Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BBL

Oleh :

INDAH SAFITRI
NIM : 194110295
Tingkat : 2A

Dosen MK : Iin Prima Fitriah, S.Si.T,M.Keb

PRODI D3 KEBIDANAN PADANG


JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020/202

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa hambatan. Dengan selesainya makalah ini
disusun, saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang Terhormat Dosen
Pembimbing saya serta kepada seemua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini.walaupun makalah ini telah selesai,namun karena keterbatasan kemampuan dan literatur yang
saya miliki,sehingga makalah ini jauh dari sempurna,sehingga besar harapan saya untuk
menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif.
Saya mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca pada
umumnya dan ilmu pengetahuan khususnya. Terimakasih.

Pasaman Barat,08 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
1. penyakit infeksi...................................................................................................5
a. TORCH............................................................................................................5
b. Malaria.............................................................................................................8
c. Ascariasis.......................................................................................................10
d. Hepatitis.........................................................................................................12
e. TBC...............................................................................................................16
f. Herpes............................................................................................................18
g. Varicela.........................................................................................................20
2. Penyakit Sistemik ( DM ).................................................................................21
3. Penyakit Kardiovaskuler ( Jantung ).................................................................23
4. Penyakit Imunologi/alergi.................................................................................28
a. Asma.................................................................................................................28
b. HIV/AIDS.........................................................................................................31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................44
B. Penutup.............................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................45

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan adalah suatu proses fisiologik yang memungkinkan serangkaian perubahan


yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Ini di definisikan
sebagai pembukaan serviks yang progresif, dilatasi atau keduanya, akibat kontraksi rahim
teratur yang terjadi sekurang-kurangnya setiap 5 menit dan berlangsung sampai 60 detik.
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang
mungkin terjadi pada ibu atau janin. Bila diambil keputusan untuk melakukan campur tangan
ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Tiap campur tangan bukan saja membawa
keuntungan potensial, tetapi juga resiko potensial pada sebagian besar kasus, penanganan
yang terbaik dapat berupa “observasi yang cermat”
Seorang bidan harus mampu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab persalinan
sehingga diharapkan dalam memberikan asuhan kebidanan pada proses persalinan dapat
memperhatikan faktor-faktor tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu penyakit infeksi ( TORCH, Malaria, Ascariasis, Hepatitis, TBC, Herpes,
Varicela ) ?

2. Apa itu Penyakit Sistemik ( DM ) ?

3. Apa itu Penyakit Kardiovaskuler ( Jantung ) ?

4. Apa itu Penyakit Imunologi/alergi ( Asma, HIV/AIDS ) ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penyakit infeksi ( TORCH, Malaria, Ascariasis, Hepatitis, TBC, Herpes,
Varicela )

2. Untuk mengetahui Penyakit Sistemik ( DM )

3. Untuk mengetahui Penyakit Kardiovaskuler ( Jantung )

4. Untuk mengetahui Penyakit Imunologi/alergi ( Asma, HIV/AIDS )

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENYAKIT INFEKSI
1. TORCH
Torch adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini,
sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini, diagnosis untuk
penyakit infeksi telah berkembang antara lain ke arah pemeriksaan secara imunologis. Prinsip
dan pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik terhadap kuman
penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman antibodi
yang terburuk dapat berupa Imonoglobulin M (IgM) dan Imonoglobulin G (IgG).
1.) Toxoplasma

 ETIOLOGI
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Tokoplasma
gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada pada hampir semua hewan dan unggas
berdarah panas. Akan tetapi kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing pada makanan
yang berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari toxoplasma
gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh lainnya adalah pada saat berkebun atau saat
membenahi tanaman dipekarangan, kemudian tangan yang masih belum dibersihkan
melakukan kontak dengan mulut.
 TANDA DAN GEJALA
a. Pada ibu
Ada beberapa gejala yang mengkin ditemukan pada orang yang terinfeksi toksoplasma, gejala-
gejala tersebut adalah :
1. Pyrexia of unknow origin (PUO)
2. Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash,myalgia perasaan umum ( tidak nyaman atau
gelisah)
3. Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
4. Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang sel retina mata.
5. Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan
system kekebalan tubuh tergantung (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ
yang mendapat obat penekan respon imun).
b. Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi pada janinnya adalah
abortus spontan atau keguguran, lahir mati, atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.Pada
awal kehamilan infeksi toksoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara
berulang.Namun jika kandungan dapat dipertahankan, maka dapat mengakibatkan kondisi
yang lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah :

5
1. Lahir mati (still birth)
2. Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
3. Anemia
4. Perdarahan
5. Radang paru
6. Penglihatan dan pendengaran kurang
7. Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan mata dan telinga, retardasi
mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain itu juga dapat merusak otak janin. Resiko
terbentuk dari terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah saat infeksi maternal akut terjadi di
trimester ketiga
 PATOFISIOLOGI
Toxoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini terbagi lagi menjadi 5
tingkat siklus : fase proliferatif, stadium kista, fase schizogoni, gematogoni, dan fase
ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista.Fase ini dapat terjadi
dalam bermacam-macam inang, sedangkan siklus seksual secara spesifik hanya terdapat
pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia, seperti tikus yang
terinfeksi. Kista dalam tubuh kucing dapat terbentuk setelah infeksi kronis yang
berhubungan dengan imunutas tubuh.Kiista terbentuk intraseldan kemudian terdapat secara
bebas di dalam jaringan sebagai stadium tidak aktif dan dapat menetap dalam jaringan tanpa
menimbulkan reaksi inflamasi.Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi infeksius, jika
termakan oleh kornivora dan toksoplasma tersebut masuk melalui usus.Infeksi pada manusia
dapat terjadi saat makan daging yang kurang matang, sayur-sayuran yang tidak di masak,
makanan yang terkontaminasi kotoran kucing melalui lalat atau serangga.Juga ada
kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang terdapat ookista yang beterbangan. Cara
penularang lain yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal.
2.) Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar
getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan
dewasa muda.
 ETIOLOGI
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella pernah menjadi
endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar melalui droplet. Periode inkubasinya
adalah 14-21 hari.
 TANDA DAN GEJALA
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang dewasa, ditandai
dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran pernafasan atas. Sebagian besar
Negara saat ini memiliki program vaksin rubella untuk bayi dan wanita usia subur dan hal
ini merupakan bagian dari screening prakonsepsi. Ibu hamil secara rutin diperiksa untuk
antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan segera diberikan vaksin rubella
pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini menganjurkan bahwa kahamilan yang disertai
dengan pemberian vaksin rubella tidak seberbahaya yang dipikirkan.Infeksi terberat terjadi
pada trimester pertama dengan lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi mengalami vireamia,
yang menghambat pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan perkembangan organ.
 PATOFISIOLGI

6
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan peradangan pada
mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh. dari saluran
pernafasan inilah virus akan menyerang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang
diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari faring. pada rubella yang kongenal
saluran pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun. hal ini
perlu diperhatikan dalam perawatan bayi di rumah sakit dan di rumah untuk mencegah
terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh akan membentuk kekebalan baik berupa
antibodi maupun kekebalan seluler yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan.
3.) Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk golongan virus
keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara
laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi
janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi, maka janin yang
dikandung mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran
hati, kuning, ekapuran otak, ketulian retardasi mental, dan lain-lain.
 ETIOLOGI
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran tubuh penderita seperti
air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu ibu. Bisa juga terjadi karena transplatasi
organ.Kebanyakan penularan terjadi karena cairan tubuh penderita menyentuh tangan
individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan tangan.Teknik mencuci tangan
dengan sederhana manggunakan sabun cukup efektif untuk membuang virus dari tangan.
 TANDA DAN GEJALA
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya mereka tidak akan
sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini merupakan infeksi primer, maka janin
biasanya juga beresiko terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi
lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir. Diantara bayi tersebut
hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam Rahim dan kurang dari 15% akan menampakan
gejala pada saat lahir.
 PATOFISIOLOGI
Masa inkubasi CMV:
a. Setelah lahir 3-12 minggu
b. Setelah tranfusi 3-12 minggu
c. Setelah transplatasi 4 minggu – 4 bulan
d. Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah
infeksi.Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat
diaktifkan kembali. Hingga kini beluum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini
4.) Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes simpleks tipe II (HSV
II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan
berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi
HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga
mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal
(lebih dari 50 kasus).
 ETIOLOGI

7
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA. Pembagian tipe I
dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic, dan lokasi klinis
(tempat predileksi).
 TANDA DAN GEJALA
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat
dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau selama
periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi kelainan yang
serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi intrauterine dengan
embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan
premature, mikrosefali, IUGR, klasifikasi intracranial pada ventrikel lateral dan traktus
olfaktoris, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental,
hepatosplenomegali, ikterus, purpora trombositopeni, DIC. Infeksi pada trimester III
berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan
somatic atau pembentukan psikomotor.
 PATOFISIOLOGI
HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa
mulut, wajah, dan sekitar mata.HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan
seksual dan menyebabkan vegina terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul iritasi,
penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice) dan kesulitan
bernafas atau kejang.Biasanya hilang dalam 2 minggu infeksi, infeksi pertama HSV adalah
yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari.Gejala yang timbul meliputi
nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema), dan diikuti dengan pembentukan
gelembung-gelembung yang berisi cairan bening yang selanjutnya dapat berkembang menjadi
nanah diikuti dengan pembentukan keropeng atau kerang (scab).

2. MALARIA
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium di sel darah
merah dan gejala utamanya adalah demam. Di negara-negara Barat, infeksi malaria jarang
ditemui, beda dengan Indonesia. Di sini, malaria masih menjadi salah satu penyakit yang
endemis di beberapa daerah. Akibatnya, secara otomatis setiap ibu hamil di daerah tersebut
rentan terinfeksi malaria. Malaria pada ibu hamil risikonya lebih banyak dibandingkan pada
pasien biasa, salah satunya bisa menginfeksi janinnya.
GEJALA PENYAKIT MALARIA
Gejala malaria mirip dengan gejala flu biasa. Penderita mengalami menggigil, nyeri otot
persendian dan sakit kepala. Penderita mengalami mual, muntah, batuk, diare. Gejala khas
malaria adalah adanya siklus menggigil, demam, dan berkeringat yang terjadi berulang-ulang.
Pengulangan bisa berlangsung tiap hari, dua hari sekali atau tiga hari sekali tergantung jenis
malaria yang menginfeksi. Gejala lain warna kuning pada kulit akibat rusaknya sel darah
merah dan sel hati.
MALARIA DALAM KEHAMILAN
Malaria dan kehamilan adalah dua kondisi yang saling mempengaruhi. Perubahan fisiologis
dalam kehamilan dan perubahan patologis akibat malaria mempunyai efek sinergis terhadap
kondisi masing-masing, sehingga semakin menambah masalah baik bagi ibu hamil dan

8
janinnya. P. falciparum dapat menyebabkan keadaan yang memburuk dan dramatis untuk ibu
hamil. Primigravida umumnya paling mudah terpengaruh oleh malaria, berupa anemia,
demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema pulmonar, sepsis puerperalis dan kematian
akibat malaria berat dan hemoragis.
Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan, tergantung pada tingkat
kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas (jumlah kehamilan). Ibu
hamil dari daerah endemi yang tidak mempunyai kekebalan dapat menderita malaria klinis
berat sampai menyebabkan kematian.
Malaria lebih sering dijumpai pada kehamilan trimester I dan II dibandingkan pada wanita
yang tidak hamil. Malaria berat juga lebih sering pada wanita hamil, hal ini disebabkan
karena penurunan imunitas selama kehamilan. Beberapa factor yang menyebabkan turunnya
respon imun pada kehamilan seperti: peningkatan dari hormone steroid dan gonadotropin,
alpha fetoprotein dan penurunan dari limfosit menyebabkan kemudahan terjadinya infeksi
malaria, ibu hamil dengan infeksi HIV cenderung mendapat infeksi malaria dan sering
mendapatkan malaria congenital pada bayinya dan berat bayi lahir rendah.

1) Pengaruh pada Ibu

Malaria pada ibu hamil dapat menimbulkan berbagai kelainan tergantung pada
tingkat kekebalan seseorang terhadap infeksi parasit malaria dan paritas dimana gejala
malaria akan lebih berat pada primigravida dan menurun seiring jumlah paritas karena
kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.
2) Pengaruh pada Janin
Abortus, kematian janin, bayi lahir mati dan prematuritas dilaporkan terjadi pada malaria
berat dan resiko ini meningkat sampai tujuh kali, walaupun apa yang menyebabkan terjadinya
kelainan tersebut diatas juga masih belum diketahui. Malaria maternal dapat menyebabkan
kematian janin karena terganggunya transfer makanan secara transplasental, demam yang tinggi
(hiperpireksia) atau hipoksia karena anemia. Kemungkinan lain adalah Tumor Necrosis Factor
(TNF) yang dikeluarkan oleh makrofag bila di aktivasi oleh antigen merupakan salah satu faktor
yang dapat menimbulkan berbagai kelainan pada malaria, antara lain demam, kematian janin dan
abortus.

KOMPLIKASI MALARIA DALAM KEHAMILAN

a. Anemia
Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk anemia.  Hal ini disebabkan:
1) Hemolisis eritrosit yang diserang parasit
2) Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
3) Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
            Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering dan lebih berat antara usia
kehamilan 16-29 minggu.  Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat memperberat
anemia ini. Anemia meningkatkan kematian perinatal dan morbiditas serta mortalitas
maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema paru dan perdarahan pasca salin.
b. Edema paru akut

9
  Edema paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada wanita hamil
daripada wanita tidak hamil.  Keadaan ini bisa ditemukan saat pasien datang atau baru terjadi
setelah beberapa hari dalam perawatan.    Kejadiannya lebih sering pada trimester 2 dan 3.
Edema paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya perubahan
hemodinamik dalam kehamilan.  Kelainan ini sangat meningkatkan risiko mortalitas.
c. Hipoglikemia
Keadaan ini juga merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dalam kehamilan.  Faktor-
faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah  sebagai berikut:
1) Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit
2) Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan
3) Peningkatkan respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine)
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
            Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat tetap asimtomatik dan dapat
luput terdeteksi karena gejala-gejala hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi malaria,
yaitu: takikardia, berkeringat, menggigil dll.  Akan tetapi sebagian pasien dapat menunjukkan
tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan kesadaran, pingsan dan lain-lain yang hampir
menyerupai gejala malaria serebral.  Oleh karena itu semua wanita hamil yang terinfeksi
malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi quinine harus dimonitor kadar gula
darahnya setiap 4-6 jam sekali.  Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga monitor kadar gula
darah harus konstan dilakukan.

RISIKO TERHADAP JANIN


            Malaria dalam kehamilan adalah masalah bagi janin.  Tingginya demam, insufisiensi
plasenta, hipoglikemia, anemia dan komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek
buruk terhadap janin.  Baik malaria P. vivax dan P. falciparum dapat menimbulkan masalah
bagi janin. Akibatnya dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam
rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir
rendah dan gawat janin.  Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat
menyebabkan malaria kongenital. 
3. ASCARIASIS
a. Epidemiologi Askariasis
Infeksi askariasis, atau disebut juga dengan cacing gelang, ditemukan di seluruh area tropis di
dunia, dan hampir di seluruh populasi dengan sanitasi yang buruk. Telur cacing bisa
didapatkan pada tanah yang terkontaminasi feses, karena itu infeksi askariasis lebih banyak
terjadi pada anak-anak yang senang memasukkanjari yang terkena tanah ke dalam mulut.
Kurangnya pemakaian jamban menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar
halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah.
b. Patogenesis dan Gejala Askariasis
Kebanyakan infeksi ringan tidak menimbulkan gejala. Cacing yang baru menetas menembus
mukosa usus sehingga terjadi sedikit kerusakan pada daerah tersebut. Cacing yang tersesat,
berkeliaran, dan akhirnya mati di bagian tubuh lain seperti limpa, hati, nodus limfe, dan otak.
Cacing ini juga menyebabkan perdarahan kecil pada kapiler paru yang mereka tembus. Infeksi
yang berat dapat menyebabkan akumulasi perdarahan sehingga akan terjadi edema dan ruang-
ruang udara tersumbat. Akumulasi sel darah putih dan epitel yang mati akan memperparah

10
sumbatan sehingga akan terjadi Ascaris lumbricoides pneumonitis (Loeffler’s pneumonia)
yang bisa menyebabkan kematian.
c. Diagnosis Askariasis
Diagnosis pasti askariasis adalah ditemukannya cacing dewasa pada atau muntahan penderita,
atau ditemukannya telur cacing pada tinja atau cairan empedu penderita. Cacing pada saluran
empedu dapat terlihat bila dilakukan kolangiografi intravena. Diagnosis juga dapat dilakukan
melalui radiografi, dengan mengamati cacing yang memakan barium. Cacing tampak sebagai
gambaran memanjang radiolusen.
d. Tatalaksana Askariasis
Pengobatan
- Dosis tunggal pirantel pamoat 10 mg/kgBB menghasilkan angka penyembuhan
85-100%. Efek samping dapat berupa mual, muntah, diare, dan sakit kepala,namun jarang
terjadi.
- Albendazol diberikan dalam dosis tunggal (400 mg) dan menghasilkan angka penyembuhan
lebih dari 95%, namun tidak boleh diberikan kepada ibu hamil. Pada infeksi berat, dosis
tunggal perlu diberikan selama 2-3 hari.
- Mebendazol diberikan sebanyak 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari. Pada infeksi ringan,
mebendazol dapat diberikan dalam dosis tunggal (200 mg).
- Piperazin merupakan obat antihelmintik yang bersifat fast-acting. Dosis piperazin adalah 75
mg/kgBB (maksimum 3,5 gram) selama 2 hari, sebelum atau sesudah makan pagi. Efek
samping yang kadang ditemukan adalah gejala gastrointestinal dan sakit kepala. Gejala sistem
saraf pusat juga bisa ditemukan, tetapi jarang. Piperazin tidak boleh diberikan pada penderita
dengan insufisiensi hati dan ginjal, kejang atau penyakit saraf menahun.
Pencegahan
a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu
dengan menggunkan sabun dan air mengalir.
c. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih
dengan air mengalir.
d. Mengadakan terapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang
rawan terhadap penyakit askariasis.
e. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
f. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya
memakai jamban/WC.

11
g. Makan makanan yang dimasak saja.
h. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai
pupuk. Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun- tahun,
pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit.
Penanganan Askariasis Pada Kehamilan
Askariasis umumnya asimtomatik. Walau demikian, pada kehamilan, infeksi ini berhubungan
dengan luaran kehamilan yang negatif. Dokter perlu mengerti mengenai obat antelmintik mana
yang boleh digunakan dan disarankan untuk penanganan askariasis pada kehamilan.
Seorang wanita yang hamil memiliki respon imun yang dapat menyebabkannya lebih “kuat”
melawan suatu infeksi cacing. Sel T CD4+ dapat berdiferensiasi menjadi 2 macam sel T-
helper yaitu Th1 atau Th2. Sel Th1 mengaktivasi suatu respon sitotoksik melalui sitokin
sedangkan sel Th2 bekerja dalam sistem imun humoral dan mensekresi interleukin(IL)-4 dan
IL-5. IL-4 menstimulasi produksi IgE sedangkan IL-5 memberi sinyal kepada eosinofil. Pada
kehamilan, respon Th1/sitotoksik diturunkan sedangkan respon Th2 dinaikkan. Oleh karena
IgE dan eosinofil adalah salah satu jalur utama tubuh dalam melawan infeksi parasit, infeksi
cacing pada ibu hamil umumnya tidak begitu parah.
Terapi Askariasis pada Ibu Hamil

Terapi pilihan utama untuk askariasis adalah albendazole 400 mg dosis tunggal, dapat juga
menggunakan mebendazole 100 mg dua kali sehari selama tiga hari atau 500 mg sebagai dosis
tunggal. Walau demikian, pada kehamilan, obat yang disarankan adalah pyrantel pamoate.
Dosis pyrantel pamoate adalah 11 mg/kg berat badan sekali sehari selama 3 hari tanpa
melebihi 1 g/ dosis. Ketiga obat ini dikategorikan sebagai kategori C oleh FDA tetapi oleh
TGA pyrantel pamoate dan mebendazole dikategorikan ke dalam kategori B2 dan B3.
Albendazole oleh TGA dikategorikan sebagai kategori D dan dikontraindikasikan untuk
diberikan selama kehamilan. Sebuah Cochrane review pada tahun 2015 menyatakan bahwa
pemberian obat cacing pada trimester kedua tidak menyebabkan adverse outcome pada bayi
namun data untuk pemberian obat pada trimester pertama masih kurang

4.HEPATITIS

Hepatitis merupakan suatu istilah umum untuk terjadinya peradangan pada sel-sel hati.
Hepatitis dapat disebabkan oleh kondisi non-infeksi seperti obat-obatan, alkohol, dan penyakit
autoimun, atau oleh adanya infeksi seperti hepatitis virus.
         Hepatitis virus terjadi bila virus hepatitis masuk ke dalam tubuh dan kemudian
merusak sel-sel hati. Cara masuknya virus hepatitis ke dalam tubuh bisa bermacam-macam,
namun yang paling sering adalah melalui makanan dan minuman (hepatitis virus A dan E),
atau melalui cairan tubuh misalnya melalui transfusi darah, suntikan, atau hubungan seksual
(hepatitis virus B, C, dan D).
   Ketika virus hepatitis masuk ke dalam tubuh maka akan timbul berbagai gejala, mulai
dari yang ringan (bahkan tanpa gejala) sampai yang berat. Gejala yang dapat muncul akibat
infeksi virus hepatitis diantaranya demam, nyeri otot, gejala-gejala mirip flu (flu-like
syndrome), mual atau muntah, serta nyeri perut, yang kemudian akan diikuti mata atau kulit

12
berwarna kuning, serta buang air kecil akan berwarna kecoklatan. Pada sebagian besar pasien,
gejala-gejala tersebut akan membaik dengan sendirinya dan akan hilang sama sekali setelah 4-
6 minggu, sementara sebagian kecil pasien keluhan-keluhan itu akan semakin memberat
sehingga memerlukan perawatan yang khusus. Kondisi sakit seperti yang disebutkan di atas
disebut sebagai hepatitis virus akut.
Etiologi Dan Faktor Resiko
1. Hepatitis A
a. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung  berukuran
27 nm
b. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara
manusia,dibawah oleh air dan makanan
c. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk
dengan penduduk yang sangat padat.
2. Hepetitis B (HBV)
a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang
memiliki ukuran 42 nm
b. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita infeksi
akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya.
c. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan
terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis serta onkologi laki-laki
biseksual serta homoseksual yang aktif dalam hubungan seksual dan para pemaki obat-
obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang
diameternya 30 – 60 nm.
b. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan juga olehkontak
seksual.
c. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 har
d. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis
4. Hepatitis D (HDV)
a. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
b. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan
memakai
    obat terlarang dan penderita hemovilia
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
d. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
5. Hepattitis E (HEV)
a. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya + 32 – 36 nm.
b. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusiadimungkinkan
meskipun resikonya rendah.
c. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
d. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan
makanmakanan, minum minuman yang terkontaminasi.
Patofisiologi

13
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat pada
hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel
perenchyn hati.
Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem drainage hati,
sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan
empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga
meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit
hapatoceluler jaundice.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi dari masing –
amsing stadium adalah sebagai berikut.
1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia,   muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri diperut kanan atas urin menjadi lebih
coklat.
2. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula terlihat pada
sklera,kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan berkurang, tetapi klien masih
lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati
membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal
lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir
bulan ke 2, karena penyebab yang biasanya berbeda.
Penatalaksanaan Medik
Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut dengan diet
yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian makanan intravena mungkin
perlu selama fase akut bila pasienterus menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi
hingga gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
Hepatitis Pada Kehamilan
Sama seperti pada orang pada umumnya, seorang ibu yang hamil dapat berisiko mengalami
hepatitis virus dan seseorang yang sudah mengalami hepatitis kronik dapat hamil. Semua jenis
virus hepatitis dapat menginfeksi ibu hamil, dan dapat menimbulkan gejala hepatitis virus
akut. Gejala dan tanda infeksi hepatitis virus akut yang terjadi pada kehamilan umumnya tidak
banyak berbeda dengan mereka yang tidak hamil. Yang perlu dilakukan adalah memeriksakan
diri ke dokter bila muncul gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas tadi untuk memastikan
apakah ini suatu hepatitis virus atau bukan, menentukan jenis virus apa yang menginfeksi,
serta menentukan derajat kerusahan sel hati yang terjadi. Biasanya dokter akan menganjurkan
perawatan di rumah sakit untuk memantau perkembangan penyakitnya, serta memastikan
bahwa pasien cukup istirahat dan mendapat asupan makanan yang baik. Umumnya ibu hamil
yang mengalami hepatitis virus akut akan sembuh dalam 4 sampai 6 minggu.
Infeksi hepatitis pada ibu hamil 
          Merupakan masalah yang serius. Infeksi hepatitis ditularkan melalui cara horizontal yaitu
melalui parenteral dengan terpapar darah, semen, sekresi vagina, saliva dan vertikal ibu ke
janin. Penularan secara vertikal dapat melalui beberapa cara yaitu melaui plasenta,
kontaminasi darah selama melahirkan, transmisi fekal-oral pada masa puerperium atau
permulaan partus, transmisi melalui laktasi (Akbar,1996; Reinus,1999; Cunningham,2001).
Pengaruh  Hepatitis  Terhadap Janin/Neonatus

14
      3,5 % Risiko keseluruhan dari infeksi neonatal kira-kira 75% jika ibu terinfeksi pada
trimester ketiga atau masa nifas ; dan risiko ini jauh lebih rendah (5-10%) jika ibu terinfeksi
pada awal kehamilan. Sebagian besar infeksi pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi saat
persalinan dan kelahiran atau melalui kontak ibu bayi, daripada secara
transplasental.Walaupun sebagian besar bayi-bayi menunjukkan tanda infeksi ikterus ringan,
mereka cenderung menjadi carrier. Status carrier ini dipertimbangkan akan menjadi sirosis
hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Infeksi kronik terjadi kira-kira 90% pada bayi yang
terinfeksi, 60% pada anak < 5 tahun dan 2%-6% pada dewasa. Diantaranya, seseorang dengan
infeksi kronik HBV, risiko kematian dari sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 15% -
25%. Infeksi HBV bukan merupakan agen teratogenik. Bagaimanapun, terdapat insidens berat
lahir rendah yang lebih tinggi diantara bayi-bayi dengan ibu yang menderita infeksi akut
selama hamil. Pada satu penelitian hepatitis akut maternal (tipe B atau non-B) tidak
mempengaruhi insidens dari malformasi kongenital, lahir mati, abortus, atau malnutrisi
intrauterin. Tetapi, hepatitis akut menyebabkan peningkatan insidens prematuritas.
Yang harus  dilakukan oleh ibu hamil 
a. Mendapat kombinasi antibodi pasif (immunoglobulin) dan imunisasi aktif vaksin
hepatitis.
b. Tidak minum alkohol
c. Menghindari obat-obatan yang hepatotoksis seperti asetaminofen yang dapat
memperburukkerusakan hati 
d. Tidak mendonor darah, bagian tubuh dan jaringan. Tidak menggunakan alat pribadi yang
dapat terpapar darah dengan orang lain
e. Menginformasikan pada dokter anak, dokter Kebidanan dan bidan bahwa mereka carrier
hepatitis, Memastikan bahwa bayi mereka mendapat vaksin hepatitis waktu lahir, umur 1
bulan, dan 6 bulan.
f. Kontrol sedikitnya setahun sekali ke dokter
g. Mendiskusikan risiko penularan dengan pasangan mereka dan mendiskusikan pentingnya
konseling dan pemeriksaan
Persalinan 
       Walaupun persalinan secara seksio sesarea sudah dianjurkan dalam arti untuk penurunan
transmisi HBV dari ibu ke anak, jenis persalinan ini tidak berarti secara bermakna dapat
menghentikan transmisi HBV. Tetapi seksio sesarea sangat disarankan oleh Centers for
Disease Control (CDC) dan American College of Obstetricians and Ginyecologists (ACOG)
Bayi baru lahir 
     Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi (termasuk carrier HBsAg kronik) harus di terapi
dengan kombinasi dari antibodi pasif (immunoglobulin) dan aktif imunisasi dengan vaksin
hepatitis.
Siapa yang harus menjalani pemeriksaan 
1. Semua wanita hamil saat ANC pertama kali harus di cek HBsAg.
2.Setiap wanita yg akan melahirkan yang tidak menjalani pmeriksaan HBsAg saat
kunjungan ANC-nya.
3. Lebih dari 90% dari perempuan ditemukan HBsAg positif pada rutin pemutaran film akan
4. Semua rentan kontak (termasuk semua anggota keluarga) dengan panel hepatitis (HBsAg,
antiHBc, antiHBs).
5. Skrining dan vaksinasi yang rawan kontak harus dilakukan
Pengobatan

15
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.
Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam
serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi
protein dan karbohydrat.Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison
baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup
berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar
vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan
dilakukan pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara
periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami penyulit-
penyulit lain.
Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung denganpenderita hepatitis virus A
hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin
ternyatatidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya
dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis
virus.Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan
setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan
laborato-rium telah kembali normal.Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap
dilakukanpemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bu-lan dan enam bulan
kemudian.
5.TBC
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberkulosis, kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui
udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah. Sistem saluran limfe, melalui saluran nafas
(bronchi) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Pengaruh tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil.
Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50
persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990
diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal, 2007
dalam http://www.mail-archive.com/)
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi
ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan
keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. 

Pengaruh tuberkulosis terhadap janin

Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko
terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman
bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga
menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami
masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C

16
Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB
ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek
terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan
kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko
hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir
(19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 gram).
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin,
kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan
amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada
minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah,
hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi
tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

Tes Diagnosis TB pada Kehamilan


Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena
itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari
langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.

Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa
tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di
lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang
penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.

Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan
tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis
TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak).
Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman
5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan
terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian
dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari
tuberkulin tes.

Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya
infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan
melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan
BTA?), serta uji tuberkulin.

Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan
sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji
tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka
ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi
infeksi TB, atau terjadi anergi.

17
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB
pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika
hasil BTA-nya negatif.

Pengobatan TB pada kehamilan


Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada
umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya
proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.

6. HERPES

Defenisi  Herpes Genitalis

Genital herpes, juga umumnya disebut "herpes" adalah infeksi virus oleh herpes
simplex virus (HSV) yang ditularkan melalui kontak intim dengan lapisan-lapisan yang
ditutupi lendir dari mulut atau vagina atau kulit genital. Dua tipe-tipe dari virus-virus herpes
berhubungan dengan luka-luka genital: herpes simplex virus-1 (HSV-1) dan herpes simplex
virus-2 (HSV-2). HSV-1 lebih sering menyebabkan blisters dari area mulut sementara HSV-2
lebih sering menyebabkan luka-luka genital pada area sekitar anus. Perjangkitan dari herpes
berhubungan erat pada berfungsinya sistim imun. Wanita-wanita yang mempunyai sistim-
sistim imun yang ditekan, karena stress, infeksi, atau obat-obat, mempunyai perjangkitan-
perjangkitan (outbreaks) lebih seringkali dan bertahan lebih lama.
Wanita hamil terserang herpes bayi mempunyai risiko tinggi tertular. Virus dapat
ditularkan kepada janin melalui placenta selama kehamilan atau selama persalinan vaginal.
Pada infeksi selama kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran, ketuban penurunan
pertumbuhan. Sekitar 30-50% bayi yang lahir melalui vagina dengan seorang ibu yang
terinfeksi virus herpes. Bayi yang dilahirkan perempuan mengalami serangan pada saat lahir,
satu sampai empat persen menjadi terinfeksi dengan herpes-simplex virus.Setelah infeksi,
virus herpes membentuk suatu masa yang disebut latency, saat virus yang ada dalam tubuh
dari sel saraf dapat muncul (misalnya alat kelamin, mulut, dan bibir) virus menjadi aktif lagi.
Meskipun aktif, virus mulai kali (disebut peluruhan) dan menjadi transmittable lagi. Peluruhan
ini mungkin tidak disertai oleh gejala. Selama reaktivasi, virus berpindah dari dalam sel saraf
dan diangkut melalui saraf ke kulit. Kemampuan virus herpes menjadi laten dan reaktif
menjelaskan jangka panjang, sifat herpes infeksi yang berulang.
Tanda dan Gejala
1. Gejala sistemik sering terjadi, terutama pada wanita dan mencakup demam, nyeri kepala,
malese dan mialgia.
2. Nyeri yang mungkin parah, di vulva atau penis disuria dan peningkatan rabas vagina.

18
3. Pembesaran kelenjar linfe inguinal disertai nyeri tekan biasanya timbul lebih dari 1 minggu
setelah awitan penyakit.
4. Lesi awalnya bersifat popular tetapi cepat menjadi vesikel dan mengalami ulserasi. Lesi
menetap sampai 2 minggu sampai terjadi pembentukan krusta.
5. Pada wanita, dijumpai ulkus ekstensif di labia mayor, labia minora, kulit di sekitar introitus,
perineum, region periananal, vagina, dan serviks.
6. Dapat timbul proktitis herpetika.
7. Pembentukan lesi baru dapat dijumpai pada 10 hari pertama. Radikulitis sacrum, yang
bermanifestasi sebagai konstipasi, retensi urin, dan parestesia dalam distribusi saraf sekralis
merupakan komplikasi yang jarang pada infeksi HSV 2 primer.
8. Gejala sistematik biasanya mereda dalam 7 sampai 10 hari dan lesi genital biasanya sembuh
dalam waktu sekitar 21 hari.
9. Gambaran klinis pada wanita cenderung lebih parah daripada pada pria.
10. Gambaran klinis episode pertama herpes genitalis pada orang yang pernah terpajan ke
HSV tampaknya lebih ringan daripada mereka yang menderita infeksi genital primer sejati.
Patofisiologi
Virus ini menginfeksi melalui dermis dan epidermis dari kulit atau mukosa yang
mengalami abrasi. Pada saat terjadi infeksi proses berlangsung secara subklinis. Infeksi
terjadi pada ujung saraf sensoris atau otonom. Proses penyebaran virus di tubuh dapat terjadi
secara lokal dan sistemik. Saat seseorang terinfeksi maka respon imun selular dan humoral
akan teraktivasi. Berat ringannya penyakit juga ditentukan oleh respon ini. Seseorang yang
memiliki efek pada respon imun dapat mengalami infeksi herpes berulang. Demikian pula
dengan kondisi kehamilan yang merupakan kondisi imunokompromis, sehingga risiko untuk
terkena infeksi herpes juga lebih tinggi.Infeksi virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) lebih
sering ditransmisikan ke janin, dan lesi yang ditimbulkan pada neonatus terbatas pada kulit,
mata dan membran mukosa, sementara infeksi oleh HSV-2 lebih menyebar dan dapat
menginvasi sistem saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan perkembangan di kemudian
hari.
Penatalaksanaan dan pengobatan Herpes Genetalis
Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan
tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain
(infeksi sekunder), antara lain dengan pemberian bedak talek yang membantu melicinkan
kulit. Penderita apabila tidak tahan dengan kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak
mandi, karena bisa menimbulkan shock.
 Untuk ibu hamil
Ibu hamil yang menderita herpes simplek genitals primer dalam 6 minggu terakhir masa
kehamilannya dianjurkan untuk SC sebelum atau dalam 4 jam pecahnya ketuban.
 Untuk bayi lahir dari ibu dengan herpes simplek

19
banyak  runah sakit yang menganjurkan untuk mangisolasi bayi baru lahir dari ibu yang
mengalami herpes simplek. Bayi harus diawasi ketat selama 1 bulan pertama kehidupannya.
Untuk bayi dengan ibu herpes simplek dan melalui pervaginam harus diberikan profilaksis
asiklovir intravena selama 5-7 hari dengan dosis 3x10 mg/kgBB/hari.

7. VARICELLA
Pengertian Varicella
Cacar air adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster yang
mengakibatkan munculnya ruam kulit berupa kumpulan bintik-bintik kecil baik berbentuk
datar maupun menonjol, melepuh serta berkeropeng dan rasa gatal. Penyakit cacar air
merupakan penyakit menular yang bisa ditularkan seseorang kepada orang lain secara
langsung. Cacar air dikenal juga dengan nama lainnya yaitu varisela dan chickenpox.

Etiologi Varicella
Penyebab dari penyakit cacar air adalah infeksi suatu virus yang bernama virus varicella
zoster yang disebarkan manusia melalui cairan percikan ludah maupun dari cairan yang
berasal dari lepuhan kulit orang yang menderita penyakit cacar air. Seseorang yang terkena
kontaminasi virus cacar air varicella zoster ini dapat mensukseskan penyebaran penyakit
cacar air kepada orang lain di sekitarnya mulai dari munculnya lepuhan di kulitnya sampai
dengan lepuhan kulit yang terakhir mongering.

Patofisiologi Varicella
Vrius ini memang masuk ke tubuh melalui paru-paru dan tersebra ke bagian tubuh
melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar
dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa
kanak-kanakdripada kalau sudah dewasa. Sebab itu seringkali orangtua membiarkan anak-
anaknya terkena cacar air lebih dini.

Tanda dan Gejala Varicella


Adapun tanda terserangnya penyakit cacar air yang disebabkan oleh virus Varicella, yaitu
sebagai berikut :
    Pada awal terinfeksi virus tersebut, pasien akan menderita rasa sakit seperti terbakar dan
kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu.Setelah dua atau tiga hari
kemudian akan mulai muncul bintek merah datar yang disebut macula, lalu menjadi menonjol
yang disebut papula, kemudian muncul cairan didalamnya seperti melepuh disertai rasa gatal
yang disebut vesikel, dan yang terakhir adalah mengering sendiri. Lama proses mulai dari
macula, papula, vesikel dan kropeng membutuhkan waktu kurang lebih 6 sampai 8 jam. Proses
berulang-ulang ini akan berlangsung selama empat hari.Pada hari ke lima biasanya tidak ada
kemunculan lepuhan baru di kulit.Pada hari ke enam semua lepuhan yang tadinya muncul akan
kering dengan sendirinya dan akhirnya hilang setelah kurang lebih sekitar 20 hari. Setelah 10
sampai 21 hari setelah terkena infeksi virus cacar air muncul gejala penyakit seperti sakit
kepala, demam sedang dan juga rasa tidak enak badan. Pada anak di bawah umur 10 tahun
biasanya tidak muncul gejala, sedangkan pada orang dewasa bisa lebih parah gejalanya.
                                             
Penatalaksanaan Varicella

20
Pengobatan varicella dibagi menjadi 2, yaitu pada penderita normal dan penderita dengan
imunokompromise atau penurunan system imun :
1) Normal
Neonatus → Acylovir 500mg/m2 setiap 8 jam selama 10 hari.
Anak-anak → terapi sintomatis atau Acyclovir 20mg/kgBB selama 7 hari.
Dewasa atau dengan kortikostreoid → Acylovir 5x 800mg selama 7 hari.
Wanita hamil, Pnemonia → Acylovir 5x 800mg selama 7 hari atau Acylovir IV 10mg/BB
setiap 8jam selama 7 hari.pemeriksaan sinar x torak untuk menyingkirkan kemungkinan
pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi pada 16% kasus dan
mortalitas sampai diatas 40%.
 2.  Imunokompromise 
        Penyakit ringan –> Acyclovir 5×800mg selama 7-10 hari
        Penyakit sedang –> Acyclovir IV 10mg/kgbb selama 7 hari atau lebih lama
        Acyclovir resisten (AIDS) –> Foscarnet IV 40mg/kgbb sampai penyakit teratas

B. Penyakit Sistemik ( DM )
 Diabetes Melitus (DM)
a. Pengertian
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa
terganggu) maupun berat (DM), terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan
berlangsung. Definisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi)
yang baru diketahui saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
meninjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar
gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi
oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat
lambatbya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang relatif lama dan ini menuntut
kebutuhan insulin.
b. Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya.
Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat
pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan,

21
melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.Juga terdapat riwayat ibu :
umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya,
obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
c. Klasifikasi
1) Tidak tergantung insulin (TTI) “ Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu
kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2) Tergantung insulin (TI) “ Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan
insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
d. Komplikasi
1) Maternal  : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
2) Fetal  : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian
intra uterin,
3) Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir,
hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas,
polisitemia.
                 e. Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa <
105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga
agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal.
Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien
memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan
lebih sering lagi saat mendekati persalinan.  Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat
hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB
pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan
BB sekitar 10-12 kg.
f. Penatalaksanaan Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus
memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36
minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan
indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu)
dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik,
namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan
terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila

22
UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34
minggu dan baisanya memerlukan insulin.

C. KARDIOVASKULER
DEFINISI
Menurut IKAPI (2008) dalam Gaya Hidup dan Penyakit Modern, penyakit pada
kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi kerja jantung
karena tidak adekuatnya aliran darah.
Pada ibu hamil, terjadi adaptasi fisiologis sehingga menyebabkan perubahan signifikan
pada sistem kardiovaskuler. Wanita dengan jantung normal dapat beradaptasi dengan baik
selama kehamilan. Sedangkan yang mengalami penyakit jantung,terjadi komplikasi yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin, bahkan dapat membahayakan nyawa ibu dan
janin (Manuaba, 1998).

ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit jantung sendiri dibagi menjadi dua :
1. Kelainan Primer
Kelainan primer dapat berupa kelainan kongenital, bentuk kelainan katub, iskemik dan
cardiomiopati. Jadi kelainan primer ini sendiri lebih disebabkan karena kelainan pada
fisiologi jantungnya.
2. Kelainan Sekunder
Kelainan sekunder berupa penyakit lain, seperti hipertensi, anemia berat, hipervolumia,
perbesaran rahim, dll . untuk kelainan sekunder ini sendiri lebih disebabkan oleh
penyakit-penyakit lain

FAKTOR RESIKO
1. Penyakit Jantung Akibat Demam Reumatik
       Sebagian besar penyakit jantung pada kehamilan disebabkan oleh demam rematik.
Diagnosis demam rematik pada kehamilan sering sulit, bila berpatokan pada criteria Jones
sebagai dasar untuk diagnosis demam rematik aktif. Manifestasi yang terbanyak adalah
poliartritis migrant serta karditis. Perubahan kehamilan yang menyulitkan diagnosis demam
rematik adalah nyeri sendi pada wanita hamil mungkin oleh karena sikap tubuh yang
memikul beban yang lebih besar sehubungan dengan kehamilannya serta meningkatnya laju
endap darah dan jumlah leukosit. Bila terjadi demam rematik pada kehamilan, maka
prognosisnya akan buruk.
Adanya aktivitas demam rematik dapat diduga bila terdapat:
a. Suhu subfebris dengan takikardi yang lebih cepat dari semestinya
b. Leukositosis dan laju endap darah yang tetap tinggi
c. Terdengar desir jantung yang berubah-ubah sifatnya maupun tempatnya 
2. Penyakit Jantung Kongenital
     Biasanya kelainan jantung bawaan oleh penderita sebelum kehamilan, akan tetapi
kadang-kadang dikenal oleh dokter pada pemeriksaan fisik waktu hamil. Dalam usia
reproduksi dapat dijumpai koarktatio aortae, duktus arteriosus Botalli persistens, defek
septum serambi dan bilik, serta stenosis pulmonalis. Penderita tetralogi Fallot biasanya tidak

23
sampai mencapai usia dewasa kecuali apabila penyakit jantungnya dioperasi. Pada umunya
penderita kelainan jantung bawaan tidak mengalami kesulitan dalam kehamilan asal
penderita tidak sianosis dan tidak menunjukkan gejala-gejala lain di luar kehamilan.
Penyakit jantung bawaan dibagi atas : 
a. Golongan sianotik (right to left shunt)
b. Golongan asianotik (left to right shunt)
c. Penyakit jantung hipertensi
Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan
dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis). Frekuensi penyakit jantung
dalam kehamilan berkisar antara 1-4%. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung, saat-
saat yang berbahaya bagi penderita adalah :
a. Pada kehamilan 32-36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya
(hipervolumia).
b. Pada kala II, dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan
memerlukan kerja jantung yang berat.
c. Pada Pasca persalinan, dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah
lahir, sekarang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.
d. Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi

KLASIFIKASI
Kehamilan yang disertai penyakit jantung secara klinis dibagi menjadi empat stadium
(Manuaba, 1998) :
 Kelas 1 :
- Tanpa gejala pada kegiatan biasa
- Tanpa batas gerak biasa
 Kelas 2 :
- Waktu istirahat tidak terdapat gejala
- Gerak fisik terbatas
- Cepat lelah, palpitasi, sesak napas, dapat nyeri dada, edema tangan/tungkai
 Kelas 3 : Gerakan sangat terbatas karena gerak minimal saja dapat menimbulkan gejala
payah jantung.
 Kelas 4 : Dalam keadaan istirahat sudah terjadi gejala payah jantung

MANIFESTASI KLINIS
Beberapa tanda dan gejala pada ibu hamil yang memiliki penyakit jantung selama
kehamilan meliputi adanya nyeri dada terkait aktivitas dan emosi ibu, sesak nafas berat baik
itu saat istirahat maupun terjadi di malam hari, dan sinkop (kehilangan kesadaran karena
kekurangan suplai oksigen di otak). Akibat beberapa gejala tersebut, ibu akan cepat merasa
lelah dan susah beraktivitas. (Sinclair, 2010)
Sedangkan tanda dan gejala yang dapat ditemukan selama pemeriksaan fisik dapat
berupa murmur, baik itu sistolik maupun diastolic, sianosis, terdapat distensi vena jugular,
pembesaran hati sehingga menimbulkan nyeri tekan, pembesaran jantung, denyut jantung
terlalu cepat, denyut jantung tidak seperti biasanya baik itu terlalu cepat maupun terlalu lambat
(palpitasi) dan edema perifer pada bagian tubuh, khususnya di ekstremitas tubuh. (Manuaba,
2000)

24
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk mengetahui mengenai penyakit jantung
selama masa kehamilan menurut (Manuaba, 2004) adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks bermanfaat untuk melihat gambaran jantung seperti pembesaran jantung dan
edema paru.
b. Elektrokardiografi (ECG) dapat mendeteksi adanya gangguan seperti irama jantung, system
konduksi jantung, dan lain sebagainya
c. Ekokardiografi untuk melihat struktur dan fungsi pembuluh darah, serta merekam denyut
jantung.
d. USG untuk memantau kesejahteraan janin dalam kandungan
e. Elektrolit serum untuk menilai kalium sebagai petunjuk terapi cairan dan elektrolit
PENATALAKSANAAN
A. Pengawasan antenatal
1. Rawat bersama dengan ahli kardiologi.
2. Banyak istirahat karena jantung melakukan kerja ekstra saat hamil dengan
peningkatan sekitar 12-15 bpm selama hamil.
3. Pengawasan antenatal lebih sering disertai pemeriksaan EKG dan Ekokardiografi.
4. Serial USG sehingga dapat dipantau kesejahteraan janin dalam Rahim.
5. Perhatikan saat kehamilan berusia 32-34 minggu karena puncak hemodulasi besar
kemungkinan terjadi akut dekompensasio kordis.
6. Pengobatan tergantung dari ahli kardiologi
- Tingkat I : Tanpa pengobatan
- Tingkat II : Perhatikan saat kehamilan berusia 28-34 minggu
Tingkat I-II
1. Frekwensi ANC trimester I-II setiap dua minggu
2. Pada trimester II:
- Setiap minggu
- Konsultasi dokter anak atau kardiolog
3. Nasihat dietnya:
- Kurangi garam
- Banyak minum yang memperlancar diuresis
4. Pengawasan ketat terhadap:
- Nadinya agar tidak melebihi 20-28 x/menit
- Temperature untuk menetapkan kemungkinan infeksi
- Perhatikan bertambahnya BB, tidak melebihi ½ kg/minggu
5. Berikan nasihat bila timbul keluhan agar segera datang kembali
6. Setiap bulan, konsultasi rutin pada kardiolog atau bila dipandang perlu

- Tingkat III-IV : rawat dirumah sakit bersama


Kelas III
1. Setiap minggu sejak trimester II

25
2. Perhatikan keluhan dan gejala dekompensasio kordisnya
3. Konsultasi dengan kardiolog / dokter anak sesuai dengan indikasi atau
dilakukan secara rutin
4. Sekitar 14 hari menjalang persalinan harus masuk rumah sakit untuk
persiapan definitive
Kelas IV
1. Sebagian besar waktunya di rumah sakit, dengan perawatan bersama dokter
anak, kardiolog
2. Persiapan untuk menghadapi persalinan sehingga terhindar dari
dekompensasio kordis
A. Pertolongan persalinan penyakit jantung pada kehamilan
Persalinan pada bumil yang menderita penyakit jantung disesuaikan dengan tingkat
penyakitnya, yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat I : Dapat dengan persalinan spontan
Tingkat II-IV : Hindari kala dua panjang, profilaksis dengan forsep ekstraksi
b. Postpartum
1. Perhatikan regurgitasi darah yang besar sehingga dapat terjadi dekompensasio
kordis akuta
2. Pada kasus dengan HPP dapat diberikan oksitosin transfuse hanya dengan pack
Cel.
3. Pantau kemungkinan dekompensasio kordis pascanifas.Dapat diberikan digalisasi
atas saran ahli penyakit jantung.
Terdapat kemungkinan pendarah post partum sehingga memerlukan uterotonika
- Untuk menimbulkan kontraksi otot uterus dapat diberikan oksitosin bolus atau drip
sehingga pendarahan post partum dapat dikendalikan
- Jangan diberikan ergometrin-preparat ergot karena dapat menimbulakn
1) Vasokrontriksi pembuluh darah sehingga tahanan perifer makin meningkat
2) Dapat terjdi vasokontriksi pembuluh darah coroner sehingga menambah
beratya dekompensasio kordis.
Tindakan lain untuk menghentikan pendarahan adalah melakukan massae
bimanual. Pengawasan post partum dilakukan dirumah sakit selama 14 hari,
sampai dapat dijamin keaadaan jantungnya stabil untuk aktivitas puerperiumnya.

B. Profilasis antibiotic yang di rekomendasikan


1. Untuk persalinan dan kelahiran
- Ampisilin 2 gram IM atau IV, gentamisin 1,5 mg/kg BB IM atau IV pada
persalinan aktif, dosis tunggal dilanjutkan diberikan 8 jam kemudian dan post
partum
2. Regimen oral untuk prosedur minor atau pada pasien beresiko rendah dengan
pasien alergi penisilin
- Amoksilin 3 gram per oral 1 jam sebelum prosedur dilakukan dan 1,5 gram 6 jam
kemudian
- Vankomisin 1 gram IV secara perlahan selama 1 jam, plus gentamisin 1,5
mg/kgBB IM atau IV yang diberikan 1 jam sebelum prosedur dilakukan, dapat
diulang sekali lagi 8 jam kemudian

26
KOMPLIKASI
Ada beberapa macam komplikasi dari penyakit jantung pada kehamilan yaitu :
a. Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian
disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.
b. Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran darah
otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.
c. Masalah liver dan koagulasi: HELLP Syndrome (hemolysis, Elevated Liver Enzyme,
Low Platelets Count).
Preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar,
disfungsi hepar dan trombositopenia.
d. Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e. Edema Paru
f. Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan,
merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi. Fetal
Kematian perinatal dan morbiditas fetus meningkat. Pada usia kehamilan 36 minggu,
masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena plasenta iskemi yang terdiri dari
area infark. Kelahiran prematur juga sering terjadi At-term, preeklampsia
mempengaruhi berat lahir bayi dengan penigkatan risiko kematian dan morbiditas
bayi. Pada semua umur gestasi terjadi peningkatan risiko abrupsi plasenta.
- Komplikasi pada maternal
1. Gagal ginjal akibat tubuler nekrotik akut
2. Gagal jantung
3. Edema paru
4. Trombositopeni
5. Rupture plasenta yang menyebabkan pendarahan
- Komplikasi pada janin
a. Persalinan premature
b. Pertumubuhan janin terhambat
c. Kematian perinatal
d. IUGR (Intra Utery Growth Restriction)

EFEK PENYAKIT JANTUNG PADA IBU HAMIL DALAM KEHAMILAN


Penyakit jantung selama kehamilan dapat menimbulkan perburukan gejala dari ibu, hal
ini dapat terlihat dari peningkatan aritmia dan CHF yang membutuhkan peningkatan terapi
obat kardiovaskuler salama kehamilan juga perlu rawat inap. (Hammed, 2001)
Jika ibu terdeteksi memiliki gangguan atau penyakit jantung, maka beberapa lembaga
kesehatan, menyarankan untuk menghentikan kehamilan. Beberapa penelitian menyatakan
jika beberapa janin dengan ibu yang menderita penyakit jantung akan meninggal saat ibu
melakukan tindakan operasi bypass ini juga bisa disebabkan oleh operasi jantung darurat,
usia kehamilan yang belum cukup umur. (Siu, 2001)

27
Ibu dengan resiko penyakit jantung koroner dapat menyebabkan kerugian dalam
kehamilan diantaranya, berat lahri bayi sangat rendah juga kelahiran kurang bulan
(premature). (Sattar, Greer, 2002)

EFEK PENYAKIT JANTUNG PADA IBU HAMIL DALAM MASA PERSALINAN


Beberapa efek pada ibu hamil dengan penyakit jantung yang dapat terjadi selama proses
intranatal atau persalinan antara lain :
a. Kegagalan jantung (dekompensasi kordis). Dapat terjadi pada ibu selama persalinan
akibat peningkatan beban kerja jantung, sedangkan kondisi jantung ibu yang sudah
dalam keadaan lemah atau sakit, dapat semakin parah hingga gagal jantung, sehingga
akan terjadi payah jantung akibat kompensasi yang kurang baik dari jantung ibu
selama persalinan. (Farrer, 2001)
b. Hipoksemia pada ibu dan janin. Hal ini dapat terjadi pada ibu dengan kelainan
pembuluh darah coroner. Beban kerja jantung yang meningkat selama proses intranatal
membuat jantung harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi ibu
dan juga janin, namun dengan adanya kelainan pada jantung ibu, pasokan oksigen
untuk ibu dan janin akan terganggu sehingga beresiko mengalami hipoksemia dan
gawat janin selama persalinan. (Manuaba, 2004)
c. Kematian maternal dan bayi. Selama persalinan kala I dan kala II, curah jantung ibu
meningkat lebih besar, sehingga kerja jantung berkali lipat lebih cepat dari normal.
Dengan adanya penyakit jantung pada ibu, maka kerja jantung menjadi tidak optimal,
dan bila terjadi henti jantung selama persalinan, maka ibu dan janin akan berujung
pada kematian. (Manuaba, 2000)

EFEK PENYAKIT JANTUNG PADA IBU HAMIL DALAM MASA POSTPARTUM


Pada post partum terjadi perubahan hemodinamik ibu hamil :
Pirau retropalsenta berakhir sehingga darah akan kembali menuju sirkulasi umum
sebesar 500-600 cc
Terjadi retraksi otot jantung, sehingga tekanan perifer akan meningkat.
Terjadi perubahan retensio air dan garam kembali menuju sirkulasi umum untuk
dapat dikeluarkan melalui ginjal
Terdapat kemungkinan pendarahan postpartum
Berdasarkan pendapat kelompok , setelah periode post partum merupakan periode
yang berbahaya bagi semua kalangan wanita dengan penyakit jantung, karena dapat
terjadi peningkatan alirah darah ke jantung yang disebabkan oleh perubahan tiba-tiba
pada tekanan abdomen saat melahirkan.

D. IMUNOLOGI / ALERGI
1. ASMA
Definisi Asma
-     Asma adalah kondisi dimana otot-otot bronchi (saluran udara pada paru) mengalami
kontraksi penyimpitan sihingga menyulitkan pernapasan.

28
-     Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan heredites utama.

Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
a.       Faktor Predisposisi
-         Genetik.
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b.      Faktor Prepisitas
-         Alergen
Dimana alergen dapat dibagai menjadi 3 jenis, yaitu :
1.  Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2.  Ingestan, yahg masuk melalui mulut
Ex : Makanan dan obat-obatan
3.  Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex : perhiasan, logam, dan jam tangan
-         Perubahan Cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim kemarau, musim
bunga,. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga danb debu
-         Stress
Stress / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
-         Lingkungan Kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
-         Olahraga / aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas.

2.3 Tanda / Gejala Asma


-         Kesulitan bernafas
-         Kenaikan denyut nadi
-         Nafas berbunyi, terutama saat menghembuskan udara
-         Batuk kering

29
-         Kejang otot di sekitar dada
Adapun tingkatan klinik asma dapat dilihat pad atabel berikut dibawah ini :
Tingkatan PO2 PCO2 pH FEVI (% predicted)
Alkalosis respiratori ringan Normal ↓ ↑ 65 – 80
Alkalosis respiratori ↓ ↓ ↑ 50 – 64
Tingkat waspada ↓ Normal Normal 35 – 49
Asidosis respiratori ↓ ↓ ↑ < 35

Pada kasus asma sedang, hipoksia pada awalnya dapat dikompensasi oleh hiperventilasi
sebagai refleksi dari PO2 arteri normal, menurunnya PO2 dan alkalosis respiratori. Pada
obstruksi berat, ventilasi menjadi berat karena Fatigue menjadikan retensi CO2. pada
hiperventilasi, keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PO 2 arteri yang berubah menjadi
normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang diikuti kegagalan pernafasan dengan
karakteristik hiperkapnia dan asedemia

Jenis-Jenis Asma
Asma dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a.   Asma interisik (berasal dari dalam)
Yang sebab serangannya tidak diketahui
b.  Asma eksterisik (berasal dari luar)
Yang pemicu serangannya berasal dari luar tubuh (biasanya lewat pernafasan)
Serangan asma dapat berlangsung singkat atau berhari-hari. Bisanya serangan dimulai hanya
beberapa menit setelah timbulnya pemicu. Frekuensi asma berbeda-beda pada tiap penderita.
Serangan asma yang hebat dapat menyebabkan kematian

Patofisiologi
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama. Peningkatan respon
saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan gen pada kromosom 5, 6,11, 12, 14 & 16
termasuk reseptor Ig E yang afinitasnya tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen Y
–Cell sedangkan lingkungan yang menjadi alergen tergantung individu masing-masing
seperti influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari
kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di
saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat iritan,
infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas sel mast oleh sitokin menjadi media
konstriksi bronkus dengan lepasnya histamine, prostalgladine D 2 dan leukotrienes. Karena
prostagladin seri F dan ergonovine dapat menjadikan asma, maka penggunaanya sebagai
obat-obat dibidang obstetric sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.

Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,
baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti
tujuan pengobatannya yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter atauperawat yang
merawatnya.

30
Pengaruh Terhadap Kehamilan & Persalinan
     -Keguguran
     -Persalinan prematur
     -Pertumuhan janin terhambat
  Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
-       Menurunnya aliran darah pada uterus
-       Menurunnya venous return ibu
-       Kurva dissosiasi oksi ttb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
-       Menurunnya aliran darah ke pusat
-       Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
-       Menurunnya cardiac output

Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat-obatan asma terhadap fetus, walaupun tidak
ada bukti bahwa pemakaian obat – obat anti asma akan membahayakan asma.

Hal-Hal Untuk Mencegah Agar Tidak Terjadi Serangan Asma Selama Hamil
-      Jangan merokok
-      Kenali faktor pencetus
-     Hindari flu, batuk, pilek atau infeksi saluran nafas lainnya. Kalu tubuh terkena flu segera
obati. Jangan tunda pengobatan kalu ingin asma kambuh.
-       Bila tetap mendapat serangan asma, segera berobat untuk menghindari terjadinya
kekurangan oksigen pada janin
-       Hanya makan obat-obatan yang dianjurkan dokter.
-       Hindari faktor risiko lain selama kehamilan
-       Jangan memelihara kucing atau hewan berbulu lainnya.
-       Pilih tempat tinggal yang jauh dari faktor polusi, juga hindari lingkungan dalam rumah
dari perabotan yang membuat alergi. Seperti bulu karpet, bulu kapuk, asap rokok, dan debu
yang menempel di alat-alat rumah tangga.
-       Hindari stress dan ciptakan lingkungan psikologis yang tenang
-       Sering – sering melakukan rileksasi dan mengatur pernafasan
-       Lakukan olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga tahan
terhadap faktor pencetus.

B. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
1. Definisi
HIV/AIDS adalah suatu sindrom defisiensi imun yang ditandai oleh adanya infeksi
oportunistik dan atau keganasan yang tidak disebabkan oleh defisiensi imun primer atau
sekunder atau infeksi kongenital melainkan oleh human immunodeficiency virus. Kausa
sindrom imunodefisiensi ini adalah retrovirus DNA yaitu HIV-1 dan HIV-2 (Cunningham,
2006).
2. Etiologi

31
Penyebab dari virus ini adalah dari retrovirus golongan retroviridae, genus lenti virus.Terdiri
dari HIV-1 dan HIV-2. Dimana HIV-1 memiliki 10 subtipe yang diberi dari kode A sampai
J dan subtipe yang paling ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.Secara morfologik,
virus ini berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti (core) yang berbentuk silindris dan selubung
(envelope) yang berstruktur lipid bilayer yang membungkus bagian core, dimana
didalam core ini terdapat RNA virus ini. Karena informasi genetik virus ini berupa RNA,
maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA menjadi DNA
sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk tujuan ini HIV memerlukan
enzim reverse transkriptase (Maslow S, 1995).
3. Penularan
Kita masih belum mengetahui secara persis bagaimana HIV menular dari ibu ke bayi.
Namun, kebanyakan penularan terjadi saat persalinan (waktu bayinya lahir). Selain itu, bayi
yang disusui oleh ibu terinfeksi HIV dapat juga tertular HIV.
       Namun risiko penularan lebih tinggi pada saat persalinan, karena bayi tersentuh oleh
darah dan cairan vagina ibu waktu melalui saluran kelahiran. Jelas, jangka waktu antara saat
pecah ketuban dan bayi lahir juga merupakan salah satu faktor risiko untuk penularan. Juga
intervensi untuk membantu persalinan yang dapat melukai bayi, misalnya vakum, dapat
meningkatkan risiko. Karena air susu ibu (ASI) dari ibu terinfeksi HIV mengandung HIV,
juga ada risiko penularan HIV melalui menyusui.
       Faktor risiko lain termasuk kelahiran prematur (bayi lahir terlalu dini) dan kekurangan
perawatan HIV sebelum melahirkan. Sebenarnya semua faktor risiko menunjukkan satu hal,
yaitu mengawasi kesehatan ibu. Beberapa pokok kunci yang penting adalah:
a.         status HIV bayi dipengaruhi oleh kesehatan ibunya,
b.         status HIV bayi tidak dipengaruhi sama sekali oleh status HIV ayahnya, dan
c.         status HIV bayi tidak dipengaruhi oleh status HIV anak lain dari ibu.
4. Faktor Resiko
Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi:
1. Faktor ibu dan bayi
a.    Faktor ibu
       Kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun saat persalinan dan kadar
HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya. Umumnya, satu atau dua minggu setelah
seseorang terinfeksi HIV, kadar HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang. Risiko
penularan akan lebih besar jika ibu memiliki kadar HIV yang tinggi pada menjelang ataupun
saat persalinan. Jika ibu memiliki berat badan yang rendah selama kehamilan serta
kekurangan vitamin dan mineral, maka risiko terkena berbagai penyakit infeksi juga
meningkat. Biasanya, jika ibu menderita infeksi menular seksual atau infeksi reproduksi
lainnya maupun malaria, maka kadar HIV akan meningkat (Depkes RI, 2006).

32
b.    Faktor bayi antara lain:
1.         Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,
2.         Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, dan
3.         Bayi yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya.
2. Faktor cara penularan (Obstetrik)
a.    Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah bayi.
b.    Bayi menelan darah ataupun lendir ibu.
c.    Persalinan yang berlangsung lama.
d.   Ketuban pecah lebih dari 4 jam.
e.    Penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps, dan tindakan
episiotomi
f.     Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran dari pada ASI.
Tabel 1. Faktor yang meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi

Masa kehamilan Masa persalinan Masa menyusui

Ibu baru terifeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV Ibu baru terinfeksi HIV

Ibu memiliki infeksi Ibu mengalami pecah Ibu memberikan ASI dalam
virus, bakteri, parasit. ketuban lebih dari 4 jam periode yang lama.
sebelum persalinan.

Ibu memiliki infeksi Terdapat tindakan medis Ibu memberikan makanan


menular seksual. yang dapat meningkatkan campuran (mixed feeding) untuk
kontak dengan darah ibu atau bayi.
cairan tubuh ibu
(seperti penggunaan
elektroda pada kepala janin,
penggunaan vakum atau
forceps, dan episiotomi).

Ibu menderita Bayi merupakan janin Ibu memiliki masalah pada


kekurangan gizi. pertama dari suatu kehamilan payudara, seperti mastitis, abses,
ganda (karena lebih dekat luka di puting payudara.
dengan leher rahim/serviks)

Ibu memiliki korioamniositis Bayi memiliki luka di mulut.


(dan IMS yang tak diobati
atau infeksi lainnya).

33
5. Pengaruh Kehamilan Pada Perjalanan Penyakit HIV
a.    Pengaruh Infeksi HIV pada Kehamilan
Penelitian di negara maju sebelum era anti retrovirus menunjukkan bahwa HIV tidak
menyebabkan peningkatan prematuritas, berat badan lahir rendah atau gangguan
pertumbuhan intra uterin. Sedangkan di negara berkembang, infeksi HIV justru
meningkatkan kejadian aborsi, prematuritas, gangguan pertumbuhan intra uterin dan
kematian janin intra uterin terutama pada stadium lanjut. Selain karena kondisi fisik ibu
yang lebih buruk juga karena kemungkinan penularan perinatalnya lebih tinggi (McFarland,
2003).
b.   Transmisi Vertikal HIV
Tanpa intervensi, resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya yang dilaporkan berkisar antara
15%-45%. Resiko penularan ini lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan
negara maju (21%-43% dibandingkan 14%-26%). Penularan dapat terjadi pada intra uterin,
intrapartum dan post partum. Sebagian besar penularan terjadi intra partum. Pada ibu yang
tidak menyusui, 24%-40% penularan terjadi intra uterin dan 60%-75% terjadi selama
persalinan. Sedangkan pada ibu yang menyusui bayinya, sekitar 20%-25% penularan terjadi
intra uterin, 60%-70% intra partum dan saat awal menyusui dan 10%-15% setelah
persalinan. Resiko infeksi intra uterin, intra partum dan pasca persalinan adalah 6%, 18%
dan 4% dari keseluruhan kelahian ibu dengan HIV positif (Yunihastuti, 2003).
6.        Diagnosis Infeksi HIV
Diagnosis infeksi HIV juga ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan hasil
penemuan laboratorium. Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV
misalnya :
Ø Lahir dengan ibu resiko tinggi.
Ø Lahir dari ibu dengan pasangan resiko tinggi.
Ø Penerima tranfusi darah atau komponennya, terutama bila berulang dan tanpa uji HIV.
Ø Penggunaan obat parenteral atau intravena secara keliru (biasanya pecandu narkotika)
Ø Homoseksual atau biseksual.
Ø Kebiasaan seksual yang keliru.
7.  Penatalaksanaan
Cara terbaik untuk memastikan bahwa bayi kita tidak terinfeksi dan kita tetap sehat adalah
dengan memakai terapi antiretroviral (ART). Perempuan terinfeksi HIV di seluruh dunia
sudah memakai obat antiretroviral (ARV) secara aman waktu hamil lebih dari sepuluh
tahun. ART sudah berdampak besar pada kesehatan perempuan terinfeksi HIV dan anaknya.
Oleh karena ini, banyak dari mereka yang diberi semangat untuk mempertimbangkan

34
mendapatkan anak. Antiretrovirus direkomendasikan untuk semua wanita yang terinfeksi
HIVAIDS yang sedang hamil untuk mengurangi resiko transmisi perinatal. Hal ini
berdasarkan bahwa resiko transmisi perinatal meningkat sesuai dengan kadar HIV ibu dan
resiko transmisi dapat diturunkan hingga 20% dengan terapi antiretrovirus (McFarland,
2003).
Tujuan utama pemberian antiretrovirus pada kehamilan adalah menekan perkembangan
virus, memperbaiki fungsi imunologis, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi morbiditas
dan mortalitas penyakit yang menyertai HIV. Pada kehamilan, keuntungan pemberian
antiretrovirus ini harus dibandingkan dengan potensi toksisitas, teratogenesis dan efek
samping jangka lama. Akan tetapi, efek penelitian mengenai toksisitas, teratogenesis, dan
efek samping jangka lama antiretrovirus pada wanita hamil masih sedikit. Efek samping
tersebut diduga akan meningkat pada pemberian kombinasi antiretrovirus, seperti efek
teratogenesis kombinasi antiretrovirus dan antagonis folat yang dilaporkan Jungmann, dkk.
Namun penelitian terakhir oleh Toumala, dkk menunjukkan bahwa dibandingkan dengan
monoterapi, terapi kombinasi antiretrovirus tidak meningkatkan resiko prematuritas, berat
badan lahir rendah atau kematian janin intrauterine (Maslow, 1995).
Selain seksio sesarea, berbagai cara telah dicoba untuk menurunkan resiko transmisi
intrapartum pada wanita yang terinfeksi HIV-AIDS. Salah satunya adalah pencucian jalan
lahir dengan kassa yang direndam dengan 0,25% klorheksidin. Ternyata cara ini tidak dapat
mengurangi resiko transmisi partus pervaginam. Perinatal HIV Guidelines Working
Group di Amerika Serikat mengajukan rekomendasi penatalaksanaan obstetrik untuk
mengurangi transmisi HIV vertikal. Rekomendasi yang dianjurkan adalah:
a.        Cara Persalinan: Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang datang pada
kehamilan di atas 36 minggu, belum mendapat antiretrovirus, dan sedang menunggu hasil
pemeriksaan kadar HIV dan CD4 yang diperkirakan ada sebelum persalinan.
Rekomendasi: Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Wanita hamil
yang terinfeksi HIV-AIDS harus mendapat terapi antiretrovirus seperti regimen PACTG
076. Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS dilakukan konseling tentang seksio sesarea
untuk mengurangi resiko transmisi dan resiko komplikasi pascaoperasi, anestesi, dan resiko
operasi lain padanya. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-
38 kehamilan,. Selama seksio, wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS mendapat zidovudin
intravena yang dimulai 3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat zidovudin sirup selama 6
minggu. Keputusan akan meneruskan antiretrovirus setelah melahirkan atau tidak tergantung
pada hasil pemeriksaan kadar virus dan CD4.
b.        Cara Persalinan: Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang datang pada
kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi antiretrovirus, dan kadar HIV tetap di atas
1000 kopi/mL pada minggu ke 36 kehamilan.
Rekomendasi: Regimen antiretrovirus yang digunakan tetap diteruskan. Wanita hamil yang
terinfeksi HIV-AIDS harus mendapat konseling bahwa kadar HIV-nya mungkin tidak turun
sampai kurang dari 1000 kopi/mL sebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk
melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko komplikasi seksio yang meningkat,
seperti infeksi pascaoperasi, anestesi, dan operasi. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio

35
direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, wanita hamil yang terinfeksi
HIV-AIDS mendapat zidovudin intravena yang dimulai minimal 3 jam sebelumnya.
antiretrovirus lain tetap diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat
zidovudin sirup selama 6 minggu.
c.         Cara Persalinan: Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang sedang mendapat
kombinasi antiretrovirus, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu ke 36 kehamilan.
Rekomendasi: Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS diberikan konseling bahwa
kemungkinan transmisi jika kadar HIV tidak terdeteksi mungkin kurang dari 2 %, bahkan
pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara persalinan harus mempertimbangkan
keuntungan dan resiko komplikasi seksio.
d.        Cara Persalinan: Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang sudah direncanakan
seksio sesarea elektif, namun datang pada awal persalinan atau setelah ketuban pecah.
Rekomendasi: Zidovudin intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, wanita
hamil yang terinfeksi HIV-AIDS ditawarkan untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika
dilatasi serviks minimal dan diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih antara
zidovudine intravena dan melakukan seksio sesarea atau memberikan pitosin untuk
mempercepat persalinan. Jika diputuskan untuk menjalani persalinan pervaginam, elektrode
kepala, monitor invasive dan alat bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat
zidovudin sirup selama 6 minggu.
8.   Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi
HIV adalah virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya.
Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen bayi dari ibu yang terinfeksi HIV menjadi
tertular juga. Infeksi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, namun biasanya terjadi
beberapa saat sebelum atau selama persalinan. Bayi lebih mungkin terinfeksi bila proses
persalinan berlangsung lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir terpajan darah ibunya.
(Ngwende, Stella, 2013)
Seperti diuraikan di atas, ART telah terbukti telah memainkan peran penting dalam
menurunkan tingkat PMTCT dan di mana pedoman ada yang merekomendasikan,
berdasarkan bukti, bahwa semua wanita hamil HIV positif harus sudah mulai ART pada
minggu 24 kehamilan mereka, infeksi HIV di kalangan anak-anak meningkat jika jumlah
CD4 ibu adalah ≤200 sel / uL dan jika anak itu terkena makan campuran. ASI eksklusif
selama kurang dari enam bulan adalah pelindung. Direkomendasikan periode pemberian
ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan berhenti menyusui setelah 6 bulan jika
terjangkau, berkelanjutan dan aman. (Ngwende, Stella, 2013)
Sebagaimana telah kita lihat di atas, seorang wanita hamil yang positif HIV risiko
menularkan virus kepada anaknya dalam rahim. Namun, seperti disebutkan sebelumnya, ada
berbagai langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko penularan. Ini termasuk ART
menjalani dan pengiriman tepat. Namun, agar pengobatan yang tepat akan
tersedia, tenaga profesional kesehatan perlu mengetahui status HIV dari ibu. Oleh karena
itu, seperti diuraikan di atas, tes HIV antenatal telah menjadi bagian penting dalam proses
mengurangi HIV ini termasuk dalam 14 standar T diantaranya adalah tes PMS. Sebagai

36
seorang Bidan kita harus bisa melakukan deteksi dini terutama kepada ibu hamil yang
beresiko tinggi untuk mengidap infeksi menular seksual. (Pantiawati, 2010)
Program untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, dilaksanakan secara
komprehensif dengan menggunakan empat prong, yaitu:
Ø Prong 1: mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif.
Ø Prong 2: mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif.
Ø Prong 3: mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya.
Ø Prong 4: memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif
beserta bayi dan keluarganya (Kemenkes, 2012).
Prong 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
-        Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak
adalah dengan mencegah penularan HIV pada perempuan usia reproduksi 15-49 tahun
(pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu ke
anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila
terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah
ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV.
-        Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan
yang benar terkait penyakit HIV dan AIDS, dan penyakit IMS dan di dalam koridor
kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia,
norma, dan adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan
pengetahuan komprehensif terkait HIV dan AIDS dikalangan remaja semakin baik.
-        Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIV
menggunakan strategi “ABCD”, yaitu:
o  A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang
belum menikah;
o  B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-
ganti pasangan);
o  C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom;
o  D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba(Kemenkes, 2012).
Kegiatan yang dapat dilakukan pada pencegahan primer antara lain:
1)   Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang HIV dan AIDS dan
Kesehatan Reproduksi, baik secara individu maupun kelompok, untuk:
a.    Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara menghindari penularan HIV dan IMS

37
b.    Menjelaskan manfaat mengetahui status atau tes HIV sedini mungkin
c.    Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang tata laksana ODHA perempuan
d.   Meningkatkan keterlibatan aktif keluarga dan komunitas untuk meningkatkan
pengetahuan komprehensif HIV dan IMS
Sebaiknya, pesan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak juga disampaikan kepada
remaja, sehingga mereka mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV. Informasi tentang
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak juga penting disampaikan kepada masyarakat
luas sehingga dukungan masyarakat kepada ibu dengan HIV dan keluarganya semakin
kuat (Kemenkes, 2012).
2)   Mobilisasi masyarakat
a. Melibatkan petugas lapangan (seperti kader kesehatan/PKK, Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB), atau posyandu) sebagai pemberi informasi pencegahan HIV dan IMS
kepada masyarakat dan untuk membantu klien mendapatkan akses layanan kesehatan .
b. Menjelaskan tentang cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS, termasuk melalui
penggunaan kondom dan alat suntik steril
c. Melibatkan komunitas, kelompok dukungan sebaya, tokoh agama dan tokoh masyarakat
dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi
3)   Layanan tes HIV
Konseling dan tes HIV dilakukan melalui pendekatan Konseling dan Tes atas Inisiasi
Petugas Kesehatan (TIPK) dan Konseling dan Tes Sukarela (KTS), yang merupakan
komponen penting dalam upaya Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Cara untuk
mengetahui status HIV seseorang adalah melalui tes darah. Prosedur pelaksanaan tes darah
dilakukan dengan memperhatikan 3 C yaitu Counselling, Confidentiality, dan informed
consent. Jika status HIV ibu sudah diketahui:
a.    HIV positif: lakukan intervensi PPIA komprehensif agar ibu tidak menularkan HIV
kepada bayi yang dikandungnya
b.    HIV negatif: lakukan konseling tentang cara menjaga agar tetap HIV negatif
Layanan konseling dan tes HIV diintegrasikan dengan pelayanan KIA sesuai dengan strategi
Layanan Komprehensif Berkesinambungan, agar:
a. Konseling dan tes HIV dapat ditawarkan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan
ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV dan AIDS;
b. Layanan konseling dan tes HIV di layanan KIA akan menjangkau banyak ibu hamil,
sehingga pencegahan penularan ibu ke anaknya dapat dilakukan lebih awal dan sedini
mungkin.

38
c. Penyampaian informasi dan tes HIV dapat dilakukan oleh semua petugas di fasilitas
pelayanan kesehatan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu,
sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV dan AIDS.
d. Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman Konseling dan Tes HIV; petugas
wajib menawarkan tes HIV dan melakukan pemeriksaan IMS, termasuk tes sifilis, kepada
semua ibu hamil mulai kunjungan antenatal pertama bersama dengan pemeriksaan
laboratorium lain untuk ibu hamil (inklusif dalam paket pelayanan ANC terpadu).
e. Tes HIV ditawarkan juga bagi pasangan laki-laki perempuan dan ibu hamil yang dites
(couple conselling);
f. Di setiap jenjang layanan kesehatan yang memberikan layanan PPIA dalam paket
pelayanan KIA, harus ada petugas yang mampu melakukan konseling dan tes HIV;
g. Di layanan KIA, konseling pasca tes bagi perempuan HIV negatif difokuskan pada
informasi dan bimbingan agar klien tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui dan
seterusnya;
h. Konseling penyampaian hasil tes bagi perempuan atau ibu hamil yang HIV positif juga
memberikan kesempatan untuk dilakukan konseling berpasangan dan penawaran tes HIV
bagi pasangan laki-laki;
i. Pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti
proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV harus terjamin;
J. Menjalankan konseling dan tes HIV di klinik KIA berarti mengintegrasikan juga program
HIV dan AIDS dengan layanan lainnya, seperti pemeriksaan rutin untuk IMS, pengobatan
IMS, layanan kesehatan reproduksi, pemberian gizi tambahan, dan keluarga berencana;
k. Upaya pengobatan IMS menjadi satu paket dengan pemberian kondom sebagai bagian
dari upaya pencegahan.
4) Dukungan untuk perempuan yang HIV negatif
a. Ibu hamil yang hasil tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya tetap HIV
negatif;
b. Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV;
c. Membuat pelayanan KIA yang bersahabat untuk pria, sehingga mudah dan dapat diakses
oleh suami/pasangan ibu hamil;
d. Mengadakan kegiatan konseling berpasangan pada saat kunjungan ke layanan KIA;
e. Peningkatan pemahaman tentang dampak HIV pada ibu hamil, dan mendorong dialog
yang lebih terbuka antara suami dan istri/ pasangannya tentang perilaku seksual yang aman;
f. Memberikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami bahwa dengan melakukan
hubungan seksual yang tidak aman, dapat berakibat pada kematian calon bayi, istri dan
dirinya sendiri;

39
g. Menyampaikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami tentang pentingnya
memakai kondom untuk mencegah penularan HIV.
Prong 2: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV
Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang dikandungnya jika
hamil.Karena itu, ODHA perempuan disarankan untuk mendapatkan akses layanan yang
menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas,penggunaan alat
kontrasepsi yang aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten akan
membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual yang aman, serta
menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Perlu diingat bahwa infeksi
HIV bukan merupakan indikasi aborsi.
·         Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil dapat menggunakan kontrasepsi yang
sesuai dengan kondisinya dan disertai penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV
dan IMS.
·         Perempuan dengan HIV yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak lagi
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan tetap menggunakan kondom.
Sejalan dengan kemajuan pengobatan HIV dan intervensi PPIA, ibu dengan HIV dapat
merencanakan kehamilannya dan diupayakan agar bayinya tidak terinfeksi HIV. Petugas
kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi, terkait kemungkinan terjadinya penularan, peluang anak untuk tidak terinfeksi
HIV. Dalam konseling perlu juga disampaikan bahwa perempuan dengan HIV yang belum
terindikasi untuk terapi ARV bila memutuskan untuk hamil akan menerima ARV seumur
hidupnya. Jika ibu sudah mendapatkan terapi ARV, jumlah virus HIV di tubuhnya menjadi
sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga risiko penularan HIV dari ibu ke anak menjadi
kecil, artinya, ia mempunyai peluang besar untuk memiliki anak HIV negatif. Ibu dengan
HIV berhak menentukan keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan,
suami atau keluarganya. Perlu selalu diingatkan walau ibu/pasangannya sudah mendapatkan
ARV demikian penggunaan kondom harus tetap dilakukan setiap hubungan seksual untuk
pencegahan penularan HIV pada pasangannya. Beberapa kegiatan untuk mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV antara lain:
o  Mengadakan KIE tentang HIV dan AIDS dan perilaku seks aman;
o  Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan;
o  Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS;
o  Melakukan promosi penggunaan kondom;
o  Memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB dengan
menggunakan metode kontrasepsi dan cara yang tepat;
o  Memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang ingin
merencanakan kehamilan.

40
Prong 3: Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya
Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini merupakan
inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut:
1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;
2. Diagnosis HIV
3. Pemberian terapi antiretroviral;
4. Persalinan yang aman;
5. Tata laksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
6. Menunda dan mengatur kehamilan;
7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.
Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, diimplementasikan Prong 1 dan Prong 2.
Pada daerah dengan prevalensi HIV yang terkonsentrasi, diimplementasikan semua prong.
Ke-empat prong secara nasional dikoordinir dan dijalankan oleh pemerintah, serta dapat
dilaksanakan institusi kesehatan swasta dan lembaga swadaya masyarakat.
Pedoman baru dari WHO mengenai pencegahan penularan dari ibu ke bayi (preventing
mother-to-child transmission/ PMTCT) berpotensi meningkatkan ketahanan hidup anak dan
kesehatan ibu, mengurangi risiko (mother-to-child transmission/MTCT) hingga 5% atau
lebih rendah serta secara jelas memberantas infeksi HIV pediatrik.Pedoman itu memberikan
perubahan yang bermakna pada beberapa tindakan di berbagai bidang. Anjuran kunci
adalah:
-     ART untuk semua ibu hamil yang HIV-positif dengan jumlah CD4+ di bawah 350 atau
penyakit WHO stadium 3 atau penyakit HIV stadium 4, tidak menunda mulai pengobatan
dengan tulang punggung AZT dan 3TC atau tenofovir dan dengan 3TC atau FTC.
-     Penyediaan antiretroviral profilaksis yang lebih lama untuk ibu hamil yang HIV-positif
yang membutuhkan ART untuk kesehatan ibu.
-     Apabila ibu menerima ART untuk kesehatan ibu, bayi harus menerima profilaksis
nevirapine selama enam minggu setelah lahir apabila ibunya menyusui, dan profilaksis
dengan nevirapine atau AZT selama enam minggu apabila ibu tidak menyusui.
-     Untuk pertama kalinya ada cukup bukti bagi WHO untuk mendukung pemberian ART
kepada ibu atau bayi selama masa menyusui, dengan anjuran bahwa menyusui dan
profilaksis harus dilanjutkan hingga bayi berusia 12 bulan apabila status bayi adalah HIV-
negatif atau tidak diketahui.

41
-     Apabila ibu dan bayi adalah HIV-positif, menyusui harus didorong untuk paling sedikit
dua tahun hidup, sesuai dengan anjuran bagi populasi umum.
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada
ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya
HIV-negatif, maka bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV ayah tidak mempengaruhi
status HIV bayi.
Hal ini dapat dijelaskan karena sperma dari penderita HIV tidak mengandung virus, yang
mengandung virus adalah air mani. Oleh sebab itu, telur ibu tidak dapat ditularkan sperma.
Jelas, bila perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa
kondom dalam upaya membuat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan
terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi laki-laki
tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita
menghindari infeksi HIV pada perempuan.
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila
kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak
tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir
agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan
melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh
di bawah 8%.Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini
membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan, pemberdayaan
perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction, dan hindari transfusi darah
yang tidak benar-benar dibutuhkan.Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,
program tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. ODHA perempuan yang
memakai obat antiretroviral harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif.
Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.
Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan kepada Ibu dengan HIV
beserta Anak danKeluarganya
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan.Ibu
akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, sosialdan
perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapimasalah stigma
dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaanstatus HIV ibu sangat
penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dankeluarganya.Beberapa hal
yang mungkin dibutuhkan oleh ibu dengan HIV antara lain:
· Pengobatan ARV jangka panjang
· Pengobatan gejala penyakitnya
· Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4dan viral load)
· Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
· Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi

42
· Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya.
· Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV danpencegahannya
· Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
· Kunjungan ke rumah (home visit)
· Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV
· Adanya pendamping saat sedang dirawat
· Dukungan dari pasangan
· Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
· Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak
· Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu dengan HIV akan bersikap optimis
dan bersemangat mengisi kehidupannya.

43
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit yang berhubungan dengan persalinan dan BBL antara lain
a. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti
virus, bakteri, jamur, dan parasit. Meski beberapa jenis organisme terdapat di tubuh
dan tergolong tidak berbahaya, pada kondisi tertentu, organisme-organisme tersebut
dapat menyerang dan menimbulkan gangguan kesehatan, yang bahkan berpotensi
menyebabkan kematian.seperti torch, malaria, ascariasis, hepatitis, TBC, herpes,
varicella
b. Penyakit sistemik
Penyakit sistemik adalah gejala penyakit yang bertalian dengan adanya kelainan
kondisi sistem metabolisme tubuh manusia. Hal itu bisa karena adanya alergi atau
kepekaan tubuh terhadap suatu unsur/zat tertentu, bakteri tertentu, atau suatu kondisi
kelainan tubuh yang memicu komplikasi, contohnya seperti DM
c. Penyakit kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler terjadi karena adanya gangguan pada  jantung dan pembuluh
darah. Penyakit jantung dan stroke merupakan dua penyakit kardiovaskuler yang
paling banyak dikenal, namun ada juga penyakit kardiovaskuler yang lain.
d. Penyakit imunologi/ alergi
Penyakit imunologi adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau
sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh Anda sendiri. Penyakit ini
berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada
dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Dan penyakit alergi adalah
reaksi sistem kekebalan tubuh manusia terhadap benda tertentu, 
yang seharusnya tidak menimbulkan reaksi di tubuh orang lain. Reaksi tersebut dapat
muncul dalam bentuk pilek, ruam kulit yang gatal, atau bahkan sesak napas.
B. SARAN
Jika dalam penulisan makalah ini terdapat kekuarangn dan kesalahan, penulis mohon maaf.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulis
dapat membuat makalah yang lebih baik di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom, KD.
Penyakit menular seksual. Dalam: Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap
LC, Hauth JC, Wenstrom, KD. Obstetri Williams. EGC, Jakarta; 2006; 1680-1681.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Informasi
umum. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu
dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2012.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Faktor
risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam: Pratomo H. et al. (eds). Pedoman
pencegahan penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,
2012.
Green WC. Latar belakang dan masalah umum. Dalam: Green WC (eds). HIV,
kehamilan, dan kesehatan perempuan. Yayasan spiritia, Jakarta;2009:4-6.
Hazemba et al. 2016. Promotion of exclusive breastfeeding among HIV-positive
mothers: an exploratory qualitative study.I nternational Breastfeeding Journal (2016)
11:9 DOI 10.1186/s13006-016-0068-7
Kusmiyati. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta. Fitramaya
Jaringan pencegahan HIV dari ibu ke anak. Kebijakan PMTCT Indonesia:
PMTCT.net; 2008. h.1.
Maslow S. AIDS in Gynocology in Gynecology and Obstetrics Sciarra. Volume 1
Edisi Revisi.1995. J.B Lippincott Company 46. Philadelphia (1-12).
McFarland, Elizabeth J. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection in : Current
Pediatric Diagnosis&Treatment. 16th edition. 2003. McGraw&Hill Company.
Singapore (1140-50).
Ngewende Stella. 2013. Factors associated with HIV infection among children born to
mothers on the prevention of mother to child transmission programme at Chitungwiza
Hospital, Zimbabwe, 2008. BMC Pubilc Health.
Pantiawati Ika,Saryono.2010. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan).Yogyakarta:
Nuhamedika
Suwendra, Putu.. Human Immunodeficiency Virus. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi&Penyakit Tropis. Edisi Pertama. 2001. IDAI. Jakarta (281-
301).
Volderding A, Sande A.. The Medical Management of AIDS. 4th edition. 1995. WB
Saunders Company. United State of America . (22-4, 614-32).

Anda mungkin juga menyukai