Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH
MATA KULIAH DASAR-DASAR INTELIJEN
SEMESTER GASAL 2014/2015

NAMA: TANGGUH CHAIRIL


NPM: 1406523963

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL
KEKHUSUSAN KAJIAN STRATEJIK INTELIJEN
JAKARTA
2014
0

Dasar-Dasar Intelijen: Perspektif Hubungan Internasional

Pendahuluan

Makalah

ini

dimaksudkan

untuk

memberikan

perspektif/dimensi

internasional dalam kajian Dasar-Dasar Intelijen, khususnya untuk memahami


bagaimana intelijen berperan dalam aktivitas-aktivitas global. Intelijen stratejik
adalah bagian tidak terpisahkan dalam sebuah sistem internasional, baik dalam
upaya untuk memahami permasalahan keamanan maupun nonkeamanan. Makalah
ini bertujuan menjelaskan berbagai tema isu-isu utama dalam arena internasional
yang memiliki keterkaitan dengan intelijen dalam masalah keamanan global.

Definisi "Intelijen"

Apa itu intelijen? Michael Warner (2007) telah mengumpulkan berbagai


definisi intelijen berdasarkan sumber dan kejelasannya. Dalam dokumendokumen resmi, Warner melihat bahwa banyak definisi intelijen menekankan
aspek-aspek 'informasi' dari intelijen lebih dari segi organisasionalnya.1 Misalnya,
definisi intelijen dalam Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat
tahun 1947 sebagai berikut.

"'Intelijen luar negeri' adalah informasi terkait kapabilitas, intensi, atau


aktivitas pemerintah-pemerintah negara lain atau unsur-unsurnya,
organisasi-organisasi asing, atau orang-orang asing."2

Michael Warner, "Wanted: A Definition of "Intelligence"", Center for the Study of Intelligence,
CSI Publications Vol. 46 No. 3, 2007.
2
Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat tahun 1947, 50 U.S.C. 401a.

Definisi intelijen dalam publikasi komersial pun seringkali menekankan


aspek informasinya, seperti yang dikutip Warner dari bapak intelijen Amerika
Serikat yang merupakan analis senior CIA, Sherman Kent berikut ini.

"Intelijen, sebagaimana saya tuliskan, adalah pengetahuan yang harus


dimiliki warga sipil berposisi tinggi dan personil militer untuk menjaga
kesejahteraan nasional."3

Warner mengkritik bahwa definisi yang menyetarakan intelijen dengan


informasi adalah terlalu samar dan tidak dapat diharapkan memberikan pedoman
nyata dalam kerja intelijen. Menurutnya, intelijen merupakan berbagai hal
sekaligus, yaitu informasi, proses, dan aktivitas, yang dilakukan oleh 'pihak
berwenang'. Kerahasiaan menjadi penting karena intelijen merupakan bagian dari
'perjuangan' yang berkelanjutan antara berbagai negara. Intelijen juga mencakup
operasi-operasi klandestin yang dilakukan untuk menyebabkan efek-efek tertentu
di negara-negara asing. Melalui berbagai data tersebut, Warner memberikan
definisinya sendiri tentang intelijen: "Intelijen adalah aktivitas negara yang
rahasia untuk memahami atau memengaruhi entitas asing". 4
Dari definisi Warner di atas, diperoleh bahwa intelijen dapat bermakna
berbagai hal sekaligus, yaitu informasi atau pengetahuan, proses atau aktivitas,
dan pihak berwenang atau organisasi. Sebagai pengetahuan, intelijen adalah
informasi yang sudah dikumpulkan dan dianalisis untuk kemudian disampaikan
kepada user yang merupakan pembuat kebijakan. Dalam hal ini, intelijen terbagi
atas intelijen dasar, intelijen aktual, dan intelijen perkiraan keadaan (kirka).
Sebagai aktivitas, intelijen berarti kegiatan rahasia yang dilakukan negara.
Menurut Len Scott (2004), aktivitas ini mencakup intelijen rahasia, tindakan
terselubung (covert action), dan diplomasi klandestin. 5 Covert action ini
didefinisikan dalam direktif Keamanan Nasional tahun 1948 no. 10/2 mencakup
3

Sherman Kent, Strategic Intelligence for American Foreign Policy (Princeton, NJ: Princeton
University Press, 1949), hlm. vii.
4
Michael Warner, 2007, ibid.
5
Len Scott, "Secret Intelligence, Covert Action and Clandestine Diplomacy", Intelligence and
National Security, Vol. 19, No. 2, Musim Panas 2004, hlm. 322 341.

propaganda; perang elektronik; tindakan langsung preventif termasuk sabotase,


antisabotase, pengrusakan dan evakuasi; subversi terhadap negara-negara yang
bermusuhan termasuk bantuan kepada gerakan perlawanan bawah tanah,
kelompok-kelompok gerilya dan pembebasan pengungsi, serta dukungan terhadap
unsur-unsur anti-Komunis lokal di negara-negara lain. 6 Sementara itu, diplomasi
klandestin adalah penggunaan dinas-dinas rahasia untuk melakukan diplomasi,
dengan asumsi terdapat

keinginan

berbicara

dengan

musuh walaupun

pembicaraan tidak dapat membawa kepada negosiasi. Len Scott mencontohkan


diplomasi klandestin seperti peran CIA, GRU, dan KGB dalam Krisis Rudal Kuba
serta peran SIS dan MI5 dalam proses perdamaian Irlandia Utara.7
Terakhir, sebagai organisasi, intelijen berarti organisasi-organisasi dinas
rahasia, seperti Central Intelligence Agency (CIA) di Amerika Serikat, MI6 di
Inggris, Mossad di Israel, Inter-Services Intelligence (ISI) di Pakistan, Dinas
Keamanan Federal (FSB) di Rusia, Bundesnachrichtendienst (BND) di Jerman,
Kementerian Keamanan Negara di Tiongkok, Australian Secret Intelligence
Service (ASIS) di Australia, Research and Analysis Wing (RAW) di India, dan
Directorate General for External Security (DGSE) di Prancis. Baik sebagai
pengetahuan, aktivitas, maupun organisasi, intelijen telah berperan penting dalam
masalah keamanan global.

Intelijen dalam Masalah Keamanan Global


Intelijen dalam Perang Dunia II

Peran intelijen dalam masalah keamanan global dapat dilihat dalam sejarah
hubungan internasional modern. Dalam Perang Dunia II misalnya, keberhasilan
pendaratan D-Day Tentara Sekutu pada 6 Juni 1944 merupakan hasil dari operasi
desepsi militer yang dinamai Operasi Bodyguard. Operasi yang dimaksudkan
untuk menyesatkan Jerman terkait tanggal dan lokasi pendaratan utama Sekutu ini
menyebabkan Adolf Hitler menempatkan Erwin Rommel sebagai panglima
6
7

Direktif Keamanan Nasional Amerika Serikat, NSC 10/2 18 Juni 1948.


Len Scott, 2004, ibid.

tentara Jerman membangun benteng pertahanan di sepanjang pantai Samudera


Atlantik untuk mengantisipasi invasi Sekutu, tanpa mengetahui wilayah
pendaratan sebenarnya. John Hughes-Wilson (2004) menulis bahwa Operasi
Bodyguard dirancang oleh Staf Desepsi Sekutu yang menggunakan nama cover
London Controlling Section (LCS) berusaha menyesatkan Jerman terkait intensi
Sekutu terkait D-Day. Operasi Bodyguard memiliki dua tujuan, yaitu
memperlemah kekuatan Jerman dengan membuat Hitler menyebar pasukannya ke
seluruh Eropa, dan menunda reaksi Jerman terhadap invasi selama mungkin
dengan membuat para perencana militer Jerman tidak yakin bahwa pendaratan
pertama hanyalah gerak tipu. LCS pun melancarkan berbagai operasi desepsi yang
halus, dengan distorsi yang dirancang untuk menyesatkan informasi waktu,
tempat, dan jumlah pasukan yang akan dikirimkan. Hal ini menyebabkan intelijen
Jerman memperoleh banyak informasi yang saling berkonflik, beberapa di
antaranya informasi yang benar, namun tidak diketahui yang mana. 8
Seluruh

desepsi

yang

dilancarkan

LCS

membuat

Jerman

hanya

menempatkan 60 dari 300 divisi Angkatan Daratnya di Eropa Barat, dan hanya
delapan divisi di antaranya yang ditempatkan di wilayah-wilayah pendaratan
Sekutu. Sisanya tersebar di Balkan, Italia, Rusia, Prancis selatan, Denmark,
Belanda, Norwegia, dan Pas de Calais di utara Prancis, sehingga pertahanan
Jerman pun melemah. Lokasi-lokasi rencana pendaratan Sekutu dalam desepsi
Operasi Bodyguard dapat dilihat dalam Gambar 1.
Tidak hanya di pihak Sekutu, keberhasilan dan kegagalan Jepang dalam
Perang Dunia II juga disebabkan oleh dinas-dinas intelijennya. Ken Kotani (2009)
mengungkapkan bahwa dalam tahap-tahap awal Perang Pasifik, intelijen
Angkatan Darat Kekaisaran Jepang mengumpulkan informasi dalam jumlah yang
cukup banyak dan menggunakannya dalam berbagai operasi, seperti dalam
Pertempuran Malaya, Operasi Hong Kong, dan Operasi Palembang. Intelijen

Jon Hughes-Wilson, Military Intelligence Blunders and Cover-ups (Da Capo Press, 2004), hlm.
1619.

Angkatan Laut pun menggunakan informasi intelijen dengan baik, yang terbukti
dari keberhasilan serangan terhadap Pearl Harbor.9

Gambar 1 Peta rencana pendaratan Sekutu dalam desepsi Operasi Bodyguard

Kendati demikian, Ken Kotani mengungkapkan bahwa penerapan intelijen


oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang perlahan-lahan berkurang selama perang,
sehingga di paruh kedua perang intelijen Jepang kehilangan fungsinya. Alasannya
adalah isu-isu kontraintelijen, seperti pemecahan kode, dan kegagalan berbagi
informasi stratejik baik di dalam maupun di antara Angkatan Darat dan Laut.
9

Ken Kotani, "Japanese Intelligence in WWII: Successes and Failures", NIDS Journal of Defense
and Security Vol. 11 No. 2, hlm. 327.

Kegagalan intelijen ini yang menyebabkan berbagai kekalahan Jepang dalam


paruh kedua Perang Pasifik. 10

Intelijen dalam Perang Dingin

Setelah Perang Dunia II, peran intelijen dalam masalah keamanan global
tidak surut. Memasuki masa Perang Dingin, dinas-dinas intelijen semakin
meningkatkan aktivitasnya dalam persaingan antara negara-negara Barat dan
negara-negara Blok Soviet, mulai dari perencanaan, pengumpulan informasi,
analisis, hingga diseminasi yang dilakukan secara rahasia. 11 Dinas-dinas intelijen
digunakan dalam masa Perang Dingin karena dua hal, yaitu konflik ideologi
antara kedua Blok dan perlombaan senjata nuklir, yang menyebabkan ketegangan
internasional dalam masa tersebut mencapai tingkat yang sangat berbahaya.
Menurut George Blake, agen Soviet di dalam SIS, usaha intelijen kolektif oleh
seluruh pihak menghadirkan suatu transparansi bersama hingga tingkat tertentu
pada saat itu.12
Dalam masa Perang Dingin, dua dinas intelijen yang berada pada garis
depan

pertempuran

adalah

CIA

dari

Amerika

Serikat

dan

Komitet

Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) dari Uni Soviet. CIA dibentuk sebagai


kelanjutan dari reformasi intelijen Amerika Serikat pasca-Perang Dunia II yang
memisahkan intelijen dari unsur militer, di mana dinas intelijen Amerika Serikat
sebelumnya adalah intelijen militer bernama Office of Secret Services (OSS).
Michael Warner (2001) mengungkapkan bahwa Amerika Serikat membutuhkan
struktur komando terpadu dan sistem intelijen yang lebih baik untuk mencegah
terjadinya kegagalan intelijen seperti Pearl Harbor dalam Perang Dunia II.
Amerika Serikat pun mengeluarkan Undang-Undang Keamanan Nasional 1947
yang menerapkan prinsip-prinsip kesatuan perintah dan kesatuan intelijen serta
membentuk Dewan Keamanan Nasional, Sekretaris Pertahanan, Kepala Staf
10

ibid.
Peter Gill dan Mark Phythian, Intelligence in an Unsecure World (Polity, 2012) hlm. 7.
12
George Blake dikutip dalam R. Aldrich, The Hidden Hand: Britain, America and Cold War Secret
Intelligence (John Murray, 2001).
11

Hukum, dan CIA. UU Keamanan Nasional 1947 menjadi penting karena


ketidakpercayaan tradisional Amerika Serikat kepada keberadaan militer yang
besar dan kekuasaan terpusat. UU ini juga menetapkan bahwa divisi intelijen
dalam angkatan bersenjata dan departemen sipil, yang kemudian disebut
Komunitas Intelijen, akan tetap independen dari CIA. 13
Dalam masa awal Perang Dingin, CIA menjadi perpanjangan kebijakan
Amerika Serikat yang didominasi antikomunisme intens, termanifestasikan dalam
doktrin containment yang dikembangkan oleh Duta Besar Amerika Serikat kepada
Uni Soviet George Kennan, blokade Berlin, dan Perang Korea. Hal ini terlaksana
dengan tingkat fleksibilitas tinggi karena Direktur Intelijen Pusat Allen Dulles dan
Menteri Luar Negeri John Foster Dulles merupakan saudara. Allen Dulles juga
merupakan perwira kunci operasi OSS di Swiss pada Perang Dunia II. Dalam
masa ini, Uni Soviet merupakan masyarakat tertutup yang menyulitkan penetrasi
agen-agen CIA, sehingga CIA mengompensasinya dengan menggunakan
teknologi maju untuk mengumpulkan informasi. Contohnya, pesawat Lockheed
U-2 menjadi pesawat pengintai generasi pertama yang dapat mengambil gambar
dan mengumpulkan sinyal-sinyal elektronik dari ketinggian di atas pertahanan
udara Soviet. Setelah pesawat U-2 CIA dijatuhkan rudal darat-ke-udara SA-2
pada

1960,

pesawat

Lockheed

SR-71

Blackbird

dikembangkan untuk

menggantikan peran pengintaian. Dalam mengoperasikan pesawat pengintai SR71 dan satelit-satelit lainnya, CIA bekerjasama dengan militer membentuk
National

Reconnaissance

Office

(NRO),

organisasi

yang

eksistensinya

dirahasiakan dalam waktu lama.


Selama periode ini, terdapat berbagai covert action yang dilakukan CIA
terhadap gerakan-gerakan sayap kiri yang dipersepsikan sebagai komunis.
Contohnya, CIA menggulingkan pemerintahan negara lain pertama kalinya dalam
kudeta Iran pada 1953,14 juga membantu usaha-usaha antikomunis di Burma,
13

Michael Warner, Historical Perspective, Central Intelligence: Origin and Evolution


(Washington, DC: CIA History Staff, Center for the Study of Intelligence, Central Intelligence
Agency, 2001), hlm. 1.
14
Lihat James Risen, "Secrets of history: The CIA in Iran", The New York Times, 16 April 2000,
diakses dari http://www.globalpolicy.org/empire/history/2000/0416ciairan.htm. Lihat juga
Ervand Abrahamian, "The 1953 Coup in Iran", Science & Society Vol. 65, No. 2 (Musim Panas,
2001), hlm. 182215.

Guatemala, dan Laos. Operasi-operasi terbesar CIA dalam masa ini ditargetkan
pada Kuba setelah penggulingan diktator Fulgencio Batista, termasuk usaha
pembunuhan Fidel Castro dan invasi Teluk Babi, 15 juga operasi yang ditargetkan
pada Zare untuk mendukung Mobutu Sese Seko, Presiden Zare pada
1965 1997.16
Di Indochina, misi CIA pertama pada 1954 memiliki nama kode Misi
Militer Saigon di bawah pimpinan Edward Lansdale, yang berada dalam rangka
kebijakan containment menentang pemerintahan yang bersifat komunis di bawah
pemimpin salah satu faksi di Vietnam, Ho Chi Minh. Pada awalnya, fokus
Amerika Serikat di Asia Tenggara adalah Laos, bukan Vietnam, di mana CIA
melakukan operasi udara pada 1955 1974.17 Dalam masa Perang Vietnam,
terjadi perdebatan antara Departemen Pertahanan di bawah pimpinan Robert
McNamara dan CIA terkait dampak kerusakan yang dialami musuh, di mana
analisis CIA tidak seoptimis analisis militer. 18 Di Tibet, program CIA terdiri atas
plot politik, distribusi propaganda, dan pengumpulan intelijen paramiliter
berdasarkan komitmen Amerika Serikat kepada Dalai Lama pada 1951 dan 1956
untuk mengurangi pengaruh dan kapabilitas rezim China yang menyebarkan
revolusi budaya hingga ke Tibet.19
Pada pertengahan 1970-an, terjadi skandal Watergate, yaitu berbagai
kegiatan klandestin dan ilegal yang dilakukan pemerintahan Presiden Richard
Nixon menggunakan CIA, Federal Bureau of Investigation (FBI), dan Internal
Revenue Service (IRS) terhadap berbagai kelompok aktivis dan tokoh-tokoh
politik. Selama periode ini, Kongres berusaha mendapatkan hak pengawasan atas
kantor kepresidenan Amerika Serikat dan cabang eksekutif pemerintah. Berbagai
15

Michael Warner, "The CIA's Internal Probe of the Bay of Pigs Affair", Center for the Study of
Intelligence, Studies Archive Index Vol. 42 No. 5, 2008, dan Piero Gleijeses, "Ships in the Night:
The CIA, the White House and the Bay of Pigs", Journal of Latin American Studies, Vol. 27, No. 1
(Feb., 1995), hlm. 142.
16
David N. Gibbs, "Let Us Forget Unpleasant Memories: The US State Department's Analysis of
the Congo Crisis", Journal of Modern African Studies Vol. 33 No. 1, hlm. 175180.
17
William M. Leary, "CIA Air Operations in Laos, 1955-1974", Center for the Study of Intelligence,
CSI Publications Vol. 43 No. 3, 2007.
18
Harold P. Ford, "Why CIA Analysts Were So Doubtful About Vietnam", Center for the Study of
Intelligence, Studies in Intelligence Vol. 40 No. 5, Semiannual Edition, 1997, No. 1.
19
"Status Report on Tibetan Operations", Office of the Historian, 26 Januari 1968, diakses dari
http://history.state.gov/historicaldocuments/frus1964-68v30/d342.

kegiatan CIA di masa lalu terkuak, seperti pembunuhan dan usaha pembunuhan
pemimpin-pemimpin negara asing termasuk Presiden Kuba Fidel Castro dan
Presiden Republik Dominika Rafael Trujillo serta pengintaian dalam negeri
ilegal terhadap warga negara Amerika Serikat. Hal ini terkuak melalui laporan
Direktur Intelijen Pusat pada 1973 yang disebut Family Jewels tentang
kegiatan-kegiatan ilegal CIA tersebut.20 Artikel New York Times mengklaim CIA
telah membunuh beberapa kepala negara asing dan secara ilegal mengintai sekitar
7.000 warganya yang terlibat dalam gerakan anti perang. CIA juga melakukan
eksperimen ilmiah terhadap manusia, termasuk pemberian asam lisergat
dietilamida (LSD) secara diam-diam. 21
Terkuaknya kegiatan ilegal CIA ini membuka kesempatan bagi Kongres
untuk meningkatan pengawasan atas operasi intelijen. Pada 1975, Kongres
menanggapi tuduhan-tuduhan itu dengan menyelidiki CIA di Senat melalui
Komite Church dan di Dewan Perwakilan melalui Komite Pike.22 Selain itu,
Presiden Gerald Ford yang naik pasca-pengunduran diri Nixon membentuk
Komisi Rockefeller dan mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang
pembunuhan kepala negara asing.23
Selain skandal Watergate pada 1970-an, penyalahgunaan kewenangan CIA
tidak berhenti sampai situ. Pada pertengahan 1980-an, terjadi skandal Irangate, di
mana beberapa pejabat pemerintahan senior Amerika Serikat secara rahasia
memfasilitasi penjualan senjata ke Iran, yang merupakan subjek embargo senjata
pada saat itu.24 Beberapa pejabat Amerika Serikat pada saat itu berharap penjualan
20

"CIA's "Family Jewels" - full report", National Security Archive, diakses dari
www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB222/family_jewels_full.pdf
21
"Timeline of the C.I.A.s Family Jewels", The New York Times 26 Juni 2007, diakses dari
www.nytimes.com/2007/06/26/washington/26cia-timeline.html, lihat juga "Files on Illegal
Spying Show C.I.A. Skeletons From Cold War", The New York Times 27 Juni 2007, diakses dari
www.nytimes.com/2007/06/27/washington/27cia.html?pagewanted=all
22
Lihat Gerald K. Haines, "The Pike Committee Investigations and the CIA", diakses dari
www.cia.gov/library/center-for-the-study-of-intelligence/csi-publications/csistudies/studies/winter98_99/art07.html
23
Lihat hasil laporan Rockefeller Commission di historymatters.com/archive/contents/church/contents_church_reports_rockcomm.htm dan
www.maryferrell.org/wiki/index.php/Rockefeller_Commission
24
"The Iran-Contra Affair 20 Years On", The National Security Archive, George Washington
University, 24 November 2006, diakses dari
http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB210/.

senjata akan menjamin dilepaskannya beberapa sandera dan memungkinkan agenagen intelijen Amerika Serikat untuk mendanai kelompok pemberontak Contras di
Nikaragua. Reaksi terhadap skandal Irangate ini adalah penciptaan UndangUndang Otorisasi Intelijen pada 1991, yang mendefinisikan operasi terselubung
(covert operation) sebagai misi rahasia di area-area geopolitik di mana Amerika
Serikat tidak terlibat secara terbuka, dan membutuhkan rantai komando yang
mengotorisasi, mencakup laporan temuan presidensial yang resmi dan informasi
kepada Komite Intelijen di Dewan dan Senat, yang dalam keadaan darurat hanya
membutuhkan pemberitahuan yang tepat waktu.
Di pihak Uni Soviet, KGB merupakan hasil evolusi dari dinas intelijen
Soviet yang terus mengalami perubahan nama dan bentuk, dari Cheka yang
dibentuk pada 1918 hingga KGB yang dibentuk pada 1954 dan bubar seiring
dengan kolapsnya Uni Soviet pada 1991. Menurut Robert W. Pringle (2011),
Cheka dan KGB sendiri banyak terinspirasi oleh dinas intelijen masa Kekaisaran
Rusia yang bernama Okhrana, yang diciptakan pada 1881/2 setelah pembunuhan
Tsar Aleksandr II untuk menyusup ke dalam gerakan-gerakan politik oposisi di
dalam dan luar negeri serta melakukan pembunuhan berencana kepada kelompok
minoritas Yahudi. Okhrana mengalami kemunduran karena banyak agennya
kemudian menjadi teroris, serta bubar seiring dengan kolapsnya Kekaisaran Rusia
pada Revolusi 1917. 25
Pringle (2011) kemudian mengungkapkan bahwa pada masa Soviet Rusia,
dinas intelijen mengalami evolusi dari Cheka (Komisi Luar Biasa Seluruh Rusia
untuk Perlawanan Kontra-Revolusi dan Sabotase) pada 1918 hingga KGB
(Komite Keamanan Negara) yang dibentuk pada 1954 dan bubar seiring dengan
kolapsnya Uni Soviet pada 1991. Cheka dibentuk oleh Vladimir Lenin yang
merasa bahwa revolusi Bolshevik akan gagal tanpa ada regu penembak. Tugas
Cheka antara lain menghancurkan seluruh oposisi terhadap rezim baru,
bertanggung jawab atas intelijen luar negeri, kontraintelijen, keamanan dalam

25

Robert W. Pringle, Guide to Soviet and Russian Intelligence Services, The Intelligencer, Vol. 18
No. 2, Winter/Spring 2011, hlm. 51.

10

negeri, dan pengendalian perbatasan, serta mengawasi sistem kamp kerja paksa
Gulag. 26
Pasca-Lenin, Joseph Stalin mengambil alih organisasi intelijen Soviet.
Sebagaimana diungkapkan Pringle (2011), langkah awal yang diambil Stalin
adalah memfokuskan aktivitas intelijen Soviet untuk anti-insurgensi, menyasar
petani yang menolak kolektivisasi, lawan politik, dan sisa-sisa deputi Lenin.
Kemudian, NKVDGPU ditugaskan menyediakan intelijen luar negeri untuk
kepemimpinan Soviet, dan ditempatkan secara rahasia di berbagai negara seperti
Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang. Bahkan, sebelum Jerman
menginvasi Soviet pada 1941, intelijen Soviet telah memperingatkan Stalin,
namun laporan tersebut ditolaknya. Akibat kesalahan tersebut, pasca-invasi
Jerman Stalin meningkatkan jumlah intel Soviet secara signifikan. 27
Menurut Pringle (2011), pada tahun-tahun terakhirnya, Stalin menjadi
semakin paranoid dan meningkatkan jumlah orang yang dibuang ke Gulag,
jumlah politisi muda Partai Komunis yang dibersihkan, dan kaum Yahudi Soviet
yang disasar. Wafatnya Stalin pada 1953 menyelamatkan banyak jiwa. Penerus
Stalin, Nikita Khrushchev, melakukan destalinisasi dengan mengeksekusi
pimpinan intelijen masa Stalin Lavernty Beria, membebaskan jutaan orang dari
kamp kerja paksa dan pembuangan, mengutuk kejahatan Stalin, serta mengubah
nama organisasi intelijen menjadi KGB dan menempatkannya di bawah kendali
Partai.28
Pringle (2011) kemudian mengungkapkan bahwa KGB menjadi organisasi
intelijen yang besar yang melaksanakan fungsi-fungsi seperti CIA, FBI, NSA, dan
intelijen militer di Amerika Serikat. Komponen-komponen penting KGB antara
lain Direktorat Kepala I (Intelijen Luar Negeri), Direktorat Kepala II (Keamanan
Dalam Negeri dan Kontraintelijen), Direktorat Kepala V (Pengawasan Gereja dan
Pemberontak), Direktorat Kepala VIII dan XVI (Keamanan Komunikasi dan
Pemecahan Kode), serta Direktorat Penjaga Perbatasan. Tugas KGB antara lain
memata-matai negara lain, mencuri teknologi Barat, operasi propaganda, hingga
26

loc. cit.
ibid., hlm. 5152.
28
ibid., hlm. 52.
27

11

menindas oposisi. KGB juga merekrut sumber-sumber intelijen luar negeri yang
mengkhianati negaranya. Pada tahun-tahun terakhir Soviet, Mikhail Gorbachev
berusaha mengerdilkan kekuatan KGB, menyebabkan unsur-unsur KGB berbalik
menyerang Gorbachev dalam usaha kudeta Soviet pada Agustus 1991, yang
menandai kolapsnya Uni Soviet.29
KGB mengumpulkan informasi intelijen utamanya melalui agen, yang
disebut intelijen manusia (HUMINT). Laporan John Kohan dari Time pada 1983
menyebutkan bahwa KGB merupakan organisasi pengumpul informasi paling
efektif di dunia,30 yang melakukan spionase legal dan ilegal di negara-negara
sasaran. Spionase legal dilakukan berbasis pada Kedutaan Besar dan Konsulat
Soviet dan jika tertangkap dapat dilindungi dari tuntutan dengan imunitas
diplomatik. Mata-mata yang tertangkap dipulangkan ke Uni Soviet atau
dinyatakan sebagai persona non grata dan diusir oleh pemerintah negara sasaran.
Spionase ilegal dilakukan tanpa imunitas diplomatik dan secara independen dari
misi diplomatik maupun dagang Soviet, seperti dengan cover sebagai pejabat
CIA. Pada awalnya, KGB menekankan pada mata-mata ilegal karena dapat
menginfiltrasi sasaran dengan lebih mudah. Mata-mata KGB melakukan empat
tipe spionase, yaitu politik, ekonomi, militer-stratejik, dan disinformasi.
Dilakukan juga operasi-operasi intelijen aktif, kontraintelijen, dan intelijen sainsteknologi.
KGB tidak hanya mengumpulkan informasi intelijen melalui agen, namun
juga sistem intelijen sinyal (SIGINT) yang luas yang mengimbangi jaringan
SIGINT United Kingdom United States of America Agreement (UKUSA).
Menurut Christopher Andrew, SIGINT Soviet beroperasi melalui stasiun-stasiun
darat di negara-negara Pakta Warsawa melalui lebih dari 50 kedutaan besar
Soviet, satelit, pesawat, truk, kapal selam, dan kapal-kapal permukaan.
Keberhasilan SIGINT Soviet terkait dengan HUMINT Soviet, karena pemecahan
sistem kode dan sandi dapat dicapai dengan bantuan informasi parsial yang
diperoleh melalui spionase. Sejak masa Okhrana, salah satu prioritas utama
29

ibid., hlm. 5253.


John Kohan, "Eyes of the Kremlin", Time 14 Februari 1983, diakses dari
http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,953701-6,00.html.
30

12

aktivitas intelijen adalah memperoleh materi-materi sandi dan dokumen-dokumen


diplomatik untuk membantu para analis kode Rusia. Okhrana memiliki
departemen rahasia untuk memperoleh akses ke arsip-arsip misi luar negeri
Inggris di St. Petersburg, serta kedutaan-kedutaan besar Amerika Serikat, Swedia,
dan Belgia. KGBGPU menghidupkan kembali serta mengembangkan teknikteknik sandi Rusia masa Okhrana, sehingga awalnya berhasil menargetkan
kedutaan-kedutaan besar Barat di ibukota negara-negara Dunia Ketiga, seperti
Beijing dan Tehran. Pasca-kesuksesan mengembangkan SIGINT Soviet, agenagen penetrasi Soviet membantu memecahkan sandi diplomatik Inggris dan
memperoleh akses ke dokumen-dokumen Kantor Urusan Luar Negeri.31
Andrew menekankan pentingnya bantuan agen dalam SIGINT Soviet,
terutama dalam memenetrasi SIGINT Amerika Serikat. Pada 1950-an hingga
1960-an, terdapat tidak kurang dari tiga agen Soviet dalam NSA dan beberapa
defektor dari NSA. Target penetrasi Soviet lainya termasuk jaringan keluarga
Walker di Amerika Serikat pada 1968-1984, Geoffrey Prime di markas Partai
Konservatif Inggris CCHQ pada 1968-1978, hingga godaan agen wanita terhadap
Marinir Amerika Serikat yang menjaga ruang sandi di Kedutaan Besar Amerika
Serikat di Moskow.32
Karena Perang Dingin merupakan situasi yang diciptakan oleh Amerika
Serikat dan Uni Soviet, praktis masalah keamanan global dalam masa ini nyaris
seluruhnya melibatkan dinas-dinas intelijen kedua negara ini, CIA dan KGB.
Kedua dinas intelijen ini merupakan kunci perlombaan senjata yang dilakukan
kedua negara adidaya. Melalui CIA dan KGB, kedua negara memiliki
kemampuan memonitor persediaan senjata pihak lainnya sebagaimana dibolehkan
dalam perundingan Strategic Arms Limitation Talks (SALT). Tanpa kemampuan
memonitor ini, perundingan SALT tidak akan ada maknanya. Selain itu, infiltrasi
dinas-dinas intelijen ke program-program senjata pihak lawan memungkinkan
tiap-tiap negara mengimbangi satu sama lain. Terutama, infiltrasi Soviet ke

31

Christopher Andrew, From the Okhrana to the KGB, Declassified Authority NND 947003, hlm.
5354.
32
ibid., hlm. 5759.

13

program nuklir Amerika Serikat membantu Soviet mengembangkan bomnya


sendiri.
Dalam masa Perang Dingin ini, terlihat dua pendekatan berbeda terkait
pengumpulan informasi intelijen. Uni Soviet cenderung menggunakan HUMINT,
tampak dari jumlah mata-mata mereka yang jauh lebih banyak dari Amerika
Serikat. Di lain pihak, Amerika Serikat lebih menekankan pendekatan teknologi
sebagai sumber intelijen. Hal ini dapat disebabkan sifat dari rezim di tiap-tiap
negara, di mana masyarakat Timur yang opresif lebih sulit ditembus dengan
infiltrasi manusia daripada masyarakat Barat yang terbuka.
Dalam masa Perang Dingin ini, intelijen menjadi medan perang utama
antara kedua belah pihak untuk mengungguli posisi lawannya menggunakan aksiaksi rahasia, operasi psikologis, dan bentuk-bentuk subversi. Dapat dikatakan,
Perang Dingin adalah pertempuran antara kedua organisasi intelijen ini hingga
taraf tertentu. Kedua organisasi intelijen ini juga digunakan untuk memicu Perang
Proksi di negara-negara lain, seperti bagaimana CIA melakukan penyalahgunaan
wewenang dalam periode 1970-1990 untuk membunuh dan mengusahakan
pembunuhan pemimpin-pemimpin negara asing. Kedua organisasi intelijen ini
pun melakukan pertempuran kebudayaan dalam persaingan mencari identitas
nasional yang bersatu. Akan tetapi, karena arsip-arsip intelijen dalam masa Perang
Dingin masih banyak tertutup, mengalami penghancuran terorganisasi, serta
dimanipulasi pemerintah, upaya menyimpulkan sampai sejauh mana sebenarnya
pertempuran intelijen dalam masa tersebut masih merupakan hal yang sulit.

Intelijen Pasca-9/11

Dengan kolapsnya Uni Soviet, praktis tidak ada ancaman keamanan simetris
terhadap Amerika Serikat selama beberapa tahun. Hingga akhirnya peristiwa 9/11
terjadi. Serangan teroris pada 11 September 2001 yang dilancarkan oleh
kelompok al-Qaeda terhadap komplek World Trade Center (WTC) di New York
dan terhadap Pentagon, markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat di
Washington, D.C., menewaskan 2.966 korban jiwa. Serangan ini dilakukan al14

Qaeda dengan alasan kebencian atas investasi Amerika Serikat di sektor minyak
Timur Tengah, pengaruh Barat terhadap nilai-nilai religius umat Islam, dan
dukungan Amerika Serikat terhadap Israel. Pemerintah Amerika Serikat kemudian
mendeklarasikan Perang Melawan Teror (War on Terror) sebagai kampanye
militer global untuk memberangus al-Qaeda dan organisasi-organisasi militan
lainnya. Selama lebih dari satu dekade, War on Terror menjadi isu keamanan
global paling utama, dan hal ini juga memengaruhi isu-isu intelijen dalam
hubungan internasional.
Peristiwa 9/11 kemudian diatributkan sebagai kegagalan intelijen Amerika
Serikat. Menurut Richard K. Betts (2007), seluruh fase lingkaran intelijen
Amerika Serikat mengalami kegagalan: pengumpulan informasi gagal karena
tidak berhasil menemukan pelaku, rencana, atau cara-cara serangan walau terdapat
intelijen sinyal yang mengindikasikan akan adanya tindakan yang segera terjadi;
pemprosesan dan diseminasi gagal karena berbagai informasi tidak terhubung
sehingga sulit mengidentifikasi individu-individu yang terlibat dalam tindakan
tersebut atau instrumen-instrumen yang akan digunakan; analisis informasi gagal
karena tidak menemukan pola-pola yang tepat dalam menghubungkan petunjukpetunjuk yang tidak lengkap. Sementara itu, pembuat kebijakan gagal karena
sebelum peristiwa 9/11 pemerintahan George W. Bush tidak menjadikan
terorisme sebagai prioritas tinggi sebagaimana dilakukan Komunitas Intelijen dan
pemerintahan

Bill

Clinton

sebelumnya,

posisi

koordinator

nasional

kontraterorisme dalam staf National Security Council (NSC) diturunkan, komite


deputi tidak membahas kontraterorisme hingga tiga bulan setelah pemerintahan
berjalan, dan komite utama tidak membahasnya hingga empat bulan setelahnya. 33
War on Terror yang dilancarkan pemerintahan Bush juga diatributkan
sebagai kegagalan intelijen. Invasi Amerika Serikat ke Irak, yang dijustifikasi
dengan informasi intelijen bahwa rezim Saddam Hussein di Irak memiliki senjata
pemusnah massal, juga tidak berhasil menemukan senjata pemusnah massal
tersebut. Kegagalan ini berdampak jatuhnya kredibilitas intelijen Amerika Serikat
33

Richard K. Betts, Two Faces of Failure: September 11 and Iraqs Missing WMD, dalam
Enemies of Intelligence: Knowledge and Power in American National Security (New York:
Columbia University Press, 2007), hlm. 105114; lihat juga The 9/11 Commission Report oleh
National Commission on Terrorist Attacks upon the United States.

15

serta membawa kepada perang yang sebenarnya tidak perlu dan menyebabkan
lebih banyak korban dari peristiwa 9/11. Kali ini, kegagalan terjadi dalam
pengumpulan dan analisis. 34
Untuk mencegah berbagai kegagalan ini terulang kembali, pada 2004
Amerika Serikat mengeluarkan Undang-Undang Reformasi Intelijen dan
Pencegahan Terorisme. UU tersebut membentuk jabatan Direktur Intelijen
Nasional (DNI) yang mengambil alih sejumlah fungsi pemerintah dan Komunitas
Intelijen yang sebelumnya ditangani oleh CIA. DNI mengelola Komunitas
Intelijen Amerika Serikat dan berusaha mengatur lingkaran intelijen. Beberapa
fungsi yang dialihkan dari Direktur Intelijen Pusat (DCI) yang sebelumnya
merangkap sebagai ketua CIA ke DNI adalah penyusunan estimasi yang
mencerminkan opini gabungan ke-16 dinas intelijen Amerika Serikat dalam
Komunitas Intelijen dan penyusunan maklumat untuk presiden. Pada 30 Juli 2008,
Presiden Bush mengeluarkan Executive Order 1347035 untuk memperkuat peran
DNI. CIA yang sebelumnya berada di atas Komunitas Intelijen saat ini berada di
bawah DNI.36
Di lain pihak, pasca-Perang Dingin, dinas intelijen Rusia yang sebelumnya
hanya satu organisasi yaitu KGB dipecah menjadi berbagai dinas, antara lain yang
paling vital adalah SVR (Dinas Intelijen Asing Rusia), FSB (Dinas Keamanan
Federal Rusia), dan FSO (Dinas Perlindungan Federal Rusia). Menurut laporan
kontraintelijen Barat, aktivitas intelijen Rusia telah kembali ke level pematamataan dalam masa Perang Dingin. 37
Kembali ke War on Terror. Selama lebih dari satu dekade, War on Terror
menjadi isu keamanan global paling utama, dan hal ini juga memengaruhi isu-isu
intelijen dalam hubungan internasional. Frederick P. Hitz (2007), Inspektur
Jenderal CIA pada dekade 1980-an1990-an, mengungkapkan bahwa dengan
berakhirnya Perang Dingin, dan berubahnya sumber ancaman dari Uni Soviet
34

Betts (2007), ibid., hlm. 114121; lihat juga Robert Jervis, Reports, Politics, and Intelligence
Failures: The Case of Iraq, The Journal of Strategic Studies Vol. 29, No. 1, 3 52, Februari 2006,
hlm. 348.
35
Executive Order 13470, diakses dari http://fas.org/irp/offdocs/eo/eo-13470.htm.
36
Bush Orders Intelligence Overhaul, Associated Press 31 Juli 2008, diakses dari
http://www.nytimes.com/aponline/washington/AP-Intelligence-Rules.html.
37
Pringle (2011), op. cit., hlm. 53.

16

hingga terorisme pasca-9/11, ada beberapa hal yang akan menjadi tantangan bagi
spionase CIA di masa depan. Pertama, kapabilitas agensi intelijen telah berkurang
pada periode sepuluh tahun pasca-disintegrasi Soviet (1991) hingga 9/11 (2001).
Kedua, teknik-teknik pengumpulan informasi masa Perang Dingin tidak efektif
lagi dengan perkembangan teknologi. Ketiga, ancaman keamanan dan kualitas
hidup terhadap para operatif spionase semakin berbahaya. Keempat, AS kini telah
dipersepsikan sebagai ancaman eksternal yang hanya tertarik pada sumber
minyak. Kelima, AS tidak dapat mengendalikan secara penuh operasi mata-mata
yang menggunakan perantara. Keenam, teknik pengumpulan SIGINT terhambat
oleh ketidakmampuan agen-agen CIA menerjemahkan bahasa Arab. Hitz
menyimpulkan bahwa pengumpulan intelijen kini mengikuti suatu paradigma
baru, bukan lagi spionase klasik melainkan pelacakan jejak teroris dan senjatanya
dengan keahlian detektif dan sumber-sumber terbuka/open source intelligence
(OSINT).38
Demikianlah pembahasan tentang bagaimana intelijen berperan dalam
aktivitas-aktivitas global. Intelijen telah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam
sistem internasional, terutama terkait permasalahan keamanan. Perkembangan
teoritisasi tentang pemikiran stratejik intelijen pun mengikuti perkembangan
sejarah dunia modern dalam hubungan internasional, seperti hingga saat ini
literatur-literatur intelijen stratejik banyak membahas bagaimana intelijen
melakukan operasi kontraterorisme dalam rangka War on Terror yang kini
menjadi isu keamanan global paling utama. Perkembangan teoritisasi tersebut
dapat dilihat dalam Gambar 2.

38

Frederick P. Hitz, The Importance and Future of Espionage, dalam Loch K. Johnson (ed.),
Strategic Intelligence, Volume 2 (Westport: Praeger Security International, 2007), hlm. 9193.

17

Gambar 2 Perkembangan Teoritisasi Pemikiran Stratejik Intelijen


Sumber Broto Wardoyo, dalam kuliah Pengantar Pemikiran Intelijen Stratejik, Universitas
Indonesia 8 September 2014

Intelijen dalam Hubungan Internasional di Masa Depan?

Bagaimanakan masa depan intelijen stratejik? Berbagai literatur kini mulai


membahas tentang peran intelijen dalam mendorong perdamaian terkait dengan
upaya penjagaan perdamaian (peacekeeping) secara kolektif. Intelijen ini
merupakan proses terbuka, legal, dan etis yang menyediakan dukungan keputusan
multinasional kepada organisasi-organisasi pro-perdamaian seperti PBB dan
organisasi nonpemerintah seperti Doctors without Borders dan International
Committee of the Red Cross. Dukungan ini dapat membantu organisasi-organisasi
tersebut memutuskan mandat stratejik, rencana kampanye operasional, intervensi
taktis, dan pilihan-pilihan teknis dalam menjalankan perannya. 39

39

David Carment dan Martin Rudner (ed.), Peacekeeping Intelligence: New Players, Extended
Boundaries (Oxon: Routledge, 2006); Mark Tovey (ed.), Collective Intelligence: Creating a
Prosperous World at Peace (Virginia: Earth Intelligence Network, 2008).

18

Contoh kasus peran yang pertama dapat dilihat dalam sentralitas intelijen
terkait perlombaan senjata dalam masa Perang Dingin. Dengan intelijen, baik
Amerika Serikat dan Uni Soviet dapat memonitor jumlah senjata pihak lainnya
yang diperbolehkan dalam Strategic Arms Limitations Talks (SALT) sehingga
perjanjian tersebut tidak sia-sia. Infiltrasi ke dalam program-program senjata
negara lawan juga memungkinkan Amerika Serikat dan Uni Soviet menyamakan
tingkat persenjataannya dengan satu sama lain, hingga tercapailah apa yang
disebut Kenneth Waltz sebagai perdamaian nuklir (nuclear peace).40
Ilustrasi peran yang kedua dapat dilihat dalam bentuk intelijen peacekeeping
yang menekankan informasi dari sumber terbuka, sharing intelijen multilateral
pada berbagai tingkat, penggunaan intelijen untuk menjamin perlindungan
kekuatan, serta interoperabilitas dan komonalitas dengan mitra-mitra koalisi dan
organisasi nonpemerintah (NGO). Hal ini abai dilakukan dalam misi-misi
perdamaian PBB pada 1990an, sehingga menyebabkan konsekuensi operasional
yang problematik, misalnya UNPROFOR di Bosnia dan Herzegovina 19921995,
UNAMIR di Rwanda 1994, dan UNOSOM di Somalia 19921995.41 Dengan
adanya intelijen peacekeeping yang dilakukan secara kolektif, setiap orang akan
memperoleh akses terhadap seluruh informasi dalam seluruh bahasa setiap waktu,
sehingga merevitalisasi dan mentransformasi demokrasi. Contoh intelijen kolektif
yang telah ada antara lain Earth Intelligence Network, rancangan arsitektur
intelijen open source (OSINT) yang akan memfasilitasi dan memelihara seluruh
usaha publik kolektif untuk menciptakan intelijen bersama, intelijen kolektif, dan
organisasi pintar di tiap-tiap level. 42 Rancangan ini selaras dengan berubahnya
paradigma intelijen sekarang, bukan lagi berfokus pada spionase klasik,
melainkan pada pelacakan jejak teroris dengan cara-cara detektif dan sumbersumber open source.43
40

Perdamaian nuklir adalah teori yang menyatakan bahwa senjata nuklir dapat mendorong
stabilitas dan mengurangi peluang eskalasi krisis. Perdamaian nuklir tercipta ketika biaya perang
menjadi sangat tinggi bagi kedua belah pihak, karena keduanya memiliki kapabilitas retaliasi
second strike.
41
David Carment dan Martin Rudner (ed.), ibid., hlm. 12.
42
Earth Intelligence Network diciptakan oleh Robert Steele, eks-agen klandestin CIA yang kini
menjadi advokat open source intelligence (OSINT).
43
Hitz (2007), op. cit., hlm. 7594.

19

Terkait tema peran intelijen dalam mendorong perdamaian, Doron Pely dari
Foreign Policy in Focus mengungkapkan bahwa belum ada organisasi intelijen
dunia yang memiliki divisi Intelijen Perdamaian. Pely mengusulkan
dibentuknya suatu departemen dalam organisasi intelijen yang akan berusaha
menentukan seberapa jauh tindakan perdamaian di negar-negara sasaran
merupakan peluang, bukanlah ancaman. Kebutuhan akan suatu divisi Intelijen
Perdamaian ini semakin dirasa setelah ketidakmampuan Israel merespon inisiatif
perdamaian Arab Saudi hingga dua kali, pada 2002 dan 2007, serta kegagalan
pemerintahan George W. Bush merespon usulan diplomatik Iran pada 2003.
Contoh-contoh peluang perdamaian yang gagal ini, menurut Pely, disebabkan
kurangnya kesiapan intelijen perdamaian. Suatu divisi Intelijen Perdamaian dalam
organisasi-organisasi intelijen dunia akan menambah sudut pertimbangan
tambahan dan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kebijakan. 44
Sebagaimana perkembangan teoritisasi intelijen stratejik yang mengikuti
perkembangan hubungan internasional, akankah intelijen dalam hubungan
internasional di masa depan menuju ke arah intelijen perdamaian atau intelijen
peacekeeping? Pertanyaan ini baru akan terjawab jika masalah keamanan global
ke depannya berkembang ke arah perdamaian dunia.

Bibliografi
___. Bush Orders Intelligence Overhaul. Associated Press 31 Juli 2008.
http://www.nytimes.com/aponline/washington/AP-Intelligence-Rules.html.
___. "CIA's "Family Jewels" - full report." National Security Archive.
www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB222/family_jewels_full.pdf
___. Direktif Keamanan Nasional Amerika Serikat, NSC 10/2 18 Juni 1948.
___. Executive Order 13470. http://fas.org/irp/offdocs/eo/eo-13470.htm.

44

Doron Pely, Where Are the Peace-Intelligence Professionals? Foreign Policy in Focus, 22
Februari 2013, diakses dari http://fpif.org/where_are_the_peace-intelligence_professionals/.

20

___. "Files on Illegal Spying Show C.I.A. Skeletons From Cold War." The New
York

Times

27

Juni

2007.

www.nytimes.com/2007/06/27/washington/27cia.html?pagewanted=all
___.

Rockefeller

Commission."

history-

matters.com/archive/contents/church/contents_church_reports_rockcomm.ht
m dan www.maryferrell.org/wiki/index.php/Rockefeller_Commission
___. "Status Report on Tibetan Operations", Office of the Historian, 26 Januari
1968. http://history.state.gov/historicaldocuments/frus1964-68v30/d342.
___. The 9/11 Commission Report. National Commission on Terrorist Attacks
upon the United States.
___. "The Iran-Contra Affair 20 Years On." The National Security Archive,
George

Washington

University,

24

November

2006.

http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB210/.
___. "Timeline of the C.I.A.s Family Jewels." The New York Times 26 Juni
2007. www.nytimes.com/2007/06/26/washington/26cia-timeline.html.
___. Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat tahun 1947, 50 U.S.C.
401a.
Abrahamian, Ervand. "The 1953 Coup in Iran." Science & Society Vol. 65, No. 2
(Musim Panas, 2001).
Aldrich, R. The Hidden Hand: Britain, America and Cold War Secret
Intelligence. John Murray, 2001.
Andrew, Christopher. From the Okhrana to the KGB. Declassified Authority
NND 947003.
Betts, Richard K. Enemies of Intelligence: Knowledge and Power in American
National Security. New York: Columbia University Press, 2007).
Carment, David dan Rudner, Martin (ed.). Peacekeeping Intelligence: New
Players, Extended Boundaries. Oxon: Routledge, 2006.
Ford, Harold P. "Why CIA Analysts Were So Doubtful About Vietnam." Center
for the Study of Intelligence, Studies in Intelligence Vol. 40 No. 5,
Semiannual Edition, 1997, No. 1.

21

Gibbs, David N. "Let Us Forget Unpleasant Memories: The US State


Department's Analysis of the Congo Crisis." Journal of Modern African
Studies Vol. 33 No. 1.
Gill, Peter dan Phythian, Mark. Intelligence in an Unsecure World. Polity, 2012.
Gleijeses, Piero. "Ships in the Night: The CIA, the White House and the Bay of
Pigs." Journal of Latin American Studies, Vol. 27, No. 1 (Feb., 1995).
Haines, Gerald K. "The Pike Committee Investigations and the CIA."
www.cia.gov/library/center-for-the-study-of-intelligence/csipublications/csi-studies/studies/winter98_99/art07.html
Hughes-Wilson, Jon. Military Intelligence Blunders and Cover-ups. Da Capo
Press, 2004.
Jervis, Robert. Reports, Politics, and Intelligence Failures: The Case of Iraq.
The Journal of Strategic Studies Vol. 29, No. 1, 3 52, Februari 2006.
Johnson, Loch K. (ed.). Strategic Intelligence, Volume 2. Westport: Praeger
Security International, 2007.
Kent, Sherman. Strategic Intelligence for American Foreign Policy. Princeton,
NJ: Princeton University Press, 1949.
Kohan,

John.

"Eyes

of

the

Kremlin."

Time

14

Februari

1983.

http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,953701-6,00.html.
Kotani, Ken. "Japanese Intelligence in WWII: Successes and Failures." NIDS
Journal of Defense and Security Vol. 11 No. 2.
Leary, William M. "CIA Air Operations in Laos, 1955-1974." Center for the
Study of Intelligence, CSI Publications Vol. 43 No. 3, 2007.
Pely, Doron. Where Are the Peace-Intelligence Professionals? Foreign Policy in
Focus,

22

Februari

2013.

http://fpif.org/where_are_the_peace-

intelligence_professionals/.
Pringle, Robert W. Guide to Soviet and Russian Intelligence Services. The
Intelligencer, Vol. 18 No. 2, Winter/Spring 2011.
Risen, James. "Secrets of history: The CIA in Iran." The New York Times, 16
April

2000.

http://www.globalpolicy.org/empire/history/2000/0416ciairan.htm.
22

Scott, Len. "Secret Intelligence, Covert Action and Clandestine Diplomacy."


Intelligence and National Security, Vol. 19, No. 2, Musim Panas 2004.
Tovey, Mark (ed.). Collective Intelligence: Creating a Prosperous World at
Peace. Virginia: Earth Intelligence Network, 2008.
Warner, Michael. Historical Perspective. Central Intelligence: Origin and
Evolution. Washington, DC: CIA History Staff, Center for the Study of
Intelligence, Central Intelligence Agency, 2001.
Warner, Michael. "The CIA's Internal Probe of the Bay of Pigs Affair." Center for
the Study of Intelligence, Studies Archive Index Vol. 42 No. 5, 2008.
Warner, Michael. "Wanted: A Definition of "Intelligence"." Center for the Study
of Intelligence, CSI Publications Vol. 46 No. 3, 2007.

23

Anda mungkin juga menyukai