Saat ini ultrasonografi telah dikenal dapat mendiagnosis abses peritonsil secara
spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Mayoritas kasus yang
diperiksa menampakkan gambaran cincin isoechoic dengan gambaran sentral hypoechoic.1
Gambaran tersebut kurang dapat dideteksi bila volume relatif pus dalam seluruh abses
adalah kurang dari 10% pada penampakan tomografi komputer. Penentuan lokasi abses yang
akurat, membedakan antara selulitis dan abses peritonsil serta menunjukkan gambaran
penyebaran sekunder dari infeksi ini merupakan kelebihan penggunaan tomografi komputer.
Khusus untuk diagnosis abses peritonsil di daerah kutub bawah tonsil akan sangat terbantu
dengan tomografi komputer. Bagaimanapun tomografi komputer dan ultrasonografi dapat
membantu untuk membedakan antara abses peritonsil dengan selulitis tonsil. Kasus diagnosis
abses peritonsil bilateral di ruang gawat darurat dengan menggunakan intraoral sonografi.
Ultrasonografi juga dapat digunakan di ruang pemeriksaan gawat darurat untuk membantu
mengidentifikasi ruang abses sebelum dilakukan aspirasi dengan jarum.1
Diagnosis banding
Abses retrofaring
Merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada anak dan
merupakan abses leher dalam yang terbanyak pada anak. Pada anak biasanya abses terjadi
mengikuti infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada kelenjar getah bening yang
terdapat pada daerah retrofaring. Kelenjar getah bening ini biasanya mengalami atropi pada
usia 3-4 tahun. Pada orang dewasa abses retrofaring sering terjadi akibat adanya trauma
tumpul pada mukosa faring, perluasan abses dari struktur yang berdekatan.1
Gejala klinis berupa demam, nyeri tenggorok, pergerakan leher terbatas, sesak nafas,
odinofagi maupun disfagi. Pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan dinding posterior
faring.1
Abses Parafaring
Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau
kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari abses leher
dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring
maupun mastikator. Gejala abses parafaring berupa demam, trismus, nyeri tenggorok,
odinofagi dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah
parafaring, pendorongan dinding lateral faring ke medial, dan angulus mandibula tidak
teraba. Pada abses parafaring yang mengenai daerah prestiloid akan memberikan gejala
trismus yang lebih jelas.1
Abses Submandibula
Pasien biasanya akan mengeluh nyeri di rongga mulut, air liur banyak, Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, lidah
terangkat ke atas dan terdorong ke belakang, angulus mandibula dapat diraba. Pada aspirasi
didapatkan pus. Ludwig’s angina merupakan sellulitis di daerah sub mandibula, dengan tidak
ada fokal abses. Biasanya akan mengenai kedua sisi submandibula, air liur yang banyak,
trismus, nyeri, disfagia, massa di submandibula, sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh
lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.1
Sumber :