Anda di halaman 1dari 113

50

LAPORAN MAGANG
DI PT. PERKEBUNAN TAMBI
WONOSOBO
(SANITASI INDUSTRI PENGOLAHAN TEH HITAM)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Gelar Ahli Madya Teknologi Hasil
Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:
DEWI MARGANINGRUM
H 3107050

PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

12
13

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN MAGANG
DI PT PERKEBUNAN TAMBI WONOSOBO JAWA TENGAH
(SANITASI INDUSTRI PENGOLAHAN TEH HITAM)

Yang Disiapkan dan Disusun Oleh


Dewi Marganingrum

H 3107050

Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji


Pada tanggal : ………………………..
Dan dinyatakan memenuhi syarat

Menyetujui,

Dosen Pembimbing/ Penguji I Dosen Penguji II

Ir. Choirul Anam, MP Rohula Utami, S.TP, MP

NIP. 1960802122005011001 NIP.198103062008012008

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS


NIP. 195512171982031003
MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.


Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (untuk urusan yang lain). Dan hanya
kepada Tuhanmulah kamu berharap
(QS.Al Insyirah : 5-8)

Seberapapun besar permasalahan yang dihadapi tetaplah


bersabar, karena kemenangan itu sesungguhnya akan datang
bersama dengan kesabaran. Jalan keluar datang bersama
kesulitan, dan dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan

Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan pula


bersedih hati padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman
(QS.Ali Imron : 139)

Jangan bersedih, sebab rasa sedih tidak akan pernah


mengembalikan sesuatu yang hilang dan semua yang telah
pergi. Tidak pula akan membangkitkan orang yang telah mati,
tidak mampu menolak takdir serta tidak mendatangkan
manfaat (Dr.'Aidh al-Qarni)

Jika anak adam (manusia) meninggal dunia maka putuslah

segala amalnya kecuali tiga perkara yaitu : shodaqoh jariyah,

ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang selalu

mendoakan kedua orang tuanya ( HR.Bukhori Muslim)


HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
yang telah memberikan kenikmatan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Karya kecil ini penulis persembahkan untuk :
 Ayah dan Ibu ku tercinta Drs.Margono dan Komyatun, S.Ag yang selalu
memberikan motivasi, nasehat, doa dan dukungan baik moril,spiritual dan
materiil, serta memberikan kasih sayangnya dengan penuh kesabaran
terimakasih atas semuanya.
 Adik-adik ku tersayang "Ruri & Farid" yang selalu menghibur ku dengan
canda tawa.
 Keluarga ku di Wonosobo Mas Joko & Mbak Tatik terimakasih atas
bantuannya selama ini, maafkan Dewix ya Mas/Mbak udah banyak ngrepotin.
Serta adik-adik sepupu ku (Ina, Ria & Bagas) Selalu semangat ya…
 Teman-teman ku selama magang (Linda & Asri) susah senang kita bersama…
Tenang aja kalian ga akan makan sayur daun jipang lagi
hehehehe...Pengalaman kemarin jadikan pelajaran buat kita, dibalik semua itu
pasti ada hikmahnya…^_^
 Teman-teman dekat ku yang selalu memberi semangat dan dukungannya
untuk tetap terus berusaha dan jangan menyerah… Thank you …Arigato…
 Almamater ku tercinta… aku bangga padamu.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil aalamiin…Segala puji syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan
hidayah Nya pada kita semua. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan dan tauladan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya. Dengan keridhoan Allah penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
yang berjudul “Sanitasi Industri Pengolahan Teh Hitam” di PT. Perkebunan
Tambi Wonosobo Jawa Tengah.
Tugas Akhir ini di susun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar
Ahli Madya Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan Tugas Akhir ini dapat selesai berkat adanya bantuan,
bimbingan, dukungan dan pemberian motivasi dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Ir. Bambang Sigit Amanto, MSi selaku Ketua Program Diploma III Teknologi
Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing
Akademik.
3. Ir. Choirul Anam, MP selaku Dosen pembimbing magang yang telah
memberikan bimbingan dalam penulisan Tugas Akhir.
4. Ibu Rohula Utami, S.TP, MP selaku Dosen penguji magang.
5. Semua Dosen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberi ilmunya kepada kami.
6. Direksi PT.Perkebunan Tambi yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan magang.
7. Bapak-bapak pembimbing di Unit Perkebunan Tambi yang telah banyak
membantu dan memberi bimbingan pengarahan selama magang.
8. Semua staf karyawan di Unit Perkebunan Tambi yang telah banyak membantu
dan bekerja samanya dalam menyelesaikan magang.
9. Semua teman-teman D III THP 2007 Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Teman-teman seperjuangan magang Linda, Asri (UNS) dan Sarah, Afni dan
Danur (UGM).
11. Semua pihak yang banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak
kekurangannya dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap
krtitik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan yang lebih lanjut. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis pada khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2010

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
MOTTO ........................................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan Magang...................................................................................... 2
II. TINJUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
A. Teh......................................................................................................... 3
B. Proses pengolahan ................................................................................. 5
C. Pengendalian Mutu................................................................................ 7
D. Sanitasi .................................................................................................. 8
III. TATA LAKSANA ..................................................................................... 11
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang ............................................. 11
B. Metode Pelaksanaan Magang ................................................................ 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 12
A. Keadaan Umum Perusahaan.................................................................. 12
1. Sejarah Umum Perusahaan .............................................................. 12
2. Identitas Perusahaan......................................................................... 14
3. Lokasi Perusahaan dan Kondisi Wilayah......................................... 14
4. Visi dan Misi Perusahaan................................................................. 15
B. Manajemen Perusahaan ......................................................................... 15
1. Struktur dan Sistem Organisasi ......................................................... 15
2. Tanggung Jawab dan Wewenang...................................................... 16
3. Ketenagakerjaan ................................................................................ 19
4. Kesejahteraan Karyawan........................................................................21
C. Penyediaan Bahan Baku..............................................................................22
1. Sumber Bahan Baku...............................................................................22
2. Spesifikasi Bahan Baku..........................................................................23
3. Penanganan Bahan Baku.........................................................................27
D. Proses Pengolahan Teh Hitam....................................................................29
1. Pelayuan..................................................................................................30
2. Penggilingan...........................................................................................36
3. Oksidasi Enzimatis (Fermentasi)............................................................38
4. Pengeringan.............................................................................................40
5. Sortasi/Penjenisan...................................................................................42
6. Pengemasan dan Pengepakan.................................................................50
7. Pemasaran Hasil Produk.........................................................................55
E. Pengendalian Mutu (Quality Control).........................................................56
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku.............................................................57
2. Pelayuan..................................................................................................58
3. Penggilingan dan Oksidasi Enzimatis.....................................................59
4. Pengeringan.............................................................................................60
5. Sortasi.....................................................................................................61
6. Pengepakan dan Pengemasan.................................................................66
F. Mesin dan Peralatan.....................................................................................67
1. Tata Letak mesin dan Peralatan.............................................................67
2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan Proses Produksi...................................68
a. Alat dan Mesin Proses Pelayuan.........................................................68
b. Alat dan Mesin Proses Penggilingan.................................................70
c. Alat dan Mesin Proses Pengeringan...................................................75
d. Alat dan Mesin Proses Sortasi/Penjenisan........................................77
e. Alat dan Mesin Proses Pengemasan dan Pengepakan.......................81
G. Sanitasi Industri...........................................................................................83
1. Sanitasi Bahan Baku................................................................................83
2. Sanitasi Peralatan, Mesin, dan Ruangan Pengolahan..............................84
3. Sanitasi Karyawan dan Pengunjung........................................................87
4. Sanitasi Bangunan dan Lingkungan........................................................90
5. Sanitasi Pengolahan Limbah...................................................................94
V. PENUTUP........................................................................................................97
A. Kesimpulan.................................................................................................97
B. Saran............................................................................................................97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembagian Tenaga Kerja Di UP Tambi...............................................19


Tabel 4.2 Rincian Karyawan Lepas.....................................................................20
Tabel 4.3 Jumlah Karyawan Bagian Pengolahan.................................................20
Tabel 4.4 Standar Volume Density dan Jumlah Lubang Ayakan yang
Dipakai Tiap Inchi...............................................................................44
Tabel 4.5 Standard Tiap Jenis Teh per 100 gram................................................65
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Blok Taman........................................................................................22


Gambar 4.2 Jenis-jenis Pucuk Teh.........................................................................24
Gambar 4.3 Pemetikan Pucuk Daun......................................................................25
Gambar 4.4 Diagram Proses Pengolahan Teh Hitam............................................30
Gambar 4.5 Ruang Pelayuan.................................................................................31
Gambar 4.6 Pengiraban pucuk...............................................................................32
Gambar 4.7 Pemberian Udara Segar dan Udara Panas..........................................33
Gambar 4.8 Ruang Fermentasi..............................................................................38
Gambar 4.9 Infratester...........................................................................................42
Gambar 4.10 Diagram Alir Proses Line 1............................................................45
Gambar 4.11 Diagram Alir Proses Line 2............................................................46
Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Line 3............................................................47
Gambar 4.13 Diagram Alir Hasil Samping Line 1................................................48
Gambar 4.14 Diagram Alir Hasil Samping Line 2................................................49
Gambar 4.15 Diagram Alir Hasil Samping Line 3................................................49
Gambar 4.16 Pengemasan Menggunakan Karung Plastik.....................................51
Gambar 4.17 Pengemasan Menggunakan Kertas Karton......................................52
Gambar 4.18 Tea Bin.............................................................................................52
Gambar 4.19 Pencampuran Secara Manual...........................................................53
Gambar 4.20 Alat untuk Mencampur Teh (Tea mixer).........................................54
Gambar 4.21 Gudang Penyimpanan......................................................................54
Gambar 4.22 Pengujian Mutu Teh Secara Organoleptik.......................................62
Gambar 4.23 Uji Densitas dengan Gelas Ukur......................................................65
Gambar 4.24 Withering Trough.............................................................................69
Gambar 4.25 Fan Penghembus Udara...................................................................69
Gambar 4.26 Open Top Roller (OTR)...................................................................71
Gambar 4.27 Rotorvane (RV)................................................................................72
Gambar 4.28 Rotary Roll Breaker (RRB).............................................................73
Gambar 4.29 Ghoogi..............................................................................................74
Gambar 4.30 Humidifier........................................................................................74
Gambar 4.31 Conveyor..........................................................................................75
Gambar 4.32 Mesin Pengering..............................................................................76
Gambar 4.33 Buble Tray........................................................................................77
Gambar 4.34 Fibrex...............................................................................................78
Gambar 4.35 Choota..............................................................................................79
Gambar 4.36 Cruser...............................................................................................80
Gambar 4.37 Winower...........................................................................................80
Gambar 4.38 Tea Bins............................................................................................81
Gambar 4.39 Tea Mixer.........................................................................................82
Gambar. 4.40 Shrink Tunnel dan Sealer................................................................82
Gambar 4.41 Kipas Penghisap Debu (Blower)......................................................86
Gambar 4.42 Karyawan Mengenakan Kelengkapan Kerja....................................89
Gambar 4.43 Kompresor........................................................................................90
Gambar 4.44 Kebersihan Lingkungan Sekitar Pabrik...........................................91
Gambar 4.45 Tempat Cuci Tangan........................................................................91
Gambar 4.46 Petugas Kebersihan..........................................................................93
Gambar 4.47 Limbah Abu.....................................................................................95
Gambar 4.48 Exhausfan.........................................................................................95
Gambar 4.49 Cerobong Asap.................................................................................96
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris. Keadaan tanah
Indonesia yang subur merupakan hal yang sangat potensial jika wilayah
Indonesia dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Salah satu
lahan perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah
perkebunan teh. Teh merupakan salah satu produk industri pertanian yang
berpotensi besar untuk dijadikan sebagai sumber devisa negara karena teh
merupakan salah satu komoditas ekspor yang menjanjikan. Tingkat produksi
teh di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 120.000 ton per tahun atau
memenuhi sekitar 5,8% kebutuhan dunia dengan luas kebun 148.000 Ha. Dari
data Asosiasi Teh Indonesia (ATI), teh menyumbangkan devisa negara hingga
110.000.000 Dollar per tahun. Tingkat konsumsi teh dunia yang semakin
meningkat merupakan nilai lebih yang di miliki oleh negara-negara produsen
seperti Indonesia.
Perkebunan teh merupakan salah satu aspek dari sektor pertanian yang
menguntungkan di Indonesia, mengingat letak geografisnya yang strategis.
Kebutuhan dunia akan komoditas perkebunan sangat besar khususnya teh. Teh
merupakan minuman penyegar yang disukai hampir seluruh penduduk di
dunia. Bahkan minuman teh telah dijadikan minuman sehari-hari.
Produk teh di Indonesia terdiri dari tiga macam yaitu teh hitam, teh hijau
dan teh oolong. Perbedaan ketiga macam teh tersebut disebabkan oleh
perbedaan cara pengolahan. Dalam proses pengolahan teh hitam memerlukan
proses oksidasi enzimatis, teh hijau tidak memerlukan proses oksidasi
enzimatis dan untuk teh oolong dalam pengolahannya mengalami proses semi
fermentasi.
PT. Perkebunan Tambi merupakan salah satu perusahaan pengolahan
teh hitam yang cukup terkenal dan berkualitas. Hasil produksi teh di PT
Perkebunan Tambi sebagian besar telah di export ke berbagai negara-negara
di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jepang, Jerman, Polandia,
Inggris, Australia, Selandia Baru, Rusia, Irak dan Uni Emirat Arab. Seiring
dengan perkembangan industri yang menuntut produsen untuk menghasilkan
produk yang berkualitas, maka dengan pemberian jaminan mutu dari
perusahaan terhadap produk sangat berpengaruh dalam menentukan pasar dan
daya saing produk, hal itu mendorong penulis untuk mengetahui proses yang
lebih lanjut dan teknologi yang di gunakan serta mengetahui sistem sanitasi
dalam pengolahan teh hitam di PT Perkebunan Tambi.

Tujuan Magang
Tujuan pelaksanaan magang di PT Perkebunan Tambi adalah:
a. Mengetahui dan memahami bagaimana proses produksi teh hitam di
PT Perkebunan Tambi.
b. Mengetahui dan memahami sistem sanitasi yang diterapkan oleh PT
Perkebunan Tambi dan juga mengetahui pengolahan limbahnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teh
Tanaman teh merupakan tanaman dataran tinggi. Ketinggian tempat
yang ideal untuk tanaman teh di daerah tropis adalah 1.200-1.800 m dpl.
Namun, di Indonesia ketinggian ideal budidaya teh adalah 700-1.200 m dpl,
misalnya puncak Jawa Barat. Di tempat demikian produksi pucuk daun teh
optimal tercapai pada saat tanaman berumur 7 tahun. Pada ketinggian lebih
dari 1.200 m dpl produksi optimal daun teh baru dicapai sesudah tanaman
berumur 10 tahun karena pembentukan tunas lambat. Bahkan di tempat yang
lebih tinggi lagi, kadang tanaman tidak bertunas. Tanaman teh tetap tumbuh di
dataran rendah, tetapi mutu produksinya sangat rendah (Nazaruddin dan
Paimin, 1993).
Tanaman teh dapat tumbuh sampai ketinggian sekitar 6-9 m. Di
perkebunan-perkebunan tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 m
tingginya dengan pemangkasan secara berkala. Ini dilakukan untuk
memudahkan pemetikan daun dan agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang
cukup banyak (Siswoputranto, 1978).
Teh merupakan salah satu tanaman industri yang sangat penting. Dari
tanaman ini diambil daunnya yang masih muda. Kemudian daun teh diolah
dan digunakan untuk bahan minuman lezat. Disamping itu teh juga diekspor
dan menghasilkan devisa negara (Sadjad, 1995).
Teh diperoleh dari pengolahan daun teh (Camellia sinensis) dari familia
Theaceae. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah pegunungan
Himalaya dan pegunungan yang berbatasan dengan RRC, India dan Burma.
Tanaman ini dapat subur di daerah tropik dan subtropik dengan menuntut
cukup sinar matahari dan curah hujan sepanjang tahun (Siswoputranto, 1978).
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta Sub Divisi :
Angiospermae Kelas :
Dicotyedone Sub Kelas :
Chorripettalae
Ordo : Trantroemiaceae
Famili : Tjeaccae
Genus : Camellia
Species : Camillia sinensis
Varietas : Varietas Sinensis dan Varietas Assamica
(Nazarudin dkk, 1993)
Daun teh mengandung tiga komponen penting yang mempengaruhi
mutu minuman, yaitu kafein yang memberikan efek stimulan, tannin yang
memberi kekuatan rasa (getir) dan polifenol yang memberi efek kesehatan.
Polifenol merupakan antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif
dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E.
Kandungan polifenol yang mempunyai unsur fosfor aktif mengurangi
kerapuhan dinding kapiler pembuluh darah. Zat aktif ini mencegah
peningkatan dan menurunkan pembengkakan pada kelenjar gondok. Polifenol
juga memberi efek positif berupa pencegahan penyakit stroke
(Anonima, 2009).
Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat
kelompok yaitu substansi fenol ( cathecin dan flavonol), substansi bukan fenol
( pektin, resin, vitamin dan mineral), substansi aromatik dan enzim-enzim.
Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat
yang baik pada teh, apabila pengendalian selama pengolahan dapat dilakukan
dengan tepat (Arifin, 1994).
Beragam manfaat teh tersebut disebabkan karena adanya senyawa-
senyawa dan sifat-sifat yang ada pada daun teh. Setidaknya terdapat 450
senyawa organik dan lebih dari itu senyawa anorganik bisa ditemukan dalam
daun teh. Menurut Tea Board India, dalam secangkir teh terkandung energi
sekitar 4 kkal, disamping flour, mangan, vitamin B kompleks, asam nikotinat,
dan asam pantotenat. Hasil penelitian membuktikan teh mengandung senyawa
utama yang disebut polyphenol, sejumlah vitamin (niacin atau vitamin B
kompleks seperti vitamin B1 dan B2 serta vitamin C, E dan K), dan mineral
(mangan, potasium dan fluor). Pada teh hijau juga ditemukan adanya kafein,
catechin, r-amino butyric acid, flavonoid, polisakarida dan fluoride, serta
minyak essensial yang memberi teh aroma khas dan keharuman
(Anonimb, 2009)
Daun teh yang telah dipetik dari pohonnya akan diproses dengan cara
yang berbeda-beda. Perbedaan proses pengolahan tersebut akan menyebabkan
perbedaan yang nyata dalam warna maupun rasa teh yang diseduh. Ada tiga
jenis daun teh yang biasa kita konsumsi yaitu teh hitam, teh oolong, dan teh
hijau. Teh hitam berwarna hitam kecoklatan yang dihasilkan melalui proses
fermentasi. Sedangkan teh hijau berwarna hijau dan dihasilkan melalui proses
pelayuan yang bertujuan untuk menghambat terjadinya fermentasi yang
menyebabkan perubahan warna pada daun. Teh oolong agak menyerupai teh
hitam dan teh hijau, yakni teh yang setengah difermentasi atau fermentasinya
dihentikan sebelum prosesnya berlangsung sempurna. Teh tersebut berwarna
coklat kehijau-hijauan dengan cita rasa yang lebih "kaya" dari teh hijau, tapi
lebih "lembut" dari teh hitam (Anonimc,2010).

B. Proses pengolahan
Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua,
yaitu Orthodox (orthodox murni dan rotorvane) serta sistem baru khususnya
sistem CTC. Sistem orthodox murni sudah jarang sekali di gunakan dan
sistem yang umum di lakukan saat ini adalah sistem orthodox rotorvane.
Sistem CTC (Chrushing Tearing Curling) merupakan sistem pengolahan teh
hitam yang relatif baru di Indonesia (Arifin, 1994).
Menurut Nazaruddin dkk, (1993) perlu diperhatikan bahwa sebelum
melaksanakan proses pengolahan, pucuk daun teh harus dalam keadaan baik (
keadaan pucuk teh dari pemetikan sampai ke lokasi pengolahan belum terjadi
perubahan pucuk segar ). Hal ini sangat penting untuk mendapatkan teh yang
bermutu.
Daun-daun teh yang dipetik dari kebun segera dibawa ke pabrik dan
kemudian dimulai pelayuan (whitering). Pelayuan dilakukan untuk
menurunkan kandungan air dari daun teh serta untuk melayukan daun-daun
teh agar mudah digulung. Proses pelayuan, umumnya dilakukan dengan
menempatkan daun di rak-rak dalam gedung. Udara dingin disemprotkan
melalui rak-raknya. Proses pelayuan dil akukan selama 16-24 jam. Setelah
pelayuan di lakukan proses penggilingan (Siswoputranto, 1978).
Menurut Loo (1983), penggilingan daun teh bertujuan untuk
memecahkan sel-sel daun segar agar cairan sel dapat dibebaskan sehingga
terjadi reaksi antara cairan sel dengan O 2 yang ada di udara. Peristiwa ini
dikenal dengan nama oksidasi enzimatis ( fermentasi). Pemecahan daun perlu
dilakukan dengan intensif agar fermentasi dapat berjalan baik.
Fermentasi merupakan bagian yang paling khas pada pegolahan teh
hitam, karena sifat-sifat teh hitam yang terpenting timbul selama fase
pengolahan ini. Sifat-sifat yang dimaksud ialah warna seduhan, aroma, rasa,
dan warna dari produk yang telah dikeringkan (Adisewojo, 1982)
Pengeringan diikuti proses penyaringan teh kering sehingga diperoleh
bagian-bagian teh yang seragam dari bubuk teh tersebut. Tujuan pengeringan
dalam proses pengolahan teh hitam adalah untuk menghentikan proses
oksidasi enzimatis. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan dan membagi
mutu dengan ukuran tertentu, dilakukan dengan fisik menggunakan ayakan.
Hasil penyaringan dan pemisahan akan memberikan bentuk dan ukuran yang
seragam. Pemisahan juga dapat dilakukan dengan berdasarkan perbedaan
berat jenis bubuk (Nasution dan Wachyudin, 1975).
Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran, warna partikel
teh yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan konsumen
(Arifin, 1994). Disamping itu sortasi juga bertujuan untuk menghilangkan
kotoran, serat tulang dan debu. Hal ini merupakan proses penting untuk
mencapai harga rata-rata tertinggi dari teh kering yang dihasilkan. Syarat-
syarat yang ditentukan oleh pasaran teh perlu diperhatikan oleh pabrik teh
yang bersangkutan agar dapat dihasilkan teh dengan harga setinggi mungkin
(Adisewojo, 1982).
Teh yang selesai disortasi dimasukkan dalam peti miring selanjutnya
dimasukkan ke dalam Tea bulker (blending). Apabila sudah mencukupi untuk
satu chop biasanya dapat langsung dimasukkan dalam kemasan
(Arifin, 1994). Teh merupakan bahan yang higroskopis, yaitu mudah
menyerap uap air yang ada di udara (Adisewojo, 1982).
Pengemasan memegang peranan penting dalam penyimpanan
bahan pangan. Dengan pengemasan dapat membantu mencegah dan
mengurangi terjadinya kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat berlangsung
secara spontan karena pengaruh lingkungan dan kemasan yang digunakan.
Kemasan akan membatasi bahan pangan dari lingkungan sekitar
untuk mencegah atau menghambat proses kerusakan selama penyimpanan
(Winarno dan Jenie, 1982).

C. Pengendalian Mutu
Mutu teh sangat dipengaruhi oleh cara pengolahannya, walaupun faktor-
faktor lain juga berpengaruh (Nasution dan Wachyudin, 1975). Faktor-faktor
lain tersebut antara lain letak atau tinggi rendahnya perkebunan di atas
permukaan laut, pemangkasan ranting-ranting, cara atau sistem pemetikan
daun teh dan jenis daun teh yang diolah (Siswoputranto, 1978).
Menurut Soekarto, (1982) pengujian inderawi teh pada bahan pangan
sebenarnya merupakan cara pengujian tradisional. Pengujian inderawi pada
awalnya merupakan kegiatan seni ini pada abad ke 20 mulai berkembang
menjadi ilmu, sesudah prosedur dibakukan, dirasionalkan dan dihubungkan
dengan penilaian obyektif. Hasilnya dianalisis secara lebih sistematis dengan
masuknya ilmu statistik. Komoditi hasil pertanian dan makanan banyak
menggunakan penilaian inderawi termasuk teh.
Mutu teh dinilai berdasarkan rasa (taste), aroma, dan warna seduhan
(liquor). Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip (tea tester)
berdasarkan analisis organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan
indera penglihatan, penciuman, dan perasa. Parameter lain seperti kadar air
dan berat jenis (density) hanya sebagai pendukung (Ghani, 2002).

D. Sanitasi
Sanitasi merupakan persyaratan mutlak bagi industri pangan sebab
sanitasi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap mutu pangan dan
daya awet produk serta nama baik atau citra perusahaan. Sanitasi juga menjadi
salah satu tolak ukur teratas dalam menilai kebersihan perusahaan yang
menangani produk pangan. Terjadinya kasus-kasus peracunan makanan
sebagian besar diakibatkan oleh kondisi sanitasi yang tidak memadai. Dalam
praktek di industri pangan tindakan sanitasi pangan meliputi : pengendalian
pencemaran, pembersihan dan tindakan aseptik. Pengendalian pencemaran
meliputi pembuangan limbah atau sampah dan menjauhi pencemar.
Pembersihan dilakukan dengan pencucian sedangkan tindakan aseptik
dilakukan dengan peralatan atau sarana untuk menghindari mikroba
(Soekarto, 1987).
Sanitasi adalah pengendalian terhadap sesuatu yang ingin dijaga
terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan maupun pencemaran. Dalam
proses pengolahan teh, sanitasi sangat penting untuk dilakukan demi menjaga
kerusakan maupun tercemarnya produk teh. Sanitasi terhadap peralatan,
mesin, maupun ruangan pengolahan juga sangat penting untuk dilakukan.
Peralatan, mesin, maupun ruangan yang bersentuhan langsung dengan bahan
baku secara otomatis membutuhkan perhatian khusus agar tidak menimbulkan
kontaminasi terhadap bahan baku yang akan diolah maupun produk teh yang
dihasilkan (Anonimd,2010).
Sanitasi berhubungan dengan semua segmen lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, yaitu yang terkait dengan faktor-faktor
fisik, kimia dan bialogi. Faktor biologis dari lingkungan inilah yang berkaitan
erat dengan sanitasi, karena organisme hidup akan bereaksi terhadap keadaan
fisik dan lingkungan yang berbeda, demikian pula terhadap makhluk hidup
lainnya termasuk manusia (Jenie, 1989).
Menurut Winarno dan Surono (2002) sanitasi dalam suatu industri
merupakan suatu hal yang sangat penting apalagi dalam industri makanan dan
minuman karena menyangkut kebersihan dan kesehatan serta mempengaruhi
daya tahan produk selama penyimpanan. Sanitasi adalah suatu usaha
pengendalian terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan
dan pekerja untuk mencegah pencemaran hasil olahan serta berlangsungnya
nilai estetika konsumen, yang paling ideal untuk mencegah kontaminasi
adalah ruangan yang mempunyai air belt atau pintu ganda, sehingga ruangan
tidak berkontak langsung dengan lingkungan luar. Ruangan sebaiknya
mempunyai tekanan positif, sehingga aliran udara hanya dari dalam ruang ke
luar ruang. Sanitasi ruang produksi meliputi :
1. Ruang kerja harus cukup luas agar semua proses dapat berjalan dengan
baik.
2. Rancang bangun harus sedemikian rupa, sehingga memudahkan dalam
pembersihan dan pengawasan higienie produk.
3. Bangunan dan peralatan harus dirancang untuk mencegah masuknya tikus
dan kontaminasi lainnya seperti asap, debu dan sebagainya.
4. Bangunan dan peralatan harus dirancang agar diperoleh higienie yang
baik, dengan cara mengatur aliran proses dari saat bahan tiba sampai
produk akhir.
Lantai pabrik merupakan bagian dari sanitasi bangunan yang harus di
perhatikan kebersihannya. Lantai pabrik dibuat dari bahan yang mudah
dibersihkan dan harus dikeringkan dengan baik. Dinding dan permukaan
meja-meja harus dari bahan yang halus dan mudah dibersihkan dan di sanitasi
(Buckle et.al.,1987). Lantai yang licin dan dikonstruksi dengan tepat, mudah
dibersihkan, sedangkan lantai yang kasar sulit dibersihkan. Dinding dan
langit-langit yang kasar dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri
Staphylococcus aureus (Jenie, 1989).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan desinfeksi antara lain
waktu kontak, suhu, kosentrasi, pH, kebersihan alat dan ada tidaknya bahan
pengganggu. Waktu kontak minimum yang efektif bagi proses desinfektan
adalah 2 menit dan ada selang 1 menit antara desinfeksi dengan penggunaan
alat. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk
mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan
virus dan juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme
atau kuman penyakit. Sedangkan desinfeksi adalah membunuh
mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal
ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan membunuh
mikroorganisme. Suhu yang sisarankan untuk desinfektan berkisar antara
21,1- 37,80C (Purnawijayanti, 2001).
Kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan, karena sumber cemaran terhadap produk dapat berasal dari
karyawan. Karyawan di suatu pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam
proses pengolahan merupakan sumber kontaminasi bagi produk pangan, maka
kebersihan karyawan harus selalu diterapkan. Faktor-faktor lingkungan yang
tidak sesuai dengan kondisi karyawan akan mengakibatkan gangguan yang
akhirnya menghambat proses produksi ( Winarno dan Surono, 2000).

BAB III
TATA LAKSANA KEGIATAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang


Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 1-27 Februari 2010 di PT
Perkebunan Tambi, Unit Perkebunan Tambi, Desa Tambi, Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

B. Metode Pelaksanaan Magang


Metode yang digunakan pada pelaksanaan magang antara lain:
1. Pengumpulan data secara langsung
a. Wawancara
Wawancara adalah melaksanakan wawancara dengan pihak-
pihak dari instansi yang bersangkutan guna mengetahui segala hal
yang diperlukan.
b. Observasi
Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung
mengenai kondisi dan kegiatan yang ada di lokasi magang mahasiswa.
2. Pengumpulan Data Secara Tidak Langsung
a. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah mencari dan mempelajari pustaka
mengenai permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
pelaksanaan magang mahasiswa.
b. Dokumentasi dan Data-Data
Dokumentasi dan data-data adalah pendokumentasian dan
mencatat data atau hasil-hasil yang ada pada pelaksanaan magang
mahasiswa.
3. Praktek dan Aktivitas Langsung
Praktek dan aktivitas langsung adalah ikut serta dengan melakukan
praktek kerja secara langsung dalam setiap kegiatan di PT Perkebunan
Tambi.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Perusahaan


1. Sejarah Umum Perusahaan
Seperti halnya perkebunan teh lainnya, PT Perkebunan Tambi pada
mulanya (tahun 1865) merupakan perusahaan perkebunan milik
pemerintah Hindia Belanda yang disewakan kepada pengusaha-pengusaha
swasta Belanda antara lain D. Vander Ships (untuk Unit Perkebunan
Tanjungsari) dan W.D Jong (untuk Unit Perkebunan Tambi dan Bedakah).
Perkebunan tersebut pada tahun 1880 dibeli oleh Mr. MP. Van Den Berg,
A.W. Holle dan Ed Jacobson, yang kemudian bersama-sama mendirikan
Bagelen Thee en Kina Maatschappij di Wonosobo, yang dalam
pengurusan dan pengolahan perkebunan teh tersebut diserahkan kepada
Firma John Peet & Co yang berkedudukan di Jakarta.
Pada saat Jepang di Indonesia tahun 1942, kebun Bedakah, Tambi
dan Tanjungsari dikuasai oleh Jepang. Tanaman teh pada umumnya tidak
dirawat dan sebagian dibongkar untuk diganti tanaman lain seperti
palawija, ubi-ubian, dan jarak.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, kebun Bedakah,
Tambi dan Tanjungsari secara otomatis diambil alih oleh negara Republik
Indonesia dan berada di bawah Pusat Perkebunan Negara (PPN) yang
berpusat di Surakarta. Kantor perkebunan daerah Bedakah, Tambi dan
Tanjungsari dipusatkan di Magelang Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda pada
November 1949 maka perusahaan-perusahaan asing yang berada di
Indonesia yang sebelumnya sudah diakui sebagai milik negara harus
diserahkan kembali kepada pemilik semula. Sesuai hasil KMB maka
perkebunan Bedakah, Tambi dan Tanjungsari harus diserahkan kembali
oleh pemerintah Indonesia ke pemilik semula, yaitu Bagelen Thee Kina
Maatschappij. Setelah diadakan koordinasi antara ketiga pengelola kebun
tersebut, kemudian para eks pegawai PPN membentuk kantor bersama
yang dinamakan Perkebunan Gunung pada tanggal 21 Mei 1951.
Setelah beberapa tahun Perkebunan Gunung mengelola ketiga kebun
itu, Bagelen Thee Kina Maatschaapij tidak berniat untuk melanjutkan
usahanya dan merasa terlalu sulit untuk mengurus perkebunan yang
kondisinya sudah sangat memburuk (akibat revolusi fisik antara Indonesia
dengan Belanda). Oleh Bapak Imam Soepono, SH selaku Kepala Jawatan
Perkebunan Provinsi Jawa Tengah mengusahakan agar pihak Bagelen
Thee en Kina Maatschappij di serahkan ke Indonesia. Hal tersebut di
terima baik oleh Bagelen Thee en Kina Maatschappij. Selanjutnya di
dirikan PT oleh pegawai PPN yang diberi nama Perseroan Terbatas (PT)
NV exs PPN Sindoro Sumbing pada tanggal 17 Mei 1954. Perjanjian jual
beli antara NV Bagelen Thee en Kina Maatschappij dengan PT NV exs
PPN Sindoro Sumbing terjadi tanggal 26 November 1954, sehingga status
perkebunan Bedakah, Tambi dan Tanjungsari resmi dalam penguasaan PT
NV ex PPN Sindoro Sumbing.
Tahun 1957, tercapai kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah
(Pemda) Wonosobo dan PT NV exs PPN Sindoro Sumbing untuk
bersama-sama mengelola perkebunan tersebut, dengan bentuk perusahaan
baru yang modalnya 50% dari Pemda Wonosobo dan 50% dari PT NV exs
Sindoro Sumbing.
Guna merealisasi tujuan tersebut maka dibentuklah suatu perusahaan
baru dengan nama Perseroan Terbatas (PT) NV Perusahaan Perkebunan
Tambi, disingkat PT NV Tambi (saat ini PT Perkebunan Tambi) dengan
akte notaris Raden Sujadi di Magelang 13 Agustus 1957 No. 10 serta
mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman tanggal 18 April 1958, No.
JA 5/30/25 yang kemudian diterbitkan pada lembaran Berita Negara
tanggal 12 Agustus 1960 No. 65.
Perbedaan PT Tambi dengan perkebunan lain yaitu lahan atau kebun
milik PT Tambi tersebar dalam tiga wilayah yang berjauhan, maka untuk
menghemat biaya transportasi PT Tambi membangun 3 pengolahan teh,
yaitu Unit Perkebunan (UP) Bedakah, UP Tambi dan UP Tanjungsari.
Namun sejak tahun 1981 UP Tanjungsari tidak mengolah sendiri dan
pucuknya diolah di UP Bedakah dan UP Tambi.
Dengan pertimbangan untuk memudahkan kordinasi antara unit
perkebunan dan memudahkan hubungan kerja sama dengan para relasi
perusahaan, maka Kantor Direksi dibangun di pusat kota Wonosobo,
tepatnya di jalan Tumenggung Jogonegoro No. 39, dan tiap-tiap unit
perkebunan ditempatkan kantor perwakilan yang mempunyai hak otonomi
untuk mengurus rumah tangga unit perkebunan sendiri.
2. Identitas Perusahaan
Adapun Identitas Unit Perkebunan Tambi adalah :
a. Nama Perusahaan : PT Perkebunan Tambi
b. Status Perusahaan : Perseroan Terbatas
c. Alamat Perusahaan
 Pusat : Jl. T. Jogonegoro No. 39 Wonosobo 56314
 No Telp. : (0286)321077, 321088
 Fax. : (0286)321203, 321092
 Email : tambi@indosat.net.id
d. Lokasi Unit Perkebunan
 Desa : Tambi
 Kecamatan : Kejajar
 Kabupaten : Wonosobo
3. Lokasi Perusahaan dan Kondisi Wilayah
Unit Perkebunan Tambi terletak kurang lebih 16 km dari kota
Wonosobo ke arah utara dan di lereng gunung Sindoro bagian barat,
tepatnya di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa
Tengah. Batas-batas perkebunan Tambi adalah :
Sebelah utara : Desa Tambi, Desa Kejajar, dan Hutan Perhutani
Sebelah timur : Desa Sikatok, Desa Canggal, dan Hutan Perhutani
Sebelah selatan : Desa Jengkol, Desa Tlogo, dan Hutan Perhutani
Sebelah barat : Desa Maron dan Hutan Perhutani
Unit Perkebunan Tambi terbagi menjadi empat blok yang letaknya
saling terpisah, yaitu:
a. Blok Taman, terletak di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo
b. Blok Pemandangan, terletak di Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo
c. Blok Panama, terletak di Desa Tlogo, Kecamatan Garung, Kabupaten
Wonosobo
d. Blok Tanah Hijau, terletak di Desa Jengkol, Kecamatan Garung,
Kabupaten Wonosobo
Topografi dan Iklim
Topografi tanah di UP Tambi adalah berombak sampai berbukit dengan
ketinggian tempat antara 1200-2100 meter dpl.
4. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi Perusahaan
Mewujudkan perusahaan perkebunan teh yang berproduktivitas tinggi,
ramah lingkungan, kualitas sesuai dengan selera konsumen, kokoh dan
lestari.
b. Misi Perusahaan
Mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka pendapatan pajak dan
devisa bagi negara, pelestarian alam dan penyerapan tenaga kerja.

B. Manajemen Perusahaan
1. Struktur dan Sistem Organisasi
Suatu organisasi dapat berjalan dengan baik apabila ada bentuk
pengaturan wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi yang
dituangkan dalam bagan yang di dalamnya menggambarkan jabatan dan
wewenang seorang karyawan dengan karyawan lainnya dalam keseluruhan
organisasi perusahaan. Unit Perkebunan Tambi merupakan salah satu unit
produksi dari PT Perkebunan Tambi yang mengelola perkebunan dan
pengolahan komoditas teh. Dalam pelaksanaan kerja di UP Tambi dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu:
a. Bagian kebun, yang tugasnya adalah mengusahakan produksi pucuk
sebagai bahan baku teh seoptimal mungkin dengan segala aspek
pekerjaan pendukungnya.
b. Bagian pabrik, yang tugasnya mengelola hasil dari bagian kebun
menjadi teh siap jual sesuai dengan petunjuk dari Direksi atau
pemasaran.
c. Bagian kantor, tugasnya adalah malaksanakan pekerjaan administrasi
dan masalah perkantoran lainnya sebagai bagian dari kegiatan suatu
usaha.
Struktur organisasi di UP Tambi dapat dilihat pada Lampiran.
Berdasarkan struktur organisasi tersebut dapat dilihat bahwa UP Tambi
dipimpin oleh seorang pemimpin UP, dengan urutan sebagai berikut:
a. Direktur Utama
b. Direktur
c. Kepala Departemen
d. Pemimpin Unit Perkebunan
1) Kepala Bagian Kebun
2) Kepala Bagian Pabrik
3) Kepala Bagian Kantor
2. Tanggung Jawab dan Wewenang
PT Perkebunan Tambi dipimpin oleh seorang Direktur Utama
sedangkan Unit Perkebunan Tambi dipimpin oleh Pemimpin Unit
Perkebunan. Dalam menjalankan tugasnya Pemimpin Unit Perkebunan
dibantu oleh Kepala Bagian Kebun, Kepala Bagian Pabrik dan Kepala
Bagian Kantor. Masing-masing memiliki tugas dan wewenang yang harus
dijalankan sebaik-baiknya. Penjabaran tugas dan wewenang dari masing-
masing anggota pada struktur organisasi PT Perkebunan Tambi sebagai
berikut :
a. Pemimpin Unit Perkebunan
Pemimpin Unit Perkebunan merupakan kepala perkebunan
yang bertanggung jawab secara langsung kepada Direksi PT
Perkebunan Tambi, serta membawahi Kepala Bagian Kebun, Pabrik
dan Kantor. Tugas Pimpinan Unit Perkebunana yaitu memimpin,
merencanakan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas
sebagai Pemimpin Unit Perkebunan termasuk dalam kegiatan
pengelolaan kebun, pabrik, kantor dan kegiatan perusahaan lainnya
serta kegiatan lain yang berkaitan dengan jabatannya sebagai
Pemimpin Unit Perkebunan dalam rangka mendukung usaha
perusahaan dalam mencapai tujuan efektif dan efisiensi.
b. Kepala Bagian Kebun
Kepala Bagian Kebun bertanggung jawab langsung kepada
Pemimpin Unit Perkebunan, serta membawahi Asisten Kepala Bagian
Kebun. Tugas Kepala Bagian Kebun yaitu memimpin, merencanakan,
mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas
bagian kebun Unit Perkebunan termasuk dalam kegiatan pengelolaan
kebun, lahan, dan kegiatan kebun lainnya, dalam rangka mendukung
usaha perusahaan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kepala bagian kebun ini membawahi beberapa Kepala Blok dan
bagian Administrasi Kebun.
1) Kepala Blok bertugas menangani satu blok kebun dan membawahi
Bagian Petik dan Bagian Pemeliharaan dalam blok tersebut.
Bagian Petik adalah bagian yang bertanggungjawab dalam urusan
pemetikan dan Bagian Pemeliharaan bertanggungjawab dalam
urusan pemeliharaan tanaman dan kebun.
2) Administrasi Kebun bertugas menangani masalah administrasi
yang berhubungan dengan kebun dan produksi pucuk basah.
c. Kepala Bagian Pabrik
Kepala Bagian Pabrik bertanggung jawab langsung kepada
Pemimpin Unit Perkebunan, serta membawahi Kepala Urusan
Pengolahan, Kepala Seksi Teknik Pabrik dan Pelaksana Administrasi
Pabrik. Tugas Kepala Bagian Pabrik yaitu memimpin, merencanakan,
mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas
bagian pabrik Unit Pengolahan termasuk dalam kegiatan pengolahan
hasil kebun dan kegiatan pabrik lainnya, dalam rangka mendukung
usaha perusahaan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kepala bagian pabrik membawahi Kepala Urusan Pengolahan, Kepala
Seksi Teknik dan Pelaksana Administrasi Pabrik.
a) Kepala Urusan Pengolahan bertugas mengatur dan menangani
proses pengolahan teh dan dibantu beberapa pembimbing tahapan
proses pengolahan, yaitu :
1) Pembimbing Pelayuan yang menangani proses pelayuan dan
mengatur serta mengawasi karyawan pelaksananya.
2) Pembimbing Penggilingan yang menangani proses
penggilingan dan fermentasi dan mengatur serta mengawasi
karyawan pelaksananya.
3) Pembimbing Pengeringan yang menangani proses pengeringan
dan mengatur serta mengawasi karyawan pelaksananya.
4) Pembimbing Sortasi yang menangani proses sortasi dan
mengatur serta mengawasi karyawan pelaksananya.
5) Pembimbing Gudang yang menangani proses pengepakan dan
pengemasan dan mengatur serta mengawasi karyawan
pelaksananya. Pembimbing Gudang juga menangani masalah
pengangkutan / transportasi pemasaran teh.
6) Pembimbing Sanitasi yang menangani masalah sanitasi dalam
proses pengolahan.
b) Kepala Seksi Teknik bertugas menangani masalah teknis listrik,
mesin dan bangunan yang dibantu oleh Bagian Teknik Listrik dan
Mesin serta Bagian Teknik Bangunan.
Bagian Teknik Listrik dan Mesin menangani masalah teknik listrik
dan mesin, perawatan dan perbaikan mesin.
Bagian Teknik Bangunan menangani masalah bangunan dan
sanitasi bangunan.
c) Pelaksanan Administrasi Pabrik bertugas melaksanakan
administrasi yang berhubungan dengan proses produksi teh kering.
d. Kepala Bagian Kantor
Kepala Bagian kantor bertanggung jawab langsung kepada
Pemimpin Unit Perkebunan. Serta membawahi Kepala Seksi
Bendahara, Kepala Seksi Pembukuan dan Arsip, dan Kepala Seksi
Keamanan. Tugas Kepala Bagian Kantor yaitu memimpin,
merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan dan mengawasi
pelaksanaan tugas kegiatan Kantor Unit Perkebunan termasuk dalam
kegiatan pengelolaan keuangan Unit Perkebunan, pembukuan,
pengarsipan, sumber daya manusia dan masalah umum di Unit
Perkebunan dan kegiatan kantor lainnya, dalam rangka mendukung
usaha perusahaan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
3. Ketenagakerjaan
a. Pembagian Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang ada di UP Tambi di bagi menjadi tiga golongan
yaitu karyawan I, karyawan II yang terdiri dari golongan II A, II B, II
C, II D, II E dan karyawan borong (lepas). Pembagian tenaga kerja di
UP Tambi dapat di lihat pada Tabel 4.1- Tabel 4.3
Tabel 4.1 Pembagian Tenaga Kerja di UP Tambi
Karyawan
No Status L P Jumlah
1Karyawan I 6 3 9
2Karyawan IIE 3 0 3
3Karyawan IID 11 1 12
4Karyawan IIC 12 1 13
5Karyawan IIB 26 0 26
6Karyawan IIA 43 7 50
Jumlah Karyawan 95 9 104
Sumber : Data Administrasi Kantor UP Tambi
Dari data Tabel 4.1 Pembagian Tenaga Kerja di UP Tambi untuk
perekrutan masing-masing karyawan di bedakan menurut cara
pengangkatannya. Karyawan I terdapat dua cara pengangkatan yaitu :
a. Mengangkat dari karyawan II sesuai dengan job kompetensinya
dengan syarat membuat paper atau karya tulis, umur maksimal 40
tahun.
b. Perekrutan dari luar dengan syarat minimal lulusan D3 untuk
menduduki minimal kepala seksi, asisten kepala bagian dan kepala
bagian, umur maksimal umur 35 tahun.
Karyawan II terdapat dua cara pengangkatan yaitu :
a. Dari karyawan borong menjadi karyawan II dengan syarat umur
maksimal 40 tahun
b. Perekrutan dari luar dengan syarat pendidikan minimal SLTA
untuk menduduki jabatan pengawas pabrik, pekerja kantor dan
pekerja pabrik maksimal umur 35 tahun.
Tabel 4.2 Rincian Karyawan Lepas
Karyawan Lepas
No Bagian L P Jumlah
1 Petik 8 161 169
2 Pemeliharaan 53 2 55
Sumber : Data Administrasi Kantor UP Tambi
Dari data Tabel 4.2 untuk perekrutan karyawan borong (lepas) yaitu :
Jika ada karyawan borong (lepas) yang keluar atau diangkat menjadi
karyawan II, maka dilakukan penerimaan karyawan borong (lepas)
dengan cara : a). Seleksi dari calon karyawan yang mengajukan
lamaran. b). Dilatih di lapangan dengan melihat ketrampilan dan
kedisiplinannya. c). Jika sudah memenuhi syarat diajukan ke
perusahaan untuk melakukan tes kesehatan.
Tabel 4.3 Jumlah Karyawan Bagian Pengolahan
No Bagian Tenaga kerja
1 Pelayuan 16
2 Pengilingan 9
3 Pengeringan 5
4 Sortasi 9
5 Pengepakan 6
6 Teknik 5
7 BBK/Pekayuan 6
8 Kantor 4
9 Sanitasi + OB 6
Jumlah 67
Sumber : Data Administrasi Kantor UP Tambi
b. Pembagian Jam Kerja
Pembagian kerja di UP Tambi secara umum sebagai berikut:
 Pukul 07.00-12.00 WIB
 Pukul 12.00-13.00 WIB (istirahat)
 Pukul 13.00-15.00 WIB
Pembagian kerja karyawan bagian pengolahan untuk proses pelayuan
dan penggilingan sebagai berikut :
 Pelayuan
 Shift 1 pukul 05.00 – 13.00 WIB
 Shift 2 pukul 09.00 – 17.00 WIB
 Shift 3 pukul 14.00 – 22.00 WIB
 Shift 4 pukul 22.00 – 05.00 WIB ( istirahat 1 jam )
 Penggilingan
Pukul 05.00 – 13.00 WIB ( istirahat 1 jam )

4. Kesejahteraan Karyawan
a. Fasilitas Kesejahteraan Karyawan
PT Perkebunan Tambi menyediakan fasilitas yang dapat
digunakan oleh semua karyawan untuk memenuhi hak semua
karyawan. Beberapa fasilitas di sediakan bagi para karyawan serta
kesejahteraan keluarga karyawan. Fasilitas tersebut antara lain:
 Kesejahteraan karyawan seperti Jamsostek, koperasi karyawan,
santunan pendidikan dan punakarya.
 Pelayanan kesehatan untuk karyawan, keluarga, dan punakarya
seperti pengobatan BPK, pelayanan KB, Posyandu, Pemeriksaan
kesehatan calon karyawan, pemeriksaan kesehatan berkala untuk
karyawan pabrik dan petugas pestisida.
 Sarana olahraga, kesenian, dan tempat ibadah.
 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesejahteraan Karyawan
(P2K3)
 Sarana perumahan bagi para karyawan.
 Rekreasi.
 Tunjangan-tunjangan meliputi : Tunjangan Hari Raya, cuti
tahunan, pakaian kerja, meninggal dunia.
 Pemberian dana pensiun.
 Pemberian natura berupa teh setiap bulannya.

C. Penyediaan Bahan Baku


1. Sumber Bahan Baku
Bahan baku merupakan elemen terpenting dalam proses produksi
yang nantinya diolah dari bentuk mentah menjadi produk jadi. Bahan baku
dalam industri pengolahan teh hitam UP Tambi adalah pucuk daun teh
segar yang diperoleh dari UP Tambi (Blok Taman (Gambar 4.1), Blok
Pemandangan, Blok Tanah Hijau dan Blok Panama) serta UP Tanjung sari
(Blok Kutilang, Blok Murai, Blok Gelatik).
Gambar 4.1 Blok Taman
Sebagai bahan pertimbangan keberlangsungan jalannya industri,
maka penyediaan bahan baku sangat penting untuk diperhatikan. Teh
yang bermutu tinggi biasanya didapat dari pengolahan daun teh muda.
Faktor utama yang dituntut dalam mutu pucuk teh adalah senyawa
polifenol teh (golongan catechin) dan enzim polifenol oksidase yang
harus tetap terjaga, baik jumlah maupun mutunya.
Untuk jenis-jenis tanaman teh masing-masing blok bisa berbeda,
misalnya saja pada blok Panama jenis tanaman teh yang di tanam antara
lain : CIN 143, TRI 2025, TRI 2024, Gambung. Jenis tanaman teh pada
blok Pemandangan antara lain : TRI 2024, TRI 2025, dan Gambung.
2. Spesifikasi Bahan Baku
Kualitas bahan baku (pucuk teh) sangat berpengaruh terhadap
hasil akhir dari teh kering. Semakin baik kualitas bahan baku maka
samakin baik juga kualitas teh kering yang dihasilkan. Hal yang perlu
diperhatikan untuk memperoleh bahan baku yang baik adalah pemetikan.
Pemetikan adalah pengambilan hasil pucuk tanaman teh di atas bidang
petik yang memenuhi syarat untuk diolah secara berkesinambungan
menjadi menjadi produk teh kering. Ketentuan pucuk yang dipetik harus
disesuaikan dengan pucuk standar yang akan diolah. Pemetikan yang
dilakukan secara teratur dapat membuat tanaman teh tidak rusak dan
apabila pemetikan dilakukan secara kurang teratur maka dapat
mengakibatkan tanaman cepat tinggi, bidang petik tidak rata dan jumlah
daun muda yang dipetik juga sedikit. Ketentuan pucuk yang dipetik
harus disesuaikan dengan pucuk standar yang akan diolah.
a. Berdasarkan jenisnya, pemetikan dapat dibedakan menjadi :
1) Pemetikan jendangan
Pemetikan jendangan adalah pemetikan yang dilakukan
pada awal setelah tanaman dipangkas. Pemetikan ini bertujuan
untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata agar tanaman
mempunyai potensi produksi daun yang tinggi. Biasanya
pemetikan jendangan dilakukan 6-10 kali petikan.
2) Pemetikan produksi
Pemetikan produksi dilakukan setelah pemetikan
jendangan selesai dilakukan, dan terus berlangsung secara rutin
sehingga tiba giliran pemangkasan produksi berikutnya dengan
siklus 8-12 hari.
3) Pemetikan gendesan
Pemetikan gendesan adalah pemetikan produksi yang
dilakukan menjelang tanaman dipangkas, yaitu memetik semua
pucuk yang memenuhi syarat untuk diolah tanpa
memeperhatikan daun yang ditinggalkan.
b. Jenis petikan
Jenis petikan adalah macam pucuk yang dihasilkan dari
pelaksanaan pemetikan. Jenis petikan dapat dibedakan menjadi 3
kategori yaitu :
1) Petikan halus apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk
peko (P) dengan satu daun, atau pucuk burung (B) dengan satu
daun muda (M), biasanya ditulis dengan rumus P+1 atau B+1M.
2) Petikan medium apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk
peko dengan dua daun, tiga daun, serta pucuk burung dengan
satu, dua, atau tiga daun muda, ditulis dengan rumus P+2, P+3,
B+1M, B+2M, B+ 3M.
3) Petikan kasar apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk
peko dengan empat daun atau lebih, dan pucuk burung dengan
beberapa daun tua, ditulis dengan rumus [P+4 atau lebih, B+(1-4
T)].

Gambar Jenis-jenis pucuk di tunjukkan pada Gambar 4.2

P+1 P + 3M

P + 2M B + 1M

B+2 B+3
Gambar 4.2 Jenis-jenis Pucuk Teh
Jenis petikan yang dikehendaki di UP Tambi ialah petikan
medium dengan komposisi 70%. Kegiatan pemetikan di UP Tambi biasa
dilakukan dari pukul 05.30-09.30 WIB dan penimbangan pada pukul
10.00 WIB sampai selesai, dimana pucuk masih dalam keadaan segar.
Pemetikan dilakukan oleh tenaga pemetik dengan alat (gunting) dapat di
lihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Pemetikan Pucuk Daun


Setelah daun dipetik, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang.
Selanjutnya setelah keranjang penuh, dimasukkan ke dalam waring yang
berkapasitas kurang lebih 25 kg untuk selanjutnya ditimbang. Dalam
satu blok terdapat beberapa tenaga pemetik dan dua pembimbing
(mandor) yaitu mandor petik dan mandor pemelihara. Tiap mandor petik
idealnya membantu dalam mengawasi pemetik yaitu antara 20-25 orang.
c. Daur petik
Daur petik adalah jangka waktu antara suatu pemetikan dengan
pemetikan berikutnya, dihitung dalam hari. Panjang pendeknya giliran
petik tergantung pada kecepatan pertumbuhan pucuk. Kecepatan
pertumbuhan pucuk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a) Umur pangkas: semakin tua umur pangkas semakin lambat
pertumbuhannya, sehingga semakin panjang daur petik.
b) Iklim : Pada musim kemarau pertumbuhan tunas makin lambat
sehingga daur petik lebih panjang daripada musim penghujan.
c) Elevasi atau ketinggian tempat : makin tinggi letak kebun dari
permukaan laut, makin lambat pertumbuhan, sehingga makin
panjang daur petik.
d) Kesehatan tanaman : makin sehat tanaman, makin cepat
pertumbuhan pucuk, makin pendek daur petik bila dibandingkan
dengan tanaman yang kurang sehat.
Giliran pemetikan pada blok yang ketinggiannya 1200-1700 m
yaitu 8-10 hari yaitu seperti yang di lakukan di blok Tanah Hijau dan
blok Panama. Untuk blok yang ketinggiannya 1700-2100 m seperti blok
Taman, blok Pemandangan giliran pemetikannya selama 10-12 hari.
Untuk mengetahui pelaksanaan pemetikan pada waktu tertentu,
baik cara maupun hasilnya apakah sudah sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki, maka perlu melakukan pemeriksaan pucuk yang
dihasilkan pada waktu tersebut. Pemeriksaan pucuk sering disebut
dangan analisis hasil petik. Analisis hasil petikan terdiri dari dua
macam yaitu : analisis petik dan analisis pucuk. Analisis petik ditujukan
untuk mengetahui sistem pemetikan yang dilakukan, sedangkan analisis
pucuk untuk mengetahui mutu pucuk yang dihasilkan apakah sudah
sesuai dengan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk tujuan pengolahan.
Prosedur analisis pucuk yaitu mengambil sampel pucuk masing-masing
sebanyak 1 genggam dari 30 pemetik dalam 1 mandor dan campur
merata, kemudian di ambil sebanyak 1 kg. Dari sampel tersebut di
ambil 200 gram untuk dipisah-pisahkan sesuai jenis pucuk dan sesuai
rumus petik setelah itu di hitung presentase beratnya masing-masing
kelompok pucuk.
3. Penanganan Bahan Baku
Dalam proses produksi pengolahan teh, kualitas hasil akhir sangat
ditentukan oleh kualitas dari bahan baku maupun proses pengolahannya.
Pucuk teh merupakan bahan baku dalam pengolahan teh, baik teh hitam,
teh hijau maupun teh olong. Sebagai bahan baku, pucuk teh harus dalam
keadaan baik agar produk teh yang dihasilkan bermutu tinggi. Oleh karena
itu pucuk teh harus dijaga dari kerusakan sejak dari pemetikan di kebun
sampai ke lokasi pabrik.
Seluruh kegiatan pengelolaan/pemeliharaan tanaman ditujukan
untuk membentuk zat penentu kualitas (catechin dan enzim) yang tinggi
dalam pucuk. Senyawa ini mempunyai peranan yang sangat besar terhadap
penentuan rasa, warna, dan aroma pada teh jadi. Perawatan pucuk mulai
dari pemetikan sampai ke pabrik bertujuan untuk menjaga agar kondisi
pucuk tetap utuh/tidak rusak. Kerusakan pucuk seperti terlipat, terobrek
atau terperam akan menyebabkan terjadinya perubahan kimia kandungan
zat penentu kualitas dalam pucuk teh sebelum waktunya. Keadaan yang
demikian sangat menurunkan mutu teh yang akan dihasilkan. Kandungan
zat penentu kualitas teh (catechin) terdapat dalam bagian-bagian pucuk
teh, makin muda bagian pucuk teh maka makin tinggi kadar catechinnya.
Dengan kata lain makin halus pucuk berarti makin banyak bagian yang
muda dan makin tinggi potensi kualitas pucuk tersebut, sebaliknya makin
kasar pucuk maka makin rendah potensi kualitasnya.
a. Perawatan pucuk
Kondisi pucuk mulai dari dipetik sampai ke pabrik harus dalam
keadaan utuh agar potensi kualitasnya tetap tinggi. Oleh karena itu
setiap kagiatan penanganan pucuk perlu memperhatikan perawatan
pucuknya. Tahapan penanganan dan perawatan pucuk adalah sebagai
berikut : pemetikan, pengumpulan dan penyimpanan pucuk,
pengangkutan. Perawatan pucuk dalam pemetikan adalah sebagai
barikut antara lain :
1) Pemetikan pucuk dilakukan dengan cara ditaruk (dipetik, dan
menggunakan alat (gunting).
2) Alat penampung pucuk berupa keranjang.
3) Pucuk dalam keranjang tidak terlalu dipadatkan, karena ukuran
keranjang hanya mampu menampung 10 kg pucuk.
b. Perawatan Pucuk dalam Pengumpulan dan Penyimpanan :
1) Pengisian pucuk dalam waring tidak lebih dari 25 kg.
2) Waring penyimpanan diletakkan di dalam los (brak) pucuk atau
tempat yan teduh.
3) Pucuk tidak boleh tersiram air.
4) Pada waktu mengangkut pucuk (dalam waring) dari kebun ke los
(brak) diangkat dan diturunkan dengan hati-hati serta tidak
dibanting.
c. Perawatan Pucuk Dalam Pengakutan / Truk :
1) Alat pengangkutan menggunakan truk yang diberi tutup, agar
pucuk terhindar dari sinar matahari langsung dan terhindar dari
hujan.
2) Maksimal penumpukan 5 waring.
3) Memuat dan membongkar pucuk dari truk harus dilakukan dengan
hati-hati serta jangan sampai dibanting atau pucuk berceceran.
4) Dalam truk pucuk tidak boleh ada karyawan yang menumpang di
atas pucuk karena dapat menyebabkan kerusakan pada pucuk
d. Penimbangan Pucuk Segar
Penimbangan pucuk segar dilakukan di kebun dan di pabrik.
Penimbangan di kebun bertujuan untuk mengetahui berat pucuk segar
dengan memperhatikan jumlah pucuk halus, kasar dan rusak. Pucuk
segar yang telah dipetik dari setiap blok kemudian di angkut ke pabrik
untuk pengolahan dengan menggunakan kendaraan (truk).
Penimbangan segera di lakukan setelah pucuk tiba di pabrik. Tujuan
dari penimbangan di pabrik antara lain : Untuk mencocokkan hasil
timbangan antara di kebun dengan di pabrik, sebagai dasar pengolahan
di pabrik, menentukan produksi yang diperoleh serta untuk mengetahui
Persentase layu (PL), Derajat Layu (DL), dan Randemen (Rd). Adapun
rumus yang digunakan adalah :

Persentase Layu (PL) Hasillayu


x100%
Hasilbasa
:
h
Hasil ker ing
Derajat Layu (DL) Hasillayu
x100%
:
Hasil ker ing
Randemen (Rd) Hasilbasah
x100%
:
Selisih hasil penimbangan yang normal antara kebun dan
pabrik adalah 2%. Pada saat penimbangan harus diperhatikan jumlah
tumpukan waring tidak boleh lebih dari 5 dan beratnya tidak boleh dari
150 kg dalam satu kali penimbangan, karena jika teralu banyak
tumpukan, pucuk akan lebih banyak mengalami kerusakan akibat
terlalu banyak mendapat tekanan.

D. Proses Pengolahan Teh Hitam


Proses pengolahan teh hitam orthodox secara umum meliputi pelayuan,
penggilingan, sortasi basah, oksidasi enzimatis, pengeringan, sortasi kering
dan pengemasan. Tahap-tahap proses pengolahan teh hitam di UP Tambi
dapat di lihat pada Gambar 4.4.

Daun Segar

Pelayuan

Penggilingan dan Sortasi bubuk basah

Oksidasi enzimatis (fermentasi)

Pengeringan

Sortasi kering

Penyimpanan & Pengemasan

Teh Hitam

Gambar 4.4 Diagram Proses Pengolahan Teh Hitam


1. Pelayuan
Pelayuan merupakan tahap pertama dalam pengolahan teh hitam.
Tahap pelayuan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daun hingga
mencapai kadar air yang diinginkan yaitu sekitar 46-50%, sehingga
memudahkan pada proses peggilingan. Suhu yang digunakan pada proses
0
pelayuan antara 23-27 C dan waktu yang diperlukan untuk proses
pelayuan kurang lebih 15-18 jam. Pelayuan dalam proses pengolahan teh
hitam di UP Tambi menggunakan bak pelayuan (Withering Trough) yang
di tempatkan pada ruang pelayuan dapat di lihat pada Gambar 4.5

Gambar 4.5 Ruang Pelayuan


Tahap-tahap yang dilakukan pada proses pelayuan adalah
:
a. Penimbangan pucuk
Pucuk segar yang diterima dari kebun terlebih dahulu
ditimbang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui selisih penimbangan
pucuk segar saat di kebun dan di pabrik, dan juga untuk mengetahui isi
dari masing-masing Whitering Through (WT). Pada saat penimbangan
terjadi perbedaan antara berat pucuk segar saat di kebun dengan
setelah penimbangan di pabrik. Hal ini disebabkan : terjadi penguapan
pucuk daun teh, serta tercecernya pucuk daun teh pada saat di kebun,
saat pengangkutan dan saat penimbangan di pabrik. Setelah pucuk
segar ditimbang kemudian dihamparkan ke dalam Whitering Through
(WT) dengan menggunakan troli sebagai alat angkutnya.
b. Pengiraban / pembeberan pucuk daun
Pembeberan pucuk dalam Withering Trough (WT) segera
dilakukan setelah penimbangan pucuk di pabrik agar panas dan air
yang terdapat pada permukaan pucuk hilang sehingga kerusakan pucuk
akibat terperam dapat dihindari dan untuk memecah gumpalan daun
teh. Jumlah WT di UP Tambi sebanyak 17 unit dengan panjang
masing-masing WT adalah 24 meter, dan lebarnya 1,8 meter.
Kapasitas tiap WT ± 1300-1500 kg. Pembeberan dilakukan dengan
mengurai pucuk yang menggumpal dan disebar secara merata oleh dua
orang yang saling berhadapan dan dimulai dari ujung WT ke arah
sumber aliran udara. Proses pengiraban pucuk dapat di lihat pada
Gambar 4.6

Gambar 4.6 Pengiraban pucuk


Hamparan pucuk diusahakan harus rata (tinggi permukaan
sama) agar hasil layu merata. Pucuk diurai sampai WT penuh dengan
ketebalan kurang lebih 30 cm. Selesai pengiraban, udara segar
dialirkan untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk. Hasil
pembeberan harus rata agar udara pelayuan mengalir ke setiap bagian
permukaan pucuk. Tujuan dari pembeberan antara lain:
1) Memecahkan gumpalan pucuk akibat genggaman pemetik atau
tumpukan diangkutan.
2) Memudahkan udara menembus sela-sela daun.
c. Sortir
Setelah selesai dilakukan pembeberan, perlu dilakukan sortir
daun, tangkai kasar (cakar dan daun tua), gulma, ranting-ranting,
rumput, daun tua dan material bukan teh. Sortir daun di lakukan
dengan cara manual.
d. Analisis Pucuk
Analisis pucuk adalah pemisahan pucuk yang berdasarkan pada
bagian muda dan tua dinyatakan dalam persen. Disamping itu
pemisahan pucuk juga didasarkan pada kerusakan dan dinyatakan
dalam persen. Kegunaan analisis pucuk adalah :
a. Menilai kondisi pucuk yang akan diolah
b. Menentukan harga pucuk.
c. Memperkirakan persentase mutu teh jadi yang akan dihasilkan.
Prosedur analisis pucuk :
Sampel diambil dari 10 tempat berbeda secara acak, kemudian
dari sampel yang telah diambil, ditimbang 200 gr untuk sekali analisis.
Dari 200 gr sampel tersebut dipisahkan antara pucuk yang memenuhi
syarat olah dengan yang tidak memenuhi syarat olah berdasarkan
kondisi fisik pucuk. Pucuk yang memenuhi syarat olah adalah pucuk
dengan ketentuan pucuk medium atau halus yaitu : P+1, P+2M, P+2,
P+3M, P+3, B+1M, B+2M, dan B+3M. Sedangkan pucuk yang tidak
memenuhi syarat (kasar) adalah : B + 1, B + 2, lembaran dan tangkai.
Setelah dipisahkan ditimbang masing-masing bagian memenuhi
syarat olah dan yang tidak memenuhi syarat. Kemudian dihitung
presentase beratnya masing-masing. Apabila presentase bagian yang
memenuhi syarat olah lebih dari 50%, ini artinya lebih banyak pucuk
yang halus daripada pucuk yang kasar, dan pada hasil produksinya
akan menghasilkan teh dengan mutu I yang lebih banyak. Apabila
analisis dinyatakan lebih dari 50%, pemetik akan mendapat insentif
atau premi (upah tambahan).
e. Pemakaian udara dingin dan udara panas.
Setelah selesai dilakukan pengiraban, pucuk yang telah
dibeberkan harus diberi aliran udara (Gambar 4.7). Aliran udara yang
diberikan adalah udara segar dan udara panas. Pemberian udara segar
dilakukan segera setelah pucuk selesai digirab. Tujuan dari pemberian
udara segar adalah :
a. Menghilangkan aroma yang tidak dikehendaki
b. Menguapkan air (embun) yang ada di permukaan daun.
c. Menormalkan suhu pucuk (+ 26oC).

Gambar 4.7 Pemberian Udara Segar dan Udara Panas


Pemakaian udara segar dilakukan minimal selama 1 jam.
Setelah itu dilakukan pemberian udara panas dengan tujuan untuk
mengurangi kandungan air pada pucuk daun. Pemberian aliran udara
harus memperhatikan suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban
pada saat pelayuan harus selalu dipantau. Suhu yang baik digunakan
untuk proses pelayuan adalah 27oC.
Fungsi dari pemberian udara panas selain untuk mengurangi
kelembaban adalah juga untuk menguapkan air yang ada di dalam
pucuk. Bila kelembaban tinggi, proses pelayuan akan terlalu lama jika
hanya menggunakan aliran udara segar. Dengan pemberian aliran
udara panas diharapkan kelembaban tidak terlalu tinggi dan proses
pelayuan tidak terlalu lama karena air yang ada dalam pucuk teh
menguap. Dalam pemberian udara panas harus diperhatikan
penggunaan suhu, tidak boleh lebih dari 28oC. Temperatur diatas 28 0

C akan mengakibatkan aktifitas enzim di dalam pucuk lama


kelamaan
terhambat sehingga akan mengganggu proses oksidasi enzimatis pada
saat mulai dilakukan penggilingan.
Bila RH menunjukkan < 76% maka tidak diperlukan pemberian
aliran udara panas, dengan aliran udara segar saja sudah cukup untuk
proses pelayuan. Udara untuk proses pelayuan dialirkan dari fan, yaitu
sebuah mesin dengan mekanisme kerja seperti kipas angin. Dalam fan
terdapat klep pengatur aliran udara yang digunakan untuk mengatur
aliran udara yang akan dipakai untuk proses pelayuan. Bila diperlukan
udara panas, maka klep pengatur aliran udara panas dibuka dan udara
panas yang berasal dari heater akan mengalir ke WT. Dalam fan juga
terdapat klep pengatur aliran udara untuk menghembuskan atau
menghisap udara. Bila dalam proses pelayuan, pucuk sudah
menujukkan akan layu kering, maka aliran udara harus segera dihisap.
f. Tahap Pembalikan
Tahap pembalikan berbeda dengan tahap pengiraban, tahap pengiraban
di lakukan sebelum pucuk daun teh di beri aliran udara, sedangkan
tahap pembalikan di lakukan setelah pucuk daun teh selesai di girab
dan di beri aliran udara panas. Setelah dialiri udara panas selama 4-5
jam kemudian dilakukan pembalikan. Pembalikan dilakukan 3 kali
secara kondisional ( melihat kondisi pucuk ). Selang waktu pembalikan
ke-1, 2, dan 3 adalah 3-4 jam. Tujuan dari pembalikan adalah
meratakan tingkat layu dari lapisan bawah dan lapisan atas sehingga
tingkat kelayuan merata.
a. Pembalikan I
Pembalikan pertama dilakukan setelah pembeberan, yaitu
apabila pucuk lapisan bawah sudah agak layu. Pelaksanaan
pembalikan dimulai dari ujung WT ke arah sumber aliran udara.
Pembalikan dilakukan oleh 2 orang yang saling berhadapan.
Hamparan daun teh harus rata agar udara dapat mengalir rata ke
semua sela-sela pucuk.
b. Pembalikan II
Pembalikan II dilakukan setelah pembalikan I, tujuannya
meratakan hasil pucuk layu. Pembalikan II dilakukan dengan cara
mencampur bagian atas dan bawah dengan dibeberkan. Setelah
pembalikan II, udara panas dihentikan dan diganti dengan udara
segar.

c. Pembalikan III
Pembalikan III dilakukan jika hasil layu setelah pembalikan II
belum layu secara merata.

g. Pembongkaran/ Turun Layu


Hasil layu yang baik untuk dimasukkan ke penggilingan adalah
hasil layu medium. Ciri-ciri layu medium antara lain warna daun
kehijau-hijauan, tangkai daun lentur, tidak kering, bila digenggam
tidak cepat membuyar, dan aromanya khas seperti buah masak.
Pembongkaran pucuk dimulai dari tingkat kelayuan pucuk, dan waktu
pembongkaran dengan waktu pemasukan ke OTR tidak boleh terlalu
lama. Apabila waktu pembongkaran terlalu lama pucuk akan panas,
dan warna pucuk akan berubah serta rusak. Pucuk yang turun layu
harus memperhitungkan kapasitas mesin giling atau OTR yaitu 350 kg
tiap mesin untuk sekali penggilingan.

2. Penggilingan
Proses penggilingan terdiri dari penggulungan, penggilingan dan
sortasi basah.
a. Proses penggulungan
Setelah proses pelayuan selesai kemudian dilakukan proses
selanjutnya yaitu penggulungan, penggilingan dan sortasi basah.
Penggulungan dan sortasi basah merupakan tahap pengolahan untuk
menyiapkan terbentuknya mutu, baik secara kimia maupun fisik.
Secara kimia akan terjadi reaksi antara senyawa polifenol dengan
enzim polifenol oksidase dibantu dengan adanya oksigen yang biasa
disebut fermentasi. Penggulungan akan mengakibatkan daun menjadi
memar dan dinding sel rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan
dengan merata dan pada saat itu sudah terjadi reaksi oksidasi enzimatis
(fermentasi). Daun yang sudah digulung akan memudahkan proses
penggilingan. Alat yang digunakan untuk menggulung adalah OTR
(Open Top Roller) 47 inchi dengan kapasitas 350 kg/OTR. Lama
penggilingan di OTR sekitar 40-45 menit. Adapun tujuan dari
penggulungan adalah :
 Untuk membentuk daun agar mengelinting/menggulung.
 Untuk memecahkan dinding sel cairan agar keluar di permukaan
daun dengan merata.
b. Penggilingan
Penggilingan pada pengolahan teh hitam antara lain bertujuan
untuk :
 Untuk mengecilkan ukuran daun teh yang telah digulung
menjadi partikel yang diinginkan atau sesuai dengan kehendak
pasar.
 Memotong hasil penggilingan menjadi partikel yang lebih
kecil.
 Untuk memperoleh bubuk basah sebanyak-banyaknya.
 Menggerus pucuk agar cairan sel keluar semaksimal
mungkin.
Alat penggilingan yang biasa dipakai di UP Tambi adalah
Rotorvane (RV). Kegunaan RV adalah untuk memperkecil
bubuk/partikel dan memeras cairan. Pada proses penggilingan
dilakukan sejak pukul 05.00 WIB, hal ini dilakukan karena pada saat
itu kelembaban masih relatif tinggi. Pada proses penggilingan alat
pengatur kelembaban menggunakan alat pengkabut yang disebut
dengan humidifier. Pengaturan kelembaban harus tetap dijaga karena
jika tidak tepat akan menyebabkan penyimpangan rasa, warna dan
aroma teh.
c. Sortasi Basah
Tujuan sortasi basah adalah untuk memperoleh bubuk yang
seragam, memecahkan gumpalan bubuk, mendinginkan bubuk, meratakan
proses oksidasi, memudahkan sortasi kering dan memudahkan dalam
pengeringan. Mesin sortasi bubuk basah yang biasa dipakai adalah RRB
(Rotary Ball Breaker). Pemasangan ayakan dengan mesh nomor yang
tepat sangat membantu diperolehnya grade yang diinginkan. Untuk
memperoleh grade yang kecil (bubuk) digunakan mesh nomor 7-7-8 atau
6-6-7. Penggunaan mesh nomor 7-7-8 atau 6-6-7 maksudnya dalam
Rotary Roll Breaker (RRB) terdapat tiga corong, pada corong 1 dan
corong 2 menggunakan mesh nomor 7 dan pada corong 3 menggunakan
mesh nomor 8. Sedangkan penggunaan mesh nomor 6-6-7 maksudnya
pada corong 1 dan corong 2 menggunakan mesh nomor 6 dan pada corong
3 menggunakan mesh nomor 7.
Untuk hasil sortasi bubuk basah terdiri dari bubuk dan badag.
Badag adalah bubuk teh kasar yang tidak dapat lagi melewati ayakan
terakhir. Bila pucuk kurang layu, pada proses sortasi basah akan
menghasilkan jumlah presentase badag yang lebih banyak

3. Oksidasi Enzimatis (Fermentasi)


Dalam suatu proses pengolahan teh hitam dilakukan suatu proses
fermentasi atau oksidasi enzimatis agar dihasilkan teh yang bermutu.
Peristiwa oksidasi enzimatis yang telah dimulai dari awal penggulungan
yaitu sejak turun pucuk ke dalam OTR. Oksidasi enzimatis merupakan hal
yang penting dalam pengolahan teh hitam, karena pada tahap ini akan
terbentuk aroma teh hitam yang menentukan inner quality. Proses oksidasi
enzimatis terjadi karena reaksi senyawa polifenol dan enzim polifenol
oksidase dengan bantuan oksigen. Suhu bubuk terbaik untuk oksidasi
enzimatis adalah 26,7 0 C dengan kelembaban relatif lebih dari 90%. Di
UP Tambi proses fermentasi umumnya menggunakan baki aluminium
yang telah di isi bubuk dan di susun dalam rak troly yang di tempatkan
pada ruang fermentasi dapat di lihat pada Gambar 4.8

Gambar 4.8 Ruang Fermentasi

Proses oksidasi enzimatis berlangsung selama 12 0 menit dihitung


sejak pucuk daun layu mulai digulung dalam OTR sampai bubuk
dimasukkan ke pengering. Lama oksidasi enzimatis harus diatur dengan
cermat sehingga bubuk yang akan dikeringkan telah mengalami oksidasi
enzimatis.
Hal yang tidak dikehendaki dalam proses oksidasi enzimatis adalah
over fermented yang disebabkan karena suhu bubuk yang terlalu tinggi dan
suhu ruangan yang terlalu tinggi. Suhu bubuk yang terlalu tinggi
disebabkan karena bubuk yang terlalu tebal, dan suhu ruangan yang tinggi.
Oleh karena itu suhu dan kelembaban ruangan harus selalu diperhatikan.
Pengaturan suhu dan kelembaban di ruang oksidasi enzimatis dilakukan
dengan menggunakan humidifier. Kelembaban ruang tidak boleh terlalu
rendah karena bila kelembaban terlalu rendah, ruangan akan kering dan
suhu akan bertambah sehingga bubuk yang difermentasi akan kering
sebelum masuk ruang pengeringan. Hal ini dapat mempengaruhi rasa,
warna dan aroma teh kering yang dihasilkan. Proses fermentasi umumnya
menggunakan baki aluminium yang disusun pada rak troly. Ketebalan
bubuk pada baki diatur sekitar 6 cm dan untuk badag 10 cm. Oksidasi
enzimatis yang baik ditandai dengan adanya perubahan warna pada bubuk
menjadi merah tembaga. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
oksidasi enzimatis antara lain : Suhu dan kelembaban relatif, kadar air
dalam bahan, kadar enzim, jenis bahan dan tersedianya oksigen.
Fermentasi berfungsi untuk mengoptimalkan zat-zat yang ada
dalam bubuk teh sehingga dapat menghasilkan warna, aroma dan rasa
yang diinginkan (rasa khas teh). Theaflavin adalah merupakan senyawa
yang menentukan mutu teh hitam yang dihasilkan. Senyawa ini yang
berperan untuk membuat warna seduhan teh sedangkan thearubigin
membuat warna seduhan teh merah kecoklatan dan membentuk
kemantapan seduhan.

4. Pengeringan
Proses pengeringan merupakan salah satu tahap dalam pengolahan
teh hitam yang perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Bubuk yang
telah mengalami oksidasi enzimatis secara optimal kemudian dikeringkan
dengan mesin pengering (dryer). Tujuan pengeringan yaitu menghentikan
proses oksidasi enzimatis dan menurunkan kadar air sampai batas tertentu.
0
Suhu inlet pada mesin pengering sebesar 90-100 C dan suhu outlet
0
berkisar 45-50 C. Suhu inlet dan oulet harus selalu dipantau dengan
thermometer yang telah dipasang di mesin. Kerugian pemakaian suhu
terlalu tinggi selama pengeringan dapat menyebabkan aroma yeng
dikandung teh hitam berkurang dan terjadi case hardening, yaitu suatu
keadaan teh yang bagian luar sudah cukup kering sedangkan teh bagian
dalamnya belum kering. Dengan adanya pengeringan maka kadar air
dalam teh akan menurun sehingga teh yang dihasilkan akan tahan lama
dalam penyimpanan.
Proses pengeringan dilakukan dilakukan dengan mesin pengering
(dryer). Dryer yang digunakan ada 2 tipe, yaitu Three Circuit Dryer
berkapasitas 300 kg/jam dan Two Circuit Dryer berkapasitas 250 kg/jam.
Pada dasarnya kedua alat ini sama dalam proses pengeringan, hanya saja
perbedaannya dimana Three Circuit Dryer memakai tiga tingkat trays,
sedangkan pada Two Circuit Dryer memakai dua tingkat trays saja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas mesin pengering antara lain :
kadar air dalam bubuk teh basah, suhu dan volume udara panas, ketebalan
pengisian dan kecepatan trays.
Beberapa masalah yang kadang terjadi dalam proses pengeringan
adalah:
a. Case hardening, bagian luar partikel teh telah kering, tetapi bagian
dalamnya masih basah. Teh terasa soft dan cepat berjamur, disebabkan
oleh temperature outlet yang terlalu tinggi.
b. Bakey, burnt, over fired (terbakar/gosong) disebabkan oleh temperatur
inlet yang terlalu tinggi.
c. Smokey (bau asap), disebabkan oleh adanya kebocoran pada bagian
alat pemanas.
d. Teh kering kurang masak, dapat diketahui dengan cara dicium/diraba.
Hal ini disebabkan oleh terlalu tebalnya pengisian dan waktu
pengeringan yang terlalu pendek.
e. Banyak fall trough (bubuk teh yang jatuh ke bawah di dalam mesin
pengering) karena lubang trays yang terlalu besar atau lempengan
trays ada yang bengkok.
f. Blow out/kawul, banyak bubuk teh yang berada di lantai luar mesin
pengering. Hal ini disebabkan oleh bahan baku yang kasar.
Untuk mencapai hasil keringan yang optimal, pengoperasian mesin
pengering perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain :
a. Spreader harus rata, tidak miring, diatur sesuai dengan ketebalan yang
dikehendaki.
b. Kecepatan trays harus sering diperiksa dan disesuaikan dengan lama
pengeringan yang dikehendaki (20-25 menit).
c. Fall trough harus cepat diambil.
d. Termometer inlet dan outlet secara berkala diperiksa.
e. Temperatur inlet (90-100oC) dan outlet (45-50oC) harus dijaga stabil.
f. Trays dan mesin pengering setiap hari harus dibersihkan.
g. Udara panas yang masuk sejak awal harus diperiksa baunya, untuk
menjaga kemungkinan adanya kebocoran heat exchanger.
Penilaian kondisi bubuk kering dilakukan dengan :
a. Inderawi : bubuk teh kering digenggam dengan tangan, jika bubuk
tersebut lepas antar partikelnya, berarti bubuk sudah kering optimal.
Selain itu, diketahui dari aroma, rasa, dan warna bubuk teh yang
dihasilkan.
b. Pengukuran kadar air dengan alat Infratester (Gambar 4.9). Alat untuk
mengukur kadar air bubuk kering.

Gambar 4.9 Infratester


Cara Pengukuran Kadar Air dengan Infratester :
a. Ambil bubuk kering yang diinginkan.
b. Bubuk ditaruh/ditempatkan pada aluminium bulat pada alat infratester
apabila jarum sudah konstan pada angka 0.
c. Hidupkan lampu infratester.
d. Air dalam teh kering akan teruapkan akibat panas dari lampu
infratester, kemudian % kadar air teh kering dilihat dari angka yang
ada pada alat infratester setelah timbangan seimbang. Prinsip
pengukuran kadar air dengan alat ini adalah menguapkan air yang ada
dalam teh kering, dan kadar air didapatkan dari berat air yang
teruapkan.

5. Sortasi/Penjenisan
Dalam tahapan proses pengolahan teh hitam, diharapkan produk
yang diperoleh sesuai dengan permintaan pasar, seperti ukuran/bentuk dan
produk yang tahan lama. Pada tahap sortasi, teh dikumpulkan dalam jenis
mutu dengan ukuran dan bentuk yang spesifik dan seragam, dipisahkan
dari benda-benda asing yang tercampur dalam bubuk teh yang dapat
menurunkan mutu dari teh tersebut. Adapun tujuan sortasi/penjenisan
adalah :
a) Memisahkan jenis mutu dan memurnikan
b) Menyeragamkan bentuk, ukuran dan warna pada masing-masing grade
c) Membersihkan teh dari serat tangkai dan benda-benda asing.
Alat-alat mesin yang digunakan dalam proses sortasi adalah
a. Bubble trays berfungsi untuk memisahkan bubuk yang halus, sedang
dan kasar.
b. Fibrex berfungsi untuk membersihkan dari serat atau benda ringan.
c. Choota berfungsi untuk memisahkan teh berdasarkan besar kecilnya
partikel dan menyeragamkan partikel.
d. Cutter berfungsi untuk memperkecil partikel dengan cara memotong.
e. Crusher berfungsi untuk memperkecil partikel dengan cara dipipihkan.
f. Winower berfungsi untuk memisahkan dan memurnikan partikel teh
berdasarkan beratnya dan menghilangkan debu.
g. Magnet berfungsi untuk membersihkan teh dari partikel logam
berbahaya.
Sortasi teh memberikan sejumlah tingkatan partikel yang terbagi
dalam beberapa grup, yaitu :
a. Teh Daun (Leafy Brades) yang terdiri dari : OP
(Orange Pekoe), BPS (Broken Pekoe Souchon), BOP Grof (Broken
Orange Pekoe Grof), dan PS (Pekoe Souchon).
b. Teh Bubuk (Broken Grades) yang terdiri dari : BOP
(Broken Orange Pekoe), BOPF (Broken Orange Pekoe Fanning), BP
(Broken Pekoe), BT (Broken Tea), dan BM (Broken Mix).
c. Teh Halus (Small Grades) yang terdiri dari : PF
(Pekoe Fanning), F (Fanning), Dust
d. Off Grades yang terdiri dari BBL (Bohea Bulu), BTL
(Bohea Tulang)
Setelah dilakukan sortasi kering akan didapat produk teh dengan
grade tertentu. Produk teh yang dihasilkan oleh UP Tambi adalah produk
teh dengan mutu sebagai berikut :
a. Mutu I = PS, BPS, BOP, BOPF, PF, Dust , BP, BT, BM
b. Mutu II = PF II, Dust II, BP II, BT II, BM II
c. Mutu III = Dust III, BM III, Bohea
Kriteria hasil sortasi yang baik yaitu : ukuran standar (density), bentuk
seragam (homogen), bersih dari serat dan tulang daun. Di UP Tambi
penetapan standar volume density dengan jumlah lubang ayakan yang di
pakai tiap inchi untuk masing-masing grade dapat di lihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Standar Volume Density dan Jumlah Lubang Ayakan yang
Dipakai Tiap Inchi
Volume (cc) dari
Jumlah lubang ayakan /
No Grade 100 gram tanpa
inchi
diketuk
1 OPS 390
2 OP 475
3 BOPG 390
4 FBOP 365
5 BOP/BOPA/BOP1 340 10-12
6 BOPF 330 14-18
7 PF 290 20-24
8 DUST 250 24-32
9 BP 245
10 BT 410
11 PF II 280 20-24
12 DUST II 240 24-32
13 BP II 250
14 BT II 340
15 BM 310
Sumber : Kantor UP Tambi

Proses sortasi kering di UP Tambi di bagi menjadi beberapa tahap


proses yaitu proses line 1, proses line 2 dan proses line 3 (Gambar 4.10-
Gambar 4.12). Serta hasil samping dari line 1, line 2 dan line 3 dapat di
lihat pada Gambar 4.13 – Gambar 4.15.
45
50

C1 dan C2

vibrex

choota

BOPG BOP BOPF PF DUST DUST 3

Line 2 choota
Winower 2 Winower 1

cutter
BOP BOPF BT BM PF PF2 D D2 D3 D4
choota

BOPF PF Dust

W2
Line 3
BOPF BT vibrex

Line 1 crusser choota

vibrex vibrex
P Dus BM
choota choota
crusser

Dust PF vibrex

choota

BP BOP BOPF
BM

Gambar 4.10 Diagram Alir Proses Line 1


i

C3 dan C4

vibrex

cutter

choota

BOP BOP BOP PF DUST DUST 3

W2 choota
Di+ BOPG Line Line 3

cutter BOP BT vibrex D3 D4

choota Line 1 Crus choota

vibre
BOP PF DUST vibrex PF D BM

choot
choota Crusser
W1
vibrex
BP BOP BOP
choota

D BM BM
PF

PF PF D D2

Gambar 4.11 Diagram Alir Proses Line 2

Corong 5
i
crusser

choota
Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Line 3

Hasil samping

Corong 3 - corong 12
ii
Choota
Gambar 4.13 Diagram Alir Hasil Samping Line 1

Hasil Samping

Corong 1 - corong 8 Corong 9 - corong 12

iii
BBL Bahan BP2

Bohea Line 2
iv

Gambar 4.14 Diagram Alir Hasil Samping Line 2

Hasil samping

Corong 1 - corong 6

vibrex

choota

PF 2 Dust 2 PF 3

Gambar 4.15 Diagram Alir Hasil Samping Line 3

Setelah dilakukan pemisahan bubuk teh berdasarkan gradenya,


kemudian masing-masing grade dimasukkan ke dalam karung plastik dan
selanjutnya dilakukan penimbangan sebelum masuk ke ruang pengepakan.

iv
v

6. Pengemasan dan Pengepakan


Dalam tahapan proses pengolahan teh hitam, diharapkan
diperolehnya produk yang sesuai dengan permintaan pasar, seperti
ukuran/bentuk dan produk yang tahan lama. Penyimpanan dan
pengemasan mutlak harus dilakukan mengingat teh yang baru dihasilkan
belum bisa langsung diperdagangkan. Peralatan untuk penyimpanan teh
biasanya berbentuk peti miring yang bagian bawahnya diberi lubang, alat
ini biasa disebut tea bins. Tujuan dari proses pengemasan adalah :
a. Melindungi teh dari kerusakan.
b. Memudahkan dalam penyimpanan digudang maupun transportasi
c. Sebagai alat promosi dan informasi.
d. Menjaga agar kadar air tetap stabil / terjaga.
e. Sebagai ukuran standar pengemasan teh
Pengepakan dan pengemasan yang dilakukan di Unit Perkebunan
Tambi menggunakan 2 jenis, antara lain pengepakan/ pengemasan
menggunakan karung plastik dan menggunakan karton yang berupa
kemasan kecil.
Jenis pengemasan :
 Teh kemasan karung plastik : digunakan untuk teh yang disimpan di
gudang .
 Teh kemasan kertas karton : untuk teh kemasan lokal
Pada ruang pengepakan terdapat pallet yang diletakkan di lantai yang
berfungsi untuk mencegah karung-karung teh bersentuhan langsung
dengan lantai atau tanah. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelembaban
teh sehingga kadar air tidak naik dan teh menjadi lebih awet.
Pengepakan dan pengemasan produk teh di UP Tambi saat ini yang
masih digunakan yaitu:
1. Pengepakan dan pengemasan menggunakan karung plastik.
Pada Gambar 4.16 pengepakan dan pengemasan menggunakan
karung plastik ukurannya sama dengan paper sack yaitu 120 x 70 x 20

v
vi

cm, hanya saja dalam mengemas tehnya menggunakan plastik sebelum


karung plastik yang berfungsi untuk menjaga agar udara tidak dapat
masuk sehingga kelembaban terjaga dan kadar air juga terjaga. Hal ini
dilakukan untuk menjaga mutu teh agar tidak mudah ditumbuhi oleh
jamur. Biasanya pengemasan dan pengepakan dengan menggunakan
karung plastik dipergunakan untuk pengiriman lokal (dalam negeri).

Gambar 4.16 Pengemasan Menggunakan Karung Plastik


2. Pengepakan dan pengemasan menggunakan kertas karton.
Pada Gambar 4.17 pengemasan menggunakan kertas karton
biasanya dilakukan untuk memenuhi pesanan lokal. Pengemasan
dengan menggunakan kertas karton berupa kemasan kecil yang terdiri
dari 3 lapis yaitu teh dibungkus dengan plastik, kemudian dengan
karton dan bagian luar karton dilapisi dengan plastik kaca. Ukuran dari
kemasan disesuaikan dengan grade dan berat isi. Produk-produk teh
yang dikemas antara lain:
 Kemasan Gunung untuk jenis BPS
 Kemasan Petruk untuk jenis PS
 Kemasan Podang untuk jenis BT
 Kemasan Cakil untuk jenis BOP

vi
vii

Gambar 4.17 Pengemasan Menggunakan Kertas Karton


Pada kemasan Petruk 200 gram dan Cakil 250 gram plastik kaca
yang dilapiskan pada permukaan kertas karton dilakukan dengan
menggunakan Shrink Tunnel, sedangkan untuk kemasan yang lain cukup
menggunakan setrika listrik.
Peralatan untuk penyimpanan teh biasanya berbentuk peti miring
yang terbuat dari stenless steel yang bagian bawahnya di beri lubang. Alat
ini biasanya di sebut Tea Bin dapat di lihat pada Gambar 4.18

Gambar 4.18 Tea Bin


Penyimpanan dalam tea bin berfungsi untuk menyimpan teh
sementara jika kapasitas gudang penuh, akan tetapi hal ini jarang
dilakukan. Masing-masing tea bin memiliki kapasitas 2500 kg akan tetapi
untuk jenis Dust kapasitas tea bin adalah 3000 kg, 1800-2000 kg untuk
jenis BT. Dinding tea bin sendiri terbuat dari aluminium, hal ini
dikarenakan dengan aluminium mutu teh dapat terjaga dari kerusakan.

vii
viii

Di UP Tambi sebelum dilakukan pengepakan, bubuk teh hasil sortasi


terlebih dahulu diblending (dicampur). Hal ini dilakukan bertujuan untuk
menyeragamkan ukuran partikel bubuk, menyeragamkan grade dan
menyamakan barang dengan pesanan. Blending (dicampur) ada 2 cara,
yaitu :
a. Manual
Blending secara manual (Gambar 4.19) yaitu dengan
mencampurkan teh dengan grade yang sama dari hasil produksi yang
berbeda (produksi hari sebelumnya dengan produksi sekarang) pada
lantai kemudian dilakukan pengadukan. Pencampuran yang dilakukan
minimal 40 karung. Pada proses pencampuran, teh ditumpuk menjadi
sebuah gundukan membentuk kerucut, kemudian diaduk dengan cara
disekop dan diletakkan pada tempat yang berbeda atau disebelah
gundukan pertama sehingga terbentuk gundukan baru. Setelah
pencampuran selesai, hasil blending diambil dalam beberapa tempat
yang berbeda untuk diukur densitynya dan untuk mencocokkan dengan
sampel yang telah dipesan oleh konsumen.

Gambar 4.19 Pencampuran Secara Manual

b. Dengan alat Tea Mixer

viii
ix

Blending dengan menggunakan alat yaitu Tea mixer (Gambar


4.20) akan tetapi jarang dilakukan, karena hasil blending dengan
menggunakan tea mixer hasilnya kurang bagus dan kenampakannya
kusam karena gesekan antara plat tea mixer dengan partikel teh selain
itu juga tidak sesuai dengan sampel yang dipesan dan mutunya
menjadi turun.

Gambar 4.20 Alat untuk Mencampur Teh (Tea mixer)


Bubuk teh yang telah di blending di kemas dalam karung plastik
dan di simpan dalam gudang penyimpanan sebelum di pasarkan dapat
di lihat pada Gambar 4.21

Gambar 4.21 Gudang Penyimpanan

7. Pemasaran Hasil Produk

ix
x

Sebagai produsen, PT Perkebunan Tambi melakukan kegiatan


pemasaran teh hitam sebagai komoditinya. Teh hitam produksi PT
Perkebunan Tambi sebagian besar dipasarkan untuk expot. Untuk expor
sebanyak 70-80% sedangkan untuk pasar lokal sebanyak 20-30%.
Adapun pangsa pasar yang dituju oleh PT Perkebunan Tambi adalah
pangsa ekspor dan lokal.
1) Pasar Expor (Perdagangan Luar Negri)
a. Direct Export (Export langsung), dimana semua proses exportnya
langsung berhubungan dengan pembeli atau agen pembeli di
negara tujuan pembeli, demikian pula untuk seluruh pengurusan
dokumen-dokumen pendukungnya. Pembeli yang termasuk ini
antara lain :
- Hung An Trading Co.LTD, Hong Kong
- Iteaco, Kanada
- J. Fr. Scheibler GmbH & CO, Hamburg, Jerman
b. Indirect Export (Export tidak langsung), yang meliputi Exporter
dan Blender Exporter. Pihak ini lah yang langsung berhubungan
dengan pembeli atau agen pembeli di negara tujuan pembeli,
termasuk pengurusan dokumen-dokumen pendukungnya. Pembeli
yang termasuk ini antara lain :
- PT Unilever Indonesia TBK, Jakarta
- PT Trijasa Primasejati, Jakarta
2) Pasar Lokal (Perdagangan Dalam Negri)
a. Antar Daerah, hubungan dengan pembeli dilakukan secara
langsung, dalam hal ini pembeli biasanya juga merangkap sebagai
Packer ( mengemas kembali dengan merk-merk mereka sesuai
standar yang mereka tetapkan sendiri) Pembeli yang termasuk ini
antara lain :
- PT Gunung Subur, Karanganyar.
- CV Sejahtera Jaya, Jakarta.
- PT Sariwangi, Bogor.

x
xi

- PT Trijasa.
b. Selain pemasaran antar daerah, UP Tambi juga menjual teh eceran
(kiloan) dan kemasan, dimana pemasarannya dilakukan melalui
unit penjualan yang ada di PT Perkebunan Tambi. Unit penjualan
ini melayani langsung kepada pembeli maupun penjualan melalui
agen-agen yang telah terdaftar. Agen-agen yang ikut memasarkan
produk teh Tambi antara lain :
- Koperasi Prasojo, di Kantor Direksi.
- Koperasi Gotong Royang, di UP Bedakah.
- Koperasi Setia Kawan, di UP Tambi.
- Koperasi Sederhana, di UP Tanjungsari.
- PT Rita Ritelindo,Wonosobo, Purwokerto.
- Toko Teh Tambi, Wonosobo.
- Tolo Aneka, Wonosobo.
- Toko Anugrah, Semarang.
- Agrowisata Tambi, Wonosobo.
- Toko Varia.

E. Pengendalian Mutu (Quality Control)


Mutu teh merupakan gabungan dari sekumpulan sifat-sifat yang
dikehendaki pada teh, meliputi kenampakan (appearance) teh kering, warna,
rasa dan bau air seduhan (liquor), serta kanampakan ampas seduhan
(infusion).
Pengendalian mutu teh telah dilakukan sejak teh ditanam, dipetik,
diangkut ke pabrik, selama proses pengolahan dan sesudah proses pengolahan.
Dengan pengendalian ini sehingga diperoleh teh yang memiliki mutu yang
memenuhi syarat perdagangan serta memiliki cita rasa yang sesuai dengan
konsumen dan tidak berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan konsumen.
Penerapan pengendalian mutu di lakukan sejak dari bahan baku,
pengolahan dipabrik sampai siap dikonsumsi. Dengan penanganan pucuk yang
baik yaitu menjaga pucuk dari kerusakan maka kualitas pucuk dapat di
pertahankan, serta proses pengolahan yang dilakukan dengan baik, khususnya

xi
xii

pada saat oksidasi enzimatis (fermentasi) maka akan dihasilkan unsur-unsur


pembentuk mutu dari teh hitam yang baik seperti warna, aroma dan rasa yang
di inginkan (rasa khas teh). Dalam pemantauan mutu pada proses pengolahan
teh hitam di UP Tambi dilaksanakan sesuai SOP (Standard Operational
Procedure) antara lain sebagai berikut :
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Bahan baku merupakan faktor utama dari proses pengolahan teh.
Pengendalian mutu bahan baku yang dilakukan UP Tambi adalah
pengendalian terhadap pucuk daun selama daun itu belum diproses. Pucuk
daun teh dan kondisi pemetikan yang baik merupakan persyaratan yang
utama untuk menghasilkan teh yang berkualitas tinggi. Pengendalian mutu
bahan baku yang dilakukan antara lain :
a. Pemetikan
Pemetikan dilakukan dengan menggunakan gunting yang bersih.
Pemetikan dilakukan pada pucuk yang memenuhi syarat pucuk (P+2,
P+3m, B+1m, B+2m, B+3m) dan dilarang memetik pucuk yang terlalu
tua atau terlalu muda. Penumpukan pada keranjang tidak boleh terlalu
padat. Setelah dari keranjang dimasukkan dalam waring dan pengisian
pada waring maksimal 25 kg. Pengisian yang melebihi kapasitas dapat
menyebabkan pucuk menjadi memar dan terjadinya kenaikan suhu.
b. Analisa Petik
Analisa petik merupakan salah satu pengendalian mutu pada tahap
bahan baku yang bertujuan untuk mengetahui benar tidaknya
pemetikan yang dilakukan serta untuk mendeteksi kondisi kesehatan
tanaman. Analisis dilakukan dengan berdasarkan rumus petik yang
sudah ditentukan oleh perusahaan.
c. Pengangkutan
Pucuk teh yang diangkut dengan waring dengan kapasitas maksimal 25
kg. Setelah dikumpulkan dan ditimbang maka pucuk teh segera
diangkut ke pabrik. Truk untuk mengangkut harus dalam keadaan
bersih dan maksimal terdapat 5 tumpukan waring. Hal ini untuk

xii
xiii

menjaga agar kualitas pucuk tetap terjaga. Bak truk diberi penutup
agar mencegah pengaruh sinar matahari dan hujan.
d. Penerimaan pucuk
Beberapa hal penting dalam tahap penerimaan pucuk adalah
penimbangan serta pembongkaran pucuk. Pucuk yang telah sampai
segera ditimbang, kemudian diangkut dengan troli. Pembongkaran
pucuk teh dilakukan secara hati-hati dan dihindari tercecernya pucuk
dalam ruang pelayuan.
e. Analisis Pucuk
Untuk mengetahui mutu pemetikan setelah pucuk sampai di pabrik
dilakukan analisis pucuk. Analisis pucuk berfungsi untuk mencari
Mutu Standar (MS) yang berkisar antara 45-65%. Selain itu analisis
pucuk berfungsi untuk mengetahui persentase kerusakan pucuk dan
juga berfungsi untuk mengetahui besarnya bonus yang diterima
pemetik sesuai dengan mutu petikan.
2. Pelayuan
Pelayuan merupakan tahap paling penting dalam proses
pengolahan. Kegagalan pada proses pelayuan berarti kegagalan atau
penurunan mutu proses pengolahan teh. Proses pelayuan bertujuan untuk
melayukan pucuk teh hingga diperoleh persentase layu yang diinginkan
dengan cara menguapkan sebagian air yang terkandung di dalam bahan.
Pengendalian proses untuk mencapai standar tersebut yaitu:
1) Pengukuran suhu dan kelembaban udara di Whitering Trough secara
berkala.
2) Pengamatan perbedaan higrometrik pada termometer dry and wet .
3) Pengaturan pemberian udara panas.
4) Pengamatan secara langsung, sehingga dapat mencegah terjadinya
kurang pucuk dan layu kering.
Pembeberan pucuk sangat berpengaruh terhadap hasil pelayuan.
Dengan adanya pembeberan maka dapat memecah gumpalan pucuk teh
sehingga dapat mencegah kerusakan pucuk akibat terperam. Pengaliran

xiii
xiv

udara panas disesuaikan dengan kondisi pucuk, cuaca dan waktu turun
layu ke penggilingan. Pembalikan berfungsi untuk mengatur agar tingkat
layu pucuk merata. Pembalikan dilakukan 3 kali (sesuai kondisi pucuk).
3. Penggilingan dan Oksidasi Enzimatis
Proses oksidasi enzimatis pada pengolahan teh menggunakan
aktivitas enzim polifenol oksidadase, maka pengaturan suhu dan
kelembaban ruangan menjadi hal yang harus diperhatikan. Suhu ruangan
0
penggilingan tidak boleh lebih dari 25 C dengan kelembaban
ruangan diusahakan lebih dari 90%. Pengaturan suhu dan kelembaban
dengan
meggunakan alat humidifier. Alat ini befungsi untuk mengabutkan air
sehingga dapat menambah kelembaban udara
Pengendalian proses penggilingan adalah:
a. Pengukuran suhu bubuk, ruang penggilingan dan oksidasi enzimatis.
Bubuk teh yang mengalami proses penggilingan akan terjadi kenaikan
suhu. Suhu bubuk sebaiknya tidak lebih dari 30 0 C dan suhu optimum
26,7 0 C. Pengawas penggilingan selalu mengawasi suhu bubuk
yang dihasilkan dengan menempatkan thermometer pada bubuk yang
selesai digiling.
b. Pengukuran kelembaban ruang giling dan oksidasi enzimatis.
Kelembaban pada ruang giling dan oksidasi enzimatis selalu dijaga
dengan alat humidifier. Dengan adanya kabut air didalam ruangan.
Selain untuk menambah kelembaban juga menyebabkan terjadinya
penurunan suhu.
c. Pengukuran hamparan bubuk pada baki fermentasi
Standar ketebalan hamparan untuk bubuk  6 cm. Pengendalian
ketebalan hamparan dilakukan dengan menempatkan penggaris.
Pengawas penggilingan selalu melakukan pengawasan terhadap
ketebalan hamparan. Selain hal tersebut juga menentukan bubuk mana
yang waktu fermentasinya sudah cukup sehingga dapat dilakukan
proses pengeringan supaya tidak terjadi over fermentasi yang dapat
menurunkan mutu teh.
xiv
xv

d. Pengaturan waktu oksidasi enzimatis


Oksidasi enzimatis merupakan tahapan yang paling kritis dalam
pengolahan teh hitam. Maka pengawasan waktu oksidasi enzimatis
berakhir sangat menentukan kualitas bubuk teh. Oksidasi enzimatis
dimulai dari turun pucuk kedalam OTR berakhir pada proses
pengeringan. Proses tersebut bejalan kurang lebih 120 menit. Apabila
waktu proses oksidasi enzimatis tidak dikendalikan dan apabila kurang
lama dapat mengakibatkan under fermentasi dan apabila terlalu lama
dapat mengakibatkan over fermentasi. Pengamatan dilakukan secara
fisik dan dilihat warna dan aroma bubuk.
4. Pengeringan
Tujuan utama pengeringan adalah menghentikan oksidasi
enzimatis senyawa polifenol dalam teh pada saat komposisi zat-zat
pendukung kualitas mencapai keadaan optimal. Dengan adanya
pengeringan maka kadar air dalam teh akan menurun sehingga teh akan
tahan lama dalam penyimpanan.
Karena sumber heat dengan bahan bakar kayu, maka sangat
memerlukan pengawasan terhadap panas yang dihasilkan. Sebelum
dilakukan pengeringan, heat harus dipanasi dahulu kurang lebih satu jam
0
sebelum digunakan dan hingga batas suhu tertentu 110-130 C
baru
dialirkan kedalam mesin pengering dengan bantuan kipas. Pengendalian
suhu menjadi faktor penting pada proses pengeringan karena berdampak
langsung pada kualitas bubuk teh kering. Suhu inlet yang diterapkan pada
mesin pengering berkisar 90-95 0 C dan suhu outlet 45-50 0 C. Pengukuran
suhu dapat dilihat pada thermometer yang di pasang pada mesin
pengeringan. Pengendalian dalam proses pengeringan yaitu :
a. Lamanya pengeringan
Di UP Tambi terdapat tiga unit mesin pengeringan. Dengan prinsip
menggunakan trays bertingkat yang membawa bubuk melewati
ruangan mesin pengeringan. Kecepatan perputaran trays perlu
dilakukan pengaturan, sebab jika terlalu lambat akan mengakibatkan
xv
xvi

bubuk menjadi gosong dan apabila terlalu cepat dapat mengakibatkan


bubuk menjadi kurang kering. Waktu yang diperlukan untuk
pengeringan yaitu sekitar 20-25 menit. Apabila didalam pengeringan
bubuk kurang kering maka, dilakukan pengeringan kembali.
b. Pengukuran kadar air bubuk kering
Pengukuran kadar air pada bubuk kering dapat dilakukan dengan cara :
1) Inderawi : bubuk teh kering digenggam dengan tangan, jika bubuk
tersebut lepas antar partikelnya, berarti bubuk sudah kering
optimal. Selain itu, diketahui dari aroma dan warna bubuk teh yang
dihasilkan.
2) Pengukuran dengan alat Infratester yaitu alat untuk mengukur
kadar air bubuk kering. Kadar air pada bubuk kering yang
diinginkan yaitu 3-4%
5. Sortasi
Pengendalian mutu pada proses sortasi kering dilakukan pada tahapan
proses hingga pada pengujian mutu bubuk hasil sortasi. Untuk tahapan
proses pengendalian yang dilakukan yaitu pengendalian suhu dan ruangan.
Apabila ruangan terlalu lembab dan suhu terlalu rendah dapat
menyebabkan penyerapan air sehingga kadar air teh meningkat, karena teh
bersifat higroskopis. Beberapa pengendalian mutu pada hasil sortasi
adalah :
a. Pengujian Mutu Teh
Pada proses pengolahan teh dilakukan pengujian mutu teh yang
bertujuan untuk mengetahui mutu teh yang dihasilkan pada setiap
proses. Pengujian mutu teh dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1) Pengujian mutu secara fisik, pengujian ini menggunakan indera
perasa dan peraba, misalnya untuk mendeteksi tingkat layu atau
tingkat kekeringan cukup hanya dengan genggaman.
2) Pengujian mutu secara kimia, pengujian ini untuk menilai kadar
air, kadar abu total dan lain sebagainya.

xvi
xvii

3) Pengujian mutu secara organoleptik, pengujian ini digunakan untuk


menilai kenampakan (appearance), rasa (taste), aroma (flavour),
bau air seduhan (liquor) serta kenampakan ampas seduhan (infused
leaf).
Prosedur Pengujian Mutu Teh Secara Organoleptik dapat di
lihat pada Gambar 4.22. Pengujian organoleptik bertujuan untuk
mengetahui tingkat rasa, warna, air seduhan dan kenampakan ampas
dari teh. Kenampakan teh kering ialah sifat teh kering yang dinilai
secara visual sesuai dengan jenis mutu, meliputi bentuk dan ukuran
partikel, tip (jumlah, warna dan keadaan), warna partikel teh kering,
dan kebersihan (adanya tulang daun dan benda asing). Air seduhan
ialah cairan hasil seduhan teh hitam setelah dipisahkan dari ampas
seduhannya meliputi :
a. Warna, yang mencakup jenis warna, kepekatan, kejernihan dan
kecerahan air seduhan.
b. Rasa, yang mencakup kesegaran, kekuatan, pungency, dan flavor
dari air seduhan pada waktu dicicipi.
c. Bau atau aroma, yang mencakup bau khas teh hitam.

Gambar 4.22 Pengujian Mutu Teh Secara Organoleptik

Penilaian dalam Pengujian Mutu Teh :


a. Kenampakan (Appearance) :

xvii
xviii

1) Black adalah teh yang berwarna kehitaman dan umumnya


menunjukkan sifat-sifat teh yang baik. Pengolahan yang
kurang baik akan mengurangi warna teh hitam tersebut.
2) Brownish adalah teh yang berwarna kecoklatan. Warna ini
tidak selamanya menunjukkan teh yang jelek, umumnya
warna ini diakibatkan adanya kesalahan-kesalahan dalam
pelayuan dan penggilingan akan tetapi teh dataran tinggi
yang sifat-sifatnya baik kadang-kadang brownish.
3) Reddish adalah teh yang berwarna kemerah-merahan karena
mengandung banyak tulang daun.
b. Seduhan (Liquor)
1) Light : air seduhan yang berwarna pucat, tetapi tidak
sama dengan thin. Hal ini dapat disebabkan oleh kuncup-
kuncup dan daun tua, mugkin juga disebabkan karena
kesalahan dalam pengolahan, misalnya kurang layu, kurang
giling dan fermentasi yang terlalu pendek.
2) Thin : Air seduhan yang berwarna tipis atau kepekatan
rasanya sedikit, hal ini dapat disebabkan karena pelayuan
terlalu lama dan penggilingan yang kurang.
3) Bright : Istilah ini menunjukkan warana air seduhan
yang jelas, terang dan segar sebagai akibat adanya proses
pengolahan yang baik dengan bahan baku yang baik pula.
4) Coloury : Air seduhan yang baik, warna air seduhan
menjadi lebih tua. Hal ini disebabkan adanya waktu pelayuan
yang panjang, penggilingan yang dan fermentasi yang
panjang.
5) Cream : Adanya lapisan keputih-putihan pada
permukaan dan pada dasar cangkir seduhan bila air seduhan
pekat didinginkan. Creaming down ini merupakan petunjuk
bahwa teh tersebut diolah secara baik.

xviii
xix

6) Dull : Air seduhan yang sangat jelek yang umunya


disebabkan oleh over fermentasi, lawannya adalah bright.
c. Kenampakan ampas seduhan (Infusion leaf)
1) Bright : Warna pada daun seduhan atau ampas teh
yang berwarna cerah. Sifat demikian sangat diinginkan dan
umumnya menunjukkan teh-teh yang baik.
2) Coppery : Ampas seduhan berwarna seperti tembaga.
3) Dark/dull : Ampas seduhan berwarna tidak cerah,
hitam kecoklatan dan hijau suram, hal ini disebabkan karena
pengolahan yang terlalu panas akibat over fermentasi dan
adanya infeksi bakteri.
4) Greenish : Ampas seduhan yang berwarna kehijauan
yang disebabkan oleh underfermentasi dan kadang-kadang
oleh waktu menggiling kurang lama.
5) Mixed/uneven : Ampas seduhan teh yang berbeda-beda
warnanya dan disebabkan tercampurnya seri gilingan dalam
fermentasinya yang bercampur.

b. Uji densitas di lakukan dengan menggunakan gelas ukur.


Uji densitas ini bertujuan untuk mengetahui ukuran partikel teh
kering sebelum di lakukan pengemasan. Di UP Tambi telah ditetapkan
standar densitas untuk tiap jenis teh sehingga ketika terjadi
penyimpangan yang jauh dari standar maka ada tahapan dalam proses
sortasi kering yang harus diulang, misalnya partikel teh harus
dikecilkan lagi. Uji densitas dilakukan dengan cara mengambil sampel
100 gram bubuk teh yang kemudian dimasukkan dalam gelas ukur
tanpa ketukan. Hasil yang terbaca pada gelas ukur merupakan volume
dari bubuk teh, sehingga dari massa bubuk teh dan volume bubuk teh
tersebut dapat diketahui nilai densitas bubuk teh. Nilai densitas yaitu
massa bubuk teh dibanding volume bubuk teh. Uji densitas dengan
menggunakan gelas ukur dapat di lihat pada Gambar 4.23. Dan

xix
xx

penetapan volume standar untuk tiap jenis teh per 100 gram di UP
Tambi dapat di lihat pada Tabel 4.5.

Gambar 4.23 Uji Densitas dengan Gelas Ukur Tabel 4.5

Standar Tiap Jenis Teh per 100 gram


Grade Jenis Teh Volume Standard (ml)
I OPS 390 – 395
OP 475 – 480
BOP Grof 390 – 390
FBOP 365 – 370
BOP/BOP A/BOP I 340 – 350
BOPF 330 – 335
PF 290 – 295
DUST 250 – 255
BP 245 – 250
BT 410 - 420
II PF II 260 – 290
DUST II 240 – 245
BP II 250 – 260
BT II 340 - 350
Sumber : Kantor UP Tambi

xx
xxi

6. Pengepakan dan Pengemasan


Tujuan dari pengepakan yaitu melindungi produk dari kerusakan,
memudahkan dalam pengangkutan, efisiensi dalam penyimpanan
digudang dan sebagai alat promosi. Sebelum dilakukan pengepakan,
bubuk teh terlebih dahulu diblending (dicampur). Hal ini dilakukan
bertujuan untuk menyeragamkan ukuran partikel bubuk dan menyamakan
barang dengan pesanan.
a. Pengendalian dalam proses pengepakan yaitu :
1) Penataan barang
Barang-barang yang sudah diblending kemudian dikemas
dengan karung plastik dan disusun diatas palet sedemikian rupa
sehingga praktis. Susunan karung disesuaikan menurut kelompok
dan jenis ukuran masing-masing. Penumpukan karung dalam
gudang diletakkan di atas palet maksimal 10 tumpukan dengan
tujuan untuk memudahkan dalam perhitungan. Dalam penataan
barang perlu diperhatikan jaraknya dengan tembok, tidak boleh
terlalu dekat, diperkirakan 1 meter untuk memudahkan kontrol dan
sirkulasi udara. Diantara susunan barang juga diberi jalan dan
tanda nama barang.
2) Pemeliharaan barang
Barang-barang di gudang harus selalu dikontrol jangan
sampai ada yang longsor dari tumpukan atau susunananya serta
selalu dibersihkan dari debu atau kotoran yang melekat pada
tumpukan barang, lantai maupun dinding. Perawatan atap gudang
harus diperhatikan, jangan sampai ada yang bocor, karena jika ada
barang yang terkena air dari bocoran atap gudang maka dapat
mempengaruhi kualitas barang.
3) Pengeluaran barang
Pengeluaran barang harus dicatat dan dengan tanda bukti
keluar atau surat pengantar barang yang ditanda tangani oleh
petugas gudang dan pejabat yang berwenag. Dalam aturan

xxi
xxii

pengeluaran barang dari gudang sebaiknya menurut sistem FIFO


(First In First Out), namun untuk barang-barang seperti teh sistem
pengeluarannya disesuaikan dengan barang yang lebih dahulu
terjual atau dibutuhkan. Pada akhir pengeluaran harus dikontrol
supaya tidak ada kesalahan. Untuk pengangkutannya di lakukan
dengan truk yang dilengkapi dengan terpal dan penutup agar
terhindar dari hujan dan sinar matahari langsung.
b. Pengendalian dalam proses pengemasan :
Pengendalian dalam proses pengemasan dengan menggunakan
karung plastik yang ukurannya sama dengan paper sack. Penggunaan
plastik sebelum karung plastik berfungsi untuk menjaga agar udara
tidak dapat masuk sehingga kelembaban terjaga dan kadar air juga
terjaga. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu teh agar tidak mudah
ditumbuhi oleh jamur. Sedangkan dalam pengemasan dengan
menggunakan kertas karton berupa kemasan kecil yang terdiri dari 3
lapis yaitu isi (teh) dibungkus dengan plastik, kemudian dengan karton
dan bagian luar karton dilapisi dengan plastik kaca. Tujuan
penggunaan plastik kaca untuk menjaga produk dari kerusakan serta
juga dapat menambah daya tarik dan nilai jual.

F. Mesin dan Peralatan


1. Tata Letak mesin dan Peralatan
Tata letak mesin dan peralatan dalam suatu perusahaan memiliki
hubungan yang sangat erat dengan penanganan sistem produksi. Tata letak
yang tepat menunjukkan ciri-ciri adanya penyesuaian tata letak fasilitas
operasional terhadap jenis produk dan proses pengolahannya. Pengaruh
tata letak yang tepat bagi perusahaan adalah peningkatan produktivitas
perusahaan. Perihal tersebut disebabkan arus barang yang akan diproses,
dan selanjutnya masuk ke dalam pemprosesan sampai menjadi produk
akhir dapat berjalan dengan lancar. Aspek lain, karyawan yang langsung
terlibat di dalam pemprosesan dapat bergerak leluasa tanpa takut akan

xxii
xxiii

kemungkinan terjadi kecelakaan, sehingga mereka bekerja dengan aman


dan tenang.
Tata letak merupakan suatu pengaturan dari semua fasilitas pabrik
yang bertujuan agar penggunaan ruang lebih ekonomis. Tata letak sangat
penting untuk menunjang efisiensi dalam proses produksi. Aspek yang
tercakup dalam tata letak adalah pengaturan peralatan, mesin pengolahan
dan luas ruang proses yang tersedia.
Luas ruangan produksi harus dihitung dengan cermat dan
disesuaikan dengan jumlah alat dan mesin produksi serta jumlah karyawan
yang bekerja. Pengaturan alat dilakukan dengan memberi jarak antar alat.
Hal ini akan memberikan beberapa keuntungan, diantaranya memudahkan
pengawasan, pembersihan serta memberi rasa nyaman dan aman bagi
karyawan yang bekerja. Pengaturan letak alat dan mesin disesuaikan
dengan urutan prosesnya sehingga aliran proses berjalan dengan baik dan
lancar.
2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan Proses Produksi
a. Alat dan Mesin Proses Pelayuan
1) Withering Trough
Fungsi : Tempat untuk melayukan pucuk daun teh
Jumlah alat : 17 unit
Kapasitas : 1300-1500 kg
Kapasitas udara : 20.000-25.000 cfm
Spesifikasi :
 Ukuran : P = 24 m dan L = 1,8 m
 Tegangan : 380 V
Withering Trough yang di dunakan untuk melayukan pucuk daun
teh dapat di lihat pada Gambar 4.24

xxiii
xxiv

Gambar 4.24 Withering Trough


2) Fan Penghembus Udara
Fungsi : Sebagai penghembus udara dalam proses
pelayuan, termasuk juga udara panas yang berasal dari heater
pengering
Spesifikasi :
 Buatan : Calcuta India
 Merk : Gem Axial Flow Fan
 Kuat arus : 12 A
 Tegangan : 380 V
Fan Penghembus Udara untuk mengalirkan udara segar dan udara
panas pada proses pelayuan dapat di lihat pada Gambar 4.25

Gambar 4.25 Fan Penghembus Udara

xxiv
xxv

3) Troly
Fungsi : Sebagai alat angkut pucuk teh yang akan
dimasukkan dalam WT setelah proses penimbangan di pabrik
Jumlah : 7 unit
Kapasitas : 100-115 kg/troly
Jumlah roda : 4 buah

b. Alat dan Mesin Proses Penggilingan


1) Open Top Roller (OTR)
Fungsi : Menggulung dan memecah pucuk sel yang telah layu
sehingga cairan sel keluar melapisi permukaan teh
Kapasitas : 350 kg
Jumlah alat : 4 unit
Spesifikasi :
 Merk : TEHA BANDUNG
 Ukuran : 47”
 Tegangan : 380 V
Prinsip kerja : Menggulung pucuk daun teh layu dengan adanya
conus yang berfungsi untuk membalik daun agar dinding sel pecah
dan batten berfungsi untuk merobek daun maka proses
penggulungan menjadi merata/ sempurna.
Alat untuk proses penggulungan yaitu Open Top Roller (OTR)
yang di gunakan di UP Tambi dapat di lihat pada Gambar 4.26

xxv
xxvi

Gambar 4.26 Open Top Roller (OTR)

2) Rotorvane (RV)
Fungsi : Untuk memotong pucuk daun teh layu yang telah
digulung pada mesin OTR agar menjadi partikel yang lebih kecil
dan memeras cairan.
Kapasitas : 300 kg
Jumlah alat : 3 unit
Spesifikasi :
 Merk : GEM 15'' Rotorvane
 Tegangan : 380 V
 Kuat arus : 30-50 A
Rororvane (RV) yang di gunakan untuk proses penggilingan di
UP Tambi dapat di lihat pada Gambar 4.27

xxvi
xxvii

Gambar 4.27 Rotorvane (RV)


Prinsip kerja :
Memotong pucuk daun teh layu menjadi ukuran kecil dengan
putaran pisau (vane) didalam silinder dan kemudian keluar
melalui plat ujung.
3) Rotary Roll Breaker (RRB)
Funfsi : Sebagai alat untuk memisahkan partikel besar dan
kecil ukuran ayakan mesh 7, 7, 8 dan 6, 6, 8 atau biasanya
disesuaikan dengan permintaan pasar
Spesifikasi :
 Kapasitas : 300 kg
 Ukuran mesh : 7,7,8 ; 668
 Jumlah : 2 unit
 Tegangan : 380 V
Alat pengayak pada proses sortasi basah yang di gunakan di UP
Tambi yaitu Rotary Roll Breaker (RRB) dapat di lihat pada
Gambar 4.28

xxvii
xxviii

Gambar 4.28 Rotary Roll Breaker (RRB)


Prinsip kerja :
Menyaring bubuk teh basah dengan gerakan sehingga bubuk
teh hasah akan bergerak dan bubuk teh basah yang lolos ayakan
akan jatuh melalui corong samping dan kemudian ditampung
pada baki fermentasi, sedangkan yang tidak lolos ayakan akan
keluar menuju corong bagian depan
4) Ayakan Ghoogi
Fungsi : Memecahkan gumpalan (Ball breaking) pucuk
akibat penggilingan, dapat menurunkan suhu bubuk yang
digiling dan memisahkan bubuk dan badag.
Jumlah alat : 1 unit
Spesifikasi :
 Merk : India
 Tegangan : 380 V
 Tipe : GREN LEAF SIFTE
 No seri 505
Ayakan Ghoogi yang di gunakan di UP Tambi dapat di lihat
pada Gambar 4.29

xxviii
xxix

Gambar 4.29 Ghoogi

5) Humidifier :
Fungsi : Membantu dalam mempertahankan kelembaban
ruang penggilingan dan ruang fermentasi.
Jumlah alat : 5 unit
Alat Humidifier dapat di lihat pada Gambar 4.30

Gambar 4.30 Humidifier


Prinsip kerja :
Gerakan putar dari elektromotor mengakibatkan kipas
juga ikut berputar. Alat ini berbentuk kipas yang dilengkapi
dengan selang air. Pada saat yang bersamaan air dipompakan dan
menyembur pada bagian piringan. Air ini kemudian akan
terpecah merata sehingga akan tampak seperti kabut.

xxix
xxx

6) Conveyor
Fungsi : Sebagai alat pengangkut yang menghubungkan
antara Rotorvane ke RRB dan Rotorvane ke Ghoogi.
Jumlah alat : 6 unit
Spesifikasi :
 Merk : India
 Tipe : ILA 3064 - 4
Alat Conveyor dapat di lihat pada Gambar 4.31

Gambar 4.31 Conveyor

c. Alat dan Mesin Proses Pengeringan


Mesin yang digunakan dalam proses pengeringan adalah :
1) Drier I (Three Circuit Drier)
Spesifikasi :
 Merk : India
 Panjang : 8,1 m
 Lebar : 2,12 m
 Tinggi : 1,83 m
 Kapasitas : 300 kg/jam
 Putaran : 1.365 rpm
 Tegangan : 380V

xxx
xxxi

2) Drier II & III (Two Circuit Drier)


Spesifikasi :
 Merk : Inggris
 Panjang : 8,12 m
 Lebar : 2,12 m
 Tinggi : 1,44 m
 Kapasitas : 250 kg/jam
 Putaran : 1.455 rpm
 Tegangan : 380 V
Mesin pengering yang di gunakan di UP Tambi dapat di lihat pada
Gambar 4.32

Gambar 4.32 Mesin Pengering


Prinsip kerja :
Mengeringkan bubuk teh basah dengan bantuan udara
panas dari heater. Udara panas ini akan menguapkan air dari bubuk
teh. Proses pengeringan ini akan berjalan terus hingga bubuk teh
melewati dua atau tiga tingkat trays dan diratakan dengan
spreader. Setelah bubuk teh pada tingkat trays terakhir maka
bubuk teh telah kering dan akan keluar melalui pintu keluaran.

xxxi
xxxii

d. Alat dan Mesin Proses Sortasi/Penjenisan


1) Buble Tray
Fungsi : Untuk memisahkan bubuk dengan partikel
halus, sedang, kasar dan tulang.
Kapasitas : 300 kg
Jumlah alat : 1 unit
Spesifikasi :
 Merk : CHINA
 Tegangan : 380 V
 Putaran : 1.400 rpm
Buble Tray untuk proses sortasi kering/penjenisan yang di
gunakan di UP Tambi dapat di lihat pada Gambar 4.33

Gambar 4.33 Buble Tray

2) Fibrex
Fungsi : Untuk membersihkan dari serat atau benda ringan
Jumlah alat : 4 unit
Spesifikasi :
 Merk : ABB
 Bentuk : Berupa rol
 Tegangan : 380V
 Putaran : 1.415 rpm

xxxii
xxxiii

Fibrex yang di gunakan UP Tambi pada proses sortasi kering/


penjenisan dapat di lihat pada Gambar 4.34

Gambar 4.34 Fibrex

3) Choota
Fungsi : Untuk memisahkan teh berdasarkan besar
kecilnya partikel dan menyeragamkan partikel.
Kapasitas : 100 kg
Spesifikasi :
 Merk : CZECH REPUBLIC
 Tegangan : 380 V
 Jumlah ayakan : 3 tingkat
 Putaran : 940 rpm
Prinsip kerja : Mengayak bubuk teh kering dengan sistem ayakan
bertingkat.
Choota yang di gunakan pada proses sortasi kering/penjenisan
dapat di lihat pada Gambar 4.35

xxxiii
xxxiv

Gambar 4.35 Choota

4) Cutter
Fungsi : Untuk memperkecil partikel dengan cara memotong.
Spesifiksi :
 Merk : INDUKTION MOTOR
 Buatan : CZECH Republic
 Tegangan : 380 V
 Type : ANC 100 LGY 3
 Putaran : 935 rpm
5) Cruser
Fungsi : Untuk memperkecil partikel dengan cara
menggilas atau memipihkan.
Prinsip kerja : Elektromotor menggerakkan silinder dengan arah
yang berlawanan. Bubuk teh melewati silinder akan tergilas dan
terpotong menjadi ukuran yang lebih kecil.
Cruser yang di gunakan untuk memperkecil partikel dapat di
lihat pada Gambar 4.36

xxxiv
xxxv

Gambar 4.36 Cruser

6) Winower
Fungsi : Untuk memisahkan atau memurnikan partikel teh
berdasarkan berat jenisnya dan menghilangkan debu.
Prinsip kerja : Pemisahan teh dengan menggunakan hembusan
angin. Teh kering masuk dalam ruang penghembus melalui
conveyor. Teh yang mempunyai berat paling besar akan jatuh
pada lubang pengeluaran pertama dan teh yang semakin kecil
beratnya akan berturut-turut keluar pada lubang pengeluaran
selanjutnya.
Winower yang di gunakan dalam proses sortasi kering/penjenisan
dapat di lihat pada Gambar 4.37

Gambar 4.37 Winower

xxxv
xxxvi

e. Alat dan Mesin Proses Pengemasan dan Pengepakan


1) Tea Bins ( Peti Miring)
Fungsi : Sebagai tempat penyimpanan sementara jika kapasitas
gudang penuh sebelum dilakukan pengepakan. Bagian dasar
dari Tea Bins dibuat miring, hal ini bertujuan agar
mempermudah dalam pengeluaran bubuk teh kering. Dinding
Tea Bins sendiri terbuat dari aluminium, hal ini dikarenakan
dikarenakan agar mutu teh dapat terjaga dari kerusakan
Spesifikasi :
- Kapasitas : Untuk jenis Dust = 3000 kg
Untuk jenis BT = 1800-2000 kg
Tea Bin (peti miring) yang di gunakan untuk penyimpanan teh
sementara di UP Tambi dapat di lihat pada Gambar 4.38

Gambar 4.38 Tea Bins

2) Tea Mixer
Fungsi : Untuk mencampur bubuk teh dengan grade yang sama
dari hasil produksi agar seragam.
Tea Mixer yang digunakan untuk mencampur teh dapat di lihat
pada Gambar 4.39. Sedangkan mesin Shrink Tunnel dan Sealer
pada proses pengemasan dapat di lihat pada Gambar 4.40

xxxvi
xxxvii

Gambar 4.39 Tea Mixer

3) Shrink Tunnel dan Sealer

Gambar. 4.40 Shrink Tunnel dan Sealer


Mesin Shrink Tunnel merupakan sebuah mesin
menggunakan elemen pemanas yang mempermudah proses
labeling dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas dari produk
tersebut. Penggunaan mesin Shrink Tunnel ini sangat penting,
terutama dalam meningkatkan kualitas proses labeling. Sealer
adalah salah satu jenis mesin pengemas yang bisa digunakan untuk
mengemas aneka jenis bahan kemasan. Mesin ini dapat menyegel
plastic film dari berbagai macam bahan plastik seperti PE, PP,
PET/PE atau alumunium foil dengan kecepatan yang bisa diatur.

xxxvii
xxxviii

G. Sanitasi Industri
Sanitasi adalah pengendalian yang terencana terhadap lingkungan
produksi, bahan dasar, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran
hasil olahan, mencegah terlanggarnya nilai estetika serta menciptakan
lingkungan kerja yang bersih, aman dan nyaman. Sanitasi adalah pengendalian
terhadap sesuatu yang ingin dijaga terhadap kemungkinan terjadinya
kerusakan maupun pencemaran (Anonim, 2010). Dalam proses pengolahan
teh, sanitasi sangat penting untuk dilakukan demi menjaga dari kerusakan
maupun tercemarnya produk teh.
Aspek sanitasi dalam produksi pangan merupakan program yang tidak
dapat dipisahkan dalam industri. Sanitasi dalam industri meliputi sanitasi
bahan baku sampai dengan produk akhir dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses produksi yang dapat menyebabkan kontaminasi
pada produk seperti sanitasi peralatan produksi, sanitasi pekerja, sanitasi
bangunan, serta perlakuan-perlakuan yang berhubungan langsung dengan
bahan karena sanitasi sangat terkait dengan keamanan pangan bagi konsumen.
Penerapan sanitasi yang baik dalam industri akan memberikan keuntungan
produksi dan meningkatkan mutu produk yang dihasilkan.
PT Perkebunan Tambi telah menjalankan sistem HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point) terhadap pengolahan komoditasnya dengan
tujuan untuk menjamin kualitas mutu teh yang dihasilkan. Dengan adanya
sanitasi terhadap lingkungan produksi, pekerja, peralatan, maupun bahan baku
diharapkan dapat mendukung terjaminnya mutu teh yang dihasilkan. Sanitasi
yang dilakukan Unit Perkebunan Tambi yaitu meliputi :
1. Sanitasi Bahan Baku
Sanitasi bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat
penting. Hal ini dikarenakan pucuk teh sebagai bahan utama yang akan
diolah menjadi produk teh jadi. Apabila pucuk teh tidak mendapatkan
perlakuan dan pengawasan khusus dari semua jenis kontaminan maupun
kotoran, maka mutu produk yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan yang
diharapkan. Selain itu, bahaya yang ditimbulkan juga sangat merugikan

xxxviii
xxxix

konsumen apabila teh yang bahan bakunya terkontaminasi sampai


dikonsumsi.
Sanitasi terhadap pucuk teh sudah diawali dari pemetikan di kebun
teh. Pemetikan pucuk teh hanya boleh dilakukan minimal 7 hari sejak
penyemprotan hama yang terakhir dilakukan. Hal ini untuk menghindari
kemungkinan masih adanya sisa-sisa bahan kimia yang menempel di daun
teh. Pucuk teh yang dipetik juga tidak boleh terkena kotoran ketika dipetik,
seperti jatuh ke tanah atau terinjak-injak. Hal ini disebabkan dalam
pengolahan pucuk teh sama sekali tidak melibatkan proses pencucian
terhadap pucuk teh yang akan diolah. Setelah keranjang penuh kemudian
pucuk teh dimasukkan ke dalam waring sebelum ditimbang. Waring yang
akan ditimbang diletakkan diatas plastik atau terpal dengan tujuan untuk
menjaga agar pucuk segar tidak terkena kotoran. Selain itu alat transportasi
(truk) dalam membawa waring yang telah berisi pucuk segar ke pabrik
dialasi dengan terpal dan diberi tutup, agar pucuk terhindar dari sinar
matahari langsung dan terhindar dari hujan.
Sanitasi pucuk teh ketika berada di pabrik juga tidak kalah penting.
Pucuk teh yang akan dilayukan tidak boleh jatuh keluar dari Whitering
Trough selama proses pembeberan. Pucuk teh juga tidak boleh terkena
bahan-bahan kimia seperti oli, solar, maupun minyak pelumas ketika
diangkut menggunakan truk. Hal ini untuk menghindari adanya
kontaminasi terhadap pucuk teh. Sortir terhadap kotoran seperti daun-daun
tua, rumput dan ranting pohon lain dilakukan bersamaan dengan
pembeberan pucuk segar pada Withering Trough. Sedangkan kontaminasi
fisik lain seperti cemaran berupa logam dihilangkan dengan menggunakan
magnet yang terdapat di conveyor pada proses sortasi.
2. Sanitasi Peralatan, Mesin dan Ruangan Pengolahan
Sanitasi terhadap peralatan, mesin, maupun ruangan pengolahan
juga sangat penting untuk dilakukan. Peralatan, mesin, maupun ruangan
yang bersentuhan langsung dengan bahan baku secara otomatis
membutuhkan perhatian khusus agar tidak menimbulkan kontaminasi

xxxix
xl

terhadap bahan baku yang akan diolah maupun produk teh yang
dihasilkan.
Agar tahapan proses pengolahan teh berjalan dengan lancar dan
produk teh aman untuk dikonsumsi, maka sanitasi alat dan mesin perlu
perhatikan. Di UP Tambi terdapat jadwal sanitasi dan perawatan alat dan
mesin. Pembersihan alat dilakukan setelah proses selesai, sedangkan
perawatan mesin dilakukan setiap seminggu sekali setiap hari Senin.
Sanitasi peralatan dilakukan sejak pemetikan pucuk teh di kebun.
Keranjang maupun waring yang digunakan sebagai tempat pucuk teh
harus benar-benar bersih dari segala macam kontaminan maupun kotoran.
Keranjang maupun waring ini harus dibersihkan setiap kali selesai dan
setiap kali akan dipakai agar tidak ada kotoran yang bisa mengkontaminasi
pucuk teh yang akan diolah.
Sanitasi terhadap mesin akan lebih banyak ditemukan di pabrik.
Mesin-mesin yang baru selesai digunakan untuk melakukan pengolahan
maupun ketika akan digunakan untuk pengolahan harus dibersihkan untuk
menghilangkan kontaminan yang bisa menempel di bahan baku maupun
produk teh jadi. Mesin-mesin harus dibersihkan dari oli, pelumas maupun
kotoran-kotoran lainnya secara periodik setiap hari. Kotoran-kotoran
disapu menggunakan sapu lidi seperti membersihkan sisa-sisa pucuk teh di
Whitering Trough. Pemeliharaan fan dilakukan dengan memberikan
pelumas agar putarannya stabil. Baki dan nampan yang diperlukan pada
tahapan proses fermentasi dibersihkan dan di cuci untuk menghilangkan
sisa-sisa bubuk teh yang difermentasi dengan menggunakan air yang
mengalir dan seminggu sekali dibersihkan dengan menggunakan soda api
serta menghembus dengan kompressor untuk menghilangkan debu di
mesin-mesin sortasi. Sisa-sisa kotoran dan debu yang menempel pada alat
mesin akan terhembus ke lantai oleh kompresor, sedangkan debu yang
berterbangan akan terhisap oleh kipas penghisap debu (Blower) dan
terbawa keluar ruangan.

xl
xli

Dengan tersedotnya debu maka gangguan pernafasan pekerja


dapat diminimalkan dan dapat menjaga kebersihan ruang sortasi
kering. Kipas penghisap debu (Blower) di ruang sortasi kering dapat
di lihat pada Gambar 4.41

Gambar 4.41 Kipas Penghisap Debu (Blower)


Sanitasi terhadap ruangan pengolahan dapat dilakukan dengan
membersihkan ruangan yang digunakan untuk proses produksi secara
periodik. Ruangan-ruangan diberi ventilasi agar sirkulasi udara bisa
berjalan lancar. Ruangan harus dibersikan dari debu maupun kotoran-
kotoran lain secara periodik setiap hari. Pelaksanaan sanitasi ruangan
dilakukan dengan mengepel lantai, membersihkan dinding dan atap. Di UP
Tambi lantai pabrik terbuat dari semen dan sebagian dari keramik
tujuannya agar mudah di bersihkan, relatif kedap air dan selain itu lantai
yang terbuat dari semen atau keramik mempunyai daya tahan yang kuat
sehingga tidak mudah rusak. Untuk dinding pabrik terbuat dari tembok dan
di lengkapi dengan ventilasi udara yang terbuat dari kaca dan atap pabrik
terbuat dari seng dengan alasan agar udara di dalam pabrik tidak dingin
karena lokasi pabrik terletak di pegunungan yang udaranya dingin.
Penggunaan atap yang terbuat dari seng karena dapat menyerap panas
sehingga ruangan tetap terjaga. Dan pelaksanaan sanitasi khusus untuk
ruangan fermentasi perlu dilakukan pengepelan setiap hari karena di
ruangan ini proses produksi berlangsung dalam suasana lembab sehingga

xli
xlii

jika tidak di pel setiap akhir proses produksi bisa mengakibatkan


tumbuhnya jamur maupun bakteri di ruang fermentasi ini.
3. Sanitasi Karyawan dan Pengunjung
Kesehatan dan kebersihan pekerja sangat menentukan mutu produk
yang dihasilkan. Karyawan atau pekerja merupakan salah satu mata rantai
penghubung sumber pencemaran, karena banyak mikroorganisme yang
melekat pada kulit dan pakaian yang dikenakan. Sanitasi terhadap
karyawan dan pengunjung yang masuk ke pabrik sangat penting untuk
dilakukan sebab manusia adalah sumber kontaminan terbesar. Para
karyawan dan pengunjung yang masuk ke pabrik diwajibkan memakai
masker serta baju khusus beserta topinya, dan juga sepatu yang sudah
disediakan, selain itu diwajibkan mencuci tangan sebelum masuk ke ruang
pengolahan. Sanitasi karyawan mempunyai peranan penting dalam proses
pengolahan dan kelancaran produksi. Faktor-faktor lingkungan yang tidak
sesuai dengan kondisi pekerja akan menyebabkan gangguan yang
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan pekerjaan. Gangguan tersebut
dapat berpengaruh terhadap kenyamanan kerja, gangguan keamanan dan
kesehatan dalam bekerja. Beberapa faktor yang berpengaruh pada pekerja
yang berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan dari proses pengolahan
antara lain:
a) Bau. Bau yang tidak disukai dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti pernafasan. Bau tertentu dapat berasal dari proses
penggiligan.
b) Penerangan. Penerangan merupakan faktor yang sangat penting
dalam pelaksanaan pekerja/ proses produksi. Penerangan yang baik
membuat para pekerja dapat melihat dengan jelas sesuatu yang
dikerjakan, sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Dan
sebaliknya jika sistem penerangan yang kurang baik dapat
melelahkan mata atau bahkan dapat menyebabkan kecelakaan
kerja.

xlii
xliii

c) Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki.


Dengan adanya kebisingan dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan. Gangguan tersebut dapat berupa kerusakan indera
pendengaran, selain itu juga dapat mengganggu komunikasi.
Penempatan generator yang menjadi sumber suara ditempatkan
diruang yang terpisah dengan ruang proses produksi, sehingga
tidak mengganggu karyawan dalam bekerja.
Setiap tahap pengolahan harus dilakukan antisipasi walaupun
sederhana untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan kerja para
pekerja, maka diperlukan perlengkapan untuk kelengkapan pekerja seperti:
a. Masker
Pemakaian masker dimaksudkan agar bahan baku maupun
produk yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh sumber kontaminan
dari mulut karyawan maupun pengunjung ketika bercakap-cakap.
Selain itu, dengan pemakaian masker ini kenyamanan karyawan dan
pengunjung juga akan lebih terjamin sebab proses pengolahan teh
menimbulkan bau yang cukup menusuk hidung. Masker di UP Tambi
terbuat dari kain yang cukup untuk melindungi dari debu dan
kelembaban berlebih dan tidak terlalu pengap. Masker digunakan pada
ruang sortasi basah dan fermentasi yang berkelembaban tinggi serta
pada ruang pengeringan, sortasi kering, pengemasan, dan gudang yang
berdebu
b. Baju Seragam dan Tutup Kepala
Pemakaian baju dan topi/ tutup kepala seragam dimaksudkan
agar teh yang sedang diolah tidak tercemar oleh karyawan maupun
pengunjung. Dengan sifatnya yang higroskopis, bubuk teh yang ada di
ruang pengeringan maupun di ruang sortasi akan sangat mudah
menyerap bau menyengat seperti parfum. Oleh karena itu pemakaian
satu set pakaian seragam ini akan mengurangi kemungkinan
tercemarnya produk teh oleh karyawan maupun pengunjung. Tutup
kepala digunakan untuk menjaga agar tidak terjadi pencemaran teh dari

xliii
xliv

debu dari kepala atau rambut pekerja sehingga estetika dan keamanan
teh dapat dijaga. Karyawan yang bekerja di bagian sortasi dan
pengepakan mengenakan kelengkapan kerja seperti masker, sarung
tangan dan penutup kepala dapat di lihat pada Gambar 4.42

Gambar 4.42 Karyawan Mengenakan Kelengkapan Kerja


c. Celemek
Celemek dapat befungsi sebagai pelindung pakaian pekerja dari
kotoran teh yang terkadang susah dihilangkan. Selain itu juga dapat
merapikan pakaian kerja sehingga kemungkinan pakaian tersangkut
pada alat lebih terkurangi. Dengan pemakaian celemek dapat
melindungi produk dari kotoran yang menempel pada baju pekerja.
d. Sarung Tangan
Sarung tangan difungsikan untuk menghindari kontaminasi
produk oleh tangan pekerja sebagai pengolahnya. Selain itu sarung
tangan juga untuk pengamanan kerja saat melakukan pekerjaan.
Sarung tangan sebaiknya digunakan pada tiap proses pengolahan,
terutama digunakan pada ruang sortasi basah dan ruang oksidasi
enzimatis, karena dapat melindungi tangan dari enzim polifenol
oksidase yang dapat menyebabkan tangan menjadi pecah dan selain itu
untuk melindungi tangan dari alat yang kasar.
e. Kompresor
Kompresor (Gambar 4.43) berfungsi untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada tubuh pekerja misalnya debu atau
kotoran lain seperti serat tangkai sisa hasil sortasi. Dalam pelaksanaan

xliv
xlv

produksi, alat ini ditempatkan pada ruang sortasi basah, ruang sortasi
kering dan pengemasan serta pada gudang penyimpanan dan
pengangkutan.

Gambar 4.43 Kompresor

f. Sepatu
Sepatu boot merupakan sepatu khusus yang digunakan oleh
para mandor kebun dan para pemetik di kebun untuk melindungi dari
bahaya luar, misalnya duri, paku yang dapat menancap dikaki ataupun
serangga yang berbahaya. Setiap karyawan diwajibkan mengganti alas
kakinya dengan sepatu saat masuk ke pabrik. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kontaminasi silang dari luar pabrik ke dalam pabrik, selain
itu agar dalam menjalankan proses produksi para pekerja merasa
nyaman dan terlindungi.
4. Sanitasi Bangunan dan Lingkungan
Sanitasi lingkungan produksi perlu mendapat perhatian, karena
berkaitan erat dengan masyarakat sekitar, pengolahan, dan kelestarian
lingkungan. Lingkungan produksi berhubungan dengan lokasi dan
konstruksi bangunan.
Lokasi di UP Tambi terletak di daerah pegunungan dan dekat
dengan pemukiman penduduk sehingga bahan sisa hasil pengolahan yang
dibuang harus ditangani secara benar, supaya tidak menganggu kesehatan

xlv
xlvi

dan kenyamanan penduduk sekitar. Selain itu, untuk menjaga kebersihan


halaman pabrik dan ruang pengolahan sudah ada petugas kebersihan yang
setiap pagi tugasnya menyapu dan membersihkan ruang pengolahan dan
halaman sekitar pabrik. Kebersihan lingkungan di sekitar pabrik dapat di
lihat pada Gambar 4.44

Gambar 4.44 Kebersihan Lingkungan Sekitar Pabrik


Untuk menjaga kebersihan lingkungan pabrik dan karyawan
disediakan tempat sampah untuk menampung kotoran dan juga wastafel
untuk cuci tangan para pekerja sebelum dan setelah melakukan aktifitas
kerja. Wastafel tempat untuk cuci tangan dapat di lihat pada Gambar 4.38

Gambar 4.45 Tempat Cuci Tangan


Fungsi bangunan dalam suatu perusahaan adalah untuk melindungi
para pekerja serta peralatan yang ada dari faktor lingkungan seperti panas,
hujan dan juga faktor keamanan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian

xlvi
xlvii

dalam konstruksi bangunan yaitu lantai, dinding, atap dan langit-langit,


ventilasi udara, penerangan, dan tata ruang. Sehingga diperlukan jadwal
untuk menjaga kebersihan terhadap konstruksi bangunan. Konstruksi
bangunan pabrik di UP Tambi sudah cukup baik hal ini dapat di lihat dari
dinding pabrik yang terbuat dari tembok dan di lengkapi dengan ventilasi
udara yang cukup memadai. Lantai pabrik yang sebagian besar terbuat dari
keramik memudahkan dalam proses pembersihan, relatif kedap air dan
mempunyai daya tahan yang kuat sehingga tidak mudah rusak. Selain itu
atap yang terbuat dari seng untuk menjaga suhu ruangan agar tidak dingin
karena lokasi pabrik berada di pegunungan.
Lingkungan tempat perusahaan didirikan harus diperhatikan
letaknya terhadap lingkungan yang kurang sehat. Penentuan lokasi
bangunan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
produk yang dihasilkan, untuk itu pemilihan lokasi bangunan tidak boleh
diabaikan begitu saja. Sanitasi bangunan secara umum meliputi :
a. Sanitasi Lantai
Lantai relatif kedap air, permukaannya rata dan halus tetapi
tidak licin serta mudah untuk dibersihkan. Proses pembersihan lantai
yang di lakukan di UP Tambi yaitu menyapu lantai sebelum proses dan
setelah proes produksi, sehingga lantai terlihat bersih dan tidak
mengganggu jalanya proses produksi dan mengepel lantai setiap hari
agar lantai tetap terjaga kebersihannya.
b. Sanitasi Dinding
Dinding menggunakan tembok dengan ketinggian + 5-7 meter
dari permukaan lantai, dinding tembok juga dilengkapi dengan
ventilasi yang berfungsi sebagai sirkulasi udara. Pembersihan dinding
biasanya dilakukan seminggu sekali untuk dinding yang berdekatan
dengan alat mesin yaitu dengan cara mengelap dinding tersebut agar
terbebas dari kotoran yang menempel. Proses sanitasi lantai dan
dinding yang di lakukan oleh petugas kebersihan dapat di lihat pada
Gambar 4.46

xlvii
xlviii

Gambar 4.46 Petugas Kebersihan


c. Atap dan Langit-Langit
Atap terbuat dari seng dengan alasan agar udara di dalam
pabrik tidak dingin karena lokasi pabrik terletak di pegunungan yang
udaranya dingin. Seng dapat menyerap panas dan selain itu tahan
terhadap pengaruh hujan, tahan lama, dan tidak bocor. Langit-langit
terbuat dari kayu dengan permukaan rata dan tidak mudah terkelupas
serta tahan lama dan mudah dibersihkan, tinggi langit-langit minimal 3
meter dari atas permukaan lantai. Pembersihan atap dan langit-langit
dilakukan dilakukan setiap sebulan sekali oleh petugas kebersihan.
d. Ventilasi
Ventilasi berfungsi sebagai sirkulasi udara. Uap air akan mengembun
dan menempel pada permukaan peralatan, mesin, langi-langit dan
dinding yang mudah menimbulkan karat sedangkan pada kayu akan
mengakibatkan kayu menjadi mudah lapuk atau terjadi serangan
jamur. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka dibuat ventilasi
sebagai pengatur suhu ruangan. Ventilasi udara di UP Tambi sudah
cukup baik dan memadai, penggunaan ventilasi yang terbuat dari kaca
memudahkan dalam proses pembersihan. Pembersihan debu yang
menempel pada venntilasi di lakukan setiap seminggu sekali oleh
petugas kebersihan. Sanitasi di UP Tambi sudah cukup baik, karena
dengan penerapan sistem SSOP (Standar Sanitation Operating

xlviii
xlix

Procedure) pada setiap proses, mulai dari bahan baku, pengolahan,


pengemasan sampai produk jadi. Ventilasi udara cukup baik,
penerangan yang digunakan cukup memadai dengan memasang
lampu-lampu penerangan pada setiap ruang dan tata ruangnya juga
sudah cukup baik.
5. Sanitasi Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah yang dihasilkan sangat penting untuk dilakukan
agar tidak mencemari lingkungan di sekitar pabrik walaupun pada
dasarnya proses pengolahan teh tidak menimbulkan limbah yang terlalu
berbahaya bagi lingkungan. Limbah hasil tahapan proses harus
mendapatkan perhatian dan dikelola dengan baik agar tidak
membahayakan dan berdampak buruk bagi lingkungan. Di UP Tambi
menghasilkan limbah padat, cair, maupun gas (asap). Penanganan terhadap
masing-masing limbah berbeda-beda.
a. Limbah Padat
Limbah padat dari proses pengolahan teh berupa bubuk-bubuk
teh yang jatuh ke lantai tidaklah terlalu berbahaya. Penanganannya
hanya perlu dilakukan dengan cara menyapunya kemudian
memasukkannya ke dalam karung untuk selanjutnya dibuang atau
dijadikan pupuk organik. Limbah padat sisa hasil pembakaran kayu (
abu) di UP Tambi dapat di lihat pada Gambar 4.47

Gambar 4.47 Limbah Abu

xlix
l

Limbah padat yang dihasilkan oleh UP Tambi berupa sisa


pembakaran kayu bakar (abu) yang dihasilkan pada tungku pemanas
ditumpuk setelah itu dimanfaatkan sebagai pupuk yang telah dicampur
dengan pupuk organik. Limbah padat yang lain adalah debu sisa
pengolahan dari tahapan proses sortasi kering. Debu-debu tersebut
tidak dibuang tetapi diambil oleh perusahaan batik, dan digunakan
sebagai bahan pewarna pembuatan batik. Penanganan debu diruang
sortasi kering dilakukan dengan menempatkan exhausfan yang
berfungsi untuk mengeluarkan debu yang berada disekitarnya dapat di
lihat pada Gambar 4.48

Gambar 4.48 Exhausfan

b. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan sangat kecil. Limbah cair yang
dihasilkan berupa soda api sisa pembersihan alat-alat yang digunakan
selama pengolahan seperti baki. Soda api sisa pembersihan tersebut
tidaklah dialirkan ke dalam sungai, tetapi dialirkan ke dalam bak
berbentuk kotak yang ditanam di dalam tanah. Selain itu limbah cair
seperti oli maupun bahan bakar yang tercecer bisa dibersihkan dengan
mengelap atau mengepelnya.

l
li

c. Limbah Gas
Limbah gas (asap) lebih mendapat perhatian dengan
pengaturan letak cerobong asap yang tepat sehingga tidak terlalu dekat
dengan tempat dimana karyawan beraktivitas. Ditambah dengan
adanya tanaman penyejuk di sekitar lokasi pabrik membuat kondisi
udara di Unit Perkebunan Tambi bisa tetap terjaga.
Asap dari heat exchanger baik untuk pelayuan maupun
pengeringan langsung dibuang ke udara sekitar melalui cerobong asap.
Tinggi cerobong pengeluaran asap hasil pembakaran di ruang
pengeringan lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi bangunan pabrik
tempat proses pengolahan berlangsung. Ini dimaksudkan agar asap/gas
hasil pembakaran tersebut tidak masuk ke ruang pengolahan sehingga
tidak mengganggu jalannya proses pengolahan. Penempatan cerobong
asap pada Gambar 4.49 di UP Tambi terletak di belakang ruang
pengolahan dekat dengan ruang pembakaran kayu.

Gambar 4.49 Cerobong Asap

li
lii

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Proses pengolahan teh hitam di PT Perkebunan Tambi, Wonosobo adalah
menggunakan sistem ortodox rotorvane yang meliputi proses pelayuan,
penggulungan, penggilingan, sortasi basah,fermentasi, pengeringan, sortasi
kering dan pengemasan.
2. Mutu atau grade teh hitam yang dihasilkan di UP Tambi terdiri dari:
a. Mutu I : PS, BPS, BOP, BOPF, PF, Dust I, BP, BT, BM.
b. Mutu II : PF II, Dust II, BP II, BT II, BM II.
c. Mutu III : Dust III, BM III dan Bohea.
3. Sanitasi yang dilakukan UP Tambi meliputi : sanitasi bahan baku, sanitasi
peralatan mesin dan ruang pengolahan, sanitasi karyawan dan pengunjung,
sanitasi bangunan dan lingkungan, dan sanitasi pengolahan limbah.
4. Limbah hasil pengolahan teh di Unit Perkebunan Tambi berupa limbah gas
(asap), padat dan cair.
5. Penanganan limbah padat berupa sisa pembakaran kayu bakar (abu) yang
dihasilkan pada tungku pemanas ditumpuk setelah itu dimanfaatkan
sebagai pupuk, limbah debu sisa pengolahan yang derasal dari ruang
sortasi digunakan sebagai bahan pewarna batik, limbah cair seperti oli
maupun bahan bakar yang tercecer bisa dibersihkan dengan mengelap atau
mengepelnya dan limbah asap dari heat exchanger langsung dikeluarkan
melalui cerobong asap.

B. Saran
1. Dilakukan sortir yang lebih cermat dan teliti agar bahan-bahan selain teh
tidak ikut tergiling pada proses penggilingan.
2. Perlu dilakukan proses pembersihan secara berkala pada bangunan seperti
pada atap atau langit-langit.

lii
liii

DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, S. 1982. Bercocok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung.


Anonima.2009. Mengenal Teh. www.indomedia.com. diakses tanggal 8 November
2009 pukul 09.30 WIB.
Anonimb. 2009. Tanaman Teh. http:// id.wikipedia.org diakses tanggal 8
November 2009 pukul 09.45 WIB.
Anonimc.2010.Teh Hijau Teh Hitam
Apa
Bedanya.http://hs3s.multiply.com/jurnal/item/307. diakses tanggal 22
Januari 2010 pukul 15.30 WIB.
Anonimd. 2010. Sanitasi dan Pengolahan Limbah. http://arifinds.wordpress.com.
diakses tanggal 25 Januari 2010 pukul 15.30 WIB.
Arifin, S. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung. Bandung.
Ghani, Mohammad A 2002. Dasar-Dasar Budidaya Teh. Buku Pintar Mandor
Cetakan Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jenie, Betty Sri Laksmi. 1989. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Pusat Antar
Universitas. IPB. Bogor.
Kamarijani. 2002. Perencanaan Unit Pengolahan Hasil Pertanian.UGM.Press.
Yogyakarta.
Nazaruddin dan Paimin. 1993.Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar
Swadaya. Jakarta
Nazarudin dan Paimin. 1993. Pengemasan Teh. UI Press.
Nazaruddin, dkk. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya.
Jakarta
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2001. Sanitasi Higienie dan Keselamatan Kerja
dalam Pengolahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1995. Empat Belas Tanaman Perkebunan untuk Agro-
industri. Balai Pustaka. Jakarta.
Soekarto, Soewarno T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan Standarisasi Mutu
Pangan. Antar Uneversitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi, Cokelat Internasional.
Gramedia. Jakarta
Winarno, F.G dan Jenie. 1982. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Keracunan. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F.G. dan Surono. 2002. Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. M Brio
Press. Bogor.

liii
liv

liv
lv

LAMPIRAN DOKUMENTASI

lv
lvi

lvi

Anda mungkin juga menyukai