Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CONGESTIVE HEART

FAILURE (CHF) DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN


POLA NAPAS DI RUANG MAWAR RSUD
Dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar


Ahli Madya Keperawatan (A.Md.Kep) Pada Prodi
DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bhakti Kencana Bandung

Oleh

FERI WIDYA RAHAYU

AKX.16.048

PROGRAM STUDI DIPOLOMA III KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberi kekuatan dan pikiran sehingga
dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DENGAN
KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS DI RSUD dr. SOEKARDJO
TASIKMALAYA” dengan sebaik-baiknya.
Maksud dan tujuan penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas akhir dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan di
STIKes Bhakti Kencana Bandung.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan karya tulis ini, terutama kepada:
1. H. Mulyana, SH, M.Pd, MH.Kes, selaku ketua Yayasan Adhi Guna Bhakti
Kencana Bandung.
2. Rd. Siti Jundiah, S,Kp.,M.Kep, selaku Ketua STIKes Bhakti Kencana
Bandung.
3. Tuti Suprapti, S,Kp.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi Diploma III
Keperawatan STIKes Bhakti Kencana Bandung.
4. A. Aep Indarna, S.Pd.,S.Kep.,Ners.,M.Pd selaku Pembimbing Utama yang
telah membimbing dan memotivasi selama penulis menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
5. Yati Nurhayati, S.Kep selaku Pembimbing Pendamping yang telah
membimbing dan memotivasi selama penulis menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
6. Dr. H. Wasisto Hidayat, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum
dr.Soekardjo Tasikmalaya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menjalankan tugas akhir perkuliahan ini.
7. Yayan Warlian, S.Kep.,Ners selaku CI Ruangan Mawar yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam melakukan kegiatan
selama praktek keperawatan di RSUD dr.Soekardjo Tasikmalaya.

v
8. Seluruh dosen dan staf Program Studi Diploma III Keperawatan Konsentrasi
Anestesi dan Gawat Darurat Medik STIKes Bhakti Kencana Bandung.
9. Kedua orangtua yaitu Kapten Warsidi dan Ibunda Endang Susilowati, S.Pd
yang selalu memberi do’a, dukungan, semangat dan motivasi moril maupun
materil, serta adikku Windy Dwi Wiranti yang selalu mendukung sehingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Kepada Artha Jaya Kusuma selaku teman dekat yang selama ini selalu
mendo’akan, memberi motivasi dan mendampingi penulis, serta Ratih
Wulandari selaku sahabat yang selalu mendo’akan dan memotivasi penulis.
11. Sahabatku Yunalia, Agnina, Refina, Fadilla, Desy, Kintan, Teguh, Tauhid,
Desy, Deby, Ajeng, Iin, Alisa yang telah menjadi keluarga kedua bagi penulis.
12. Seluruh teman-teman seperjuangan Anestesi angkatan XII yang telah
memberikan semangat, motivasi, dan dukungan dalam penyelesaian
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak kekurangan
sehingga penulis sangat mengharapkan segala masukan dan saran yang sifatnya
membangun guna penulisan karya tulis yang lebih baik.

Bandung, 05 April 2019

Penulis,

vi
ABSTRAK

Latar Belakang: Data WHO tahun 2013 dilaporkan bahwa lebih dari 15 juta kasus baru gagal
jantung setiap tahunnya diseluruh dunia. Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi
dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencangkupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Salah satu masalah keperawatan yang muncul yaitu
ketidakefektifan pola napas, hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal
dalam memompa darah. Hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu
sehingga terjadi dyspnea Tujuan: Untuk memperoleh pengalaman dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien CHF dengan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif. Metode: Studi
kasus yaitu untuk mengeksplorasi suatu masalah / fenomena dengan batasan terperinci, memiliki
pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi kasus ini
dilakukan pada dua orang pasien CHF dengan masalah keperawatan ketidakefektifan pola napas.
Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan memberikan intervensi keperawatan, masalah
keperawatan ketidakefektifan pola napas pada kasus 1 dan 2 dapat teratasi di hari ke 3. Diskusi:
Pasien dengan masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas tidak selalu memiliki respon yang
sama pada setiap pasien CHF hal ini di pengaruhi oleh kondisi atau status kesehatan klien
sebelumnya. Sehingga perawat harus melakukan asuhan komprehensif untuk menangani masalah
keperawatan pada setiap pasien.

Keyword :Asuhan Keperawatan, Congestive Heart Failure (CHF), Pola Nafas Tidak Efektif
Daftar Pustaka : 17 Buku (2009-2018), 3 Jurnal (2016-2017), 4 Website

ABSTRACT

Background: WHO 2013 reported that more than 15 million new cases of heart failure every year
around the world. Congestive Heart Failure (CHF) is a condition in which the heart fails in pumping
blood to capture the body's need for nutrients and oxygen adequately this causes the heart to not
function optimally in pumping blood. These things cause the oxygen supply to the whole body to be
disrupted, causing dyspnea Objective: to gain experience in nursing care on CHF clients with the
problem of breath-pattern nursing is not effective. Methods: The case study is to explore a
problem/phenomenon with detailed constraints, have a deep result and include various sources of
information. This case study was conducted on two CHF’s patients with an ineffective nursing
breathing problem. Results: After nursing care with nursing intervention, the problem of ineffective
nursing disorder in case 1 and 2 can be resolved at day 3, Discussion: patients with nursing
ineffectiveness problems do not always have the same response in each CHF’s patient this is
influenced by the condition or health status of previous clients. So the nurse must do comprehensive
care to handle nursing problems in each patient

Keyword : Congestive Heart Failure (CHF), Ineffective Breathing, Nursing Care


Bibliography: 17 Books (2009-2018), 3 Journal (2016-2017), 4 Website

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Lembar Pernyataan........................................................................................... ii

Lembar Persetujuan .......................................................................................... iii

Lembar Pengesahan ......................................................................................... iv

Kata Pengantar ................................................................................................. v

Abstract ............................................................................................................ vii

Daftar Isi........................................................................................................... viii

Daftar Gambar .................................................................................................. xi

Daftar Tabel ..................................................................................................... xii

Daftar Bagan .................................................................................................... xiii

Daftar Lampiran ............................................................................................... xiv

Daftar Lambang, Singkatan dan Istilah ............................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 8

2.1 Konsep Penyakit ........................................................................................ 8

2.1.1 Definisi Penyakit ............................................................................... 8

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskular ........................................ 9

2.1.3 Etiologi Congestive Heart Failure (CHF) ........................................ 16

viii
2.1.4 Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)................................ 18

2.1.5 Klasifikasi Congestive Heart Failure (CHF) ................................... 21

2.1.6 Manifestasi Congestive Heart Failure (CHF) ................................. 21

2.1.7 Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF) ................................. 23

2.1.8 Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF).......................... 25

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 27

2.2 Pola Napas Tidak Efektif…………………………………………………. 29

2.2.1 Definisi Pola Napas Tidak Efektif………………………………….. 29

2.3 Teknik Relaksasi Napas Dalam…………………………………………... 30

2.3.1 Definisi Teknik Relaksasi Napas Dalam………………………….... 30

2.3.2 Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam…………………………….. 30

2.3.3 Cara Melakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam…………………... 31

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 31

2.4.1 Pengkajian ........................................................................................ 32

2.4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 43

2.4.3 Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan ....................................... 44

2.4.4 Implementasi Keperawatan .............................................................. 54

2.4.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................................... 54

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 55

3.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 55

3.2 Batasan Istilah ............................................................................................ 56

3.3 Partisipan/Responden/Subjek Penelitian .................................................... 56

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 57

3.5 Pengumpulan Data ..................................................................................... 57

ix
3.6 Uji Keabsahan ............................................................................................ 58

3.7 Analisis Data .............................................................................................. 58

3.8 Etik Penelitian ............................................................................................ 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 63

4.1 Hasil ........................................................................................................... 63

4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data ............................................... 63

4.1.2 Asuhan Keperawatan ....................................................................... 64

4.1.2.1 Pengkajian…………………………………………………. 64

4.1.2.2 Analisa Data ......................................................................... 73

4.1.2.3 Diagnosa Keperawatan ........................................................ 76

4.1.2.4 Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan ........................... 80

4.1.2.5 Implementasi Keperawatan .................................................. 83

4.1.2.6 Evaluasi ................................................................................ 90

4.2 Pembahasan ................................................................................................ 91

4.2.1 Pengkajian ........................................................................................ 92

4.2.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 93

4.2.3 Intervensi Keperawatan ................................................................... 96

4.2.4 Implementasi Keperawatan .............................................................. 99

4.2.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................................... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 103

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 103

5.2 Saran ........................................................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbedaan Jantung Normal dengan Gagal Jantung ..................... ..9

Gambar 2.2 Kedudukan Jantung ................................................................... 12

Gambar 2.3 Katup Pada Jantung ................................................................... 13

Gambar 2.4 Jantung dan Pembuluh Darah dari Depan………………………..14

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Katup Jantung ............................................................................... 13

Tabel 2.2 Penyebab Gagal Jantung Berdasarkan Jenisnya ............................. 17

Tabel 2.3 Penyebab Gagal Jantung Berdasarkan Kelainannya ....................... 18

Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association

(NYHA)........................................................................................................ 21

Tabel 2.5 Klasifikasi Skala Dypsneu Menurut Modified Borg Scale ............. 21

Tabel 2.6 Skala Dispnea (Sesak) Menurut Medical Research Council (MRC

Dyspnea Scale) ............................................................................................. 33

Tabel 2.7 Intervensi dan Rasional ................................................................. 44

Tabel 4.1 Identitas Klien ............................................................................... 64

Tabel 4.2 Riwayat Penyakit .......................................................................... 64

Tabel 4.3 Perubahan Aktivitas Sehari-hari .................................................... 65

Tabel 4.4 Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 67

Tabel 4.5 Pemeriksaan Psikologi................................................................... 71

Tabel 4.6 Program dan Rencana Pengobatan ................................................. 72

Tabel 4.7 Pemeriksaan Diagnostik ................................................................ 73

Tabel 4.8 Analisa Data .................................................................................. 73

Tabel 4.9 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 76

Tabel 4.10 Intervensi Keperawatan…………………………………………... 80

Tabel 4.11 Implementasi Keperawatan………………………………………. 84

Tabel 4.12 Evaluasi…………………………………………………………... 90

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Patofisiologi Gagal Jantung yang Mengarah pada Terjadinya Masalah

Keperawatan ..................................................................................................... 20

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Bimbingan

Lampiran II Lembar Persetujuan dan Justifikasi Studi Kasus

Lampiran III Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran IV Satuan Acara Penyuluhan

Lampiran V Leaflet

Lampiran VI Lembar Observasi

Lampiran VII Review Artikel

Lampiran VIII Jurnal

Lampiran IX Daftar Riwayat Hidup

xiv
DAFTAR SINGKATAN

CHF : Congestive Heart Failure

EKG : Elektrokardiogram

AGD : Analisa Gas Darah

COP : Cardiac Ouput Presure

NYHA : New York Heart Association

PQRST : Provokes, Quality, Region, Scale, Time

HB : Hemoglobin

HT : Hemotokrit

TTV : Tanda-tanda Vital

TD : Tekanan Darah

RR : Respirasi Rate

S : Suhu

N : Nadi

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

BUN : Blood Ureum Nitrogen

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu jenis penyakit yang saat ini

banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup seseorang. Salah satu penyakit

kardiovaskuler yang banyak di derita di Indonesia adalah penyakit gagal jantung

(WHO, 2013). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan

patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi

kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (McPhee & Ganong,

2010).

Gagal jantung dikenal dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kiri, kanan,

dan kombinasi atau kongestif. Pada gagal jantung kiri terdapat bendungan paru,

hipotensi, dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan penurunan perfusi

jaringan. Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya edema perifer, asites dan

peningkatan tekanan vena jugularis. Gagal jantung kongestif adalah gabungan dari

kedua gambaran tersebut. Namun demikian, kelainan fungsi jantung kiri maupun

kanan sering terjadi secara bersamaan (McPhee & Ganong, 2010).

Data WHO tahun 2013 dilaporkan bahwa lebih dari 6 juta jiwa penduduk di

Amerika teridentifikasi penyakit gagal jantung kongestif dan diperkirakan lebih

dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya diseluruh dunia. Insiden

1
2

penyakit ini meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari 1% pada usia

kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 tahun dan 10% pada usia 70 tahun

ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya

tidak segera ditangani dikarenakan hampir 50% klien gagal jantung meninggal

dalam kurun waktu 4 tahun dan 50% klien stadium akhir meninggal dalam kurun

waktu 1 tahun. Presentase penyebab gagal jantung terbanyak adalah ischemic heart

disease (65%), penyakit jantung hipertensif (10%), penyakit katup jantung dan

murmur (10%), kardiomiopati (10%), miokarditis (2%), serta efusi/kontriksi

perikard (1%).

Di Indonesia berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

tahun 2013, prevalensi gagal jantung pada umur ≥ 15 tahun sebesar 0,13% atau

diperkirakan sekitar 229.696 orang. Berdasarkan diagnosis/gejala, estimasi jumlah

klien penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak

96.487 orang.

Data dari rekam medik RSUD dr Soekardjo Tasikmalaya periode Januari

2018 – Desember 2018 di dapatkan 10 besar penyakit. Urutan pertama adalah

Congestive Heart Failure dengan jumlah 875 kasus (18,0%), Diare dengan jumlah

797 kasus (16,4%), Soft Tissue Tumor dengan jumlah 613 kasus (12,6%), Chronic

Kidney Desease jumlah 507 kasus (10,4%), Anemia dengan jumlah 415 kasus

(8,5%), Stroke Infark dengan jumlah 389 kasus (8,0%), Pneumonia dengan jumlah

353 kasus (7,2%), Tuberculosis dengan jumlah 326 kasus (6,7%), Stroke dengan

jumlah 290 kasus (5,9%), Hernia Inguinal Lateral dengan jumlah 283 kasus (5,8%).
3

Dari data diatas didapatkan hasil bahwa pasien dengan Congestive Heart

Failure (CHF) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbesar dengan

jumlah pasien sebanyak 875 orang dengan persentase 18,0%. Pada pasien CHF

masalah keperawatan yang muncul adalah sesak napas, penurunan curah jantung,

intoleransi aktivitas, gangguan personal hygiene, kelebihan volume cairan,

gangguan integritas kulit, defisit perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh.

Dari masalah keperawatan tersebut diatas tanda dan gejala yang muncul pada

pasien CHF antara lain dyspnea, fatigue dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala

yang paling sering dirasakan oleh penderita CHF. Hal ini menyebabkan jantung

tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam memompa darah. Dampak lain yang

muncul adalah perubahan yang terjadi pada otot-otot respiratori. Hal-hal tersebut

mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh terganggu sehingga terjadi dyspnea

(Wendy, 2010).

Ketika gagal jantung kongestif memburuk, bisa terjadi penumpukan cairan

di dalam paru-paru dan mengganggu oksigen untuk masuk ke dalam darah,

menyebabkan dyspnea pada saat istirahat dan pada malam hari (ortopnea). Jika

seseorang memiliki gagal jantung kongestif, ia bisa terbangun di malam hari akibat

sesak nafas dan harus duduk atau berdiri untuk bisa meringankan sesak. Kondisi ini

dikenal sebagai paroxysmal nocturnal dyspnea. Hal ini karena dyspnea

berpengaruh pada penurunan oksigenasi jaringan dan produksi energi sehingga

kemampuan aktifitas pasien sehari-hari juga akan menurun yang dapat menurunkan

kualitas hidup pasien (Sepdianto, 2013).


4

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan melalui tindakan mandiri dan

kolaboratif memfasilitasi pasien untuk menyelesaikan masalah keperawatan.

Diagnosa keperawatan klien yang muncul pada pasien dengan dyspnea yaitu

perubahan pola napas dapat diberikan intervensi seperti latihan napas dalam,

pemberian posisi semi fowler dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

oksigen (Doenges, 2014).

Dari fenomena diatas penulis tertarik untuk melaksanakan Asuhan

Keperawatan secara komprehensif dengan menggunakan proses keperawatan

dalam karya tulis dengan “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR : CONGESTIVE

HEART FAILURE (CHF) DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS

DI RUANG MAWAR RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah

adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola

napas di ruang MAWAR RSUD dr SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA?”.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif baik biologi,

psikologi, sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan


5

pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart

Failure (CHF) di Ruang Mawar RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah penulis

dapat melakukan asuhan keperawatan yang meliputi :

a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan

ketidakefektifan pola napas di Ruang Mawar RSUD dr Soekardjo

Kota Tasikmalaya.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan

ketidakefektifan pola napas di Ruang Mawar RSUD dr Soekardjo

Kota Tasikmalaya.

c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure

(CHF) dengan ketidakefektifan pola napas di Ruang Mawar

RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan

perencanaan yang telah ditentukan pada pasien dengan gangguan

sistem kardiovaskular : Congestive Heart Failure (CHF) dengan

ketidakefektifan pola napas di Ruang Mawar RSUD dr Soekardjo

Kota Tasikmalaya.
6

e. Mengevaluasi hasil keperawatan yang telah dilaksanakan pada

pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular : Congestive Heart

Failure (CHF) dengan ketidakefektifan pola napas di Ruang

Mawar RSUD dr Soekardjo Kota Tasikmalaya.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam ilmu keperawatan

dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien CHF dengan

ketidakefektifan pola napas.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

a. Bagi Perawat

Manfaat praktis penulisan karya ilmiah ini bagi perawat adalah agar

dapat memberikan intervensi yang tepat pada klien Congestive

Heart Failure dengan ketidakefektifan pola napas berhubungan

dengan hiperventilasi.

b. Bagi Rumah Sakit

Latihan tarik napas dalam ini dapat diterapkan diruangan sebagai

tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien Congestive

Heart Failure.
7

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penulisan ini diharapkan dapat menambah jumlah karya ilmiah

yang dihasilkan oleh mahasiswa dan juga sebagai salah satu sumber

acuan tentang Asuhan Keperawatan klien Congestive Heart

Failure dengan Ketidakefektifan Pola Napas.

d. Bagi Klien

Penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi klien

tentang penyakit Congestive Heart Failure dan mengetahui tentang

Asuhan Kepewatan yang diberikan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Definisi Penyakit

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan patologis

dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung memompa

darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi

kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (McPhee &

Ganong, 2010).

Gagal jantung yaitu suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi

jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan atau peningkatan tekanan pengisian diastolik

dari ventrikel kiri atau keduanya, sehingga tekanan kapiler paru meningkat

(Asikin, 2018).

Gagal jantung (dekompensasi kordis) dapat pula dikatakan sebagai

sekumpulan tanda dan gejala yang ditandai dengan sesak napas dan kelelahan

(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau

fungsi jantung (Sudoyo, 2011).

Berdasarkan sejumlah definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa gagal

jantung kongestif atau Congestive Heart Failure merupakan suatu keadaan

dimana jantung gagal memompakan darah ke seluruh tubuh, sehingga

8
9

tidak memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau terjadinya defisit

penyaluran oksigen ke organ tubuh.

Gambar 2.1 Perbedaan jantung normal dengan gagal jantung


(Asikin, 2018)

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah.

Secara sederhana, fungsi utama system kardiovaskular adalah:

1. Transportasi oksigen, nutrisi, hormon, dan sisa metabolisme

Fungsi utama sistem kardiovaskular adalah memenuhi kebutuhan

sistem kapiler dan mikrosirkulasi. Komponen darah akan membawa

oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, hormon, dan elektrolit ke sel.

Dan selanjutnya mengangkut karbon dioksida, urea asam laktat, dan sisa

metabolisme lainnya dari sel tersebut.


10

2. Transportasi dan distribusi panas tubuh

Sistem kardiovaskular membantu meregulasi panas tubuh melalui

serangkaian pengiriman panas oleh komponen darah dari jaringan yang

aktif seperti pengiriman panas dari jaringan otot menuju ke kulit dan

disebarkan ke lingkungan luar. Aliran darah jaringan yang aktif diregulasi

oleh pengatur suhu tubuh medula spinalis setelah menerima pesan dari

hipotalamus kemudian meregulasi aliran darah ke jaringan perifer,

sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan vasokontriksi

pembuluh darah di kulit. Dengan demikian, panas tubuh akan keluar

melalui kulit.

3. Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit

Sistem kardiovaskular berfungsi sebagai media penyimpanan serta

transpor cairan tubuh dan elektrolit. Kedua substansi ini dikirim ke sel-sel

tubuh melalui cairan intertestial dengan proses filtrasi, difusi, dan

reabsorpsi. Sistem kardiovaskular memompa 1700 liter darah menuju

ginjal setiap harinya agar sel - sel tubuh memiliki cairan dan elektrolit akan

disesuaikan dan dipelihara melalui mekanisme penyangga (buffer

mechanism) dengan mempertahankan pH yang optimal sekitar 7,35 - 7,45.

Hemoglobin dan protein plasma menjadi komponen utama dalam

mekanisme penyangga ini (Abdul Majid, 2018).

a. Anatomi Jantung

Jantung merupakan struktur kompleks yang terdiri atas jaringan

fibrosa, otot-otot jantung dan jaringan konduksi listrik. Jantung


11

mempunyai fungsi utama untuk memompakan darah. Hal ini dapat

dilakukan dengan baik bila kemampuan otot jantung untuk memompa

cukup baik, sistem katup, serta irama pemompaan yang baik. Bila

ditemukan ketidaknormalan pada salah satu di atas, maka akan

mempengaruhi efisiensi pemompaan dan kemungkinan dapat

menyebabkan kegagalan memompa (Muttaqin, 2014).

1) Kedudukan Jantung

Jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru di

belakang sternum dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan.

Kedudukannya yang tepat dapat digambarkan pada kulit dada

kita. Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan,

2 cm dari sternum, ke atas tulang rawan iga kedua kiri, 1 cm dari

sternum, menunjuk kedudukan basis jantung, tempat pembuluh

darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri antara iga kelima

dan keenam, atau di dalam ruang interkostal kelima kiri, 4 cm dari

garis medial, menunjuk kedudukan apeks jantung, yang

merupakan ujung tajam ventrikel. Dengan menarik garis antara

dua tanda itu maka dalam diagram berikut, kedudukan jantung

dapat ditunjukan.
12

Gambar 2.2 Kedudukan Jantung (Pearce, 2009)

2) Struktur Jantung

Jantung terdiri dari empat ruang, yaitu atrium kanan (atrium

dextra), atrium kiri (atrium sinistra), ventrikel kanan (ventrikel

dextra), dan ventrikel kiri (ventrikel sinistra). Jantung juga

memiliki sejumlah katup untuk memisahkan atrium dan ventrikel,

yang terdiri dari katup atrioventrikularis (valve

atrioventricularis), katup aorta (valva aorta), dan katup

semilunaris (valve semilunaris) (Asikin, 2018).


13

Gambar 2.3 Katup Pada Jantung (Asikin, 2018)

Tabel 2.1 Katup Jantung (Asikin, 2018)

Jenis Katup Ciri-ciri


 Memiliki 3 daun katup.
Katup Trikuspid  Terletak antara atrium kanan dan
ventrikel kanan.
 Memiliki dua daun katup.
Katup bikuspid atau katup mitral  Terletak antara atrium kiri dan ventrikel
kiri

Katup aorta Terletak antara ventrikel kiri dan aorta


Katup pulmonalis Terletak antara ventrikel dan arteri pulmonalis

Jantung merupakan ruangan yang terpisah dan berfungsi sebagai

suatu pompa ganda yang berkontraksi 100.000 kali setiap harinya dan

memompa darah lebih dari 7.200 liter. Anulus fibrosus merupakan

jaringan penyambung padat yang membentuk suatu cincin fibrosa yang

mengelilingi muara dari aorta dan arteri pulmonalis, serta katup

atrioventrikular. Cincin ini merupakan tempat perlekatan yang kuat untuk

katup dan otot jantung (Asikin,2018).


14

b. Pembuluh Darah

Vena kava superior dan inverior menuangkan darahnya ke

dalam atrium kanan. Lubang vena kava inverior dijaga katup

semilunar Eustakhius. Arteri pulmonalis membawa darah keluar

dari ventrikel kanan. Empat vena pulmonalis membawa darah dari

paru-paru ke atrium kiri. Aorta membawa darah keluar dari

ventrikel kiri.

Lubang aorta dan arteri pulmonalis dijaga katup semilunar.

Katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aortik, yang

menghindar darah mengalir kembali dari aorta ke ventrikel kiri.

Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup

pulmonalis yang menghindarkan darah mengalir kembali ke dalam

ventrikel kanan.

Gambar 2.4 Jantung dan Pembuluh Darah dari Depan


(Pearce, 2009)
15

c. Sirkulasi Darah

Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola dan

kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena disebut peredaran

darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran dari ventrikel kanan,

melalui paru-paru, ke atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau

sirkulasi pulmonal.

1) Peredaran Darah Besar

Dimulai saat dipompanya darah oleh ventrikel kiri menuju

arteri terbesar, yaitu aorta. Aorta ini berjalan naik ke bagian atas

jantung, melengkung ke bawah pada arkus aorta dan menurun tepat

di anterior kolumna spinalis. Aorta bercabang menjadi arteri iliaka

kiri dan kanan, dan menyuplai darah ke daerah pelvis dan tungkai.

Arteri besar yang menyuplai kepala, lengan, jantung, berasal dari

arkus aorta dan arteri utama menyuplai organ visera, berasal dari

percabangan aorta desendens. Oleh sebab itu, semua organ mayor,

kecuali hati mendapat suplai darah dari arteri-arteri yang muncul

dari aorta. Aorta dan cabang utamanya (arteri brakiosfalika, karotis

komunis, subklavia, dann iliaka komunis) disebut arteri elastika.

Selain mengalirkan darah dari jantung, arteri-arteri ini melebar

selama sistol dan kembali ke ukuran awal saat diastole, menekan

gelombang nadi dan menyesuaikan aliran darah yang terputus-putus

yang dihasilkan oleh kerja pompa jantung yang intermiten.


16

2) Peredaran Darah Kecil (Sirkulasi Pulmonal)

Dimulai saat darah dipompa oleh ventrikel kanan ke arteri

pulmonalis utama, yang kemudian langsung bercabang menjadi dua

arteri pulmonalis kanan dan kiri yang menyuplai masing-masing

paru. Darah “vena” ini mengalami oksigenasi saat alirannya melalui

kapiler pulmona. Selanjutnya darah kembali ke jantung melalui

vena-vena pulmonalis ke atrium kiri yang memompanya ke

ventrikel kiri. Kebutuhan metabolik paru tidak dipenuhi oleh

sirkulasi pulmonal, namun oleh sirkulasi bronkial. Sirkulasi ini

muncul dari arteri interkostalis, yang merupakan percabangan dari

aorta. Sebagian besar vena dari sirkulasi bronkial berakhir di dalam

atrium kanan namun beberapa bermuara ke dalam vena pulmonalis.

2.1.3 Etiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Mekanisme fisiologi yang dapat menyebabkan timbulnya gagal

jantung yaitu kondisi yang meningkatkan preload, afterload, atau yang

menurunkan kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan

preload, misalnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload

meningkat pada kondisi di mana terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel.

Pada infark miokard dan kariomiopati, kontraktilitis miokardium dapat

menurun.
17

Gagal jantung dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Gagal jantung kiri (gagal jantung kongestif), dibagi menjadi dua jenis

yang dapat terjadi sendiri atau bersamaan, di antaranya:

a) Gagal jantung sistolik yaitu ketidakmampuan jantung untuk

menghasilkan output jantung yang cukup untuk perfusi organ vital.

b) Gagal jantung diastolic yaitu kongesti paru meskipun curah jantung

dan output jantung normal.

2. Gagal jantung kanan, merupakan ketidakmampuan ventrikel kanan

untuk memberikan aliran darah yang cukup ke sirkulasi paru pada

tekanan vena sentral normal (Asikin, 2018).

Tabel 2.2 Penyebab Gagal Jantung Berdasarkan Jenisnya (Asikin, 2018)

Jenis Gagal Jantung Penyebab

 Diabetes miletus
 Hipertensi
 Penyakit katup jantung
 Aritmia
 Infeksi dan inflamasi (miokarditis)
Gagal jantung sistolik  Kardiomiopati
peripartum/idiopatik
 Penyakit jantung coroner
Gagal jantung kiri  Penyakit jantung kongenital
 Kelainan endokrin, kondisi
neuromuscular, dan penyakit
reumatologi
 Penyakit jantung coroner
 Diabetes miletus
 Penyakit katup jantung (stenosis
Gagal jantung diastolik aorta)
 Kardiomiopati
resytriktif/hipertrofi
 Pericarditis konstriktif
 Gagal ventrikel kiri
 Penyakit jantung coroner
 Hipertensi pulmonal
Gagal Jantung Kanan  Stenosis katup pulmonalis
 Emboli paru
 Penyakit paru kronis
18

 Penyakit neuromuskular

Tabel 2.3 Penyebab Gagal Jantung Berdasarkan Kelainannya


(Asikin, 2018)

Penyebab Gagal Jantung Deskripsi


a) Peningkatan beban tekanan
 Sentral (stenosis aorta, dan lain-lain)\
 Perifer (hipertensi sistemik, dan
lain-lain.
b) Peningkatan beban volume (regurgitasi katup,
Kelainan mekanik pirau, peningkatan beban awal).
c) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis
mitral atau tricuspid).
d) Temponade pericardium.
e) Pembatasan miokardium atau endokardium

Primer

 Kardiomiopati
 Miokardis
 Kelainan metabolic
 Toksisitas (alcohol dan kobalt)
 Presbikardia

Kelainan miokardium Kelainan disdinamik sekunder (akibat kelainan


mekanik)

 Deprivasi oksigen (penyakit jantung coroner)


 Kelainan metabolic
 Peradangan
 Penyakit sistemik
Penyakit paru obstruktif kronis PPOK

 Terjadi fibrilasi
Perubahan irama jantung atau urutan  Takikardia atau bradikardi ekstrm
hantaran  Arus listrik tidak sinkron (gangguan konduksi)

2.1.4 Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stres tidak adekuat dalam

memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan

tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,
19

pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat

mengakibatkan gagal jantung. Jika cadangan jantung normal mengalami

kepayahan dan kegagalan, respon fisiologis tertentu pada penurunan curah

jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk

mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme

respons primer terhadap gagal jantung meliputi:

a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis

b. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon

c. Hipertrofi ventrikel

d. Volume cairan berlebih (overload volume).

Keempat respon ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung.

Mekanisme – mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah

jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini dan

pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya

curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya

gagal jantung, maka kompensasi akan semakin kurang efektif (Muttaqin,

2012).
20

Bagan 2.1 Patofisiologi Gagal Jantung yang Mengarah pada Terjadinya


Masalah Keperawatan (Muttaqin, 2009)
21

2.1.5 Klasifikasi Congestive Heart Failure (CHF)

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam

4 kelainan fungsional :

Tabel 2.2 Klasifikasi Skala Dypsneu Menurut Modified Borg Scale


(Subagyo,2012)
Skala Definisi

0 Tidak sesak sama sekali

1 Sesak sangat ringan

2 Sesak ringan

3 Sesak sedang

4 Sesak kadang berat

5-6 Sesak berat

7-9 Sesak sangat berat

10 Sesak sangat berat, hampir maksimal

2.1.6 Manifestasi Klinis Congestive Heart Failure (CHF)

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat

latihan fisik yang dapat menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas

gejala hanya muncul saat melakukan aktivitas fisik. Namun, semakin berat kondisi

gagal jantung, semakin menurun toleransi terhadap latihan, dan gejala muncul lebih

awal dengan aktivitas yang lebih ringan.

Dampak dari curah jantung dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau

sistem pulmonal antara lain:

1. Sesak saat beraktivitas


22

2. Sesak saat berbaring dan membaik dengan melakukan elevasi kepala

menggunakan bantal (ortopnea)

3. Sesak di malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea)

4. Nyeri dada dan palpitasi

5. Anoreksia

6. Mual, kembung.

7. Penurunan berat badan

8. Letih, lemas

9. Oliguria/ nokturia

10. Gejala otak bervariasi mulai dari ansietas hingga gangguan memori dan konfusi

(M. Asikin 2018).

Sementara manifestasi klinis yang khusus berdasarkan ruang jantung yang

terganggu menurut (Padila, 2012) adalah :

a. Gagal jantung kiri :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak

mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga peningkatan tekanan

dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.

Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri :

1) Dispnea

2) Batuk

3) Mudah lelah

4) Insomnia

5) Kegelisahan dan kecemasan


23

b. Gagal jantung kanan

Kongestif jaringan perifer dan visceral menonjol. Karena sisi kanan jantung

tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak

dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari

sirkulasi vena. Manifetasi klinis yang terjadi yaitu :

1) Edema ektremitas bawah (edema dependen)

Biasanya edema pitting, penambahan berat badan.

2) Distensi vena leher dan ascites

3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen

Terjadi aibat pemberasan vena di hepar

4) Anoreksia dan mual

Terjadi akibat pembesaran vena da statis vena dalam rongga abdomen.

5) Nokturia

Curah jantung membaik sehingga perfusi renal meningkat dan terjadi

diuresis.

6) Kelemahan

Kelemahan terjadi karenan pembuangan produk sampah katabolisme yang

tidak adekuat.

2.1.7 Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF)

Terdapat beberapa komplikasi yang terjadi akibat gagal jantung yaitu

meliputi :
24

a. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang

mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran

oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan

oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan

otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena

ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium.

b. Edema Paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana

saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial

paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab

kelainan paru yang paling umum adalah:

1) Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat

peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial

dan alveoli.

2) Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi

seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya

seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing - masing

menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat

keluar dari kapiler (Padila, 2012).


25

2.1.8 Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF)

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk menurunkan

beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu

utama dari fungsi miokardium, baik secara sendiri maupun secara

gabungan dari:

1. Penurunan beban awal

Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangi beban awal

dengan menurunkan retensi cairan. Jika gejala menetap dengan

pembatasan garam yang sedang, maka diperlukan diuretik oral untuk

mengatasi retensi natrium dan air. Regimen diuretik maksimum

biasanya diberikan sebelum dilakukan pembatasan asupan natrium

yang ketat.

2. Peningkatan kontraktilitas

Obat initropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.

Mekanisme kerja dalam gagal jantung masih belum jelas.

3. Pengurangan beban akhir

Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung (aktivasi sistem

saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron)

menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan selanjutnya

meningkatkan tahanan terhadap injeksi ventrikel dan beban akhir.

Dengan meningkatnya beban akhir, maka kerja jantung meningkat

dan curah jantung menurun. Obat vasodilator akan menekan efek

negatif tersebut (Asikin 2018).


26

Sementara menurut (Nurarif, 2015) penatalaksanaan pada pasien

dengan gagal jantung dibagi menjadi penatalaksanaan farmakologis dan

nonfarmakologis.

a. Medis

Terapi farmakologis :

1) Glikosida jantung.

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan

memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan:

peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume

darah, peningkatan diuresis, dan mengurangi edema.

2) Terapi diuretik.

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.

3) Terapi Vasodilator.

Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan

kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat

diturunkan.

b. Keperawatan

Terapi nonfarmakologis :

1) Diit rendah garam

Pembatasan natrium untuk mencegah, megontrol, atau mehilangkan

edema.
27

2) Membatasi cairan

Mengurangi beban jantung dan menghindari kelebihan volume

cairan dalam tubuh.

3) Manajemen stres

Respon psikologis daat mempengaruhi peningkatan kerja jantung.

4) Menguragi aktivitas fisik

Kelebihan aktivitas fisik mengakibatkan peningkatan kerja jantung

sehingga perlu dibatasi (Oktavianus & Sari, 2014).

5) Tarik napas dalam

Pasien dengan masalah dyspnea pada relaksasi otot, menghilangkan

kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan yang

tidak berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi

pernafasan dan mengurangi kerja pernafasan. Pernafasan yang

lambat, rileks dan berirama membantu dalam mengontrol klien saat

mengalami dyspnea (Westerdahl, 2014; Muttaqin, 2012).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan diagnostik dari

Congestive Heart Failure yaitu meliputi :

a. Elektrokardiogram (EKG)

Mencatat aktivitas listrik jantung. EKG abnormal dapat menunjukkan

penyebab dasar gagal jantung, seperti hipertrofi ventrikel, disfungsi

katup, iskemia, dan pola kerusakan miokardium (Doenges, 2018).


28

b. Kateterisasi jantung

Mengkaji kepatenan arteri koroner, mengungkapkan ukuran atau

bentuk jantung dan katup jantung yang tidak normal, serta

mengevaluasi kontraktilitas ventrikel. Tekanan dapat diukur dalam

setiap bilik jantung dan melintasi katup. Tekanan abnormal

mengindikasikan masalah fungsi ventrikel, membantu mengidentifikasi

stenosis atau insufisiensi katup dan diferensiasi gagal jantung sisi kanan

versus sisi kiri (Doenges, 2018).

c. Foto rontgen dada

Dapat menunjukkan klasifikasi di area katup atau aorta, menyebabkan

obstruksi aliran darah, atau pembesaran jantung, mengindikasikan

gagal jantung (Doenges, 2018).

d. Elektrolit

Elektrolit dapat berubah karena perpindahan cairan dan penurunan

fungsi ginjal yang dikaitkan dengan gagal jantung dan medikasi

diuretic, inhibitor ACE yang digunakan dalam terapi gagal jantung

(Doenges, 2018).

e. Oksimetri nadi

Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif

akut menjadi kronis.


29

f. Analisa gas darah (AGD)

Kegagalan ventrikel kiri ditandai oleh alkalosis respiratori ringan (dini),

asidosis respiratori, dengan hipoksemia,dan peningkatan PCO2, dengan

kegagalan kompensasi gagal jantung (Dongoes,2018).

g. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin

Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal sebagaimana

yang dapat terjadi pada gagal jantung atau sebagai efek samping

medikasi yang diresepkan (diuretik dan inhibitor ACE). Peningkatan

BUN dan kreatinin lazim terjadi pada gagal jantung (Doenges, 2018).

h. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai

presipitator gagal jantung (Doenges, 2018).

2.2 Pola Napas Tidak Efektif

2.2.1. Definisi Pola Napas Tidak Efektif

Pola napas tidak efektif merupakan inspirasi atau ekspirasi yang

tidak memberi ventilasi yang adekuat ditandai dengan dispnea, napas

pendek, napas dalam, napas cuping hidung dan ortopnea. (Wilkinson dan

Ahern, 2012).
30

2.3 Teknik Relaksasi Napas Dalam

2.3.1. Definisi Teknik Relaksasi Napas Dalam

Breathing exercise merupakan latihan untuk meningkatkan

pernafasan dan kinerja fungsional (Cahalin, 20145). Salah satu breathing

exercise yang dapat dilakukan adalah deep breathing exercise yaitu aktivitas

keperawatan yang berfungsi meningkatkan kemampuan otot-otot

pernafasan compliance paru dalam meningkatkan fungsi ventilasi dan

memperbaiki oksigenasi (Smelzer, 2009)

Diaphragmatic and pursed lip respirations are respiration

techniques used for taking respiration under control and relieving it. Pursed

lip respiration is to make expiration in a slow way with pursed lips. It is a

respiration technique used for taking dyspnoea under control and relieving

it in situations where need for respiration increases during exsercise and

daily activities (Alkan, 2017).

2.3.2. Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam

Penggunaan deep breathing exercise sebagai intervensi

keperawatan dalam menurunkan dyspnea. This method is used for

obtaining control and making emptying of alveoli easier at maximum level

during expiration. Pursed lip respiration increases gas exchange, lowers

respiratory rate, increases tidal volume, and increases activity of

inspiratory and expiratory muscles. This respiration relieves dyspnoea

(Alkan,2017).
31

2.3.3. Cara Melakukan Teknik Relaksasi Napas Dalam

Deep breathing exercise dilakukan pada pasien gagal jantung

selama 15 menit sebanyak 3 kali sehari (Sepdianto jurnal Nirmalasari

2017). Intervensi dilakukan dengan diawali melakukan deep breathing

exercise yang dilakukan selama 5 siklus (1 siklus 1 menit yang terdiri dari

5 kali nafas dalam dengan jeda 2 detik setiap 1 kali nafas) dilanjutkan

dengan active range of motion secara bertahap dengan masing-masing

gerakan dilakukan selama 5 kali. Latihan tersebut dilakukan tiga kali sehari

selama 3 hari. Pada kelompok kontrol mendapatkan intervensi sesuai

dengan prosedur di rumah sakit yaitu pemberian posisi dan oksigenasi.

Peneliti melakukan post-test setelah 15 menit dari berakhirnya intervensi

pada hari ketiga (Nirmalasari, 2017).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis

berkesinambungan, yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasikan

massalah kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun yang

potensial kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi,

atau mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau

menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta

mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan. (Nikmatur & Saiful,

2012).
32

2.4.1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan secara menyeluruh perlu dilakukan untuk

menegakkan diagnosis keperawatan yang bertujuan untuk menentukan tindakan

keperawatan yang akan dilakukan. Pengkajian dilakukan sesuai tanda dan

gejala yang dialami oleh klien (Asikin 2018).

a. Pengumpulan Data

1) Identitas

a) Identitas klien

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,

suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal

pengkajian, nomor medrec, diagnosis medis dan alamat.

b) Identitas penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan

klien dan alamat.

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan meliputi :

(1) Dispnea : Keluhan dispnea atau sesak napas merupakan

manifestasi kongesti pulmonalis sekunder dan kegagalan

ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga akan

mengurangi curah sekuncup.


33

(2) Kelemahan fisik : Manifestasi utama dari penurunan curah

jantung adalah kelemahan dan kelelahan dalam melakukan

aktivitas.

(3) Edema sistematik : Tekanan arteri paru dapat meningkatkan

respons terhadap peningkatan kronis terhadap vena paru.

Hipertensi pulmonar meningkatkan tahanan terhadap ejeksi

ventrikel kanan. Mekanisme kejadian seperti yang terjadi pada

jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana

akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik

(Muttaqin, 2009).

b) Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan

utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan

mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :

Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan

aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada

jantung.

Quality of Pain : Seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan

aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap

beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan

alat atau otot bantu pernapasan).


34

Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal

atau memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah

disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.

Severity (Scale)mof Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas sehari – hari. Biasanya kemampuan klien

dalam beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang

dialami organ.

Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan

beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi)

kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik istirahat

maupun saat beraktivitas (Muttaqin, 2009).

c) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan

mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada

khas infark miokardium, hipertensi, DM dan hiperlipidemia.

Tanyakan mengenai obat – obat yang biasa diminum oleh klien

pada masa lalu yang masih relevan (Muttaqin, 2009).

d) Riwayat keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh

keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka

penyebab kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik

pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
35

resiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya

(Muttaqin, 2009).

3) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.

Kebiasaan sosial : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya

minum alkohol, atau obat tertentu. Kebiasaan merokok : menanyakan

tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari

dan jenis rokok. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien,

hendaknya diperhatikan kondisi klien (Muttaqin, 2009).

4) Pemeriksaan kesehatan pada congestive heart failure meliputi

pemeriksaan fisik umum secara persistem berdasarkan hasil observasi

keadaan umum, pemeriksaan persistem meliputi : Sistem Pernafasan,

Sistem Kardiovaskular, Sistem Persyarafan, Sistem Urinaria, Sistem

Pencernaan, Sistem Muskuloskeletal, Sistem Integumen, Sistem

Endokrin, Sistem Pendengaran, Sistem Pengelihatan dan Pengkajian

Sistem Psikososial. Biasanya pemeriksaan berfokus menyeluruh pada

sistem Kardiovaskular (Muttaqin, 2009).

5) Keadaan Umum

Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya

didapatkan kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah

sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

TTV normal : TD : 120/80 mmHg, N : 80-100 x/menit, R : 16-

20x/menit, S : 36,5-37,0 oC (Muttaqin, 2009).


36

6) Pemeriksaan fisik persistem

a) Sistem pernapasan

Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vaskular

pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal,

batuk dan edema pulmonal akut. Crakles atau ronki basah halus

terdengar pada dasar posterior paru (Muttaqin, 2009).

b) Sistem Kardiovaskular

Inspeksi: Adanya parut pada dada, kelemahan fisik, dan adanya

edema ekstermitas (Muttaqin, 2009).

Palpasi: Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan

respons awal jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin

dicurigai dan sering ditemukan pada pemeriksaan klien dengan

kegagalan pompa jantung (Muttaqin, 2009).

Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan

volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan bunyi gallop dan

murmur akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila pada

penyebab gagal jantung adalah kelainan katup (Muttaqin, 2009).

Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukan

adanya hipertrofi jantung (Kardiomegali) (Muttaqin, 2009).

c) Sistem Persyarafan

Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer

apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien


37

: wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat

(Muttaqin, 2009).

(1) Test Nervus Cranial

(a) Nervus Olfaktorius (N.I)

Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang

fungsinya hanya satu, yaitu mencium bau, menghirup

(penciuman, pembauan).

(b) Nervus Optikus (N.II)

Penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut

yang terletak di retina.

(c) Nervus Okulomotorius, Trochearis, Abdusen

(N,III,IV,VI)

Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler

dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom nervus

III mengatur otot pupil.

(d) Nervus Trigeminus (N.V)

Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio

mayor) dan bagian motorik (porsio minor).

(e) Nervus Facialis (N. VII)

Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang

menginervasi otot-otot ekspresi wajah..

(f) Nervus Auditorius (N.VIII)


38

Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang

membawa rangsangan dari telinga ke otak.

(g) Nervus Glasofaringeus

Sifatnya majemuk (sensorik + motorik), yang mensarafi

faring, tonsil dan lidah.

(h) Nervus Vagus

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan

membuka mulut.

(i) Nervus Assesorius

Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan

trapezius menyebabkan gerakan menoleh (rotasi) pada

kepala.

(j) Nervus Hipoglosus

Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang

menginervasi otot intrinsik dan otot ekstrinsik lidah.

d) Sistem Pencernaan

Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu

makan akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga

abdomen, serta penurunan berat badan (Muttaqin, 2009).

e) Sistem Genitourinaria

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan

cairan, karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena

merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema


39

ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang parah

(Muttaqin, 2009).

f) Sistem Endokrin

Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising

kelenjar tiroid menunjukkan peningkatan vaskularisasi akibat

hiperfungsi tiroid (Malignance) (Muttaqin, 2009).

g) Sistem Integumen

Pemeriksaan wajah pada klien bertujuan menemukan tanda-tanda

yang menggambarkan kondisi klien terkait dengan penyakit

jantung yang dialaminya. Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada

wajah antara lain : (Udjianti, 2011).

(1) Pucat di bibir dan kulit wajah

(2) Kebiruan pada mukosa mulut, bibir dan lidah

(3) Edema periorbital.

(4) Grimace (tanda kesakitan dan tanda kelelahan).

h) Sistem Muskuloskeletal

Kebanyakan klien yang mengalami congestive heart failure juga

mengalami penyakit vaskuler atau edema perifer. Pengkajian

sistem muskuloskeletal pada gangguan Kardiovaskular congestive

heart failure, mungkin ditemukan : kelemahan fisik, kesulitan tidur,

aktifitas terbatas dan personal hygine (Muttaqin, 2009).


40

i) Wicara dan THT

Kebanyakan klien dengan congestive heart failure tidak

mengalami gangguan wicara dan THT.

j) Sistem Pengelihatan

Pada mata biasanya terdapat :

(1) Konjungtiva pucat merupakan manifestasi anemia.

(2) Konjungtiva kebiruan adalah manifestasi sianosis sentral.

(3) Sklera berwarna putih yang merupakan gangguan faal hati

pada pasien gagal jantung.

(4) Gangguan visus mengindikasikan kerusakan pembuluh darah

retina yang terjadi akibat komplikasi hipertensi (Udjianti,

2011).

7) Aktifitas Sehari-hari

a) Nutrisi

Perlu dikaji keadaan makanan dan minuman klien meliputi : porsi

yang dihabiskan, susunan menu, keluhan mual dan muntah,

kehilangan nafsu makan, nyeri ulu hati sebelum atau pada waktu

masuk rumah sakit, yang terpenting adalah perubahan pola makan

setelah sakit.

b) Eliminasi

Pada klien dengan congestive heart failure biasanya terjadi retensi

urine akibat reabsorbsi natrium di tubulus distal meningkat.


41

c) Pola Istirahat

Pola istirahat tidak teratur karena klien sering mengalami sesak

nafas.

d) Personal Hygine

Kebersihan tubuh klien kurang karena klien lebih sering bedrest.

e) Aktifitas

Aktifitas terbatas karena terjadi kelemahan otot.

8) Data Psikologi

Jika klien mempunyai penyakit pada jantungnya baik akut maupun

kronis, maka akan dirasakan seperti krisis kehidupan utama. Klien dan

keluarga menghadapi situasi yang menghadirkan kemungkinan

kematian atau rasa takut terhadap nyeri, ketidakmampuan, gangguan

harga diri, ketergantungan fisik, serta perubahan pada dinamika peran

keluarga (Udjianti, 2011).

9) Data Spiritual

Pengkajian spiritual klien meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas

mengenai status emosi, kognitif dan prilaku klien. Perawat

mengumpulkan pemeriksaan awal pada klien tentang kapasitas fisik

dan intelektualnya saat ini. (Muttaqin, 2009)

10) Data Sosial

Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenisasi

jaringan, stress akibat kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa


42

jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dan curah

jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan (Muttaqin, 2009).

11) Data penunjang

a) Hb / Ht : untuk mengkaji sel darah yang lengkap dan kemungkinan

anemia serta viskositas atau kekentalan.

b) Leukosit : untuk melihat apakah adanya kemungkinan infeksi atau

tidak.

c) Analisa Gas Darah : menilai keseimbangan asam basa baik

metabolik maupun respiratorik.

d) Fraksi Lemak : peningkatan kadar kolesterol, trigliserida.

e) Tes fungsi ginjal dan hati (BUN, Kreatinin) : menilai efek yang

terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati atau ginjal.

f) Tiroid : menilai aktifitas tiroid.

g) Echocardiogram : menilai adanya hipertropi jantung.

h) Scan jantung : menilai underperfusion otot jantung, yang

menunjang kemampuan kontraksi.

i) Rontgen thoraks : untuk menilai pembesaran jantung dan edema

paru.

j) EKG : menilai hipertrofi atrium, ventrikel, iskemia, infark dan

distritmia.
43

2.4.2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan (NANDA, 2018) diagnosa keperawatan utama sebagai

berikut :

a. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

kontraktilitas jantung, perubahan afterload, perubahan frekuensi

jantung, perubahan irama jantung, perubahan preload.

b. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan dispnea

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas, posisi

tubuh yang menghambat ekspansi paru, keletihan, hiperventilasi,

obesitas, nyeri, keletihan otot pernapasan.

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan

cairan, natrium

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dengan kebutuhan oksigen

f. Konstipasi berhubungan dengan punurunan masukan diet,

perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat

g. Kerusakan integeritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama,

edema, penurunan perfusi jaringan

h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kehilangan mobilitas,

ketidakmapuan general, ketidakseimbangan prseptual/kognitif.

i. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi, program

pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman.


44

2.4.3. Intervensi dan Rasionalisasi Keperawatan

Tabel 2.7 Intervensi dan Rasional

No Diagnosa keperawatan Intervensi keperawatan (NIC-NOC)


Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko peenurunan curah NOC : NIC :
jantung berhubungan
dengan gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Melihat karakteristik nyeri yang
kontraktilitas jantung selama…penurunan kardiak dialami klien, sehingga akan
output klien teratasi dengan mempengaruhi tindakan
kriteria hasil: keperawatan dan diagnosa yang
1) Tanda Vital dalam akan ditegakkan .
rentang normal (Tekanan 2. Catat adanya disritmia jantung 2. Dokumentasi ditujukan sebagai
darah, Nadi, respirasi) bukti tertulis dalam tindakan
2) Dapat mentoleransi keperawatan tentang kondisi dan
aktivitas, tidak ada tindakan yang telah diberikan
kelelahan kepada klien.
3) Tidak ada edema paru, 3. Catat adanya tanda dan gejala 3. Penurunan kardiak output sangat
perifer, dan tidak ada penurunan cardiac putput berpengaruh terhadap sistemik
asites tubuh, mencatat itu berguna dalam
4) Tidak ada penurunan memberikan pengarahan dalam
kesadaran melakukan tindakan keperawatan.
5) AGD dalam batas normal 4. Monitor status pernafasan yang 4. Status respirasi yang buruk bisa saja
6) Tidak ada distensi vena menandakan gagal jantung disebabkan oleh edema paru dan ini
leher erat kaitannya dengan terjadinya
7) Warna kulit normal gagal jantung.
5. Monitor balance cairan 5. Menilai status cairan.
6. Monitor respon pasien terhadap 6. Mengetahui respon tubuh setelah
efek pengobatan antiaritmia diberikan obat anti aritmia.
7. Atur periode latihan dan istirahat 7. Menghindari kelelahan.
8. Monitor toleransi aktivitas pasien 8. Klien bisa saja mengalami sesak
mendadak karena aktivitas yang
45

dilakukan, aktivitas ini bisa


memberat sesak napas klien
termasuk aktivitas ketika dilakukan
tindakan keperawatan.
9. Monitor adanya dyspneu, 9. Melihat keterbatasan klien yang
fatigue,takipneu dan ortopneu diakibatkan penyakit yang diderita
klien, dan dapat ditegakkan grade
dari suatu gangguan klien.
10. Anjurkan untuk menurunkan stress 10. Memperbaiki keadaan umum klien.
11. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 11. Mengkaji status sirkulasi perifer
pasien.
12. Auskultasi TD pada kedua lengan 12. Memantau perkembangan kondisi
dan bandingkan pasien.
13. Monitor jumlah, bunyi dan irama 13. S4 umum terdengar pada pasien
jantung hipertensi berat karena adanya
hipertrofi atrium. Adanya krakel,
mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung kronik
14. Monitor adanya cushing triad 14. Perbedaan frekuensi, kesamaan dan
(tekanan nadi yang melebar, keteraturan nadi menunjukkan efek
bradikardi, peningkatan sistolik). gangguan curah jantung pada
sirkulasi sistemik/perifer.
15. Jelaskan pada pasien tujuan dari 15. Meningkatkan sediaan oksigen
pemberian oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas danm
enurunkan kongesti
16. Kelola pemberian obat anti aritmia, 16. Mempertahankan kontraktilitas
introtopik, nitrogliserin dan jantung.
vasodilator 17. Mencegah trombus perfier
17. Kelola pemberian antikoagulan (Doenges, 2018)
46

2. Hambatan pertukaran gas NOC NIC


berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan pasien untuk 1. Posisi membantu memaksimalkan
dispnea selama 3 x 24 jam kerusakan memaksimalkan ventilasi ekspansi paru dan menurunkan
pertukaran gas teratasi dengan upaya pernafasan
kriteria hasil: 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 2. Mengeluarkan sputum pada jalan
1) Mendemonstrasikan nafas
peningkatan ventilasi 3. Keluarkan sputum dengan batuk 3. Membersihkan jalan nafas
dan oksigenasi yang atau suction
adekuat 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya 4. Perubahan bunyi nafas
2) Memelihara kebersihan suara tambahan menunjukan obstruksi sekunder
paru paru dan bebas dari 5. Monitor rata – rata, kedalaman, 5. Mengetahui status pernafasan
tanda tanda distress irama dan usaha respirasi
pernafasan 6. Catat pergerakan dada,amati 6. Indikasi dasar adanya gangguan
3) Mendemonstrasikan kesimetrisan, penggunaan otot saluran pernafasan (Doenges,
batuk efektif dan suara tambahan, retraksi otot 2018).
nafas yang bersih, tidak supraclavicular dan intercostals
ada sianosis dan
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
4) Tanda tanda vital dalam
rentang normal
3. Ketidakefektifan pola NOC: NIC:
napas berhubungan
dengan keletihan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien semi fowler 1. Posisi semi fowler membantu
keperawatan selama 3 x 24 jam memaksimalkan ekspansi paru dan
pasien menunjukkan menurunkan upaya pernafasan
keefektifan pola nafas, 2. Lakukan fisioterapi dada jika 2. Mengeluarkan sekret pada jalan
dibuktikan dengan kriteria perlu nafas
hasil: 3. Keluarkan sekret dengan batuk 3. Membersihkan jalan nafas.
atau suction
47

1) Mendemonstrasikan 4. Auskultasi suara nafas, catat 4. Perubahan bunyi nafas


batuk efektif dan suara adanya suara tambahan menunjukan obstruksi sekunder
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan 5. Berikan bronkodilator 5. Membantu pengenceran secret
47ating47 6. Berikan pelembab udara, kassa 6. Memberikan kelembaban pada
(mampumengeluarkan basah NaCl Lembab membran mukosa dan membantu
sputum, mampu pengenceran secret
bernafas dg mudah, 7. Atur intake untuk cairan 7. Mengoptimalkan keseimbangan
tidakadapursed lips) mengoptimalkan cairan untuk mencegah komplikasi
2) Menunjukkanjalan nafas keseimbangan. lanjutan
yang paten (klien tidak 8. Monitor respirasi dan status O2 8. Mengetahui perkembangan status
merasa tercekik, irama kesehatan pasien
nafas, frekuensi 9. Bersihkan mulut, hidung dan 9. Menjaga keadekuatan ventilasi
pernafasan dalam sekret trakea
rentang normal, tidak 10. Pertahankan jalan nafas yang 10. Menjaga nafas agar tetap adekuat
ada suara nafas paten
abnormal) 11. Observasi adanya tanda tanda 11. Mengetahui perkembangan status
3) Tanda Tanda vital dalam hipoventilasi kesehatan pasien dan mencegah
rentang normal (tekanan komplikasi lanjutan
darah, nadi, pernafasan) 12. Monitor adanya kecemasan 12. Kecemasan meningkatkan
pasien terhadap oksigenasi frekuensi respirasi
13. Monitor vital sign 13. Mengetahui keadaan umum
14. Lakukan tehnik relaksasi untuk 14. Memperbaiki pola nafas
memperbaiki pola nafas.
15. Ajarkan bagaimana batuk 15. Mengeluarkan sekret pada jalan
efektif nafas
16. Monitor pola nafas 16. Memonitor keadaan pernapasan
klien (Doenges, 2018).
4. Kelebihan volume cairan NOC : NIC :
berhubungan dengan
kelebihan asupan cairan, Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan catatan intake dan 1. Menunjukkan status volume
natrium keperawatan selama 3 x 24 jam output yang akurat sirkulasi, terjadinya/perbaikan
perpindahan cairan, dan respon
terhadap terapi. Keseimbangan
48

kelebihan volume cairan positif/peningkatan berat badan


teratasi dengan kriteria hasil: sering menunjukkan retensi cairan
lanjut
1) Terbebas dari edema, 2. Pasang urin kateter jika 2. Memudahkan dalam menghitung
efusi,anaskara diperlukan output
2) Bunyi nafas bersih, tidak 3. Monitor hasil lab yang sesuai 3. Hasil laboratorium dapat diketahui
ada dyspnea / ortopneu dengan retensi cairan (BUN, adanya perubahan keseimbangan
3) Terbebas dari distensi Hmt, osmolalitas urin ) cairan
vena jugularis, 4. Monitor vital sign 4. Tanda-tanda vital klien berperan
4) Memelihara tekanan vena dalam perkembangan kondisi klien
sentral, tekanan kapiler 5. Monitor indikasi retensi / 5. Retensi atau kelebihan cairan
paru,output jantung dan kelebihan cairan (cracles, CVP , berefek pada terjadinya cracles,
vital sign DBN edema, distensi vena leher, CVP, edema, distensi vena leher
5) Terbebas dari asites) dan asites
kelelahan,kecemasan atau 6. Kaji lokasi dan luas edema 6. Merupakan evaluasi seberapa
bingung besar efek kelebihan cairan yang
terjadi sehingga bisa dilakukan
penanganan yang tepat
7. Monitor masukan makanan / 7. Masukan makanan atau cairan
cairan yang akurat dapat mempercepat
keseimbangan volume cairan
8. Berikan diuretik sesuai interuksi 8. Mengurangi kelebihan cairan
Adanya kelebihan volume cairan
menyebabkan peningkatan berat
9. Monitor berat badan 9. Kelebihan cairan berefek pada
ketidakseimbangan elektrolit
10. Monitor elektrolit 10. Evaluasi seberapa besar efek
kelebihan cairan yang terjadi
sehingga bisa dilakukan
penanganan yang tepat (Doenges,
2018).
5. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
49

antara suplai dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya pembatasan 1. Menurunkan kerja
kebutuhan oksigen keperawatan selama 3 x 24 jam klien dalam melakukan aktivitas miokard/konsumsi oksigen,
Pasien bertoleransi terhadap menurunkan risiko komplikasi
aktivitas dengan 2. Kaji adanya faktor yang 2. Mencegah aktivitas
menyebabkan kelelahan berlebihan; sesuai dengan
Kriteria Hasil : kemampuan kerja jantung
3. Monitor nutrisi dan sumber 3. Dengan nutrisi yang adekuat,
1) Berpartisipasi dalam energi yang adekuat pasien akan mendapat energi
aktivitas fisiktanpa yang cukup untuk melakukan
disertai peningkatan aktivitas
tekanandarah, nadi dan 4. Monitor pasien akan adanya 4. Kelelahan fisik dan emosi
RR kelelahan fisik dan emosi secara membuat pasien menjadi tidak
2) Mampu melakukan berlebihan kooperatif dalam melakukan
aktivitas sehari hari atau melaksanakan aktivitas
(ADLS) secara mandiri 5. Monitor respon kardivaskuler 5. Membantu paien dalam ADL
3) Keseimbangan aktivitas terhadap aktivitas (takikardi,
dan istirahat disritmia, sesak nafas,
dieporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya 6. Memonitor waktu dan pola
tidur/istirahat pasien tidur klien dapat membantu
perawat mengetahui apakah
klien mengalami gangguan
tidur atau tidak
7. Bantu klien untuk 7. Mengetahui kemampuan klien
mengidentifikasi aktivitas yang dalam melakukan aktifitas
mampu dilakukan sesuai kemampuan
8. Bantu untuk memilih aktivitas 8. Pasien mampu melakukannya
konsisten yang sesuai dengan secara mandiri
kemampuan fisik, psikologi dan
social
9. Bantu untuk mendapatkan alat 9. Mempermudah klien dalam
bantuan aktivitas seperti kursi melakukan aktivitas
roda, krek
50

10. Bantu klien untuk membuat 10. Melatih klien secara mandiri.
jadwal latihan di waktu luang
11. Sediakan penguatan positif bagi 11. Memberikan motivasi kepada
yang aktif beraktivitas klien
12. Monitor respon fisik, emosi, 12. Mengurangi resiko kelelahan
sosia; dan spiritual aktifitas (Doenges, 2018).
6. Konstipasi berhubungan NOC NIC

dengan punurunan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi 1. Mengembalikan keteraturan
keperawatan selama 3 x 24 jam pola defekasi klien.
masukan diet, perubahan masalah konstipasi teratasi
dengan 2. Bising usus menandakan sifat
proses pencernaan, efek 2. Monior bising usus aktivitas peristaltic
Kriteria Hasil :
3. Monitor feses: frekuensi, 3. Mengetahui adanya infeksi
samping terapi obat
1) Mempertahankan bentuk konsistensi dan volume
feses lunak setiap 1-3 hari 4. Jelaskan etiologi dan rasionalisasi 4. Klien dan keluarga akan
tindakan terhadap pasien mengerti tentang penyebabnya
2) Bebas dari
ketidaknyamanan dan 5. Kolaborasikan pemberian laksatif 5. Pelunak feses meningkatkan
konstipasi efisiensi pembasahan air usus,
yang melunakkan massa feses
3) Mengidentifikasi dan membantu eliminasi
indicator untuk mencegah
konstipasi 6. Masukan cairan adekuat
6. Anjurkan pasien untuk cukup membantu mempertahankan
minum konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu
eliminasi regular (Doenges,
2018).

7. Kerusakan integeritas NOC NIC

kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Mencegah irtasi dan tekanan
keperawatan selama 3 x 24 jam menggunakan pakaian yang longgar dari baju
51

dengan tirah baring lama, masalah kerusakan integritas 2. Hindari kerutan padaa tempat tidur 2. Tempat tidur yang berkerut
kulit teratasi dengan akan merusak jaringan
edema, penurunan 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap 3. Daerah yang lembab akan
Kriteria Hasil : bersih dan kering memper cepat tumbuhnya
perfusi jaringan mikroorganisme
1) Integritas kulit yang 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi 4. Menghindari tekanan dan
baik bisa dipertahankan pasien) setiap dua jam sekali meningkatkan aliran darah
(sensasi, elastisitas, 5. Kemerahan berarti adanya
temperatur, hidrasi, 5. Monitor kulit akan adanya iritasi pada kulit
pigmentasi) kemerahan 6. Agar kerusakan tidak meluas
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
2) Tidak ada luka/lesi pada derah yang tertekan 7. Meningkatkan aliran darah
pada kulit 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi kesemua daerah (Doenges,
pasien 2018).
3) Perfusi jaringan baik

4) Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya sedera
berulang

5) Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami

8. Defisit perawatan diri NOC : NIC

berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemempuan klien untuk 1. Meninjau perkembangan
keperawatan selama 3 x 24 jam perawatan diri yang mandiri. pasien memakai pakaian
kehilangan mobilitas,
2. Mengidentifikasi area masalah
52

ketidakmapuan general, masalah kurang perawatan diri 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
teratasi dengan alat bantu untuk kebersihan diri,
ketidakseimbangan berpakaian, berhias, toileting dan
Kriteria Hasil : makan.
prseptual/kognitif. 3. Meningkatkan kemandirian
1) Klien terbebas dari bau 3. Sediakan bantuan sampai klien
badan mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
2) Menyatakan kenyamanan 4. Meningkatkan kemandirian
terhadap kemampuan 4. Ajarkan klien/ keluarga untuk
untuk melakukan ADLS mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
3) Dapat melakukan ADLS pasien tidak mampu untuk
dengan bantuan melakukannya. 5. Agar pasien dan keluarga
mengerti kemandirian dalam
5. Berikan aktivitas rutin sehari- hari berpakaian secara baik
sesuai kemampuan. 6. Menentukan tingkat
kemandirian (Doenges, 2018).
6. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

9. Kurang pengetahuan NOC NIC :


Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Berikan penilaian tentang tingkat 1. Mempermudah dalam
masalah kurang pengetahuan pengetahuan pasien tentang proses memberikan penjelasan pada klien
kondisi, program teratasi dengan penyakit yang spesifik

pengobatan berhubungan Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit 2. Meningkatan pengetahuan dan
dan bagaimana hal ini berhubungan mengurangi cemas
dengan kurang 1) Pasien dan keluarga dengan anatomi dan fisiologi,
menyatakan dengan cara yang tepat.
pemahaman. pemahaman tentang
penyakit, kondisi, 3. Mencegah keparahan penyakit
53

prognosis dan 3. Identifikasi kemungkinan


program pengobatan penyebab, dengan cara yang tepat
2) Pasien dan keluarga
mampu 4. Sediakan informasi pada pasien 4. Meningkatkan pemahaman
melaksanakan tentang kondisi, dengan cara yang tentang kondisi data ini
prosedur yang tepat
dijelaskan secara
benar 5. Hindari harapan yang kosong 5. Menghindari repon keluarga yang
3) Pasien dan keluarga kurang baik
mampu menjelaskan 6. Sediakan bagi keluarga informasi 6. Memberikan motivasi kepada
kembali apa yang tentang kemajuan pasien dengan keluarga dalam proses
dijelaskan cara yang tepat penyembuhan.
perawat/tim
7. Diskusikan perubahan gaya hidup
kesehatan lainnya 7. Menghindari terjadinya
yang mungkin diperlukan untuk
komplikasi dari penyakit
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
8. Memberikan gambaran terhadap
8. Diskusikan pilihan terapi atau
terapi yang bisa digunakan
penanganan
9. Meningkatkan harga diri agar tetap
9. Dukung pasien untuk
termotivasi untuk sembuh
mengeksplorasi atau mendapatkan
(Doenges, 2018).
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
54

2.4.4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan merupakan tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan

keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien.

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,

disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknik

yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan

selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai

implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah

dilakukan dan bagaimana respon pasien (Rohmah,2009).

2.4.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan. Hasil yang diharapkan (Muttaqin, 2009) pada

proses perawatan klien dengan gangguan sistem Kardiovaskular Congestive

Heart Failure adalah :

a. Bebas dari nyeri.

b. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.

c. Menunjukkan peningkatan curah jantung.

d. Tidak ada dypsneu.

e. Menunjukan penurunan kecemasan.

f. Memahami penyakit dan tujuan keperawatannya.

Anda mungkin juga menyukai