Anda di halaman 1dari 239
Ae! ker Fearaenn”, HAKIM DAN PUTUSAN HAKIM Suatu Studi Perilaku Hukum Hakim Bismar Siregar TESIS Disusun Dalam Rangka MemenuhiPersyaratan Program Magister Iimu Hukum Oleh: Antonius Sudirman Pembimbing: Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG | 1999 HAKIM DAN PUTUSAN HAKIM Suatu Studi Perilaku Hukum Hakim Bismar Siregar Disusun oleh : ANTONIUVS SUDIRMAN NIM. B002.95,0119 Dipertabankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal: 12 Juli 1999 Tesis ini telah diterima sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar ‘Magister Imm Hukum Pej imabing V, ea Eee Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH. SS —Pfof. Dr. Barda Nawavl Arief, S.H. NIP. 130 219 406 NIP. 130350519, KATA PENGANTAR Paji syukur dihaturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia serta bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, yang meskipun masih jauh dari kesempurnaan, Penulis menyadari sepenubnya bahwa dalam menyelesaikan dan menyusun tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihok. Oleh karena itu berat rasanya apsbila ueapan terima kasih ini tidak penulis sampaikan pada kesempatan ini. Ucapan terima kesih yang sedatam-dalamnya penulis haturkan kepada: 1. Prof Dr. Barda Nawawi Arief, SH., Ketun Program Strata Dua (S-2) bidang Inu ukum Universitas Diponegoro Semarang, yang memberikan kesempatan bagi penulis monyolesaitan studi dengan memberikan segala kemudahan, 2. Prof. Dr. Saljipto Rahardjo, SH, yang bertindak sobagai pembimbing penulis, yang dengan arif dan bijak membimbing, mengorahkan dan mendorong penulis dalam menyusun tesis ini 3. Prof. Purwahid Patrik, SH, dan Prof, Ronny Hanitijo Soemitro, SH, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini melalui forum review proposal. 4, Seluruh dosen program S-2 Imu Hukum UNDIP Semarang yang telah mengajar dan mendidik penulis. 5. Rektor Universitas Atma Jaya Ujung Pandang yang telah memberikan dukungan suoril kepada penulis, baik berupa nasehat mavpun doa selama menempuh pendidikan S-2 mu Hukum UNDIP Semarang. 10. i. 12. 13. Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Ujung alas segala dorongannya sehingga penulis tergugah hati untuk segera menyelesaikan studi, Mgr. Dr. John Liku Ada’ Pr. Uskup Agung Keuskupan Agung Ujung Pandang yang telah memberikan dukungan moril dan materiil pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis, Prof Bismar Siregar, SH., yang telah memberikan kesempaton kepada penulis untuk mewawancarai beliau dan alas segala bantuannya berupa data-data penunjang penvlisan tesis ini. Untuk segenap informen yang tidak dapat disebutkan namanya satu demi satu, yang turut membantu penulis dalam memberikan informasi dengan sesungguhnya sehingga penulisan tesis ini berjalan dengan lancar. Frans J, Rengka, SH.,MH. dan Bernard L, ‘Tanya, SH., MH, Consilianus Laos Mbato, MA, Sri Pudjatmoko, SH dan Mandsru Frimensius, SH selnku sandara sekaligus sahabat yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka penulisan tesis ini. Eko Soponyono, SH., MH. yang telah memberikan masukan kepada penulis melalui wawancera penulie dengen Adi Andojo Soetjipto, SH. Jadi, kehadiran beberapa hakim yang jujur di antaranya sebagaimana disebutkan di depan memberikan secercah harapan bagi kita bahwa pengadilan kita belum hanour sama sekali dan masih bahkan selalu berperan netrat atau tidak memihak kekuaian tertentu torutama kaum yang kuat (powerfull). Yang hancur dan tidak bersifat netral adalah oknura- oknum hakim yang hati nuraninya lemah yang selalu memanfaatkan lembaga yang suci itu untuk membela kepentingan yang kuat dan mengorbankan kepentingan pibak yang lemah (powerless). Berdasarkan kenyataan-kenyataan di depan, maka sangat sulit bagi kita untuk menggeneralisasikan bahwa semua hakim Indonesia memiliki tipe yang sama molainkan terdiri dari berbagai macam tipe antara lain: ada yang berperan sebagai abdi (budak) nafu akan kekuasaan, jabatan dan harta untuk kepentingan diri sendiri; darvatax ada yang bertindak sebagai abdi (alat) penguasa dan kaum "powerfull" untuk membela kepentingan mereka dalam setiap proses peracilan, dan/atan ada yang berperan sebagai abdi (corong) dari perkataan undang-undang (letterlmechten der wet) semata, Dan ada yang memiliki tipe yang luhur yakni sebagai abdi pada keadilan. Muneulnya tipo hakim yang mengedepankan hati nuraninya sebagaimana dikemukakan di depan menggugah niat dan semangat penulis untuk mengadakan penelitian. ‘Namun penelitian ini tidak ditujukan kepada bebernpa hakim melainkan terfokus kepada mantan hakim agung pada Mahkameh Agung RI, Bismar Siregar, Dalam rangka itu maka judu! penelitian ini diramuskan, Hakim dan Putusan Hakim Suatu Studi Perilaku Hukum ‘Hakim Bismar Siregar. Bortitik tolok dari judul penelition sebagaimana dikemukakan di depan muncul beberapa petanyaan. Pertama, apa dasar pertimbangan sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu hukum perilaku (behavioral jurisprudence)? Kedua, mengapa penelitian ini terfokeus pada perilala hukum hokim Bismar Siregar? Menjavab pertanyaan pertama, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa sejanh Pengamatan penulis masih kurang minat bahkan mungkin tidak ada sama sekali minat para yuris Indonesia untuk meneliti tingkah laku hakim Indonesia dari optik sosiologie khususnya ilmu hukum perilaku (behavioral jurisprudence)’ Selama ini perhatian kita lebih dititikberatkan pada penelitian hukum tradisional dengan pendekatan normatif-dogmatis. Itulah sebabnya maka penulis meneliti tingkah Jaku hukum hakim Bismar Siregar dari sudut pandang ilmu bukum perilatu, Dalam konteks global pada hakikatnya penelitian tentang tingkah taku hakim dari perspeltif ilmu hukum perilaku bukanlah suatu yang baru, Pendekatan ini sudah diterapkan di dunia barat pada sekitar pertengahan bad ke 20 ini, Keadaan ini dengan jelas dikemukakan Soerjono Soekanto," bahwa pada pertengahan tahun 1950, muncullah pendekatan yang bersifat perikelakuan, yang momberikan sorotan terhadep dimensi sosio- psilologi dari keputusan-keputusan hakim. Masalah yang disoroti adalah misalnya sampai seberapa jauhkah sistem kepercayaan dan sikap-sikap hakim mempongaruhi keputusan- keputusannya, Selain daripada itu juga ditelaah, apakah hubungan-hubungnn yang bersifat “ Istileh behavioral jurisprudence (iin hukum perilakeu) pertama kali diperkenalkan oleh Glendon Schubert elern bukunya yang berjudul, Fhaman. Lawas Political Scienze yang tebit tahun 1975. 7 Satjipto Rahardjo mengemukekan bahwa di Indonesis ‘eurang atau bahken mungkin sara sekali tidak menaruh perhatian pada Kerakteristike yang melekat pada hakim, seperti latar belakong percrangannya, pendidikennya serta keadam-keadaan korkret yang dihadapinya pada waktu akan membuat sustu kepubusan (Rahsrdjo, Hukun den Masyarakat, Bendung: Angksss, 1980, 57) i Soerjone Scekanto, Kegunaan Sosictogi Hukwun Bagi Kalangan Hulaum, Bandung, Citra Aditya Batti, 1989, 109-110. pribadi juga mempengaruhi keputusan-keputusan hakim, Dengan demikian, maka data yang diteliti adsloh terutama yang menyangkut dengan latar belokang kehidupan Keluargn, pendidikan, pengalaman-pengalaman dalam Kejujuran, afiliasi-afliasi politik dan seterusnya. Salah satu negara yang mejadi pelopor penelitian tersebut adalah Amerika Serif. Hal ini dilukiskan dengan jelas oleh Satjipto Rahardjo,” yang mengemukakan bahwa, di ‘Amerika Serikat, misalnya, sosiologi pengaditon mengerahkan kepada usia hakim, wama kculit (negro atan Kulit putit) dan agama (Protestan, Katolik dan Yahudi). Pechatian terhadop variabel-veriabel tersebut didasarkan pada penelitian jangka panjang yang akhimya menemukan bahwn hokim dengan usia, ras dan agania tertentu cendorung untuk memutus berdasarkan pola tertentu pula. mu hukum yang memberikan perhatian terhadap fenomena tersebut adalah behavioral jurispradence (ima hukum pera). Hal yang sama dapat dibaca dalasn tulisn Glendon Schubert, yang berjudul, “Human Jurisprudence, Public’ Law as Political Science”. Schubert,” mengemukakan bahwa pada tahun 1961 Peltason melaksonakan penelitian lapangan terhadap sikap-sikap dan latar belakang sosial $8 hnkim distrik federal Amerika Serikat, ‘Tetapi sebelum itu setidek-tideknya ada 12 imawan politik Iain yang secara aktif dalam penelitian Iain, termasuk Schmidhauser dan Nagel yang meneliti tentang Intar belakang hakim; Tanenhaus dan Ulmer serta Spaeth mulai molakukan skala pengukuran sikap pengadilan, Danelski ° Xommpas, 1 Agustus 1966,h. 4. "9 Glendon Schubert, Hunan Rurispnedence, Public Law as Politioal Science, Honolulu; The University Press of Hawai, 1975,h. 5. meneliti ideologi pengadilan; Kort, mengadaken analisa mengenai pendapat-pendapat pengadilan sebagai basis untuk memprediksi keputusan-keputusan secara kuantitatif dan Schubert sendiri melibatkan diri dalarn kegiatan ekperimental dalam semua arah di atas. Penelitian tentang perilaku hakim tersebut, juga diterapkan di beberapa negara Eropa, seperti Jerman,"' Inggris,"? dan Spanyol.” Khusus untuk negara Jerman, dipelopori oleh Ralf Dahrendorf yang terkenal dengan penelitiannya tentang latar belakang hakim, yang dilekukan pada tahun 1960-an. Berdasarkan hasil penelitiannya, Dahrendorf menyimpulkan bahwa latar belakang hakim sebagai penyebab terjadinya konservatisme politik para hakim." ‘Menurut Setjipto Rahardjo,'> kesimpulan yang ditarik oleh Dahrendorf tersebut, tampaknya patut digolongkan ke dalam karakteristik ilmu hukum perilaku yang menghendaki agar orang memperhatiken pula nifai-nilai apa yang lebih dintamakan oleh hakim dalam péngambilan ioooaieen dan bagaimanakeh keputusan-keputusan itu mempengaruhi perilaku yang lain, Uraian tersebut di depan menunjukkan bahwa penelitian tentang tingkah laku hakim berdasarkan pendekatan ilmu hukum perilaku (behavioral jurisprudence) telah berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan di beberapa negara Eropa, Sementara di Indonesia 1 Ronny Hanitijo Soemitro, Perspeltif Sosiat dalam Permahaman Masalah-Masalah Hider, Semarang, Agung Press, 1989, h. 55. pid Dhid 4’ satjipto Rahardjo, Beberapa Pemiiran Tentang Anoangan Antar Disiplin Dalam Pambinaan Hida ‘Nasional, Bandung; CV. Siner Barv, 1985, h. 84 ‘3 id h 85. penelitian tersebut merupakan Kabar angin eaja bagi kaum yuris kita, Menyadari hal tersebut maka penulis memberanilcan diri untuk meneliti tingkah taku hakim dari sudut pandang ilmu ‘hukum perilaku. Diharapkan agar penelitian ini dijadiken titik tongeak untuk mengerjakan salah satu tugas besar kita sobagai shli hukum Indonesia yakni pengkajian hukum dan pengadilan secara interdisipliner. Maksudnya, hukum dan pengadilan tidak hanya dikaji dari disiplin immu hukum dogmatis tetapi juga dapat dikaji dari disiplin ilmu-ilmu lain seperti imu sosiologi, ilmu hukum perileku dan psikologi. ‘Menjawab pertanyaan kedua, secara hipotesis dapat dikatakan bahwa Bismar Siregar adalsh salah seorang hakim yang mengabdi kepada keadilan yang sesuai dengan hati nurani, bukan kendilan menurut perkatann Undang-undang (letterknechten der wet) semata, menurut vorsi penguasa ataukah menurut kaum “powerfidl". Saljipto Rahardjo, pernah mengemukakan, Bismar Siregar termasuk tipe hakim yang mengutamakan suara hati nuraninya dari pada suera-suara yang Inin'*, Hal ini tercermin dalam pernyataan Bismar Siregar,”” sebagai beril hati nuraniku berucap bohwa itulsh yang adil dan tepat menjadi keputusan, Aku tidak : "Aku tidak menghindari caci, cerca dan celaan sesama, sepanjang, mempertanggungjawabkan keputusan kepada secama, tetapi yang utama kepada Tubankn, hati nuranik, baru kepada yang lain". Selain alasan tersebut, juga Kerena Bismar Siregar adalah saleh scorang hakim Indonesia -kalmm tidak mau disebutkan eatu-satunya- yang memiliki kemampuan dan 8 Kompas, loc.cit. © Bismar Sireger, Bunga Rampai Hukwm dar Islam, Jakarta: Grafikatama Jaya, 1992,h. 8. Hindu, Budha) untuk diterapkan dalam putusan-putusannya. Misalnya masalah persetubuhan antara pria dan wanita dewasa yang didasari atas suka sama suka. Menurut hukum pidana formal perbuatan tersebut tidak dapat dihukum karena dilakukan oleh orang- orang dewasa yang didaseri atas suka sama suka. Tetapi bagi Bismar Siregar perbuatan tersebut patut dihukum dengan merujuk pada nilai ilai agama. Untuk jelannya penulis mengutip pendapat Bismar Siregar'® sebagai berikut. ” ... Bukan mau mengada-ada tetapi karena sudah yakin benar hukum dan keadilan harus sejiwa dan sejalan dengan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa, sumber hukumnya adalah syarint Isiam yang tidak membenarkan adanya perzinaan dalam bentuk apapun, Bahkan demikianlah Islam membenci perzinaan itu sehingga tidak disebut dengan jangan berzina, totapi jangan mendekati zinal Mendekati saja pun dilarang, apalagi berbuat. ‘Menarik garis hukum dari yang demikian itulah ditetapkan tanggung jawab, yang tidak membensrkan apa pun alasan menghalalkan perzinaan”, Alasan lain adalah Bismar Siregar tergolong hakim yang visioner yaleni hakim yang mempunyai keberanian moral untuk menerobos perundang-undangan yang dirasakan sudah ketinggalan jaman, Sehubungan dengan itu Bismar Siregar peraaht mengemukakan, "Patut kita bersyukur masih ada orang yang berani mengemukakan pandangannya, walaupun dengan resiko sehingga otak tidak membeku dengan tetap bertahan kepada rumusan KUBP werisan yang sudah lebih satu abad itu dan kita tentu sependapat banyak yang perlu diperbaharui”, 28 piernar Sineger, Berbaga! Sept Huluon Dan Perkombarganrya Dalam Masyarakat, Banding: Alumni, 1983, h 55, 1 Ibid, b. 54, Berdasarken uraian di depan diperoleh gambaran bahwa Bismar Siregar adalah tipe hakim yang memiliki kecenderungan yang luhur yakni selalu berupaya untuk menegakkan keaditan berdasarkan Ketuhanan Yang Mahacsa sesuai dengan bunyi Pasal 4 ayat (1) UU No. 14/1970 sebagaimana terkutip di dopan, Itulch sebabnya penulis merasa terpanggil untuk meneliti secara Khusve tingkah Inka hokum hakim Bismar Siregar dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum perilaku (behavioral jurisprudence). Akhimya melalui penetitian ini terungkep motivasi yang mendasari perilaky hukum hakim Bismar Siregar, terutama sikap-sikapnya, Dan juga dapat terungkap variabel-variabel yang mompengaruhi sikap-sikapnya yang pada akhirnya juga turut mempengarubi tingkah laku hukumnye atau keputusannya, B, Perumusan Masalah Bordasarkan uraian pada lotar belakang di depan, dapatlah dikemukakan bahwa fokus utama dalam penelitian ini adalah faktor hakim sebagai manusia atau manusia sebagai hakim. Dengan demikian maka masalsh pokok yang perli dikaji adalah, Bogaimana snenjelaskan smengopa Bierar Siregar momiliki sikap-sikap dan tingkah Iaku hukum seperti yang ditunjukkannya seloma ini. Berkaitan dengan maselsh pokok tersebut di depan maka beberapa pertanyaan prinsip yang perlu dipersoalkan dalam ponelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kecenderungan sikap-sikap dan pemikiran Bismar Siregar? 2. Paktor-faktor apa yang mempengaruhi_sikap-sikap dan pemikiran Bismar Siregar? 3. Bagaimana pengaruh sikep-sikep dan pemikiran Bismar Siregar terhadap tingkah taku hukurnnya? C. Tujuan Penelitian Secara umum penclitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban atas permasalahan pokok sebagaimana dirumuskan di depan. Tetepi secara khusus tujuan penolitian ini adalah sebagai berikut, a) Untuk megetahui kecenderungan sikap-sikep dan pemikiran Bismar Siregar. b) Untuk mengetahui faltor-faktor yang mempengaruhi sikap-sikap dan pemikiran Biemar Siregar. e) Untuk mengetahui pengaruh sikap-sikap dan pemikiran Bismar Siregar tethadap tingkah Teka bukumnya. D. Kontribusi Penelitian ‘Secara gris besar kontribusi penelitian ini terdiri dari 2 (dua) jenis yakni teoritis dan prakiis, Kedua hal tersebut adalah sebagai berikut a Kontribusi teoritis 1. Penelitian ini memberikan masukan berupa konsep, metode dan teori baru yang, dibangun dari folta empiris dalam rangka pengembangan imu hukum, dan dalam upaya memahami dan menganalisis perilaku hukum hakim di pengadilan 2. Penelitian ini juga mendeskripsikan dan menjelaskan secara ilmish dan memadai tentang sikap-sikap dan tingkah laku hukum hakim Bismar Siregar. b. Kontribusi praktis-pragmatis 1, Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya Departemen Kehakiman, Mahkamah Agung dan Pengadilan dalam rangka penerimaan, perekrutan dan pembinaan para hakim. 2. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para hakim dalam pembinaan kepribadian dan dalam pengambilan keputusan mengadili. 3. Scbagai bean snasukan bagi mnsyerakat untuk mengetahui figur hakim yang didambakan, untuk kemudian mungkin dapat dijadikan patokan dalam rangka pembinaan generasi amuda yang berkualites, baik kualitas ilmu maupun kualitas moral. 4, Sebagai wahana informasi ilmich bagi pembaca khusunya yang berminat dalam mengembangkan penelitian ini lebih lanjut. EB. Kerangka Teoritis Ada beberapa macam cara yang ditempuh dalam mengkaji putusan pengadilan atau putusan hakim, Dalam pembshasan ini skan dikemukekan dua jenis pendekatan yakni pendekatan tradisonal dan pendekatan non-tradisional. Yang dimaksud dengan pendekatan tradisioanel adalch suatu studi hukum dan putusan pengadilan atau putusan hakim dari sudut pandang (point of view) normatif semata. Sedangkan pendekatan non-tradisional” adalah svatu studi hukum dan putusan hakim dari optik yang multi disiplin untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang ekstensitas dan intensitas bekerjanya hukum positif dan putusan hakim di dalam masyarakat. 7 Lihat Soctendyo Wignjosoebroto, Satiologt Hukum: Perarmya Dalam Pengembangan Im Hilson dan ‘Studt Tentang Hukon, Mekelsh dalam Seminar Nasionel Pendayagunsan Sosiologi Hukum dalem Mess Pembengunin dan Restrukturisasi Global, Semarang, 12-13 Novernber 1996.5. is ‘Yang termasuk peridekatan tradisional adalah pondekatan yang dilakukan oleh mereka yang menganut djaran legisme dan positivisme yuridis. Ajaran legisme menekankan bohwahakileat hukum adalch hukum yang tertulis (undang-undang). Di Iuar undang-undang tidak tormasuk hukum. Sedangkan sliron positivisme yuridis stan ajaran hukum analitis (qnalitical jurtspridence) menekankan bahwa hukum seyogianya dipandang dari segi hukum positif: Salah seorang tokoh perintis aliran ini adalah John Austin, Menurut Austin,” fhukum merupakan konkretisasi dari kehendak yang memegang kedaulatan. Hukum positif sebagai sistem perintah pemegang kedautatan harus dilskukan oleh para pejabat atau hakim- hakim. Bagi seorang yuris yang berpegang pada pendekatan ini, hukum merupakan sesuatu yang diciptakan oleh negara ofan pemerintah saja, yang kewenangannya tidak dipermasalahkan. Dia menganalisis hukum dengan mempergunakan logika hukum semata- mata. Sistem hukum merupakan sistem yang tertutup, dan karena itu segala masalah hukum harus disoroti secara yuridis pula. Pendekatan tradisional sebagaimana dikemukaken di afos menziliki kolomahan,? yakni tidak mampu mengungkapkan realitas hukum dan pengadilan secara lebih sempurna 2! Soerjono Soekanto, opeit,,h. 108 ® Berbicera tentang kelemahan pendekatan hukum tradisional, dengan sangat menarik dikemukakan oleh Sunanto, dalam tulisannya Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Serninar Nasional Pendayaguneen Sosiologi ‘Huu delan Mose Pembangunan dan Restrukturisesi Global, Puss: Studi Hiuleum dan Masyarakat Fakultes Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 12-13 November 1996, h. $. Dikemukakenya, studi huleum tradisional ~pendekatan mormatif--- menfokusken studinya pada aspek formal dari hulasm (undang-undang) den kerenenye tidak mau tah reslitas peradilamn (pidane) sebagai sister sosial, sebagai komunitas yang terlibat dalam menjalankan kegislan tertento, untuk dan bagi masing-mesing satu sama lain, tentunye care keajian demnilcian tideke dapat mengungkap realitas yang sebenarnye, dalam arti bagaimana bekerjanya kelaustan- kelaatan, kepentingerrkepentingan, tawar-menawar, dan varisbel-variabel keorgenisasian yang membentuk sistem aosial dari peradilen (oidang) dan jeringan birekrosinya. Akibatnya kita tidak dapat. memshami dengan ‘balk persoalan-persoalan dan permasalshan-permasalahen di bidang hukum yang cokup “membingungar masyarakat, arena mengabaikan dimensi sosial hukum dan putusan hakim, Padahal dalam kenyatannya hukum dan putusan hakim tidak bisa memungkiri hubungan timbal baliknya. dengan masyarakat atau lingkungan sosial di mana hukum ity berlku atau putusan pengadilan itu diterapkan. Selain itu, karena pendekatan tradisional tersebut telah mengabsikan unrur manusia dan hakim sebagai manusia, Berbicara tentang hakim sebagai manusia bukan dalam kapasitasnya sebagai hakim maka besar kemingkinannya sang hakim tersebut akan memberikan interpretasi sendiri tentang tugas yang diembannya. Hal ini pengaruh tingkat pendidikannya, agama, latar belakang keluarga dan sosial, pengalaman kerja sebolum jadi hakim, tingkungan tugas, afiliasi politik, sifuasi yang dihadapi ketika memutus dan sobagainy, Berkaitan dengan hal tersebut, Van Doorn menyatakan, organisasi merupakan ‘kebersamaan dan keadaan keterikatan dari sejunilah manusia, yang tidak hanya keluar dari Kerangka organisasi, karena manusia selalu cenderung untuk keluar dari setiap bentuk konstruksi organisasi, melainkan juga karena setiap kali terjafuh di luar skema (organisasi), disebabkan oleh karena ia cenderung untuk memberikan tafsirannya sendiri mongenai fungsinya dalam organsasi berdasarkan kepribadiannya, asal-usul sosial, dan tingkat pendidikannya, kepentingan ekonominya serta keyakinan politik dan pandangan hidupnya sondiri Jadi, jelas bahwa apa yang dikemukakan ‘oleh Van Doorn tentang peran manusia dalam penegakan hukum merupakan semuatu yang sangat menentukan. Namun, hal ini tidak ® gljinto Rehardjo, Masalah Penegakan Hulaun (Suatu Tinjaven Sosiologi), Bandung, tanpa tahun, h. 26. dapat kita temukan jikalau kita menggunakan pendokatan tradisional. Itulah sebabnya maka perlu pendekatan lain yang bersifat non-tradisional, Selanjutnya akan diuraiken tentang pendekatan non-tradisional. Yang dimaksud pendekatan non-tradisional adalah studi sosiologis terhadap hukum. Studi ini terdiri atas tiga jenis pendekatan yakni pendekatan yang digunakan oleh aliran sociological Jurisprudence, alican legal realism dan aliran behavioral jurisprudence. Pertama, pondekatan yang dilakukan oleh aliran sociological jurisprudence. Mereka yang menganut aliran ini lebih menekankan kenyataan hukum daripada apa yang diatur secara formal dalam undang-uridang, Berkaitan dengan itu hukum harus digarap dengan baik dan matang agar sesuai dengan kenysfaan-kenystann dalam masyarakat dan dalam pencapaiannye, hakim harus mempertimbangkan dengan cormat revlitas-realitas dalam ‘masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pomikiran Rocsco Pound -salah scorang tokoh aliran soctological jurisprudence- dalam karangannya yang berjudul Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence, Dalam karangannya itu Pound” mombentangkan pendapatnya bahwa bagi para alli hukum yang beraliran sosiologis perlu lebih mempertimbangkan fakta- falta sosial dalam pekerjaannya, apakah itu pembuatan hukum ataukah penafsiran serta penerapan peraturan-peraturan hukum, Ja harus lebih memperhitungkan secara pandai fakta- falta sosial yang harus diserep dalam hukum dan yang nantinya akon menjadi sascren penerapannya. Pound menganjurken ager pethatian lebih diaralikan kepada efek-ofek yang nyata dari institusi-institusi serta doktrin-doktrin hukum. % Satjipto Rehardjo, Jmu Htdaun, Bandung : PT. Cipta Aditya Balti, 1991, h, 298, Kedua, pendekatan yang digunakan oleh aliran realisme hukum (legal realism). ‘Mereka yang menganut aliran ini telah mengesampingkan sifat normatif’ hukum. Bagi mereka hukum pada hakikatnya adalah pola perilakn (patterns of behavior) nyata hakim di dalam persidangan. Apa yang diputuskan oleh hakim itu adalah hukum. Hal ini nampak pada pemikiran kaum realisme hukum Amerika Serikst yang mendasarkan pemikirun moroka pada konsepsi radikal mengenai proses peraditan, Menurut mereka, hakim itu lebih Jayak untuk disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus selalu melakukan pilihan, asos mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang dimenangkan. Menurut mereka ini, keputusan tersebut sering mendahului ditemukan atau digarapnya peroturan-peraturan hukum yang menjadi tandasannya® Berdasarkan uraian di depan diperoleh gambaran bahwa paradigma yang digunakan oleh aliran sociological jurisprudence dan sliran fega! realism sangat jauh berbeda dengan paradigma lama yang digunalan oleh pendekatan tradisional. Dalam paradigma tama ditekankan bahw,hnkum adalah apa yang distur dalam undang-undang dan peran hakim sebagai corong perkataan undang-undang ({etterkneciten der wet) sematn demi terciptanya kepastian hukum. Sedangkan dalam paradigma baru yang digunakan oleh aliran sociological jurispredence dan legal realisrt menekankan bahwa undang-undang harus disesuaikan dengon kenystonn-kenyataan dalam masyarskat dan peran hakim tidak boleh menjadi terompet undang-undang saja melainkan harus mampu menjadi pembentuk hukum guna merespons perkembangan dalam masyarakal. ® id, h. 300-301. w ‘etapi dari sisi Iain nampak bahwa pendekatan yang dilakukan oleh aliran sociotogical jurisprudence dan legal reatism tersebut memiliki kelemahan, yakni lebih menekankan pada pengungkapan falta hukum semata tetapi tidak dianalisis lebih jauh tentang hubungan timbal balik antara harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan pertimbangan-pertimbangan di dalam keputusan hakim™. Dengan kata lain perhatian mereka, penganut sociological jurisprudence dan legal realism, masih tetap terbatas pada fakta sosial yang punya makna yuridis yakni fakta yang dipandang relevan secara yuridis, dan dinilai penting dalam rangka pembentukan hukum.” Mungkin Karena alasan tersebut sehingga Soerjono Sockanto™ menggolongkan kedua pendekatan tersebut ke dalam tipe pendekatan tradisional. Ketiga, pendskelan yang dilakukan oleh penyokong ajaran behavioral jurisprudence (lim hukum perilale). Studi ini lahir sebagai reaksi atas kelemahan studi tradisional dan studi yang dilokukan oleh pengénui ajaran sociological jurisprudence dan legal realism sebagaimana telah dikemukakan di depan. Namun demikian, kehadiran pendokatan yang bersifat perikelakuan (behavioral) ini tidak bermaksud untuk menggantikan peran ketiga pendekatan tersebut melainkan untuk melengkapinya. Sebab setiap pendekatan mempunyai manfiatnya masing-masing apabila diterapkan sesuai dengan maksud dan tujuannya Bahkan® ada kecenderungan dalam hasil penelition membultikan bahwa sering kali nel % Soesjono Soekant», Loc cit. F goetandjo Wignyosoebroto, Oped, 4. 2 Soerjono Soekanto, Loc. 2 Cia, Soerjono Sockanto, Ibid, h, 107, 108, 20 pendekatan-pendekatan tereebut diterapkan secara bersama-sama agar dapat diperoleh hasil yang lebih baik yung menggamburkan Kelengkapun dari suatu pendekatan yang bersifat interdisipliner. Tolah diuraikan pada bagian Iotar belakang di Gepan pendekatan yang digunakan dalam pembahasan ini adalah pendekatan sosiologis khususnya dari perspeltif ili hukum perilaku (behavioral Jurispradence).” ‘Sehubungan dengan itu perlu diuraikan apa yang dimaksud dengan pendekatan ilmu hukum perilala tersebut? ‘Secara sederhana dapat dikatakan bahwa studi ilmu hukum perilaku adalah suatu studi yang mempelajari tingkah laku aktual hakim dalam proses peradilan, Tingkah laku tersebut dipelajari datam interakei dan transaksinya antara orang-orang yang terlibat dalam fahap-taap dalam pengambilan keputusan tersebut satu sama lain. Dengan demikian, pusat perhatian bukan pada hukum tertulis dan putusan hakim yang bersifat formal melainken pada pribadi hakim dan orang-orang yang terlibat dalam peranan-peranan sosial tertentu dalam pengambilan keputusan hukum,” % istilah lain dari behavioral jurisprudence adalah political jurisprudence (jimu hukum politik). Istileh ini pertama kali diperkenalkan leh Martin Shapiro pada tabun 1964, Martin Shapiro memandang fungi pengedilan akan senantinsa dilihat sebagai menjalankm sustu peranen politik, sedangkcan para hekim scbagai pelaku-pelaka politik. Dengan demikian, maka lembags pengadilan akan ditempatken dalam mutriks politik dan pemerintahan, serta mengemati bekerjaria pengadilan dan tindakan para hakim sebegai pesertacpererta dalam suatu proves politik, Studi techadep pengadilen Iau menjadi studi mengensi pelsku-pelskunya atsu foreng-orengnya, yeitu para hakim, yang menjalanken fungsiefungsi politiknya dengen cara menciptakan, rmenafrirkan dan menerapkan hukum (Martin Shapiro, 1964 : 297; Stjipto Rahardjo, 1985 : 81). Jadi menurut its hulkum politik (Politioal jurispruience) pengadilan atau hakim berpoitik. Dalam arti hekim memiliki Kebebasan untuk memilin alternatif-altemnatif keputusen yang ada, Dan biasnnya keputusan-keputussn yang, diacnbil tidak terlepas deri pengaruh kelompok-kelompok kepentingmn delacn masyarakal, 31 Liat Skjipto Rehardj, op ci, 82; Glendon Schuber, op cit, 43. 2 Berdasarkan pengertian tersebut di atas, diperoleh gambaran bahwa pendekatan ilmu hukum perilakn berbeda dengan beberapa pendekstan sebelumnya, baik pendekatan tradisional maupun pendekatan yang dilakukan oleh pengamst ajaran sosiological jarispradence dan legal realism sebagnimana telah diuraikan di depan. Untuk lebih jelasnya make di bawah ini akan dikemukakan beberapa perbedaan antara ilmu hukum normatif dengan ilmu hukum perilaku dalam mengkaji pengadilan.” 32 gatjipto Rehardjo, Ibid,,h. 82, 83; Glendon Schubert, Ibid, h. 43, 44. ‘Timu Hukum Perllako |. Menghubungkan apa yang kita anggap fat dan apa yang dapat kita pelajari tentang bagaimana orang bertingkah laku dalam peranannya mengadili dan dalam hubungan ——kelembagaannya, dengan perangkat (cori umum tentang perilaku orang dalam pengambilan keputusan. . Menentukan datanya dari pengamatan tentang fiktor-faktor apa’—-yang mempengaruhi keputusan mengadili; nila apa yang lebih diutamoken dan keputusan-keputusan itu begaimana mempengaruhi perilaku orang lain, |. Memusatken perhatien kepada _manusia- manusia yang berbuat dalam peranannya mengedili dan tertarik untuk: mempelajari hhakim sebagai orang, atau orang sebagai hakim, |. Sangnt memperhatikan pemabaman tentang ‘efek perbedaan kultural (dan subkultural) terhadap perilaku mengadili. ‘Memberikan sumbangan yang banyak bagi terciptanya wawasan mengenai hakekat dari Jembag-lembaga hubungsn anter lembaga peradilan sendiri dan antara lembaga tersebut dengan Jembaga-lembaga lain dalam masyarakat. perudilen; — mengenai 1 2. 22 dma Hukum Nonnatit ‘Menckankan pada segi-segi yang unik dan indiosinkratis, yang di anggap Khas pada “hukum”;"pengadilan” dan ‘keputusan hakim, Membangun cori tentang mengadili yang membcdakannya dari bentuk-bentuk peritaku orang yang Iain. ‘Menentukan datanya dari pernyataan pemystaan lisan-yang kemudian dituliskan untuk mempertangeungjawabkan kepu- tusan dan berussha mengungkapkan efek dori pernyatoan tersebut terhadap svat hhakekat yang bersifut metafisis yang disebut “hukum”. ‘Mempelajari lembaga yang — disebut pengadiln dan tentang apa yang dianggapnya sebagai suan pemeriksaan ‘yang obyektif: ‘Mengakui bahwa variasi kultural akan menghasilkan perbedaan _ kelembagaan antara —pengadilan —tetapi_—_ tidak memperhatikan snslisis-analisis —silang Kultural sebagai landasen untuk mengidentifikasi kesamaan dan perbedazn antara pengedilan-pengadilan dalam ruang. Jingkup kultur yang berloin-leinan. Citra yang sangot formal dan muskil yang dipskai di sini mendeskripsikan pengadilan sebagai suatu badan politik yang statis dan ‘umum di manemana, yang di dalamnya peranan manusia kecil sekali 23 Di depan telah dikemukakan bahwa fokus utama dalam pendekatan ilmu huknm perilaky adalah perilala: hakim dalam proses peradilan. Tetapi mempelajari perilaku hakim tersebut tidak bisa dilepas-pisahkan dari sikap-sikap individual yang melekat pada pribadi hakim, Sebab sikap-sikap torsebut sangat menentukan perilaku atau tindakar/putusannya. ‘Sehubungan dengan itu, Schubert” mengemukakan babwa hakim itu setuju atau tidak setuju terhadap suatu keputusan, bukan disebabkan oleh karena mereka melakukan penalaran yang sama atau berlainan, melainkan Karena mereka mempunyai sikap-sikap yang sama atau berlainan.. Dengan demikian Schubert tampaknya mengabaikan pendidikan dan lingkungan para hakim yang sama, mengabaikan tradisi yang diajarken kepada mereka serta juga faktor~ faktor institusional, seperti stare decisis. Selanjutnya mungkin kita akan bertanya, mengapa sikap haktim itu berbeda-beda ? Dari sudut pandang ilmu hukum perilaku dapat dikatakan bahwa hakim berbeda-beda dalam sikap-sikapnya karena pengaruh lingkungan sosial dan budaya yang selalu borsentuhan atau berinteraksi dengan pribadi hatim. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana interaksi tersebut berlangsung dapat dibaca pada Gambar 1 di bawah ini. getjipto Rabardjo, Opeit., h. 317; Hamptead, 1979: 474, 24 Gamber i Behavioral view of the subsystems of any polliical (including any judictal) system. Physiological A 1 Psychophystological Gambar tersebut di ntas dapat dijelaskan sebagai berikut. Segmen sosiopsikologis menggambarkan hasil interaksi antara sistem sosial dengan sistem kepribadian. Hal ini berkaitan erat dengan masalah sosialisasi, rekrutmen individu, dan atribut-atribut serta perilakue perilskanya, Segmen psikokultural mendeskripsikan perpatan antara sistem budaya dengan sistem kepribadin, mengenai pemshaman atau konsepsi individu tentang peran (atau perun- perannya) dan ideologi-ideoiogi yang diterimanya. Segmen sosiokulturel menyajikan has —_$— Glendon Schubert, Oped, h. 46, 28 inferaksi anfara sistem sosial dengan budaya, berkaitan dengan pola-pola dari peran-peran institusional dan fungsi-fungsi output dari skomodasi dan pengeturan tingkah laku orang lain.” Uraian pada gambar tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang terlempar ke dalam peran politik tertentu, keputusan-keputusannya di antara kemungkinan- kemungkinan alternatif akan bergantung pada kesalingtergantungan kompleks di antara sariabe-variabel yang berbeda® Baik variabel yang berasal dari sosilaltural,psikokultural maupun sosiopsikologis. Selanjutnya, mungkin kita bertanya bagaimanakah bekerjanya variabel-variabel tersebut di depan dalam proses pengambilan keputusan (mengadili) ? Untuk maksud tersebut dapat dibaca pada tabel 1 di bawah ini. ‘Tabel 1 The Processing of Input of Choice ” Input Input Convertion Functions Structures Functions Socialization and ———+ Attributes. + Perception Recruitment i Interest Articu lation and = ————* __Ideologis. ——*_ Cognition Aggregation J | Interaction and + Attimdes + Choice Communication id, h. 46,47. * bid, h. 48. 26 Bunyi tabel tersebut di depan dapat dijelaskan sebagai berikut. Fungsi-fingsi input mengisyaratkan baiwa sosialisasi dan rekrutmen individa terhodap peran politiknya akan monjadi dasar bagi srtikulasi dan agregasi minat-minatnya yang pada giliramya akan menotepkan batas-batas interaksi dan komunikasinya dengan orang lain, Struktur-struktur input ‘yang moliputi atribut-atribut individu (ciri-ciri latar belakang sosialnya) menunjukkan bahwa perilska-perilakunya dipengaruhi oleh ideologi-ideologinya yang pada gilirannya dipengaruhi oleh atribut-atributnya. Persepsi, kogniei dan pengambilan keputusan individu adalah fungsi konversi psikologis. Persepsi-persepsinya merupakan basis dari kognisinya yang kemudian diintegrasilan dalam kaitannya dengan sikap-sikepnya dalam pengambilan keputusan di antara alternatifaltematif keputusan yang ada. Persopsi-persepsi dipengarubi juga oleh alribut- aiributnya yang pada giliranaya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalnman sosialisasinya. Hal yang sama, “ekspresi sosial” individu terhadap minat-minatnya (artikulasi dan agregasi mina!) mempongaruhi ideologi-ideologinya dan apa yang ia “ketahui” kognisi-kognisinya torgantung pada apa yang ia percayai dan juga apa yang ia persepsikan. Dan ada hubungan eknivalen antara interaksi dan komunikasi; sikep-sikep dan pengambilan keputusan; cikap-sikepnya bersama-sama dipengaruhi oleh interaksi-interaksi sosialnya dengan orang Iain dan oleh koynkinan-keyakinannya.™ Berdasarkan uraian di depan dapat pula disimpullkan bahwa sikap-sikap hakim berbeda- eda karona pengaruh pengalaman hidupnya atau pengaruh interaksi-interakcsi sosialnya dengan orang lain dan dengan budaya dan oleh keyakinan-keyakinan serta atribut-atribut pribadinya. Ibid, h. 47,48. 2 Berkaitan dengan hal tersebut, Schubert mengemukakan bahwa para hakim berbeda- eda dalam sikep-sikapnya olch karena masing-masing pada akbimya memiliki beberapa hal untuk dipercayainya dan menolak yang lain sebagai hasil dari pongalaman hidypnya, Apa yang dipercaya oleh seseorang hakim bergantung dari sfiliasi-afiliasl politik, agama dan etnisnya, istrinya, kepastian ekonominya, dan status sosialnya, macam pendidikan yang diterimanya, bail formal maupun bukan, kerimya di bidang hukum sebelum menjadi hakim. Aftiasi-afilias yang berhubungan dengan perkawinan, status sosial ekonomi, pendiikan dan kariemya, pada sitirannya untvk bagianterbesar dipengarabi oleh tempat a dlshtkan, dari orang tun sigpa den kepan, ‘Namun perlu dikemokakan bahwa dalam menerima pengaruh atau rangsangan dari Iwar baik dari lingkungan sosial maupun budaya, song hakim tidak akan bertindak sebagai robot, dalam arti tindakan yang diambil somata-mata sebagai tangggapan alas rangsangan slau stimulus sosial, Tetapi tindakan torsebut dilskukan sebagai hail dari proses intopretasi terhadap stinmutus sosial tersebut. ; ‘Apa yang dikomukakan di depan sesuai dengan pandangan para penganat (eort intoraksionisme simbolis yang memandang tindakan manusia adalah tindaken interpretatif yang iboatcloh manusia itu sendiri, Soper yang dikemukeksin Blumer, salah seorang tok aliran interaksionisme simbolis, bahwa pada dasarnya tindakan manusia tordiri dari pertimbangan atas perbagai hal yong diketahuinya dan molohirkan serangkainn kefokuan tas daser bagaimana —— = 1 balsto Retaife, Opsity h. 3,8. . Mie Pee dag Kondemporer CTeeraban Tim Penerjemsh Yorogums), Jekrta : PT Raja ote Scania 1996 268,

Anda mungkin juga menyukai