Kasus Monopoli Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Listrik Negara
Kasus Monopoli Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Listrik Negara
Negara (PT. PLN)
Diajukan Untuk Memenuhi Dan Melengkapi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro
Disusun Oleh:
Beta Malik Alfianto 0118101165
Ignatius Carlos Alfredo Napitupulu 0118101175
Renaldi 0118101182
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
Nomor : 091/SK/BAN-PT/AK-XV/S/II/2013
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………. 4
DAFTAR PUSAKA…………………………………………………………. 12
BAB I
PENDAHULUAN
Warga negara Indonesia menganggap bahwa listrik merupakan kebutuhan vital bagi
kehidupannya sehari-hari. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia tidak dapat terlepas dari
listrik. Bahkan di desa terpencil sekalipun saat ini sudah dapat menikmati fasilitas listrik. Namun
kini, Indonesia sedang mengalami krisis listrik. Listrik menjadi sesuatu yang mahal dan langka
disebabkan ketersediaannya yang sangat terbatas. Salah satu faktor yang menjadi pemicu
kelangkaan listrik ini adalah pertumbuhan akan kebutuhan tenaga listrik yang semakin
meningkat sementara tidak diimbangi oleh usaha penyediaan tenaga listrik yang memadai.
PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Namun
faktanya, masih banyak kasus di mana mereka malah justru merugikan masyarakat. Di satu sisi
kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun di sisi lain, tindakan PT. PLN
ini justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan
listrik masyarakat.
Wacana mengenai krisis listrik ini sebenarnya telah muncul sejak awal tahun 2002 atau
akhir tahun 2001. Pada waktu itu hingga sekarang muncul pemikiran untuketerlibatan pihak
swasta terhadap pengelolaan ketenagalistrikan di Indonesia yang selama ini dimonopoli oleh
PLN. Keadaan krisis listrik yang parah ditunjukkan oleh fenomena listrik padam serentak se-
Jawa Bali pada Rabu, 20 Februari 2008 karena terjadi defisit pasokan listrik hingga 1.044 MW.
Saat itu, pemerintah bersiap untuk mengumumkan keadaan darurat jika defisit mencapai 1.500
MW. Krisis listrik di Indonesia bisa dikatakan sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan.
Di beberapa wilayah, tiada hari tanpa pemadaman berlgilir. Sistem Jawa-Bali yang paling maju
dan terinterkoneksi juga masih sering mengalami masalah.
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan
pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama
periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke
hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi
bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman
dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan
batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati,
Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan
serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU
Muara Karang.
Minimnya pasokan listrik sebagian besar dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sebagai
pemasok 90% kebutuhan listrik nasional sulit meningkatkan produksi karena minimnya
keuangan perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN yang
sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit sudah tua, boros
bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering mengalami kerusakan. PLN juga
dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik yang besar, mahalnya harga pembelian listrik
swasta, tingginya kasus pencurian listrih hingga korupsi. Stagnasi ini juga dipicu oleh
pembangunan listrik yang tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian
besar pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal, konversi
energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien (hanya sekitar 30%) dan tidak
ramah lingkungan.
Hingga kini, sebagian besar produksi listrik nasional masih mengandalkan bahan bakar
fosil. Kodisi PLN yang demikian ini akan menjadi semakin terpuruk apabila tidak dibenahi,
karena permintaan listrik akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk.
Pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan 8-10% per tahun hingga 2013. Dengan demikian
krisis yang disebabkan kesenjangan (gap) antara permintaan dan pawaran sudah terprediksi sejak
lama. Jika tidak ada tambahan kapasitas yang berarti, krisis pada sistem Jawa-Bali dan sistem
interkoneksi Sumatra hanya tinggal menunggu waktu.
Beberapa dekade ini, fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik
mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik.
Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada
27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric,
Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath
Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam
menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
Artinya bahwa pihak swasta sangat dibutuhkan untuk ikut serta dalam usaha penyediaan tenaga
listrik di samping PLN sebagai salah satu pelaksana kegiatan usaha penyediaan tenaha listrik di
Indonesia. Hal ini dilakukan dalam koridor kepentingan masyarakat luas terutama dalam hal
menetapkan tarif yang dapat dijangkau masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonomi dan
tingkat pendapatan masyarakat
Keberadaan PLN saat ini sangat mendominasi dan memonopoli ketenagalistrikan di
Indonesia. Tetapi keberadaannya tersebut malah tidak mampu melayani masyarakat pengguna
listrik tersebut sementara keterlibatan swasta dalam bisnis listrik secara langsung (menjadi
kompetitor PLN) sulit dilakukan karena terdapat preseden putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
No. 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan mengikat. UU No. 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan memiliki perbedaan signifikan dengan UU No. 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan yang lama.
1. Pengertian monopoli
2. Jenis monopoli
3. Ciri pasar monopoli
4. Undang-undang tentang monopoli
5. Kasus monopoli
6. Analisi kasus
BAB II
PEMBAHASAN
Kemungkinan pasal yang akan dikaji KPPU ialah pasal 19d di dalam Undang-Undang
Nomor 5/1999 yang mengatur masalah diskriminasi terkait penerapan tarif terhadap para
pelaku industri.Untuk itu, KPPU akan segera menelisik data-data PLN untuk melihat siapa saja
pelanggan industri yang menikmati capping dengan yang tidak. Sementara ini, KPPU mengakui
pada 2010 memang terdapat perbedaan tarif untuk golongan-golongan industri. Untuk golongan
industri kecil atau rumah tangga yang dikenakan capping diganjar Rp803 per KWh. Sementara
yang tidak kena capping dikenakan Rp916 per KWh. Sehingga ada disparitas harga sekitar
Rp113 per KWh. Sementara untuk golongan menengah berkapasitas tegangan menengah
berbeda Rp667 per KWh apabila dikenakan capping dan Rp731 KWh untuk yang tidak.
KPPU juga akan panggil pihak yang selama ini diuntungkan dengan tarif lebih rendah
atau yang iri terhadap perbedaan harga karena mereka dikenakan beban yang lebih tinggi
dibanding yang lain. Selain itu, mereka juga akan memanggil Pemerintah dan Kementerian
Keuangan dan Dirjen Listrik Kementerian ESDM untuk meminta pandangan dari mereka dan
akan membuktikan di lapangan misal cek kuitansi supaya ada fakta dan data hukum tidak hanya
data statistik.
Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik sebenarnya sudah
mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik.
Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada
27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric,
Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath
Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam
menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
Krisis listrik kemudian juga memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)
memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan
sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional
kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib
menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN
berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya
gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di
pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan
terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU
Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Akibat dari PT. PLN yang memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat
sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil
memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Banyak daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum
terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak. Kejadian ini menyebabkan
kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
Negara yang didirikan pada 1950 telah menjadi pemain kunci dalam cepanya
pembangunan sektor kelistrikan. Data statistik menunjukkan bahwa PLN adalah salah satu
perusahaan listrik terbesar di dunia dengan total pelanggan 22 juta dan lebih dari 50.000
karyawan serta hampir seluruh bagian masyarakat adalah stakeholders bagi PLN.[2]
PLN berdiri dilandaskan pada UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan pada tahun
2002 UU No.15 Tahun 1985 dinyatakan tidak berlaku oleh UU No. 20 Tahun 2002. Namun
kemudian melalui Putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 yang dibacakan pada hari Rabu
tanggal 15 Desember 2004 menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Permasalahan inti dari persoalan UU No. 20 Tahun 2002 adalah pada
Pasal 16, 17 dan 68 yang menjiwai dari UU ketenagalistrikan tersebut. Pasal 16 menyatakan
bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan secara terpisah oleh Badan Usaha yang
berbeda. Pasal 17 menyatakan bahwa usaha pembangkitan listrik dilakukan berdasarkan
kompetisi dan dilarang menguasai pasar.
Larangan penguasaan pasar ini meliputi segala tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat antara lain:
1. menguasai kepemilikan;
2. menguasai sebagian besar kapasitas terpasang pembangkitan tenaga listrik dalam satu
wilayah kompetisi;
3. menguasai sebagian besar kapasitas pembangkitan tenaga listrik pada posisi beban
puncak;
4. menciptakan hambatan masuk pasar bagi Badan Usaha lainnya;
5. membatasi produksi tenaga listrik dalam rangka mempengaruhi pasar;
6. melakukan praktik diskriminasi;
7. melakukan jual rugi dengan maksud menyingkirkan usaha pesaingnya;
8. melakukan kecurangan usaha; dan/atau
9. melakukan persekongkolan dengan pihak lain.
Sedangkan Pasal 68 menyatakan bahwa Pada saat Undang-undang ini berlaku, terhadap
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dianggap telah memiliki izin yang
terintegrasi secara vertikal yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan
tenaga listrik dengan tetap melaksanakan tugas dan kewajiban penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum sampai dengan dikeluar-kannya Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
berdasarkan Undang-undang ini.
Keputusan MK dalam hal ini menyatakan bahwa Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68 UU No. 20
Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan berlawanan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Meskipun yang berlawanan hanya tiga
pasal tersebut, akan tetapi karena pasal-pasal tersebut merupakan jantung dari UU No.20 Tahun
2002 padahal seluruh paradigma yang mendasari UU Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau
persaingan dalam pengelolaan dengan sistem unbundling dalam ketenagalistrikan tidak sesuai
dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang merupakan norma dasar
perekonomian nasional Indonesia. MK berpendapat bahwa cabang produksi dalam Pasal 33 ayat
(2) UUD 1945 di bidang ketenagalisrikan harus ditafsirkan sebagai satu kesatuan antara
pembangkit transmisi dan distribusi sehingga dengan demikian meskipun hanya pasal, ayat, atau
bagian dari ayat tertentu saja dalam undang-undang a quo yang dinyatakan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengkiat akan tetapi hal tersebut mengakibatkan UU No.20 Tahun 2002 secara
keseluruhan tidak dapat dipertahankan, karena akan menyebabkan kekacauan yang menimbulkan
ketidakpastian hukum dalam penerapannya.
Dalam siaran Pers Koalisi Masyarakat Anti Kenaikan Harga sebagai pihak yang
mengajukan Judicial Reviewatas UU No. 20 Tahun 2002 menyatakan bahwa dalam UU No. 20
Tahun 2002 terlihat bahwa negara tidak lagi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan tidak ada lagi ketentuan yang
menyebutkan agar harga listrik terjangkau oleh masyarakat sebagaimana semula ditetapkan
dalam UU No. 15 Tahun 1985 terlebih lagi harga listrik diserahkan kepada pasar sehingga tidak
mempertimbangkan daya beli atau kondisi sosial ekonomi masyarakat. Hal ini sangat merugikan
kepentingan bangsa, negara dan rakyat Indonesia (merugikan kepentingan publik).
Akibat adanya pertentangan antara UU No.20 Tahun 2002 dengan UUD Pasal 33,
menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat (publik)
Indonesia, PLN juga terkena dampaknya. PLN yang selama ini merupakan satu-satunya BUMN
yang mengelola sektor ketenagalistrikan dan telah memberikan sumbangsih bagi bangsa, Negara,
dan masyarakat yang telah menjalankan fungsi untuk menyediakan tenaga listrik bagi seluruh
masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau dan juga telah memberikan peran yang besar bagi
perekenomian nasional, berdasarkan UU No. 20 tahun 2002 tidak lagi merupakan cabang
produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Akibatnya, tidak adanya
jaminan dan kepastian bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh tenaga listrik dengan harga
terjangkau dan justru akan merugikan perekonomian Negara yang pada akhirnya akan
mengurangi tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Bahkan dapat pula
mengganggu keamanan negara dan kedaulatan negara karena negara tidak lagi berkewajiban
mengelola cabang produksi terpenting untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat.
Putusan MK ini sejalan dengan pengalaman dunia akan tenaga kelistrikan yang telah
membuktikan bahwa keberhasilan restrukturisasi sektor tenaga listik adalah mitos belaka.
Sejumlah negara baik negara maju dan berkembang telah menerapkan restrukturisasi
namun memberikan hasil yang serupa yaitu kenaikan tarif listrik, terjadinya pemadaman,
menurunnya tingkat kehandalan, penguasaan sektor listrik oleh sebagian kecil perusahaan energi
multinasional dan kegagalan negara melindungi kepentingan ekonomi dan kepentingan
masyarakat.
Secara ekonomi, iklim kompetensi dan persaingan yang sehat dapat menghemat miliaran atau
bahkan terilyunan rupiah uang konsumen yang harus dibayarakan ke produsen karena harga yang
tidak wajar (overcharge) sebagai akibat kenaikan harga yang artifisial. Secara umum, terdapat
beberapa manfaat yang didapat perekonomian jika pada sektor ketenagalistrikan terjadi
kompetisi dan persaingan yang sehat, di antaranya adalah:
1. Harga yang wajar dilihat dari kualitas.
Dalam iklim persaingan, produsen akan berlomba-lomba menarik konsumen dengan
menurunkan harga dan meningkatkan kualitas barang/jasa yang dijualnya. Hanya barang/jasa
dengan harga yang rendah dengan kualitas terbaik yang akan dibeli oleh konsumen.
2. Konsumen memiliki banyak pilihan dalam membeli barang/jasa.
Pasar yang kompetitif akan menghasilkan barang/jasa yang ditawarkan pelaku usaha dengan
pilihan harga dan kualitas yang bervariasi. Setiap konsumen pada dasarnya memiliki daya beli
dan selera yang berbeda-beda. Karakteristik konsumen untuk memproduksi barang/jasa sesuai
dengan kemampuan dan keinginan konsumen. Produsen dituntut untuk sensitif terhadap daya
beli dan perubahan selera konsumen. Pelaku usaha yang tidak tanggap terhadap perubahan daya
beli dan perubahan selera konsumen lambat laun akan tersingkir di pasar.
3. Persaingan memungkinkan timbulnya inovasi.
Persaingan usaha akan merangsang pelaku usaha berlomba-lomba membuat inovasi, baik inovasi
produk untuk memenuhi selera konsumen, inovasi teknologi maupun inovasi metode produksi
yang lebih efisien. Inovasi akan terus berkembang karena dalam pasar yang bersaing hanya
pelaku usaha inovatif yang dapat bertahan dan bersaing. Terkait dengan sektor ketenagalistrikan,
jika ada pesaing lain bagi PLN, tentunya akan mendorong PLN berpikir dan melakukan yang
terbaik dalam menentukan harga dan memberikan pelayanan. Hal ini secara positif akan
mendorong PLN pada efisiensi kinerja dan inovasi teknologi.
Namun, kompetisi yang dikehendaki agar dapat tercapai suatu iklim usaha yang sehat
tidak dapat dilakukan dalam bidang ketenagalistrikan. Hal ini dikarenakan segmen yang bersifat
monopoli alamiah tidak dikompetisikan dan diprioritaskan untuk dikelola oleh BUMN. Pada
dasarnya usaha penyediaan ketenagalistrikan dilakukan secara monopoli, harga jual juga tetap
dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan dalam
memberi izin tersebut. Meskipun demikian usaha penyediaan ketenagalistrikan juga dapat
dilakukan secara terintegrasi atau satu jenis usaha saja. Namun karena PLN adalah Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) maka diberi hak untuk diprioritaskan dalam memenuhi ketenagalistrikan.
Dengan demikian ketersediaan listrik sesungguhnya merupakan tugas Pemerintah untuk
menenuhinya. Keterlibatan swasta dalam penguasaan listrik tidak dapat dilakukan melalui
mekanisme pasar dikarenakan ketenagalistrikan merupakan sektor yang unik dan perlu
penanganan khusus demi untuk tersedianya listrik yang relatif murah bagi seluruh rakyat
Indonesia.
` Oleh karena itu, secara hukum masih terdapat berbagai perdebatan, apakah usaha yang
dilakukan oleh PLN adalah tindakan monopoli yang diperbolehkan atau tidak. Namun melihat
dari kerugian yang diterima oleh masyarakat, seharusnya tindakan monopoli ini tidak boleh
dilakukan. Kerugian ini diduga karena kurang optimalnya kinerja PLN dalam penyedia listrik
masyarakat. Sedangkan dari segi persaingan usaha, monopoli yang dilakukan PLN merupakan
persaingan usaha yang tidak sehat karena mulai adanya pihak swasta yang juga menyediakan
tenaga listrik di Indonesia. Persaingan ini dianggap sehat apabila PLN tidak menghalangi usaha
perusahaan listrik swasta lainnya untuk menyediakan listrik bagi masyarakat, sedangkan dalam
hal ini PLN malahan menghalangi perusahaan lain untuk bersaing di bidang ketenagalistrikan
ini.
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang
menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Namun, monopoli yang dilakukan oleh PLN dalam sektor ketenagalistrikan
memiliki landasan yuridis yang kuat yakni melalui konstruksi hukum Pasal 33 UUD 1945, UU
Ketenagalistrikan. Hanya saja, PLN belum mampu menunjukkan kinerjanya secara optimal
sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia secara layak.
Demikian ini merupakan suatu hal yang dilematis bagi penyelenggaraan ketenagalistrikan di
Indonesia mengingat kedudukan PLN yang kuat secara yuridis tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, sebaiknya
pemerintah juga membuka kesempatan yang luas bagi penyedia listrik lain baik investor swasta
maupun internasional dalam persaingan usaha ketenagalistrikan. Akan tetapi, Pemerintah harus
tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi
penyimpangan yang merugikan masyarakat. Selain itu, Pemerintah hendaknya dapat
memperbaiki kinerja PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan
kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
DAFTAR PUSTAKA
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Anonim. KPPU Duga PLN Lakukan Praktek Monopoli, http://hileud.com/hileudnews?
title=KPPU+Duga+PLN+Lakukan+Praktek+Monopoli&id=511698 diunduh pada tanggal 29
Mei 2011, pkl 13.20.
Taqdir. Monopoli PLN. http://www.taqdire.web.id/2010/10/monopoli-pt-pln.html diunduh 29
Mei 2011 pkl. 08.10.