BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
No
Nama penyakit
Tahun
2009
%
2010
%
2011
(Jan - Juni)
%
1
Katarak
49
50,9
25
15,2
19
9,5
2
Tonsilitis
25
26
4
2,4
14
7
3
Abses sub mandibula
5
5,2
6
3,6
1
0,5
4
Fharingitis
6
6,2
9
5,4
11
5,5
5
Epistaksis
11
11,4
12
7,3
1
0,5
6
Konjungtivitis
3
3,1
2
1,2
1
0,5
7
Trauma Oculi
2
2,8
2
1,2
1
0,5
8
Udem Palfebra
1
1,4
0
0
0
0
9
Osink
1
1,4
0
0
0
0
10
Rhinitis
1
1,4
1
0,6
2
1
Sumber: Medical Record Ruang THT/Mata RSUD May. H. A. Thalib
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan
degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama
hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang
lama serta predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Peran perawat pada kasus katarak meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada
klien yang mengalami pembedahan katarak, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan
untuk mencegah komplikasi ktarak, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
asuhan keperawatan kepada klien dengan operasi katarak melalui metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana
penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan bagaimana asuhan
keperawatan pada Klien dengan diagnosa Medis Post Operasi Katarak hari ke 1.
1.2.Ruang Lingkup
Dalam penulisan ini, penulis membatasi bagaimana cara menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan katarak pasca operasi di instalasi rawat inap THT/Mata Rumah Sakit Umum
Daerah May.H.A Thalib Kabupaten Kerinci.
1.4.Manfaat Penulisan
1.4.1. Bagi Perawat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan dalam melaksanakan
penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Katarak post operasi
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat dilakukan dengan
melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang telah penulis selesaikan.
1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan atau pelaksanaan
asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun tim kesehatan lain tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan Katarak post operasi
.
BAB II
KONSEP DASAR
2.1.2Anatomi Fisiologi
Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah. Pengaruh
kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini. Coba Anda masuk ke dalam suatu
kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha melihat dengan melebarkan mata agar cahaya
yang masuk cukup. Pada kondisi ini disebut dengan dilatasi, demikian sebaliknya jika Anda
berada pada ruangan yang terlalu terang maka Anda akan berusaha untuk menyempitkan mata
karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah
kamera, pupil ini diibaratkan seperti diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk.
Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebut Musculus Siliaris.
Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja untuk memfokuskan
penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot
lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan
memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk membuat lensa
mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut.
Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang masing-
masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh
kedudukan bola mata
3) Tunica Nervosa
Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian belakang koroid.
Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir
menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi
untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang
yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini
berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada sedikit cahaya.
a. Sel Batang tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya sehingga
sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini mengandung suatu pigmen
yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai
rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk penglihatan pada cahaya remang-remang.
b. Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaitu iodopsin yang
terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing sensitif terhadap cahaya merah,
hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di
dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan
untuk penglihatan ketika cahaya terang. Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di
teruskan melalui sinap ke neuron bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk
satu bundel syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian
yang menembus ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung
sel batang dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa
sehingga disebut dengan bintik buta.
Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus lakrimalis.
a) Alis: terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk
melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.
b) Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak dari
kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik kelopak mata ke
atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari
kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2 kelopak disebut
celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan “melotot” atau “sipit” nya seseorang.
Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar
sebacea (minyak) dan sudorifera (keringat).
c) Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow. Kelenjar
sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut
Lordholum (bintit).
d) Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis, dan
ductus nassolacrimalis.
2.1.3 Etiologi
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan
degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama
hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang
lama serta predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau akibat pajanan
radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus rubella dapat mengalami katarak. Para
pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan
oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90%
orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia
rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula
terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya
meliputi :
a) Faktor keturunan.
b) Cacat bawaan sejak lahir.
c) Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d) Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e) Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
f) Gangguan pertumbuhan.
g) Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h) Rokok dan Alkohol.
i) Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
j) Ketuaan (Katarak Senilis).
k) Trauma.
l) Penyakit mata lain (Uveitis).
m) Penyakit sistemik (DM).
n) Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal,
seperti German Measles).
o) Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
2.1.3 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjng dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa,
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta protein lensa normal terjadi
disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan
oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes melitus, namun merupakan konsekuensi
dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang
ketika seseorang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen.
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju,
mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada
serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan
oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi
dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang
ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi
awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu lama.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
a) Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat gangguan
perkembangan embrio intrauterin.
b) Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma tumpul atau trauma
tajam yang menembus kapsul anterior.
2.1.7 Komplikasi
a) Endoftalmitis
b) Edema kornea
c) Distorsi atau terbukanya luka operasi
d) Bilik mata depan dangkal
e) Glaucoma
f) Uveitis
g) Dislokasi lensa intraokuler
h) Perdarahan segmen anterior atau posterior
i) Ablasio retina
j) Sisa massa lensa
k) Robek kapsul posterior
l) Prolaps vitreous
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. (2011) Asuhan kepeperawatan Secara holistic Pada Pasien Pasca Operasi Katarak.
Dikutip dari http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2011/04/katarak.html.
Diakses tanggal 12 Juli 2011
Anonim B. (Agustus 2011) Perawatan dan pedoman Pencegahan Komplikasi Post Operasi
Katarak dan Perawatan Dirumah. Avaibable from http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?
doc_id=5180. Di akses tanggal 20 Juni 2011.
Anonim C. (2009) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Katarak Dan Gangguan Pada Sistem
Indra (Mata Jendela Hati). Available from http://www.Katarak.com/care/Surgery.20.cfm/35. Di
akses tanggal 12 Juni 2011
Carpenito L, Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan) EGC. Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid III. EGC. Jakarta
Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan). Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2 (terjemahan)
EGC. Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth
(terjemahan) Vol 3. EGC. Jakarta.
Soeparman, dkk. (2001) Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Underwood, J. C. E. (2000) Patologi Umum dan Sistemik (terjemahan) vol 2. EGC. Jakarta.