Dalam The Evolution of International Security Studies, Barry Buzan dan Lene
Hansen mengungkapkan bahwa kajian keamanan internasional (international security
studies/ISS) telah berubah dan berdiversifikasi dalam banyak cara sejak 1945. Buzan dan
Hansen mengungkapkan sejarah intelektual perkembangan subjek ISS pada periode
tersebut. Buzan dan Hansen menjelaskan bagaimana ISS berkembang dari suatu
perhatian awal pada konsekuensi strategis persaingan negara adidaya dan persenjataan
nuklir, hingga keanekaragamannya sekarang di mana keamanan lingkungan, ekonomi,
manusia, dan lainnya ditempatkan berdampingan dengan keamanan militer, dan di
mana pendekatan-pendekatan yang bermain tak hanya lagi analisis Realis tradisional
namun juga Feminisme dan Postkolonialisme. Buzan dan Hansen mengungkapkan
berbagai driving force yang membentuk perdebatan dalam ISS, menunjukkan apa yang
membuat ISS menjadi satu subjek tunggal untuk semua keanekaragamannya, dan
memberikan catatan otoritatif atas berbagai perdebatan dalam seluruh topik utama
dalam ISS.
Buzan dan Hansen mendefinisikan ISS melalui empat pertanyaan (referent object,
lokasi ancaman, sektor keamanan, dan pandangan politik keamanan) dan tiga bentuk
konsep yang berdekatan dengannya (komplementer, paralel, dan oposisional) [10-16].
Buzan dan Hansen mengungkapkan bahwa subjek ISS telah berubah-ubah dari
konsentrasi awalnya atas isu-isu militer dan keamanan nasional hingga jangkauan
referent object yang luas, dengan masih kuatnya negara, namun banyak ruang bagi
manusia individu (keamanan manusia), entitas non-manusia (keamanan lingkungan),
dan struktur sosial (perekonomian dunia, berbagai jenis identitas kolektif); hingga
menekan struktur konseptual ISS, dari tradisi perang dan pertahanan nasional hingga
„perdamaian‟. Pendekatan-pendekatan pokok dalam perluasan dan pendalaman bidang
ISS dipetakan dalam gambar 1.
Pada bab 1 dan 2, Buzan dan Hansen menguraikan bahwa ISS pasca-1945,
dengan beberapa simplifikasi, dapat dianggap sebagai salah satu subbidang Hubungan
Internasional (HI). Hal ini bermasalah karena walaupun ISS memiliki akar profesional
dalam disiplin HI, dunia sekarang penuh dengan tantangan-tantangan yang
membutuhkan topik-topik dan sumber pengetahuan yang secara tradisional dianggap
1Esai review atas Barry Buzan dan Lene Hansen: The Evolution of International Security Studies. (Cambridge:
Cambridge University Press. 2009. xvi, 384 hal.)
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 2
SHI 40029 Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional
berada di luar batas HI, sehingga Paul D. Williams (2008) menganggap bahwa
pemikiran tentang kajian keamanan sebagai subbidang HI.2
Buzan dan Hansen kemudian mengumpulkan kerangka driving force evolusi ISS
atas dasar campuran pragmatis gagasan-gagasan umum dari sosiologi pengetahuan
dengan pengertian empiris atas faktor-faktor yang terutama berpengaruh dalam bidang
spesifik ISS, yaitu 1) politik negara besar, 2) teknologi, 3) peristiwa, 4) dinamika internal
perdebatan akademik, dan 5) institusionalisasi; dan mengilustrasikannya sebagaimana
gambar 2. Dalam hal ini, penulis menerima konsepsi Buzan dan Hansen tentang driving
2Paul D. Williams (ed.), Security Studies: An Introduction (Oxon: Routledge, 2008), hal. 4-5. Hal ini
disebabkan 1) hubungan antarnegara hanya salah satu aspek dinamika keamanan yang membentuk
karakter politik dunia kontemporer, serta 2) HI didominasi oleh para pemikir Anglo-Amerika.
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 3
SHI 40029 Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional
force evolusi ISS, namun beranggapan bahwa terdapat kekurangan dalam framework
driving force yang dibangun Buzan dan Hansen. Perlu dicantumkan beberapa force lain
yang, menurut penulis, juga memiliki kualitas penjelasan eksplanatoris.
Pertama, idea (gagasan). Yang dimaksud penulis bukanlah idea sebagaimana
dalam ontologi konstruktivis, melainkan bagaimana idea yang berkembang dalam dunia
internasional dapat berperan sebagai driving force perubahan ISS. Ketika Gwyn Prins
(1998) menyebutkan tentang values sebagai agen globalisasi,3 hal ini relevan dengan
peran sebagai driving force ISS. Ketika values seperti hak asasi manusia dan hak properti
dapat memperbesar jangkauan tanggung jawab dalam berbagai institusi; membangun
familiaritas; dan menyokong komunitas pada seluruh level, lokal dan global, hal ini
juga menjadi pendorong berbagai driving force ISS. Idea demokrasi adalah hal yang
menyebabkan . Idea hak asasi manusia adalah pendorong terjadinya peristiwa intervensi
humaniter, yang menjadi driving force ISS pasca-Perang Dingin. Kekhawatiran akan
kehancuran bersama sebagai efek perang adalah idea yang mendorong masyarakat
internasional menyepakati berbagai perjanjian pengendalian persenjataan, dan
ketakutan akan suatu perang nuklir adalah idea yang mendorong munculnya berbagai
perjanjian pengendalian persenjataan nuklir. Keyakinan terhadap ilmu pengetahuan
(science as salvation) dan berbagai fundamentalisme lainnya menjadi faktor pengikat
utama dalam ideologi yang mengikat dunia, dan science as salvation adalah hal yang
mendorong imperatif teknologi. Berbagai fundamentalisme tersebut juga
mempromosikan eksklusivitas, ketidaktoleranan, stereotyping, khususnya ketika
3Gwyn Prins, “The Four-Stroke Cycle in Security Studies”, International Affairs (Royal Institute of International
Affairs 1944-), Vol. 74, No. 4 (Okt., 1998), h. 781-808
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 4
SHI 40029 Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional
4 Baik Georgia, Rusia, Ossetia Selatan, dan Abkhazia sebagai aktor dalam krisis Ossetia Selatan 2008
seluruhnya telah memiliki pemerintah yang dipilih secara demokratis selama lebih dari 5 tahun pada
2008, sehingga penulis merasa kasus ini paradoks terhadap teori perdamaian demokratik
5 Aktor-aktor negara dalam krisis Gaza 2008 pun adalah Negara-negara demokratis. Israel jelas adalah
negara demokrasi elektoral dengan kebebasan memilih bagi rakyat dewasa. Palestina pun telah menganut
demokrasi sejak Yasser Arafat dipilih sebagai presiden pada 1996 dan hal tersebut tetap berlanjut
sekarang dengan pemerintahan Hamas yang terpilih sejak 2005. Sehingga, sama seperti kasus krisis
Georgia, penulis merasa krisis Gaza paradoks terhadap teori perdamaian demokratik
6 Stuart Croft, “What Future for Security Studies?” dalam Paul D. Williams (ed.), Security Studies: An
7 Colin Elman, “Realism” dalam Paul D. Williams (ed.), Security Studies: An Introduction, ibid., hal. 507
8 Lihat Colin Elman, ibid. Kritik terhadap Realisme ini misalnya berasal dari John Vasquez (1997), “The
realist paradigm and degenerative versus progressive research programs: an appraisal of neotraditional research on
Waltz’s balancing proposition”, American Political Science Review, 91(4): 899–912 serta Jeffrey Legro dan
Andrew Moravcsik (1999), “Is anybody still a realist?” International Security, 24(2): 5–55.
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 6
SHI 40029 Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional
9Andi Widjajanto dalam kuliah Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional, Departemen Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Indonesia, 2 September 2009
Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 7
SHI 40029 Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional
BIBLIOGRAFI
Baldwin, David. “Review: Security Studies and the End of the Cold War.” World Politics, Vol.
48, No. 1 (Okt., 1995), h. 117-141
Legro, Jeffrey dan Andrew Moravcsik. (1999) “Is anybody still a realist?” International
Security, 24(2): 5–55.
Prins, Gwyn. “The Four-Stroke Cycle in Security Studies”, International Affairs. Royal
Institute of International Affairs 1944-), Vol. 74, No. 4 (Okt., 1998), h. 781-808
Vasquez, John. (1997) “The realist paradigm and degenerative versus progressive research
programs: an appraisal of neotraditional research on Waltz’s balancing proposition”,
American Political Science Review, 91(4): 899–912
Williams, Paul D. (ed.), Security Studies: An Introduction. Oxon: Routledge, 2008
10David Baldwin, “Review: Security Studies and the End of the Cold War”, World Politics, Vol. 48, No. 1 (Okt.,
1995), h. 117-141