Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perawatan psikiatrik/keperawatan kesehatan jiwa: Proses dimana perawat
membantu individu atau kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang
positif, meningkatkan pola hubungan antar pribadi yang lebih harmonis
serta agar berperan produktif di masyarakat. Klien gangguan jiwa memiliki
hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain, klien gangguan jiwa juga
seringkali tidak produktif di masyarakat misal: mencuri (cleptomany), malas
(abulia), atau perilaku deviasi sosial lain seperti pemakaian zat adiktif.
(H.Iyus Yosep, 2007: hal. 2 )
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan
berespon pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan
eksternal, tidak memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku
yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Gangguan pada fungsi
kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai terganggu.
Gangguanfungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan
beresponterganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,
gerakan tubuh dan perilaku) penampilan hubungan sosial karena gangguan
atau respon yang timbul disebut pula respon neurobiologik. (Dr.H.Ismed
Yusuf)
Penyebab – Penyebab dari Halusinasi adalah Perkembangan,
Sosiokultural, Biokimia, Psikologis, Genetik Pola dan Pola Asuh, Biologis,
Stress Lingkungan, Sumber Koping. ( Eko Prabowo, 2014. Hal : 132-133 )
Oleh karena itu perawat harus mempunyai kemampuan profesional
dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada tingkat individu
dan keluarga, perawat harus membekali diri dengan berbagai konsep teori

1
2

ilmu yang berkaitan dengan keperawatan mental psikiatri. ( Rasmun, SKp,.


2007. Hal : 3 )
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012, masalah
gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang
sangat serius, berdasarkan data Studyworld Bank di beberapa negara
menunjukan 8,1% penderita gangguan jiwa sebesar 542.700.000 jiwa, dari
jumlah 6.700.000.000 jiwa, jadi keseluruhan penduduk duniayang tidak
mengalami gangguan jiwa sebesar 6.157.300.000 jiwa. Kemudian menurut
data WHO tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai
450.000.000 jiwa dengan presentase sekitar 6,7%, dari jumlah penduduk
dunia 6.750.000.000 jiwa dan jumlah penduduk yang tidak mengalami
gangguan jiwa sebesar 6.300.000.000 jiwa.Jadi dari data WHO 2012 hingga
data WHO 2013 mengalami penurunan penderita gangguan jiwa sebanyak
92.700.000 jiwa. (http://www.bbc.co.uk, diakses tanggal 30 desember
2015).
Berdasarkan data dari Direktur Jendral Bina Upaya Kesehatan
Kementrian Kesehatan tahun 2011 tercatat jumlah penduduk Indonesia
terbesar 239.000.000 jiwa sedangkan sekitar 17.400.000 jiwa atau (7,2%)
mengalami gangguan jiwa halusinasi pendengaran. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (riskesdas) Kementrian Kesehatan 2013 disebutkan bahwa
terdapat sekitar 20.000.000 pasien yang mengalami gangguan jiwa
halusinasi pendengaran. Jadi pada tahun 2011 sampai tahun 2013
mengalami kenaikan sebesar 2.600.000 jiwa pasien yang mengalami
gangguan jiwa halusinasi pendengaran. (http://kesehatan.kompasiana.com,
diakses 30 desember 2015).
Dari data riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan tahun
2014 menyebutkan, terdapat 1.000.000 jiwa pasien gangguan jiwa berat dan
19.000.000 pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu,
sebanyak 385.700 jiwa atau 2,03% pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta
dan berada di peringkat pertama nasional. (http://www.beritajakarta.com/ di
akses 11 januari 2016)
3

Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012, angka kejadian penderita


gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara 3.300 jiwa sampai9.300 jiwa.
Angka ini merupakan penderita gangguan jiwa yang sudahterdiagnosa.
Dilihat dari angka kejadian diatas penyebab yang paling sering timbulnya
gangguan jiwa adalah dikarenakan himpitan masalah ekonomi, kemiskinan.
Kemampuan dalam beradaptasi tersebut berdampak pada kebingungan,
kecemasan, frustasi, perilaku kekerasan, konflik batin dan gangguan
emosional menjadi faktor penyebab tumbuhnya penyakit mental.
(http://www.depkes.co.id, diakses 1 januari 2016)
Data rekam medik RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2014 total pasien gangguan jiwa untuk empat kasus
besar berjumlah 8468, diantaranya risiko perilaku kekerasan 3970 (46,8%),
halusinasi 3610 (42,6%), isolasi sosial 738 (8,7%) dan harga diri rendah 150
(1,7%). Sedangkan tahun 2015 dari bulan Januari sampai bulan September
untuk empat kasus besar berumlah 5070, diantaranya risiko perilaku
kekerasan 2258 (44,5%), halusinasi 2296 (45,2%), isolasi sosial 454 (8,9%)
dan harga diri rendah 62 (1,2%). Kesimpulan dari data gangguan jiwa pada
tahun 2014 dan tahun 2015 bahwa penderita gangguan jiwa mengalami
penurunan sebesar 3398 (25%) pasien, untuk penderita gangguan harga diri
rendah mengalami penurunan sebesar 88 (41,5%). Jumlah penderita harga
diri rendah tidak mengalami peningkatan atau stabil disebabkan karena
kurangnya pengetahuan keluarga mengenai tanda dan gejala dari harga diri
itu sendiri, sehingga pasien dengan harga diri rendah menjadi lebih sedikit
terjadi.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengambil


laporan kasus “Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Gangguan Halusinasi :
Pendengaran Pada Ny. N di Ruang Larasati RSJD dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah”
4

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengaplikasikan teori ke dalam praktik Asuhan Keperawatan
Kesehatan Jiwa khususnya gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran di Ruang Larasati RSJD dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa pada
pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatankesehatan jiwa pada
pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan kesehatan jiwa
pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatankesehatan jiwa pada
pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan kesehatan jiwa pada pasien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
f. Mampu membahas kesenjangan antara laporan kasus dengan konsep
teori persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

C. Manfaat Penelitian
a. Untuk Institusi Pendidikan
Memberikan bahan wacana dalam proses belajar mengajar
terhadap pemberian asuhan keperawatan kesehatan jiwa dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
b. Untuk Institusi Rumah Sakit Jiwa
Memberikan informasi sehingga dapat meningkatkan pelayanan
yang berkualitas dengan pemberian asuhan keperawatan kesehatan
jiwa dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
5

c. Untuk Penulis
Meningkatkan ketrampilan keperawatan kesehatan jiwa khususnya
pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran yang lebih komprehensif.
d. Untuk Pembaca
Sebagai bahan bacaan yang dapat memberikan manfaat tentang
pemberian asuhan keperawatan kesehatan jiwa pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai