Anda di halaman 1dari 73

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Coronavirus disease-19 atau Covid-19 yaitu disebabkan oleh

sindrom pernapasan akut Coronavirus 2 (severe acute respiratory

syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2). COVID-19 muncul ketika

virus ini diketahui mulai menyebar dari satu orang ke orang lain dalam

waktu singkat dan dengan gejala seperti demam tinggi, batuk, sesak, tidak

nafsu makan dan juga lemas. COVID-19 pertama kali dilaporkan terjadi di

Wuhan, Hubei, Cina pada Desember 2019, dan mulai pada 11 Maret 2020

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa COVID-19 ini

telah menjadi penyakit pandemi di seluruh dunia (Andrews, dkk 2020).

SARS-COV-2 penyebab penyakit COVID-19 yang hanya

berukuran sekitar 120 nanometer ini diyakini sangat cepat menyerang dan

juga menginfeksi tubuh manusia. berdasarkan bukti ilmiah yang telah

ditemukan, Virus Corona dapat menular dari manusia ke manusia melalui

percikan bersin atau disebut droplet. Orang yang paling berisiko tertular

penyakit ini adalah orang yang secara langsung berkontak erat dengan

pasien COVID-19 (Listiani 2015). Pada 12 juli 2020, juru bicara

penanganan covid-19 Achmad Yurianto mengatakan bahwa merujuk rilis

yang dikeluarkan WHO bahwa penularan covid-19 masih dominan melalui

percikan droplet (Kementerian Kesehatan RI). Cara penularan dari infeksi

ke populasi yang rentan adalah penularan percikan (droplettransmission),

penularan kontak, dan penularan melalui udara (Zhou, 2020).

1
Pada 15 maret 2021 berdasarkan data Worldometers jumlah kasus

yang terkonfirmasi di seluruh dunia yaitu sebanyak 120.428.199 ribu jiwa

totalnya, yang meninggal dunia sebanyak 2.665.548 jiwa, dan yang

sembuh kini sebanyak 96.981.033 jiwa. Amerika serikat merupakan

negara yang tingkat terkonfirmasi paling tinggi di seluruh dunia pada

tanggal 15 maret 2021 dengan 30.081.657 jiwa kasus yang telah

terkonfirmasi, dan disusul negara Brazil yang berada pada tingkat ke 2

dengan total kasus 11.483.370 jiwa. Indonesia tak terkecuali juga ikut

menjadi salah satu negara yang mengalami pandemi tersebut.

Melihat situasi dan kondisi pandemi yang berkembang di Indonesia

maka melalui keputusan Presiden No. 12 tahun 2020 maka pemerintah

Indonesia menetapkan pandemi Covid-19 sebagai Bencana Nasional. Dan

sejak resmi dikonfirmasi oleh pemerintah, sampai saat ini tanggal 14 maret

2021, Covid-19 di Indonesia telah menginfeksi 1.419.455 ribu jiwa dengan

jumlah 1.243.117 kasus sembuh dan 38.426 kasus meninggal dunia

(Kementerian Kesehatan RI).

Sementara di NTB sendiri kasus yang terkonfirmasi hingga pada

tanggal 15 Maret 2021 sebanyak 10.001 jiwa kasus, sembuh sebanyak

8.589 kasus dan meninggal dunia sebanyak 418 jiwa kasus. Salah satu

terbesar yang menyumbangkan kasus tersebut yaitu kabupaten lombok

barat yakni sebanyak 1.162 jiwa kasus yang terkonfirmasi, dengan

meninggal dunia sebanyak 62 jiwa kasus (Dinas Kesehatan NTB). Kondisi

tersebut menyebabkan kebijakan pemerintah dalam penanganan

penyebaran Covid-19 menjadi kurang efektif. Hal ini dikarenakan

2
masyarakat belum mengetahui secara benar mengenai bahaya Covid-19.

Tindakan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh WHO dan Kementerian

Kesehatan RI tidak akan berjalan sebelum masyarakat dibekali dengan

pengetahuan, sikap, perilaku dan keterampilan yang baik dalam

pelaksanaannya (Saqlain et al., 2020)

Menghadapi wabah bencana non alam ini yaitu Covid-19 yang

terjadi di Indonesia, maka pemerintah melakukan berbagai kebijakan

sebagai upaya dalam pencegahan penularan Covid-19 salah satunya

dengan melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan

ini memberikan pemahaman bahwa menjaga jarak minimal 2 meter,

mengurangi kontak secara langsung dengan orang lain, serta menggunakan

masker dapat mengurangi penyebaran bahkan memutus mata rantai infeksi

Covid-19. Ketakutan dan kewaspadaan terhadap Covid-19 memberikan

dampak pada sikap, perilaku serta gaya hidup masyarakat yang lebih

protektif melalui pola hidup yang lebih sehat seperti tidak merokok, sering

olahraga meskipun dilakukan di rumah dan mengkonsumsi makanan-

makanan sehat (Buana, 2020).

Sebaliknya, dengan adanya kebijakan yang dilakukan oleh

pemerintah belum dipatuhi dengan baik oleh masyarakat seperti kebijakan

pemerintah yang mengubah system belajar siswa menjadi online dan

memberlakukan bekerja di rumah untuk para pekerja, namun kondisi ini

justru dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan wisata bersama

keluarga. Selain itu, meskipun kondisi pandemi di Indonesia sudah dalam

keadaan darurat tetapi masyarakat masih ada yang melakukan kegiatan

3
yang mengundang banyak orang di satu tempat, dimana hal tersebut dapat

menjadi mediator bagi penyebaran Covid19 menuju skala yang lebih

besar. (Buana, 2020)

Kondisi seperti ini harus benar-benar diwaspadai terutama pada

usia rentan dan resiko yaitu salah satunya usia lansia. Sebelum terjadinya

pandemic ini lansia hanya sekedar focus dengan apa yang dideritanya

sedangkan dimasa pandemic ini lansia lebih takut jika sampai terkena

virus dan berita yang didengar tiap harinya bahwa orang yang

terkonfirmasi semakin naik. Kelompok lanjut usia (lansia) memiliki

kelemahan fisik dan psikis pada pandemi COVID-19. Sekitar 20%

kematian penderita COVID-19 di China berusia lebih dari 60 tahun

(McGoogan, 2020).

Kasus kematian di usia lanjut pada pandemi saat ini menduduki

rank teratas. Pada 8 februari 2021 di Indonesia yaitu dengan presentase

47,3% yang meninggal dunia merupakan lansia diatas 60 tahun, dari data

tersebut sekitar 15.023 lansia meninggal dunia karena covid-19

(Kementrian Kesehatan RI). Usia lanjut umumnya akan mengalami

keterlambatan penyembuhan, perburukan kondisi penyakit, dan gagal

napas, mereka juga umumnya sudah mengonsumsi beberapa obat-obatan

secara rutin karena ada penyakit kronis yang dideritanya seperti tekananan

darah tinggi, penyakit jantung, maupun kencing manis. Keadaan ini

cenderung bertambah berat bagi orang tua yang ada di panti jompo.

Mereka takut tertular, menjadi sumber penularan, dan meninggal karena

4
COVID-19. Salah paham karena kurang bisa mengakses informasi

kesehatan juga menjadi salah satu penyebab depresi (Banerjee, 2020).

Jumlah lansia yang ada di desa Gerung Utara yang bertempatan di

Kabupaten Lombok Barat sebanyak 349 orang di bulan Maret 2021. Hasil

studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 31 Mei 2021 pada 5 orang

lansia. 3 diantaranya belum tau mengenai penyakit covid-19 dari tanda dan

gejala, penularan atau penyebarannya. Begitupun untuk pencegahannya

mereka tidak mengikuti dengan benar tentang protocol kesehatan dari

menggunakan masker, menjaga jarak saat keluar rumah dan mencuci

tangan setelah bepergian.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengambil

penelitian tentang Gambaran Perilaku Dan Pengetahuan Lansia Tentang

Covid-19 di Desa Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung

Lombok Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut: “Gambaran Perilaku Dan Pengetahuan Lansia Tentang Covid-19

di Desa Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat.”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Umum

Untuk mengetahui Gambaran Perilaku Dan Pengetahuan Lansia

Tentang Covid-19 di Desa Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas

Gerung Lombok Barat.

5
1.3.2. Khusus

1. Untuk mengidentifikasi Perilaku Lansia Tentang Covid-19 di Desa

Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat.

2. Untuk mengidentifikasi Pengetahuan Lansia Tentang Covid-19 di

Desa Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Lombok

Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan untuk

mengembangkan Ilmu pengetahuan hkususnya untuk meningkatkan

perilaku dan tingkat pengetahuan lansia tentang covid-19 dan

diharapkan dapad jadi motivasi untuk mengingkatkan kesehatan bagi

lansia

1.4.2. Secara praktis

1. Bagi lembaga pelayanan kesehatan

Dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu

acuan dalam meningkatkan kesehatan terutama pada lansia.

2. Bagi institusi pendidikan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

acuan atau study banding dalam peneliti selanjutnya tentang

perilaku dan pengetahuan lansia tenang covid-19.

3. Bagi peneliti

Sebagai pengalaman baru dan menambah wawasan dalam

melakukan penelitian serta dapat mengaplikasikan ilmu yang

6
diperoleh selama menempuh pendidikan di Kampus Stikes Yarsi

Mataram dalam melakukan pelayanan keperawatan yang ada

dimasyarakat.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan meneliti tentang “Gambaran Perilaku Dan

Pengetahuan Lansia Tentang Covid-19 di Desa Gerung Utara Wilayah

Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat.”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mendeskripsikan gambaran perilaku dan pengetahuan lansia tentang

covid-19.

1.6. Keaslian Penelitian

Table 1.1 Keaslian Penelitian

Persamaan
Judul Teknik
Jenis Hasil Dan
No Penelitian/ Pengambilan
Penelitian Penelitian Perbedaan
Peneliti Sampel
Penelitian
1 Ika Penelitian Teknik Hasil Persamaan
Purnamasari, kuantitatif random penelitian ini dengan
Anisa Ell dengan sampling menunjukan penelitian
Raharyani desain bahwa saya yaitu
(2020) “Tingkat analitik pengetahuan ada pada
Pengetahuan korelasi masyarakat variabel yang
Masyarakat kabupaten ingin diteliti
Kabupaten wonosobo Perbedaannya
Wonosobo tentang dengan
Tentang Covid- covid-19 penelitian
19 berada pada saya yaitu
kategori pada subjek
tinggi dan diteliti dan
perilaku teknik
masyarakat pengambilan
tentang sampel
pencegahan

7
dan penularan
covid-19 pada
kategori baik.
2 Mujiburrahman Penelitian Teknik Hasil Persamaan
Mujiburrahman kuantitatif consecutive penelitian ini dengan
, Muskab Eko dengan sampling menunjukan penelitian
Riyadi, Mira rancangan adanya saya yaitu
Utami Ningsih cross hubungan pada jenid
(2020) sectional antara penelitian
“Hubungan pengetahuan yang
Pengetahuan responden digunakan
Dengan dengan Perbedaannya
Perilaku perilaku dengan
Pencegahan pencegahan penelitian
Covid-19 Di covid-19 di saya yaitu
Masyarakat”. masyarakat, ada pada
peningkatan subjek yang
pengetahuan di teliti dan
masyarakat teknik sampel
diperlukan yang
untuk digunakan.
meningkatkan
perilaku
pencegahan
covid-19
3 Jesika Moudy, Penetitian Teknik Hasil Persamaan
Rizma Adlia observasional purposive penelitian ini dengan
Syakurah analitik sampling menunjukan penelitian
(2020) dengan pengetahuan saya yaitu
“Pengetahuan rancangan berpengaruh pada variable
Terkait Usaha penelitian terhadap dan teknik
Pencegahan cross sikap dan sampling
Covid-19 Di sectional tindakan yang
Indonesia”. individu digunakan
sebagai usaha Perbedaannya
pencegahan dengan
covid-19 di penelitian
indonesia. saya yaitu
pada jenis
penelitian

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep perilaku

2.4.1. Pengertian perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Kholid, 2015). Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang) namun dalam

memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik ataupun

faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan (Azwar, 2016).

Perilaku merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan

tujuan tertentu, perilaku sehat merupakan kegiatan-kegiatan yang

dilakukan dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

individu. Perilaku tersebut seperti diet seimbang, aktivitas fisik secara

teratur, tidak mengonsumsi zat penyebab penyakit, dan gaya hidup

positif lainnya (Notoatmodjo, 2018).

2.4.2. Domain perilaku

9
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang

berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat

dibedakan menjadi dua yakni (Notoatmodjo, 2014):

1. Determinan atau faktor internal yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan

fisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor

lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai

perilaku seseorang membagi perilaku manusia dalam 3 domain.

Ketiga domain tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2014), pengetahuan adalah

merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan

penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

1) Tahu (Know). Diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat

kembali (recall). Merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Contoh: Dapat menyebutkan cara mencuci

tangan dengan benar.

2) Memahami (Comprehension). Diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

10
yang diketahui, dan 12 dapat menafsirkan secara benar

materi tersebut. Contohnya dapat menjelaskan bagaimana

cara pencegahan dan penanggulangan diare.

3) Aplikasi (Application). Diartikan sebagai kemampuan

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Misalnya kegiatan

buang air besar di jamban, mencuci tangan dengan sabun

dan air mengalir sebelum dan sesudah makan.

4) Analisis (Analysis). Diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur dan

berkaitan.

5) Sintesis (Synthesis). Diartikan sebagai kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru, menyusun formulasi

baru dari formulasi- formulasi lama yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation). Diartikan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek.

Misalnya dengan diketahui bahaya diare bagi kesehatan

manusia maka seseorang menempatkan diare sebagai

masalah serius.

b. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang

terhadap suatu objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman

11
sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat

seseorang mendekati atau menjauhi orang lain maupun objek

lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan 13 tidak selalu

terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh

beberapa alasan, antara lain:

1) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung

pada situasi saat itu.

2) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang

mengacu kepada pengalaman orang lain.

3) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan

berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman

seseorang.

4) Nilai (Value) didalam suatu masyarakat apapun selalu

berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang

dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

c. Tindakan

Tindakan merupakan respon terhadap rangsangan yang

bersifat aktif dan dapat diamati. Berbeda dengan sikap yang

bersifat pasif dan tidak dapat diamati. Untuk mendukung sikap

menjadi tindakan selain diperlukan faktor pendukung seperti

fasilitas, pihak yang mendukung sangat penting perannya.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan:

1) Persepsi (Perception). Merupakan praktek tingkat pertama,

diharapkan seseorang dapat mengenal dan memilih

12
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil.

2) Respon Terpimpin (Guided Response). Merupakan praktek

tingkat kedua, apabila seseorang dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan 14 urutan yang benar dan sesuai contoh

maka ia dapat dikatakan sudah melakukan respon

terpimpin.

3) Mekanisme (Mechanism). Apabila seseorang telah dapat

melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mencapai praktek tingkat tiga yaitu tahap mekanisme.

4) Adopsi (Adoption). Adalah suatu praktek atau tindakan

yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu

sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut

2.4.3. Bentuk Perilaku

Pembentukan Perilaku Perilaku manusia sebagian besar ialah

perilaku yang dibentuk dan dapat dipelajari. Berikut adalah cara

terbentuknya perilaku seseorang (Priyoto, 2014):

1. Kebiasaan, terbentuknya perilaku karena kebiasaan yang

dilakukan. Contoh menggosok gigi sebelum tidur, bangun pagi dan

sarapan pagi.

2. Pengertian (insight), terbentuknya perilaku ditempuh dengan

pengertian.

13
3. Penggunaan Model, pembentukan perilaku melalui contoh atau

model. Model yang dimaksud adalah pemimpin, orangtua dan

tokoh panutan lainnya.

Berdasarkan bentuk respons terhadap stimulus ini, maka

perilaku dibedakan menjadi dua (Kholid, 2015):

1. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup adalah

respons seseorang terhadap stimulus alam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan

sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut

dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon

terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang

lain.

2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau

rangsangan yang berupa pengetahuan, sikap, pengalaman, keyakinan,

sosial, budaya, sarana fisik, pengaruh atau rangsangan yang bersifat

internal. Kemudian menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2014)

mengklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku

kesehatan, yaitu:

14
1. Faktor Predisposisi (predisposing factor) Merupakan faktor

internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan masyarakat

yang mempermudah individu berperilaku seperti pengetahuan,

sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan budaya. Faktor- faktor yang

berhubungan dengan perilaku salah satunya adalah pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang atau over behavior.

2. Faktor pendukung (enabling factor) Yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas

atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,

alat- alat steril dan sebagainya.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor) Yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.2. Konsep Pengetahuan

2.2.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas

penggabungan atau kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui

dan objek yang diketahui. Segenap apa yang diketahui tentang sesuatu

objek tertentu (Suriasumantri dalam Nurroh 2017). Menurut

Notoatmodjo dalam Yuliana (2017), pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimiliki (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Jadi

15
pengetahuan adalah berbagai macam hal yang diperoleh oleh seseorang

melalui panca indera.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,

dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang

tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu

ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu

objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.

Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak

aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (word health

organization), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, 2010)

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Sulaiman (2015) tingkatan pengetahuan terdiri dari 4

macam, yaitu pengetahuan deskriptif, pengetahuan kausal, pengetahuan

normatif dan pengetahuan esensial. Pengetahuan deskriptif yaitu jenis

pengetahuan yang dalam cara penyampaian atau penjelasannya

berbentuk secara objektif dengan tanpa adanya unsur subyektivitas.

Pengetahuan kausal yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban

tentang sebab dan akibat. Pengetahuan normatif yaitu suatu

pengetahuan yang senantiasa berkaitan dengan suatu ukuran dan norma

atau aturan. Pengetahuan esensial adalah suatu pengetahuan yang

16
menjawab suatu pertanyaan tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini

sudah dikaji dalam bidang ilmu filsafat.

Sedangkan menurut Daryanto dalam Yuliana (2017),

pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang

berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada enam tingkatan pengetahuan

yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Seseorang dituntut

untuk mengetahui fakta tanpa dapat menggunakannya.

2. Pemahaman (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat

menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar

tentang objek yang diketahui.

3. Penerapan (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

tersebut dapat menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang

diketahui pada situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen

-komponen yang terdapat dalam suatu objek.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang telah ada. Sintesis menunjukkan

17
suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan

dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki.

6. Penilaian (evaluation)

Yaitu suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau

norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017), faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan

Pendidikan mempengaruhi proses dalam belajar, semakin

tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah seseorang

tersebut untuk menerima sebuah informasi. Peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan

tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini

menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin

banyak aspek positif dari objek yang diketahui akan menumbuhkan

sikap positif terhadap objek tersebut. pendidikan tinggi seseorang

didapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa.

Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

18
2. Media massa/ sumber informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

non formal dapat memberikan pengetahuan jangka pendek

(immediatee impact), sehingga menghasilkan perubahan dan

peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi menyediakan

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana

komunikasi seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,

penyuluhan, dan lain-lain yang mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

3. Sosial budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau tidak. Status ekonomi

seseorang juga akan menentukan ketersediaan fasilitas yang

diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi

akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam

individu yang berada pada lingkungan tersebut. Hal tersebut terjadi

karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai

pengetahuan.

5. Pengalaman

19
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun

pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

6. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Bertambahnya usia akan semakin berkembang pola pikir dan daya

tangkap seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh akan

semakin banyak.

2.2.4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menayakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2014)

Menurut Nurhasim (2013) Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang yang ingin diketahui

atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan responden

yang meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran

pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis

yaitu pertanyaan subjektif, misalnya jenis pertanyaan essay dan

pertanyaan objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda, (multiple

choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan.

Cara mengukur pengetahuan dengan memberikan pertanyaan –

pertanyaan, kemudian dilakukan penilaian 1 untuk jawaban benar dan

nilai 0 untuk jawaban salah. Penilaian dilakukan dengan cara

20
membandingkan jumlah skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian

dikalikan 100% dan hasilnya prosentase kemudian digolongkan

menjadi 3 kategori yaitu kategori baik (76 -100%), sedang atau cukup

(56 – 75%) dan kurang (<55%) (Arikunto, 2017).

2.3. Konsep Lansia

2.3.1. Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke

atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13

tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan

nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, telah

menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia

harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin

bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan

mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada

hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya

bangsa.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai

21
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,

dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

Penuaan tidak terlepas gejala-gejala atau hal-hal yang

disebabkan oleh bertambahnya umur seseorang. Hal-hal yang

dimaksud tersebut adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik

seseorang. Namun, perubahan-perubahan yang terjadi tidak selalu

sama antar individu satu dengan individu yang lainnya tergantung

bagaimana gaya hidup yang dijalani individu itu sendiri. (Khalid 2020)

2.3.2. Batasan Lansia

1. WHO (2013) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:

a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-55

tahun

b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun,

c. Lansia muda (young old) : yaitu kelompok usia 66-74 tahun

d. Lansia tua (old) yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90

tahun

2. Depkes RI (2009) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi

menjadi tiga katagori, yaitu:

a. Masa balita = 0-5 th

b. Masa kanak-kanak = 5-11 th

c. Masa remaja awal = 12-16 th

d. Masa remaja akhir = 17-25 th

22
e. Masa dewasa awal = 26-35 th

f. Masa dewasa akhir = 36-45 th

g. Masa lansia awal = 46-55 th

h. Masa lansia akhir = 56-65 th

i. Masa manula = >65 th

2.3.3. Ciri–Ciri Lansia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:

1. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik

dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam

kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi

yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat

proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki

motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan

lebih lama terjadi.

2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak

menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang

kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan

pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,

23
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang

lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.

3. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai

mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada

lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas

dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan

sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat

tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat

memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan

yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk

pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak

dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola

pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik

diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga

diri yang rendah.

2.3.4. Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus

kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai

akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses

penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap

24
penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,

dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental

dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan

tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan).

Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,

termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas

fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan

degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru,

saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang

terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan

kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan

penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun

para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak

ditemukan pada faktor genetik.

2.3.5. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan

secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan

pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,

perasaan, sosial dan sexual (Azizah dkk, 2011).

1. Perubahan Fisik

a. Sistem Indra

Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada

pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara

25
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit

dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

b. Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis

kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan

atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen

berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

c. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan

penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan

sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,

kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi

bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada

persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga

permukaan sendi menjadi rata.

Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,

konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan

terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang

setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga

akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan

mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan

26
struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah

dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan

jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;

pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament

dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

d. Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah

massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi

sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi

karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh

penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan

konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

e. Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru

bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara

yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,

kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan

terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.

f. Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata

karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar

menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin

27
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan

berkurangnya aliran darah.

g. Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang

signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,

contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

h. Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada

laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2. Perubahan Kognitif

a. Memory (Daya ingat, Ingatan)

b. IQ (Intellegent Quotient)

c. Kemampuan Belajar (Learning)

d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

e. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

f. Pengambilan Keputusan (Decision Making)

g. Kebijaksanaan (Wisdom)

28
h. Kinerja (Performance)

i. Motivasi

3. Perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

mental:

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

b. Kesehatan umum

c. Tingkat pendidikan

d. Keturunan (hereditas)

e. Lingkungan

f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan

teman dan famili.

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi

dalam kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam

kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak

sehari-hari.

5. Perubahan Psikososial

a. Kesepian Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat

meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan

kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan

mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

29
b. Duka cita (Bereavement) Meninggalnya pasangan hidup, teman

dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan

pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut

dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

c. Depresi Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan

kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang

berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat

disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya

kemampuan adaptasi.

d. Gangguan cemas Dibagi dalam beberapa golongan: fobia,

panik, gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma

dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan gangguan tersebut

merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan

dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping

obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

e. Parafrenia Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai

dengan waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya

mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya.

Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau

menarik diri dari kegiatan sosial.

f. Sindroma Diogenes Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan

penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar

kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan

urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.

30
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang

kembali.

Perubahan Fisik pada lansia dalam khalid (2020) adalah

a) Sel

Jumblah lebih sedikit, ukuran lebih besar, mekanisme

perbaikan sel terganggu, menurunnyss proporsi protein di otak,

otot, ginjal, darah dan hati.

b) Sistem persyarafan

Lambat dalam respon dan waktu untuk beraksi, mengecilnya

saraf panca indra, kurang sensitif terhadap sentuhan, hubungan

persarafan menurun.

c) Sistem pendengaran

Presbiakusisi/ganguan pendengaran, hilang kemampuan

pendengaran pada telinga dalam terutaam, terhadap bunyi suara

atau nada yang tinggi dan tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,

terjadi pengumpulan seruman dapat mengeras.

d) Sistem pengelihatan

Spingter pupil tibul sclerosis, hilang respon terhadap sinar,

kornea lebih terbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa,

hilangnya daya akomodasi, menurunnya daya membedakan

warna biru dan hijau pada skala, menurunnya lapangan

pandang, menurunnya elastisitas dinding aorta, kutub jantung

menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa

31
darah menurun 1% pertahun, kehilangan elastisitas pembukuh

darah, tekanan darah meningkat.

e) Sistem pengaturan suhu tubuhelastisitas Sistem respirasi

Temperatur tubuh menurun secara fisilogis, keterbatasan

refleks menggigit dan tidak dapat memproduksi panas yang

bnayak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

f) Sistem respirasi

Menurnnya kekuatan pernafasan dan aktivitas dari sila-sila

paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar,

menurunnya O2 pada arteri menjadi 75 mmHg, menurunnya

batuk.

g) Sistem gastrointestinal

Terjadinya penrunan seler makan rasa haus, asupan makanan

dan kalori, mudah terjadi kostipasi dan gangguan pencernaan

lainya, terjadi penurunan produksi saliva, karies gigi, gerak

peristaltik usus dan pertambhan waktu pengosongan lambung.

h) Sistem gentiourinaria

Ginjal mengecil aliran darah keginjal menurun, fungsi

menurun, fungsi tubulus berkurang, otak kandung kemih

menjadi menuurn, vesika urinaria susah dikosongkan,

perbesaran prospat, atroil vulva.

i) Sistem endokrin

32
Produksi hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresi tidak

beubah, menurunnya aktivitas tiroid, menuurnnya produksi

aldesteron, menurunnyaa sekresi hormon kelamin.

j) Sistem integumen

Kulit mengkerut/keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik,

rspon terhadap trauma menurun, kulit kepala dan rambut

menipis dan berwarna kelabu, elastisitas kulit berkurang

pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi keras dan

seperti bertanduk, kelenjar keringat berkurang.

k) Sistem muskulokeletal

Tulang kehilangan cairan dan makin rapuh, tafosis, tubuh

menjadi lebih pendek, persendian membesar dan menjadi kaku,

tendon mengkerut dan menjadi sklerosis, atrofi terdesebut otot.

2.4. Konsep Dasar Covid-19

2.4.1. Definisi

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan

penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya

menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa

hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada

manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada

Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory

33
Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit

Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) (Kementerian Kesehatan RI).

Coronavirus disease 19 atau covid 19 merupakan penyakit yang

disebabkan oleh virus SARCov-2 (nama baru novel coronavirus).

Corona virus adalah virus RNA untuk positif yang beruntai tunggal

yang tidak bersigmentasi. Virus corona termasuk dalam jenis penyakit

pneumonia komunitas yang saat ini yang sudah ditetapkan sebagai

pandemic.

Pneoumenia komunitas (community acquired pneumonia/CAP)

adalah pneumonia parenkim paru [termasuk dinding alveolar, dan

bagian dalam interstisial paru-paru dalam arti luas], penualran virus ini

dapat terjadi diluar rumah sakit, termasuk jenis pneumonia dengan

masa-masa inkubasi rata-rata 1-14 hari (Zhou, 2020).

2.4.2. Virologi

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160

nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya

adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6

jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu

alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus

OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness

Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome

Coronavirus (MERS-CoV). (Riadel et. all 2020)

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam

genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa

34
virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang

menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS) pada

2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International

Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.

(Zhou et. all, 2020)

Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada

umumnya. Sekuens SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan

coronavirus yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis

bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi

dan menginfeksi manusia.17 Mamalia dan burung diduga sebagai

reservoir perantara.

Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-

CoV-2 memiliki struktur tiga dimensi pada protein spike domain

receptor-binding yang hampir identik dengan SARS-CoV. Pada SARS-

CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap

angiotensinconverting-enzyme 2 (ACE2).20 Pada SARS-CoV-2, data in

vitro mendukung kemungkinan virus mampu masuk ke dalam sel

menggunakan reseptor ACE2.17 Studi tersebut juga menemukan bahwa

SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor coronavirus lainnya seperti

Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4). (Zhou

et. all, 2020).

2.4.3. Patoginesis

Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi

diduga tidak jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak

35
diketahui. Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel

pada saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan

dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel.

Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan berikatan

dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel,

SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis

protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru

yang muncul di permukaan sel. (Liu et. all, 2020)

Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah

virus masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke

sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein

struktural. Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi.

Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam

membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan

nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid.

Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi

sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan

bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus

yang baru.

Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum

sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme

yang ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk

ke dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation

cells (APC). Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul

36
major histocompatibility complex (MHC) kelas I. Namun, MHC kelas

II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi

respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T

dan sel B yang spesifik terhadap virus. Pada respons imun humoral

terbentuk IgM dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV

hilang pada akhir minggu ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka

panjang.

Hasil penelitian terhadap pasien yang telah sembuh dari SARS

menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+ dan CD8+

memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun

secara bertahap tanpa adanya antigen. (Li X et. all, 2020)

2.4.4. Manisfrstasi Kliniks

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang

luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia,

pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus

tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan

sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar

proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral load

yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah

dilaporkan.

Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut

saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam,

fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri

37
tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak

membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga

mengeluhkan diare dan muntah (Chen 2020) World Health

Organization (2020) Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat

ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala:

1. frekuensi pernapasan >30x/menit

2. distres pernapasan berat, atau

3. saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri

dapat muncul gejala-gejala yang atipikal

Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2

menunjukkan gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam,

batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala

tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang

dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit

tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah,

kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti

konjungtiva. Lebih dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki

suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara 34% mengalami demam suhu

lebih dari 39°C (Huang C 2020).

Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang

lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan

limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala.

Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran

darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti

38
paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya

ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul

gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di

paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat

dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya

inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang

mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi (Guan 2020)

2.4.5. Faktor resiko penularan

Secara teoritis, semua patogen yang menyebabkan pneumonia

komunitas memiliki potensi penularan dari manusia kemanusia. Cara

penularan dari infeksi ke populasi yang rantan adalah penularan

percikan (droplet transmission), penularan kontak, dan penularan

melalui udara (Zhou, 2020).

Adapun terkait faktor penyebab potensi penyebaran SARA

Covid-19 adalah sebagai berikut;

a. Kondisi lingkungan; polusi udara kepadatan diruang terbatas,

kelembaban, kebersihan dalam ruangan, musim, dan suhu.

b. Aksebilitas dan efektivitas layanan keperawatan kesehatan dan

tindakan pencegahan infeksi: Aksebilitas dan ketersediaan vaksin

dan vasilitas perwatan kesehatan, serta kemampuan isolasi.

c. Faktor pasien; usia, kebiasaan merokok, penularan, status

kekebalan, status gizi, infeksi sebelumnya atau konfeksi patogen

lain dan kesehatan secara keseluruhan.

39
d. Karakterstik patogen: cara penularan, infeksivitas, virulensi, dan

populasi mikroba (ukuran inokulasi)

2.4.6. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin,

hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis,

laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi.

Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang diduga

sebagai pasien dengue. (Yan, et. all, 2020) di Singapura

melaporkan adanya pasien positif palsu serologi dengue, yang

kemudian diketahui positif COVID-19. Karena gejala awal

COVID-19 tidak khas, hal ini harus diwaspadai.

2. Pemeriksaan Diagnostik SARS-CoV-2

a. Pemeriksaan Antigen-Antibodi

Ada beberapa perusahaan yang mengklaim telah

mengembangkan uji serologi untuk SARS-CoV-2, namun

hingga saat ini belum banyak artikel hasil penelitian alat uji

serologi yang dipublikasi. Salah satu kesulitan utama dalam

melakukan uji diagnostik tes cepat yang sahih adalah

memastikan negatif palsu, karena angka deteksi virus pada

rRT-PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu

mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum

40
memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan

terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG

mulai hari 10-18 setelah onset gejala.

Pemeriksaan jenis ini tidak direkomendasikan WHO

sebagai dasar diagnosis utama. Pasien negatif serologi masih

perlu observasi dan diperiksa ulang bila dianggap ada faktor

risiko tertular (Guo et. all, 2020)

b. Pemeriksaan Virologi

Saat ini WHO merekomendasikan pemeriksaan

molekuler untuk seluruh pasien yang termasuk dalam kategori

suspek. Pemeriksaan pada individu yang tidak memenuhi

kriteria suspek atau asimtomatis juga boleh dikerjakan dengan

mempertimbangkan aspek epidemiologi, protokol skrining

setempat, dan ketersediaan alat. Pengerjaan pemeriksaan

molekuler membutuhkan fasilitas dengan biosafety level 2

(BSL-2), sementara untuk kultur minimal BSL-3. Kultur virus

tidak direkomendasikan untuk diagnosis rutin.

Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah

amplifikasi asam nukleat dengan real-time reversetranscription

polymerase chain reaction (rRTPCR) dan dengan sequencing.

Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-2) bila rRT-

PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S, atau

RdRP) yang spesifik SARSCoV-2; ATAU rRT-PCR positif

41
betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing sebagian

atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2.

2.4.9. Pencegahan

COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh

karena itu pengetahuan terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci

pencegahan meliputi pemutusan rantai penularan dengan isolasi,

deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar (Direktorat Jenderal

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 2020).

1. Vaksin

Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah

pembuatan vaksin guna membuat imunitas dan mencegah

transmisi. Saat ini, sedang berlangsung 2 uji klinis fase I vaksin

COVID-19. Studi pertama dari National Institute of Health (NIH)

menggunakan mRNA-1273 dengan dosis 25, 100, dan 250 µg.

Studi kedua berasal dari China menggunakan adenovirus type 5

vector dengan dosis ringan, sedang dan tinggi.

2. Deteksi dini dan Isolasi

Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau

pernah berkontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus

segera berobat ke fasilitas kesehatan.86 WHO juga sudah membuat

instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang menangani

pasien COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan lanjutan.

Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan

pemberhentian seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pasien

42
selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS-CoV-2 dan isolasi.

Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan

mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama

14 hari dan mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat

masyarakat, usaha mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan

kumpul massa pada acara besar (social distancing)

3. Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi

Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19

adalah melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan

secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga jarak

dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin,

melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki

keluhan yang sesuai kategori suspek.

Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter.

Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi

jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker

bedah, diajarkan etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.

Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas

kesehatan pada lima waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien,

sebelum melakukan prosedur, setelah terpajan cairan tubuh, setelah

menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan pasien. Air

sering disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan

dengan air saja tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus

karena virus tersebut merupakan virus RNA dengan selubung lipid

43
bilayer. Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa

hidrofobik seperti lemak atau minyak.

Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat

mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu, membersihkan

tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau

sabun dan air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat

mata tangan tidak kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan

tampak kotor. Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah,

hidung atau mulut dengan permukaan tangan. Ketika tangan

terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah dapat menjadi

portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai

ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet

4. Penggunaan Masker N95 dibandingkan Surgical Mask

Berdasarkan rekomendasi CDC, petugas kesehatan yang

merawat pasien yang terkonfirmasi atau diduga COVID-19 dapat

menggunakan masker N95 standar. Masker N95 juga digunakan

ketika melakukan prosedur yang dapat menghasilkan aerosol,

misalnya intubasi, ventilasi, resusitasi jantung-paru, nebulisasi, dan

bronkoskopi. Masker N95 dapat menyaring 95% partikel ukuran

300 nm meskipun penyaringan ini masih lebih besar dibandingkan

ukuran SARS-CoV-2 (120-160 nm). Studi retrospektif di China

menemukan tidak ada dari 278 staf divisi infeksi, ICU, dan

respirologi yang tertular infeksi SARS-CoV-2 (rutin memakai N95

44
dan cuci tangan). Sementara itu, terdapat 10 dari 213 staf di

departemen bedah yang tertular SARS-CoV-2 karena di awal

wabah dianggap berisiko rendah dan tidak memakai masker

apapun dalam melakukan pelayanan

5. Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh

Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat

memperbaiki daya tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas.

Beberapa di antaranya adalah berhenti merokok dan konsumsi

alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta konsumsi suplemen.

2.5 Krangka Teori

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap


stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang)
namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik ataupun faktor-faktor lain dari orang
yang bersangkutan (Azwar, 2016)

Bentuk perilaku ada 2 macam menurut Kholid (2015):


1. Perilaku tertutup
2. Perilaku terbuka

Faktor yang Definisi pengetahuan menurut


mempengaruhi perilaku Suriasumantri dalam Nurroh Covid 19
menurut Notoatmodjo (2017) Segenap apa yang
(2014): diketahui tentang
45 sesuatu objek
1. Faktor predisposisi tertentu.

a. Pengetahuan
Pengetahuan
Definisi Lansia
Faktor yang mempengaruhi
pengetahuan menurut Fitriani
dalam Yuliana (2017)
1. Pendidikan
2. Media masa
3. Social budaya
4. Lingkungan Lansia
5. Pengalaman
Usia
6. Usia

Gambar 2.1 Krangka Teori Gambaran Perilaku Dan Pengetahuan Lansia Tentang
Covid-19 di Desa Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung
Lombok Barat (Sumber: Azwar 2016, Kholid 2015, Notoatmodjo
2014, Suriasumantri Dalam Nurroh 2017, Fitriani Dalam Yuliana
2017).

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Krangka Konsep

Kerangka konsep merupakan uraian tentang hubungan atau kaitan

antara konsepkonsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian

yang telah dilakukan. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel-variabel

serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. (Notoatmodjo, 2012).

Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan seperti gambar 3.1:

Perilaku Lansia

Coronavirus Disease
46
19
Pengetahuan Lansia

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Gambaran Perilaku Dan Pengetahuan


Lansia Tentang Covid-19 di Desa Gerung Utara Wilayah
Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat. (Notoatmodjo,
2012).

3.2. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara

dua variabel atau lebih yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan

dalam penelitian. (Nursalam,2014). Menurut Notoatmodjo (2012)

hipotesis merupakan suatu rumusan yang bertujuan untuk membuat

gambaran atau ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala

muncul.

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu

suatu metode yang berfungsi untuk mendeskrifsikan atau memberikan

gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang

telah terkumpul (Sugiyomo, 2018). Dengan pendekatan secara cross

sectional yaitu dengan mengumpulkan dan mengolah data menggunakan

kuesioner yang diberikan kepada responden yang diteliti.

47
4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dilingkungan Desa Gerung Utara

Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Kabupaten Lombok Barat pada bulan

juni - juli tahun 2020

4.3. Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling

4.2.1. Populasi

Populasi adalah totalitas dari setiap elemen yang akan

diteliti yang memiliki ciri sama, bisa berupa individu dari suatu

kelompok, peristiwa, atau sesuatu yang akan diteliti (Handayani,

2020).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang

ada dilingkungan Desa Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas

Gerung Kabupaten Lombok Barat dengan jumlah seluruhnya

adalah 349 orang.

4.2.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel atau biasa disebut dengan

sampling adalah proses menyeleksi sejumlah elemen dari populasi

yang diteliti untuk dijadikan sampel, dan memahami berbagai sifat

atau karakter dari subjek yang dijadikan sampel, yang nantikan

dapat dilakukan generalisasi dari elemen populasi (Handayani,

2020).

48
Sampel dalam penelitian ini adalah banyaknya objek yang

akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi,

2013). Rumus yang digunakan untuk menentukan sampel yaitu

rumus Slovin:

n = N/ 1+ N (d)2

Keterangan:

n = besar sampel

N = besar populasi

d = tingkat signifikan (0,05)2

Dengan menggunakan rumus diatas dapat diambil jumlah sampel

sebagai berikut:

n= 349 / 1+ 349 (0,05)2

n= 349 / 1,872

n= 186.

Dalam penelitian ini peneliti menentukan kriteria inklusi

dan eksklusi dalam menentukan sampel yaitu:

1. Keritetia inklusi

a. Lansia yang bersedia menjadi responden

b. Lansia yang berada dalam lingkungan desa gerung utara

c. Lansia yang dapat berinteraksi dengan baik

d. Lansia dengan umur 46 – 85 tahun

49
2. Kriteria eksklusi

a. Lansia dengan pengelihatan dan pendengaran kurang

b. Lansia dengan penderita penyakit keras dan menular

c. Lansia yang melakukan karantina mandiri

4.2.3. Teknik sampling

Teknik sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi

porsi dari populasi untuk mewakili populasi (Nursalam, 2013).

Pada penelitian ini teknik sampling yaitu menggunakan teknik

purposive sampling. purposive sampling merupakan teknik

penentuan sampel dengan berbagai pertimbangan tertentu atau

dengan kriteria yang sudah ditentukan (Sugiyono, 2018).

4.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variable dalam penelitian ini adalah

gambaran perilaku dan pengetahuan lansia tentang covid – 19.

4.5. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2014) definisi operasional adalah penentuan

konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang

dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang

digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga

memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi

50
pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara

pengukuran konstrak yang lebih baik.

Table 4.1 Definisi Operasional

Definisi Alat Skala


Variabel Parameter Skor/ Kriteria
Operasional Ukur Ukur
Pengetahua Kemampuan a. Pengertian Kuesioner Ordinal Kriteria skor:
n lansia responden covid-19 a. Baik 76-100%
untuk b. Penyebab b. Cukup 50-75%
mengetahui covid-19 c. Kurang <50%
tentang c. Tanda dan
segala gejala
sesuatu yang covid-19
berkaitan d. Faktor
dengan resiko
covid-19 covid-19
e. Pencegahan
covid-19
Perilaku Kemampuan a. Upaya Kuesioner Ordinal Kriteria skor:
lansia responden melakukan a. Baik 76-100%
untuk dapat pencegahan b. Cukup 50-75%
mencegah penularan c. Kurang <50%
penyebaran covid-19
covid-19 b. Upaya
dengan peningkatan
penerapan kualitas
protocol kesehatan
kesehatan. c. Upaya
mengakses
pelayanan
kesehatan

4.6. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun social yang dismati (Sugiyono, 2017). Alat tes

yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah

kuesioner.

51
a. Instrument perilaku

Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan untuk mendapatkan

data mengenai perilaku lansia yang terdiri dari 10 butir pertanyaan

dengan menggunakan skala likert dengan 4 alternative jawaban

yaitu, Selalu (S), Kadang (K), Pernah (P), Tidak Pernah (TP).

Kemudian nilai dari setiap pertanyaan nomor 1 sampai 10 yaitu, S=4,

K=3, P=2, TP=1.

b. Instrument pengetahuan

Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan untuk mendapatkan

data mengenai pengetahuan lansia yang terdiri dari 10 butir

pertanyaan dengan menggunakan skala guttman dengan alternative

jawaban benar dan salah. Kemudian nilai dari setiap pertanyaan

nomor 1 sampai 10 yaitu, benar 1 dan salah 0.

4.7. Uji Validitas Dan Relibilitas

4.9.1. Uji Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan

untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrument

(kuesioner) tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Tinggi rendahnya validitas instrument

menunjukan sejauh mana instrument mempunyai validitas yang

tinggi pula (Sugiyono, 2016). Uji validitas dilakukan dengan

membandingkan nilai r hitung (dimana untuk setiap butir dapat

dilihat pada kolom correceted item-total correlations) dengan nilai

52
r table. Dimana nilai r hitung > r table maka pertanyaan tersebut

valid (Sugiyono, 2016).

Dalam uji validitas ini dilakukan pada lansia yang

berjumlah 15 lansia dengan berdomisili diwilayah Kediri, NTB dan

memiliki karakteristik yang sama dengan kriteria peneliti namun

diluar dari sampel yang ditentukan. Data yang dikumpulkan diolah

dengan bantuan aplikasi analisis statistic. Setelah r hitung

diperoleh, kemudian dibandingkan pada tingkat kemaknaan 5%

dengan menggunakan df = n-2 yaitu df = 15-2= 13, didapat angka r

table = 0,514. Syarat perhitungan r hitung yaitu nilai item dalam

kuesioner perilaku dan pengetahuan lansia > r table 0,514.

Kuesioner pengetahuan nilai r hitung yaitu 0,692 sedangkan nilai r

hitung kuesioner pengetahuan 0,745 > r table 0,514.

Table 4.2 nilai uji validitas

4.9.2. Relibilitas

Rehabilitasi adalah alat mengukur suatu instrument yang

merupakan alat pengukuran konstruk atau variable. Instrument

yang variable adalah instrument yang bila digunakan beberapa kali

untuk mengukur objek yang sama, yang menghasilkan data yang

sama (Sugiyono, 2016).

Pengujian rehabilitas pada penelitian ini menggunakan

bantuan aplikasi analisis statistic. Hasil perhitungan dikatakan

reliable apabila nilai Cronbach alpha > r table (r table = 0,514).

53
Nilai Cronbach alpha kuesioner perilaku yaitu 0,966 dan

Cronbach alpha kuesioner pengetahuan yaitu 0,941

Berdasarkan hasil nilai uji rebilitas dapat disimpulkan

bahwa instrument penelitian ini reliable dan dapat digunakan untuk

analisis selanjutnya.

4.8. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat

permohonan izin kepada institusi dalam hal ini ialah kampus Stikes Yarsi

Mataram. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti kemudian

mengumpulkan data melalui kuesioner yang di berikan ke subjek yang

akan diteliti dengan menekankan permasalahan etika yang meliputi:

1. Surat persetujuan (informed consent), surat persetujuan diberikan

kepada responden saat dikumpulkan lalu diberikan penjelasan terkait

penelitian, setelah semuanya jelas, surat persetujuan diberikan

kemudian diisi dan ditandatangani oleh responden sebagai bukti telah

tersedia untuk melakukan penelitian.

2. Tanpa nama (anonimity), kegiatan penelitian yang berhubungan

dengan identitas responden tidak dipublikasikan namun hanya dicatat

atau dengan menggunakan nomor kode responden yang hanya

diketahui oleh peneliti.

3. Kerahasiaan (Confidentiality), pada penelitian ini seluruh kerahasiaan

informasi responden dijamin peneliti dan hanya data tertentu yang

akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.9. Pengumpulan Data

54
4.9.1. Prosedur pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini yaitu

setelah mendapatkan persetujuan dari pembimbing dan

memperoleh surat pengantar dari bagian akademik

pengumpulan data segera dilaksanakan dengan cara

memberikan kuesioner kepada responden, responden mengisi

sendiri kuesioner tersebut, kemudian dilakukan indetifikasi

berdasarkan nomor pada lembar kuesioner yang telah diisi oleh

responden. Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan

pengolahan data.

4.9.2. Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan pada

tahap-tahap sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012):

1. Memeriksa (Editing)

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan

dilanjutkan memeriksa kelengkapan data, memeriksa

kesinambungan data, dan memeriksa keseragaman data.

2. Memberi tanda kode (coding)

Coding adalah mengubah data dalam bentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Klasifikasi

dilakukan dengan cara menandai atau pemberian kode

terhadap jenis kelamin seperti laki-laki dengan angka 1, dan

perempuan dengan angka 2

3. Memasukan data (processing)

55
Memasukan data yang telah diperoleh kedalam

computer. Sebelum memasukan data ke dalam computer

dilakukan pengecekan ulang terhadap data.

4. Pengecekan kembali (cleaning)

Cleaning adalah melakukan pengecekan kembali

data yang sudah di entry untuk melihat ada tidaknya

kesalahan terutama kesesuaian pengkodeean yang telah

ditetapkan dengan pengetikan melalui computer.

4.10. Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangan penting untuk

mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-

pertanyaan peneliti yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2011).

Analisis univariat merupakan analisis yang menggambarkan tiap

variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Pada

umumnya dalam analisa ini menghasilkan distribusi frekuensi dan

persentase tiap-tiap variabel. Tujuan dari analisis univariat adalah untuk

mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.

Teknik analisa data ini digunakan untuk mencari mean, median dan

modus dari hasil kuesioner sebelum diberikan perlakuan dan setelah

selesai diberikan perlakuan (Nursalam, 2017).

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

56
5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran lokasi penelitian

Peneliti mengadakan penelitian di Kelurahan Gerung Utara

Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat. Kelurahan Gerung

Utara merupakan salah satu wilayah yang terdampak virus covid-19.

Penelitian ini dilakukan pada bulan juli 2021. Batas-batas wilayah

Kelurahan Gerung Utara, yaitu sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Dusun Dasan Geres

2. Sebelah timur : Dusun Giri Menang

3. Sebelah selatan : Dusun Gerung Selatan

4. Sebelah barat : Dusun Mesanggok

5.1.2 Gambaran proses penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 - 30 juli 2021.

Setelah proposal telah disetujui oleh penguji selanjutnya adalah

membuat surat izin rekomendasi penelitian dari Stikes Yarsi Mataram

untuk disampaikan ke Bappeda Lombok Barat dan dari Bappeda

Lombok Barat dibuatkan surat izin untuk melakukan penelitian di

Kelurahan Gerung Utara. Surat izin yang dibuat yaitu bertujuan

langsung ke kepala lurah gerung utara, sehingga langung dapat

bertemu dengan kepala lurah gerung utara dan meminta izin untuk

melakukan penelitian. Setelah mendapatkan izin dari kepala lurah,

selanjutnya peneliti melalukan penelitian dengan membagikan

kuesioner kepada masyarakat. Dikarenakan proposal dalam penelitian

ini menngunakan tehnik purposive sampling makan penelitian ini

57
adalah dengan membagikan kuesioner kepada masyarakat yang

ditemui sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah dibuat.

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti yaitu memberikan

penjelasan mengenai maksud dan tujuan yang akan dilaksanakan

kepada responden, peneliti meminta izin kepada responden, setelah

responden setuju kemudian diberikan lembar persetujuan (informed

consent) untuk ditandatangani kemudian dilakukan pengisian

kuesioner oleh responden yang dijelaskan oleh peneliti. Setalah itu

peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah di isi oleh para responden

tersebut. Setelah semua kuesioner telah di isi dan sesuai dengan jumlah

responden maka selanjutnya peneliti melakukan entri data, selanjutnya

peneliti mengolah data yang telah di entri tesebut. Setelah semua hasil

pengolahan data keluar selanjutnya menarik kesimpulan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan.

5.1.3 Karakteristik responden

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Gerung

Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat dengan

responden sebanyak 186 orang didapatkan hasil data sebagai berikut:

1. Usia responden

58
Table 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
Usia Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas
Gerung Lombok Barat Tahun 2021
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia:
1. Lansia Awal
63 33.9 %
(46-55 thn)
2. Lansia Akhir
85 45.7 %
(56-65)
3. Masa Manula
38 20.4 %
(>65)
Total 186 100.0 %

Berdasarkan table 5.1 menunjukan bahwa jumlah responden

berdasarkan usia paling banyak adalah lansia akhir (55-65 tahun) yaitu

sebanyak 85 responden (45.7 %) dan paling sedikit adalah masa


2. Jenis kelamin responden

Table 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis


Kelamin Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung
Lombok Barat Tahun 2021

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)


Jenis Kelamin:
1. Laki-Laki 78 41.9 %
2. Perempuan 108 58.1 %
Total 186 100.0 %

Berdasarkan table 5.2 menunjukan bahwa jumlah responden

berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah perempuan yaitu 108

responden (58.1%) dan jenis kelamin laki-laki yaitu 78 responden

(41.9%).

3. Pendidikan responden

59
Table 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
Pendidikan Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja
Puskesmas Gerung Lombok Barat Tahun 2021
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Pendidikan:
1. Pendidikan
72 38.7 %
Rendah
2. Pendidikan
83 44.6 %
Sedang
3. Pendidikan
31 16.7 %
Tinggi
Total 186 100.0 %

Berdasarkan table 5.3 menunjukan bahwa jumlah responden

berdasarkan pendidikan paling banyak adalah pendidikan sedang yaitu

sebanyak 83 responden (44.6 %) dan paling sedikit adalah pendidikan

tinggi yaitu 31 responden (16.7 %).

4. Pekerjaan responden

Table 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik


Pekerjaan Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja
Puskesmas Gerung Lombok Barat Tahun 2021
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Pekerjaan:
1. Bekerja 127 68.3 %
2. Tidak
59 31.7 %
Bekerja
Total 186 100.0 %

Berdasarkan table 5.4 menunjukan bahwa jumlah responden

berdasarkan pekerjaan paling banyak adalah bekerja yaitu 127

responden (68.3 %) dan tidak bekerja yaitu 59 responden (31.7 %).

5.1.4 Hasil variable yang diukur

60
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Gerung Utara

Wilayah Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat dengan responden

sebanyak 186 orang diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Perilaku responden

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Perilaku Responden Tentang


Covid-19 Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja
Puskesmas Gerung Lombok Barat Tahun 2021
Tingkat Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 100 53.8 %
2. Cukup 65 34.9 %
3. Kurang 21 11.3 %
Total 186 100.0 %

Dari tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 186 responden yang

berada di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung

Lombok Barat sebagian besar responden memiliki tingkat perilaku

baik yaitu sebanyak 107 responden (57.5 %), sedangkan yang paling

sedikit adalah responden yang memiliki tingkat perilaku kurang yaitu

sebanyak 11 responden (5.9 %).

2. Pengetahuan responden

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden


Tentang Covid-19 Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah
Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat Tahun 2021
Tingkat
Frekuensi (n) Persentase (%)
Pengetahuan
1. Baik 64 34.4 %
2. Cukup 103 55.4 %
3. Kurang 19 10.2 %
Total 186 100.0 %

Dari tabel 5.6 menunjukan bahwa dari 186 responden yang

berada di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja Puskesmas Gerung

61
Lombok Barat sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan

cukup yaitu sebanyak 103 responden (55.4 %), sedangkan yang paling

sedikit adalah responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang

yaitu sebanyak 19 responden (10.2 %).

5.2 Pembahasan

5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa 186 responden

yang berada di kelurahan gerung utara paling banyak berdasarkan

usia adalah lansia akhir (56-65 tahun) yaitu sebanyak 85 responden

(45.7 %), dan lansia awal (46-55 tahun) yaitu sebanyak 63

responden (33.9 %). Usia semakin tua tidak membuat seseorang

memiliki pengetahuan yang baik, namun usia lanjut memiliki

pengalaman yang dapat digunakan sebagai pengetahuan.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun

pengalaman orang lain, pengalaman ini merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan tentang suatu

penyakit seperti covid-19.

Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017) usia mempengaruhi

daya tangkap dan pola fikir seseorang, semakin bertambahnya usia

akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola fikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik. Semakin

bertambahnya usia manusia akan terjadi proses penuaan secara

degenerative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan

62
pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,

perasaan, social dan seksual (Azizah & Lilik, 2011).

5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 186 responden

didapatkan bahwa jenis kelamin paling banyak adalah perempuan

yaitu 108 responden (58.1%) dan jenis kelamin laki-laki yaitu 78

responden (41.9 %). Dari hasil penelitian Desmon (2021) tentang

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Dan Perilaku

Terhadap Pencegahan Infeksi Covid-19 Pada Mahasiswa Semester

6 Fakultas Kedokteran USU” bahwa disimpulkan perempuan

memiliki tingkat perilaku yang baik dibandingkan laki-laki itu

dikarenakan perempuan lebih mudah merasakan terhadap situasi

lingkungannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Anggun dkk tentang “Hubungan Karakteristik Individu Dengan

Pengetahuan Tentang Pencegahan Coronavirus Disease 2019 Pada

Masyarakat Di Kalimantan Timur” Bahwa perempuan cenderung

memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang pencegahan covid-

19 jika dibandingkan dengan laki-laki.

Hal ini disebabkan karena masyarakat dengan jenis kelamin

perempuan memiliki lebih banyak waktu untuk membaca atau

berdiskusi dengan lingkungannya terkait tentang penyakit covid-

19. Rendahnya pengetahuan masyarakat dengan jenis kelamin laki-

laki tentang covid-19 akan mendukung meningkatkan angka

63
kejadian covid-19. Dimana dalam penelitian Anggun dkk, bahwa

kasus covid-19 60% pasien yang terpapar virus covid-19 berjenis

kelamin laki-laki.

5.2.3 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 186

responden yang berada di kelurahan gerung utara berdasarkan

pendidikan paling banyak adalah pendidikan sedang yaitu

sebanyak 83 responden (44.6 %) sementara pendidikan tinggi yaitu

sebanyak 31 responden (16.7 %). Menurut hasil penelitian Lenny

& Erika (2020) “Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan

Coronavirus Disease 2019 Pada Masyarakat Sulawesi Utara”.

Seseorang yang berpendidikan sedang dan tinggi selalu/sering

mencuci tangan, menggunakan masker, berolahraga, melakukan

isolasi mandiri jika telah melakukan perjalanan keluar rumah,

menjaga kebersihan, serta mengkonsumsi makanan yang bergizi.

Secara teori, tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi tingkat pengetahuannya. Jika tingkat pendidikan

dan pengetahuan baik, maka perilaku juga akan baik. Penelitian ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zhong BL dkk

2020) yang meneliti pada masyarakat china sebagai tempat dimana

awalnya ditemukan virus corona ini juga memiliki pengetahuan

dan perilaku yang baik dan positif. Hal ini juga dihubungkan

dengan masyarakat china menghadapi wabah SARS pada Tahun

2000-an.

64
Akan tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan juga pada

orang lansia yang pendidikannya tinggi namun perilaku tingkat

pencegahannya masih kurang dan sebaliknya tingkat pendidikan

yang rendah tapi tingkat pencegahannya baik.

5.2.4 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari 186

responden didapatkan bahwa status kerja paling banyak adalah

bekerja yaitu 127 responden (68.3 %) dan tidak bekerja yaitu 59

responden (31.7 %). Menurut Wiltshire (2016) pekerjaan adalah

kegiatan social dimana individu atau kelompok menempatkan

upaya selama waktu dan ruang tertentu, kadang-kadang dengan

mengharapkan penghargaan moneter (atau dalam bentuk lain), atau

tanpa mengharapkan imbalan, tetapi dengan rasa kewajiban kepada

orang lain. Menurut Liu (2015) mengungkapkan adanya perbedaan

makna kerja bagi wanita dan pria. Wanita lebih cenderung mencari

keamanan, keselamatan, dan stabilitas dalam pekerjaan, sementara

pria lebih cenderung mencari nilai dalam kaitannya dengan

mewujudkan visi dan memiliki karir yang sukses.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suherman (2020)

tentang “Perilaku Masyarakat Dalam Pemecahan Penularan Covid-

19” disimpulkan bahwa analisa yang didapatkan dengan nilai

p=0,007 yang berarti terdapat hubungan antara pekerjaan dengan

pencegahan penularan covid-19. Pekerjaan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh responden untuk menghasilkan pendapatan dalam

65
mencukupi kebutuhan hidup. Pekerjaan adalah aspek kelas social

yang sangat penting dan merupakan salah satu indicator terbaik

untuk mengetahui cara hidup seseorang. Pekerjaan yang beresiko

yang cenderung berkumpul dengan orang lain, memungkinkan

terjadinya penularan covid-19.

5.2.5 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Perilaku

Berdasarkan hasil kuesioner menunjukan bahwa dari 186

responden yang berada di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja

Puskesmas Gerung Lombok Barat sebagian besar responden

memiliki tingkat perilaku baik yaitu sebanyak 100 responden

(53.8%), responden yang memiliki tingkat perilaku cukup yaitu

sebanyak 65 responden (34.9%), sedangkan yang paling sedikit

adalah responden yang memiliki tingkat perilaku kurang yaitu

sebanyak 21 responden (11.3%). Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Ranny dkk (2021) yang berjudul “Gambaran

Perilaku Pencegahan Penularan Covid-19 Pada Kelompok Usia

Lanjut Diwilayah Kecamatan Puyung Sekaki”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa dari 98 responden didapat 52 responden

(53.1%) berperilaku baik atau positif, 46 responden (46.9%)

berperilaku kurang baik atau negative.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu mayoritas

lansia berada pada rentan 60-69 tahun yang sebagaian besar lansia

memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, namun pada tindakan

66
mayoritas lansia cukup dalam pencegahan covid-19, selain itu

lansia juga mendapatkan fasilitas seperti masker, sabun cuci tangan

dan lainnya dari keluarga sehingga lansia terdorong untuk

menerapkan perilaku dalam pencegahan penularan covid-19.

Giatnya memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya

perilaku pencegahan penularan covid-19 pada kelompok usia

lanjut.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Purnamasari &

Raharyani (2020), tingkat pengetahuan responden tentang tingkat

pengetahuan dan perilaku masyarakat kabupaten Wonosobo terkait

covid-19 didapatkan nilai presentase sebesar 90% yang berada

pada kategori baik. Pada penelitian ini juga melaporkan bahwa

kabupaten wonosobo terkait covid-19 menunjukan perilaku yang

cukup baik sebanyak 95.8% dan hanya 5,2% masyarakat

berperilaku cukup baik. Perilaku baik yang dimaksud adalah

perilaku pencegahan covid-19 termasuk perilaku mencuci tangan

baik dengan sabun maupun hand sanitizer, menjaga jarak,

melaksanakan himbuan untuk tetap dirumah, menghindari

kerumunan dan physical dan soaial distancing.

5.2.6 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan

Berdasarkan hasil kuesioner menunjukan bahwa dari 186

responden yang berada di Kelurahan Gerung Utara Wilayah Kerja

Puskesmas Gerung Lombok Barat sebagian besar responden

67
memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 64 responden

(34.4%), responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup

yaitu sebanyak 103 responden (55.4%), sedangkan yang paling

sedikit adalah responden yang memiliki tingkat pengetahuan

kurang yaitu sebanyak 19 responden (10.2%). Hasil ini sejalan

dengan penelitian Ranny dkk (2021) yang berjudul “Gambaran

Perilaku Pencegahan Penularan Covid-19 Pada Kelompok Usia

Lanjut Diwilayah Kecamatan Puyung Sekaki”. Hasil penelitian

menunjukan bahwa dari 98 responden sebagaian besar lansia

memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang pencegahan

penularan covid-19 pada kelompok usia lanjut yaitu sebanyak 59

responden (60.2%) memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu

sebanyak 39 responden (39.8%).

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Melvin

dkk, 2020. Yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Masyarakat

Tentang Pencegahan Covid-19 Di Desa Tumani Kecamatan

Maesaan Kabuoaten Minahasa Selatan”. Dimana tingkat

pengetahuan masyarakatt tentang pencegahan covid-19 dari 88

responden lebih banyak berkategori baik yaitu sebanyak 80

responden (90.0%), kategori cukup yaitu sebanyak 8 responden

(9.1%), dan tidak ada responden yang tingkat pengetahuan kurang

dari 88 responden dalam penelitian tersebut.

68
5.3 Keterbatasan penelitian

Dalam penelitian ini peneliti kesulitan dalam mendapatkan responden

yang ingin menjadi responden dikarenakan banyak dari masyarakat lansia

yang tidak mau untuk menjadi responden dan desain penelitian yang

digunakan hanya bersifat deskriptif sederhana sehingga hanya bisa

menggambarkan dan belum diketahui kemaknaan untuk hasil yang lebih luas

lagi.

69
BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang “Gambaran Perilaku Dan

Pengetahuan Lansia Tentang Covid-19 Di Kelurahan Gerung Utara Wilayah

Kerja Puskesmas Gerung Lombok Barat” dapat disimpulkan bahwa:

1. Perilaku responden tentang covid-19 didapatkan hasil yaitu baik sebanyak

100 responden (53.8%), cukup sebanyak 65 responden (34.9%), dan

kurang sebanyak 21 responden (11.3%).

2. Tingkat pengetahuan responden tentang covid-19 didapatkah hasil yaitu

baik sebanyak 64 responden (34,4%), cukup sebanyak 103 responden

(55,4%) dan kurang yaitu sebanyak 19 responden (10,2%).

6.2 Saran

6.2.1. Keilmuan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk

menambah khazanah dalam perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang keperawatan.

6.2.2. Metodelogi

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan

penelitian lebih lanjut pada variable yang dapat mengetahui tentang

gambaran perilaku dan pengetahuan tentang covid-19

70
6.2.3. Aplikatif

1. Bagi petugas kesehatan

Diharapkan untuk tenaga kesehatan agar selalu memberikan

himbauan-himbauan, perhatian kepada masyarakan terutama

pada orang lanjut usia dan melakukan penuluhan terkait covid-19

melalui konsling, pemasangan poter-poster supaya dapat

melakukan penanganan dengan baik.

2. Bagi lansia

Diharapkan pengetahuan yang telah dimiliki dapat digunakan

sebagai informasi bagi lansia lainnya sehingga sehingga dapat

melakukan perubahan lebih baik dalam pemutus rantai

penyebaran covid-19.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menjadikan

penelitian ini sebagai bahan masukan atau refrensi untuk

melakukan penelitian berikutnya dan dalam penelitian

selanjutnya dapat dilakukan penambahan variable independen

dan sampel yang lebih banyak lagi, sehingga mendapatkan hadil

penelitian yang lebih akurat.

71
DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, T. F. A., Yunianto, A. E., Yuliantini, E., Haya, M., Faridi, A., &
Suryana, S. (2020). Gambaran sikap dan gaya hidup sehat masyarakat
Indonesia selama pandemi Covid-19. AcTion: Aceh Nutrition
Journal, 5(2), 195-202.
Ausrianti, R., Andayani, R. P., Surya, D. O., & Suryani, U. (2020). Edukasi
pencegahan penularan Covid 19 serta dukungan kesehatan jiwa dan
psikososial pada pengemudi ojek online. Jurnal Peduli Masyarakat, 2(2),
59-64.
Azizah, Lilik Ma’rifatul (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Erlin Yuliana,.2017. Analisis Pengetahuan Siswa. FKIP UMP.
Guslinda, G., Fridalni, N., & Minropa, A. (2020). Faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Kecemasan Lansia pada Masa Pandemi Covid 19. Jurnal
Keperawatan, 12(4), 1079-1088.
Ihsanuddin. (2020). Presiden Jokowi Teken Keppres Tetapkan Wabah Covid-19
Bencana Nasional. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/13/18101841/presiden-
jokowiteken-keppres-tetapkan-wabah-covid-19-bencana-nasional.
Kemenkes, RI. 2020. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus
Disases (Covid-19). Kemenkes RI, 0-115.
Kementrian Kesehatan. (2020). Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus
Disease (COVID-19) 31 januari 2020. Diambil kembali dari
covid19.kemkes.go.id: https://covid19.kemkes.go.id/situasi-
infeksiemerging/info-corona-virus/situasi-terkini-perkembangan-
coronavirusdisease-covid-19-31-mei-2020/#.XtRqY.
Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan. Kemenkes RI
Kholid, A. (2015). Promosi Kesehatan dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media,
dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers
Nasution, N. H., & Wijaya, W. (2020). Manajemen Masjid Pada Masa Pandemi
Covid 19. Yonetim: Jurnal Manajemen Dakwah, 3(01), 84-104.
Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis :
Jakarta : SalembaMedika

72
Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Priyoto., 2014. Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M.,
Herikurniawan, H., ... & Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus disease 2019:
Tinjauan literatur terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), 45-67.
Sugiyono P.D., (2018) Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung: PT Alfabet.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
PT Alfabet.
Utami, R. A., Mose, R. E., & Martini, M. (2020). Pengetahuan, Sikap dan
Keterampilan Masyarakat dalam Pencegahan COVID-19 di DKI
Jakarta. Jurnal Kesehatan Holistic, 4(2), 68-77.
Usman, U., Budi, S., & Sari, D. N. A. (2020). Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa
Kesehatan Tentang Pencegahan Covid-19 Di Indonesia. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 11(2), 258-264.

73

Anda mungkin juga menyukai