Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN POST OPERASI KATARAK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Untuk mencapai pembangunan nasional diperlukan upaya penyelengaraan  kesehatan yang


bermutu yang dilakukan individu, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau swadaya
masyarakat yang lebih mengutamakan promosi kesehatan serta pencagahan penyakit. Upaya
pemeliharaan yang mencangkup dua aspek kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya peningkatan
kesehatan juga mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo, 2003 : 02).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan yang baik atau kesejahteraan
adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit, namun juga harus sehat dan
sejahtera antara mental dan sosial.
Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan
lingkungan.faktor pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas
kesehatan lainya, faktor perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku
hidup bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan yang sehat
dan memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 : 146).
Mata merupakan bagian panca indra yang sangat penting, para ahli mengatakan jalur utama
informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering juga disebut sebagai jendela karena bisa
menyerap semua yang memantulkan, fatalnya banyak hal yang dapat menyebabkan gangguan
pada mata hingga menimbulkan kebutaan atau gangguan penglihatan. Buta berdasarkan bahasa
sehari-hari adalah kondisi tidak bisa melihat susuatu apapun yang ada dihadapinya, penyebab
terbanyak kebutaan adalah katarak.
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai
kedua mata dan berjalan progresif. (Kapita Selekta Kedokteran,2001)
Suzanne & Brenda, tahun 2002  berpendapat bahwa katarak adalah perubahan lensa mata yang
sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa
mata dapat bervariasi.
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, Word Healt Organization (WHO) saat ini diseluruh
dunia ada sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki penglihatan lemah dan 45 juta orang
menderita katarak. Dari jumlah tersebut, 90% diantaranya penyebaran prevalensinya dinegara
berkembang dan sepertiganya berada di Asia Tenggara.
Di Indonesia jumlah penderita katarak tiap tahun meningkat, bertambah 210.000 orang pertahun,
16% diantaranya berada pada usia produktif. Angka kejadian katarak dan angka pertumbuhan
katarak pertahun 0,1% dari jumlah penduduk. Sebagian besar katarak terjadi karena proses
degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data
statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak.
Sekitar 550% orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak.
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam
penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari, atau
bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Apabila diindikasikan
pembedahan, maka ekstraksi lensa akan secara definitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada
lebih 90%. Sisanya 10% pasien mungkin telah mengalami penyulit pasca bedah serius, misalnya
glaukoma, ablasio retina, perdarahan corpus vitreum, infeksi, atau pertumbuhan epitel ke bawah
(ke arah kamera interior) yang menghambat pemulihan visus. Lensa intraocular dan lensa kontak
kornea menyebabkan penyesuaian setelah operasi katarak menjadi lebih mudah, dibandingkan
pemakaian kacamata katarak yang tebal (http://kinton.multiply.com).
Sedangkan di menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi sepanjang periode Januari 2010
sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien dengan gangguan mata, didapatkan data 760
penderita katarak di provinsi Jambi dengan Kabupaten Muara Bungo adalah prevalensi terbanyak
kasus katarak (http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2009/01/. Jambi
independent.html).
Berdasarkan data gastroenteritis dari medical record (MR) RSU M.H.A.Thalib Kabupaten Kerinci.
Didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1.1. Daftar 10 Penyakit terbesar di Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen. H. A. Thalib
Kabupaten Kerinci Ruang Rawat Inap THT/Mata dalam decade 3 tahun terakhir (2009-2011)

No

Nama penyakit

Tahun
2009
%
2010
%
2011
(Jan - Juni)
%
1
Katarak
49
50,9
25
15,2
19
9,5
2
Tonsilitis
25
26
4
2,4
14
7
3
Abses sub mandibula
5
5,2
6
3,6
1
0,5
4
Fharingitis
6
6,2
9
5,4
11
5,5
5
Epistaksis
11
11,4
12
7,3
1
0,5
6
Konjungtivitis
3
3,1
2
1,2
1
0,5
7
Trauma Oculi
2
2,8
2
1,2
1
0,5
8
Udem Palfebra
1
1,4
0
0
0
0
9
Osink
1
1,4
0
0
0
0
10
Rhinitis
1
1,4
1
0,6
2
1
Sumber: Medical Record Ruang THT/Mata RSUD May. H. A. Thalib
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan
degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama
hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang
lama serta predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Peran perawat pada kasus katarak meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada
klien yang mengalami pembedahan katarak, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan
untuk mencegah komplikasi ktarak, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
asuhan keperawatan kepada klien dengan operasi katarak melalui metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana
penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan bagaimana asuhan
keperawatan pada Klien dengan diagnosa Medis Post Operasi Katarak hari ke 1.

1.2.Ruang Lingkup
Dalam penulisan ini, penulis membatasi bagaimana cara menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan katarak pasca operasi di instalasi rawat inap THT/Mata Rumah Sakit Umum
Daerah May.H.A Thalib Kabupaten Kerinci.

1.3. Tujuan penulisan


1.3.1.   Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-perawatan dengan klien dengan
diagnosa Medis Post Operasi Katarak hari ke 1 dan sebagai pemahaman tentang penangan pasien
katarak, perawatan pasca operasi serta mengetahui komplikasi yang mungkin muncul pada pasien
post operasi katarak dan pencegahan terhadap komplikasi.

1.3.2.   Tujuan Khusus


Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan klien dengan diagnosa
Medis Post Operasi Katarak hari ke 1 diharapkan, Penulis mampu:
a.       Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada pasien post
operasi Katarak dan pemulihan penglihatan agar dapat beraktifitas sesuai fungsinya semula.
b.      Untuk memahami perawatan pasien post operasi Katarak untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang meliputi kebutaan, retinoblastoma, gluokoma dll.
c.       Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien Tn. A dengan
diagnosa medis Post Operasi Katarak hari ke 1.
d.      Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis Post Operasi
Katarak hari ke 1..
e.        Menyusun rencana keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis Post Operasi
Katarak hari ke 1.
f.       Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis Post Operasi
Katarak hari ke 1.
g.      Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis Post Operasi
Katarak hari ke 1.
h.      Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah
(solusi) dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa medis Post
Operasi Katarak hari ke 1.

1.4.Manfaat Penulisan
1.4.1. Bagi Perawat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan dalam melaksanakan
penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Katarak post operasi
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat dilakukan dengan
melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang telah penulis selesaikan.
1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan atau pelaksanaan
asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun tim kesehatan lain tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan Katarak post operasi
.
BAB II
KONSEP DASAR

2.1. Konsep Medis


2.1.1. Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan merupakan suatu daerah yang
berkabut dan keruh didalam lensa.  Pada stadium dini pembentukan katarak, protein dalam
serabut-serabut lensa dibawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut protein tadi
berkoagul;asi membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam
keadaan normal seharusnya transparan (Sjamsuhidayat. 2004).
Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga sangat mengganggu
penglihatan, maka keadaan itu perlu diperbaiki dengan cara mengangkat lensa melalui operasi.
Bila ini dilakukan, maka mata kehilangan sebagaian besar daya biasnya, dan harus digantikan
dengan lensa konveks berdaya penuh didepan mata, atau sebuah lensa buatan ditanam didalam
mata pada tempat lensa dikeluarkan (Soeparman, dkk. 2001).
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai
kedua mata dan berjalan progresif. (Mansjoer Arif, dkk. 2001: 204)
Katarak merupakan opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. (Suzanne & Brenda,
2002:227)
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh.
Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan
bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi (Underwood, J. C. E. 2000).
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh,
menyebabkan gangguan pada penglihatan.
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa
mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini memperburuk
penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat
dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun. Katarak sering terjadi
secara bilateral, tetapi tiap katarak mengalami kemajuan secara independen
(http://www.Katarak.com/care/Surgery).
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam
kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat
hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa (Sidarta Ilyas, 2005).

2.1.2Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Penampang bola mata


Bola mata berdiameter ± 2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya
1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar. Gambar 2.1 menunjukan bagian-bagian yang
termasuk ke dalam bola mata, bagian-bagian tersebut memiliki fungsi berbeda, secara rinci
diuraikan sebagai berikut:
a)   Sklera : Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola
mata
b)   Otot-otot : Otot-otot yang melekat pada mata :
1)      muskulus rektus superior : menggerakan mata ke atas
2)      muskulus rektus inferior : mengerakan mata ke bawah
c)   Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya
d)  Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk
beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan aqueus humor
e)   Iris : Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.
f)    Lensa : Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa
g)   Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang mengandung sel kerucut
h)   Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata
i)     Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata
j)     Aquous humor : Menjaga bentuk kantong bola mata
Bola mata dibagi menjadi 3 lapisan, dari luar ke dalam yaitu tunica fibrosa, tunica vasculosa, dan
tunica nervosa.

Gambar 2.2 bagian mata yang tampak

1)      Tunica Vibrosa


Tunica vibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat kuat. Sklera berwarna
putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea, yaitu lapisan yang berwarna bening
dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk kemudian memfokuskannya. Untuk melindungi
kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga keadaannya selalu basah dan dapat
membersihkan dari debu. Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus
venosus yang menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.
2)      Tunica Vasculosa
Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke belakang terdiri dari
iris, corpus ciliaris dan koroid. Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah,
lapisan ini juga kaya akan pigmen warna. Daerah ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata
orang Indonesia dengan orang-orang dari Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada
warna. Orang Indonesia biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang barat biasanya
berwarna biru atau hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya perbedaan ini karena di tempat ini
memiliki pigmen warna.

Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah. Pengaruh
kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini. Coba Anda masuk ke dalam suatu
kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha melihat dengan melebarkan mata agar cahaya
yang masuk cukup. Pada kondisi ini disebut dengan dilatasi, demikian sebaliknya jika Anda
berada pada ruangan yang terlalu terang maka Anda akan berusaha untuk menyempitkan mata
karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah
kamera, pupil ini diibaratkan seperti diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk.
Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebut Musculus Siliaris.
Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja untuk memfokuskan
penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot
lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan
memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk membuat lensa
mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut.

Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang masing-
masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh
kedudukan bola mata
3)      Tunica Nervosa
Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian belakang koroid.
Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir
menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi
untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang
yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini
berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada sedikit cahaya.
a.       Sel Batang tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya sehingga
sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini mengandung suatu pigmen
yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai
rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk penglihatan pada cahaya remang-remang.
b.      Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaitu iodopsin yang
terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing sensitif terhadap cahaya merah,
hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di
dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan
untuk penglihatan ketika cahaya terang. Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di
teruskan melalui sinap ke neuron bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk
satu bundel syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian
yang menembus ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung
sel batang dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa
sehingga disebut dengan bintik buta.
Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus lakrimalis.
a)   Alis: terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk
melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.
b)   Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak dari
kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik kelopak mata ke
atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari
kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2 kelopak disebut
celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan “melotot” atau “sipit” nya seseorang.
Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar
sebacea (minyak) dan sudorifera (keringat).
c)   Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow. Kelenjar
sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis.  Infeksi kelenjar ini disebut
Lordholum (bintit).
d)  Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis, dan
ductus nassolacrimalis.

2.1.3 Etiologi
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-perubahan
degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama
hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang
lama serta predisposisi herediter berperan dalam munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata, atau akibat pajanan
radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus rubella dapat mengalami katarak. Para
pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang kemungkinan besar disebabkan
oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90%
orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85 tahun daya
penglihatannya berkurang akibat katarak.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia
rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula
terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya
meliputi :
a)      Faktor keturunan.
b)      Cacat bawaan sejak lahir.
c)      Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d)     Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e)      Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
f)       Gangguan pertumbuhan.
g)      Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h)      Rokok dan Alkohol.
i)        Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
j)        Ketuaan (Katarak Senilis).
k)      Trauma.
l)        Penyakit mata lain (Uveitis).
m)    Penyakit sistemik (DM).
n)      Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal,
seperti German Measles).
o)      Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

2.1.3 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti
kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjng dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa,
misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta protein lensa normal terjadi
disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan
oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes melitus, namun merupakan konsekuensi
dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang
ketika seseorang memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen.

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju,
mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior
nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna
namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada
serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan
oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi
dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang
ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi
awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar
ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu lama.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
a)   Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat gangguan
perkembangan embrio intrauterin.
b)   Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma tumpul atau trauma
tajam yang menembus kapsul anterior.

c)   Katarak Sekunder


Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta
penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh
populasi secara umum.
d)     Katarak yang berkaitan dengan usia:
Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini,
yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular. Nuclear sclerosis merupakan
perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan
jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat
menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna
birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau
terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di
sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang,
serta pandangan baca menurun.
Pada keadaan umum tanpa memperhatiak causa keluhan yang sering ditemukan pada pasien
dengan gangguan katarak adalah sebagai berikut:
a)      Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu.
b)      Pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan
oftalmoskop.
c)      Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di
malam hari.
d)     Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
e)      Gatal – gatal pada mata dan air mata mudah keluar
f)       Pada malam hari penglihatan terganggu dan pandangan kabur yang tidak dapat dikoreksi
dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering berubah.
g)      Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari dan dapat melihat dobel pada satu mata
h)      Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap.
i)        Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat, akhirnya
reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.

2.1.5 Diagnostik Penunjang


Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis, maka A-
scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan di lakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000
sel/mm3, pasien merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi
Intra Okuler.
1)      Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan)
mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau vitreus humor, kesalahan
refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
2)      Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro vaskuler, massa
tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral, gloukoma.
3)      Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (Tekanan Intra Okuler) normalnya 12-
25 mmHg.
4)      Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu
memastikan diagnosa katarak.
5)      Darah lengkap, laju sedimentasi (Laju Endap Darah), menunjukkan anemia sistemik atau
infeksi.
6)      EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
7)      Tes toleransi glukosa, menunjukkan adanya atau kontrol diabetes (Marilyn E.
Doenges,2000)
8)      Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan oftalmoskopis,
maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat
diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel
endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan
implantasi inta okuler (Brunner & Suddarth, 2002)

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan penyulit, seperti glaucoma dan
uveitis.
a)      Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau fragmentasi
lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen dan penggantian lensa.
b)      Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja atau
keamanan.
Macam-macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain:
a)      Ekstraksi katarak intrakapsuler :
Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa di
angkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis.
b)      Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop
digunakan untuk melihat mata selama pembedahan.
c)      Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini memungkinkan pengambilan
lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk
memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan
insidensi astigmatisme pasca operasi.
d)     Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata, maka bila
lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini dapat dilakukan dengan salah satu
metode dari 3 metode yaitu:
1)      Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran
25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer spasial, membuat
benda-benda tampakak jauh lebih dekat dari yang sebenarnya.
2)      Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi pembesaran yang
bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi sferis, tidak ada penurunan lapang pandangan
dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
3)      Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal dan berat,
untuk mengobati penglihatan pasca operasi.

2.1.7 Komplikasi
a)      Endoftalmitis
b)      Edema kornea
c)      Distorsi atau terbukanya luka operasi
d)     Bilik mata depan dangkal
e)      Glaucoma
f)       Uveitis
g)      Dislokasi lensa intraokuler
h)      Perdarahan segmen anterior atau posterior
i)        Ablasio retina
j)        Sisa massa lensa
k)      Robek kapsul posterior
l)        Prolaps vitreous
DAFTAR PUSTAKA

Anonim A. (2011) Asuhan kepeperawatan Secara holistic Pada Pasien Pasca Operasi Katarak.
Dikutip dari http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2011/04/katarak.html.
Diakses tanggal 12 Juli 2011

Anonim B. (Agustus 2011) Perawatan dan pedoman Pencegahan Komplikasi Post Operasi
Katarak dan Perawatan Dirumah. Avaibable from http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?
doc_id=5180. Di akses tanggal 20 Juni 2011.

Anonim C. (2009) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Katarak Dan Gangguan Pada Sistem
Indra (Mata Jendela Hati). Available from http://www.Katarak.com/care/Surgery.20.cfm/35. Di
akses tanggal 12 Juni 2011

Carpenito L, Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan) EGC. Jakarta.

Doengoes, M. E. Moorhouse, Mf. Geissler. A. C. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian perawatan Pasien (terjemahan) Edisi 3, EGC. Jakarta.

Gaffar. L. Oj. (1999) Pengantar Keperawatan Profesional. EGC. Jakarta

Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid III. EGC. Jakarta

Oeswari E. (2000) Bedah dan Perawatannya. FKUI. Jakarta

Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan). Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2 (terjemahan)
EGC. Jakarta.

Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth
(terjemahan) Vol 3. EGC. Jakarta.

Soeparman, dkk. (2001) Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Underwood, J. C. E. (2000) Patologi Umum dan Sistemik (terjemahan) vol 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai