Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada akhir tahun 2019 virus corona ditemukan di daratan china tempatnya
di kota Wuhan pasar seafood, hingga saat ini seluruh dunia mengalami
dampaknya. Terkhusus di Indonesia mulai dari dampak perekonomian,
demografis, dan kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) memegang peranan
yang sangat krusial dalam suatu negara, organisasi, dan perusahaan.

Dalam menghadapi dampak dari pandemi covid-19, orang pertama yang


paling memberikan pengaruh adalah seorang pemimpin yang bertujuan untuk
memberikan arahan serta mengambil langkah-langkah yang di perlukan untuk
mengantisipasi pandemi ini. Jadi dari situasi pandemi seperti saat ini, bisa
memberikan kesempatan pembelajaran yang baik bagi para pemimpin/leaders
untuk meningkatkan kompetensinya mengenai kondisi-kondisi krisis yang sedang
terjadi.

Pemimpin memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting dalam


sebuah negara, organisasi, dan perusahaan. Jika dalam suatu negara tidak
memiliki pemimpin yang baik dalam memimpin maka tujuan akan sulit tercapai.
Faktor yang paling penting dalam kegiatan menggerakkan orang-orang lain untuk
menjalankan kegiatan administrasi adalah kepemimpinan (leadership). Sebab
kepemimpinan yang akan menentukan arah dan tujuan dari suatu kegiatan yang
akan dilaksanakan nantinya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah: "Bagaimana Membangun Karakter
Leadership Di Masa Pandemi Covid-19 ”

1
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini


adalah untuk mengetahui Pembangunan Karakter Leadership Di Masa Pandemi
Covid-19

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

1) Bagi civitas akademika Universitas Negeri Makassar sebagai informasi


tambahan bagi pembaca yang ingin mengetahui tentang Membangun
Karakter Leadership Di Masa Pandemi Covid-19 dan sebagai referensi
bagi peneliti selanjutnya dengan topik yang sejenis.
2) Bagi penulis sebagai pengalaman dan pengetahuan baru dalam
mempelajari Investasi.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kepemimpinan di Masa Pandemi Covid-19

Menurut Tead Terry Hoyt (dalam Kartono, 2003) kepemimpinan adalah


kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang
didasarkan pada kemampuan atau orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang
di inginkan kelompok.

Menurut Moejiono (2002) menganggap bahwa kepemimpinan tersebut


sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah karena pemimpin memiliki kualitas-
kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya.

Menurut Fiedler (1967) kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola


hubungan antara individu-individu yang akan menggunakan wewenang dan
pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk
mencapai tujuan.

Menurut Ott (1996) kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses


hubungan antar pribadi yang di dalamnya seseorang mempengaruhi sikap,
kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah


kemampuan yang dimiliki oleh seorang individu yang memberikan pengaruh
kepada sekelompok orang lain untuk melakukan suatu hal. Seorang pemimpin
tidak memiliki sifat, pemikiran, dan perilaku yang sama dalam melakukan
kepemimpinan.

2.2 Konsep Leadership yang Harus Diperhatikan Pemimpin

Berada di kondisi sulit, seperti di masa pandemi covid-19 ini menjadi


sebuah tantangan bagi para pemimpin. Berikut beberapa konsep leadership yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu:

1. Mega Thinking

3
Poin pertama yang harus diperhatikan para pemimpin adalah
kemampuan mereka dalam menerapkan penerapan yang strategis (strategic
thinking). Terdapat tiga jenis strategic thinking, yakni Mikro, Makro, dan
Mega. Seorang pemimpin dengan strategic thinking di level mikro hanya
berpikir mengenai perusahaan dan produk. Pemikirannya hanya mengacu
kepada “apa”, bukan mengenai “bagaimana” dan “mengapa”. Sementara,
seorang pemimpin dengan pemikiran makro, memiliki orientasi kepada
customer (output). Secara sederhana, pola kerja mereka mengacu pada
pemikiran “who wins the customer, wins the game”. Pemimpin dengan
pemikiran makro cenderung mengedepankan customer, tanpa memikirkan
perusahaan. Seorang leader yang baik, menurut Arief Yahya harus
memiliki kemampuan strategic thinking di level mega. Pasalnya,
pemimpin di level ini, bukan lagi sekadar memikirkan perusahaan maupun
customer, melainkan komunitas. Perusahaan-perusahaan besar di dunia,
seperti Google, Facebook, dan Alibaba menjadi contoh nyata dari mega
thinking. Ketika Facebook dibuat, Mark Zuckerberg tidak memikirkan diri
sendiri atau pun perusahaan yang ia bangun. Lebih dari itu, ia berpikir
ingin menciptakan kehidupan yang lebih baik dan mudah bagi setiap orang
ketika Facebook hadir. Google pun demikian. Mereka bisa sebesar ini
karena orientasi mereka untuk memberikan yang terbaik bagi komunitas.
Alibaba pun tak kalah mega. Perusahaan yang dipimpin Jack Ma
ini mendonasikan test kit ke Amerika Serikat yang merupakan rival perang
dagang China. Mega thinking merupakan aspek yang harus dimiliki
seorang leader. Mega thinking berdasarkan pada konsep spiritual, dan roh
yang berbicara. Roh yang konon diciptakan dari cahaya selalu membawa
kita ke arah yang tinggi sehingga mereka yang berpikir mega akan
menciptakan sesuatu yang besar.
2. Leader as a Father
Aspek kedua yang tidak kalah penting adalah konsep leader as a father.
Menurut Arief Yahya, seorang pemimpin harus memposisikan diri mereka
sebagai seorang ayah bagi karyawan mereka. Tidak ada yang lebih

4
membahagiakan seorang ayah dibandingkan melihat anaknya menjadi
lebih hebat, sukses, dan pintar dari mereka. Pemimpin pun demikian.
Mereka harus mampu menciptakan pemimpin-pemimpin lain yang jauh
lebih hebat. Jadi, jangan pernah merasa tersaingi oleh anak buah. Jadilah
seorang ayah yang senang melihat anak-anaknya lebih sukses. Bagaimana
ayah memperlakukan anaknya adalah apa yang harus kita lakukan
terhadap bawahan.
3. Energize People
Seorang pemimpin menurut Arief Yahya harus memiliki mimpi
besar yang akan meng-energize orang lain. Namun, mereka juga harus
memikirkan grand legacy lebih dulu. Hal pertama yang harus dipikirkan
seorang pemimpin adalah hal terakhir yang kelak diwariskannya. Jack
Welch, mantan CEO General Electric (GE) meyakini, terdapat empat hal
yang harus dimiliki oleh para pemimpin. Ia merangkumnya ke dalam 4E
(Energy, Energize, Edge, Execute). Energi tersebut timbul dari spirit yang
dimiliki oleh pemimpin. Jack Welch menyebut ini sebagai passion.
4. Invest in People
Poin ini merupakan hal yang jarang dipahami oleh para pemimpin.
Apalagi, di tengah situasi sulit seperti pandemi saat ini. Banyak pemimpin
yang mungkin dilema. Di satu sisi, ingin mempertahankan karyawan
mereka, namun di sisi lain persoalan cashflow perusahaan juga perlu
dijaga. Menurut Arief Yahya, pemimpin yang baik tak boleh
mengorbankan orang-orang di dalam perusahaan tersebut. Belajar dari
pengalaman Alibaba atau pun Google, perusahaan yang mempertahankan
karyawan mereka disaat sulit justru bisa menjadi perusahaan terbesar di
dunia.

2.3. Gaya Kepemimpinan

Ada 3 gaya kepemimpinan yang dapat dijadikan acuan bagi kita sebagai
leaders dalam situasi covid 19 yaitu:

1. Peka

5
Pemimpin yang peka adalah pemimpin yang tersentuh hati
nuraninya oleh suatu keadaan baik itu yang dialami oleh orang maupun
oleh suatu keadaan lingkungan hidup. Pemimpin yang peka dengan situasi
yang dialami oleh orang, adalah pemimpin yang bisa menghargai pegawai
atau bawahan yang setara dengan kita. Dia peka dengan situasi yang
dialami oleh orang lain dan kerena itu pemimpin itu terpanggil untuk cepat
tanggap terhadap apa yang telah terjadi disekitarnya.
Dalam situasi covid 19 seorang pimpinan akan segera melihat apa
yang sebenarnya terjadi, apa dampak kepada bawahannya dan
lembaganya, bagaimana jalan keluar terhadap situasi seperti ini, sehingga
kepekaannya terhadap situasi mampu mendorong pemimpin membuat
kebijakan yang sangat manusiawi demi lancarnya perjalanan lembaganya.
Ketidakpekaan seorang pemimpin terhadap situasi pandemi covid-19 akan
melahirkan ketidakpedulian kepada nasib bawahannya dan keluarganya
yang sedang berjuang melawan wabah yang terjadi.
Langkah awal yang dapat dilakukan dengan berusaha mengenali
adanya suffer (penderitaan) di sekitar kita. Berusahalah untuk menjadi
lebih peka atas apa yang terjadi di sekeliling kita.
Peka terhadap situasi merupakan gaya kepemimpinan yang tepat
dalam masa pandemi covid 19 saat ini. Situasi pandemi ini adalah situasi
yang sangat challenging bagi semua lembaga. Namun demikian, saat ini
bukanlah saat yang tepat untuk bicara mengenai target dan prestasi. Ini
saatnya memikirkan mengenai “orang”, yaitu pegawai kita, pencari
keadilan, aparat pengadilan, keluarga besar aparatur pengadilan. Kepekaan
ini akan meningkatkan moralitas bawahan dan meningkatkan kepercayaan
bawahan terhadap pimpinannya. Pemimpin terbaik adalah pemimpin yang
bekerja tanpa mengorbankan orang di sekitarnya.
2. Empati
Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional
orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan
mengambil perspektif orang lain. Empati adalah kemampuan dengan

6
berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas,
berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong
sesama, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain,
mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis
antara diri dan orang lain. Empati seorang pemimpin adalah upaya serius
untuk memahami persoalan dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya,
dan berdasarkan hasil penyelaman itulah sang pemimpin berusaha secara
adil dan bijak merumuskan kebijakan untuk merespon dan memenuhi
aspirasi tersebut. Sebagian leader di dalam Lembaga merasa terlalu sibuk
dikejar deadline dan target lembaga, sehingga mereka merasa
mendengarkan keluhan karyawan adalah membuang waktu. Dalam masa
pandemi ini, sebagian leader merasa ini adalah saat yang tepat untuk
memberikan atensi secara tulus, sebagian yang lain, merasa bahwa ini
adalah saat yang tepat menekan karyawan agar mereka lebih lagi
berkontribusi, no time for listening to their sad stories.
Empati sering dianggap sulit untuk diterapkan dalam organisasi
atau. Keinginan atasan untuk memberi atensi lebih pada karyawan atau
bawahnnya sering terhambat dengan tingginya pressure dan ketakutan
tidak tercapainya target Lembaga seperti misalnya SIPP dan lainnya.
Alain Hunkins menyatakan bahwa ini saatnya menjadi exceedingly
human, memberikan penekanan extra untuk memanusiakan manusia.
Fokus pada orang lalu tugas menjadi yang nomor berikutnya. bahwa
“trust” menjadi ingredient yang sangat penting, percayalah setiap orang
akan berbuat yang terbaik untuk lembaga.
3. Solutif
Seorang pemimpin dalam situasi covid-19 harusnya memiliki gaya
Solutif yaitu selalu mencari jalan keluar terhadap permasalahan-
permasalahan yang dihadapi organisasi atau lembaganya. Adapun
permasalahan yang harus di carikan solusi pada masa pandemi
virus covid-19 adalah:
 bagaimana pekerjaan dan tugas tetap bisa berjalan dengan baik ?

7
 bagaimana karyawan atau bawahan tetap sehat dan tidak terjangkit
virus covid-19 ?
 bagaimana menjamin kebutuhan pegawai selama melaksanakan
Work From Home ?
 bagaimana membuat kebijakan yang membahagiakan pegawai agar
sistem imun tubuhnya tetap terjaga ?

Pemimpin Solutif dapat membaca struktur masalah dan memetakannya ke

dalam tahapan-tahapan pemecahan dalam mencari jalan keluar/solusi. Pemimpin


Solutif tidak mudah panik. Ia mencerna pesoalan-persoalan di hadapannya dengan
jernih. Karena ia menyadari bahwa persoalan yang datang

sebuah keniscayaan. Pemimpin Solutif bukanlah penghibur yang hanya


memberikan janji dan angan-angan belaka. Ia bekerja dengan keras untuk
memberikan amal dan kerja terbaik, dipuji ataupun tidak.

4. Evaluatif
Evaluatif merupakan sebuah gaya atau karakter dimana pemimpin rutin
melakukan evaluasi terhadap kinerja dan aktivitas selama masa pandemic
covid. Banyak orang yang meremehkan pentingnya melakukan evaluasi
setelah proses pencapaian target dilakukan, padahal evaluasi merupakan
salah satu cara yang paling efektif dalam meminimalisir kerugian, dan
terjadinya hal-hal diluar prediksi.
Memang bukan suatu hal yang mudah untuk membiasakan diri
melakukan evaluasi, karena bagi sebagian orang, hal yang sudah terjadi
biarlah terjadi, sehingga seringkali kesalahan atau mungkin kekurangan
dalam proses terabaikan, dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.
pemimpin yang evaluatif akan selalu mereview setiap program dan
mengevaluasi semua rencana yang sedang dijalankannya. Mereka juga
tidak pernah takut untuk melakukan sebuah perubahan bila ternyata
program yang dijalankan tidak berjalan dengan baik atau bahkan gagal.
Makin sering melakukan evaluasi, ini akan membuatnya makin teliti.

8
Karakter dan kompetensi seorang pemimpin akan terlihat secara
terang benderang ketika ia dihadapkan pada masalah. COVID-19 adalah
masalah yang sangat serius. Penyebarannya luar biasa cepat. Tingkat
kematiannya tinggi. Dampak sosial-ekonominya dahsyat. Ini akan dapat
mengukur seorang pemimpin dengan melihat cara ia menghadapinya.
Waktunya teramat singkat, tak sempat lagi pemimpin bersolek. Buzzer
terbatas ruang geraknya. Isu COVID-19 begitu cepat dan massif. Second
to second. Tak akan tertandingi oleh isu lain. Semua akan fokus. Melihat
isu ini. Juga melihat bagaimana pemimpin mereka menyelesaikannya.
Dari kasus COVID-19, akan terlihat mana pemimpin yang berkompeten,
dan mana yang tak berkompeten. Ia eksepsional person, atau holder of
eksepsional position. Ia pemimpin asli, atau hanya boneka. Ini berlaku di
semua lembaga.
Pertama, sejauhmana seorang pemimpin peka terhadap masalah.
Ini hal yang paling mendasar dan prinsip. Kalau tidak peka terhadap
masalah, bagaimana mungkin ia bisa dengan cepat mengetahui dan
mencari solusinya? Dengan peka terhadap situasi dan masalah maka
pemimpin bisa mengambil langkah antisipasi yang disiapkan pemimpin
itu. Cenderung cepat atau lambat. Serius, atau sekedarnya saja. Ini soal
komitmen.
Kedua, bagaimana pemimpin bisa berempati yang bisa merasakan
apa yang dirasakan karyawan/bawahannya dalam menghadapi masalah
covid 19 tersebut, ada emosi yang menyentuh perasaan, pemimpin bisa
hadir sebagai saudara, sahabat dan juga teman yang selalu pedui dengan
pegawai, sehingga tercipta situasi dimana pegawai percaya dan yakin
karena pemimpinnya hadir di tengah-tengah mereka. seorang pemimpin
itu bisa ikut merasakan apa yang dirasakan pegawainya atau bawahannya.
Ada empati yang bisa dirasakan oleh mereka yang bekerja jauh dari
keluarga.
Ketiga, bagaimana pemimpin bisa memberikan solusi yang terbaik
bisa menggerakkan dan mengkonsolidasikan semua kekuatan dan potensi

9
di bawah otoritasnya. Sinergi bawahan ada di tangan pemimpin. Kalau
bawahan jalan sendiri-sendiri, bahkan malah bertabrakan, ini indikator
bahwa kepemimpinannya gak jalan. Pemimpin yang bisa memberikan
solusi yang manusiawi dan bersahabat kepada pegawai dan lembaganya
dalam menghadapi masalah pandemic covid 19.
Keempat, bagaimana pemimpin harus memiliki gaya
kepemimpinan yang evaluative, mengevaluasi seluruh kebijakannya
karena yang dihadapi sekarang adalah situasinya berbeda kemudiang
menentukan Langkah selanjutnya. Mengevaluasi setiap Langkah dan
bahkan mengevaluasi kebijakan yang akan dibuat, apakah kebijakan
tersebut membawa dampak yang baik terhadap pegawai dan lembaganya
atau bahkan sebaliknya.
Empat hal ini akan menjadi seleksi alam, apakah para pemimpin
itu eksepsional person, sungguh-sungguh seorang pemimpin, atau holder
of eksepsional position, para pemimpin pajangan.

2.4 Karakter Pemimpin (Leadership Chracteristic)

1. Self Managing
Sulit untuk mengelola orang lain secara efektif jika kita tidak dapat
mengelola diri sendiri. Self managing berarti mampu memprioritaskan
tujuan kita sendiri dan bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut.
Sebagai pemimpin yang efektif, kita harus dapat mengatur waktu,
perhatian, dan emosi, sambil tetap sadar akan kekuatan dan kelemahan diri
kita sendiri.
2. Bertindak Strategis
Menurut laporan Harvard Business Publishing, “Para pemimpin harus
selalu siap untuk menyesuaikan strategi mereka dalam menangkap peluang
yang muncul atau mengatasi tantangan yang tidak terduga.” Berpikir
secara strategis adalah proses berkelanjutan yang melibatkan penilaian
terhadap lingkungan bisnis Anda.
3. Menjadi Komunikator yang Efektif

10
Para pemimpin yang hebat tahu kapan harus berbicara dan kapan harus
mendengarkan. Mereka adalah komunikator yang efektif dan mampu
menjelaskan dengan lengkap dan ringkas kepada karyawan mereka, mulai
dari tujuan organisasi hingga tugas tertentu. Jika orang tidak memahami
harapan Anda, maka mereka akan gagal dalam melaksanakan tugasnya.
Semakin spesifik Anda, semakin baik.
4. Menjadi Akuntabel dan Bertanggung Jawab
Pemimpin akan menghargai pentingnya mendukung dan mendorong
individualitas, serta memahami struktur organisasi dan kebutuhan untuk
mengikuti aturan dan kebijakan. Mereka mampu menyeimbangkan
berbagai perspektif seraya mengambil tindakan yang tepat.
5. Menetapkan Sasaran yang Jelas
Jika Anda memancarkan antusiasme dan benar-benar bersemangat dengan
apa yang Anda lakukan, maka orang-orang akan secara alami tertarik
kepada Anda. Ingatlah bahwa menuliskan sasaran Anda adalah kunci
keberhasilan Anda dan perusahaan Anda. Tetapi, untuk mencapai sasaran
itu membutuhkan waktu. Jika Anda menyerah, maka semua orang di
sekitar Anda juga akan menyerah.
6. Memiliki Visi untuk Masa Depan
Pemimpin yang luar biasa memiliki kemampuan untuk melihat masa
depan perusahaan dan membuat tujuan yang jelas dan konkret yang akan
menguntungkan organisasi. Menjadi visioner berarti memahami bahwa
perubahan terus-menerus terjadi di sekitar Anda. Berlatihlah untuk dapat
beradaptasi dan gesit ketika Anda menerapkan strategi baru dan
memungkinkan bisnis Anda berkembang seiring waktu.

11
BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini kajian untuk membangun karakter leadership di masa


pandemi covid-19 dilakukan melalui metode kualitatif secara naratif dengan
menggunakan referensi kajian berbagai literatur, kemudian dikomparasi dengan
studi kasus penerapan yang sudah dilakukan.

Analisa naratif sebagai metode dalam penelitian ini digunakan untuk


membantu memahami, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai definisi terkait
karakteristik leadership atau kepemimpinan, maupun aspek sosio kultural bangsa
Indonesia.

Tahapan analisa menggunakan metodologi penelitian yang dipilih


merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan sehingga hasil analisa yang
sistematik bisa diperoleh serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dengan menggunakan metode studi kasus, penelitian yang dilakukan berfokus
pada karakteristik kepemimpinan pada masa pandemi yang dilakukan oleh krisis
leader aktual di Indonesia.

12
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budaya Indonesia sangat kental dengan budaya paternalisme.


Sebagaimana disampaikan oleh Agus Dwiyanto dan Bevaola Kusumasari dalam
penelitiannya yang berjudul “A Comparative Research Project on Rural Public
Service and Local-Level Civil Service Reforms” budaya paternalisme dapat
tumbuh subur di Indonesia karena dipengaruhi oleh kultur feodal pada sebagian
besar wilayahnya yang merupakan bekas wilayah kerajaan. Budaya paternalisme
ini ternyata juga mengakar kuat pada sistem birokrasi di Indonesia yang hierarkis
dan tertutup serta menuntut seseorang untuk dapat pandai

menempatkan diri dalam sistem kemasyarakatan. Pada budaya ini terdapat nilai

tentang pentingnya peranan atasan dalam memberikan perlindungan terhadap


bawahan. Oleh karena itu pada kondisi krisis sebagai dampak pandemi Covid-19
ini, dalam masyarakat paternalistis seperti di Indonesia akan melihat pimpinan
tertinggi negara ini, yaitu Presiden, sebagai patron untuk memberikan
perlindungan, arahan, serta memimpin langsung di depan dalam penanggulangan
pandemi covid-19. Pada pembahasan sebelumnya sudah disampaikan bahwa
seorang Crisis Leader harus mempunyai karakteristik pragmatis; cepat bereaksi
terhadap perubahan (responsive); tegas dalam menerapkan compliance termasuk

untuk jadwal (schedule) melalui skema performance management (rewards and

consequences); dan mempunya artikulasi yang baik dalam menyampaikan


komunikasi sehingga dapat meningkatkan kepercayaan para pemangku
kepentingan baik dari internal maupun eksternal.

13
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Model kepemimpinan yang dibutuhkan pada saat terjadi krisis merupakan


model kepemimpinan yang spesifik, karena menurut Gene Klann kondisi krisis
dapat memisahkan antara pemimpin yang efektif dengan pemimpin yang tidak
efektif sehingga penanganan kondisi krisis juga hanya akan efektif dilakukan oleh
pemimpin dengan serangkaian kualifikasi dan karakteristik tertentu.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan maka saran yang dapat


diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sampel yang lebih besar


sehingga hasil yang akan dihasilkan lebih menyakinkan.

2. Penelitian ini hanya menggunakan sedikit variabel terikat sehingga untuk


penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah dan mengubah variabel-
variabel terutama yang berkaitan dengan kemajuan teknologi dan informasi yang
telah ada kemudian dikembangkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asbari, M., Novitasari, D., Gazali, Silitonga, N., & Pebrina, E. T. (2020). Analisis Kesiapan
untuk Berubah di Masa Pandemi Covid-19: Studi Pengaruh Kepemimpinan
Transformasi Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Ekonomi & Manajemen,
Volume 18, No.2, 147-159.

Bendriyanti, R. P., & Dewi, C. (2019). Membangun Leadership yang Kokoh di masa Work
From Home Pandemi Covid 19. Jurnal Epusnas Volume 2, No. 3, 33-36.

Hasanah, S. M. (2020). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu


Pembelajaran Di Era Pandemi Covid 19. International Journal of Educational
Resources volume 01, No 03, 257-279.

Sudika, I. W. (2020). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Pada Era Revolusi Industri 4.0
dan Pandemi Covid 19. Jurnal Pendidikan Dasar, Volume 1 No, 2, 113-124.

Utomo, D. W., & Hanita, M. (2019). Strategi Kepemimpinan Krisis Dalam Menanggulangi
Pandemi Covid-19 Untuk Memastikan Ketahanan Nasional. Jurnal National
Resilience, Volume 8 No. 2, 208-226.

15

Anda mungkin juga menyukai