Anda di halaman 1dari 31

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Bayi Baru Lahir

a. Pengertian

Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu

yang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus

dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke

kehidupan ekstrauterin. (Dewi, 2010).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37

minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai

dengan 4000 gram. (Wahyuni, 2012)

b. Perawatan Bayi Baru Lahir Normal

Penanganan segera pada bayi baru lahir yang harus dilakukan

menurut Saifuddin (2009) antara lain adalah sebagai berikut:

1) Mempertahankan suhu tubuh bayi

Pada waktu baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu

badannya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk

membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus hangat.

Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur kebutuhan akan tempat

tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya stabil.

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

2) Membersihkan jalan napas

Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir.

Apabila bayi tidak langsung menangis, penolong harus segera

membersihkan jalan napas, yakni dengan meluruskan jalan napas

dan membersihkannya menggunakan jari tangan yang dibungkus

kassa steril.

3) Memotong dan merawat tali pusat

Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan

gunting steril dan diikat dengan pengikat steril. Apabila masih

terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru kemudian dibalut kassa

steril.

4) Melakukan Inisiasi Menyusu Dini

Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, bayi diletakkan

tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi bersentuhan langsung ke

kulit ibu. Kontak kulit ibu dan bayi ini berlangsung setidaknya 1

jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat menyusu sendiri. Bayi

diberi topi dan selimut di atasnya agar tetap terjaga kehangatannya.

5) Memberi obat tetes/salep mata

Pemberian obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1%

dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia

(penyakit menular seksual).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

6) Memberi vitamin K

Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi

vitamin K 1 , semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu

diberi 1 mg vitamin K 1 pada sepertiga paha bagian luar secara

intramuskular. Pemberian vitamin K 1 yaitu 1 jam setelah IMD.

7) Pemberian imunisasi bayi baru lahir

Imunisasi hepatitis B 0 diberikan 1 jam setelah pemberian

vitamin K 1 , pada saat bayi berumur 2 jam. Imunisasi hepatitis B

bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B pada bayi, terutama

jalur penularan ibu-bayi.

8) Identifikasi bayi

Alat pengenal yang efektif harus diberikan pada setiap bayi

baru lahir dan harus di tempatnya sampai waktu bayi dipulangkan.

Peralatan identifikasi dapat berupa gelang identifikasi yang berisi

nama lengkap ibu, tanggal lahir, jenis kelamin, dan hasil

pengukuran antropometri yang dipasang pada pergelangan tangan

dan atau pergelangan kaki bayi.

9) Pemantauan bayi baru lahir

Melakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir merupakan

salah satu tindakan pemantauan bayi baru lahir. Bayi baru lahir

dinyatakan mengalami ikterus patologis apabila ditemukan tanda-

tanda kulit berwarna kuning, refleks bayi lemah, malas minum, dan

pernapasan apneu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

2. Ikterus Neonatorum

a. Pengertian

Ikterus neonatorum yaitu warna kuning pada kulit dan sklera bayi

baru lahir yang dihasilkan dari hiperbilirubinemia. (Jardine dan

Woodgate, 2012)

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai

oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin

tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak

pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl (Kosim, 2012).

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda

penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan

penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2mg%, maka

ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat

meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5mg%. Ikterus terjadi

karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”) dan atau

kadar bilirubin direk (“conjugated”). (Hasan dan Alatas, 2007)

b. Klasifikasi

1) Ikterus Fisiologis menurut Dewi (2010) :

a) Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi indirek

adalah 1-3mg/dl dan naik dengan kecepatan kurang dari 5

mg/dl/24 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

b) Timbul pada hari ke-2 sampai ke-3, biasanya berpuncak antara

hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar bilirubin 5-6 mg/dl dan

menurun sampai dibawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-

c) Bayi biasa, minum baik, BB naik normal

d) Kadar bilirubin serum bayi cukup bulan tidak lebih dari 12

mg/dl dan BBLR10 mg/dl

e) Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi puncak kadar

bilirubin indirek tidak lebih dari 12 mg/dl pada usia hari ketiga.

Pada bayi prematur puncaknya lebih tinggi (15 mg/dl) dan

terjadi lebih lambat (hari kelima). Puncak kadar bilirubin indirek

selama ikterus fisiologis lebih tinggi pada bayi ASI (15-17

mg/dl) daripada bayi non-ASI (12 mg/dl). Hal tersebut sebagian

akibat penurunan asupan cairan ASI. (Behrman, 2010)

f) Bayi yang mendapat ASI cenderung mengalami

hiperbilirubinemia daripada bayi yang mendapat susu formula.

Kondisi ini secara acak dibagi menjadi awitan cepat yang terjadi

pada usia 2-4 hari dan awitan lambat yang mulai terjadi pada

usia 4-7 hari. Pada bayi baru lahir yang mendapat ASI, kadar

bilirubin umumnya mencapai puncak yang berkisar 10-30 mg/dl

yang akan menetap selama 4-10 hari pada kadar tersebut

sebelum menurun secara perlahan pada usia 3-12 minggu. Bayi

kurang bulan yang mendapat ASI juga memiliki kadar bilirubin


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

yang secara signifikan lebih tinggi daripada bayi kurang bulan

yang mendapat susu formula. Tidak terdapat perbedaan antara

angka produksi bilirubin pada bayi yang mendapat susu formula

dan bayi yang mendapat ASI sehingga tingginya tingkat

hiperbilirubinemia tidak berkaitan dengan produksi, tetapi

berkaitan dengan konjugasi dan ekskresi bilirubin (Belde, et.al

2011 dan Schwartz, 2005).

2) Ikterus Patologis

a) Ikterus patologis menurut Hasan dan Alatas (2007) adalah

ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin

mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia dengan

ciri-ciri :

(1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama

(2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl atau lebih setiap

24 jam

(3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada

neonatus kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup

bulan

(4) Bilirubin direk lebih dari 1mg/dl, atau kenaikan bilirubin

serum 1mg/dl/jam

(5) Ikterus yang disertai oleh :


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Proses hemolisis karena inkompatibilitas darah. Defisiensi

enzim G-6-PD( glukosa 6 fosfat dehidrokinase), sepsis,

BBLR, masa gestasi 36 minggu, asfiksia, dan infeksi.

b) Pemeriksaan yang menunjukkan adanya ikterus patologis adalah

timbul pada usia 24-36 jam, peningkatan bilirubin lebih dari 5

mg/dl/24 jam, bilirubin lebih dari 12 mg/dl pada bayi cukup

bulan tanpa faktor resiko ikterus fisiologis, dan ikterus menetap

setelah usia 10-14 hari. (Eugene dkk, 2010)

c. Etiologi

Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun

disebabkan beberapa faktor menurut Hasan dan Alatas (2007) secara

garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai berikut :

1) Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk

mengeluarkannya misalnya pada : hemolisis yang meningkat pada

inkompatibilitas darah Rh, golongan darah lain, defisiensi enzim

G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini

dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk

konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis,

hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glucoronil

transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab lain adalah

defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam

uptake bilirubin ke sel–sel hepar.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

3) Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh

albumin kemudian di angkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan albumin

ini dapat dipengaruhi oleh obat–obat misalnya salisilat,

sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak

terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak.

4) Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat

obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan di luar hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar.

d. Patofisiologi

Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang

berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang

menua. Pada neonatus 75% bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu

gram hemoglobin dapat menghasilkan 34 mg bilirubin indirek (free

billirubin) dan sisanya 25% disebut early labeled bilirubin yang berasal

dari pelepasan hemoglobin karena eritropoeis yang tidak efektif di

dalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme dan

heme bebas. Pembentukan bilirubin diawali dengan proses oksidasi

yang menghasilkan biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin

menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut dalam lemak yang bersifat

lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melewati membran biologik

seperti plasenta dan sawar otak. (Kosim, 2012).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Di dalam plasma, bilirubin tersebut terikat/bersenyawa dengan

albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar menjadi mekanisme

ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan

masuk ke dalam hepatosit. Di dalam sel bilirubin akan terikat dan

bersenyawa dengan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation S-

tranferase membawa bilirubin ke reticulum endoplasma hati. (Kosim,

2012)

Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukoronide dan sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Ada

2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide yaitu uridin

difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi

pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi

diglukoronide terjadi di membran kanalikulus. (Hasan dan Alatas,

2007).

Gambar alur patofisiologis hiperbilirunemia yang merupakan salah

satu diagnosa potensial dari ikterus neonatorum patologis dapat dilihat

pada lampiran 2.

e. Faktor risiko

Faktor risiko hiperbilirubinemia

minggu menurut Kosim (2012), yaitu :

1) Faktor risiko mayor

Faktor risiko mayor dari hiperbilirubinemia adalah ikterus

yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan, inkompabilitas


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau

penyakit hemolitik lainnya, umur kehamilan 35-36 minggu dimana

konsentrasi albumin pada janin rendah, riwayat anak sebelumnya

yang mendapat fototerapi, sefalhemathom, dan ras Asia Timur.

2) Faktor risiko minor menurut :

Faktor risiko minor dari hiperbilirubinemia adalah umur

kehamilan 37-38 minggu dimana hati sudah dapat memproses

beberapa produk buangan tubuh, sebelum pulang bayi tampak

kuning, riwayat anak sebelumnya kuning, dan berjenis kelamin

laki-laki.

f. Diagnosis

1) Pemeriksaan Klinis

Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam

cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya

matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk

menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah (Hasan dan

Alatas, 2007).

Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang

merupakan resiko terjadinya kern-icterus, misalnya secara klinis (

rumus Kramer) dilakukan di bawah sinar biasa (day light).

Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara laboratories, apabila

tidak memungkinkan, dapat dilakukan secara klinis. (Hasan dan

Alatas, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan

dengan angka di dalam gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Penerapan rumus Kramer

Sumber : Saifuddin, 2009

Ikterus neonatorum patologis dibagi menjadi 5 kramer sesuai

dengan daerah ikterusnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan Kadar Bilirubin

I Daerah kepala dan leher 5 mg%

II Daerah I + Sampai badan atas 9 mg%

Daerah II + Sampai badan


III 11 mg%
bawah hingga tungkai

Daerah III + Sampai daerah


IV 12 mg%
lengan, kaki bawah, lutut

Daerah IV + Sampai daerah


V 16 mg%
telapak tangan dan kaki

Tabel 2.1 Pembagian Ikterus Neonatorum menurut metode Kramer

Sumber : Saifuddin, 2009


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

2) Pemeriksaan diagnostik menurut Green (2012) , yaitu :

a) Golongan darah : untuk menentukan golongan darah dan status

Rh bayi bila transfusi sulih diperlukan

b) Uji Coombs direk : untuk menentukan diagnosis penyakit

hemolitik pada bayi baru lahir ; hasil positif mengindikasikan sel

darah merah bayi telah terpajan (diselimuti antibodi)

c) Uji Coombs indirek : mengukur jumlah antibodi Rh positif

dalam darah ibu

d) Kadar Bilirubin total dan direk : untuk menegakkan diagnosis

heperbilirubinemia

e) Darah periksa lengkap dengan diferensial : untuk mendeteksi

hemolisis, anemia (Hb < 14 gr/dl) atau polisitemia (Ht lebih dari

65%); Ht kurang dari 40% (darah tali pusat) mengindikasi

hemolisis berat

f) Protein serum total : untuk mendeteksi penurunan kapasitas

ikatan (3,0 mg/dl)

g) Glukosa serum : untuk mendeteksi hipoglikemia (< 40 mg/dl)

g. Tanda Klinis/ Laboratoris

Secara klinis ikterus dapat dideteksi dari warna kulit yaitu

pemucatan kulit dengan menekan kulit dengan jari, ketika bilirubin

melebihi 5 mg/dl (85 mikromol/L). Ikterus dimulai dari wajah,

kemudian menyebar ke abdomen dan kemudian ke ekstremitas. Ikterus


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

dapat terlewatkan secara klinis dan lebih sulit dideteksi pada bayi

preterm dan berkulit hitam/gelap. (Lissauer, 2011)

Menurut Marmi (2012), tanda klinis dari bayi baru lahir dengan

ikterus adalah :

1) Sklera, puncak hidung, mulut, dada, perut, dan ekstremitas berwarna

kuning

2) Letargi

3) Kemampuan menghisap turun

4) Kejang

5) Dehidrasi : hal ini disebabkan oleh asupan kalori yang tidak adekuat

(misalnya : kurang minum atau muntah-muntah)

6) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

7) Penurunan berat badan yang berlebihan

h. Prognosis

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin

indirek telah melalui sawar darah otak . Pada keadaan ini penderita

mungkin menderita kern ikterus atau ensefalopati biliaris . Kern ikterus

(ensefalopati biliaris) adalah sindrom neurologis akibat pengendapan

bilirubin tak terkonjugasi didalam sel-sel otak. Resiko pada bayi dengan

eritroblastosis foetalis secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin

serum ; hubungan antara kadar bilirubin serum dan kern ikterus pada

bayi cukup bulan yang sehat masih belum pasti. Bilirubin indirek yang

larut dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk ke otak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

dengan cara difusi apabila kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin

dan protein plasma lainnya terlampaui, dan kadar bilirubin bebas dalam

plasma bertambah. (Nelson, dkk, 2012).

Pada setiap bayi, nilai persis kadar bilirubin yang bereaksi indirek

atau kadar bilirubin bebas dalam darah yang kalau dilebihi akan bersifat

toksik, tidak dapat diramalkan ; tetapi kern ikterus jarang terjadi pada

bayi cukup bulan yang sehat. Nelson, dkk, 2012)

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi

dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek

menghisap buruk, sedangkan pada fase intermediate ditandai dengan

moderate stupor, iritabilitas, hipertoni. Untuk selanjutnya bayi akan

demam, high-pitced cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan

hipotoni (Kosim, 2012).

i. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Dalam penanganan ikterus, cara–cara yang dipakai ialah untuk

mencegah dan mengobati, sampai saat ini cara–cara itu dapat dibagi

dalam empat jenis usaha, yaitu :

1) Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin.

Pemberian fenobarbital untuk antikonvulsan, dosis muatan 15-

20 mg/kg oral, intravena, dosis rumatan untuk neonatus 3-4

mg/kg/hari dan dapat diulang setiap 12-24 jam. (Widagdo, 2012)

Pemberian fenobarbital yang dapat memperbesar konjugasi dan

ekskresi bilirubin. Pemberiannya akan membatasi perkembangan


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

ikterus fisiologis pada bayi baru lahir bila diberikan pada ibu dengan

dosis 90 mg/24 jam sebelum persalinan atau pada bayi saat lahir

dengan dosis 10 mg/kg/24 jam. Meskipun demikian, fenobarbital

tidak secara rutin dianjurkan untuk mengobati ikterus pada bayi

neonatus karena pengaruhnya pada metabolisme bilirubin biasanya

tidak terlihat sebelum mencapai beberapa hari pemberian, efektivitas

obat ini lebih kecil dari pada fototerapi dalam menurunkan kadar

bilirubin, dan dapat mempunyai pengaruh sedatif yang tidak

menguntungkan serta tidak menambah respon terhadap fototerapi.

(Nelson, 2012)

Early breast feeding, menyusui bayi dengan ASI. Bilirubin juga

dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu

bayi harus mendapat cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki

zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK.

Akan tetapi pemberian ASI juga harus dibawah pengawasan dokter

karena pada beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin

bayi (breast milk jaundice). (Marmi, 2012)

Pemberian ASI diberikan pada bayi secara berulang-ulang

karena bayi malas minum. ASI yang cukup untuk penanganan pada

bayi dengan ikterus yaitu 8-12 kali sehari. Jika tidak mau menghisap

dot berikan pakai sendok. Jika tidak habis berikan melalui sonde.

(Ngastiyah, 2005; Maryunani, 2013)


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

2) Terapi sinar matahari menurut Ngastiyah (2005) dan Marmi (2012)

Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.

Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.

Caranya dijemur selama 15 menit dengan posisi yang berbeda-beda.

Lakukan antara jam 07.00-09.00 karena inilah waktu dimana sinar

ultraviolet dengan panjang gelombang cahaya 425-550 nm cukup

efektif mengurangi kadar bilirubin. Hindari posisi yang membuat

bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya.

3) Terapi sinar (Fototerapi) menurut Kosim (2012) dan Ngastiyah

(2005)

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai

kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal.

Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecah dan

menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh organ

hati dan dapat dikeluarkan melalui urin dan tinja sehingga kadar

bilirubin menurun.

Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian

konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan

menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam

usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar

bersama feses. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin

agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih

fatal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fototerapi, yaitu :

a) Alat

Unit terapi sinar , yaitu :

Lampu dapat berupa tabung fluorences penghasil sinar blue-

green spectrum (panjang gelombang 430-409 nm) dengan

kekuatan 30 uW/cm², lampu halogen, sistem fiberoptic, lampu

gallium nitrid, pelindung mata dan lampu, inkubator, tirai putih,

dan pengukur suhu tubuh serta pengukur ruangan.

b) Pelaksanaan

(1) Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam

(2) Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari

500 jam, untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan

oleh lampu yang digunakan

(3) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin

terkena sinar matahari

(4) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat

memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina.

Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan

orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus.

(5) Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat

memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari

cahaya fototerapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

(6) Posisi lampu diatur dengan jarak 45-50 cm di atas tubuh bayi,

untuk mendapatkan energi yang optimal

(7) Posisi tubuh bayi diubah tiap 3 jam agar tubuh mendapat

penyinaran seluas mungkin

(8) Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37ºC dan observasi

suhu setiap 4-6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan

sementara lampunya dan bayi diberikan banyak minum.

Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap tinggi

hubungi dokter

(9) Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan

peningkatan suhu tubuh bayi

(10) Pada waktu memberi minum bayi dikeluarkan, dipangku,

penutu mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau

tidak

(11) Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam

(12) Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam setelah pemberian terapi

24 jam

(13) Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 % atau kurang

terapi dihentikan walaupun belum 100 jam

(14) Jika setelah pemberian terapi 100 jam bilirubin tetap tinggi

atau kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat

kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan.

Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

(15) Hentikan terapi sinar bila kadar bilirubin turun dibawah batas

untuk dilakukan terapi sinar atau mendekati nilai untuk

dilakukan transfusi tukar

c) Hal yang perlu diperhatikan pada pemberian fototerapi :

(1) Bila kadar bilirubin cenderung naik pada bayi-bayi yang

mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi

proses hemolisis.

(2) Kebutuhan cairan bayi meningkat selama pemberian terapi

sinar :

(a) Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling

tidak setiap 3 jam, tidak perlu menambah atau

mengganti ASI dengan air, dekstrosa, atau formula.

(b) Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras

dengan menggunakan salah satu cara alternatif

pemberian minum. Selama dilakukan terapi sinar,

naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25

ml/kgBB.

(c) Bila bayi mendapat cairan IV, naikkan kebutuhan

hariannya 10-20 %.

(d) Bila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum

melalui pipa lambung, bayi tidak perlu dipindahkan

dari lampu terapi sinar.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

(3) Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi menjadi cair dan

berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan tindakan

khusus.

(4) Bayi dipindahkan dari alat terapi sinar bila akan dilakukan

tindakan yang tidak memungkinkan dikerjakan di bawah

lampu terapi sinar.

(5) Bila bayi mendapat terapi oksigen, matikan lampu saat

memeriksa bayi untuk mengetahui sianosis sentral.

(6) Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk

menentukan kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan

fototerapi dan selama 24 jam setelah dihentikan.

d) Efek samping terapi sinar

Pelaksanaan fototerapi pada bayi dengan ikterus neonatorum

memiliki efek samping yaitu pada perubahan suhu dan metabolik,

perubahan kardiovaskuler, status cairan, fungsi saluran cerna,

perubahan aktivitas, perubahan berat badan, efek okuler,

perubahan kulit, dan perubahan hematologi dapat dilihat pada

tabel 2.2 di lampiran 3.

4) Transfusi tukar

Darah bayi dikeluarkan (biasanya dua kali volume, yaitu 2 x 80

ml/kg) dan diganti dengan darah yang ditransfusikan. Transfusi tukar

dapat mengeluarkan bilirubin dan antibodi, serta mengoreksi anemia.

Komplikasinya mencakup trombosis, embolus, kelebihan atau


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

kekurangan cairan, kelainan metabolik, infeksi, kelainan koagulasi.

Kematian mungkin sekitar 1%. (Lissauer, 2011)

Transfusi tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia yang

tidak dapat diatasi dengan tindakan lain misalnya telah diberikan

terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya

transfusi tukar dilakukan pada ikterus yang disebabkan karena proses

hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan Rhesus, ABO, dan

defisiensi G-6-PD. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah

kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, kenaikan kadar bilirubin

indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam, anemia berat pada neonatus

dengan gejala gagal jantung, dan hasil pemeriksaan uji comb positif.

(Ngastiyah, 2005)

Pengelolaan ikterus menurut waktu dan kadar bilirubin dapat

dilihat pada tabel 2.3 di lampiran 4. Penatalaksanaan

hiperbilirubinemia dengan fototerapi dan transfusi tukar dibedakan

sesuai berdasarkan berat badan bayi, bayi baru lahir relatif sehat, dan

bayi cukup bulan dapat dilihat pada tabel 2.4 dan 2.5 di lampiran 5.

Efek samping transfusi tukar adalah hipokalsemia dan

hipomagnesia, hipoglikemia, gangguan kardiovaskuler, perdarahan,

dan infeksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Penerapan manajemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus

neonatorum menurut 7 Langkah Varney :

a. Langkah I. Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap

Untuk memperoleh data dasar secara lengkap pada bayi baru lahir

dengan ikterus neonatorum dapat diperoleh melalui :

1) Data subjektif :

a) Biodata atau identitas

Identitas yang perlu dikaji adalah umur bayi yaitu ikterus

pada 24 jam pertama termasuk patologis dan menetap setelah

usia 10-14 hari. (Hasan dan Alatas, 2007 ; Eugene, 2010)

Bayi keturunan Asia memiliki insiden ikterus yang tinggi

dan bayi Amerika-Afrika memiliki insiden yang rendah.

(Varney, 2008)

b) Keluhan Utama

Keluhan yang timbul pada bayi dengan ikterus

neonatorum adalah bayi malas minum, letargis, dan kulit bayi

berwarna kuning (Kosim, 2012).

c) Riwayat penyakit

Apakah terdapat riwayat gangguan hemolisis darah

(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah ABO),

kelainan fungsi hati, dan obstruksi saluran pencernaan (Hasan

dan Alatas, 2007)


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

d) Data kebiasaan sehari-hari

(1) Nutrisi : ASI yang diberikan pada bayi mempengaruhi

tingginya tingkat hiperbilirubinemia yang

berkaitan dengan konjugasi dan ekskresi

bilirubin. (Belde, et al 2011 ; Schwartz, 2005)

(2) Aktifitas : Pada bayi ikterus gerakan lemah, tidak aktif

dan letargi. (Marmi, 2012)

(3) Eliminasi : BAK biasanya pada bayi ikterus warna urin

gelap atau urine positif mengandung

hiperbilirubin, konsistensi BAB feses

berwarna terang (Varney, 2008).

2) Data Objektif

a) Keadaan umum

Pengkajian ini terdiri dari pemeriksaan umum seperti

letargi, penurunan berat badan yang berlebihan, dan pemberian

makan yang buruk. (Varney, 2008).

b) Vital Sign

(1) Frekuensi nadi : Pada bayi dengan ikterus frekuensi nadi

normal yaitu sama dengan bayi lahir

normal. (Varney, 2008).

(2) Pernapasan : pada bayi dengan ikterus fekuensi

pernapasan yaitu lebih dari 60 kali / menit

(takipnea). (Varney, 2008).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

(3) Suhu tubuh : Suhu tubuh pada bayi ikterus akan

mengalami ketidakstabilan (Varney, 2008).

c) Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan yang dilakukan dari ujung rambut sampai kaki

(1) Kepala : Pada bayi ikterus terlihat menguningnya

kulit atau jaringan lain di kepala akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh (Hasan

dan Alatas, 2007).

(2) Muka : Tanda klinis pada bayi ikterus pada muka

yaitu pada puncak hidung dan mulut

berwarna kuning (Marmi, 2012).

(3) Mata : Tanda klinis dari bayi ikterus pada mata

yaitu sklera bayi berwarna kuning

(Marmi, 2012).

(4) Kulit : Pada bayi dengan ikterus kulit berwarna

kuning akibat akumulasi bilirubin tak

terkonjugasi yang berlebih. (Hidayat,

2008)

(5) Dada : Pada bayi ikterus dada berwarna kuning dan

pernapasan takipnea/lebih dari 60 kali per

menit. (Marmi, 2012 ; Varney, 2008)

(6) Abdomen : Pada bayi dengan ikterus tanda klinis pada


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

abdomen yaitu perut bayi berwarna kuning

dan memeriksa apakah ada pembesaran

hati dan limpa. (Marmi, 2012).

(7) Ekstremitas : Pada bayi dengan ikterus tanda klinis pada

ekstremitas yaitu kaki dan tangan terdapat

warna kuning (Marmi, 2012).

(10) Genetalia : Pada bayi dengan ikterus ketika BAK warna

urine gelap (Varney, 2008)

(11) Anus : Pada bayi dengan ikterus pengeluaran BAB

pada warna feses bayi akan lebih terang

(Varney, 2008)

d) Reflek

(1) Reflek morro pada bayi dengan ikterus neonatorum adalah

lemah. (Schwartz, 2005).

(2) Reflek walking pada bayi dengan ikterus adalah lemah

(Hasan dan Alatas, 2007).

(3) Reflek tonick neck pada bayi dengan ikterus adalah lemah

karena leher bayi kaku (Hasan dan Alatas, 2007).

(4) Reflek rooting pada bayi dengan ikterus adalah lemah

(Hasan dan Alatas, 2007).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

(5) Refleks sucking pada bayi dengan ikterus neonatorum

memiliki reflek hisap lemah sampai tidak mau menghisap

(Hasan dan Alatas, 2007).

3) Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada bayi dengan

hiperbilirubinemia adalah pemeriksaan golongan darah, uji coombs

direk, uji coombs indirek, kadar bilirubin total dan direk, darah

periksa lengkap dengan diferensial, protein serum total, dan glukosa

serum. (Green, 2012)

b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar

1) Diagnosis Kebidanan

Bayi Ny. X dengan Ikterus Neonatorum Patologis

Dasar:

a. Subjektif

Ibu mengatakan bayinya berwarna kuning pada muka dan

sebagian tubuhnya dan kemampuan menghisap bayi lemah.

(Marmi, 2012)

b. Objektif

1) Sklera, puncak hidung, mulut, dada, perut, ekstremitas

berwarna kuning

2) Letargi

3) Kemampuan menghisap turun.

4) Kejang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

5) Dehidrasi

6) Penurunan berat badan yang berlebihan. (Marmi, 2012)

2) Masalah

Masalah pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah gangguan

pernapasan, kurangnya masukan dan nutrisi karena bayi malas

minum, gangguan rasa nyaman akibat pengobatan karena

pemberian terapi sinar, dan transfusi tukar (Ngastiyah,2005).

3) Kebutuhan

Kebutuhan pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah

memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi dengan memberikan ASI

secara adekuat dengan cara ASI dimasukkan dalam botol susu; jika

tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok dan jika tidak dapat

habis berikan melalui sonde, mengusahakan agar bayi tidak

kepanasan atau kedinginan, memelihara kebersihan tempat tidur

bayi dan lingkungannnya dan mencegah terjadinya infeksi (Green,

2012).

c. Langkah III. Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan

Mengantisipasi Penanganannya

Diagnosis potensial pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah

potensial terjadi Kern-Icterus yang berhubungan dengan peningkatan

kadar bilirubin serta potensial kekurangan volume cairan yang

berhubungan dengan terapi sinar (Nelson, dkk, 2012).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Antisipasi tindakan yang dilakukakan yaitu dengan cara

perbaikan KU dengan pemberian ASI secara adekuat (On demand),

serta lakukan fototerapi atau transfusi tukar bila ada indikasi (Dewi,

2010).

d. Langkah IV. Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus ikterus

neonatorum adalah kolaborasi maupun konsultasi terhadap tim

kesehatan lain dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Kolaborasi

mungkin dapat dilakukan dengan dokter spesialis anak dalam

pemberian terapi (fototerapi, transfusi tukar), serta petugas

laboratorium untuk pemeriksaan penunjang (Green, 2012).

e. Langkah V. Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh

Dalam kasus bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum, rencana

asuhan yang diperlukan adalah memberikan penjelasan pada keluarga

tentang kondisi bayi, menjemur bayi tiap pagi di bawah sinar matahari

dengan menutup mata dan genital bayi memakai kertas karbon yang

dilapisi kain kassa dan merubah posisi bayi agar sinar ultraviolet dapat

merata ke seluruh tubuh, memberikan penjelasan pentingnya ASI

eksklusif dan menyusu dengan adekuat, jika dilakukan fototerapi

posisi bayi dirubah agar sinar merata ke seluruh tubuh, mengawasi

efek dari pemberian fototerapi, serta melakukan kolaborasi dengan tim

laboratorium dalam menegakkan diagnosa yang tepat dan


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

kolaborasi dengan dokter spesialis anak dalam penanganan. (Rukiyah

dan Yulianti, 2010)

f. Langkah VI. Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisien dan

Aman

Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau

perawat yang menangani bayi dengan ikterus di ruang perawatan

bayi/perinatologi sesuai dengan rencana asuhan yang akan dilakukan.

Kolaborasi dengan tim laboratorium untuk menegakkan diagnosa

dengan mengecek kadar bilirubin dan darah pada bayi. Kolaborasi

dengan dokter spesialis anak dilakukan untuk tindakan dan terapi

selanjutnya yang harus diberikan pada bayi dengan ikterus

neonatorum patologis.

g. Langkah VII. Mengevaluasi

Pada langkah terakhir dilakukan evaluasi untuk mengetahui

keefektifan dalam pemberian terapi sudah sesuai dengan kebutuhan

pasien atau belum, warna pada kulit bayi masih kuning atau normal

kemerahan, bayi sudah menyusu dengan adekuat atau belum. Jika

dilakukan fototerapi apakah terdapat efek samping yang terjadi pada

bayi atau kondisi bayi menjadi semakin baik.

2. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien

Selanjutnya dari 7 langkah Varney dapat disajikan menjadi 4 langkah

yaitu SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning). SOAP disajikan


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan untuk

mendokumentasikan asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai

catatan kemajuan atau perkembangan keadaan klien.

S : Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien

melalui anamnesis yaitu anak sudah tidak letargis, tidak kuning, reflek

menghisap kuat, warna feses tidak gelap dan feses tidak berwarna

kuning terang.

O : Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,

hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain berupa keadaan umum bayi

baik sadar, suhu tubuh normal (36,5 ºC-37,5ºC), pernafasan normal

teratur, berat badan mulai meningkat, dalam pemeriksaan fisik tidak

ditemukan adanya warna kuning yang merupakan salah satu indikasi

ikterus, dan pemeriksaan penunjang dalam keadaan baik.

A : Analisa

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa yaitu bayi Ny. X

dengan ikterus neonatorum.

P : Penatalaksanaan

Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan yaitu:

1. Memonitor keadaan umum dan tanda-tanda vital (suhu, nafas, dan

nadi), serta menimbang berat badan (Varney, 2008).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Hasil: Diharapkan keadaan umum baik sadar, tanda-tanda vital

dalam keadaan normal, dan berat badan meningkat.

2. Jika reflek menghisap sudah baik dan kuat, ASI dapat diberikan

kembali secara on demand (Hasan dan Alatas, 2007).

Hasil: Diharapkan Ibu bayi X bersedia memberikan ASI secara on

demand.

3. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk

melanjutkan terapi dan tindakan hingga bayi sembuh dari ikterus

neonatorum (Green, 2012).

Hasil: Diharapkan kolaborasi dengan dokter spesialis anak telah

dilakukan hingga bayi telah sembuh dari ikterus

neonatorum yaitu kulit sudah tidak berwarna kuning,

keadaan umum baik dan tidak letargis, warna urine tidak

gelap, warna feses tidak kuning terang, dan pernapasan

tidak takipnea ( lebih dari 60 kali per menit ).

Anda mungkin juga menyukai