Anda di halaman 1dari 39

BAHAN AJAR SASTRA UNTUK SEKOLAH MENENGAH

Annisa Sabrina

NIM 1201618054

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2021
Daftar Isi

Daftar Isi ..................................................................................................................................... i


1. PUISI .................................................................................................................................. 1
a. Puisi Lama ...................................................................................................................... 1
1) Pantun .......................................................................................................................... 1
2) Gurindam..................................................................................................................... 2
3) Syair ............................................................................................................................ 3
b. Puisi Baru ........................................................................................................................ 4
1) Elegi ............................................................................................................................... 4
2) Romansa ......................................................................................................................... 5
c. Puisi Modern ................................................................................................................... 5
1) Distikon .......................................................................................................................... 5
2) Terzina ............................................................................................................................ 6
3) Kuatrain .......................................................................................................................... 6
2. PROSA FIKSI .................................................................................................................... 8
d. Prosa Fiksi Lama............................................................................................................. 8
1) Hikayat ........................................................................................................................... 8
2) Fabel ............................................................................................................................. 10
e. Prosa Fiksi Modern ....................................................................................................... 10
1) Cerpen .......................................................................................................................... 10
2) Anekdot ........................................................................................................................ 14
3) Sinopsis Novel.............................................................................................................. 15
3. DRAMA ........................................................................................................................... 19
Naskah Drama ...................................................................................................................... 19
Naskah Monolog .................................................................................................................. 25

i
1. PUISI

a. Puisi Lama

1) Pantun

a) Pantun Agama
Air Dan api selalu berlawanan
Langit dan bumi adalah berjauhan
Kalau hati penuh kedengkian
Siapalah orang yang akan mau berteman

Banyaklah masa antara masa


Tidak seelok masa bersuka
Meninggalkan sembahyang jadi biasa
Tidak takut api neraka?

Anak ayam turun sembilan


Mati seekor tinggal lapan
Duduk berdoa kepada Tuhan
Minta Allah jalan ketepatan

b) Pantun Dagang atau Nasib


Pagi ini bibi ke pasar
Terbang belikis lari ke sarang
Hati ini menjadi gusar
Barang habis dicuri orang

Orang Padang mandi di gurun


Mandi bergosok daun lada
Hari petang matahari turun
Dagang berurai air mata

Sumber: Teguh Indriawan. (2013). Peribahasa, Puisi, Pantun, Sajak. Depok: Infra
Pustaka

1
2) Gurindam

Gurindam pasal yang ketujuh:

Apabila banyak berkata-kata,


disitulah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan suka,


itulah tanda hampirkan duka.

Apabila kita kurang siasat,


itulah tanda pekerjaan hendak sesat.

Apabila anak tidak dilatih,


jika besar bapaknya letih.

Apabila banyak mencela orang,


itulah tanda dirinya kurang.

Apabila orang yang banyak tidur,


sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan kabar,


menerimanya itu hendaklah sabar.

Apabila mendengar akan aduan,


membicarakannya itu hendaklah cemburuan.

Apabila perkataan yang lemah lembut,


lekaslah segala orang mengikut.

Apabila perkataan yang amat kasar,


lekaslah orang sekalian gusar.

2
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidaklah boleh orang berbuat onar.

Sumber: Raja Ali Haji. (2018). GURINDAM DUA BELAS. Bandung: PT. Dunia Pustaka
Jaya

3) Syair

Sumber: Sumaryanto. (2010). Mengenal Pantun dan Syair. Semarang: PT. Sindur Press

3
b. Puisi Baru

1) Elegi

Surat untuk Ibu

Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu.


Saya lagi sibuk demo memperjuangkan nasib saya
yang keliru. Nantilah, jika pekerjaan demo
sudah kelar, saya sempatkan pulang sebentar.

Oh ya, Ibu masih ingat Bambung 'kan?


Itu teman sekolah saya yang dulu sering numpang
makan dan tidur di rumah kita. Saya baru saja
bentrok dengannya gara-gara urusan politik
dan uang. Beginilah Jakarta, Bu, bisa mengubah
kawan menjadi lawan, lawan di kawan.

Semoga Ibu selalu sehat bersama penyakit


yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan
keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.
Sudah beberapa kali saya mencoba meralat
nasib saya dan syukurlah saya masih
dinaungi kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit
atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.

Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu


berdentang nyaring dan malam damaimu
diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.

(2016)
Sumber: Joko Pinurbo. (2019). Buku Latihan Tidur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama

4
2) Romansa

Bahasa Baru

Di bawah langit yang sama, ada dua dunia berbeda.


Jarak yang membentang di antaranya menciptakan
bahasa baru untuk kita. Tiap kata yang kauucapkan
selalu berarti kapan. Tiap kata yang kuucapkan selalu berarti akan.

Sumber: M. Aan Mansyur. (2016). Tidak Ada New York Hari Ini. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama

c. Puisi Modern

1) Distikon

Hutan Karet
- in memoriam: Sukabumi

Daun-daun karet berserakan.


Berserakan di hamparan waktu.

Suara monyet di dahan-dahan.


Suara kalong menghalau petang.

Di pucuk-pucuk ilalang belalang berloncatan.


Berloncatan di semak-semak rindu.

Dan sebuah jalan melingkar-lingkar


membelit kenangan terjal.

Sesaat sebelum surya berlalu


masih kudengar suara beduk bertalu-talu.

(1990)

5
Sumber: Joko Pinurbo. (2016). Selamat Menunaikan Ibadah Puisi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama

2) Terzina

Setiap akhir pekan ibu menghidangkan sayur asem


dan kue apem agar kami pandai mingkem
dan terbebas dari durjana cangkem.

Ibumu adalah guru bahasamu. Dan guru bahasamu


mengajarkan, di dalam kata apem ada api
yang telah dihalau hati yang adem.

"Cangkemmu adalah surgaku," kata harimau.


Dan kata guru bahasamu, di dalam kata asem
ada asu yang telah ditangkal tangan yang kalem.

(2016)

Sumber: Joko Pinurbo. (2019). Buku Latihan Tidur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama

3) Kuatrain

Suara dalam Diam


Karya Maharani Dewi Kusumaningrum/ IX F

Dalam diam kusebut dirimu


Dalam sujud kuserukan namamu
Karena Tuhan yang maha tahu
Wahai nama yang kuseru

Teruntuk sebuah nama dalam doaku


Tak selamanya rasa dapat diungkap

6
Sungguh rumit diungkap dengan kata
Sungguh panjang dinyanyikan dengan nada

Hanya dapat dikagumi dalam bungkam


Disebut dalam doa sepertiga malam
Dipandang dari kejauhan
Dan pada akhirnya Tuhan yang memberikan jawaban

Sumber: SMPN 3 Maospati. (2018). Kumpulan Puisi dan Pantun: Mimpi & Imajinasi Adalah
Impianku. Magetan: Telaga Ilmu

7
2. PROSA FIKSI

d. Prosa Fiksi Lama

1) Hikayat

Tentang Semangat (Viriya)


Kisah kelahiran di gurun pasir.
Jataka nomor 2.
Di suatu masa, tatkala Brahmadatta sedang bertahta di Benares dalam Kerajaan
Kasi, Bodhisatta dilahirkan kembali dalam keluarga pemimpin karavan. Setelah dewasa
ia merantau dari satu tempat ke tempat yang lain untuk berdagang, dengan membawa
lima ratus gerobak.
Satu kali, Sang Bodhisatta berhadapan dengan gurun pasir kering sepanjang
enam puluh yojana (tujuh mil). Pasir gurun ini sangatlah halus. Jika digenggam tak ada
yang tersisa di telapak tangan. Siang hari udara panas sekali, seperti hamparan bara api,
tak ada yang mampu berlalu di atasnya. Yang ingin menyeberanginya harus membawa
bekal kayu bakar, air, minyak, beras, serta lain-lain keperluan, dan berjalan hanya pada
malam hari. Menjelang fajar, semua gerobak disusun membentuk lingkaran. Lalu
hamparan peneduh diselimutkan di atasnya. Pada pagi hari orang-orang makan. Siang
hari mereka beristirahat di bawah keteduhan tenda. Saat matahari telah terbenam dan
pasir mendingin, mereka akan meneruskan perjalanan setelah makan malam.
Perjalanan seperti ini mirip pelayaran di tengah samudera. Pemandu gurun,
sebagaimana ia disebut, akan memimpin iring-iringan dengan berpatok pada bintang di
langit.
Pada waktu itu dan dengan cara seperti itu, Bodhisatta menyeberangi gurun.
Setelah menempuh jarak lima puluh sembilan yojana, ia berkata dalam hati, “Satu
malam lagi, setelah itu kita akan meninggalkan gurun kering ini.”
Mereka menghabiskan semua makanan yang tersisa pada malam itu,
menggunakan semua kayu bakar yang masih ada. Lalu ia mengikat semua gerobaknya
dan meneruskan perjalanan. Sementara itu, pemandu gurun, setelah meletakkan tikar
pada gerobaknya yang berjalan di depan, melihat ke langit, dan berkata, “Ambil jalan
di arah ini.”
Setelah itu ia merebahkan diri dan terpulas. Tak ia sadari lembu-lembu penarik
kemudian berbelok dan melewati jalan yang telah mereka lalui sebelumnya. Sepanjang

8
malam lembu-lembu itu menarik gerobak tanpa berhenti. Menjelang fajar, pemandu
gurun terjaga. Ia melihat ke bintang-bintang. Alangkah kagetnya ia. “Putar, putar,”
katanya, “Putar kembali gerobak.”
Lembu-lembu telah dikembalikan ke arahnya dan gerobak-gerobak dijajarkan
dalam satu baris panjang. Matahari telah keluar. Orang-orang berteriak, “Ini tempat kita
membuat tenda semalam. Bekal kita tiada lagi. Matilah kita kali ini.”
Setelah menyusun gerobak membentuk lingkaran dan menyelimutinya dengan
peneduh, masing-masing orang merebahkan diri dalam keputusasaan.
Bodhisatta merenung, “Jika aku diam, mereka akan binasa.”. Dan mencari-cari
di pagi yang belum panas ia melihat serumpun rumput. Ia pikir rumput itu ada di sana
pasti ada air di bawahnya. Dengan sekop, tanah itu ia gali. Setelah menggali sedalam
enam puluh hatta, sekop mereka menumbuk batu dan pecah. Mereka semua menyerah
pasrah. Namun Bodhisatta yakin air ada di bawah batu. Jadi ia turun ke sana,
berjongkok, mendekatkan telinganya di atas batu, mencoba mendengar sesuatu.
Terdengar olehnya suara air mengalir. Ia naik kembali dan berkata pada pengikut-
pengikutnya, “Saudaraku, jika kita tidak berusaha sekuat tenaga, kita akan binasa.
Jangan menyerah! Bawa palu itu, mari kita hancurkan batu keras.”
Mengikuti nasihat Bodhisatta, dan tidak menyerah, walau yang lain menyerah,
ia turun ke dalam galian, menghantam batu itu sedemikian kuatnya, sehingga membelah
batu itu tepat di tengahnya, menghancurkanya hingga ke bawah, dan melepaskan air
yang telah dibendungnya selama ini. Memancar ke atas langit air setinggi batang pohon
palem. Dengan bersorak mereka meneguk air dan mandi di sana. Setelah itu mereka
melepaskan roda dan luku cadangan dan sebagainya. Lalu memberi air pada lembu-
lembu. Tatkala matahari telah terbenam, mereka menancapkan bendera di dekat mata
air, dan meneruskan perjalanan sampai ke tujuan.
Di sana mereka berdagang dengan untung dua hingga empat kali lipat.
Kemudian, dengan laba yang diperoleh, tiap orang kembali ke rumahnya sendiri-
sendiri. Menghabiskan sisa hidup mereka di sana, menjalani hidup sesuai karma
masing-masing. Bodhisatta, setelah berbuat kebajikan — berdana dan sebagainya —
mendapatkan buah sesuai karmanya.

Sumber: I.B. Horner. (2007). HIKAYAT PENAKLUKAN DIRI SENDIRI (sepuluh kesempurnaan
dalam cerita-cerita Jataka). Jakarta: Yayasan Penerbit Karaniya

9
2) Fabel

DUA KATAK DAN SEBUAH SUMUR


Dua ekor katak hidup bersama di rawa-rawa. Tapi di musim panas, ketika isi
rawa kering, keduanya pun mencari tempat baru untuk hidup. Sebisa mungkin, katak
akan memilih tempat yang basah atau lembap.
Akhirnya tibalah mereka di tepi sebuah sumur yang dalam. Katak pertama
memandang ke bawah dan berseru, "Tempat ini bagus, sejuk, dan banyak airnya. Mari
kita loncat dan tinggal di dalam sana."
Tapi katak kedua lebih bisa berpikir bijak. Sahutnya, "Jangan buru-buru! Jika
suatu hari nanti sumur ini juga kering, bagaimana kita bisa keluar lagi?”
Berpikir dua kali sebelum bertindak adalah lebih bijak.

Sumber: Aesop. (2016). Kumpulan Fabel. Yogyakarta: Kakatua

e. Prosa Fiksi Modern

1) Cerpen

Kampus Swasta?
Oleh Mimin
Sudah tiga puluh menit ponselku tak berhenti berdering. Panggilan
masuk terus-menerus mengusik telinga. Hari sudah mulai gelap dan aku masih
enggan mengangkatnya. Panggilan itu dari Ibuku yang berusaha membujukku
masuk perguruan tinggi swasta (PTS) sedangkan aku yang mengidam-idamkan
masuk perguruan tinggi negeri (PTN) hanya sekedar mimpi. Entah apa alasan
Ibu membujukku sampai seperti ini. Padahal apa bagusnya kampus swasta?
Kampus swasta itu mahal dan kualitas pendidikannya masih jauh di bawah
kampus negeri.
Kedua kakakku lulus sebagai sarjana di salah satu kampus negeri.
Namun sekarang, mereka hanya duduk di rumah membantu Ibu bekerja di
ladang. Mungkin itu salah satu penyebab Ibu enggan menguliahkanku di
kampus negeri. Kekecewaan terhadap kedua putrinya itu mendasari Ibu berpikir
lebih dalam tentang pendidikan dan karier anaknya nanti. Ia tidak ingin nasibku
juga seperti mereka.

10
“Jangan salahkan kampusnya, salahkan Kakak!” teriakku pada Ibu.
“Kalau begitu Ibu tidak salah menyuruhmu kuliah di kampus swasta,”
jawab Ibu
Aku tidak bisa mencerna perkataan Ibu sama sekali, di pikiranku ibu
hanya berbicara omong kosong. Ibuku hanya lulusan SMA, tidak tahu betul
bagaimana kampus yang benarbenar layak, itu alasanku berani menentang
perkataannya.
“Ibu tahu apa soal kampus?” pikirku
Sudah beberapa minggu ini aku memang tidak pulang, kemarahanku
pada Ibuku sudah tidak bisa ditahan. Dan Bapakku, hanya diam saja seolah-olah
menyetujui keputusan Ibu. Kakak-kakakku juga diam. Sebenarnya alasan
mereka cukup sederhana. Hanya karena kampus berjarak beberapa kilo dari
rumah.
Menumpang tidur di salah satu kos-kosan teman akrabku, dengan
bermodal tabungan uang jajan tentu aku nekat memilih kabur dari rumah. Orang
rumah risau mencariku, namun keputusan mereka menempatkanku di kampus
swasta Menumpang tidur di salah satu kos-kosan teman akrabku, dengan
bermodal tabungan uang jajan tentu aku nekat memilih kabur dari rumah. Orang
rumah risau mencariku, namun keputusan mereka menempatkanku di kampus
swasta
Menumpang tidur di salah satu kos-kosan teman akrabku, dengan
bermodal tabungan uang jajan tentu aku nekat memilih kabur dari rumah. Orang
rumah risau mencariku, namun keputusan mereka menempatkanku di kampus
swasta
Menumpang tidur di salah satu kos-kosan teman akrabku, dengan
bermodal tabungan uang jajan tentu aku nekat memilih kabur dari rumah. Orang
rumah risau mencariku, namun keputusan mereka menempatkanku di kampus
swasta
“Halo, anak manis,” sapa bapak dengan senyum melingkar di bibirnya.
“Bapak kok tahu aku di sini? ” tanyaku.
Bapak memang satu-satunya laki-laki di keluarga kami yang paling
mengerti dan paham dengan keadaan putri-putrinya. Tetapi akhir-akhir ini, aku
juga kecewa padanya karena tidak membelaku. Sebelumnya, apapun pilihanku

11
selalu didukung. Tiba-tiba saja Bapak sering diam seakan-akan bergantung
kepada Ibu mengenai pendidikanku.
Kutuangkan air hangat dalam cangkir berisi teh celup. Kuaduk dengan
perlahan dan kutambahkan gula secukupnya. Aromanya menyeruak ke seisi
ruangan. Kubawa perlahan dan kuletakkan di depan Bapak. Kami duduk berdua
dan berbincang-bincang sederhana. Setelah pembicaraan kami terjeda beberapa
menit karena bapak harus mengangkat telepon, tiba-tiba aku terkejut mendengar
Bapak mengucap dua kata tersebut, kampus swasta.
“Kampus Swasta, hahaha,” ucap Bapak dengan tertawa.
Aku hanya terdiam mendengar Bapak yang tiba-tiba saja menyebut kata
itu. Menurutku pembicaraan kita begitu menarik sebelum Bapak berpindah
topik. Kini aku hanya menatap Bapak yang masih saja tertawa. Entah
mentertawaiku atau mentertawakan perkataannya sendiri.
“Kenapa kamu begitu terobsesi dengan kampus negeri, Anakku?” ujar
Bapak sambil mencoba menghentikan tawanya.
“Kampus negeri lebih murah, Pak. Fasilitas dan dosennya juga
terjamin,” jawabku dengan nada agak meninggi.
“Bapak tidak masalah dengan biaya kuliahmu. Kau tahu apa tentang itu
semua? Bukankah kedua kakakmu juga kuliah di negeri, lantas siapa mereka
sekarang? Bukan siapa-siapa. Siapa yang menjamin lulusan negeri akan lebih
sukses daripada lulusan swasta? Apa kamu bisa menjamin?” ucap bapak dengan
nada lembut.
“Tapi Pak...” kataku sambil berusaha meyakinkan Bapak.
Sepertinya Ibu meminta Bapak supaya membujukku masuk kampus
swasta. Sebelumnya Bapak tidak pernah seperti ini. Tetapi dengan
pernyataannya, aku benar-benar tidak bisa menjawab. Seperti tersendat setiap
kali Bapak menanyaiku. Aku tak bisa menemukan kesalahan dalam
perkataannya. Bahkan memprotesnya saja aku tak sanggup.
“Apa yang kamu cari di kampus negeri juga ada di swasta. Coba kamu
pikirkan lagi,” ujar Bapak.
Selepas itu, Bapak membawaku pulang ke rumah. Katanya aku sudah
pergi terlalu lama. Ibu begitu merindukanku. Tetapi motor Bapakku berhenti di
kampus itu, kampus yang hanya beberapa kilo dari rumah, kampus swasta.
Bapak memerintahkanku supaya memandangi bangunannya. Orang-orang kaya

12
yang menempati ruang demi ruangnya, tentu saja mewah. Kampus dengan kelas
elit, diisi oleh mahasiswa berparas harta tapi pendidikannya rendah. Begitu
pikirku. Tetapi lagi-lagi ayah menyadarkanku.
“Bangunan sama, dosennya sama, kualitas pendidikannya juga nggak
kalah tuh. Lalu apa yang kamu risaukan? Bukankah menyenangkan kuliah dan
setiap hari bertemu orang tua?” sahut Bapak sambil mengelus pundakku.
Aku kembali menaiki motor bersama Bapak, menikmati setiap tikungan
di jalanan bersama satu-satunya laki-laki di hidupku saat ini. Entah bagaimana
langkahku setelah ini. Berjalan maju atau diam di tempat. Beberapa kali
kutengok ke belakang memastikan gedung itu tetap berada di sana dan tidak
bergerak. Jiwaku terombang-ambing ketika mendengar pertanyaan Bapak
tentang ketersediaanku menempati kampus tersebut, tentang keberadaanku
yang selalu ingin bersama mereka. Merantau memang bukan pilihanku. Kurasa
aku akan mempertimbangkannya lagi. Kubuka pikiranku, “Kampus swasta
mungkin cocok untukku.”

Sumber: Hana, dkk. (2019). Sebiru Sendu. Jakarta: Benito Group

13
2) Anekdot

Sumber: Siswa X PSPT angkatan 7 dan X MIA angkatan 3. (2021). Kumpulan Anekdot. Depok: Ghama
Caraka Press

14
3) Sinopsis Novel

Judul Novel : Ayah


Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Tahun terbit : Pertama, Mei 2015
Jumlah halaman : xx + 412 halaman
ISBN : 978-602-291-102-9

Sinopsis:
Dikisahkan bahwa Sabari adalah sosok pria yang sangat dingin dan
susah jatuh cinta terhadap perempuan. Sedangkan kedua sahabatnya, Ukun dan
Tamat adalah pria yang loyal serta sangat mudah jatuh cinta.
Dalam cerita selanjutnya, Sabari jatuh hati pada gadis bernama Marlena.
Tapi nahasnya, rasa cinta Sabari pada Marlena hanya bertepuk sebelah tangan.
Marlena justru melakukan hal kebalikan pada Sabari bahkan Marlena sangat
membencinya karena rupa Sabari yang tak setampan pria-pria lain yang
dikenalnya.
Namun dengan segala kegigihan dan usaha besar yang dilakukanya,
akhirnya Marlena pun takluk dan bersedia dinikahi oleh Sabari. Tapi lagi-lagi,
kemalangan nyatanya belum beranjak dari Sabari, Marlena, sang gadis impian
yang akan dinikahinya ternyata tengah mengandung kala itu.
Singkat cerita, meski dengan keadaan tengah mengandung dari hasil
hubunganya bersama pria lain, Sabari dengan segala rasa cinta, tetap menikahi
Marlena dan tidak berselang lama, lahirlah Zoro.
Meski bukan anak kandungnya, kehadiran Zorro telah mampu merubah
hidup Sabari. Saban hari, dengan segala rasa tanggung jawab, Sabari bekerja
keras tiada henti demi membahagiakan anak dan istrinya.
Tapi lagi lagi, kemalangan dan kepedihan hidup menghampiri Sabari.
Rumah tangga yang tak didasari cinta membuat Marlena menggugat cerai
dirinya.
Akan tetapi, hal tersebut sepertinya telah diketahui oleh Sabari sehingga
dia rela asalkan Zoro tetap hidup denganya. Tapi nahasnya lagi, nasib yang

15
dikehendaki Sabari hanya angan-angan belaka, Zoro tetap diambil oleh Ibunya
dan mereka berdua hidup berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainya.
Sepeninggal Zorro, hidup Sabari semakin tak menentu. Badan tak
terawat, rumah tak diurus, dan dia tak mau bekerja. Sabari stress berat hingga
membuat kedua sahabatnya iba dan berinisiatif mencari Zoro.
Tamat dan Ukun rela mencari Marlena dan Zoro ke seantero Sumatera.
Perjuangan mereka mencari ibu dan anak tersebut penuh liku. Mereka rela
melakukan apa saja demi kebahagiaan Sabari dan persahabatan yang telah lama
terjalin.
Kiranya, dapatkah kedua sahabat karib itu menemukan Marlena dan
Zoro? Dapatkah mereka mengembalikan Sabari pada jati dirinya yang dulu?

16
Judul Buku : Apa Pun Selain Hujan
Penulis : Orizuka
Penerbit : Gagasmedia
Tahun Terbit : 2016
Tebal : 288hlm
ISBN : 978-979-78-0850-1

Sinopsis

Wira tadinya memiliki segalanya. Faiz dan Nadine yang merupakan


sahabatnya, yang paling bisa memahaminya dan juga taekwondo. Akan tetapi
dalam waktu satu hari, di perhelatan Jakarta Open Cup Tournament 2013,
semuanya yang tadinya indah kini menjadi gelap bahkan menakutkan untuk
Wira. Yang tadinya merupakan hal terbaik yang dimiliki berubah menjadi hal
yang paling ingin dilupakannya dan dijauhinya. Ketika ia harus melihat
temannya sendiri, Faiz meregang nyawa saat bertanding di babak final
melawannya. Di saat hujan sedang turun.

Sejak saat itu Wira pergi jauh meninggalkan kota tempat tinggalnya.
Setelah lulus dari SMA, Wira memutuskan untuk pindah ke Malang dan
melanjutkan kuliahnya disana. Ia memilih untuk menjauhi Jakarta dan tinggal
bersama neneknya karena tidak sanggup tinggal di kota yang sama dengan
teman-teman sekolah dan klubnya. Di Malang Wira memulai lagi segalanya.

Wira takut hujan. Karena hujan mengingatkannya akan kejadian kelam


yang sangat menyakitkan baginya. Membawanya kembali pada Faiz, Nadine
dan juga taekwondo. Jika hujan turun, Wira akan memilih untuk menunggu
sampai hujan reda baru ia akan pulang kerumahnya.

Akan tetapi semua pelan-pelan berubah ketika satu nama itu masuk ke
dalam hidupnya. Kayla. Gadis yang dibantu oleh Wira ketika sedang diganggu
para preman. Saat itu juga pertama kalinya bagi Wira menggunakan
taekwondo nya untuk membantu gadis itu tanpa sadar. Kayla yang ternyata
juga merupakan seorang taekwondoinpun mengetahuinya. Ketika bertemu lagi
dengan Wira, Kayla menanyakan hal itu dan langsung disangkal oleh Wira.

17
Seolah Wira memang dibawa untuk kembali pada taekwondo, kejadian
lainnya mendekatkan Wira pada hal yang paling ingin dijauhinya itu. Karena
seekor kucing akhirnya mau tidak mau Wira harus mendekati tempat UKM itu
dan bertemu dengan taekwondo lagi.

Kayla yang tidak mudah putus asa mencari banyak jalan untuk
membawa kembali Wira kepada taekwondo. Yang tidak disadarinya bahwa itu
membawa kembali luka dan ingatan kelam Wira di masa lalu. Apa yang akan
terjadi dengan Wira selanjutnya? Bagaimana Wira mampu bangkit dari
kelamnya masa lalu dan melanjutkan kembali hidupnya? Dan ketika
dihadapkan kepada sebuah kenangan pahit, sanggupkan ia berdiri kembali
dengan bantuan Kayla atau bahkan Kayla malah memperkeruh keadaan?

18
3. DRAMA

Naskah Drama

19
20
21
22
23
Sumber: Tato Nuryanto. (2014). Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati. Cirebon: CV ELSI Pro

24
Naskah Monolog

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Sumber: Denny. J.A. (2017). Puisi Kaum Minoritas: Monolog 5 Puisi Denny J.A. Yogyakarta: Tonggak
Pustaka

37

Anda mungkin juga menyukai