Filsafat Intelijen Edit PDF Free
Filsafat Intelijen Edit PDF Free
Filsafat Intelijen Edit PDF Free
A.M. Hendropriyono
KOMPAS
DAFTAR ISI
Pengantar Donny Gahral Adian
Kita Tidak Dapat Hidup Tenang dan
Aman Tanpa Intelijen . vii
Memprediksi Ancaman..................................... . . 21
1
LAMPIRAN
Lampiran 1 . 216
Indeks 223
Daftar Pustaka..................... 230
Tentang Penulis . . 232
Pengantar
iv
tertib, sementara intelijen beroperasi di dalam realitas
yang tidak stabil dan goncang. Sebaliknya, "orang-orang
lapangan" pun mungkin merasa bahwa Filsafat Intelijen
terlalu abstrak untuk sesuatu yang berurusan dengan
realitas empiris. Intelijen memerlukan teori penggalangan
yang keluarannya jelas, sementara filsafat dituduh hanya
melahirkan persoalan, bukan solusi. Maka, "Filsafat
Intelijen” pun dicium sebagai proyek skolastik, yang
hanya melahirkan renungan dan bukan tindakan.
Dua jenis sinisisme di atas berbenturan dengan
kenyataan bahwa dewasa ini semua disiplin, baik teoretis
maupun praktis membutuhkan filsafat. Ekonomi
membutuhkan refleksi tentang kodrat manusia, antara
pencari nafkah yang egois atau insan kultural yang
bersosialisasi. Hükum membutuhkan refleksi tentang
hubungan antara keadilan dan kitab undang-undang
hükum pidana, apakah hakim sekadar penemu ayat atau
penegak keadilan? Politik juga membutuhkan refleksi
tentang watak demokrasi, antara demokrasi sebagai
ketegangan kreatif atau musyawarah untuk mufakat.
Semua disiplin membutuhkan refleksi filsafat, tak
terkecuali intelijen.
Refleksi filsafat tentü saja tidak serta merta
melahirkan prosedur tetap operasi intelijen. Namun,
refleksi tersebut menciptakan payung paradigmatik, yang
pada akhirnya dapat mengokohkan intelijen sebagai
bagian dari "Kebun Pengetahuan” manusia. Di samping
itu, refleksi filsafat juga mengajak "orang-orang
lapangan” untuk kembali menimbang berbagai prosedur
tetap, panduan operasional, atau siasat, yang selama ini
sudah dianggap wajar atau terberi. Intelijen bukan praktik
FILSAFAT INTELIJEN
vi
KITA TIDAK DAPAT HIDUP TENANG DAN AMAN TANPA INTELIJEN
viii
KITA TIDAK DAPAT HIDUP TENANG DAN AMAN TANPA INTELIJEN
Xi
xiii
xii
KITA TIDAK DAPAT HIDUP TENANG DAN AMAN TANPA INTELIJEN
XIV
darah Indonesia". Intelijen tidak dapat menggunakan
dalih kedaruratan untuk melindungi kepentingan sektoral
atau rezim tertentu. Artinya, praktik intelijen di luar basis
etis konstitusi, dapat dan harus dikategorikan sebagai
"intelijen hitam".
Kebenaran intelijen pun bersifat pragmatis
(kebermanfaatan) ketimbang korespondensi (kesesuaian).
Artinya, informasi intelijen tidak dapat dinilai
berdasarkan kesesuaiannya dengan fakta belaka, tetapi
juga berdasarkan kegunaan informasi tersebut untuk
memprediksi pengalaman di masa yang akan datang.
Kebenaran "sebuah pesantren menjadi sarang kaum
radikal” misalnya, tidak sekadar dibuktikan berdasarkan
kajian ilmiah dengan sederet bukti, melainkan
sejauhmana informasi tersebut dapat memprediksi
mewujudnya tindak terorisme di kemudian hari. Sifat
kebenaran informasi intelijen berbeda dengan kebenaran
ilmiah yang memerlukan basis faktual cukup kokoh.
Kebenaran informasi intelijen diukur berdasarkan
kebermanfaatan informasi tersebut, guna memprediksi
pengalaman atau kejadian di masa depan. Dengan kata
lain, informasi intelijen dapat saja datang dari sumber-
sumber non-ilmiah, meşki rehabilitas dan akuntabilitas
sebuah informasi intelijen tidak dapat dikesampingkan
begitu saja. Namun, informasi intelijen memiliki prinsip
rehabilitas dan akuntabilitasnya sendiri. Dalam konteks
ini status narasumber dan isi informasi menentukan
reliabilitas dan akuntabilitas sebuah informasi. Dengan
KITA TIDAK DAPAT HIDUP TENANG DAN AMAN TANPA INTELIJEN
3
FILSAFAT INTELIJEN
I Wawancara dengan Dr. Chotibul Umam Wiranu, anggota DPR Komisi I pada 18 Mei
2012 di Depok.
2 Tidak ada definisi yang baku tentang perbedaan antara strategi, taktik dan teknik,
kecuali dalam hal gradasinya dan juga nilai sasarannya. Secara kontekstual suatu
sasaran kerap dinyatakan sebagai strategis, karena mempunyai nilai yang
menentukan. Ketiga-tiganya berkonotasi metode atau cara untuk mencapai tujuan.
Namun deskripsi yang membedakannya dapat lebih jelas dari beberapa pengertian
yang dianut Lemhannas (1990): Politik atau kebijakan nasional adalah haluan
negara yang menyangkut rencana, pengembangan, pemeliharaan, dan
pengendalian dalam penggunaan totalitas potensi dan kekuatan untuk mencapai
tujuan nasional. Untuk itu menurut Sesko AD (1979), ditetapkanlah kepentingan
nasional, yang berkonteks kondisi kontemporer yang dihadapi Oleh suatu negara-
bangsa. Kepentingan nasional dirumuskan, dalam berbagai sasaran nasional.
Untuk mencapai sasaran nasional, maka Politik Nasional yang digariskan Oleh
pemerintahan negara diaplikasikan dalam Strategi Nasional. Karena itu pada
hakikatnya, strategi nasional adalah pelaksanaan politik nasional, yang
meletakkan dasar penggunaan semua sumber-sumber daya nasional. Strategi
nasional berlaku pada saat perang dan juga pada masa damai. Strategi nasional
harus bersifat kenyal, karena harus mampu menghadapi berbagai macam
perubahan situasi, termasuk perubahan keadaan yang mendadak.
4
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
1
Nilai dasar mengandung cita-cita dan tujuan Iuhur, yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai dasar dijabarkan dalam nilai instrumental, yang antara Iain berupa LJUD
1945, ULJ dan kebijakan pemerintahan negara. Nilai instrumental kemudian
dijabarkan di dalam bentuk nilai praksis yang terkandung dalam pelaksanaan di
tataran operasional. Lihat: Moerdiono dalam Oetojo Oesman dan Alfian, 1993,
Pancasila sebagai Ideologi Dalam Berbagai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa
dan Bernegara. BP-7 Pusat, Jakarta. Lihat: Suhadi, 1995. Filsafat Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi, IJGM Yogyakarta.
5
FILSAFAT INTELIJEN
6
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
7
FILSAFAT INTELIJEN
4
Kaelan MS, 2008, Pancasila Bagi Generasi Penerus Bangsa. Penerbit Fakultas
Filsafat UGM, Yogyakarta. Lihat: Kaelan MS, 2008, Pendidikan Pancasila, Penerbit
Fakultas Filsafat UGM; Prof. Dr. H. Kaelan MS dan Drs. H.Achmad Zubaidi,
Msi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, untuk Perguruan Tinggi, Penerbit
Paradigma, Yogyakarta.
8
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
9
FILSAFAT INTELIJEN
5
Djoko Suryo, 2009. Dalam: Nasionalisme di Indonesia. catatan kuliah di Program
Studi Ketahanan Nasional, kerjasama Lemhannas bulan Februari 2009, yang
menyatakan, bahwa negara (state atau country) merupakan entitas dari pemerintah,
rakyat dan teritorial. Adapun nasional (asal: nation) mengandung arti interaksi antara
rakyat, pemerintah dan teritorinya. Lihat: Djoko Suryo, 2009,"Transformasi
Masyarakat Indonesia". Dalam Historiografi Indonesia Modern.
10
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
6
Kurt M. Campbell dan Michael E. O'Hanlon, 2006, Hard Power. Basic Books, New
York, USA. Lihat: Juwono Sudarsono, "Kekuatan Lunak, Keras dan Cerdas",
harian Kompas, 25 Maret 2008; Joseph Nye, 2007, The Power To Lead, Harvard
University, USA.
7
Lasiyo, 2008, Budaya Muakhi dan Pembangunan Daerah. Perspektif Filsafat Sosial
pada Komunitas Adat Pubian Di Lampung. Sosial Budaya dalam konteks filsafat
adalah peradaban atau kebudayaan, yang memengaruhi tingkah laku manusia dan
manifestasi tindakan, sikap dan perilaku mereka. Lihat: Lasiyo dan A. Fauzie
Nurdin, Jurnal Penelitian Agama, Volume XVII No. 3, September-Desember 2008,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11
FILSAFAT INTELIJEN
8
Harsudiono Hartas, 1965. "Taktik Bertempur Infantri (TBI)" Dalam pelajaran di AMN
memberikan "Jembatan Keledai" untuk dihafal Oleh para taruna Akademi Militer
12
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
Nasional (AMN): "Main Piano Lagu Rindu Dendang", yang merupakan akronim
dari: "Medan yang Kritis, Peninjauan terhadap lapangan tembakan ke arah musuh,
Perlindungan dari Peninjauan dan Lapangan Tembakan musuh, Rintangan-
rintangan dan Djalan-djalan Pendekat menuju musuh"
II Salah satu contoh bedanya kegiatan penyelidikan dalam intelijen nonmiliter adalah
selalu dilakukan dengan teknik penyusupan (infiltrasi) atau perembesan (penetrasi)
secara senyap (rahasia) dan halus. Adapun dalam intelijen militer tidak harus senyap,
karena dapat juga dilakukan dengan kekerasan melalui suatu serangan terbuka dari
pasukan berlapis baja, yang disebut "Pengintaian Paksa"
9
Pertempuran menyangkut dua pihak yang berhadap-hadapan secara fisik di medan
laga militer, sedangkan perang meliputi berbenturannya aspek-aspek menyeluruh
dari kehidupan kenegaraan. Perang merupakan totalitas dari serangkaian pertempuran.
Contoh: Dalam pertempuran antara TNI melawan pasukan tentara Fretilin di Timor
Timur sejak akhir tahun 1974 tidak pernah mengalami kekalahan yang berarti di
setiap medan pertempuran, tetapi pada tahun 1999 Timor Timur akhirnya berhasil
memenangkan perang dan menjadi negara merdeka yang terlepas dari Republik
Indonesia, dan mendirikan negara Timor Leste.
13
FILSAFAT INTELIJEN
10
Medan Kritis dalam istilah militer berarti suatu tempat yang menguntungkan bagi pihak
yang menguasainya. Jika tempat itu dihancurkan, maka tidak akan memberi
keuntungan kepada pihak yang menguasainya.
11
Perubahan Bakin menjadi BIN vide Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000, secara
jelas menetapkan tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja
Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
14
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
12
Alat atau aparat pemerintah maksudnya bukan alat peseorangan, tetapi alat negara
dengan titik berat fungsi menjamin stabilitas pemerintahan.
15
FILSAFAT INTELIJEN
16
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
14
Dewan Analis Strategi (DAS) kini dipimpin Oleh Dr. Rubianto, dengan
anggotaanggota yang terdiri dari para pakar berbagai disiplin ilmu dan pengalaman
praktik. DAS dibentuk Oleh penulis bersama para pimpinan BIN periode 2001-
2004 melalui SK Ka BIN 1318/10/2001 tanggal 28 Oktober 2001, tentang
pembentukan Dewan Analis Strategis. IJntuk pertama kalinya DAS dipimpin
sendiri Oleh Ka BIN bersama Sekretaris: Hari Budiman. Secara aklamasi
kemudian dipilih Osman Sapta Odang sebagai Ketua Harian DAS. Para pakar yang
pernah duduk di sana, antara lain Hadi Purnomo (kemudian menjadi Ketua BPK),
Prof. Dr. AS Hikam (Mantan Menteri RisteWKetua BPPT), dan lain-lain.
17
FILSAFAT INTELIJEN
18
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
15
Berdirinya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) tidak terlepas dari jasa As'ad
Said Ali (Waka BIN, kemudian menjadi Wakil Ketua PBNU), Muhdi PR
(kemudian menjadi politisi), Bey Sofwan (kemudian menjadi Dubes di Timor
Leste), Beny Rulyawan, Suparto, Nurhadi Jajuli (kemudian menjadi Duta Besar
Republik Indonesia di Nigeria), Muhammad Ali dan Usman Chatib Warsa (Rektor
Ul), para guru besar dan dosen Universitas Indonesia, antara Iain Prof. Dr. Sutanto,
Dr. Iriani Sophiaan, dan Iain-Iain. Ketua STIN yang pertama adalah Prof. Dr. Ir.
Bijah Soebijanto, M.Si.
16
Sekolah pascasarjana intelijen dinamakan Institut Intelijen Negara (IIN) secara
bersama-sama dengan STIN diresmikan Oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri
pada hari Rabu 9JuIi 2003. Hanya STIN yang dilanjutkan Oleh pemerintah
berikutnya, dengan mengukuhkan STIN melalui Perpres No. 14 Tahun 2009.
19
FILSAFAT INTELIJEN
20
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
20 BKO adalah singkatan dari Bawah Kendali Operasi, yang artinya satuan-satuan dari
luar BİN, seperti dari Polri dan TNI ditempatkan di bawah BIN hanya dalam hal
operasional saja, tidak termasuk bidang administrasinya. Dalam mengintegrasikan
subjek yang demikian, dunia militer mengenal asas-asas yang antara lain, The
Unity of Command, yang berarti Kesatuan Komando. Untuk itü dikenal tiga sistem
komando dan pengendalian (Kodal): BKO, BP (Bawah Perintah) di mana
menyangkut juga bidang administrasinya, dan BL (Bantuan Langsung) di mana
bantuan diberikan oleh satuan atasan secara langsung, berdasarkan permintaan dari
satuan bawahannya.
21
BRILIAN DAN BERKEADABAN
SIASATYANG
17
Sumpah Intelijen berbunyi sebagai berikut: "Demi Allah saya bersumpah: I) Setia kepada
Pemerintah Negara Repubik Indonesia yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. 2) Memegang teguh disiplin, berarti taat kepada Undang-
Undang dan patuh kepada pimpinan, dengan tidak membantah perintah atau keputusan
dinas. 3) Menjunjung kehormatan Korps Intelijen setinggitingginya di setiap tempat, waktu
dan di dalam keadaan bagaimanapun juga. 4) Meningkatkan kemampuan intelijen dan
pantang menyerah dalam menjalankan segala tugas dan kewajiban. 5) Memegang segala
rahasia negara sekeraskerasnya."
22
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
sektor-sektor adalah alat-alat negara yang sama sifatnya dengan
TNI, Polri, Kejaksaan dan lain-lain.
Arus liberalisme dalam demokratisasi negara Republik
Indonesia yang sangat deras kita rasakan sekarang ini,
mendesak kita untuk segera melahirkan konsep filsafat intelijen
negara. Dengan memegang teguh filosofi intelijen negara
Republik Indonesia, maka praktik penyalahgunaan intelijen
negara dapat dihindarkan.
Pedoman untuk bersikap, berbicara, bertindak dan
berperilaku bagi personel intelijen negara dalam melaksanakan
tugas dan dalam pergaulan hidup sehari-hari dapat dicakup
dalam suatu kode etik intelijen negara. Kode etik hanya
menyangkut aturan terhadap subjek (pelaku) intelijen, tetapi
tidak mencakup metoda dan sasaran intelijen negara. Filsafat
intelijen melakukan kategorisasi sasaran secara jelas, antara
sasaran luar negeri dan dalam negeri.
Untuk sasaran luar negeri, fungsi-fungsi intelijen dapat
dilaksanakan dengan semua cara, termasuk hard approach atau
pendekatan kekerasan. Hal tersebut disebabkan kepentingan
nasional menjadi lebih mengemuka, daripada kepentingan lain.
Tidak demikian halnya untuk sasaran dalam negeri, yang harus
menyingkirkan jauh-jauh nilainilai pragmatisme. Di sini pula
dirasakan perlunya intelijen negara Republik Indonesia dalam
praktik, untuk selalu berpedoman pada filsafatnya sendiri.
Perumusan Sumpah Intelijen juga diikuti dengan penulisan
lirik lagu "Mars Intelijen" pada tanggal 7 Mei 2002 (tertera
dalam Lampiran 2). Inisiatif teknis dalam kepemimpinan yang
demikian itu bertujuan agar BIN tetap dapat melaksanakan
tugasnya, walau keadaan lingkungan strategik baik global
maupun nasional berkembang ke arah yang makin tak menentu.
Ketidakmenentuan tersebut bertambah lagi oleh kerancuan di
23
FILSAFAT INTELIJEN
kalangan para penentu kebijakan intelijen itu sendiri yang
kebanyakan awam terhadap intelijen.
Awamnya para pemangku kepentingan intelijen yang silih
berganti, sesuai dengan amanat demokrasi dapat terjadi, karena
memang secara historis awal dari pengertian intelijen negara
berasal dari intelijen pertahanan atau intelijen militer.
Karenanya kebanyakan di antara mereka jika mendengar istilah
intelijen, pikirannya langsung ke arah intelijen militer.
Intelijen militer adalah ilmu yang membahas pengetahuan
tentang cuaca, medan, dan musuh (cu me mu). Pengertian
cuaca meliputi iklim, musim, kering, basah, lembab, terik,
teduh, hujan, panas atau dinginnya udara. Dengan
perkembangan ancaman dan perubahan bentuk perang, di masa
kini intelijen cuaca meliputi juga keadaan di luar angkasa.
Pengertian "medan" yang semula adalah area atau dataran
darat/laut/udara, kemudian berkembang menjadi di bawah
tanah, di bawah laut dan juga di luar angkasa.
Metamorfosa sasaran intelijen yang lebih luas dari "cu me
mu" tersebut adalah "Trigatra" (geografis, demografis, dan
kondisi sosial) yang merupakan fungsi-fungsi dari intelijen
teritorial, kependudukan, politik, ekonomi, perdagangan,
industri, sosial, budaya, teknologi, hukum, pertahanan, dan
keamanan. Aspek-aspek tersebut secara teoritis, oleh
Lemhannas dimasukkan ke dalam lima aspek ketahanan
nasional, yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan (Ipoleksosbudhankam) yang dinamakan
juga "Pancagatra". Jika Pancagatra disinergikan secara
sistematis dengan kondisi masingmasing dari Trigatra, maka
kondisi tersebut dinamakan "Astagatra". Kondisi dinamis dari
kekuatan Astagatra itu
24
FILSAFAT INTELIJEN
18
Lemhannas, 1981, Bunga Rampai Wawasan Nusantara,Lemhannas, Jakarta. Lihat:
Lemhannas, 1989, Ekonomi Pancasila, PT Aries Lima, Jakarta; Bijah Subijanto,
2004, Stratifikasi Kebijakan Nasional. Penerbit Lemhannas, Jakarta; Lemhannas,
2009, Index Kepemimpinan Nasional,PT Aries Lima, Jakarta.
19
Sri Margana dan Widya Fitrianingsih (Eds.), 2010, Sejarah Indonesia: Perspektif
Lokal dan Global. Persembahan untuk 70 tahun Prof. Dr. Djoko Suryo, Penerbit
Ombak, Yogyakarta.
FILSAFAT INTELIJEN
26
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
20
Bom Suryanto kemudian menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Papua Nugini
periode 2006-2009.
27
FILSAFAT INTELIJEN
28
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
29
FILSAFAT INTELIJEN
30
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
21
Kopassus merupakan pasukan yang dilatih, diorganisasi, diberi perlengkapan dan
mempunyai tugas khusus dalam perang inkonvensional (nonkonvensional).
22
Sasaran kunci adalah sasaran yang bila dihancurkan, dapat menghentikan
perlawanan musuh. Misalnya, Osama bin Laden merupakan personel kunci.
Contoh Iain adalah Pos Komando musuh, yang jika diserang akan menyebabkan
koordinasi antarpasukan depan mereka jadi kacau balau. Sasaran kunci biasanya
berada jauh di garis belakang musuh. Karena itu, Passandha mendekati sasarannya
dengan cara infiltrasi, yang melalui darat biasanya menyamar sebagai orang sipil,
sedangkan yang melalui udara melalui penerjunan bebas (free fall) yang terus
berkembang dengan teknik 'Halo' (High Altitude, Low Opening) atau melompat
dari ketinggian di udara yang tinggi, tetapi membuka payungnya pada ketinggian
yang rendah, agar bisa jatuh tepat pada sasaran yang direncanakan.
31
FILSAFAT INTELIJEN
32
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
33
FILSAFAT INTELIJEN
34
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
35
FILSAFAT INTELIJEN
36
BRILIAN DAN BERKEADABAN
SIASATYANG
37
FILSAFAT INTELIJEN
Metode setengah terang-terangan (setengah putih dan
setengah hitam) disebut metode kelabu. Contoh metode
kelabu adalah satuan "klandestin” yang melakukan
perlawanan sebagai pasukan gerilya bersenjata. Misalnya,
mereka yang berasal dari organisasi Anshor-ud-Tauhid
yang berlatih di Aceh. Metode mereka itu disebut sebagai
"metode kelabu", karena merupakan campuran antara
metode putih dan hitam. Mengangkat senjata merupakan
metode putih (terbuka), sedangkan membangun sistem
komunikasi, sistem logistik, dan Iain-Iain yang bersifat
rahasia, merupakan kegiatan intelijen bermetode hitam
(tertutup). Kegiatan tertutup disebut juga kegiatan bawah
tanah (underground) atau kegiatan yang ilegal dari para
teroris, lebih biasa digunakan dalam ilmu intelijen negara
sebagai kegiatan "klandestin" (clandestine).
Operasi klandestin yang dilakukan oleh kelompok
fundamentalis radikal, antara Iain, telah menggunakan
anak-anak remaja untuk melakukan bom bunuh diri di
Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo.
Anakanak remaja yang dipilih menjadi pelaku biasanya
dari kalangan keluarga yang tidak mampu.
Di dunia ini, apalagi di Indonesia, sangat banyak
remaja dari kelompok masyarakat melarat, yang dapat
direkrut menjadi pelaku teror. Karena itu para calon teroris
selalu tersedia, bak dedaunan dari sebatang pohon, yang
patah tumbuh hilang berganti. Salah satu contohnya
adalah Ahmad Yosepa Hayat (AYH), seorang suicide
bomber (pengebom bunuh diri), yang membom GBIS
tersebut, dan para pengantar yang membantunya.
Pembantu AYH bernama Rezki Dian Furqoni alias
Kuncung adalah remaja berusia 17 tahun, dan remaja Iain
bernama Teguh alias Parkit. Operasi intelijen Densus 88
Polri melakukan penangkapan terhadap mereka, dalam
38
BRILIAN DAN BERKEADABAN
waktu Yang hampir bersamaan di tempat yang berbeda.
Kuncung ditangkap di dekat mesjid Al-Ikhlas
SIASAT YANG
23
Harian Kompas, Sabtu, 12 Mei 2012.
39
FILSAFAT INTELIJEN
Manusia memerlukan intel di sepanjang spektrum
kehidupannya, yang dimulai sejak langkah pertama setiap
orang akan keluar pintu rumah, misalnya untuk menemui
seorang tukang pos di halaman. Secara refleks kita
terdorong untuk melihat dulu, apakah cuaca di luar rumah
hujan, kering, dingin, atau panas. Intelijen cuaca tersebut
akan melahirkan keputusan tentang pakaian jenis apa yang
akan kita kenakan dan apakah kita memerlukan payung
atau tidak24.
Kita juga memerlukan intelijen medan untuk
mengetahui apakah tangga di teras rumah yang akan kita
turuni licin atau adakah seekor kucing yang sedang
tertidur di sana, yang harus kita langkahi ketika menuju ke
halaman rumah atau tidak. Keperluan intelijen yang ketiga
adalah menyangkut bingkisan yang akan kita terima,
apakah dari teman kita atau orang tidak dikenal yang
mungkin memusuhi kita. Ketika hendak menemui "tukang
pos" tersebut, apakah kita aman dari kemungkinan bom-
surat, bom-paket atau bom-buku atau bom-bom dalam
bentuk lain dari orang yang memusuhi kita atau tidak.
Dengan demikian, di sepanjang spektrum kehidupan
ini, kita memerlukan intelijen, yang menyangkut cuaca
(cu), medan (me), dan musuh (mu) yang kita hadapi.
Cumemu biasanya merupakan Inti Sari Keterangan (ISK)
atau essential elements ofintelligence (EEI), yang
diperlukan dalam intelijen pertahanan (intelijen militer).
Fungsi-fungsi intelijen kerapkali dilaksanakan dengan
cara mengombinasikan metode terbuka (metode putih),
setengah terbuka setengah tertutup (metode kelabu) dan
tertutup sama sekali (metode hitam). Penggunaan metode
intelijen negara yang selalu terbuka, selain oleh para
24
Jono Hatmodjo, 2003, Intelijen Sebagai Ilmu, halaman 2. Balai Pustaka, Jakarta.
40
BRILIAN DAN BERKEADABAN
diplomat juga kerap dilakukan oleh para wartawan. Para
wartawan yang melakukan kerja intelijen terbuka atau
bermetode putih di dalam intelijen negara biasanya
merupakan contacted persons atau orang yang secara
sadar dititipi tugas intelijen negara.
SIASATYANG
41
FILSAFAT INTELIJEN
untuk menunjuk kepada subjek, objek, dan juga
metodenya.
Intelijen lahir dari tiga fungsi, atau ada tiga fungsi yang
membuat intelijen itu eksis, yaitu penyelidikan
(detection), pengamanan (security), dan penggalangan
(conditioning). Oleh karena kerancuan pembagian fungsi-
fungsi intelijen, maka intelijen negara Republik Indonesia
sejak tahun 2000 menghadapi serangkaian peristiwa
pengeboman di berbagai tempat di Tanah Air.
Setelah satu dekade berselang, pada tahun 2011
Indonesia dikejutkan kembali oleh meledaknya bom di
Pondok Pesantren Umar bin Khattab di Desa Sanolo,
Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Ada dua orang terduga yang ditangkap
Polri 25 , yaitu Rahmat Hidayat (22 th) seorang pegawai
swasta dan Sahrir (23) seorang tukang ojek. Kemudian
seorang lagi bernama Utbah, yang ditengarai terlibat
dalam kegiatan terorisme di Aceh setahun yang lalu dan
membunuh anggota Polsek Bolo. Terorisme ternyata terus
membayangi kedamaian hidup masyarakat Indonesia
yang sedang berbenah, untuk membangun suatu negara
demokrasi yang kuat.
Salah satu prinsip dalam negara demokrasi Pancasila
adalah menjadikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
pedoman dalam pergaulan hidup masyarakat (social
interaction)nya. Masyarakat bangsa kita hidup dengan
kesadaran untuk menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme.
Sebagai asas pergaulan dalam masyarakat, pluralisme
25
Penangkapan oleh Polri tersebut berdasarkan Undang-lJndang No. 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Para penyidik Polri mempunyai
waktu 7x24 jam untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki bukti yang cukup,
sehingga para terduga itu dapat mereka tetapkan sebagai tersangka.
42
BRILIAN DAN BERKEADABAN
tidak membedakan suku, agama, ras, ataupun
antargolongan (SARA).
MPR kini sedang gencar-gencarnya melakukan
sosialisasi Pancasila terhadap para pelajar, mahasiswa dan
golongan masyarakat bawah. Ironisnya masih terdapat di
antara para elite pemimpin bangsa yang malah berbicara,
bahkan melakukan tindakan yang bertentangan dengan
dasar filsafat bangsa kita itu. Kata-kata seorang menteri
bahwa dia harus berpihak kepada masyarakat Indonesia
yang mayoritas, merupakan indikasi betapa Pancasila
SIASATYANG
43
FILSAFAT INTELIJEN
Timur di Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah
setempat melarang mereka tinggal di lokasi Kaliorang,
Kecamatan Kaliorang, yang telah mereka tempati sejak
Desember 2010. Sebanyak tujuh Kepala Keluarga berasal
dari Gunung Kidul, empat Kepala Keluarga Iainnya
diberitakan pers sampai sekarang tidak terlacak
keberadaannya.
Perkembangan situasi sosiologis yang negatif seperti
itu merupakan masalah bagi intelijen negara, yang
menurut ilmu intelijen negara solusinya adalah
menerapkan teori intelijen penggalangan. Jika saja
peristiwa ini terjadi di zaman Belanda, di mana yang
berkuasa adalah penjajah kolonial, maka operasi
penggalangan keras dalam teori universal, dapat
dilakukan oleh kekuatan intelijen perjuangan Indonesia
terhadap key persons (orang-orang yang menentukan atau
bertanggung jawab atas kejadian itu).
Contoh dari operasi penggalangan keras menurut teori
intelijen universal itu, antara lain adalah teror, penculikan,
sabotase, dan subversi. Tujuan subversi adalah
menggulingkan pemerintahan, yang dalam kasus ini
adalah pemerintah daerah Belanda tadi. Namun, di zaman
sekarang, dalam menghadapi Pemerintah Daerah yang
tidak adil seperti itu, jawabannya adalah melancarkan
operasi intelijen penggalangan cerdas.
Dalam teori intelijen operasi penggalangan yang
cerdas disebut juga operasi psikologi, karena meliputi
kegiatankegiatan menyadarkan rakyat agar melawan,
tidak boleh diam membisu terhadap ketidakadilan seperti
itu, namun perlawanan harus dilakukan secara hukum
dengan alasan pelanggaran terhadap hak konstitusional
warga negara. Operasi atau perang psikologi secara umum
44
BRILIAN DAN BERKEADABAN
dikenal pula sebagai Psy-War atau Perang Urat Syaraf
(PUS).
Di samping penggalangan, fungsi yang lain dari
intelijen, menurut teorinya, adalah penyelidikan dan
pengamanan. Keduanya juga dapat dilakukan melalui
berbagai cara dan pendekatan. Menurut Juwono
Sudarsono (2008) 30, suatu kekuatan itu dikaitkan dengan
kemampuan untuk memaksa kehendak diri terhadap pihak
lain.
Di bidang politik dan militer, paham ini dikenal
sebagai the power to coerce atau hard power. Pada kutub
lain, ada the power to persuade, yang sering juga disebut
soft power,
30 Juwono Sudarsono, 2008. 'Kekuatan 'Lunak', 'Keras' dan 'Cerdas'." Harian Kompas
25 Maret.
45
FILSAFAT INTELIJEN
26
John Baron, 1985, KGB, Misteri di Balik Kegiatan Agen-Agen Rahasia Soviet,
Bag. I, Laras Widya Pustaka, Jakarta.
46
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
27
John Baron, 1986, KGB, Dinas Rahasia Mata-Mata Uni Soviet. Bag. Il, Mega
Media Abadi, Jakarta.
28
Persona-non-Grata adalah istilah baku diplomatik, untuk orang yang tidak disukai oleh
negara, sehingga berimplikasi diusir dari negara yang bersangkutan.
47
FILSAFAT INTELIJEN
29
Pendekatan lunak, bukan cerdas, karena dengan menggunakan uang. Namun khusus
dalam kasus Egorov, terihat bahwa para petinggi Indonesia belum memahami
intelijen dan perkembangan lingkungan strategik yang mutakhir. Peta hidrografi pada
waktu itu sudah banyak diperjualbelikan di pasaran swasta internasional, terutama di
kalangan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor kelautan dan tambang
minyak off shore (lepas pantai). Oleh karenanya, baik Egorov maupun perwira TNI
AL yang terlibat dalam kasus ini, yaitu Letkol Susdaryanto, tidak menyadari bahwa
peta yang diperjualbelikannya itu merupakan rahasia negara Republik Indonesia.
Karena ketidaksadarannya itu, maka transaksi dilakukan mereka secara terbuka di
sebuah restoran di Jakarta Tmur, bukan di sebuah safehouse (rumah aman atau
rumah benteng), yang seharusnya untuk melakukan personal meeting (pertemuan
pribadi) intelijen yang bersifat tertutup (rahasia). Penyelesaian persoalan dengan
pemerintah Uni Soviet tersebut akhirnya dilakukan melalui jalur diplomasi, namun
Letkol Susdaryanto tetap dihukum dengan tuduhan kejahatan terhadap rahasia
negara (Pasal 112 Sd 120, 528 KIJHP).
30
Laten artinya tidak nampak (tidak terlihat).
48
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
31
"Liar" di sini maksudnya adalah bebas nilai, tidak terikat kepada nilai dasar yang
terkandung di dalam filsafat bangsa Indonesia, Pancasila. Teori intelijen dikatakan
liar, jika tidak taat pada filsafatnya.
49
FILSAFAT INTELIJEN
50
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
33
Peminjaman terpidana untuk digunakan oleh intelijen, harus atas izin jajaran
pengadilan. Terpidana harus pula orang yang terpilih dengan baik, yang benar-benar
diperlukan atau bermanfaat bagi intelijen.
51
FILSAFAT INTELIJEN
34
Kapten Hendropriyono adalah penulis sendiri, yang pada 1972 sebagai Kepala Seksi
1 (Ka Si I/lntelijen) Satuan Tugas 42 Kopassandha. Satgas tersebut dipimpin oleh
Letkol Inf. Sintong Panjaitan (sekarang Letjen Purnawirawan) dan Wakilnya
Yusman Yutam (kini Mayor Jenderal TNI Purnawirawan). Sintong juga pernah
memimpin tim penyelamatan sandera penumpang pesawat Garuda 'Woyla' di
lapangan udara Don Muang Bangkok, Thailand. Operasi intelijen Kopassandha
tersebut berhasil dengan gemilang dan Sintong menerima anugerah kenaikan
pangkat Iuar-biasa menjadi Kolonel. Demikian pula seluruh anak buahnya, antara
52
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
lain adalah Subagyo HS (di akhir kariernya ia menjadi KSAD). Tercatat pula
Letkol Isnoor Matsyah sebagai perwira, yang sebelumnya ikut sebagai anak buah
penulis dalam "Operasi Balik" tim intelijen Halilintar di Kalimantan Barat. Operasi
"Woyla" adalah praktik pertama dari "Petunjuk Lapangan" Operasi
Penanggulangan Teror (Gultor), yang konsepnya disusun baru setahun sebelumnya
oleh Sintong Panjaitan sendiri dan penulis sebagai wakilnya. Konsep "Gultor"
Kopassandha (kemudian namanya berubah menjadi Kopassus) tersebut
selanjutnya berkembang menjadi konsep eselon atasan, yang dikenal sebagai
konsep Anti Teror dan Pembajakan Udara (Atbara).
35
Membalik aset musuh dalam hal yang menyangkut taktis, bukan yang bersifat
administratif. Hal ini perlu dijelaskan agar tidak menjadi salah tafsir, karena intelijen
negara Republik Indonesia melarang gonimah (perampasan aset sebagai
kemenangan perang).
53
FILSAFAT INTELIJEN
54
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
37
Akar terorisme kontemporer adalah ideologi, yang menghidupi pohon terorisme
dengan mengalirkan makanan dari dalam tanah. Tanahnya adalah golongan
masyarakat fundamentalis, yang menyukai kekerasan yang merupakan habitat dari
terorisme. Para teroris menggunakan perlengkapan dan peralatan modern, yang
terbalik dengan ideologinya yang menentang modernitas. Dengan peralatan modern
itu mereka lebih mudah menembus tanah, untuk memperoleh makanan menghidupi
organisasi yang berupa pohon terorisme. Pohon terorisme sebagai model analisis
secara lebih jelas, tertera dalam Bab berikut dari buku ini.
38
Ketika Presiden AS George Bush akan menyerang Afganistan, Presiden Republik
Indonesia Megawati Sukarnoputeri menyatakan ketidaksetujuannya. Dalam
komunikasi langsung dengan George Tennet, Direktur CIA, melalui telepon khusus
jarak jauh, penulis katakan bahwa pengejaran terhadap Osama bin Laden oleh suatu
tim kecil intelijen akan jauh lebih baik, ketimbang melancarkan perang panas yang
berupa serbuan militer, yang akan mengakibatkan banyak korban rakyat yang tidak
tahu apa-apa. Penolakan tersebut membuat George Bush menjuluki Megawati
sebagai "The Bad Girl for USA", Sejak saat itu hubungan khusus yang semula erat
antara sesama Presiden, yang masing-masing adalah anak bekas Presiden (George
Walker Bush, Megawati Sukarnoputeri dan Presiden Filipina Gloria Macapagal
Araujo), menjadi panas dan kemudian putus sama sekali. Pemerintahan Megawati
Sukarnoputeri menjadi tidak disenangi oleh pemerintah Amerika Serikat.
55
FILSAFAT INTELIJEN
39
Muhammad Busyro Muqoddas, 2010. "Kasus Komando Jihad Ditinjau dari
Perspektif Independensi dan Transparansi Kekuasaan Kehakiman". Disertasi
Program S3 Ilmu Hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
56
SIASAT YANG BRILIAN DAN BERKEADABAN
57
FILSAFAT INTELIJEN
58
NTELOEN
LAW
INTELWJE VAR
NEGERI
Praktik intelijen hitam yang
nonprosedural dan nonetis perlu diberi
perhatian khusus, agar intelijen di
dalam kodrat-Nya sebagai suatu
langkah intelijensia tidak tercemar.
Indonesia sepanjang sejarahnya, kerap
menjadi objek atau sasaran praktik
intelijen hitam dari pemerintah negara
asing
FILSAFAT INTELIJEN
BERASAS PANCASILA
T ntelijen Dalam Negeri misalnya Badan Intelijen
Negara (BIN) berfungsi untuk mendukung pemerintah
dalam menegakkan keamanan, ketertiban, dan
keselamatan masyarakat bangsa Indonesia. Adapun
Intelijen Luar Negeri misalnya fungsi CIA, bertujuan
mendukung politik luar negeri Amerika Serikat.
Praktik intelijen negara di Indonesia kerap kali
dipersepsikan umum sebagai sesuatu yang "hampa nilai".
Artinya, praktik intelijen dikira dapat menghalalkan
segala cara, demi tercapainya sebuah tujuan. Tujuan itu
sendiri dibiarkan tak terperiksa sehingga sangat rentan
untuk ditunggangi kepentingan sektoral, kelompok atau
pribadi.
Absennya basis etis bagi intelijen demikian membuat
praktik intelijen sering kali disebut sebagai "intelij en-
hitam" (bukan metode hitam). Intelijen hitam adalah
operasi yang dilakukan tanpa otorisasi (self-tasking)
maupun kontrol dari otoritas intelijen. Kegiatan ini
dilakukan secara individual, bersifat partisan dan tidak
disertai adanya
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
61
FILSAFAT INTELIJEN
I Sekretariat Negara RI, 1975, Seri 30 Tahun Indonesia Merdeka 1955-1965, him. 54.
2 Yayasan Bung Karno, 2007, Otobiografi Bung Karno. Media Pressindo.
Jakarta,Cetakan l, Hlm. 324.
3 Cindy Adams, 1965, Bung Kamo Penyambung Lidah Rakyat Indonesia,Terjemahan
Abul Bar Salim, hlm. 409. Diterbitkan atas kerja sama Ktut Masagung Corp. dan PT
Tema Baru, Jakarta.
62
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
40
Op-cit, hlm. 95.
41
Willem Oltmans, 1999, Chaos in Indonesie. Uitgeverij Papieren Tijger, Breda,
Nedherland.
42
Willem Oltmans, 2001, Di Balik Ketedibatan CIA. Penerbit Aksara Karunia,
Pengantar Aristides Katopo, Jakarta, hlm. 23. 7 Op.cit, him. 411.
63
FILSAFAT INTELIJEN
43
Perang konvensional atau nonkonvensional adalah perang yang tidak tunduk kepada
konvensi apa pun. Perang ini tidak menghiraukan hukum perang, hukum humaniter
atau hukum internasional pada umumnya.
44
ABRI adalah singkatan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang terdiri dari
Angkatan Darat, Laut, LJdara dan Kepolisian RI.
64
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
65
FILSAFAT INTELIJEN
66
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
67
FILSAFAT INTELIJEN
68
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
69
FILSAFAT INTELIJEN
IO Durna adalah tokoh dalam cerita wayang Jawa Mahabharata, mengisahkan seorang
maharesi sakti yang kerapkali melakukan fitnah. Fitnah-fitnah tersebut berujung pada
70
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
71
FILSAFAT INTELIJEN
12 Muhammad Busyro Muqoddas, 2010. Kasus Komando Jihad Ditinjau dari Perspektif
Independensi dan Transparansi Kekuasaan Kehakiman. Disertasi Program S3 Ilmu
Hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
13 Danu adalah "informan" Operasi Khusus (Opsus). Informan adalah orang yang
bekerja untuk intelijen, bertugas mencari, mengumpulkan, dan menyampaikan
72
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
informasi. Fungsinya lebih kurang sama dengan Badan Pengumpul. Untuk kasus ini,
lihat buku Ken Conboy (2007): Intelijen. Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia,
Pustaka Primatama, Jakarta.
menyesatkan opini umum seperti itu bukan monopoli
intelijen. Media massa di berbagai negara demokrasi juga
banyak yang dituduh menjadi pemeran utama dalam
merekayasa opini umum. Hal ini harus menjadi perhatian
intelijen, untuk menjadikan media massa sebagai sasaran
strategis dalam operasi penggalangan.
Dalam kegiatan kontra-intelijen, media massa
merupakan fenomena sosial yang sekaligus juga politik.
Dalam istilah intelijen, media massa merupakan critical
point, yaitu titik kritis, yang berarti memberikan keuntungan
yang menentukan bagi yang dapat menguasainya. Media
massa sangat efektif digunakan sebagai sarana pembenar,
bagi suatu pihak yang memecahkan mulut botol kaca.
Pembenaran demikian kerap kali menggunakan alasan
sentral, yaitu demi membebaskan lalat yang terperangkap di
dalamnya.
Intervensi AS dan negara-negara Barat dalam
menyadarkan rakyat Arab tentang perlunya demokrasi
negaranegara di Timur Tengah, diakui secara sepihak oleh
mereka sebagai suatu "intervensi positif', karena bertujuan
membebaskan lalat tersebut dari ketidakdewasaannya. Lalat
yang terkurung di dalam botol kaca, mengira dia sudah
berada di udara luar. Karena itu menurut Barat lalat itu harus
disadarkan, walau dengan serbuan militer fisik, yang tentu
saja mengandung terorisme. Peran media massa Barat
ternyata mampu memengaruhi opini dunia, sehingga
masyarakat internasional dapat membenarkan serbuan ke
Afganistan dan Irak yang begitu sadis. Sadisme di mana pun
dan dalam bentuk apa pun, tentu saja sama sekali tidak
mengandung etika.
73
FILSAFAT INTELIJEN
74
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
45
Wawancara dengan Budi Susilo Soepandji, Gubernur Lemhannas pada 20 Mei 2012 di
Jakarta.
75
FILSAFAT INTELIJEN
15 Amok adalah suasana mengamuknya massa secara tidak terkendali, seperti yang
pernah terjadi berturut-turut pada bulan Maret dan April 2012 di Jakarta. Sosiolog
Imam Prasodjo menyatakan bahwa anggota geng motor tersebut kebanyakan anak-
anak muda yang mempunyai banyak energi, bervisi masih longgar dan membutuhkan
76
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
identitas. Mereka masuk ke dalam identitas grup yang salah. Lihat: harian Kompas
edisi Sabtu, 14 April 2012.
16 Tentang hedonisme sebagai sindrom (penyakit) masyarakat dibahas lebih jauh pada
bab berikut buku ini.
Pancasila menolak individualisme ekstrim yang
menyalahi kodrat, karena manusia ditakdirkan hidup bukan
hanya sebagai dirinya sendiri, tetapi juga sebagai anggota
masyarakat. Karena iłu negara demokrasi Pancasila
menempatkan pemerintahan negara sebagai institusi yang
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan keamanan
rakyat46. Eksistensi intelijen di negara kesejahteraan, berdiri
di atas dua kutub yang seimbang dan selaras. Kutub yang
satu didasari oleh konsep bahwa manusia harus bebas dan di
kutub yang lain, manusia tidak boleh mengganggu
kebebasan orang lain.
Permasalahan intelijen di negara Pancasila sekarang
adalah ketidakmengertian kelompok kecil masyarakat sipil
(civil society), terutama yang disponsori oleh kelompok
oportunis dari Barat, bahwa perlindungan terhadap individu
oleh intelijen seharusnya mereka artikan sebagai
perlindungan terhadap segenap bangsa dan tumpah darah
Indonesia. Hal ini bukan berarti lalu intelijen menafikan
hak-hak individu, karena manusia Indonesia harus bebas
dałam memilih agama, keyakinan dan jalan hidup yang
ingin ditempuhnya. Mereka harus bebas dari rasa takut,
bebas untuk berserikat, bebas untuk menyatakan pendapat.
Namun, mereka tidak bebas untuk berbuat semau-maunya.
Karena iłu pula maka intelijen negara Indonesia yang
demokratis tidak dapat membenarkan cara "pembebasan”
individu-individu Libya dari cengkeraman Moammer
Khadafi, dengan cara semau-maunya seperti menyerbu
negara iłu dengan kekuatan fisik militer. Akibatnya, yang
46
Yudi Latif, 2011, Negara Paripurna. Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila,
Penerbit Gramedia, Jakarta, hlm. 572.
77
FILSAFAT INTELIJEN
47
Hendra Nurtjahjo, 2006, Filsafat Demokrasi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
78
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
79
FILSAFAT INTELIJEN
80
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
19 Dr. H. Moehammad Jasin, 2005, Memoir Jasin Sang Polisi Pejuang, Jakarta, hlm.
297-303.
Dalam situasi perang, intelijen diperlukan untuk
penggalangan atau pembinaan semangat dan kekokohan
ketahanan bangsa sendiri, bukan pembinaan semangat
pemimpin untuk terus berkuasa dengan memelihara
kekokohan stabilitas kedudukannya. Intelijen pasukan
gerilya kita saat melawan para penjajah asing dahulu
memang telah membangun anasir kolone kelima di dalam
tubuh musuh, untuk kemudian meledakkannya menjadi
suatu low intensity conflict (benturan berintensitas rendah)
antarmusuh. Hasilnya, terjadi silang pendapat antara
pemerintah Belanda dengan Amerika Serikat dan Australia
(1947).
Kekacauan yang terjadi di dalam negeri musuh,
demikian menurutteori intelijen, akan memicu perpecahan
opini rakyatnya dan mematikan ketahanannya sendiri dalam
menghadapi ancaman eksternal. Pada prinsipnya, kita harus
mengurangi jumlah teman-teman musuh dan sekaligus
memperbanyak lawan-lawan mereka. Di Iain pihak,
intelijen harus terus-menerus melancarkan penggalangan
untuk membangun sebanyak-banyaknya teman-teman
sebagai jejaring sendiri. 48 Ambisi politik untuk
melanggengkan kekuasaan suatu rezim, kerap
memanipulasi teori intelijen dari yang seharusnya untuk
melawan musuh eksternal, menjadi untuk menghadapi
oposisi internalnya49.
48
Abdul Haris Nasution, 1953, Pokok-pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia
di Masa Lalu dan Akan Datang, Penerbit Angkasa, Bandung.
49
Praktik intelijen penggalangan dengan pendekatan keras seperti itu, merupakan fungsi
intelstrat yang dilakukan oleh pasukan Sandi Yudha Kopassus. Secara teoritis
sasarannya adalah musuh eksternal, bukan rakyatnya sendiri.
81
FILSAFAT INTELIJEN
50
Tribunnews.com, 2011, Bocoran Wikileaks: Mendanai FPI adalah Tradisi Polri dan
BIN Jakarta.
82
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
51
Rencana Operasi Penggalangan terdiri dari: 1) Tujuan, 2) Analisa Sasaran, 3) Susunan
Pelaksana, 4) Metode yang digunakan, 5) Penahapan Operasi, 6) Instruksi dan
Koordinasi, 7) Administrasi dan Logistik, 8) Komando dan Pengendalian.
83
FILSAFAT INTELIJEN
Kondisi Kedaruratan
Intelijen tidak dapat menunggu suatu perbuatan
digolongkan sebagai kejahatan setelah menimbulkan akibat.
Intelijen justru harus memberikan peringatan bahwa akan
terjadinya sesuatu, yang mengakibatkan kerugian bagi
negara. Oleh karena itu, penebaran kebencian saja sudah
cukup bagi intelijen untuk bertindak.
Karl Popper (1902-1994), seorang filsuf sains,
mengatakan bahwa pengetahuan dapat saja bersumber dari
intuisi dan dugaan yang beralasan. Namun intuisi atau
dugaan tersebut harus diuji secara kritis, melalui eliminasi
kesalahan (error elimination). Artinya, praktik intelijen
tidak seperti lembaga pro-justisia yang mengumpulkan
bukti selengkap-lengkapnya untuk menggolongkan sebuah
tindakan sebagai "perbuatan melawan hukum".
Praktik intelijen harus berlomba dengan waktu, untuk
memperoleh informasi yang dirasakan cukup, guna
mencegah terwujudnya ancaman. Variabel kesahihan
informasi intelijen tidak hanya keakuratan, melainkan juga
kecepatannya. Artinya, penarikan kesimpulan tidak perlu
mengandalkan bukti-bukti yang lengkap, melainkan
informasi yang paling sedikit mengandung asumsi. Namun,
langkah intelijen untuk melindungi atau menyelamatkan
52
Wawancara dengan yang bersangkutan selaku Gubernur Lemhannas pada 20 Mei 2012
di Jakarta.
84
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
85
FILSAFAT INTELIJEN
86
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
87
FILSAFAT INTELIJEN
88
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
89
FILSAFAT INTELIJEN
90
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
91
FILSAFAT INTELIJEN
92
FILSAFAT INTELIJEN BERASAS PANCASILA
25 Santo Romano, seorang hakim asal Italia, mengatakan bahwa kedaruratan harus
dimengerti sebagai kondisi yang tidak dapat diatur Oleh norma terdahulu, Oleh karena
itu, dia harus melahirkan hukum baru dengan landasan normatif yang baru pula.
26 Definisi tentang siapa itu musuh yang menjadi sasaran intelijen, harus jelas tertera di
dalam undang-undang intelijen negara. Perumusan tentang siapa itu musuh, harus
dilakukan dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan Zaman.
orang banyak dan hanya dengan itu dia memiliki kekuatan
dan rasionalitas hukum (vim et rationem legis) dan bahkan
kegagalan menjaga kemaslahatan orang banyak, dapat
membuat hukum kehilangan kekuatan untuk mengikat
(virtutem obligandi non habet). Karena itu, maka sebagian
orang memandang intelijen beraliran pragmatisme dan
sebagian Iain menilai sebagai utilitarisme. Secara membumi
filsafat intelijen negara Republik Indonesia menyiratkan
basis etisnya di kedua aliran itu, di tengah suasana
kedaruratan (iustitium) yang bersifat "hampa hukum". O
93
Teori intelijen mengandung roh kerja, yai
eamanan nasional. Keamanan nasional kerapka
ipertentangkan dengan kebebasan individu, yan
merupakan salah satu dari sendi- sen
emokrasi. Hal ini sesungguhnya tidak per
terjadi apabila kita memaham
transformasi konsep keamanan yang buk
eamanan rezim, melainkan keamanan insani
(human security)....
FILSAFAT INTELIJEN
BERTINDAK CEPAT
(VELOX) DAN TEPAT
(EXACTUS)
egara kita berusaha keras untuk menggusur kemiskinan,
Nbukan menggusur orang miskin. Untuk itu, maka
pemerintahan negara harus membangun Indonesia, bukan
hanya membangun di Indonesia. Globalisasi harus dijaga agar
jangan hanya memberi dampak bagi para pengusaha
mancanegara, untuk menguasai konsesi usahausaha ekonomi
strategis Indonesial. Sebab, hal yang demikian itu dalam jangka
panjang hanya akan membuat bangsa kita menjadi kacung, yang
berarti tidak merdeka, sama dengan saat kita dulu dijajah oleh
kolonialis Belanda.
Pancasila yang mengandung nilai dasar, harus dijabarkan
secara konsekuen dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan
negara, harus teruji secara materiil terhadap
I Sri-Edi Swasono, 2010. Kembali ke pasal 33 UI-JD 1945, Menolak Neoliberalisme. Halaman
ix. Penerbit Yayasan Hatta, Jakarta.
UUD 1945 tersebut. Perkembangan keadaan lingkungan
strategis intelijen pada tataran nasioanal kita saat ini, semakin
cenderung kepada ekonomi pasar bebas yang realitasnya
memenangkan yang kuat daripada mereka yang miskin akan
sumber daya. Demikian pendapat yang makin meluas di antara
masyarakat bangsa kita, sehingga menyebabkan terbelahnya
aspirasi sosial ke depan. Di satu pihak masyarakat ingin agar
negara secara konsekuen kembali kepada UUD 1945, di Iain
pihak akan terus mengikuti liberalisme dan neoliberalisme yang
96
dibawa oleh globalisasi. Hanya ada kemungkinan titik temu,
yaitu melakukan amandemen ulang terhadap UUD 1945.
Ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT)
yang perlu diantisipasi oleh intelijen negara adalah tarik
menarik yang akan terjadi di antara ke dua pihak tersebut, yang
satu akan kembali ke UUD 1945 dengan menambahkan
adendum agar sesuai dengan tuntutan zaman, sedangkan yang
Iain akan menarik negara Iebih jauh lagi ke neoliberalisme.
Neoliberalisme dalam aspek ekonomi merupakan konsekuensi
logis, dari sistem politik demokrasi yang kita anut sekarang.
Namun, konstruksi sosial masyarakat kita di negara yang
berekonomi kekeluargaan ini, masih belum dapat sepenuhnya
menerima kenyataan yang ada.
Oleh karena itu, selama masa transisional, di sana-sini masih
terdapat perlawanan dari para elite masyarakat. Kita bersyukur
bahwa reformasi nasional di Indonesia telah berlangsung
dengan lancar, tanpa gejolak sosial yang berarti. Berbeda
dengan di Timur Tengah, perlawanan terhadap sistem yang
tidak dikehendaki oleh tatanan politik di sana, telah ditindas
dengan kekuatan militer oleh negara-negara adikuasa Barat.
Penindasan dengan
97
FILSAFAT INTELIJEN
53
Hendra Nurtjahjo, 2006, Filsafat Demokrasi. Penerbit Aksara, Jakarta.
98
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
99
FILSAFAT INTELIJEN
100
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
101
FILSAFAT INTELIJEN
102
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
54
Ada empat Pilar politik demokrasi kontemporer, yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif, dan
media massa.
103
FILSAFAT INTELIJEN
55
As'ad Said Ali, 2009, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, LP3ES
Indonesia, Jakarta.
104
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
105
FILSAFAT INTELIJEN
56
Hendro Subroto, 2009, Biografi Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para
Komando, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
102
yaitu totaliterisme dan penolakan terhadap demokrasi.
Untuk komunisme ditambah lagi dengan ateisme, yang
jelas bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Opini umum yang menyatakan bahwa komunisme telah
mati, tidak mengandung kebenaran, karena suatu ideologi
tidak mungkin dimatikan selama manusia masih dapat
berpikir. Malahan semua ideologi, tidak terkecuali, harus
bebas dipelajari di sekolah-sekolah tinggi sebagai objek
pengkajian dan pembahasan akademik yang terbuka.
Dengan kebebasan akademik terhadapnya, maka
penangkalan terhadap ideologi yang bertentangan dengan
Pancasila dapat dilakukan bukan dengan cara isolasi, tetapi
dengan memahami hakikat penentangan yang terkandung
di dalam tiap-tiap ideologi tersebut. Dengan metode ini,
maka langkah-langkah "cegah dini" intelijen, terhadap
bangkitnya lagi "bahaya laten" dapat lebih efektif dan
efisien.
Karena berpedoman teguh kepada nilai dasar yang
terkandung dalam falsafah bangsa, operasi intelijen masa
lalu kerap kali di masa kini mendapat tudingan sebagai
pelanggaran HAM. Tudingan itu terjadi karena di era
demokrasi liberal, semua peristiwa kenegaraan harus
ditinjau dari persepsi etika universal. Berdirinya Komnas
HAM merupakan konsekuensi logis dari perkembangan
keadaan lingkungan strategis pada tataran global.
Perubahan lingkungan tersebut membuat seluruh sistem
kehidupan manusia juga berubah, karena tidak ada satu pun
107
FILSAFAT INTELIJEN
57
Widjiono Wasis, 2001. Geger Talangsari, Jakarta. Lihat: Sukardi, 2006. Pertempuran
Talangsari, Jakarta. Lihat juga: Riyanto, 2005. Tragedi Lampung, Peperangan Yang
Direncanakan , Jakarta.
108
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
58
Cara penilaian terhadap informasi tertera juga di halaman 68, 158 dan 170 buku ini.
110
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
8 Hydra adalah binatang yang tidak dapat mati, yang terdapat dalam dongeng rakyat
Yunani. Baca: Diaz Hendropriyono (2006) dalam AI Qaeda Network: lts Origin,
Structure and Vulnerabilities. Virginia Tech University, USA.
9 Chanda Bhirawa yang didongengkan sebagai jimat sakti milik Raden Narasoma
dalam legenda wayang Jawa. Chanda Bhirawa merupakan raksasa yang tidak dapat
mati, kecuali menghilang dan kemudian muncul kembali.
merupakan suatu jaringan amorphous (tidak mempunyai
bentuk yang tetap), menjadi omnipotent (sangat perkasa)
untuk berhadapan dengan negara berdaulat, bahkan dengan
Amerika Serikat yang adidaya sekalipun.
Akar terorisme dari kedua pihak itu tumbuh dan
berkembang subur di dalam tanah yang merupakan
habitatnya masing-masing. Jika "terorisme negara" Israel
berakar di masyarakat ekstrim Yahudi global, maka
"terorisme jaringan" Al-Qaeda berakar di masyarakat
ekstrem Islam dunia. Bagian dari akar terorisme Al-Qaeda
—dengan ideologi fundamentalis— yang tersisa kini di
Indonesia adalah jaringan yang dibangun oleh Noordin
Mohammad Top (NMT), sedangkan habitatnya semula
adalah masyarakat ekstrem yang berada di bawah naungan
organisasi Jemaah Islamiyah (JI).
Namun, habitat yang telah melahirkan 12 orang suicide
bombers (para pelaku bom bunuh diri) tersebut kini tidak
Iagi terkoordinasi dengan baik. Dari sekitar 430 orang
anggota JI yang berhasil ditangkap, kira-kira 200 orang di
antaranya telah bebas kembali ke masyarakat. Sebelum
NMT membangun jaringannya sendiri, langkah untuk
memotong akar terorisme yang dilakukan intelijen adalah
melakukan pendekatan agamis dan sosial-ekonomis
terhadap mereka. Hal tersebut dilakukan karena kebebasan
mereka dari penjara, selalu diikuti oleh masalah sosial
ekonomi keluarga. Mereka sulit sekali mendapat lapangan
kerja sebagai mantan teroris.
111
FILSAFAT INTELIJEN
112
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
113
FILSAFAT INTELIJEN
59
Mustari Mustafa, 2010, Dakwah Sufisme Syekh Yusuf a/-Makasari,Pustaka Refleksi,
Makasar.
114
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
115
FILSAFAT INTELIJEN
116
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
Ideologi Keras
Ideologi "keras" berbasis agama sesungguhnya bukan
monopoli Islam, karena agama Shinto di Jepang juga telah
melahirkan suicide pilots yang terbukti dari para pilot
pesawat-pesawat tempur Angkatan Udara mereka dalam
Perang Dunia II, yang melakukan serangan Kamikaze
berjibaku (bunuh diri). Mereka terbang dan menukik
masuk ke dalam cerobong asap kapal-kapal perang
Amerika Serikat.
Lingkungan aktual merupakan kondisi yang strategis,
untuk melahirkan ideologi keras yang berbasis agama.
Kondisi di arena global saat ini adalah berkembangnya
fundamentalisme dalam keyakinan, yang berhadapan visa-
vis dengan geniusitas otak atau rasio manusia yang
melahirkan demokrasi. Teori politik demokrasi tersebut
nyata telah mampu, untuk menggilas teori-teori politik
lainnya yang menyangkut tatanan kekuasaan yang baik,
sebagaimana pernah ditawarkan oleh berbagai kalangan
filsuf, ahli hukum dan para pakar ilmu politik hingga awal
milenium ketiga Ini. 60
Tetapi, tak dapat dipungkiri bahwa situasi paradoksal
antara keyakinan dan rasionalitas telah memicu terjadinya
benturan yang pada akhirnya menuai ideologi keras, yang
penuh dengan terorisme. Ketertiban dan kedamaian umat
manusia terancam dan hanya mungkin akan tercapai jikalau
tesis individualisme yang mengusung demokrasi liberal,
dapat terimplementasi secara etis. Sebaliknya, konsep
politik Islam universal dapat terlaksana secara moderat
sesuai dengan fitrahnya. Hanya dengan dialog antara tesis
dan antitesis yang demikian, maka proses dialektika filsafat
universal dapat melahirkan suatu sintesis berupa
60
Hendra Nurtjahjo, 2006, Filsafat Demokrasi, Sinar Grafika Offset, Jakarta, hlm 1.
117
FILSAFAT INTELIJEN
61
Franz Magnis-Suseno, 2006, Berebut Jiwa Bangsa, Penerbit Buku Kompas,
Jakarta.
62
Wahabi yang dimaksud di sini adalah aliran kontemporer yang mengaku sebagai
pengikut Muhammad lbnu Abdul Wahab yang menafsirkan ayat-ayat suci secara
mutlak (100 persen) literal dan menumpas tradisionalisme dengan kekerasan.
118
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
119
FILSAFAT INTELIJEN
63
K.H.
M. Ihya Ulumiddin, 2008, "Pengantad' dalam Al-Hasani, Abuya Prof. Dr. As
Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, 2003: Ekstrem Dalam Pemikiran Agama.
Pengaruhnya Pada Kemunculan Tindakan Teror dan Anarki. Surabaya.
64
A.M. Hendropriyono, 2009, Terorisme dalam Perspektif Filsafat Analitika, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta, hlm. 109.
120
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
123
FILSAFAT INTELIJEN
66
Agus Purnomo, SAg, 2009, Ideologi Kekerasan. Argumentasi Teologis-Sosial
Radikalisme Islam, Pustaka Pelajar Yogyakarta, hlm 10.
124
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
20 Adian Hussaini, 2005. "Simpang Siur Radikalisme", dalam harian Republika, edisi
Kamis I Desember, Jakarta.
21 Hasil Munas NU tahun 2006 di Surabaya.
individualisme sebagaimana yang dimaksudkan dalam
demokrasi yang beretika.
Egoisme tentu saja sangat bertentangan dengan
Pancasila. Kebebasan berbicara sebagai hak asasi manusia
telah dimanfaatkan oleh para oportunis ini, untuk
memancing di air keruh. Ketika intelijen negara Republik
Indonesia mengajukan saran dalam sidang kabinet, untuk
meninjau kurikulum agama di sekolah-sekolah termasuk di
pesantren-pesantren dan pesantren-pesantren kilat, reaksi
dari kelompok masyarakat fundamentalis begitu keras
menolak. Penolakan itu bahkan datang dari kalangan para
pemimpin rakyat di jajaran eksekutif sendiri.
Sebaliknya, yang diakomodasi sebagai narasumber, dan
bahkan cenderung dibiarkan di era demokrasi liberal ini
adalah bermunculannya orang, yang diberi predikat sebagai
pakar, pengkaji, atau pengamat yang tidak jelas latar
belakangnya. Sampai sekarang tidak ada kriteria yang jelas
dan baku dari masyarakat media massa nasional, untuk para
narasumber tersebut. Padahal mereka kerap kali
ditampilkan untuk menyajikan analisis keadaan kepada
publik kita, yang kua-edukasinya terbilang masih jauh dari
memadai. Hanya dari kalangan media massa yang
125
FILSAFAT INTELIJEN
67
Bona fide [bouna 'faidi], bahasa Latin, artinyadapat dipercayai sepenuhnya.
68
Direktur A adalah urusan Intelijen Dalam Negeri dan Direktur D adalah urusan
pengamanan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia serta VVIP (terdiri
dari para anggota Kabinet dan para Ketua Lembaga Tinggi Negara RI).
126
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
69
Karni Ilyas pernah akan penulis ajukan kepada calon Presiden Megawati
Soekarnoputeri sebagai calon Jaksa Agung, namun ia menolak dengan alasan belum
siap untuk masuk ke birokrasi pemerintahan dan masih ingin berjuang di bidang
media massa. Demikian pula Yusuf Kartanegara tidak bersedia, karena alasan baru
saja kembali ke jajaran TNI dari jabatan Jaksa Agung Muda (JAM) bidang
Intelijen. Akhirnya Megawati Soekarnoputeri menunjuk Rahman sebagai Jaksa
Agung RI. Perlu juga dicatat bahwa Jaksa Agung di Kabinet Persatuan saat ini Basri
Arief adalah mantan JAM Intelijen.
127
FILSAFAT INTELIJEN
70
Dengan memanfaatkan para mantan teroris, Ketua Satgas Bom Polri Brigjen (Pol.)
Suryadharma dan Kepala Densus 88 Bekto Sudarto, yang dikoordinasi oleh Irjen
(Pol.) Gories Mere (sekarang Komjen Pol) berhasil dengan gemilang membongkar
jaringan teroris dan juga berhasil mencegah/menggagalkan beberapa kali teror bom
terjadi di Indonesia.
128
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
132
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
135
FILSAFAT INTELIJEN
138
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
72
Lee Kuan Yew, 1992. Dalam pidato berjudul "Democracy, Human Rights and the
Realities" di Tokyo.
73
Demagog adalah orang yang hanya pandai bicara untuk menghasut rakyat, agar
mempunyai opini sesuai tujuannya.
139
FILSAFAT INTELIJEN
74
Ketua IJmum Muhammadiyah pada waktu itu adalah Prof. Dr. Achmad Syafi'i Ma'arif,
dan Ketua IJmum PB NU adalah KH. Hasyim Muzadi.
140
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
141
FILSAFAT INTELIJEN
75
Donny Gahral Adian, 2011, Teori Kedaruratan Giorgio Agamben. Penerbit FHLJI,
Jakarta, hlm. 2.
143
FILSAFAT INTELIJEN
76
Giorgio Agamben, 2005, State Of Exception. University of Chicago Press,
Chicago,hlm. 23.
77
lusconstitutum adalah hukum positif, yaitu hukum yang berlaku saat ini.
144
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
78
Tito Karnavian, 2011, "Terorisme Generasi ke-lll", dalam Majalah Gatra, him. 23, edisi
Maret 2011, Jakarta.
145
FILSAFAT INTELIJEN
79
Diaz Faisal Malik Hendropriyono, 2006, Al Qaeda Network: Its Origin, Structure
and Vulnerabilities, Virginia Tech University, USA.
146
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
UNTING,CABANG,
Terarisma
151
FILSAFAT INTELIJEN
152
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
157
FILSAFAT INTELIJEN
159
FILSAFAT INTELIJEN
82
Donny Gahral Adian. (2011 Ancaman Baru, Perang Non Konvensional. Jurnal
Universitas Pertahanan, Jakarta, Hlm. 10.
160
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
83
Ibid. hlm. 12
162
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
41 Subversif berasal dari kata Latin Subversus, yang artinya "menggembosi" kekuasaan
politik pemerintahan suatu negara dari dalam negerinya sendiri. Dalam Ilmu Perang,
subversi diartikan sebagai hal yang berhubungan dengan penggulingan pernerintahan
dan konflik yang terjadi karenanya dinamakan "Perang Subversi". Teori perang
subversi meliputi, antara Iain: I) Tujuannya menggulingkan pemerintahan negara
sasaran secara inkonstitusional. 2) Metode yang digunakan adalah penggalangan
berpendekatan keras, dengan memutuskan urat nadi sistek (sistem senjata teknik) dan
sisos (sistem senjata sosial) negara sasaran. 3) Pemerintah sebagai pengguna intelijen
memberikan tugas kepada pasukan khusus (Special Forces), untuk melakukan
operasi intelijen strategis (Intelstrat). Dalam konteks Indonesia, operasi
163
FILSAFAT INTELIJEN
84
Zuhairi Misrawi, "Antiklimaks Revolusi Suriah", harian Kompas, Selasa, 17 April
2012, Jakarta, him 7.
85
Imannuel Kant adalah seorang mahafilsufberkebangsaan Jerman yang mengajarkan,
bahwa norma susila urnum mengandung perintah tanpa syarat bagi manusia
sebagai makhluk rasional. Hati nurani manusia mengandung pengetahuan tentang
kewajiban, sehingga manusia dapat mengerjakannya karena wajib.
164
BERTINDAK CEPAT (VELOX) DAN TEPAT (EXACTUS)
165
FILSAFAT INTELIJEN
86
Penggalangan adalah suatu fungsi untuk mengubah opini sasaran, menjadi kondusif
bagi pihak sendiri (pihak kita). Fungsi Penggalangan biasanya dilakukan Oleh intelijen,
yang dibedakan dengan fungsi Pembinaan yang dilakukan Oleh aparat teritorial.
Pembinaan merupakan fungsi untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi yang
telah kondusif. Adapun Penggalangan bertujuan mengubah keadaan yang semula tidak
kondusif, menjadi kondusif bagi kita. "Penggalangan" biasanya dilakukan baik secara
tertutup (senyap) ataupun terbuka, sedangkan 'Pembinaan” biasanya dilakukan secara
167
FILSAFAT INTELIJEN
169
'+FILSAFATINTELIJ
EDU
Dalam situasi chaos dan anarkis, yang
diperlukan adalah kecepatan (velox)
dan ketepatan exactus) dalam
memutuskan dan bertindak untuk
menyelamatkan manusia. Keselamatan
sesama manusia harus selalu lebih
diutamakan, karena situasi darurat tidak
mengenal hukum: necessitas non habet
lege....
"NECESSITAS ANTE
RATIONEM EST"
edaruratan dapat memunculkan tindakan yang tidak
masuk akal. Oleh karena itu, dalam suasana kedaruratan,
hukum tidak lagi dikenal. Untuk mengatasi hal ini intelijen
tidak perlu bergantung secara kaku kepada hukum positif
(iusconstitutum) yang dibuat untuk negara dalam keadaan
normal. Dalam situasi chaos dan anarkis, yang diperlukan
adalah kecepatan dan ketepatan dalam memutuskan dan
bertindak untuk menyelamatkan manusia. Langkah
demikian merupakan cikal bakal hukum baru, yang dapat
langsung berlaku demi menyelamatkan jiwa manusia.
Keselamatan sesama manusia harus selalu lebih
diutamakan, karena situasi darurat tidak mengenal hukum:
necessitas non habet legem. l
I Adagium necessitas non habet legem dikokohkan oleh Santo Romano, Hakim asal Italia
yang termasyhur di awal abad ke-20. Romano menolak pendasaran kedaruratan pada
hukum. Kedaruratan bukan sesuatu yang asing sehingga perlu diberi pendasaran
hukum sehingga masuk akal. Baginya, kedaruratan adalah
171
FILSAFAT INTELIJEN
172
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
sumber mula-mula hukum itu sendiri. Sebagai sumber hukum ia tidak memerlukan
pendasaran pada norma tertentu. Meminjam istilah Aristoteles, kedaruratan adalah
penggerak pertama (prime mover). Kedaruratan tidak perlu dicarikan pendasaran
hukum karena sedari awal ia sudah berwatak hukum.
menjadi beku. Kedaruratan tidak mengenal hukum
apapun, sehingga melahirkan hukumnya sendiri.
Menurut Donny Gahral Adian (2010): "Hukum
bersumber pada norma yang mengusung kesejahteraan
umum. Kedaruratan pun dipahami sebagai situasi khusus
yang mana hukum telah kehilangan daya ikatnya (vis
obligandi). Kedaruratan disini lantas disandingkan dengan
"dalam keadaan darurat".
Kedaruratan memang tidak berada di bawah hukum,
karena ia melampaui hukum positif. Namun eksistensi
kedaruratan harus diakui oleh keadaan darurat, yang tentu
saja hanya berlaku dalam konteks ruang dan waktu karena
keadaan darurat tidak dapat diberlakukan tanpa batas
waktu dan keadaan. Tidak ada undang-undang yang
bersifat darurat diberlakukan tanpa pembatasan waktu dan
tempat diberlakukannya. Pemerintah tidak dapat
mengajukan rancangan undang-undang darurat, dalam
keadaan yang bukan merupakan kedaruratan.
Sebelum mengajukan rancangan undang-undang
keadaan darurat, perlu disahkan dahulu undang-undang
keamanan nasional. Berdasarkan undang-undang tersebut
Dewan Keamanan Nasional (DKN) menyusun analisis
kontijensi, yang menyangkut kemungkinan ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan yang dihadapi.
Analisis kontijensi disusun berdasarkan perkiraan keadaan
intelijen strategis (Kirintelstra) atau strategic intelligence
estimate dari BIN.
Kirintelstra ini merupakan produk dari proses
perputaran roda inteijen (intelligence cycle), terhadap
173
FILSAFAT INTELIJEN
88
Franz Magnis-Suseno, 2006, Berebut Jiwa Bangsa, Penerbit Buku Kompas, Jakarta,
Cetakan I, hlm 120.
174
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
175
FILSAFAT INTELIJEN
176
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
177
FILSAFAT INTELIJEN
178
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
3 Ibid. 133.
hanya mencari popularitas seperti pemain sandiwara yang
memang merindukan tepuk tangan publik.
Dalam kewajibannya untuk melindungi rakyat yang
terancam jiwanya, para pemimpin harus cepat
memaklumkan suatu daerah berada dalam keadaan
darurat. Pemerintahan yang indecisive, lamban, tidak
dapat diharapkan untuk mencerahkan rakyatnya yang
sedang dilanda kegelapan.
Merupakan kewajiban pemerintahan negara untuk
menghadirkan kecerahan opini awami, tentang berbagai
hal yang membahayakan keselamatan publik. Masyarakat
awam cenderung menyalahkan intelijen, ketika terjadi
peledakan Bom Bali I pada 12 Oktober 2002, bom di Hotel
Marriot Jakarta pada 5 Agustus 2003, bom di Jalan
Kuningan (Kedubes Australia) Jakarta pada 9 September
2004, bom di Bali yang ke II pada 1 Oktober 2005, bom di
Hotel Marriot II pada 17 Juli 2009.
Dalam Ilmu Militer, berbagai kejadian yang tak
terduga sebelumnya atau yang merupakan surprised
(pendadakan), merupakan kesalahan taktis, bukan teknis.
Serangkaian bom yang terjadi di Indonesia, berlangsung
179
FILSAFAT INTELIJEN
89
Pada tanggal 14 Mei 1986, dua mortir (roket) ditembakkan ke kompleks Kedutaan
Besar AS di Jakarta, Indonesia. Kemudian, dua roket ditembakkan dari sebuah
kamar hotel menuju Kedutaan Besar Jepang. Pada hari yang sama, sebuah bom
mobil meledak di tempat parkir Kedutaan Besar Kanada menyebabkan cedera tiga
orang. Sebuah kelompok yang menamakan dirinya Anti-Imperialis Internasional
Brigade (AllB) mengaku bertanggung jawab atas tindakan. Serangan itu
merupakan respon atas KTT G7 di Tokyo.
180
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
90
Nasir Abas, 2005, Membongkar Jemaah Islamiyah. Pengakuan Mantan Anggota JI,
PT Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta.
91
Security atau Keamanan dunia merupakan tanggungjawab politik internasional
negaranegar adikuasa, yang memegang hegemoni politik dan kultural di tataran
global.
181
FILSAFAT INTELIJEN
182
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
92
Terorisme nasional dilakukan Oleh para teroris yang dipimpin Oleh kaum
fundamentalis bangsa sendiri dan bertujuan untuk mengganti Pancasila sebagai
dasar filsafat negara dengan ideologi Iain, yang bertentangan dengan Pancasila.
Adapun terorisme internasional dipimpin Oleh kaum fundamentalis global yang
tergabung dalam suatu jaringan supra nasional dan bertujuan merebut hegemoni
peradaban dunia.
93
Teuku Hasbi alias Abu Jihad digunakan dalam operasi intelijen penggalangan berturut-
turut oleh Satgas-Satgas Kopassus pimpinan Mayor Ilyas Yusuf dan juga Mayor
Syafri Syamsuddin pada dasawarsa 1990-an.
183
FILSAFAT INTELIJEN
94
Intelijen Indonesia menerima informasi dari Abu Jihad alias Tengku Hasbi mantan
Presiden RIA (Republik Islam Aceh, yang menyatakan, bahwa terdapat penawaran
berupa surat edaran yang ditujukan kepada para ulama NII dan tokoh-tokoh
fundamentalis, untuk bertemu dengan Osama bin Laden 3 (tiga) tahun sebelum
peristiwa 11 September 2001 (Copy surat terlampir di buku ini). Deteksi dini dari
intelijen Indonesia tersebut tidak dinilai sebagai intelijen oleh sistem peradilan
Indonesia, karena edaran itu hanya berupa fotokopi. Sistem peradilan kita sekarang
yang merupakan kendala bagi pemerintahan dalam melindungi negara, juga terlihat
dari salah satu sidang terhadap orang yang diadili masih sebagai warganegara
184
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
185
FILSAFAT INTELIJEN
186
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
10 Lihat: Pidato Presiden Republik Indonesia dalam pelantikan Laksamana (Tituler) Dr.
Soebandrio sebagai Kepala Badan Pelaksana Intelijen (BPI) pada tahun 1963 di
Jakarta.
Badan-badan pelaksana intelijen tersebut merupakan
alat negara, yang kebenaran atau keberhasilan dalam
melaksanakan fungsinya sangat tergantung kepada
penggunanya yaitu pemerintah. Jika kita gagal
menggergaji kayu, tidak benar jika kita membanting atau
memaki-maki alat gergajinya. Kalau alatnya tersebut
tumpul, pemerintah harus mengasahnya apalagi jika sudah
karatan atau usang, segera saja diganti dengan alat baru.
Pemerintah harus mengerti dan piawai dalam
menggunakan semua alat-alatnya, bukan malah larut
bahkan ikut pihak lain memaki-maki alatnya sendiri.
Perkembangan keadaan lingkungan strategis juga
memberi pengaruh terhadap kinerja Badan-Badan intelijen
187
FILSAFAT INTELIJEN
188
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
189
"NECESSITAS ANTE RATIONEM
ESV
190
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
II Kodiklat TNI AD, 1995. Petunjuk Lapangan Teritorial TNI AD, Bandung.
12 Heru Cahyono (Ed.), 2008, Heru Cahyono, Mardyanto Wahyu Tryatmoko, Asvi
Warman Adam, Septi Satriani, Konflik Kalbar dan Kalteng: Jalan Panjang Meretas
Perdamaian. LIPI, Jakarta, hlm. 181.
meningkat menjadi lebih berbahaya, dapat ditingkatkan
Iagi menjadi keadaan darurat militer.
Pengguna intelijen sering kali takut terhadap
kemungkinan akan goyahnya perekonomian nasional,
karena para investor (terutama para pemodal asing)
melarikan diri. Peraturan perundangan di Indonesia yang
demokratis harus dapat memberlakukan secara setempat
(lokal) keadaan darurat, bahkan kalau perlu dapat berlaku
di desa yang bersangkutan saja.
Dalam keadaan daruratmiliter atau keadaan bahaya
atau bahaya perang atau apa pun istilah yang dipakai di
negaranegara demokrasi liberal, dimungkinkan
penggunaan kekuatan militer secara terbatas, untuk
melindungi rakyat dari bahaya maut. Di dalam peperangan
yang berlaku adalah hukum perang atau hukum
humaniter95, yang mengatur berbagai hal, terutama terkait
dengan hak asasi manusia.
Peristiwa seperti pengepungan terhadap hanya satu
orang teroris di Temanggung pada 2009, yang bertele-tele
dan memakan waktu sampai 23 jam, merupakan tontonan
yang menggoyahkan kepercayaan publik terhadap sistem
keamanan negara kita. Ini beban moral yang cukup
beratbagi intelijen, karena intelijen yang brilian 96 telah
95
Yang dimaksud adalah perang konvensional atau perang yang harus tunduk kepada
hukum internasional atau konvensi-konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa. Perang
inkonvensional yang tidak tunduk kepada hukum internasional seperti Insurgency
Waffare ataupun revolusi bersenjata yang mengabaikan hukum, yang berlaku dalam
kenyataan adalah To kili or to be killed (membunuh atau dibunuh). Dalam kondisi
yang demikian itu, peran Pancasila sebagai pedoman moral dan perilaku intelijen
negara Republik Indonesia semakin sentral.
96
Brilian karena merupakan produk terbaik intelijen selama era reformasi, yang
ditunjukkan oleh Satgas Bom dan Densus 88 Polri. Sejarah intelijen negara perlu
mencatat prestasi gemilang Gories Mere, Suryadharma Salim, Bekto Sudarto, Beny
191
FILSAFAT INTELIJEN
ditindaklanjuti dengan suatu raid (penyergapan) fisik oleh
pasukan yang tidak terlatih untuk melakukannya. Dalam
kondisi darurat demikian, undang-undang keadaan darurat
militer melegalkan penggunaan pasukan raiders
(penyergap) TNI.
Namun, alergi terhadap TNI telah berkembang
menjadi ketakutan masyarakat terhadap intelijen negara.
Sikap apriori seperti itu membuat TNI sebagai aset mahal
negara Republik Indonesia menjadi kekuatan yang
mubazir. Dikotomi penggunaan Polri dan TN I, perlu
dipertimbangkan kembali. Realitas keadaan lingkungan
global dan lokal saat ini, telah membawa perbedaan antara
"pertahanan” dengan ”keamanan” menjadi kabur dan
bahkan lenyap.
Operasi militer dengan penegakan hukum adalah dua
sisi dari mata uang logam (coin) yang sama. Tidak ada lagi
perbedaan antara musuh luar dan musuh dalam. Pelaku
teror dalam negeri ternyata telah disusupi Oleh ideologi
asing. Pelaku teror yang melarikan diri ke negara tetangga,
terus berkontribusi terhadap aksi teror di dalam negeri.
Dalam disiplin hukum dan intelijen, apa yang mereka
kerjakan dikenal sebagai kegiatan subversif, sedangkan
dalam ilmu perang dikenal sebagai perang ber”intensitas
rendah” (Iow intensity warfare). Perang jenis ini
memerlukan upaya penegakan hukum, yang berintensitas
tinggi (high intensity law enforcement).
Mamoto, Tito Karnavian beserta para anggota timnya, yang didampingi oleh Ansyad
Mbay. Sejarah intelijen diperlukan sebagai referensi praktik, yang relevan dengan
filsafat intelijen negara RI.
192
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
intelijen Negara Republik Indonesia bukan saja dibatasi
Oleh hukum positif, tetapi juga Oleh hukum moral dan
etika. Intelijen di negara demokrasi ini mempunyai
nilainilai dasar sebagaimana yang terkandung di dalam
filsafat Pancasila. Postur intelijen negara mengandung tiga
hal pokok, yaitu kemampuan, kekuatan, dan gelar.
Kemampuan, yaitu secara intelektual dapat
berkontemplasi baik induktifmaupun deduktif dan
menguasai ilmu serta berbagai teori intelijen. Secara fisik
terampil dalam praktik, sehingga dapat bekerja sendiri
dan/atau dalam tim yang kompak.
Kekuatan, yaitu menyangkut jumlah anggota baik
organik maupun non-organik, dalam jajaran organisasi
dan perlengkapannya.
Gelar, yaitu berkaitan dengan penempatan fisik. Untuk
penempatan ini banyak kesempatan yang baik bagi
intelijen, dalam menempatkan para agennya di seluruh
dunia. Misalnya, kebanyakan Presiden pada akhir termin
ke II pemerintahannya menempatkan kawan-kawannya,
sebagai duta besar atau para konsul di luar negeri.
Kesempatan itu sangat baik bagi intelijen negara untuk
menggelar agen-agennya di seluruh dunia15. Sejarah
intelijen mencatat banyaknya karier diplomatik, yang
dijalani oleh para agen intelijen negara.
Tiga hal pokok tersebut harus dipahami dari Sisi
ontologis, epistemologis, aksiologis dan etika. Ontologi
intelijen atau keber-ada-an intelijen dalam kehidupan,
dapat diumpamakan seperti Otak dan pancaindera
manusia. Sebagai pancaindera, intelijen berfungsi melihat,
mendengar, mencium, merasa, meraba, dan kemudian
193
FILSAFAT INTELIJEN
15 Pada termin II pemerintahannya di AS Presiden Ronald Reagan misalnya,
menempatkan para sahabatnya, antara Iain seorang guru besar UNCLA sebagai
Duta Besar di India, temannya sesama artis Shirley Temple Black sebagai Duta
Besar di Ghana Afrika kemudian di Czekoslovakia, juga temannya di Georgetown
University dijadikannya Konsul Jenderal AS di Kepulauan Bahamas, para
pendukungnya ketika kampanye pemilihan dirinya sebagai Presiden dan Iain-Iain
di berbagai jabatan yang bersifat political appointees (penunjukan politis, bukan
profesional).
menyampaikannya kepada otak, untuk dipikir dengan
segenap kecerdasannya.
Kecerdasan membuat intelijen bebas dari segala
macam bentuk mistik atau logika gaib. Sumber
pengetahuan intelijen adalah dari kecerdasan otak
manusia, bukan dari dukun yang mengaku mendapat
wangsit. Logika metafisik justru merupakan predator yang
dapat membunuh eksistensi intelijen.
Intelijen secara ontologis dapat dirangkum dalam dua
kata: velox (kecepatan) dan exactus (keakuratan).
Keakuratan fisik duniawi tidak mungkin diterima dari
metafisika, karena seluruh aktivitas intelijen negara harus
transparan dan akuntabe197. Yang dimaksud "transparan”
di sini adalah nyata suatu aktivitas intelijen, bukan suatu
rekayasa yang diolah secara sembunyi-sembunyi. Namun
”transparan” di sini juga bukan berarti metode intelijen
harus selalu terbuka (putih) atau merupakan rahasia
umum.17
Ancaman terhadap keamanan nasional bukan sesuatu
yang periodik melainkan berlanjutan. Situasi tenang dapat
dirobek tiba-tiba oleh bom bunuh diri, yang memakan
korban tidak berdosa. Sebab itu intelijen tidak dapat
bertindak layaknya aparat penegak hukum. Apabila aparat
penegak hukum mengumpulkan bukti-bukti yang
mencukupi sebelum memutuskan, apakah terdapat
indikasi perbuatan melawan hukum, maka aparat intelijen
97
Andi Wijayanto, 2006, Velox et Exactus, Penerbit Pacivis, Jakarta.
17 Rahasia umum artinya bukan rahasia lagi.
194
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
harus berkejaran dengan waktu dalam mengumpulkan
informasi. Intelijen harus mampu mendeteksi sejak awal
sebuah ancaman terhadap keamanan nasional sebelum itu
mewujud.
Namun, deteksi dini tersebut tidak dapat keluar dari
rambu-rambu aksiologis yang diturunkan dari dasar
negara Pancasila. Artinya, kodrat intelijen tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari batas-batas etis yang ada.
Apabila tidak, intelijen dapat terjebak ke dalam perangkap
"intelijen liar" yang melanggar rambu-rambu etika.
Berikut ini adalah kerangka teoretik Intelijen Ideal:
Intelijen
Velox et Exactus
Cara memperoleh informasi tertutup
Tunduk pada kebebasan sipil, prinsip-prinsip HAM
Pengumpulan Memiliki kewenangan khusus yang diatur secara jelas dan
tegas di dalam UU
Otorisasi penggunaan wewenang khusus
Informasi
Ada prosedur tetap
Validitas dan reliabilitas bisa diuji
Mengkombinasikan penggunaan teknologi intelijen dan
intelijen manusia
Objektif
Komprehensif
Penggunaan metode-metode ilmiah
Berbasis data
Validitas dan reliabilitas bisa diuji
Informasi terkini
Harus mampu menghasilkan skenario
Preskriptif-analisis; mendalam Need-to-know
principle
Public right-to-know principle
(pertanyaan ada atau tidak mekanisme terminasi
kerahasiaan dalam kaitannya dengan UU Rahasia Negara
dan UUKMIP; dan ada tidaknya mekanisme deklasifikasi
informasi sebelum masa terminasi berakhir)
195
FILSAFAT INTELIJEN
Harus berdasarkan pada informasi dan analisa informasi
yang objektif, akurat dan komprehensif
Mengutamakan metode persuasi dan propaganda
Hanya untuk sasaran ke luar/pihak asing atau target
yang spesifik Otorisasi
Baru bisa dilakukan apabila: didasarkan pada hasil
analisa informasi secara objektif; harus ada otorisasi;
harus dapat dipertanggungjawabkan; harus mampu
berhadapan dengan hukum
196
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
menjadi ancaman nyata. Pencegahan tersebut dapat
dilakukan oleh:
Pertama, intelijen negara yang dikoordinir oleh BIN
dan terdiri dari Polri, TNI, serta intelijen lintas departemen
untuk menanggulangi ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan musuh yang rumit, kompleks, dan multi
dimensional. Dałam administrasi Presiden Susiło
Bambang Yudoyono, terdapat BNPT yang berfungsi
sebagai koordinator intelij en, kh usus untuk
menanggulangi terorisme. Secara kontekstual, metode
yang digunakan oleh intelijen adalah operasi
penggalangan dengan pendekatan lunak dan cerdas.
Kedua, Sandi Yudha, yaitu suatu kemampuan intelijen
strategis yang berada dałam jajaran Komando Pasukan
Khusus (Kopassus). Pendekatan yang digunakan oleh
operasi Sandi Yudha adalah pendekatan dengan
kekerasan. 98 Kopassus dapat diperkuat oleh pasukan-
pasukan khusus dari TNI-AL dan TNI-AU, yang telah
dilatih khusus dan diperlengkapi khusus, untuk
melaksanakan operasi intelijen strategis. Operasi intelijen
strategis 99dilakukan sepanjang spektrum perang100
Kesesatan epitemologis pemerintahan otoriter dan juga
pemerintah negara-negara Barat pada umumnya, yang
dipelopori oleh AS sampai dekade awal abad XXI, telah
mengakibatkan rancunya antarfungsi intelijen. Rancu
antara intelijen yang sebagai fungsi BIN, dengan intelijen
98
Pendekatan dengan kekerasan bukan berarti tidak menggunakan pendekatan lunak
dan cerdas. Kerapkali Passandha Kopassus harus melakukan ketiga macam
pendekatan iłu secara terkombinasi.
99
Operasi intelijen strategis adalah operasi intelijen dengan sasaran key point (titik kunci),
yaitu tempat yang menentukan keberhasilan operasi intelijen tersebut. Metode yang
digunakan adalah putih, kelabu dan hitam secara terkombinasi.
100
Spektrum perang adalah waktu sebelum perang (persiapan perang), pada saat perang
dan sesudah perang, di mana negara sedang berada dałam kegiatan konsolidasi
nasional. Operasi intelstrat di saat negara sedang melakukan konsolidasi pasca
perang adalah kontra intelijen strategis, yang bertujuan menangkal kemungkinan
serangan balas strategis dari musuh (operasi interdiksi).
197
FILSAFAT INTELIJEN
strategis yang sebagai fungsi dari Sandi Yudha Kopassus
(di AS disebutSpecial Forces). Kesesatan epistemologis
intelijen AS dan banyak negara Barat tersebut, bahkan
berlanjut hingga melahirkan badan-badan baru yang
niscaya akan terus menerus melaksanakan praktik intelijen
secara value free (bebas-nilai). Praktik intelijen yang tidak
mengandung nilai praksis, tidak akan mengandung
kebenaran apapun. Akibatnya, terjadi terorisme negara
yang semakin jauh dari etika.
Kebenaran yang bersandar kepada ilmu pengetahuan
(science) sebagai sumbernya dan menolak metafisika,
merupakan epistemologi intelijen. Kebenaran dalam
intelijen ditentukan pertama kali Oleh tinggi atau
rendahnya derajat kebenaran, yang dikandung oleh
sumber pengetahuan tersebut.
Misalnya, sumber pengetahuan adalah "orang kita
sendiri" yang menyusup (melakukan infiltrasl) ke dalam
organisasi teroris, maka derajat kebenaran dia sebagai
sumber pengetahuan lebih tinggi (bernilai A) daripada
seorang informan (bernilai B atau C). Apalagi jika hanya
dari sumber seperti pemerhati dengan posisi di luar
organisasi teroris terkait (dapat bernilai C atau D).
Kebenaran sumber pengetahuan harus
berkorespondensi dengan pengetahuan yang telah
disampaikannya, dan kebenaran itu bersifat koheren, yaitu
diperkuat oleh kebenaran pengetahuan yang telah datang
sebelumnya (bernilai 1). Akhirnya, semua pengetahuan
yang dikandung oleh intelijen, harus dapat diverifikasi
secara empirik.
Kebenaran intelijen merupakan kebenaran otoritas,
karena intelijen merupakan pihak, badan, orang, kegiatan
atau pengetahuan yang mempunyai kompetensi untuk
melaksanakan intelijen. Atas dasar kebenaran itu, intelijen
198
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
bertujuan untuk mencapai keselamatan dan keamanan
umum atau masyarakat, di mana individu-individu
manusia berada di dalamnya. Berbeda dengan kebenaran
hukum yang bertujuan untuk mencapai keadilan. Hukum,
menurut kaum positivis, merupakan suatu kepastian yang
tidak memerlukan penafsiran apapun. Dengan teks-teks
yang dipahami secara literal, seorang hakim dapat
menentukan seseorang benar atau salah.
Adian (2011) yang merujuk pada filsuf Derida,
menjelaskan bahwa keadilan berjalan setapak di depan
hukum tertulis. Kebenaran filosofis intelijen tidak selalu
harus berdasarkan hukum. Pengetahuan diperoleh melalui
penarikan kesimpulan dari sederet informasi yang
diterima. Penarikan kesimpulan intelijen tidak dapat
bekerja secara induktif. Artinya, intelijen tidak dapat
mengumpulkan bukti-bukti khusus secara signifikan,
sebelum menarik kesimpulan umum. Pengumpulan bukti-
bukti khusus terkadang memakan waktu yang cukup lama,
sementara materialisasi ancaman tidak dapat menunggu
kelengkapan bukti-bukti.
Proses penarikan kesimpulan intelijen harus memakai
logika penyimpulan, menuju penjelasan terbaik (inference
to the best explanation). Penyimpulan menuju penjelasan
yang terbaik bermula dari sebuah premis, tentang kondisi
atau kenyataan tertentu. Premis di sini berupa proposisi
mengenai hasil observasi intelijen. Penjelasan adalah
sebuah klaim mengenai: mengapa sampai muncul kondisi
atau kenyataan seperti itu. Penyimpulan menuju
penjelasan terbaik dimaksudkan, untuk menerangkan
suatu kenyataan tertentu tanpa berpretensi menjadi
O
199
FILSAFAT INTELIJEN
absolut. Sebuah penjelasan disebut paling baik karena
didukung oleh argumen yang paling kokoh, paling tidak
untuk sementara. Pola penalaran penyimpulan menuju
penjelasan terbaik memiliki kemiripan, dengan dua pola
penalaran induktif, yaitu penalaran induktifenumeratifdan
induktifanalogis.
200
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
bahwa perampokan toko emas tersebut terkait dengan
pembiayaan rencana tindak terorisme.
Demi kesadaran moral dan hati nurani seorang warga
negara yang bertanggung jawab kepada keselamatan
masyarakat, dalam praktiknya terkadang intelijen terpaksa
harus "melanggar" hukum. Apabila karena pelanggaran itu
intelijen yang bersangkutan harus dihukum, sama sekali
tidak berarti intelijen tersebut buruk. Setiap intelijen harus
ingat bahwa hukum dibuat tidak untuk menentukan
baikburuknya seseorang sebagai manusia, tetapi semata-
mata untuk menjamin terciptanya keselamatan, keamanan,
dan ketertiban masyarakat umum. Pengorbanan intelijen
yang sampai menjadi seorang terhukum adalah semata-
mata demi tercapainya tujuan hukum sendiri, yaitu
menjamin keadilan untuk keselamatan, keamanan dan
ketertiban
semua orang.
Dalam hal ini Franz Magnis Suseno (1987)21
menyatakan: "Setiap masyarakat mengenal hukum.
Norma-norma hukum adalah norma-norma yang dituntut
dengan tegas Oleh masyarakat, karena dianggap perlu
demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma
hukum adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar.
Orang yang melanggar hukum pasti akan dikenai
hukuman sebagai sanksi. Tetapi norma hukum tidak sama
dengan norma moral. Demi tuntutan suara hati dan
kesadaran moral, bisa saja kita harus melanggar hukum.
Kalaupun kita kemudian dihukum, itu tidak berarti bahwa
kita orang buruk. Hukum tidak dipakai untuk mengukur
baik-buruknya seseorang
21 Franz Magnis Suseno, 1987. Etika Dasar. Masa/ah-MasaIah Pokok Filsafat Moral.
Kanisius, Yogyakarta. Cetakan ke-21 tahun 2010, Hlm. 19.
201
FILSAFAT INTELIJEN
sebagai manusia, melainkan untuk menjamin ketertiban
umum'.
Di dalam hukum, keadilan seorang hakim dalam
memutuskan sebuah perkara sangat tergantung pada
kebijakannya sebagai pribadi manusia biasa, sehingga
tidak terlepas dari kemungkinan adanya bias. Oleh karena
itu, tidak jarang keputusan seorang hakim bertentangan
dengan rasa keadilan masyarakat. Keputusan seorang
hakim dalam perkara yang menyangkut keamanan dan
ketertiban masyarakat tetap mengingat bahwa keadilan
harus mengandung legalitas moral. Tanpa legalitas moral,
hükum tidak berarti sama sekali bagi ketenteraman hidup
manusia.
Dalam menafsirkan hukum, seorang hakim harus
memahami prinsip moral apa yang melatarbelakangi
lahirnya teks hükum yang terkait dalam perkara itu.
Jangankan hükum buatan manusia, dalam hal menafsirkan
kitab suci pun kita harus memperhatikan asbabun nuzul
atau kondisi saat turunnya wahyu Allah SWT. Tanpa
memperhatikan pesan moral yang tersirat pada saat
kelahirannya, teks-teks hükum akan menjadi jasad
(corpus) yang mati.
Bagaimanapun luhurnya suatu hukum, namun jika ia
sudah berupa bangkai, tidak ada lagi gunanya bagi
kehidupan manusia. Legalitas moral yang
melatarbelakangi teks-teks hükum adalah jaminan
keadilan demi ketertiban masyarakat kitap di mana banyak
individü manusia Indonesia berhimpun di dalamnya.
Hükum yang diberlakukan di negara hükum Republik
Indonesia yang demokratis harus legitimate, dalam arti
filosofis. Legitimasi filosofis menyangkut keabsahan
pemberlakuan hukum, oleh karena itu intelijen tidak benar
202
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
jika hanya merujuk kepada hukum positif tanpa legitimasi
filosofis.
Di negara-negara demokrasi maju sekalipun, ternyata
hukum masih banyak dijadikan sebagai alat bagi
pemerintah demi kepentingan kekuasaan politik.
Buktinya, demi mendemokrasikan negara-negara Timur
Tengah, AS dan NATO tanpa legitimasi moral telah
memanipulasikan hukum internasional untuk
mengabsahkan seranganserangan fisik militer dan
mengorbankan banyak jiwa manusia yang tak bersalah.
Oleh karena itu, kegiatan intelijen yang legitimate bukan
hanya harus berada di bawah payung hukum positif di
suatu negara, tetapi juga harus berada di bawah payung
yang lebih besar Iagi, yaitu payung hukum moral. Payung
besar hukum moral universal adalah etika, yang eksis
secara inheren dalam hati nurani manusia, dan pada
manusia Indonesia diisi oleh kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Etika terdiri atas etika umum dan etika khusus22. Etika
umum membahas tentang prinsip-prinsip moral dasar,
sedangkan etika khusus seperti etika intelijen, misalnya,
menurut penulis menerapkan prinsip-prinsip moral dasar
tersebut di bidang intelijen.
Etika intelijen memerlukan jawaban atas pertanyaan,
mengapa intelijen harus selalu mengacu kepada prinsip
etika umum. Etika umum yang terkandung dalam
Pancasila menuntut penataan intelijen, agar tetap dapat
menjamin terpeliharanya harkat dan martabat orang
Indonesia sebagai manusia di tengah lingkungan global.
Etika khusus terdiri dari etika individual dan etika
sosial. Etika individual memuat kewajiban manusia
terhadap dirinya sendiri, sedangkan etika sosial memuat
203
FILSAFAT INTELIJEN
22 Hendra Nurtjahjo, 2006, Filsafat Demokrasi. Bumi Aksara, Jakarta, hlm. Il.
kewajiban manusia sebagai bagian dari bangsa Indonesia
dan umat manusia secara keseluruhan. Etika individual
tidak memberi legitimasi kepada teroris untuk melakukan
bom bunuh diri (suicide bomber), apapun keyakinan yang
dianutnya dan apapun alasan yang mendasarinya. Etika
menuntun manusia untuk berani menghadapi hidup
dengan moralitas sikap yang terpuji. Bukan sikap untuk
lari dari kenyataan, dengan cara bunuh diri.
Adapun etika sosial menyangkut kritik terhadap
pandangan-pandangan dunia dan tanggung jawab manusia
terhadap alam serta lingkungan hidupnya. Oleh karena itu
etika sosial sama sekali tidak memberikan legitimasi
kepada teroris yang melakukan pengeboman, sehingga
menimbulkan korban manusia dan harta bendanya yang
tidak bersalah dan tidak tersangkut paut atau tidak tahu
apa-apa (innocent person). Hal tersebut mengandung
makna bahwa kewajiban terhadap diri sendiri bagai satu
sisi dari mata uang (koin) logam yang sama, dengan
kewajiban sebagai umat manusia di sisi lainnya. Kesatuan
dua sisi dari koin yang sama itu menandakan keterkaitan
yang erat. Keterkaitan tersebut dapat secara langsung,
namun dapat pula dalam bentuk kelembagaan, seperti
keluarga, masyarakat, negara atau dunia.
Etika sosial secara langsung terkait dengan struktur
sosial dan tindakan kolektif. Etika sosial bagi masyarakat
yang berperadaban didasarkan atas prinsip motivasi
penerimaannya terhadap fakta empirik, yang juga
merupakan takdir Ilahi. Realitas kehidupan manusia
bersifat heterogen (majemuk), sehingga harus diterima
oleh etika intelijen negara RI yang Pancasilais.
Etika sosial •masyarakat Indonesia yang berfalsafah
Pancasila didasarkan atas penerimaannya terhadap tatanan
sosial di bawah sesanti Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti
204
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
berbeda-beda tetapi bersatu. Ini menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia telah berikrar untuk menerima
kemajemukan atau pluralisme, dalam tata pergaulan
kehidupan masyarakatnya (social interaction). Tanpa nilai
dalam simbol yang diterima oleh sebagian besar orang,
motivasi normatif masih berorientasi pada etika
individual. Motivasi normatif tersebut hanya akan
membantu individu dalam mengorganisasi tindakannya,
demi tujuan yang ditetapkannya secara pribadi.
Dalam etika sosial, aturan-aturan bertindak individu
berkaitan langsung dengan kepentingan umum, oleh
karena itu prinsip etika sosial adalah legitimasi. Legitimasi
berarti absah (sah) diterima oleh sebagian besar anggota
masyarakat yang berhati nuram.101
Refleksi filosofis dari etika intelijen dapat
menjernihkan persepsi yang keliru selama ini, yang
dengan semenamena mengklaim intelijen sebagai alat
kekuasaan atau kepentingan kaum imperialis.
Mengandalkan intelijen semata-mata pada hukum positif
dapat mereduksi kemampuan intelijen dalam melakukan
deteksi dini, apalagi cegah dini terhadap bahaya yang
mengancam masyarakat.
Moral adalah habitat intelijen negara RI, karena moral
menilai apakah seorang intelijen baik atau buruk. Moral
tidak sekadar menilai benar atau salah, sebagaimana
penilaian hukum. Aksiologi intelijen merupakan nilai bagi
suatu negara yang bersifat pragmatis. Kegunaan dalam
artian filosofis merupakan nilai tertinggi bagi suatu
eksistensi. Oleh karena itu, intelijen senantiasa hidup
101
Franz Magnis Suseno, 1987, Etika Dasar. Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,
Kanisius, Yogyakarta. Lihatjuga: Hendra Nurtjahjo, 2006, Filsafat Demokrasi,Bumi
Aksara, Jakarta.
205
FILSAFAT INTELIJEN
dalam kehidupan setiap bangsa, tempat hidupnya
individuindividu dan masyarakatnya.
Realitas politik di Irak, Afghanistan, Mesir, Libya,
Suriah, Yaman, dan berbagai negara di wilayahTimur
Tengah yang sedang berada dalam keadaan darurat,
memerlukan legitimasi untuk mempertahankan
eksistensinya sebagai negara-negara bangsa. Dalam
konteks ini, intelijen yang bekerja sebagai panca indera
negara, melakukan proses analisis sebagaimana kerja otak,
sehingga dapat menyimpulkan, bahwa negara berada
dalam suasana darurat.
Kedaruratan yang berlangsung di Pakistan pada masa
Presiden Pervez Musharraf, merupakan akibat dari bahaya
fundamentalisme yang menurut intelijen sedang
mengancam negara itu. Demi menyelamatkan Pakistan
yang berkemampuan nuklir, tidak jatuh ke tangan Taliban,
maka Pervez Musharraf kemudian membubarkan
Mahkamah Agung Pakistan. Secara pragmatis berarti
bahwa kedaruratan telah memperoleh pembenaran, dalam
hukum dasar negara Pakistan.
Menurut Adian102, dalam konstitusi Prancis Pasal 92
Constitution of 22 Frimaire Year 8 yang berbunyi: "Saat
terjadi pemberontakan bersenjata atau gangguan lainnya
yang mengancam keamanan negara, hukum dapat
membekukan konstitusi." Apa sebab? Karena kepentingan
atas keamanan negara membuat hukumnya sendiri.
Eksistensi negara yang melahirkan hukum, bukan hukum
yang melahirkan negara. Siapakah yang akan tunduk
kepada hukum, dari suatu negara yang sudah bubar?
Walaupun Italia, Jerman, AS, dan Inggris memilih
untuk tidak mengatur kedaruratan secara eksplisit dalam
102
Donny Gahral Adian. 2011, Teori Kedaruratan Giorgio Agamben, FHUI, Jakarta,
hlm.
206
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
konstitusi negara mereka, namun dari berbagai macam
konsep negara-negara bangsa itu dapat disimpulkan,
bahwa kedaruratan merupakan keadaan yang pasti akan
dialami oleh setiap negara hukum manapun di dunia.
Anggota Taliban Yang tertangkap tidak mempunyai
status sebagai tawanan perang, sebagaimana yang diatur
dalam konvensi Jenewa. Mereka telah telanjang bulat dari
baju juridis yang dalam keadaan biasa selalu
dikenakannya. Apa yang terjadi di Pakistan juga berlaku
di AS, terhadap para teroris yang tertangkap dan kemudian
dihukum di Guantanamo.
Peniadaan hukum pada situasi kedaruratan di AS,
menurut Adian (2011), bisa dilacak arketipnya pada
hukum Romawi. Arketip itu biasa disebut dengan
iustitium. Ketika intelijen mengetahui bahwa situasi
mengancam republik, senat segera mengumumkan apa
yang disebut senatus consultum ultimum. "Senatus
consultum" berimplikasi pada dekrit yang melaluinya
tumultus diumumkan. Tumultus sendiri adalah keadaan
darurat yang disebabkan Oleh ancaman terhadap
keamanan dan ketertiban masyarakat internal atau
pemberontakan fisik terhadap pemerintahan yang sah
(legitimate). Kata iustitium sendiri secara literal berarti
"pembekuan ius atau tatanan".
Cicero sebagai salah satu konsul Romawi pernah
meminta pemberlakuan iustitium, ketika pasukan Anthony
yang diketahui bergerak menuju ibukota. la mengatakan:
"Menurutku kita harus segera mengumumkan tumultus,
memproklamirkan iustitium dan bersiap maju perang".
Berdasarkan iustitium tersebut hukum yang melarang
membunuh warganegara Romawi tanpa persetujuan
publik, dibekukan. Pemerintahan negara yang bertindak
pada masa iustitium bukan sedang mengeksekusi hukum
207
FILSAFAT INTELIJEN
dan bukan pula sedang melanggarnya. Pemerintahan
negara itu sesungguhnya sedang melakukan proses
penciptaan hukum baru, yang oleh karenanya terhadap
hukum yang ada sedang dilakukan "de-eksekusi".
Tindakan pemerintah tidak tergolong sebagai langkah
diktatorial, karena dilakukan di masa iustitium: ruang
hampa hukum. Sebuah adagium bergaung memantulkan
semangat iustitium: necessitas non habet legem. Artinya,
kedaruratan tidak mengenal hukum apa pun. Kedaruratan
membuat hukumnya sendiri.
Di sisi lain, filsuf Thomas Aquinas memiliki gagasan
berbeda tentang kedaruratan. Kedaruratan bukan prinsip
pembentuk hukum. Hukum bersumber pada norma yang
mengusung kesejahteraan umum. Kedaruratan pun
dipahami sebagai situasi khusus, yang mana hukum telah
kehilangan daya ikatnya (vis obligandl). Kedaruratan di
sini lantas disandingkan dengan keadaan darurat.
Adagium necessitas non habet legem dikokohkan oleh
Santo Romano, hakim asal Italia yang termasyur di awal
abad 20. Menurut Romano, kedaruratan adalah sumber
mula-mula dari hukum itu sendiri. Sebagai sumber hukum,
ia tidak memerlukan pendasaran pada norma tertentu.
Meminjam istilah Aristoteles, kedaruratan adalah
penggerak pertama (prime mover). Kedaruratan tidak
perlu dicarikan pendasaran hukum, karena sejak awal
kedaruratan sudah berwatak hukum.
Menurut Carl Schmitt, kedaruratan tidak melekat pada
hukum melainkan keputusan dalam ruang hampa hukum.
Kedaruratan sendiri adalah pembekuan total terhadap
tatanan juridis yang ada dan sekaligus melepaskan diri dari
pertimbangan juridis apapun di suatu negara. Kedaruratan,
kata Schmitt, berwatak legal meski bukan termasuk tata
legal.
208
"NECESSITAS ANTE RATIONEM EST'
Berwatak legal menurut Derrida, artinya kekuatan
hukum adalah kapasitas untuk mengikat orang lain secara
hukum. Dari sudut pandang teknis, kekuatan hukum tidak
merujuk pada hukum itu sendiri, tetapi pada dekrit
eksekutif yang pada situasi tertentu dapat dikeluarkan,
khususnya pada situasi darurat.
Konsep "kekuatan hukum" sebagai istilah teknis legal
memisahkan antara keefektifan hukum dan substansi
formalnya. Dekrit atau keputusan eksekutif yang secara
formal bukan hukum, tetap mengandung kekuatan hukum.
Ini bukan hal baru. Dalam demokrasi kontemporer,
pembuatan hukum oleh dekrit eksekutif yang kemudian
diratifikasi parlemen merupakan hal yang biasa.
Menurut Agamben dalam kedaruratan tindakan yang
tidak memiliki nilai hukum, justru dapat memperoleh
kekuatan hukum. Sebab kedaruratan telah memindahkan
kekuatan hukum dari hukum yang sudah dilumpuhkan ke
pundak yang berdaulat. Kekuatan hukum adalah semacam
roh bebas yang tidak membutuhkan baju hukum formal
untuk memperoleh kekuatannya. Meski satu norma telah
dilucuti kekuatan hukumnya, sang kekuatan itu tidak
hilang, melainkan berpindah atau mewujud menjadi
sesuatu yang lain. Menurut Adian (2011) hal ini mirip
dengan hukum kekekalan energi dalam fisika modern.
Kekuatan hukum mengambang bebas selaku elemen
yang tak tentu dan dapat diklaim, baik oleh otoritas negara
maupun jaringan teroris. Jika otoritas negara mengklaim
elemen hukum yang sedang mengambang bebas itu, maka
intelijen mempunyai nilai pragmatik yang penuh dengan
209
FILSAFAT INTELIJEN
ESV
25 G.P Sindhunata, "Terang Yang Tersembunyi dalam Kegelapan", dalam buku Wibowo I &
Harry Priyono (eds.), 2006, Sesudah Filsafat: Esai-Esai untuk Franz Magnis
Suseno,Kanisisus, Yogyakarta.
26 John Rawls, 1993. Political Liberalism, Columbia University Press, New York,
210
"NECESSITAS ANTE RATIONEM
overlapping consensus atau kesamaan dalam perbedaan
keyakinan, kepercayaan, nilai, dan moral masing-masing. Jika
sekarang terdapat indikasi tentang sikap generasi penerus yang
mulai berpaling dari Pancasila, hal tersebut disebabkan oleh
banyaknya penyimpangan atau kegagalan yang terjadi di masa
lalu.
Namun apakah kesalahan masa lalu dapat menjadi alasan
untuk menyalahkan BIN? Tentu saja tidak, karena ini sama
halnya dengan kebencian orang, terhadap serbuan militer AS ke
Irak: apakah adil jika orang kemudian menyalahkan
demokrasi? Tidak, yang salah tetap para pemimpin AS yang
berperan, bukan teori politik demokrasi yang sarat dengan
etika.
Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila, yang
Iahir dari kebudayaan bangsa yang majemuk. Kemajemukan
tersebut merupakan dasar untuk bergaul, berinteraksi sosial
agar dapat hidup bersama dengan tenteram dan damai103. Untuk
dapat hidup bersama dengan tenang, masyarakat Indonesia
sejak kelahirannya telah bersedia untuk saling berkompromi.
Kompromi itu yang melahirkan Pancasila, yang bertujuan agar
setiap manusia Indonesia dapat hidup bersama manusia
Indonesia yang Iain, yang memang ditakdirkan Allah SWT
bertingkattingkat, bersuku-suku dan berbeda-beda.
Hal tersebut tidak sama dengan akidah, yang membenarkan
dipertahankannya perbedaan dalam iman keagamaan masing-
masing. Artinya, pluralisme merupakan pedoman untuk
pergaulan, bukan dalam artian akidah. Tanpa dasar yang dapat
dipedomani untuk pergaulan hidup, masyarakat bangsa kita
akan tetap berada dalam bayang-bayang anarkisme.
EST'
103
Achmad Sujadi, 1999. Pancasila, Penerbit: Lukman Offset, Yogyakarta.
211
FILSAFAT INTELIJEN
Pemerintah sebagaipenggunaintelijen harusmengambil
tindakan terhadap menteri-menterinya yang melakukan praktik
politik, yang bertentangan dengan filsafat Pancasila. Kehidupan
dalam Pancasila harus mengandung nilai praksis, bukan hanya
sekedar praktik belaka. Praktik kerap merupakan suatu
pelaksanaan intelijen yang bebas nilai, sedangkan praksis
adalah pelaksanaan yang terikat pada nilai dasarnya. Praksis ini
yang kerapkali absen dalam keseharian kerja para politisi
pemimpin bangsa kita di era reformasi, namun hal tersebut
tidak berarti dihalalkan di dalam kehidupan intelijen. Dengan
berpedoman kepada nilai dasar itu, dengan mudah dapat kita
memahami secara benar hakikat intelijen yang universal
sekalipun.
Ahli strategi Cina, Sun Tzu, mencetuskan suatu kalimat
yang tertoreh dalam rumus 10 kata, yaitu: "Mengetahui diri
sendiri dan mengetahui musuh, seribukali perang seribukali
menang".
Rumus yang sangat sederhana tersebut merupakan hakikat
dari ilmu intelijen, karena merupakan inti dari berbagai macam
teorinya. Dengan tujuan untuk mencapai kemenangan, teori-
teori intelijen secara sistematik terbagi dalam fungsi
penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Implementasi
dari ketiga fungsi tersebut merupakan cara intelijen untuk
mengetahui diri sendiri, mengamankannya dan mengetahui
musuh, kemudian menjadikannya kekuatan yang
menguntungkan pihak sendiri demi mencapai tujuan.
Penyelidikan (detection) adalah suatu kegiatan untuk
memperoleh keterangan-keterangan mengenai keadaan dan
tindakan apa yang akan dilakukan oleh pihak lawan.
Keterangan-keterangan tersebut setelah diolah dan dinilai
dinamakan "intelijen".
Pengamanan (security) adalah kegiatan untuk mencegah
pihak lawan, mengetahui keadaan dan rencanarencana kita.
212
"NECESSITAS ANTE RATIONEM
Kegiatan pengamanan dapat dilakukan secara aktif atau pasif.
Tindakan pengamanan secara aktif adalah melakukan kegiatan
lawan intelijen (contra intelligence), misalnya melakukan
survei tentang kemungkinan lawan mengetahui keadaan kita.
Adapun pengamanan secara pasif adalah melakukan
kegiatan-kegiatan preventif terhadap kemungkinan pihak lawan
menjadikan kita sasaran intelijen mereka. Misalnya dengan
melakukan camouflage atau penyamaran. Pengamanan
dilakukan terhadap personil, materil, dan keterangan (termasuk
dokumen). Pengamanan personil berarti mencegah personil
kita, dijadikan sasaran oleh intelijen lawan. Pengamanan
materiel berarti mencegah materiel kita menjadi sasaran untuk
dipalsukan, dicuri atau dirusak oleh kekuatan intelijen lawan.
Pengamanan terhadap keterangan berarti mencegah bocornya
informasi tentang kita.
Penggalangan (conditioning) adalah kegiatan intelijen
dengan sasaran psikologis. Oleh karena itu perang antara
kekuatan intelijen penggalangan kita dengan kekuatan
penggalangan intelijen lawan, dinamakan psychological
warfare (Perang Psikologi) atau Perang Urat Syaraf (PUS).
Tujuan penggalangan adalah menggarap sasaran (lawan)
sedemikian rupa, sehingga mau berbuat sesuai dengan
keinginan kita. O
213
Filsafat intelijen negara ini bermaksud
untuk memberikan koridor ontologis,
epistemologis dan aksiologis bagi intelijen
negara Republik Indonesia, di tengah
kebingungan bangsa kita menghadapi
perkembangan keadaan yang serba
dilematis
KEBERMANFAATAN
INTELIJEN
ADALAH KECEPATAN DAN
KETEPATAN MEMPREDIKSI
AGHT
216
luar dan musuh dari dalam. Pelaku teror dari dalam negeri sendiri,
misalnya, yang disusupi oleh ideologi asing, memerlukan
bantuan penyadaran
KEBERMANFAATAN INTELIJEN ADALAH KECEPATAN DAN KETEPATAN MEMPREDIKSI
AGHT
217
FILSAFAT INTELIJEN
berwatak diktatorial. Kedaruratan tidak menciptakan pejabat
untuk berkuasa, melainkan zona anomali ketika semua
determinasi legal ternyata berhenti bekerja.
Kedaruratan juga tidak perlu lagi dicarikan pendasaran
hukumnya, karena sejak awal ia sudah berwatak hukum.
Kedaruratan memiliki basis etika yang khusus, yaitu
utilitarianisme dengan prinsip yang berbunyi: "Kebahagiaan
Terbesar Adalah Bagi Sebanyak Mungkin Orang". Artinya,
kebenaran intelijen bersifat pragmatis (kebermanfaatan),
dibandingkan dengan korespondensi (kesesuaian).
Kebermanfaatan intelijen harus selalu diukur berdasarkan
kecepatan dan ketepatannya dalam memprediksi ancaman,
gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) terhadap negara-
bangsa Indonesia sekarang dan di masa depan. Oleh karena itu,
intelijen termasuk dalam dimensi individu (personal) dan
sekaligus sosial, yang selama ini kerapkali terabaikan dalam
kebenaran ilmiah.
Karenanya, maka filsafat intelijen negara ini bermaksud untuk
memberikan koridor ontologis, epistemologis, dan aksiologis
bagi intelijen negara Republik Indonesia, di tengah kebingungan
bangsa kita menghadapi perkembangan keadaan yang serba
dilematis.
Selain itu, filsafat intelijen negara juga mengandung nilai-
nilai dasar bagi kontra-intelij en, untuk menghindarkan dirinya
secara permanen dari serangan intelijen musuh dan praktik-
praktik intelijen liar pihak sendiri. Praktik intelijen liar terhadap
pihak sendiri tersebut merupakan predator, bagi eksistensi
intelijen negara Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.
O
218
AMPIRA
Lampiran 1
SUMPAH INTELIJEN
1. SETIA KEPADA PEMERINTAH DAN NEGARA REPUBLIK INDONES[A YANG
DEMOKRATIS, BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANGUNDANG DASAR
1945.
AM HENDROPRIYONO
DAN PROFESIONAL
Lampiran 2
MARS INTELIJEN
DENGAR SEMUA
REFF 3x :
JIWAKU UNTUK MU INDONESIA RAGAKU UNTUK
MU INDONESIA
AM HENDROPRIYONO
221
FILSAFAT INTELIJEN
222
FILSAFAT INTELIJEN
Lampiran 5
224
MEDIA INDÔNES
Cet" I forum t_diturial
BERITA
UMUM
24 2001
urnom
Terorisme Intemasional Marak
Organițași Dałam Negeri Diduga
Ekonomi eisnis JAKÂRȚA (Medi$: kopała Badan Irilelie-n Negata Letjen (Pum)
H.ndropriycna ra•nțiăyalir adanya organisasg atu kelompok ď dałam negeri
225
Abdurrahman Wahid Badan Intelijen ABRI BIK 20
6, 14, 15, 19 BIN 14, 15, 16, 17,
32, 88 Badan Intelijen 18, 19, 20,
Abuya Sayyid Kepolisian 20 21, 22, 25
Muhammad Badan Intelijen 26, 31, 32
115 Negara 14, 15,
Agus Parengkuan 31, 32,
34, 57, 66
122 33, 57, 67,
Ahmadiyah 75, 127, 68, 87 68, 79, 82
128, 129 83, 87, 88,
Badan Intelijen
Alexander Finenko 44 Strategis 15, 19, 20, 125, 159,
Ali Moertopo 52, 68, 169, 175
65, 159 Badan
69 179, 180,
Nasional
Ali, Muhammad 18 181, 192
Penanggulangan
Al-Qaeda 106, 107, 193, 206
Terorisme 31,
141, 153, 216, 231
163, 176, 109, 169
B.J. Habibie 125
182 Amran Bais 19, 20, 31, 65, BKO 20, 31, 32,
Nasution 122 66, 122, 181 BNPT 31,
Antonio Negri 163 109, 169,
159, 175
Aristoteles xiv, 168, 192
Bakin 14, 15, 69,
203 Bom Suryanto 25 Budi
77, 86 bawah
Susilo Soepandji 72, 80
INDEKS kendali operasi 20,
Bung Karno 58, 59,
31
60, 67, 68,
Beny Rulyawan 18
84, 212, 230,
As'ad Said Ali 18, Bey Sofwan 18
231
21, 26, 101, Bhinneka Tunggal Ika
125 24, 40, 46, 95,
99, 140, c
AS Hikam 16
200 Charles Sanders
Atmadji Sumarkidjo
Pierce 62
122 BIA 19
Chotibul Umam
Bijah Soebijanto 18
Wiranu 4
227
FILSAFAT INTELIJEN
keuangan 29 29
228
INDEKS
IIN 19 intelijen narkoba 29 intelijen
penerbangan
Imannuel Kant 160, intelijen nasional 8, dan ruang
181 10, 11, 15, angkasa 29
Institut Intelijen Nega- 16, 87 intelijen pertahanan
ra 19 intelijen negara 23, 29, 38
intel 17, 28, 37, 39, intelijen politik 29
229
FILSAFAT INTELIJEN
29 186, 187, Jemaah Islamiyah
intelijen militer Il 188, 189 107, 124,
12, 13, 23 192, 199 176, 177
29, 38, 39 200, 214 jihad xi, 119, 170,
43
intelijen nonmiliter 12 213
230
INDEKS
231
FILSAFAT INTELIJEN
72, 78, 82
85, 88, 113
119, 120
123, 141
145, 146
147, 150
155, 157
158, 159
160, 161
163, 164,
186, 187
191, 192
202, 207
208, 212
perang massal
146 Perang
psikologis
146
N il 124 N-ll
124 o
narco terorism 147 operasi intelijen viii,
necessitas non 4, 5, 14, 29,
habet 30, 31, 37
legem 167, 203
neoliberalisme 94 Nil
123, 124, 125, 42, 49, 52
126, 152, 53, 60, 61
176, 179
62, 65, 66
Noordin Mohammad
67, 68, 69,
Top 107
Norman, Marciano 20 75, 76, 82 84, 85,
Nurcholish Madjid 87
125 88, 103, 152,
Nurhadi Jajuli 18
159, 179,
232
INDEKS
233
FILSAFAT INTELIJEN
234
INDEKS
the criminal justice 116, 132
235
DAFTAR PUSTAKA
Abas, Nasir, 2005, Membongkar Jama'ah Islamiyah, PT Grafindo Khasanah Ilmu, Jakarta.
Adams, Cindy, 1965, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Terjemahan Abul Bar
Salim, Diterbitkan atas kerjasama Ktut Masagung Corp. dan PT Tema Baru, Jakarta.
Adian, Donny Gahral, 2011, "Ancaman Baru, Perang Non-Konvensional", Jurnal Universitas
Pertahanan, Jakarta.
Adian, Donny Gahral, 2011, Teori Kedaruratan Giorgio Agamben, Bahan Kuliah Filsafat Hukum,
FHUI, Jakarta.
Agamben, Giorgio, 2005, State of Exception, University of Chicago Press, Chicago.
Ali Mudhofir, 2003, "Pengenalan Filsafat" dalam buku Tim Dosen IJGM, Filsafat 11mu, IJGM,
Yogyakarta.
Ali, As'ad Said, 2009, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, LP3ES Indonesia,
Jakarta.
Baron, John, 1985, KGB, Misteri di Balik Kegiatan Agen-Agen Rahasia Soviet, Laras Widya
Pustaka, Jakarta.
Baron, John, 1986, KGB, Dinas Rahasia Mata-Mata Uni Soviet, Mega Media, Jakarta.
Cahyono, Heru (Ed.), 2008, Konflik Kalbar dan Kalteng: Jalan Panjang Meretas Perdamaian, LIPI,
Jakarta.
Campbell, Kurt M dan Michael E. O'Hanlon, 2006, Hard Power, Basic Books, New York, USA.
Conboy, Ken, 2007, Intelijen. Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia, Pustaka Primatama,
Jakarta.
Hartas, Harsudiono, 1965, "Taktik Bertempur Infantri (TBD", Dalam pelajaran di AMN,
Magelang.
Haryatmoko, "Hukum dan Moral dalam Masyarakat Majemuk", Harian Kompas, IO- Il Juli,
2001.
Hasani, Al, Abuya Assayid Muhammad bin Alawi Al Malikiy, 2003, "Ekstrim Dalam Pemikiran
Agama. Pengaruhnya pada Kemunculan Tindakan Teror dan Anarki", Terjemahan KH M
lhya' Ulumiddin, 2008. Judul asli: Al-ghuluw wa Atsaruhu fil Irhab wa Ifsad AIMujtama',
oleh HM Junaedi Sahal, Sag dan M. Ilyas (Eds.), Penerbit Jama'ah Da'wah Al Haromain,
Surabaya.
Hatmodjo, Jono, 2003, Intelijen Sebagai 11mu, Balai Pustaka, Jakarta.
Hendropriyono, A.M., 1980, "Strategi dan Taktik Militer", Catatan Kuliah dari TB Silalahi, 1975,
Dosen Sesko AD. Bandung.
Hendropriyono, A.M., 2009. Terorisme dalam Perspektif Filsafat Analitika, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta.
Hendropriyono, Diaz Faisal Malik, 2006, Al Qaeda Network: Its Origin, Structure and
Vulnerabilities, Virginia Tech. University, USA.
Hume, David, 1972, Enquiries Concerning Human Understanding and
Concerning the Principles of Morals, ed. L.A Selby-Bigge. Oxford University Press, Oxford.
Hussaini, Adian, 2005, "Simpang Siur Radikalisme", dalam Harian Republika, Kamis 1
Desember, Jakarta.
Jasin, Moehammad, 2005, Memoir Jasin Sang Polisi Pejuang, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Kaelan MS, 2008, Pancasila Bagi Generasi Penerus Bangsa, Penerbit Fakultas Filsafat LJGM,
Yogyakarta.
Kaelan MS, 2008, Pendidikan Pancasila, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.
Kaelan MS dan Achmad Zubaidi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, untuk Perguruan Tinggi,
Penerbit Paradigma, Yogyakarta.
236
Karnavian, Tito, 2011, "Terorisme Generasi ke-lll", dalam Majalah Gatra, edisi Maret 2011,
Jakarta.
Kattsoff, Louis O. dalam Pengantar Filsafat, 2006, Alih bahasa: Soejono Soemargono, UGM,
Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, Cetakan ke-X.
Lasiyo, 2008, "Budaya Muakhi dan Pembangunan Daerah. Perspektif Filsafat Sosial pada
Komunitas Adat Pubian Di Lampung" dalam Lasiyo dan A, Fauzie Nurdin,
DAFTAR PUSTAKA
237
Suryo, Djoko, 2009, "Transformasi Masyarakat Indonesia". Dalam Historiografi Indonesia
Modern, ST PN Press, Yogyakarta.
Suryo, Djoko, 2009. " Nasionalisme di Indonesia", Program Studi Ketahanan Nasional, UGM,
Yogyakarta.
Suseno, Franz Magnis, 2006, Berebut Jiwa Bangsa, Penerbit Kompas, Jakarta.
Suseno, Franz Magnis, 1987. Etika Dasar. Masalah-MasaIah Pokok Filsafat Moral, Kanisius,
Yogyakarta, Cetakan ke-21.
Swasono, Sri-Edi, 2012, Membangun Karakter Bangsa, Menemukan Kembali Republik
Indonesia Kita, Jakarta.
Tribunnews.com, 2011, Bocoran Wikileaks: Mendanai FPI adalah Tradisi Polri dan BIN, Jakarta.
Wijayanto, Andi, 2006, Velox et Exactus, Penerbit Pacivis, Jakarta.
Yayasan Bung Karno, 2007, Otobiografi Bung Karno, Media Pressindo, Jakarta.
TENTANG PENULIS
Waji Abdullah Makhmud Hendropriyono, Jenderal TNI (Purn.), lahir İ İdi Yogyakarta,•
7 Mei 1945. Menempuh pendidikan umum: SR Muhammadiyah J]. Garuda 33
Kemayoran di Jakarta, SR Negeri JI. Lematang di Jakarta, SMP Negeri V Bag B (limu
Pasti) Jl. Dr. Sutomo di Jakarta, SMA Negeri II Bag B (limu Pasti) JI. Gajah Mada di
Jakarta.
Pendidikan militer diperoleh di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang
(lulus 1967), Australian Intelligence Course di Woodside (1971), United States Army
General Staff College di Fort Leavenworth, Amerika Serikat (1980), Sekolah Staf dan
Komando (Sesko) ABRI, yang lulus terbaik pada 1989 bidang akademik dan kertas karya perorangan dengan
mendapat anugerah Wira Karya Nugraha. Pernah menjadi peserta KSA VI Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhannas) dengan predikat prestasi tertinggi. Beberapa latihan keterampilan militer yang pernah
diikutinya, antara lain adalah Para-Komando, terjun tempur statik, terjun bebas militer (Militan; Free Fall)
dan penembak mahir.
Karier militer AM Hendropriyono diawali sebagai Komandan Peleton dengan pangkat Letnan Dua
Infantri di Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang kini bernama Komando Pasukan Khusus
(Kopassus) TNI AD. la kemudian menjadi Komandan Detasemen Tempur Para-Komando, Asisten Intelijen
Komando Daerah Militer Jakarta Raya/Kodam Jaya (1986), Komandan Resor Militer 043/Garuda Hitam
Lampung (1988), Direktur Pengamanan VIP dan Obyek Vital, Direktur Operasi Dalam Negeri Badan Intelijen
Strategis (Bais) ABRI (1991-1993). Panglima Daerah Militer Jakarta Raya dan Komandan Kodiklat TNI AD.
Berbagai operasi militer yang diikutinya adalah Gerakan Operasi Militer (GOM) VI, dua kali terlibat dalam
Operasi şapu Bersih III dan dua kali dalam Operasi Seroja di Tımor Timur (sekarang bernama Timor Leşte).
Pendidikan umum AM Hendropriyono menjadikannya sebagai şarjana dalam Administrasi dari Sekolah
Tınggi limu Administrasi Negara (STIA-LAN), Sağana Hükum dari Sekolah Tinggi Hükum
Militer (STHM), Sarjana Ekonomi dari Universitas Terbuka (UT) Jakarta, Sağana Teknik Industrj darİ
Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Bandung, Magister Administrasi Niaga dari University of the City
of Manila Filipina, Magister di bidang hükum darİ STHM dan pada bulan Juli 2009 meraih gelar doktor filsafat
di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan predikat Cum Laude.
Dalam birokrasi pemerintahan R, AM Hendropriyono pernah memangkü berbagai jabatan yang
berturut-turut: Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan Republik Indonesia (19961998), Menteri
Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH) dalam Kabinet Pembangunan VII, Menteri
Transmigrasi dan PPH dalam Kabinet Reformasi yang kemudian merangkap Menteri Tenaga Kerja. Pada
periode tahun 2001-2004 sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BİN) di
Kabinet Gotong Royong. AM Hendropriyono merupakan penggagas lahirnya Sekolah Tınggi Intelijen Negara
(STIN) di Sentul Bogor dan Dewan Analis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara.
la juga penyandang berbagai kehormatan negara R], dalam wujud bintang dan tanda jasa antara lain:
Bintang Mahaputera Indonesia Adipradana, Bintang Kartika Eka Paksi Nararyaprestasi, Bintang Bhayangkara
238
Utama, Bintang Yudha Dharma, Bintang Dharma, Satya Lencana Bhakti untuk lüka-lüka di medan
pertempuran, serta anggota Legiun Veteran Pembela Republik Indonesia (Pembela/E, NPV : 21.157.220).
Dewasa ini AM Hendropriyono menjadi pengamat terorisme, yang kerap diminta untuk menjadi
narasumber oleh media massa dan berbagai Lembaga, giat menulis bermacam pemikirannya dalam artikel-
artikel di berbagai koran, majalah, radio, dan televisi. la mendedikasikan ilmunya dengan mengajar Filsafat
Hükum di Sekolah Tinggi Hükum Militer Jakarta dan berbagai perguruan tinggi lain. O
239
FILSAFAT
INTELIJEN
NEGARAREPUBLIKIND
ONESIA
Frasa "Filsafat Politik" atau "Filsafat Hukum"
sering kita dengar, tapi tidak "FiIsafat Intelijen".
Dalam kepustakaan dunia belum pernah ada buku
yang berjudul Filsafat Intelijen, seperti judul buku ini.
Hal ini, menurut A.M. Hendropriyono, karena
memang tidak ada negara lain yang punya filsafat
bangsa seperti negara Republik Indonesia.
Dalam buku ini Hendropriyono, doktor ilmu
filsafat yang dibesarkan di dunia militer dan intelijen,
mengungkapkan, secara universal filsafat intelijen
bersifat pragmatis, tapi secara nasional filsafat negara
Republik Indonesia bersifat etis. Pragmatisme berlaku
di Indonesia hanya jika Republik Indonesia diperangi
atau dirampas kemerdekaannya. Kita, bangsa
Indonesia, cinta damai, tapi lebih cinta kemerdekaan.
Pancasila sebagai filsafat negara merupakan
sumber pedoman bagi intelijen negara untuk
menyusun berbagai siasat intelijen negara Republik
Indonesia.
ISBN: 978-979-709-710-3