataram, 20 Juni 2019


Penyusun ,

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG .................................................................. 1
B. TUJUAN ....................................................................................... 2
C. METODE PENULISAN ............................................................. 3
D. SISTEMATIKA PENULISAN .................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN ............................................................................. 4
B. ETIOLOGI ................................................................................... 5
C. KLASIFIKASI ............................................................................ 9
D. PATOFISIOLOGI ........................................................................ 11
E. MANIFESTASI KLINIS ............................................................. 12
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ................................................ 13
G. PENATALAKSANAAN .............................................................. 14
BAB III KONSEP DASAR ASKEP 
A. PENGKAJIAN ............................................................................... 19
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ..................................................... 22
C. INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................. 23
BAB IV PENUTUP 
A. KESIMPULAN  ............................................................................ 25
B. SARAN  ........................................................................................ 25
DAFATAR PUSTAKA 

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat
akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari
penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia
adalah Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus
(RSV) dan Para influenza virus (Athena & Ika 2014).
Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan
bernapas seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular
yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita
pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat
batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke
saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan
cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita
saat batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar
penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena
sekresi saluran pernapasan penderita (Athena & Ika 2014).
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, yang lebih banyak
dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak.
Persentasenya yaitu 19% dari semua penyebab kematian balita, kemudian
disusul diare 17%, sehingga World Health Oganization (WHO) menyebutnya
sebagai pneumonia is the leading killer of children worldwide. Setiap tahun di
dunia diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1
balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara lima kematian balita,
satu disebabkan oleh pneumonia, namun tidak banyak perhatian terhadap

1
penyakit ini sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan
atau the forgotten killer of children (Pertiwi dkk 2016).
Di Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab kematian
pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan bahwa
kejadian pneumonia sebulan terakhir (periodprevalence) mengalami peningkatan
pada tahun 2007 sebesar 2,1 ‰ menjadi 2,7 ‰ pada tahun 2013. Kematian balita
yang disebabkan oleh pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar
15,5%.2,3 Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI), yang melaporkan bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus
meningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007
(Athena & Ika 2014).
Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita
Provinsi Jawa Tengah, tahun 2013 sebesar 73.165 kasus (25,85%) meningkat
dibanding tahun 2012 (24,74%).Angka ini masih sangat jauh dari target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2010 (100%). Pada tingkat
kabupaten/kota, ada satu kota yang mempunyai persentase cakupan tertinggi
yaitu Kabupaten Kebumen (86,42%), sementara Kabupaten dengan persentase
cakupan terendah adalah Kabupaten Sragen (1,49%)(Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah 2013). Sedangkan menurut data dari rumah sakit
RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada tahun 2016 angka kejadian kasus anak
dengan pneumonia sebanyak 1.577 anak.
Dalam pengkajian awal pada kasus pneumonia, keluhan utama yang
ditemukan pada anak yaitu sesak nafas, sesak nafas ini terjadi akibat adanya
penumpukan sekresi. Ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan
ruang rawat anak pediatrik rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus
ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang
mengancam jiwa. Peralatan standar di Pediatric Intensive Care Unit (PICU)
meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui Endotrakeal
Tube (ETT) atau trakheostomi. Salah satu indikasi klinik pemasangan alat
ventilasi mekanik adalah gagal nafas (Berty dkk, 2013).

2
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi
jalan nafas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Obstruksi jalan
nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk
secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat
penyakit infeksi. Sesuai dengan penelitian ini maka diagnosa keperawatan yang
muncul menurut pendapat (Herdman, 2015) adalah, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas dengan batasan karakteristik perubahan frekuensi
pernafasan, perubahan pola nafas, terdapat suara nafas tambahan, dan batuk.
Sedangkan menurut jurnal penelitian, anak usia 1-5 tahun yang mengalami
gangguan bersihan jalan nafas ditandai dengan respirasi rate (RR) >40x/mnt,
pernafasan cuping hidung (PCH) +, serta retraksi intercostal (RIC) +. Apabila
masalah bersihan jalan nafas ini tidak ditangani secara cepat maka
bisa menimbulkan masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami sesak
yang hebat bahkan bisa mengalami gagal nafas dan bahkan menimbulkan
kematian.
Maka dari itu, menurut pendapat (Bulechek dkk 2015) untuk menyelesaikan
masalah keperawatan tersebut dapat diberikan tindakan keperawatan yaitu
penghisapan lendir. Penghisapan lendir merupakan suatu tindakan yang
dilakukan untuk membersihkan jalan nafas dengan cara memasukan kateter
suction melalui mulut, hidung atau jalan nafas (OTT, NTT, ETT). Sehingga
pemberian asuhan keperawatan yang cepat, tepat dan efisien dapat membantu
menekan angka kejadian gagal nafas dan angka kematian pada anak dengan
pneumonia yang di rawat diruang intensive. Dari latar belakang tersebut, maka
penulis tertarik melakukan pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An.A dan An.D yang
mengalami Pneumonia dengan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Di Ruang
PICU (Pediatric Intensive Care Unit) RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada anak yang mengalami Pneumonia?

3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan pada anak penderita pneumonia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi Pneumonia
b. Untuk mengetahui klasifikasi Pneumonia
c. Untuk mengetahui etiologi Pneumonia
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis Pneumonia
e. Untuk mengetahui patofisiologi Pneumonia
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan Pneumonia
g. Untuk mengetahui Konsep Dasar Asuhan keperawatan Pneumonia.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Penyakit
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit
lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan
Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia
adalah Adenoviruses, Rhinovirus, influenza virus, Respiratory syncytial virus
(RSV) dan Para influenza virus (Athena & Ika 2014).
Sedangkan menurut pendapat (Mardjanis, 2013), pneumonia adalah
penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri yang
merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang paling sering
menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab
pneumonia paling sering adalah Streptococcus pneumonia (pneumokokus),
Hemophilus influenza tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus.
2. Etiologi
Menurut pendapat (Ridha, 2014), penyebab tersering penyakit pneumonia
pada anak adalah bakteri Streptococcus pneumoniae, Stapilokokus aureus,
Haemophilus influenzae, jamur (seperti Candida albicans), virus (virus
Adena, virus Influenza, virus Para influenza), protozoa (Pneumokistis
karinti), bahan kimia (aspirasi makan, susu, isi lambung dan keracunan
hidrokarbon: minyak tanah, bensin).
3. Klasifikasi
Menurut pendapat (Amin & Hardi 2015),
1) Berdasarkan anatomi:

5
a) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu sebagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau ganda.
b) Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung akhir bronkhiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia
lobularis.
c) Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam
dinding alveolar serta interlobular.
2) Berdasarkan inang dan lingkungan :
a) Pneumonia komunitas
Dijumpai pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia,
gram negatif pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK,
penyakit penyerta kardiopulmonal atau paska terapi antibiotika
spectrum luas.
b) Penumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi
bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makana atau
lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan
padat.
c) Pneumonia pada gangguan imunTerjadi akibat proses penyakit dan
akibat terapi. Penyebab infeksi dapat terjadi disebabkan oleh kuman
pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa
bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing.

4. Manifestasi Klinis
Menurut (Misnadiaraly, 2008), gejala penyakit pneumonia biasanya
didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain
didapatkan demam, menggil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40
derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental,

6
terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti kurang nafsu makan.
Tanda gejala lainnya, antara lain:
1) Batuk nonproduktif
2) Suara nafas lemah
3) Penggunaan alat bantu nafas
4) Demam
5) Ronkhi6) Sianosis
7) Thorax photo menunjukkan infiltrasi
8) Sesak nafas
9) Menggigil
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
1) Kulit yang lembab
2) Mual dan muntah
Tanda pneumonia:
Berupa retraksi(penarikan dinding dada bagian dalam saat bernafas bersama
dengan peningkatan nafas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas
melemah dan ronkhi.

5. Patofisiologi
Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin 2009), Kuman masuk kedalam
jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai
brokhiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa
bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih banyak pada
bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang
ada diudara, aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran
hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui
saluran nafas masuk ke bronkhioli dan alveoli, menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein
dalam alveoli dan jaringan interstitial.

7
Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau
lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari kapiler
paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi
eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisiudara lagi, kenyal dan berwarna
merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan
leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh
leukosit dan sewaktu rseolusi berlangsung, makrofag masuk kedalam alveoli
dan menelan leukosit bersama kuman pnumokokus didalamnya.
Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna
abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat
fibrin dibuang dari alevoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal
kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas. Akan tetapi
apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah
edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus
akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses
difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak
pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai
sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya
tekanan tersebut dengan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat
menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkhus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus. Terdapatnya peradangan pada
bronkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan
peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul reflek batuk.

8
6. Pathway
Bakteri Virus Jamur, protozoa

Eksudat intra peradangan intersitial penyebaran granuloma


Alveolar supuratif berbercak

Penimbunan infiltrat
Ketidakefektifan dalam dinding alveolus
Bersihan jalan
nafas
konsolidasi jaringan paru

Sekresi yang
Tertahan suhu tubuh peradangan parenkim nyeri pada dada
meningkat paru

batuk agen cedera biologis

Hipertermi
Nyeri akut
peningkatan Rongga alveoli
produksi terisi eksudat
sekret

perubahan membran
alveolar-kapiler

Gangguan pertukaran Ketidakefektifan


gas Pola nafas

Darah disekitar alveoli tidak berfungsi dispnea

Pneumonia keletihan otot pernafasan

Distensi abdomen Peningkatan kebutuhan anoreksia Ketidakseimbangan


metabolik suplai dan
kebutuhan oksigen

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Intoleransi
kebutuhan tubuh aktivitas

(Manurung, 2016; Herdman, 2015; Ridha, 2014)

9
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut pendapat (Muttaqin, 2014):
1) Pemeriksaan laboratorium
3
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm . Dalam
keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga
100mm/jam. Saat dilakukan biakan sputum, darah,atau jika
dimungkinkan caira efusi pleura,untuk biakan aerobik dan anaerobik,
untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai pegangan dalam
pemberian antibiotik. Sebaiknya diusahakan agar biakan dibuat dari
sputum aluran nafas bagian bawah. Selain contoh sputum yang diperoleh
dari batuk, bahan dapat diperoleh swap tenggorok atau laring,
pengisapan lewat trakhea, brokhoskopi, atau penghisapan lewat dada
tergantung indikasinya. Pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia sebab terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi didaerah
pneumonia.
2) Pemeriksaan radiologis
a) Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
b) Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
3) Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat pada pneumonia
stafilokok.
4) Pemeriksaan mikrobiologik
Pemeriksaan ini dapat dibiak dari spesimen usap tenggorok, sekresi
nasofaring, bilasan bronkus atau sputum, trakhea, fungsi pleura atau
aspirasi paru.

8. Penatalaksanaan
Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin 2009), penatalaksanaan yang
dapat diberikan pada anak dengan pneumonia:
1) Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah
dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang

10
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatanini diteruskan
sampai demam 4-5 hari. Pemberian obat kombinasi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab infeksi.
2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena, biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan Nacl 0,9%
dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10 mEq/500ml/botol infus.
3) Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosid metabolik akibat
kurang makan dan hipoksia,maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan
hasil analisis gas darah arteri.
4) Pemberian makan enteral bertahap melalui selang nasogastrik pada
penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak nafasnya.
5) Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalasi dengan slin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosillier. Seperti
pemberian terapi nebulizer dengan flexotid dan ventolin. Selain bertujuan
untuk mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar
lumen bronkus.

9. Komplikasi
Komplikasi pneumonia menurut Nurarif & Kusuma (2013) yaitu :
1) Hipotensi dan syok
2) Gagal pernafasan
3) Atelektasis
4) Efusi pleura
5) Delirium

11
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Terkait dengan data biodata pasien dan data penanggung jawab
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien atau yang paling utama.
Biasanya pasien mengeluh Sesak napas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Terkait dengan riwayat kesehatan atau masalah pasien saat ini. Didahului
oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian
mendadak timbul panas tinggi, sakit kepala / dada ( anak besar ) kadang-
kadang pada anak kecil dan bayi dapat timbul kejang, distensi addomen
dan kaku kuduk. Timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun. Anak
biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun
apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Terkait dengan riwayat penyakit masa lalu yang di derita pasien. Anak
sering menderita penyakit saluran pernapasan atas. Predileksi penyakit
saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam
rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat klinis klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat ini, di kaji apakah keluarga pasien pernah menderita atau
tidak penyakit menurun atau menular.
3) Pemeriksaan Fisik :
a. Data Fokus

12
Inspeksi :
Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea,
Sianosis sirkumoral - Distensi abdomen
Batuk : Non produktif Sampai produktif. Dan nyeri dada
Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit
Hati kemungkin membesar
Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit
Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
b. Body System
Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/
nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun
Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
Sistem Musculoskeletal

13
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan.
Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan
4) Data dasar pengkajian pasien :
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi)
Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan).
Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
Sputum: Merah Muda, Berkarat
Perpusi: Pekak Datar Area Yang Konsolidasi

14
Premikus: Taksil Dan Vocal Bertahap Meningkat Dengan Konsolidasi
Bunyi Nafas Menurun
Warna: Pucat/Sianosis Bibir Dan Kuku
Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah.
5) Pemeriksaan Penunjang
a. Hb : menurun/normal
b. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
c. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan,
penumpukan secret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveolus.
3. Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak
adekuat, demam, takipnea.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen
darah.
5. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri
dada.
6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.

15
7. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang
dari rumah sakit.
8. Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.

3. INTERVENSI
1) Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan,
penumpukan secret.
Tujuan : Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada
penumpukan secret.
Rencana tindakan :
a) Monitor status respiratori setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan status
pernafasan dan bunyi nafas abnormal.
b) Lakukan perkusi, vibrasi dan postural drainage setiap 4 – 6 jam,
c) Beri therapy oksigen sesuai program.
d) Bantu membatukkan sekresi/pengisapan lender.
e) Beri posisi yang nyaman yang memudahkan pasien bernafas.
f) Ciptakan lingkungan yang nyaman sehingga pasien dapat tidur tenang.
g) Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernafasan.
h) Beri minum yang cukup.
i) Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas.
j) Kelola pemberian antibiotic dan obat lain sesuai program.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
kapiler alveolus.
Tujuan : Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas
secara optimal dan oksigenasi jaringan secara adekuat.
Rencana Tindakan :
a) Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda sianosis
setiap 2 jam.
b) Beri posisi fowler/semi fowler.
c) Beri oksigen sesuai program.

16
d) Monitor analisa gas darah.
e) Ciptakan lingkungan yang tenang dan kenyamanan pasien.
f) Cegah terjadinya kelelahan pada pasien.
3) Berkurangnya volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak
adekuat, demam, takipnea.
Tujuan : Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
Rencana Tindakan :
a) Catat intake dan out put cairan. Anjurkan ibu untuk tetaap memberi
cairan peroral serta hindari susu yang kental/minum yang dingin agar
merangsang batuk.
b) Monitor keseimbangan cairan à membrane mukosa, turgor kulit, nadi
cepat, kesadaran menurun, tanda-tyanda vital.
c) Pertahankan keakuratan tetesan infuse sesuai program.
d) Lakukan oral hygiene.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kadar oksigen
darah.
Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.
Rencana Tindakan :
a) Kaji toleransi fisik pasien.
b) Bantu pasien dalam aktifitas dari kegiatan sehari-hari.
c) Sediakan permainan yang sesuai usia pasien dengan aktivitas yang
tidak mengeluarkan energi banyak agar sesuai aktifitas dengan
kondisinya.
d) Beri O2 sesuai program.
e) Beri pemenuhan kebutuhan energi.
5) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan demam, dispnea, nyeri dada.
Tujuan : Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang,
dapat batuk efektif dan suhu normal.
Rencana Tindakan :
a) Cek suhu setiap 4 jam, jika suhu naik beri kompres dingin.

17
b) Kelola pemberian antipiretik dan anlgesik serta antibiotic sesuai
program.
c) Bantu pasien pada posisi yang nyaman baginya.
d) Bantu menekan dada pakai bantal saat batuk.
e) Usahakan pasien dapat istirahat/tidur yang cukup.
6) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
a) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
b) Beri kompres dingin.
c) Kelola pemberian antipiretik dan antibiotic.
d) Beri minum peroral secara hati-hati, monitor keakuratan tetesan
infuse.
7) Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anak setelah pulang
dari rumah sakit.
Tujuan : Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-
tahap yang harus diambil bila infeksi terjadi lagi.
Rencana Tindakan :
a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan anak dengan
bronchopneumonia.
b) Bantu orang tua untuk mengembangkan rencana asuhan di rumah ;
keseimbangan diit, istirahat dan aktifitas yang sesuai.
c) Tekankan perlunya melindungi anak kontak dengan anak lain sampai
dengan status RR kembali normal.
d) Ajarkan pemberian antibiotic sesuai program.
e) Ajarkan cara mendeteksi kambuhnya penyakit.
f) Beritahu tempat yang harus dihubungi bila kambuh.
g) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.
8) Kecemasan berhubungan dengan dampak hospitalisasi.
Tujuan : Kecemasan teratasi.

18
Rencana Tindakan :
a) Kaji tingkat kecemasan anak.
b) Fasilitasi rasa aman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya.
c) Dorong ibu untuk selalu mensupport anaknya dengan cara ibu selalu
berada di dekat anaknya.
d) Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang tindakan yang dilakukan à
tujuan, manfaat, bagaimana dia merasakannya.
e) Beri reinforcement untuk perilaku yang positif.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Prinsip Implementasi :
1. Observasi status pernafasan seperti bunyi nafas dan frekuensi setiap 2 jam,
lakukan fisioterapi dada setiap 4 – 6 jam dan lakukan pengeluaran secret
melalui batuk atau pengisapan, beri O2 sesuai program.
2. Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out
put.
3. Monitor suhu tubuh.
4. Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi pasien.
5. Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS..
6. Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya
dengan bronchopneumonia.
5. EVALUASI
Hasil evaluasi yang ingin dicapai :
1. Jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan
secret.
2. Pasien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal
dan oksigenasi jaringan secara adekuat.
3. Pasien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.
4. Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi.

19
5. Pasien akan memperlihatkan sesak dan keluhan nyeri berkurang, dapat
batuk efektif dan suhu normal.
6. Suhu tubuh dalam batas normal.
7. Anak dapat beraktifitas secara normal dan orang tua tahu tahap-tahap yang
harus diambil bila infeksi terjadi lagi.
8. Kecemasan teratasi.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah suatu infeksi saluran
pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) maupun
benda asing.

B. SARAN
1. Bagi penyusun, agar lebih giat lagi dalam mencari referensi-referensi dari
sumber rujukan, karena dengan semakin banyak sumber yang di dapat
semakin baik makalah yang dapat disusun.
2. Bagi Institusi, agar dapat menyediakan sumber-sumber bacaan baru,
sehingga dapat mendukung proses belajar mengajar.
Bagi pembaca, agar dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.

Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba

Medica.

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,

EGC, Jakarta.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,

EGC, Jakarta.

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Smeltzer SC, Bare B.G (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,

Jakarta : EGC

Suyono, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai