Anda di halaman 1dari 101

PENGARUH KEDALAMAN PEMASANGAN RUMPON DASAR

TERHADAP HASIL TANGKAPAN PANCING ULUR


DI PERAIRAN KOTA CIREBON

SKRIPSI

HERLINDA
NPM 230110090016

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2014
PENGARUH KEDALAMAN PEMASANGAN RUMPON DASAR
TERHADAP HASIL TANGKAPAN PANCING ULUR
DI PERAIRAN KOTA CIREBON

SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Sidang Ujian Sarjana

HERLINDA
NPM 230110090016

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh


Kedalaman Pemasangan Rumpon Dasar Terhadap Hasil Tangkapan
Pancing Ulur Di Perairan Kota Cirebon” adalah hasil karya saya dengan
bimbingan dari komisi pembimbing. Sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya orang lain yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Jatinangor, 19 Maret 2014

Herlinda
NPM 230110090016
JUDUL : PENGARUH KEDALAMAN PEMASANGAN
RUMPON DASAR TERHADAP HASIL TANGKAPAN
PANCING ULUR DI PERAIRAN KOTA CIREBON

PENULIS : HERLINDA
NPM : 230110090016
ABSTRAK

Herlinda (Dibimbing oleh : Dulmi’ad Iriana dan Eddy Afrianto). 2013.


Pengaruh Kedalaman Pemasangan Rumpon Dasar Terhadap Hasil
Tangkapan Pancing Ulur Di Perairan Kota Cirebon

Penelitian di lakukan di perairan Kota Cirebon, dengan pusat pendaratan di


Kampung Cangkol Kelurahan Lemahwungkuk Kecamatan Lemahwungkuk Kota
Cirebon dari bulan Mei-Juni 2013. Alat tangkap yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pancing ulur yang dioperasikan pada kedalaman 10 m dan kedalaman
20 m. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kedalaman
pemasangan rumpon dasar (10 m dan 20 m) terhadap hasil tangkapan pancing
ulur. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental. Setiap perlakuan
penangkapan dilakukan 15 kali ulangan. Parameter yang diamati pada penelitian
ini adalah total berat hasil tangkapan, jumlah individu hasil tangkapan, rata-rata
panjang tubuh ikan. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 1023 ekor ikan yang
tertangkap terdiri dari 4 famili., 5 genus dan 6 spesies. Berdasarkan Uji t-student
terhadap total bobot tubuh, panjang tubuh rata-rata individu, dan jumlah individu
menunjukkan adanya perbedaan hasil tangkapan pada kedalaman yang berbeda,
kecuali pada jumlah individu hasil tangkapan Utama. Hasil tangkapan
menunjukkan bahwa total berat dan jumlah individu pada kedalaman 20 m lebih
tinggi (189,94 kg; 532 ekor) dibandingkan hasil tangkapan pada kedalaman 10 m
(166,67 kg; 491 ekor).

Kata kunci : Rumpon Dasar, Kedalaman, Pancing Ulur


ABSTRACT

Herlinda. (Supervised by : Dulmi’ad Iriana and Eddy Afrianto). 2013. The


Effect Of Depth Operation Of Bottom Fish Aggregating Device On Hand
Line Catch in Waters of Cirebon

Research has been conducted on waters in Cirebon, with fishing base in Kampung
Cangkol Cirebon City from May - June 2013. Fishing gear used in this research is
hand line operated around bottom fish aggregating device in the depths of 10 m
and 20 m. The research was conducted to know the effect of difference depth
bottom fish aggregating device installation on hand line catch. The research
method used is experimental. Fishing activity was repeated 15 times. Parameters
observed in this study were the total weight, number of fish and average fish body
in length. The result of this research showed that, 1023 fishes caught consists of 4
family, 5 genus and 6 species. Based on t-student test to the total weight of fish,
number of fish and average body in length of the catch, showed there were
differences catch between 10 m depth and 20 m depth but non significant
difference for main target of the number of fish catch. Total weight and number of
fish catch in depth of 20 m fishing gave higher (189,94 kg; 532 fishes) than in
depth of 10 m (166,67 kg; 491 fishes).

Keywords : Bottom Fish Aggregating Device, Depth, Hand Line


KATA PENGANTAR

Puji serta syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkat rahmat, karunia
dan nikmat yang senantiasa dicurahkan tiada henti kepada kita semua. Shalawat
dan salam tidak lupa selalu tercurah bagi Nabi Muhammad SAW beserta para
sahabat-sahabatnya. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kedalaman Pemasangan
Rumpon Dasar Terhadap Hasil Tangkapan Pancing Ulur Di Perairan Kota
Cirebon” Dengan tersusunnya skripsi dan segala hal yang berkaitan penyusunan
skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Dulmi’ad Iriana sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan
Kepala Laboratorium Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
2. Dr. Ir. H. Eddy Afrianto, M.Si sebagai Dosen wali dan Anggota Komisi
Pembimbing
3. Alexander M.A. Khan, S.Pi., M.Si. sebagai Dosen Penelaah
4. Dr.Ir. Junianto, MP sebagai Ketua Program Studi Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD
5. Dr. Ir. Iskandar M.Si sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran
6. Bapak Kasli.S.Pd, Ibu Maskenih, Endang Nurhendang dan Regina Cahyani
sebagai keluarga tercinta yang telah memberikan Doa dan dukungannya
7. Kelompok nelayan Cangkol yang telah memberikan kesempatan untuk
penulis menambah ilmu dan pengalaman dari penelitian ini.
8. Dinas Kelautan, Perikanan,Peternakan dan Pertanian Kota Cirebon yang
memberikan izin serta informasi tentang perairan Cirebon
9. Dr.Ir. Soenarto, M.Si, Noir Primadona Purba, S.Pi., M.Si., Dr.Ir Iwang
Gumilar, M.Si, Dr. Atikah, S.P., M.Si. atas semangat yang telah diberikan
10. Teman-teman FPIK 2009 Annisa Savitri, Azalea Sachie, Elma Dahlia Puri,
Dea Mutiara Nabila, Kathelina, Analisa Ning Utami, Ali Gusfar Arzi, yang
telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan skripsi
11. Nurila Kusuma Sari yang telah membantu dan menemani penulis dalam
pencarian referensi di Institut Pertanian Bogor

vi
12. Teman-teman Bioekonomi Jannesa, Rina, Septy, Erni, Rendi, atas kerja
samanya bersama penulis dalam pengurusan syarat seminar kolokium
13. Teman-teman wisma syariah putri Ela, Lina, Amalia, Hima, teh Eri, teh
Dwi, Irda dan Nurma yang senantiasa membantu dalam mengerjakan
skripsi
14. Kepada semua pihak yang telah banyak memberi dukungan yang tidak
dapat disebutkan satu per satu

Demikian skripsi ini dibuat, Semoga bermanfaat, khususnya bagi penulis


dan umunya bagi semua yang membacanya. Akhir kata penulis mengucapkan
mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun substansi penulisan
skripsi ini. Semoga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan masyarakat.

Jatinangor, 19 Maret 2014

Herlinda

vii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................... xii

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................. 2
1.4 Kegunaan Penelitian........................................................ 2
1.5 Kerangka Pemikiran........................................................ 2
1.6 Hipotesis.......................................................................... 4

II KAJIAN PUSTAKA 5
2.1 Kondisi Oseanografi Perairan Cirebon............................ 5
2.1.1 Kondisi Perikanan Tangkap Kota Cirebon.................. 5
2.2 Rumpon........................................................................... 6
2.2.1Pengertian Rumpon....................................................... 6
2.2.2 Fungsi dan Manfaat Rumpon....................................... 6
2.2.3 Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon........................ 7
2.3 Ikan Demersal.................................................................. 8
2.3.1 Ikan Kakap Merah....................................................... 9
2.3.2 Ikan Jenaha................................................................... 11
2.4 Pancing Ulur.................................................................... 12
2.4.1 Kontruksi Pancing Ulur............................................... 12
2.4.3 Teknik Pengoperasian.................................................. 13
2.4.4 Daerah Penangkapan.................................................... 14
2.4.5 Waktu Penangkapan..................................................... 14

III BAHAN DAN METODE 15


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian......................................... 15
3.2 Alat dan Bahan Penelitian............................................... 15
3.2.1 Alat Penelitian.............................................................. 15
3.2.2 Bahan Penelitian........................................................... 16
3.3 Metode Penelitian............................................................ 16
3.4 Pelaksanaan Penelitian.................................................... 16
3.4.1 Tahapan Penelitian....................................................... 16
3.4.2 Pengumpulan Data........................................................ 16
3.4.3 Analisis Data................................................................ 17

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18


4.1 Kegiatan Penelitian.......................................................... 18
4.1.1 Persiapan Pengoperasian Pancing Ulur........................ 18

viii
4.1.2 Pengoperasian Pancing Ulur......................................... 19
4.2 Total Bobot Hasil Tangkapan.......................................... 20
4.2.1 Distribusi Bobot Tubuh............................................... 22
4.3 Total Jumlah Individu Hasil Tangkapan......................... 23
4.3.1 Ditribusi jumlah individu............................................ 24
4.4 Panjang Tubuh Ikan yang Tertangkap............................. 25
4.4.1 Panjang Tubuh Ikan Jenaha.......................................... 26
4.4.2 Panjang Tubuh Ikan Kakap Merah............................... 26
4.4.3 Panjang Tubuh Ikan Kerapu Macan............................. 28
4.4.4 Panjang Tubuh Ikan Tanda-tanda................................. 29
4.4.5 Distribusi Panjang Tubuh............................................. 29
4.5 Analisis Hasil Tangkapan................................................ 31
4.5.1 Analisis Total Bobot Hasil Tangkapan......................... 31
4.5.2 Analisis Jumlah Individu Hasil Tangkapan.................. 32
4.5.3 Analisis Panjang Tubuh Hasil Tangkapan................... 34

V KESIMPULAN DAN SARAN 35


5.1 Kesimpulan...................................................................... 35
5.2 Saran................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA.......................................................... 36
LAMPIRAN......................................................................... 40
RIWAYAT HIDUP............................................................ 86

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1 Total Bobot Ikan yang Tertangkap.............................. 20
2 Jumlah Individu Ikan yang Tertangkap....................... 23
3 Kelas Panjang Tubuh Ikan yang Tertangkap............... 25
4 Kelas Panjang Tubuh Ikan Jenaha............................... 26
5 Kelas Panjang Tubuh Ikan Kakap Merah.................... 27
6 Kelas Panjang Tubuh Ikan Kerapu Macan.................. 28
7 Kelas Panjang Tubuh Ikan Tanda-tanda...................... 39
8 Analisis Total Bobot.................................................... 31
9 Analisis Jumlah Individu............................................. 32
10 Analisis Jumlah Individu Hasil Tangkapan Utama...... 32
11 Analisis Panjang Tubuh.............................................. 34

x
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1 Ikan Kakap Merah................................................................. 9
2 Ikan Jenaha............................................................................ 11
3 Kontruksi Pancing Ulur Tunggal ......................................... 13
4 Grafik Distribusi Bobot Tubuh............................................ 22
5 Grafik Distribusi Jumlah individu......................................... 24
6 Grafik Distribusi Panjang Tubuh......................................... 30

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1 Peta Lokasi Penelitian......................................................... 40
3 Contoh Tabel Pengamatan.................................................. 41
4 Kuisioner.............................................................................. 42
5 Hasil Rekapitulasi Kuisioner............................................... 44
6 Sketsa Rumpon Dasar.......................................................... 45
7 Sketsa Pancing Ulur ............................................................ 46
8 Sketsa Kapal Motor Tempel................................................ 47
9 Hasil Tangkapan Utama Kedalaman 10 m.......................... 48
10 Hasil Tangkapan Sampingan Kedalaman 10 m................... 59
11 Hasil Tangkapan Utama Kedalaman 20 m.......................... 60
12 Hasil Tangkapan Ikan di bawah Standar............................ 74
12 Analisis t-student Terhadap Total Bobot............................. 75
13 Analisis t-student Terhadap Jumlah individu...................... 77
14 Analisis t-student Terhadap Jumlah individu Hasil
79
Tangkapan Utama................................................................
15 Analisis t-student Terhadap Panjang Tubuh........................ 81
16 Dokumentasi Penelitian....................................................... 83
17 Hasil Tangkapan Pancing Ulur............................................ 85

xii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang bersifat renewable
berbeda dengan sumberdaya mineral, namun demikian apabila dimanfaatkan
sumberdaya perikanan tersebut secara berlebihan, akan tergganggu
keberlanjutannya bahkan akan mengalami kepunahan. Sumberdaya perikanan
memiliki mekanisme reproduksi sehingga sumberdaya ini perlu dikelola dengan
baik termasuk pengelolaan didalam pemanfaatannya (Widodo dkk. 2011).
Sebagian besar perairan di Indonesia sudah dalam kondisi padat tangkap
(fully exploited), khususnya di Perairan Utara Jawa dan Selat Malaka, sehingga
tidak layak lagi untuk dijadikan usaha pengembangan penangkapan ikan. Jika
tidak segera diambil tindakan lebih lanjut mengenai pengelolaan secara lestari,
maka kondisi perairan bisa berubah menjadi lebih tangkap (over exploited)
(Widodo dkk. 2011).
Kota Cirebon Secara geografis berada pada posisi 108◦34’57” - 108◦55’
Bujur Timur dan 6◦41’ - 6◦43’56” Lintang Selatan pada Pantai Utara Pulau Jawa,
bagian timur Jawa Barat. Bentang alamnya merupakan dataran rendah dengan
kemiringan lereng 0% - 5%, merupakan daerah yang bertofografi landai, perairan
dangkal, memiliki substrat lumpur, berpasir dengan pola arus yang dipengaruhi
oleh arus laut Jawa serta bervegetasi mangrove. Pantai memanjang dari Barat ke
Timur sekitar ± 7 kilometer, dan dari Utara ke Selatan sekitar ± 11 kilometer
dengan ketinggian dari permukaan laut ± 5 meter (DKP3 Kota Cirebon 2012).
Kondisi Perikanan Tangkap kota Cirebon sudah mengalami overfishing
dan kerusakan sumberdaya, karena padat tangkap dan penggunaan alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan. Selain daripada itu adanya ketidakpastian
mendapatkan hasil tangkapan disebabkan karena adanya perubahan musim
tertentu yang menyebabkan nelayan tidak dapat melaut karena ombak besar,
angin, dan arus. Untuk mengatasi permasalahan diatas, kelompok nelayan
Cangkol telah berinisiatif mengintegerasikan teknologi penangkapan ikan dengan

1
2

teknologi telekomunikasi dan sosial kemasyarakatan dalam pemanfaatan


sumberdaya perikanan dalam bentuk pengembangan rumpon dasar (DKP3 Kota
Cirebon 2012).
Mengingat rumpon dasar ini merupakan hal yang baru disektor perikanan
tangkap kota Cirebon, maka diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai
persyaratan lokasi kedalaman perairan dalam penempatan rumpon dasar.

1.2 Identifikasi Masalah


(1) Sejauh mana pengaruh kedalaman pemasangan rumpon dasar terhadap
hasil tangkapan pancing ulur
(2) Pada kedalaman berapa penempatan rumpon dasar yang paling baik.

1.3 Tujuan Penelitian


(1) Untuk mengetahui pengaruh dari kedalaman pemasangan rumpon
dasar terhadap hasil tangkapan pancing ulur
(2) Untuk mengetahui lokasi kedalaman pemasangan rumpon dasar yang
mendukung hasil tangkapan pancing ulur yang tertinggi.

1.4 Kegunaan penelitian


Penelitian ini diharapkan berguna untuk para nelayan dan pemerintah
dalam mempertimbangkan kedalaman pemasangan rumpon dasar agar
memberikan hasil yang paling baik.

1.5 Kerangka Pemikiran


Fishing ground merupakan faktor penentu dalam menentukan keberhasilan
penangkapan ikan, tanpa mengetahui fishing ground ikan yang menjadi tujuan
penangkapan maka pekerjaan menangkap ikan akan sia-sia. Fishing ground
buatan adalah suatu metode bagaimana mengumpulkan ikan dengan menciptakan
suasana atau lingkungan yang mirip dengan habitat asli dari jenis ikan yang
hendak dikumpulkan (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan 2011a).
3

Rumpon telah mempengaruhi seluruh tingkat perikanan, mulai perikanan


artisanal atau subsistence, perikanan komersil hingga leisure fishing sehingga
dapat meningkatkan hasil tangkap secara tajam (Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan 2011a).
Penggunaan rumpon dapat meningkatkan efisiensi operasi penangkapan
ikan karena terjadi penghematan waktu dan biaya operasi penangkapan ikan.
Kedua hal tersebut saling berkaitan, semakin lama operasi penangkapan ikan akan
menyebabkan semakin besar biaya operasi penangkapan ikan (Sondita 2012).
Keberadaan ikan disekitar rumpon karena berbagai sebab, antara lain:
sebagai tempat bersembunyi dibawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa
jenis ikan tertentu, sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu,
sebagai tempat berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat
fototaksis negatif (Asikin 1985 dalam Pemula 2011).
Penempatan rumpon dasar pada perairan yang memiliki substrat
berlumpur, sangat sesuai dengan ikan demersal yang mempunyai aktifitas gerak
rendah dan beruaya tidak terlalu jauh dari garis pantai dengan kedalaman yang
tidak jauh berbeda. Dari hasil sampling selama penelitian kelimpahan dari
berbagai ukuran ikan demersal terkonsentrasi pada kedalaman 10–15 m.
(Budiman dkk. 2006). Ikan demersal sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografi
seperti : suhu, salinitas, arus, bentuk dasar perairan. Jenis ikan ini pada umumnya
menyenangi dasar perairan bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir (Dwiponggo
dkk, 1989 dalam Achmad 2011).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Budiman dkk (2006) di Kabupaten
Kendal tentang sebaran ikan demersal diperoleh hasil pada kedalaman ≥ 10 m,
sebanyak 4.590 individu. Sedangkan pada kedalaman < 10 m sebanyak 1.279
individu. Hal ini membuktikan bahwa penyebaran ikan demersal pada kedalaman
diatas 10 m lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman dibawah 10 m. Dengan
pemasangan rumpon dasar ini, diharapkan dapat mengumpulkan ikan yang
bernilai ekonomis tinggi, seperti ikan kakap merah (Lutjanus sp) dan ikan jenaha
(Lutjanus russelli) yang banyak tertangkap disekitar rumpon dasar di Kota
Cirebon.
4

Hasil wawancara pendahuluan dengan nelayan, diketahui bahwa ada dua


rumpon dasar yang memberikan hasil tangkapan yang berbeda, yaitu rumpon
dasar pada kedalaman 10 m dan rumpon dasar pada kedalaman 20 m. Rumpon
dasar pada kedalaman 10 m lebih didominasi dengan hasil tangkapan ikan jenaha
(Lutjanus russelli), sedangkan rumpon dasar pada kedalaman 20 m didapatkan
ikan kakap merah (Lutjanus sp) sebagai hasil tangkapan utama nelayan.
Dari semua keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa makin dalam
perairan maka semakin besar pula distribusi ikan dasar dan dengan pemasangan
rumpon dasar maka ikan demersal yang menyukai habitat berkarang tersebut akan
menempati rumpon dasar tersebut sebagai habitat.

1.6 Hipotesis
Rumpon dasar yang ditempatkan pada kedalaman 20 m merupakan tempat
pemasangan yang paling tepat, karena memberikan hasil tangkapan lebih tinggi
dari pada rumpon dasar yang diletakkan pada kedalaman 10 m.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Oseanografi Perairan Kota Cirebon


Perairan Cirebon memiliki topografi dasar laut yang cukup homogen
dengan kemiringan dasar laut yang landai (kemiringan kecil). Morfologi dasar
laut yang landai ini merupakan ciri khas dari paparan dasar laut pesisir Utara
Pantai Jawa. Garis pantainya mendiagonal dalam arah barat daya–tenggara
dengan empat sungai yang bermuara ke laut, yaitu Sungai Kedung Pane, Sungai
Sukalila, Sungai Kesunean dan Sungai Kalijaga (Supriadi 2012).
Morfologi dasar laut sangat landai dengan kedalaman dasar laut 2-10 m
dari permukaan, relief datar hingga bergelombang lemah. Perkiraan laju sedimen
yang mengisi alur pelayaran di pelabuhan Cirebon dalam 6 bulan sebesar
127.080 m . Pada saat surut kadar suspensi sedimen di muara Sungai Sukalila
3

sebesar 328.0 mg/I, saat pasang berkisar 41.0 – 54.0 mg/I (Supriadi 2012).
Karakteristik lingkungan lepas pantai perairan Cirebon memiliki ciri khas
perairan pantai utara jawa pada umumnya. Karakteristik tersebut adalah
permukaan dasar laut bagian atas tersusun atas lumpur/lanau, lempungan, abu
kecoklatan, plastisitas rendah hingga tidak plastis. Sedangkan bagian bawah
tersusun atas lempung abu–abu dan plastisitas rendah hingga tinggi. Sedimen
permukaan dasar laut dibagi menjadi : pantai, lanau, pasir lanauan dan lanau
pasiran (Supriadi 2012).

2.1.1 Kondisi Perikanan Tangkap Kota Cirebon


Kota Cirebon memiliki panjang pantai 7 km, dengan dua kecamatan dan
lima kelurahan yang memiliki pantai. Jumlah keseluruhan nelayan yang memiliki
kapal 214 RTP dan jumlah nelayan buruh sebanyak 1.282 RTP, sedangkan jumlah
buruh perikanan non nelayan 1.446 (DKP3 Kota Cirebon 2012).
Kota Cirebon memiliki jumlah kapal ikan dibawah 5 GT sebanyak 184
unit sedangkan jumlah kapal ukuran 10-115 GT sebanyak 90 unit. Jumlah

5
6

galangan ikan sebanyak tiga, satu untuk doking kapal besar dan dua untuk kapal
kecil (DKP3 Kota Cirebon 2012).
Jumlah PPI kota Cirebon sebanyak 4 unit, dengan hasil produksi perikanan
tangkap sebesar 4.788 Ton. Hasil tangkapan ikan demersal 3.470,05 Ton, hasil
tangkapan ikan pelagis kecil sebanyak 1.260,43 Ton dan udang sebanyak
56,42 Ton. Nilai produksi hasil tangkapan tahun 2011 sebesar
Rp.14.596.816.000,- (DKP3 Kota Cirebon 2012).

2.2 Rumpon
2.2.1 Pengertian Rumpon
Rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan
menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang
berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul (Mukhtar 2013). Rumpon terdiri
dari:
a. rumpon hanyut, merupakan rumpon yang ditempatkan tidak menetap,
tidak dilengkapi dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus
b. rumpon menetap, merupakan rumpon yang ditempatkan secara menetap
dengan menggunakan jangkar dan/atau pemberat, terdiri dari:
1) Rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang
dilengkapi atraktor yang ditempatkan di kolom permukaan
perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis
2) Rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi
atraktor yang ditempatkan di dasar perairan untuk
mengumpulkan ikan demersal (Mukhtar 2013).

2.2.2 Fungsi dan Manfaat Rumpon


Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk
mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan
dengan mudah (Subani 1972 dalam Jeujanan 2008). Cara pengumpulan ikan
dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita (1986) dalam
Jeujanan (2008), merupakan salah satu bentuk dari fish aggregating device
7

(FAD), yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk
penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut.
Monintja (1990) dalam Octavianus (2005), menyatakan bahwa manfaat yang
didapat dari penggunaan rumpon adalah sebagai berikut :
1. Efisiensi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian
2. Meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan
3. Meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies
dan komposisi ukuran ikan.
Fungsi rumpon sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan adalah
sebagai berikut
a .Sebagai tempat mengkonsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan
gerombolan ikan dan menangkapnya
b. Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari pemangsanya
c. Sebagai tempat berkumpulnya ikan
d. Sebagai tempat daerah penangkap ikan
e. Sebagai tempat mencari makan bagi ikan
f. Sebagai berlindung dari jenis ikan tertentu dari serangan ikan predator
f. Sebagai tempat untuk memijah bagi ikan
g. sumber makanan bagi ikan besar.
h. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadikan
rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah
untuk menangkapnya.

2.2.3 Tingkah Laku Ikan di Sekitar Rumpon


Pengembangan usaha dibidang perikanan tangkap tidak terlepas dari
pengetahuan yang cukup tentang tingkah laku ikan target baik secara individu
maupun berkelompok. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan dasar
dari metode-metode penangkapan yang ada, dan juga merupakan kunci bagi
perbaikan metode penangkapan yang telah diketahui, serta penemuan-penemuan
metode yang baru (Yusfiandayani 2003 dalam Octavianus 2005).
8

Gunarso (1985) dalam Jeujanan (2008) mengungkapkan bahwa dalam hal


mengumpulkan ikan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain
rangsangan kimia, rangsangan terhadap penglihatan, rangsangan terhadap
pendengaran, rangsangan terhadap penciuman, rangsangan dengan menggunakan
aliran listrik, dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Laevastu
dan Hela (1981) dalam Jeujanan (2008) menyatakan bahwa cahaya dapat
mempengaruhi beberapa tingkah laku ikan, seperti merangsang ikan untuk makan,
menghindarkan diri dari alat tangkap, serta mendekati cahaya tersebut. Menurut
Yusfiandayani (2003) dalam Octavianus (2005) menyatakan bahwa proses
pembentukan rantai makanan pada rumpon dimulai dengan proses pembusukan
yang dilakukan oleh kolonisasi perifiton yang diikuti dengan berkumpulnya
pemangsa perifiton (ikan-ikan kecil) dan terakhir ikan karnivora yang menjadi
pemangsa ikan-ikan kecil.

2.3 Ikan Demersal


Ikan demersal adalah kelompok ikan yang mendiami atau mempunyai
habitat berada antara kolom air hingga dekat dasar perairan. Ikan-ikan ini
umumnya aktif mencari makan pada malam hari, dan juga bersifat pasif dalam
pergerakannya, karena tidak ada mobilitas dalam jarak yang jauh. Kelompok ikan
ini adalah termasuk jenis-jenis ikan karang (Nelwan 2004 dalam Nugraheni
2011). Biasanya para nelayan menangkap ikan demersal dengan menggunakan
cantrang, trawl, trammel net, rawai dasar, dan jaring klitik (Susilo 2009).
Ikan demersal dibedakan menjadi dua tipe, yaitu: round fish (misalnya
ikan cod, haddock, dan hake) dan flat fish yang beradaptasi lebih luas dengan
kehidupannya di atas dasar laut (misalnya ikan plaice, dan halibut). Ikan yang
hidup berdekatan dengan dasar akan beradaptasi terhadap lingkungannya,
memiliki modifikasi struktur, badan mereka terpipihkan dan kedua matanya
bergeser ke satu sisi dari kepalanya (misalnya ikan pari) (Pujiyati 2008 dalam
Nugraheni 2011).
9

Menurut Aoyama (1973) dalam Achmad (2011) ikan dasar memilki sifat
ekologi yaitu sebagai berikut:
1. Mempunyai adaptasi dengan kedalaman perairan.
2. Aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran ruaya yang
lebih sempit jika dibandingkan dengan ikan pelagis.
3. Jumlah kawanan relatif kecil jika dibandingkan dengan ikan pelagis.
4. Habitat utamanya berada didekat dasar laut meskipun berbagai jenis
diantaranya berada di lapisan perairan yang lebih atas.
5. Kecepatan pertumbuhannya rendah.
Potensi sumberdaya ikan demersal relatif lebih kecil akan tetapi banyak
yang merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi. Ikan demersal tersebar
di seluruh perairan Indonesia, terutama di paparan Sunda dan Laut Arafura
dengan kecenderungan terkonsentrasi pada daerah pantai.

2.3.1 Ikan Kakap Merah


Ikan kakap merah atau red snapper merupakan salah satu jenis ikan
demersal ekonomis penting yang cukup banyak tertangkap di perairan Indonesia
(Gambar 1). Jenis ikan tersebut biasanya tertangkap di perairan paparan
(continental shelf). Beberapa jenis diantaranya berada pada habitat perairan yang
sedikit berkarang. Ikan kakap merupakan salah satu dari lima tangkapan terbesar
di Indonesia. Klasifikasi ikan kakap merah adalah sebagai berikut (Saanin,1968
dalam Fansuri 2011).

Gambar 1. Ikan Kakap Merah


10

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sp
Ciri morfologi ikan kakap merah yakni memiliki warna yang beragam
yaitu warna kuning kemerahan, merah tua kehitaman dan kuning kecoklatan. Ikan
kakap merah memiliki bentuk badan yang memanjang dan agak pipih, mulut
terletak di bagian ujung kepala (terminal) serta memiliki beberapa gigi taring
(canine) pada rahangnya. Sirip punggung tunggal dengan 9-12 jari-jari sirip keras
dan 9-17 jari-jari sirip lemah yang bercabang. Kakap merah memiliki sirip ekor
dengan tiga sirip keras dan 7-14 sirip lemah bercabang (Badrudin dkk. 2003
dalam Fansuri 2011).
Secara umum ikan kakap merah yang berukuran besar akan bertambah
pula umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap merah
yang berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15-
20 tahun. Ikan kakap merah umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga
kedalaman 60–100 m (Gunarso 1995 dalam Fansuri 2011)
Ikan kakap merah biasa tertangkap pada kedalaman antara 40–50 m
dengan substrat sedikit karang dan salinitas 30–33 ppt serta suhu antara 5-32ºC
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan 1991 dalam Zulkarnaen 2007).
Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi didekat permukaan
perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar
guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan
berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati daerah
bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut. Famili
Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub tropis, walau tiga dari
genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar (Baskoro dkk. 2004 dalam Zulkarnaen
2007).
11

Penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni


seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah arah ke utara
mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan serta
Filipina. Penyebaran arah ke selatan mencapai perairan tropis Australia, arah ke
barat hingga Afrika Selatan dan perairan tropis Atlantik Amerika, sedangkan arah
ke Timur mencapai pulau-pulau di Samudera Pasifik (Direktorat Jenderal
Perikanan 1983 dalam Zulkarnaen 2007).

2.3.2 Ikan Jenaha


Ikan Jenaha (Gambar 2) dapat di kategorikan ikan buas, makanannya ikan-
ikan kecil dan invertebrata dasar. Hidup di perairan pantai sampai kedalaman
100 m. Hidup menyendiri dan dapat mencapai panjang 90 cm, umumnya
35-50 cm. Warna bagian atas untuk jenis dewasa merah darah, putih kemerahan
bagian bawah. Satu totol hitam terdapat dibagian atas batang sirip ekor
(Australian Museum 2012).

Gambar 2. Ikan Jenaha

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Divisi : Perciformes
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus russelli
12

Spesies ini berada di perairan laut tropis Indo-Pasifik Barat, dari Laut
Merah dan Afrika Timur, ke Jepang utara, selatan ke Australia dan timur ke Fiji.
Ikan Jenaha dewasa menghuni perairan pantai terumbu karang dan daerah berbatu
pada kedalaman dari 3 m sampai 80 m (Australian Museum 2012).

2.4 Pancing Ulur


Kelompok jenis alat penangkapan ikan pancing adalah kelompok alat
penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing dan atau sejenisnya (SNI
7277.4:2008). Dilengkapi dengan umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan
(Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010).
Pancing ulur merupakan alat penangkap ikan yang bersifat aktif,
menunggu ikan yang datang memakan umpan pada mata pancing. Alat penangkap
ikan jenis pancing ulur dioperasikan disemua jenis perairan dan biasanya diulur
sampai kedalaman yang dikehendaki (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
2011b).
Pancing ulur termasuk kelompok alat tangkap yang selektif, ukuran
minimum ikan yang menjadi target tangkapan dapat diatur dengan cara mengatur
ukuran mata pancing yang digunakan. Ikan-ikan yang memakan umpan dan
ukurannya (dimeter tubuhnya) lebih kecil dari ukuran mata pancing pada dasarnya
akan lolos dan tidak tertangkap. Ikan yang diameter tubuhnya lebih besar dari
ukuran mata pancing akan tertangkap (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
2011b).

2.4.1 Kontruksi Pancing Ulur


Pancing Ulur (Hand lines) adalah alat penangkap ikan jenis pancing yang
sangat paling sederhana (Gambar 3). Biasanya terdiri dari pancing, tali pancing
dan pemberat serta dioperasikan oleh satu orang (Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan 2011b).
13

Gambar 3. Pancing Ulur


Pemberat berfungsi sebagai pemberi daya tenggelam pada alat tangkap
pancing ulur. Pemberat biasanya terbuat dari bahan timah, namun dewasa ini para
nelayan banyak yang menggunakan bahan lain, termasuk menggunakan besi mur
bekas atau batu sebagai pemberat (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
2011b).

2.4.3 Teknik Pengoperasian


Pengoperasian alat penangkapan ikan pancing dilakukan dengan cara
menurunkan tali dan mata pancing dan atau sejenisnya, menggunakan atau tanpa
joran yang dilengkapi dengan umpan alami, umpan buatan atau tanpa umpan.
Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, kolom maupun dasar perairan,
umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis
pancing. Huhate dioperasikan di permukaan perairan umumnya menangkap
gerombolan ikan pelagis perenang cepat (tongkol dan cakalang). Tonda dan
pancing layang-layang dioperasikan di permukaan perairan dengan cara ditarik
secara horizontal dengan menggunakan kapal yang umumnya menangkap ikan
pelagis. Squid jigging dioperasikan pada kolom perairan umumnya untuk
menangkap cumi-cumi. Rawai hanyut (termasuk rawai tuna dan rawai cucut)
dioperasikan di kolom perairan sampai dasar perairan umumnya menangkap ikan
pelagis dan demersal. Pancing ulur,pancing berjoran dan rawai dasar dioperasikan
di kolom perairan sampai dasar perairan umumnya menangkap ikan pelagis dan
demersal (Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010).
14

2.4.4 Daerah Penangkapan


Daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk mengoperasikan pancing
ulur cukup terbuka dan bervariasi karena pancing ulur dapat dioperasikan
disekitar permukaan sampai dengan di dasar perairan, disekitar perairan pantai
maupun di laut dalam. Limitasi daerah penangkapan untuk pancing ulur adalah
Daerah perairan yang dilarang sebagai areal penangkapan ikan (perairan tempat
meliter melakukan latihan). Pada alur pelayaran umum karena akan mengganggu
kapal bernavigasi, terutama untuk pancing ulur yang dioperasikan pada sekitar
permukaan (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan 2011b).
Persyaratan jarak antar rumpon dapat dilihat pada Keputusan Mentri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 30/MEN/2004 pasal 10 yaitu :
(1) Orang atau perusahaan perikanan dapat melaksanakan pemasangan
rumpon dengan syarat:
a. Tidak mengganggu alur pelayaran
b. Jarak antara rumpon yang satu dengan yang lain tidak kurang dari
10 mil laut
c. Tidak dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek
pagar (zig-zag).
(2) Ketentuan teknik pemasangan rumpon selanjutnya ditetapkan oleh
Direktur Jenderal (Kementrian Kelautan Perikanan 2004).

2.4.5 Waktu Penangkapan


Pada prinsipnya pancing ulur dapat dioperasikan pada waktu kapan saja,
baik pada siang hari maupun pada malam hari. Pancing ulur yang sering
dioperasikan pada siang hari adalah pancing ulur yang terbuat dari monofilament,
dengan warna pancing transparan. alat tangkap pancing ulur yang dioperasikan
pada malam hari, terbuat dari multyfilament. warna pancing ulur yang digunakan
biasanya adalah biru, hitam, abu-abu atau warna lain yang relatif gelap didalam
air laut. (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan 2011b).
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Perairan laut Kota Cirebon. Khusunya pada titik
koordinat 06°38’29,2”S 108°39’25,0”T yang merupakan letak rumpon dasar pada
kedalaman 10 m, dan 06°30’44,6”S 108°44’30,6”T yang merupakan letak rumpon
dasar pada kedalaman 20 m. Base camp penelitian di PPN Cangkol kecamatan
Lemahwungkuk Kota Cirebon pada 19 Mei hingga 19 Juni 2013, selama kurang
lebih empat minggu.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Dua kapal motor berukuran 5 GT (10 m x 2,85 m x 9 m )
b. Dua rumpon dasar yang sudah diletakan pada kedalaman 10 m dan 20 m
c. GPS untuk melihat titik koordinat rumpon dasar
d. Timbangan digital dengan ketelitian 0,00 g kapasitas 100 kg
e. Alat tulis
f. Jam sebagai penunjuk waktu penangkapan
g. Kamera sebagai alat dokumentasi
h. alat tangkap pancing ulur masing-masing dengan jumlah dua mata pancing
i. cool box sebagai tempat hasil tangkapan
j. Meteran jahit untuk mengukur panjang ikan
k. Refaktrometer sebagai alat pengukur salinitas air
l. Secchi disk sebagai alat pengukur kejernihan perairan
m. Water sampler untuk mengambil sample air pada kedalaman 20 m dan 10 m
n. Termometer untuk mengukur suhu perairan
o. pH meter untuk mengukur derajat keasaman air

15
16

3.2.2 Bahan Penelitian


a. Umpan, Umpan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang
vanamei yang berasal dari tambak budidaya.

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian yang dipakai adalah metode eksperimen dengan dua
perlakuan, Perlakuan A adalah rumpon dengan kedalaman 10 m. Perlakuan B
adalah rumpon dengan kedalaman 20 m. Penelitian diulang sebanyak lima belas
kali, ulangannya berupa trip operasi penangkapan pancing ulur (15 trip).

3.4 Pelaksanaan Penelitian


3.4.1 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan:
a. Persiapan
Alat dan bahan penelitian yang digunakan disiapkan kemudian diangkut
ke dua kapal motor untuk menuju lokasi penelitian.
b. Pengoperasian pancing ulur
Mempersiapkan pancing, tali pancing dan penggulung pada tempatnya
(dengan susunan pancing ulur yang siap untuk diturunkan ke air).
Mengoperasikan peralatan yang digunakan untuk menurunkan dan menaikkan alat
tangkap pancing ulur ke dan dari air.
c. Pengambilan data hasil tangkapan
Setelah pengoperasian pancing ulur selesai, ikan yang tertangkap di
timbang dengan menggunakan timbangan digital, dan diukur panjang tubuhnya
dengan meteran jahitan. lalu dihitung berdasarkan banyaknya individu setiap
spesies.
17

3.4.2 Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan berupa data primer data sekunder. Data primer
didapat dari setiap operasi penangkapan pancing ulur, sedangkan data sekunder
didapat dari hasil kuisioner yang dibagikan kepada kelompok nelayan cangkol
(Lampiran 5). Hasil penangkapan dan pengukuran dipisahkan berdasarkan
kedalaman yang berbeda, Yaitu : 10 m dan 20 m seperti pada contoh tabel
pengamatan (Lampiran 4).

3.4.3 Analisis Data


Analisis dilakukan dengan uji t-student

Keterangan : =
thitung : Simpangan nilai tengah

Y1 : Nilai rata-rata hasil tangkapan dengan kedalaman 10 m


Y2 : Nilai rata-rata hasil tangkapan dengan kedalaman 20 m
s : Simpangan baku
n : Jumlah total ulangan (15 kali)
jika thitung lebih dari ttabel maka hasilnya signifikan. Parameter yang
digunakan dalam penelitian ini adalah parameter utama dan parameter penunjang.
Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah total bobot keseluruhan
ikan yang tertangkap, jumlah individu, dan karakter biologi ikan tangkapan utama
yaitu panjang tubuh (TTL) dan bobot tubuh, sedangkan parameter penunjang
dalam penelitian ini adalah suhu perairan, sainitas, pH, tranparansi cahaya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Survei Pendahuluan


Penelitian dilaksanakan di Kota Cirebon, Kecamatan Cangkol, Kelurahan
Lemahwungkuk pada lepas pantai yang memiliki kedalaman 10 m dan 20 m.
Pendaratan Ikan (PPI) Cangkol berada pada koordinat 06 34 20,8” LS - 108 34’
35,1 “ BT (DKP3 Kota Cirebon 2012). Dari parameter kualitas air yang diamati,
pada kedalaman 10 m memiliki suhu air permukaan 25°C dan suhu pada dasar
perairan 24°C. Derajat keasaman (pH) pada permukaan dan dasar perairan
memiliki nilai yang sama yaitu 7,4. Transparansi cahaya (secchi disk) 1 m dan
salinitas air adalah 31 ppt. Pada kedalaman 20 m memiliki suhu air permukaan
sebesar 31°C dan suhu dasar perairan 30°C, salinitas 33 ppt, pH 7,0 dan
transparansi cahaya 1,2 m.
Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kampung Cangkol Kota
Cirebon adalah pancing ulur. Kapal penangkap ikan yang berada di PPI Cangkol
Kota Cirebon berukuran antara 2 – 5 GT. Ukuran kapal yang digunakan untuk
mengoperasikan alat tangkap ikan mempunyai ukuran rata-rata panjang
(P) 8 – 10 m, lebar (B) 2,50 – 3 m, tinggi (D) 0,85 – 1,25 m dan draft
(d) 0.75 –1,25 m. Mesin kapal yang digunakan adalah merek Dong Feng dan
Chang Chai (16-20 DK).

4.1.1 Persiapan Pengoperasian Pancing Ulur


Sebelum pengoperasian pancing ulur di fishing ground, nelayan terbiasa
melakukan pemeriksaan kembali perbekalan yang meliputi :
1. Pengisian dan penyimpanan bahan bakar untuk perjalanan one day fishing.
Bahan bakar yang digunakan dalam Pengoperasian Pancing Ulur ini
adalah solar. Solar yang diperlukan dalam setiap pengoperasian pancing
ulur sekitar 10-15 liter tergantung jarak fishing ground dari PPN Cangkol.
2. Memeriksa kembali kondisi GPS sebelum dipakai.

18
19

3. Mempersiapkan pancing ulur, biasanya untuk persediaan nelayan membawa


hingga tiga set pancing ulur.
4. Membawa udang vaname sebagai umpan. Setiap kali pengoperasian pancing
ulur, dibutuhkan udang vaname hingga 300 ekor. Hal ini sesuai dengan ikan
target nelayan yang bersifat karnivora.
5. Mempersiapkan tempat penyimpanan ikan hasil tangkapan, berupa cool
box yang sudah berisi es batu.
6. Membawa bekal makanan dan minuman selama pengoperasian pancing ulur.

4.1.2 Pengoperasian Pancing Ulur


Nelayan menuju fishing ground rumpon dasar pada kedalaman 10 m dan
20 m. Pada fishing ground rumpon dasar kedalaman 10 m, nelayan berangkat
pukul 03.00 WIB dan tiba dilokasi sekitar pukul 05.00 – 06.00 WIB. Pada fishing
ground rumpon dasar kedalaman 20 m nelayan berangkat pada pukul 02.00 WIB
dan sampai sekitar pukul 06.00-07.00 WIB. Setelah tepat berada di fishing ground
atau tepatnya diatas rumpon dasar kedalaman 10 m atau 20 m, nelayan memutar
arah kapal motor berlawanan dengan arah kapal berangkat lalu menurunkan
jangkar, sehingga kapal motor juga berlawanan arah dengan arus. Selanjutnya
nelayan mempersiapkan pancing ulur lalu memasangkan umpan berupa udang
vaname yang masih hidup pada kail pancing, kemudian pancing ulur dilemparkan
sejauh mungkin ke arah kanan atau kiri dari kapal.
Pancing ulur diturunkan ke dalam air selama dua menit, jika selama dua
menit tidak ada ikan yang memakan umpan, maka pancing ulur ditarik kembali
dan dilemparkan ke arah yang lain. Setelah ikan-ikan tertangkap oleh pancing
ulur, kemudian ikan dimasukan kedalam cool box yang sudah berisi es. Pada
pukul 13.00-14.00 WIB nelayan kembali ke PPI Cangkol dan menjual ikan hasil
tangkapan pancing ulur langsung kepada distributor.
20

4.2 Total Bobot Hasil Tangkapan


Total bobot ikan keseluruhan yang didapat dari kedua perlakuan adalah
sebesar 364,9 kg, terdiri dari kedalaman 10 m sebanyak174,96 kg dan sisanya dari
kedalaman 20 m yaitu 189,94 kg. Selisih dari kedua total bobot tubuh keseluruhan
adalah 14,98 kg atau 4,1%. Tabel 1 menjelaskan tentang total bobot hasil
tangkapan dari kedua kedalaman 10 m (A) dan 20 m (B).

Tabel 1. Total Bobot Ikan yang Tertangkap


Total Bobot (Kg) Presentase (%)
No Spesies
A B A B
1 Jenaha 99,52 81,01 56,88 42,65
2 Kerapu 14,08 16,34 8,05 8,60
3 Tanda-tanda 19,91 33,05 11,38 17,40
4 Kakap Merah 4,93 59,54 2,82 31,35
6 Kuwe 31,83 0 18,19 0,00
7 Barakuda 4,69 0 2,68 0,00
Jumlah 174,96 189,94 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Kelompok nelayan desa Cangkol memiliki persyaratan untuk ikan yang


hendak di jual kepada distributor, yaitu ikan yang minimal memiliki bobot tubuh
200 g atau 0,2 kg. Pada kedalaman 20 m ikan yang tidak dijual kepada distributor
ini mencapai 86 ekor dari semua spesies yang tertangkap. Di bandingkan dengan
kedalaman 10 m ikan yang di bawah standar hanya mencapai 41 ekor
(Lampiran 12).
Penangkapan dengan pancing ulur pada kedalaman 10 m menghasilkan
enam spesies ikan sedangkan kedalaman 20 m mendapatkan empat spesies hasil
tangkapan. Hasil tangkapan utama pada perlakuan kedalaman 10 m sama seperti
perlakuan 20 m, yaitu ikan jenaha (Lutjanus russelli), ikan kakap merah
(Lutjanus sp), ikan tanda-tanda (Lutjanus mahogoni), dan ikan kerapu macan
(Epinephelus malabaricus). Pada kedalaman 10 m tertangkap ikan sampingan
yaitu Kuwe (Caranx sexfasciatus) Barakuda (Sphyraena sp)
21

Ikan jenaha merupakan spesies ikan yang menyumbang hasil tangkapan


terbanyak dari bobot tubuh yaitu 180.53 kg atau 49,47% dari total bobot
keseluruhan hasil tangkapan pancing ulur dari kedua kedalaman. Diantara kedua
kedalaman, kedalaman 10 m menyumbang lebih banyak total bobot yaitu
99,52 kg dan 81,01 kg pada kedalaman 20 m. Hal ini membuktikan bahwa ikan
jenaha banyak tertangkap pada kedalaman 10 m. (Informasi Kelompok Nelayan
Cangkol 2012).
Ikan kakap merah (Lutjanus sp) termasuk ikan tangkapan utama karena
harganya yang mahal kedua setelah ikan kerapu macan. Perbandingan total bobot
pada kedua kedalaman memiliki selisih hingga 54,61 kg, yaitu pada kedalaman
20 m menyumbang 59,54 kg dan sisanya 4,93 kg pada kedalaman 10 m. hal ini
juga membuktikan bahwa ikan kakap merah banyak tertangkap pada kedalaman
20 m (Informasi Kelompok Nelayan Cangkol 2012).
Ikan kerapu macan (Epinephelus malabaricus) merupakan hasil tangkapan
utama yang termahal dari semua hasil tangkapan lainnya, namun hasil tangkapan
ikan kerapu macan tidak sebanyak ikan hasil tangkapan utama lainnya. Total
bobot ikan kerapu macan memiliki selisih 2,26 kg, dengan kedalaman 10 m
14,08 kg dan 16,34 kg pada kedalaman 20 m. Menurut penelitian Gani dan
Abdulgani (2012) ikan kerapu lebih menyukai perairan yang lebih dalam dan
tenang sebagai tempat untuk memijah. Kedalaman 20 m merupakan habitat yang
cocok untuk memijah bagi ikan kerapu macan karena lebih dalam dan tenang
dibandingkan dengan kedalaman 10 m.
Ikan tanda-tanda (Lutjanus mahogoni), merupakan ikan yang termasuk ke
dalam famili Lutjanidae, sama seperti ikan kakap merah dan ikan jenaha. Ikan
tanda-tanda menyumbang 13,79% dari keseluruhan hasil tangkap atau sama
dengan 48,39 kg dari kedua perlakuan. Ikan tanda-tanda yang tidak masuk standar
perhitungan penjualan ikan yaitu ukuran 0,16-0,19 kg berjumlah 28 ekor, terdiri
dari 24 ekor dari kedalaman 10 m dan 4 ekor dari kedalaman 20 m.
22

4.2.1 Distribusi Bobot Tubuh


Ikan yang tertangkap pada kedua kedalaman memiliki distribusi ukuran
bobot tubuh sebanyak 10 kelas, dari 0,13 kg sampai 4,69 kg. Gambar 4 adalah
Grafik distribusi bobot tubuh dari kedua kedalaman. Jumlah tertinggi terdapat
pada kelas 0,13-0,32 kg. Pada kedalaman 10 m ikan yang memiliki bobot tubuh
0,13-0,32 kg berjumlah 314, sedangkan kedalaman 20 m sebanyak 337 ekor.
Jumlah distribusi bobot tubuh terendah didapat pada kelas 2,13-2,32 dengan
kedalaman 10 m 0 ekor dan kedalaman 20 m hanya satu ekor.

F 350 Kedalaman 10 m
r 300
e 250 Kedalaman 20 m
k
200
u Ikan dibawah
e 150
standar
n 100
s 50
i
0

Interval Kelas Bobot Tubuh

Gambar 4. Grafik Disribusi Bobot Tubuh

Ikan-ikan yang memiliki bobot tubuh di bawah standar 200 g atau 0,2 kg
(warna hijau). Kedalaman 10 m memiliki 42 ekor atau 8,5% dari keseluruhan
hasil tangkapan kedalaman 10 m, sedangkan kedalaman 20 m memiliki 86 ekor
atau 16% dari keseluruhan hasil tangkapan 20 m.
Diatom merupakan sumber makanan pertama yang menstimulasi
plankton-plankton untuk datang ke daerah rumpon di pasang. Terkonsentrasinya
plankton pada daerah rumpon akan menyebabkan makanan melimpah dan
mengundang ikan-ikan yang berukuran besar (karnivora) dan memakan ikan-ikan
kecil sehingga terciptanya rantai makanan (Katun 2009).
23

4.3 Total Jumlah Individu Hasil Tangkapan


Jumlah individu yang tertangkap pada kedua kedalaman adalah 1023 ekor.
Kedalaman 10 m menghasilkan 491 ekor jumlah individu dari 15 trip operasi
pancing ulur, sedangkan kedalaman 20 m menghasilkan 532 ekor. Tabel 2
menunjukan jumlah individu ikan yang tertangkap pada kedua kedalaman. Hasil
tertinggi didapatkan oleh ikan jenaha pada kedalaman 10 m yaitu mencapai
71,28%, sedangkan hasil terendah didapatkan oleh ikan barakuda pada kedalaman
10 m yaitu 0,2%.

Tabel 2. Jumlah Individu Ikan yang Tertangkap


Jumlah Individu (Ekor) Proporsi (%)
No Spesies
A B A B
1 Jenaha 350 285 71,28 53,57
2 Kerapu 37 29 7,54 5,45
3 Tanda-tanda 65 100 13,24 18,80
4 Kakap Merah 16 118 3,26 22,18
5 Kuwe 22 0 4,48 0,00
6 Barakuda 1 0 0,20 0,00
Jumlah 491 532 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Hasil tangkapan utama dalam operasi penangkapan ini adalah ikan jenaha
(Lutjanus russelli), ikan kakap merah (Lutjanus sp), ikan tanda-tanda (Lutjanus
mahogoni), dan ikan kerapu macan (Epinephelus malabaricus), sedangkan hasil
tangkapan sampingannya adalah ikan kuwe (Caranx sexfasciatus), dan ikan
barakuda (Sphyraena sp). Banyaknya individu yang tertangkap pada daerah
sekitar rumpon adalah untuk mencari makanan atau mangsa dan akhirnya
mendapatkannya di pada atau di sekitar rumpon karena rumpon menjadi habitat
berbagai jenis biota laut yang menjadi makanannya (Menard dkk. 2000 dalam
Sondita 2012).
24

4.3.1 Distribusi Jumlah Individu


Jumlah individu kedalaman 20 m secara keseluruhan lebih tinggi dari
kedalaman 10 m, kecuali pada ikan jenaha (Lutjanus russelli) dan ikan kerapu
macan (Epinephelus malabaricus) pada perlakuan kedalaman 10 m jumlah
individu dari kedua spesies ini lebih tinggi dari perlakuan kedalaman 20 m.
Gambar 5 adalah grafik distribusi jumlah individu yang tertangkap pada kedua
kedalaman. Kedalaman 10 m pada warna biru terlihat mendominasi pada ikan
jenaha (Lutjanus russelli) dan kerapu macan (Epinephelus malabaricus), namun
pada jenis ikan lain kedalaman 20 m (warna merah) lebih unggul di bandingkan
dengan kedalaman 10 m.

350 Kedalaman 10 m
F 300 Kedalaman 20 m
r
250
e
200
k
u 150
e 100
n 50
s 0
i

Jenis Ikan

Gambar 5. Grafik Distribusi Jumlah Individu

Distribusi adalah suatu peristiwa penyebaran organisme pada suatu tempat


dan pada suatu waktu tertentu. Berdasarkan unsur tempat dan waktu, (Storer dan
Usinger 1957 dalam Omar 2011). Keberadaan ikan pada daerah sekitar rumpon
membuktikan bahwa rumpon befungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan
(Monintja 1990 dalam Octavianus 2005). Dari beberapa penelitian tentang fungsi
rumpon hanya tiga yang sudah dibuktikan kebenarannya, yakni sebagai
perlindungan dari predator, berkumpulnya persediaan makanan, dan cleaning
station bagi parasit yang menempel (Baskoro dkk. 2011).
25

Adanya suatu individu atau spesies dalam suatu habitat tidak terlepas dari
kesesuaian kualitas air yang cocok dengan individu atau spesies tersebut.
Misalnya pada ikan kerapu macan (Epinephelus malabaricus) parameter ekologis
yang cocok bagi pertumbuhannya yaitu temperatur 24-31°C, salinitas 30-33 ppt,
kandungan oksigen terlarut > 3,5 ppm dan pH 7,8 – 8 (Ahmad 2009). Hal ini
sesuai dengan kualitas air perairan cangkol dengan suhu 24°C, salinitas 32 ppt dan
pH 7,4.

4.4 Panjang Tubuh Ikan yang Tertangkap


Tabel 3 dibawah ini menjelaskan tentang kelas panjang tubuh ikan yang
tertangkap pada kedua kedalaman. Dapat dilihat bahwa interval kelas 20-25 cm
menyumbang frekuensi terbanyak dibandingkan dengan interval kelas lainnya
yaitu sebanyak 268 pada kedalaman 20 m dan 300 pada kedalaman 10 m.
Tabel 3. Kelas Panjang Tubuh Ikan yang Tertangkap

Frekuensi Proporsi (%)


No Interval Kelas
A B A B
1 17 1 0 0,20 0,00
2 20-25 300 268 61,10 50,38
3 26-31 159 162 32,38 30,45
4 32-37 12 52 2,44 9,77
5 38-43 4 28 0,81 5,26
6 44-49 14 9 2,85 1,69
7 50-55 0 5 0,00 0,94
8 56-61 0 4 0,00 0,75
9 62-67 0 4 0,00 0,75
10 68-73 1 0 0,20 0,00
Jumlah 491 532 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Panjang tubuh ikan yang dianggap standar dan boleh dijual kepada
distributor Cangkol adalah 20 cm. Dari kedua perlakuan ini ditemukan satu ekor
ikan kerapu macan yang panjangnya 17 cm yang berada pada kedalaman 10 m.
Ikan-ikan yang tidak layak dijual ini biasanya dijadikan konsumsi pribadi atau
dilepas lagi ke laut.
26

4.4.1 Panjang Tubuh Ikan Jenaha


Panjang tubuh ikan jenaha yang di dapatkan dari kedua kedalaman sangat
beragam. Ada delapan kelas panjang tubuh yang didapat dari kedua kedalaman.
Panjang tubuh ikan jenaha yang tertangkap adalah dari 20 cm hingga 66 cm. hal
ini menandakan bahwa tidak ada ikan yang panjang tubuhnya dibawah standar
untuk dipasarkan. Tabel 4 dibawah ini merupakan tabel kelas panjang tubuh ikan
jenaha yang tertangkap dari kedua kedalaman. Individu yang paling banyak
tertangkap antara panjang tubuh 20-25 cm, dengan kedalaman 10 m berjumlah
238 ekor dan kedalaman 20 m 175 ekor.

Tabel 4. Kelas Panjang Tubuh Ikan Jenaha


Frekuensi (Ekor) Proporsi (%)
No Interval Kelas (cm)
A B A B
1 20-25 238 175 68,00 61,40
2 26-31 108 72 30,86 25,26
3 32-37 3 16 0,86 5,61
4 38-43 1 6 0,29 2,11
5 44-49 0 6 0,00 2,11
6 50-55 0 4 0,00 1,40
7 56-61 0 3 0,00 1,05
8 62-67 0 3 0,00 1,05
Jumlah 350 285 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Menurut Genisa (1999) ikan jenaha dapat mencapai panjang tubuh 40 cm


dan umumnya mencapai 25 cm. hal ini menjelaskan bahwa panjang tubuh ikan
yang panjang tubuh ikannya melebihi 25 cm merupakan ikan jenaha yang sudah
dewasa, sedangkan ikan jenaha yang panjang tubuhnya mencapai 40 cm atau lebih
merupakan ikan jenaha yang mencapai pertumbuhan maksimal.

4.4.2 Panjang Tubuh Ikan Kakap Merah


Perbedaan panjang tubuh ikan kakap merah yang tertangkap dapat dilihat
pada tabel 5 dibawah ini. Pada kedalaman 10 m ikan kakap merah yang
tertangkap berukuran sekitar 21-27 cm, hal ini menandakan bahwa ikan yang
berada pada kedalaman 10 m masih tergolong muda.
27

Tabel 5 menunjukan panjang tubuh Ikan kakap merah yang tertangkap.


Pada kedalaman 20 m ikan kakap merah memiliki banyak variasi ukuran panjang
tubuh dari 21 cm hingga 66 cm, hal ini menandakan ikan kakap merah yang
berada pada kedalaman 20 m sangat beragam usia.

Tabel 5. Kelas Panjang Tubuh Ikan Kakap Merah


No Interval Kelas Frekuensi (Ekor) Proporsi (%)
A B A B
1 21-27 16 69 100,00 58,47
2 28-34 0 26 0,00 22,03
3 35-41 0 14 0,00 11,86
4 42-48 0 5 0,00 4,24
5 49-55 0 2 0,00 1,69
6 56-62 0 1 0,00 0,85
7 63-69 0 1 0,00 0,85
Jumlah 16 118 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Ikan kakap merah (Lutjanus sp) merupakan ikan karnivora yang biasanya
memakan ikan-ikan kecil, crustacea dan plankton feeder (Terangi 2004). Jenis
ikan kakap merah rata-rata mencapai tingkat kedewasaan pertamanya ketika
panjang tubuhnya 41%-51% dari panjang tubuh total (Baskoro dkk. 2011).
Panjang tubuh ikan kakap dapat mencapai 60 cm namun pada umumnya ikan
kakap merah memiliki panjang tubuh 45 cm (Genisa 1999), maka diduga ikan
kakap merah yang memiliki panjang tubuh di atas 24 cm sudah mencapai usia
dewasa.
Ikan kakap merah yang tertangkap pada kedalaman 20 m memiliki variasi
kelas panjang tubuh dibandingkan dengan ikan kakap merah pada kedalaman
10 m. Semakin besar panjang tubuh ikan maka semakin besar pula tingkat
kematangan gonad dan indeks TKG pada ikan kakap merah (Karyaningsih dkk.
1992). Hal ini menjelaskan bahwa ikan kakap merah yang tertangkap pada
kedalaman 20 m telah mencapai usia dewasa.
28

4.4.3 Panjang Tubuh Ikan Kerapu Macan


Ikan kerapu macan termasuk ikan soliter yang biasanya bersembunyi
digua-gua atau bawah karang. Ukurannya bisa mencapai 2 m dan beratnya sampai
200 kg dan tergolong ikan karnivora yang memakan ikan, udang dan crustacea
(Terangi 2004). Pada kedalaman 10 m ikan kerapu macan yang tertangkap
memiliki banyak kelas panjang tubuh dibandingkan dengan kedalaman 20 m.
Tabel 6 menjelaskan tentang panjang tubuh ikan kerapu macan yang
tertangkap. Pada kedalaman 10 m ikan kerapu macan yang tertangkapan berkisar
17 – 37 cm, sedangkan pada kedalaman 20 m ikan kerapu macan yang tertangkap
berkisar 22 - 41 cm.

Tabel 6. Kelas Panjang Tubuh Ikan Kerapu Macan


Frekuensi (Ekor) Proporsi (%)
No Interval Kelas
A B A B
1 17 1 0 2,70 0,00
2 18-21 1 0 2,70 0,00
3 22-25 17 7 45,95 24,14
4 26-29 11 6 29,73 20,69
5 30-33 4 6 10,81 20,69
6 34-37 3 5 8,11 17,24
7 38-41 0 5 0,00 17,24
Jumlah 37 29 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Pada penelitian yang di lakukan Gani dan Abdulgani (2012) ikan kerapu
macan mencapai TKG IV pada panjang tubuh 24,1 cm pada jantan dan 22,4 cm
pada betina. Pada kedalaman 20 m ikan kerapu macan yang tertangkap memiliki
panjang tubuh terendah 22 cm. Hal ini menjelaskan bahwa ikan kerapu macan
yang tertangkap pada kedalaman 20 m telah mencapai matang gonad.
29

4.4.4 Panjang Tubuh Ikan Tanda-tanda


Ikan Tanda-tanda (Lutjanus mahogoni) hidup di perairan dangkal hutan-
hutan bakau dan terumbu karang. Panjang Tubuhnya dapat mencapai panjang
35 cm namun pada umumnya panjang tubuh ikan tanda-tanda adalah 25 cm
(Genisa 1999). Tabel 7 di bawah ini menjelaskan tentang kelas panjang tubuh
ikan tanda-tanda yang tertangkap pada kedua kedalaman.
Tabel 7. Kelas Panjang Tubuh Ikan Tanda-tanda
Frekuensi (Ekor) Proporsi (%)
No Interval Kelas (cm)
A B A B
1 21-23 16 21 24,62 21,00
2 24-26 29 42 44,62 42,00
3 27-29 15 18 23,08 18,00
4 30-32 3 7 4,62 7,00
5 33-35 2 7 3,08 7,00
6 36-38 0 1 0,00 1,00
7 39-41 0 4 0,00 4,00
Jumlah 65 100 100,00 100,00
Keterangan : A = Kedalaman 10 m, B = Kedalaman 20 m

Ikan Tanda-tanda (Lutjanus mahogoni) yang tertangkap pada kedalaman


10 m memiliki kelas lebih sedikit di bandingkan dengan kedalaman 20 m. Hal ini
menandakan ikan tanda-tanda yang tertangkap pada kedalaman 20 m lebih
bervariasi panjang tubuhnya dan jumlah ikan dewasa lebih banyak. Kemungkinan
ikan tanda-tanda pada kedalaman 20 m sedang melakukan pemijaham karena
menurut Murray dan Bester (2013) musim pemijahan ikan tanda-tanda adalah
sepanjang bulan Mei hingga juli.

4.4.5 Distribusi Panjang Tubuh


Panjang tubuh ikan yang tertangkap dari kedua kedalaman sangat
beragam, dari 17 cm hingga 70 cm. kelas dengan hasil tertinggi didapat pada kelas
23 – 25 cm dengan kedalaman 10 m sebanyak 235 ekor dan kedalaman 20 m
sejumlah 201 ekor. Kelas dengan hasil terendah didapat pada kelas 17 – 19 cm
yaitu sejumlah satu ekor pada kedalaman 10 m.
30

Gambar 6 adalah grafik distribusi panjang tubuh ikan yang tertangkap dari
kedua kedalaman,warna biru muda pada grafik menunjukan kedalaman 10 m dan
jingga menunjukan kedalaman 20 m. Distribusi panjang tubuh ikan yang
tertangkap terbilang cukup merata pada kelas-kelas tertentu, tidak seperti pada
distribusi bobot tubuh yang terpusat pada satu kelas saja.

250
F
r 200 Kedalaman 10 m
e Kedalaman 20 m
k 150
u
e 100
n
s 50
i
0

Interval Kelas

Gambar 6. Grafik Distribusi Panjang Tubuh

Distribusi panjang tubuh pada awal kelas didominasi oleh kedalaman


10 m, yaitu pada kelas 20-22, 23-25, dan 26-28, selanjutnya kedalaman 20 m
lebih tinggi dari kedalaman 10 m pada kelas 29-31 sampai 50-60. Ditinjau dari
jenis ikan yang tertangkap, seperti pada ikan jenaha (Lutjanus russelli), ikan
kakap merah (Lutjanus sp), dan ikan tanda-tanda (Lutjanus mahogoni) yang
termasuk kedalam family Lutjanidae secara umum memiliki panjang tubuh 25 cm
hingga 40 cm (Genisa 1999). Hal ini sesuai dengan ditribusi panjang tubuh ikan
yang berdominasi pada kelas 23-40 cm.
31

4.6 Analisis Hasil Tangkapan


4.6.1 Analisis Total Bobot Hasil Tangkapan
Hasil analisis terhadap total bobot hasil tangkapan pancing ulur pada
rumpon dengan kedalaman 10 m (A) dan kedalaman 20 m (B) menunjukan
adanya perbedaan yang nyata (significant). Hasil analisis total bobot dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Total Bobot
Perlakuan Rata-rata Total Bobot (kg) Hasil Analisis t-student
A 11,66 b
B 12,67 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang dilambangkan dengan huruf berbeda
menunjukan perbedaan yang nyata pada uji t-student taraf nyata
5%.

Analisis t-student dengan parameter bobot tubuh menghasilkan thit sebesar


2,15 (Lampiran 12) lebih besar dari ttabel (2,048). Hal ini menunjukan bahwa
kedalaman penempatan rumpon dasar berpengaruh terhadap total bobot ikan yang
tertangkap.
Berdasarkan bobot tubuh ikan dapat dilihat subur atau tidak suburnya
perairan tersebut (kesuburan zat hara). Total bobot tubuh ikan yang lebih berat
didapat pada kedalaman 20 m, diduga karena perairan tersebut lebih subur di
bandingkan dengan rumpon pada kedalaman 10 m. Faktor biologis seperti
pemijahan dan makan, serta faktor lingkungan suhu, salinitas, cahaya dan oksigen
juga memperngaruhi hasil tangkapan ikan pada umumnya (Baskoro dkk. 2011).
Perairan Cangkol memiliki substrat lumpur berpasir (Supriadi 2012).
Berkurangnya intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan yang disebabkan
oleh lumpur dapat menyebabkan penurunan populasi perifiton khususnya yang
hidup di dasar (Weitzel 1979 dalam Wartika 2013). Kedalaman 20 m memiliki
intensitas cahaya yang lebih besar dari pada kedalaman 10 m. Hal ini menunjukan
bahwa jumlah perifiton yang lebih banyak akan membuat pemangsanya (ikan-
ikan kecil) lebih banyak, sehingga ikan-ikan hasil tangkapan yang bersifat
32

karnivora pada kedalaman 20 m memiliki bobot tubuh lebih besar dibandingkan


dengan ikan-ikan hasil tangkapan kedalaman 10 m.

4.6.2 Analisis Jumlah Individu Hasil Tangkapan


Analisis terhadap jumlah individu hasil tangkapan pancing ulur pada
rumpon dengan kedalaman 10 m (A) dan kedalaman 20 m (B) menunjukan hasil
yang berbeda nyata (significant) yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisis Jumlah Individu


Rata-rata Hasil Analisis
Perlakuan
Jumlah Individu (Ekor) t-student
A 32,73 b
B 35,46 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang dilambangkan dengan huruf yang berbeda
menunjukan adanya perbedaan yang nyata pada uji t-student
taraf nyata 5%.

Analisis t-student dengan parameter jumlah Individu menghasilkan thit


sebesar 2,4 (Lampiran 13) lebih besar dari ttabel (2,048) yang artinya kedua
kedalaman tersebut memberi hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukan bahwa
kedalaman rumpon dasar berpengaruh terhadap jumlah individu ikan yang
tertangkap, sedangkan analisis t-student dengan parameter jumlah individu hasil
tangkapan utama (Tabel 10) menghasilkan thit 1,27 (Lampiran 14) lebih kecil dari
ttabel (2,048) yang artinya kedua kedalaman tersebut memberi hasil yang tidak
berbeda nyata.
Tabel 10. Analisis Jumlah Individu Hasil Tangkapan Utama
Rata-rata Jumlah Individu Hasil Analisis
Perlakuan
(Ekor) t-student
A 5,76 a
B 6,21 a
Keterangan : nilai rata-rata yang di lambangkan dengan huruf yang sama
menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata pada uji t-
student taraf nyata 5%.
33

Perbedaan yang terjadi dari kedua analisis tersebut yaitu, pada kedalaman
10 m didapatkan hasil tangkapan sampingan, sedangkan pada kedalaman 20 m
tidak ada hasil tangkapan sampingan. Adanya ikan kuwe sebagai hasil tangkapan
sampingan pada kedalaman 10 m karena ikan kuwe merupakan ikan yang
habitatnya pada perairan dangkal dan terumbu karang. Hal ini mewakili habitat
rumpon pada kedalaman 10 m, sebagai bentuk pengganti terumbu karang. Pada
perlakuan 10 m ulangan ke 10 hasil tangkapannya ikan kuwe sebanyak 14 ekor,
hal ini menjelaskan bahwa ikan kuwe membentuk gerombolan kecil. Ikan kuwe
yang tertangkap kisaran panjang tubuhnya 20-45 cm sedangkan menurut Genisa
(1999) panjang tubuh ikan kuwe dapat mencapai 75 cm, dengan rata-rata 50 cm.
Hal ini menjelaskan bahwa ikan kuwe yang tertangkap merupakan ikan kuwe
yang belum dewasa.
Faktor yang menyebabkan ikan berkumpul di sekitar rumpon adalah untuk
keperluan mencari makan. Ikan-ikan tersebut mencari makanan atau mangsa dan
akhirnya mendapatkannya karena rumpon menjadi habitat berbagai jenis biota
laut yang menjadi makanannya (Menard dkk. 2000 dalam Sondita 2012).
Ikan demersal mempunyai daerah kisaran ruaya yang lebih sempit dari
pada ikan pelagis (Aoyama 1973 dalam Achmad 2011). Kebiasaan ruaya itu
sendiri memiliki arti penyesuaian kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi
dan reproduksi spesies (Effendie 1997). Jumlah ikan yang tertangkap pada
kedalaman 20 m lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman 10 m. Hal ini
diduga ikan-ikan yang berukuran lebih besar (berumur tua) beruaya ke perairan
yang lebih dingin untuk mencari makan ataupun memijah (Baskoro dkk. 2011).
Selain faktor ruaya ikan menuju kedalaman 20 m, kecerahan air juga
mempengaruhi ketertarikan ikan pada daerah tersebut. Semakin kecil kecerahan
maka semakin banyak pula zat-zat atau partikel yang menyebar di dalam air, maka
sebagian besar cahaya akan habis terserap oleh zat-zat tersebut yang
mengakibatkan ikan tidak tertarik pada perairan tersebut (Ben dan Yami 1975
dalam Baskoro dkk. 2011). Kecerahan cahaya pada kedalaman 20 m lebih tinggi
di bandingkan dengan kedalaman 10 m, maka diduga ikan-ikan yang berkumpul
pada kedalaman 20 m juga lebih tinggi karena tingkat kecerahan yang lebih baik.
34

4.6.4 Analisis Hasil Panjang Tubuh


Analisis terhadap panjang tubuh hasil tangkapan pancing ulur pada
rumpon dengan kedalaman 10 m (A) dan kedalaman 20 m (B) menunjukan
adanya perbedaan yang nyata (significant). Hasil analisis panjang tubuh disajikan
pada Tabel 11.
Tabel 11. Analisis Panjang Tubuh
Hasil Analisis
Perlakuan Rata-rata Panjang Tubuh (cm)
t-student
A 26,55 b
B 28,05 a
Keterangan : Nilai rata-rata yang di lambangkan dengan huruf berbeda
menunjukan perbedaan yang nyata pada uji t-student taraf
nyata 5%.

Hasil analisis t-student terhadap parameter panjang tubuh menghasilkan thit


sebesar 2,71 yang lebih besar daripada ttabel (2,048). Hal ini menunjukan bahwa
kedalaman penempatan rumpon dasar berpengaruh terhadap panjang tubuh ikan
yang tertangkap.
Kedalaman 10 m menghasilkan ikan dengan panjang tubuh yang lebih
rendah dibandingkan dengan panjang tubuh ikan dari kedalaman 20 m. Hal ini
diduga larva ikan pada kedalaman 20 m terbawa mengikuti arus menuju daerah
asuhan pada kedalaman 10 m dan ketika dewasa ikan-ikan bermigrasi mengikuti
arus balik menuju daerah pemijahan kembali pada kedalaman 20 m (Baskoro dkk.
2011).
Intensitas cahaya matahari pada perairan berpengaruh sebagai perangsang
ikan untuk berpijah dan melakukan ruaya vertikal dan horizontal ke perairan yang
lebih banyak persediaan makanan (Effendie 1997). Selain diduga kedalaman 20 m
merupakan daerah pemijahan, kedalaman 20 m juga memiliki daya tarik tambahan
yaitu intensitas cahaya matahari yang lebih besar dibandingkan dengan intensitas
cahaya matahari pada kedalaman 10 m.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pemasangan rumpon pada kedalaman yang berbeda mempengaruhi hasil
tangkapan pancing ulur baik terhadap bobot dan panjang tubuh serta jenis
ikan yang tertangkap kecuali pada jumlah individu hasil tangkapan utama.
2. Hasil pengoperasian pancing ulur pada rumpon perairan lebih dalam
(20 m) lebih baik dalam bobot dan panjang tubuh dari pada rumpon
perairan lebih dangkal (10 m)
3. Jenis ikan yang tertangkap pada rumpon yang dangkal (10 m) lebih
banyak dari pada kedalaman 20 m, sehingga berpeluang didapatkan ikan
hasil tangkapan sampingan.

5.2 Saran
1. Pemasangan rumpon dianjurkan untuk diletakan pada kedalaman yang
tepat, agar memberikan hasil maksimal dan lebih menjaga kelestarian
sumberdaya. Kedalaman 20 m merupakan tempat pemasangan rumpon
yang paling tepat karena memberikan hasil tangkapan yang tinggi dari segi
berat total, rata-rata panjang tubuh maupun jumlah individu.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang hubungan kedalaman rumpon dasar
dengan tingkat kematangan gonad

35
DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 2011. Sumberdaya Ikan dalam http://nautika-perikanan


laut.blogspot.com (diakses pada tanggal 27 Desember 2012).

Ahmad, A. 2009. Estimasi daya Dukung Terumbu Karang Berdasarkan Biomasa


Ikan Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Perairan Sulamadaha,
Maluku Utara (Suatu Pendekatan Pengelolan Ekologis). Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Alpuri, S. 2011. Pemanfaatan Rumah Ikan (Rumpon Dasar) Sebagai Alat Bantu
Penangkapan Ikan Dan Upaya Perbaikan Ekosistem Di Perairan Cirebon,
Jawa Barat. Laporan Dinas : DKP3 Kota Cirebon. Cirebon 57hlm.

Austalian Museum. 2012. Moses’Snapper, Lutjanus russelli ( Bleeker, 1894)


http://australianmuseum.net.au/Moses-Perch-Lutjanus-russelli-Bleeker-1849
(diakses pada tanggal 27 Januari 2012).

Baskoro,M.S, A.A Taurusman, dan Sudirman. 2011. Tingkah Laku Ikan. Lubuk
Agung, Bogor. 257hlm.

Budiman, Supriharyono, dan Asriyanto. 2006. Analisis Sebaran Ikan Demersal


Sebagai BasisPengelolaan Sumberdaya Pesisir Di Kabupaten Kendal.
Jurnal Pasir Laut Vol 2. No 1. Juli 2006, Semarang, 52-63hlm.

Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian Kota Cirebon. 2012. Model
Pegembangan Rumpon Dasar Berbasis Partisipasi Masyarakat Nelayan
Dalam Rangka Ketahanan Pangan, Laporan Dinas. Cirebon, 12hlm.

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan : Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.


155hlm.

Fansuri, A. 2011. Tentang Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus),


http://risnotes.com/2011/09/tentang-ikan-kakap-merah-lutjanus-
sanguineus/ (diakses pada tanggal 10 November 2012).

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan : Universitas Hassanudin. Makasar.

Gani dan Abdulgani, 2012. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
sexfasciatus) Di Perairan Glondonggede Tuban, Jurnal Sains dan Seni ITS
Vol.1 (1): Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. 27-31hlm.

Genisa, A.S. 1999. Pengenalan Jenis-jenis Ikan Laut Ekonomi Penting Di


Indonesia,. Jurnal Oseana Volume XXIV (1). 17-38hlm.

36
37

Jeujanan, B. 2008. Efektifitas pemanfaatan Rumpon dalam Operasi Penangkapan


Ikan di Maluku Tenggara. Tesis: Institut Pertanian Bogor. Bogor. 97hlm.

Karyaningsih,S., Rachman Djamal,dan Soselisa Junus.1992. Studi Beberapa


Aspek Parameter Biologi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus).
Jurnal Perikanan Laut No. 68. 83-90hlm.

Katun, Wayan. 2009 , Kasus Perikanan pada Rumpon, Artikel Ilmiah :


Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan Balik Diwa. Makasar. 9hlm.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2004, Keputusan


Menteri No 30.Tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, Jakarta,
10hlm.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2010, Keputusan


Menteri No 6. Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 30hlm.

Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011a, Laporan Pemasangan


Rumpon, Jakarta, 49hlm.

Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011b, Penangkapan Ikan


Dengan Pancing Ulur, Jakarta, 34hlm.

Mukhtar. 2013. Alat Bantu Penangkapan Ikan dalam http://mukhtar-


api.blogspot.com/2013/02/alat-bantu-penangkapan-ikan.html. (diakses pada
tanggal 13 januari 2013).

Murray, R. dan Bester, C. 2013, Mahogany Snapper. dalam


http://www.flmnh.ufl.edu/fish/Gallery/Descript/MahoganySnapper/Mahoga
nySnapper.html (diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 pukul 20:45).

Nugraheni,D.A. 2011. Hubungan Antara Distribusi Ikan Demersal


Makrozoobenthos Dan Substrat Di Perairan Selat Malaka, Skripsi :
Institut Pertanian Bogor. Bogor.67hlm.

Octavianus, D.S. 2005. Penambahan Rumpon Untuk Meningkatkan Hasil


Tangkapan Kelong Tancap di Daerah Kawal, Kabupaten Tanjung
Pinang, Kepulauan Riau,Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 90hlm.

Omar, S.B.A. 2011. Iktiologi. Universitas Hassanudin : Makasar.

Pemula. 2011. Rumpon. http://www.iftfishing.com/ (di akses pada tanggal 10


Oktober 2012).

Sondita,F. 2012. Rumpon Sebagai Alat Pengelolaan Sumberdaya Ikan, Artikel


Ilmiah, Bogor, 12hlm.
38

Supriadi, D. 2012 Analisis Ekonomi Rumah Tangga Nelayan Skala Kecil Dan
PemanfaatanSumberdaya Perikanan Dasar Di Kota Cirebon, Jawa Barat.
Disertasi : Universitas Brawijaya. Malang. 392hlm.

Susilo,H. 2009. Penangkapan Ikan Demersal tetap Dibatasi. Dalam


http://properti.kompas.com/index.php/read/2009/04/24/19365479/penangk
apan.ikan.demersal.tetap.dibatasi. (diakses pada tanggal 09 April 2013
pukul 20 :19).

Suwarsih. 2012. Rumpon Sebagai Daerah Penangkapan Ikan, Artikel Ilmiah. :


Universitas Ronggolawe. Tuban. 23hlm.

Terangi, 2004. Pengenalan Ikan Karang Secara Visual Indonesia : Indonesian


Coral Reef Foundation, Jakarta. 24hlm.

Wartika, L. 2013. Komunitas Perifiton Sebagai Bioindikator Kondisi Perairan di


Muara Angke Teluk Jakarta. Skripsi : Universitas Padjadjaran. Bandung.

Widodo, N. Bambang, Agus Suryadi, dan Zaenal Wassahua , 2011. .Apartemen


Ikan. BBPPI, Semarang.

Wijaya, M. 2012. Rumpon alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan
http://blognyamitra.wordpress.com/2012/03/20/rumpon-alat-bantu-untuk-
meningkatkan-hasil-tangkapan-ikan-sesuatu-buat-masyarakat-nelayan/ (di
akses pada tanggal 10 Oktober 2012).

Zukarnaen, I. 2007. Pemanfaatan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) dengan Bubu
di Perairan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak, Skripsi : Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
40

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Kedalaman 10 m
Sumber : Google Earth, 2014

Kedalaman 20 m
Sumber : Google Earth, 2014
41

Lampiran 2. Contoh Tabel Pengamatan


Tanggal :

Nama Nelayan :

Nama ABK :

Nama Kapal :

Kedalaman :

Ikan Utama By catch


Spesies Jumlah Bobot TL Spesies Jumlah Bobot TL
42

Lampiran 3. Kuisioner
Tanggal :
Nama :
Umur :
Status :
Pengalaman :
A. TENTANG RUMPON DASAR

1. Jumlah rumpon :

2. Kedalaman rumpon :

3. bahan Rumpon :

4. ukuran rumpon :

5. koordinat rumpon :

6. Ketahanan rumpon :

7. Pengaruh Rumpon :

B. TENTANG ALAT TANGKAP

1. Alat tangkap :

2. Bahan alat tangkap :

3. Ukuran alat tangkap :

4. Hasil Tangkapan Utama :

C. TENTANG KAPAL MOTOR

1. Ukuran kapal :

2. Mesin kapal :

D. PENGARUH KEDALAMAN :

1. Alasan :

2. Pengaruh :
43

Lampiran 4. Hasil Rekapitulasi Kuisioner

No Nama Umur Jumlah Rumpon Alat tangkap Kedalaman Ukuran


(Unit) Rumpon Kapal
1 Suparman 45 48 Trammel net, 20 m, 30 m, 5 GT
pancing ulur
2 Mulyadi 42 66 Trammel net, 20 m, 30 m 3 GT
pancing ulur
3 Slamet alpuri 45 160 Trammel net, 20 m, 30 m, 3 GT
pancing ulur 50 m
4 Sidik 44 80 Trammel net, 20 m, 50 m 5 GT
pancing ulur
5 Supena 43 40 Trammel net, 7 m, 10 m, 3 GT
pancing ulur 15 m
6 Wawan 38 16 Trammel net, 10 m 3 GT
pancing ulur
7 Karjono 50 120 Trammel net, 15 m, 20 m 3 GT
pancing ulur
8 Yana 55 50 Trammel net, 20 m, 27 m, 5 GT
pancing ulur 30 m
9 Komarudin 34 72 Trammel net, 20 m 3 GT
pancing ulur
10 Tarim 41 60 Trammel net, 10 m, 20 m 3 GT
pancing ulur
44

Lampiran 5. Sketsa Rumpon dasar


Sketsa tampak depan

Keterangan :

a = 1,5 m

b = 75 cm

c=2m

Sketsa tampak samping


c

a
a
c
45

Lampiran 6. Sketsa Pancing Ulur

Keterangan :

a : gulungan benang terbuat dari plastik


b : Senar Pancing terbuat dari PA no 10 panjangnya 100 m
c : Pemberat terbuat dari timah seberat 1 ons
d: Kail terbuat dari baja no 10
e : Tali cabang berukuran 20 cm
46

Lampiran 7. Sketsa Kapal Motor Tempel

Sumber : Alpuri 2011

Keterangan :
a. Ukuran :
D = 1,00 m
Bmaks = 2,85 m
LOA = 9,00 m
Kekuatan = 20 DK
Berat = 3 GT
b. Bahan : Kayu Jati
47

Lampiran 8. Hasil Tangkapan Utama Kedalaman 10 m


Ikan Utama
Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)
1 Jenaha 65 0,36 26
(Lutjanus russelli) 0,39 27
0,31 24
0,32 23
0,19 22
0,35 26
0,36 25
0,38 27
0,24 23
0,22 22
0,35 23
0,36 26
0,35 25
0,19 22
0,28 23
0,29 24
0,26 24
0,28 24
0,36 26
0,27 25
0,25 22
0,27 23
0,38 27
0,39 27
0,39 27
0,27 23
0,38 27
0,36 26
0,26 23
0,22 22
0,24 24
0,29 24
0,35 26
0,36 26
0,25 27
0,29 22
0,29 23
48

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,33 25
0,37 26
0,31 22
0,38 27
0,29 25
0,29 23
0,34 26
0,33 25
0,32 22
0,38 25
0,36 25
0,35 24
0,33 26
0,32 27
0,38 27
0,38 27
0,22 25
0,25 25
0,21 25
0,25 25
0,18 22
0,21 23
0,31 27
0,18 22
0,21 24
0,2 23
0,19 22
Kerapu Macan 11 0,78 35
(Epinephelus malabaricus) 0,21 17
0,33 20
0,41 24
0,56 29
0,65 30
0,49 28
0,39 22
0,44 25
0,42 23
0,63 30
49

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


(Lutjanus mahogoni) 0,29 29
0,32 29
0,29 28
0,27 26
0,38 30
0,23 25
0,21 23
0,45 32
0,27 27
0,28 27
0,47 34
0,54 32
0,34 29
Jenaha 15 0,22 24
(Lutjanus russelli) 0,21 23
0,29 26
0,27 25
0,24 24
0,19 22
0,28 25
0,23 24
0,31 27
0,22 24
0,19 24
0,26 25
0,22 24
0,21 23
0,23 24
Kerapu Macan 1 0,28 27
(Epinephelus malabaricus)
3 Jenaha 21 0,21 23
(Lutjanus russelli) 0,26 24
0,28 25
0,26 25
0,27 24
0,32 28
0,33 26
0,19 22
0,27 26
0,41 28
50

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,3 27
0,26 25
0,32 25
0,24 25
0,3 27
0,29 25
0,32 25
0,24 24
0,3 25
0,43 29
0,2 23
Kerapu Macan 2 0,32 30
(Epinephelus malabaricus) 0,51 31
4 Jenaha 46 0,24 24
(Lutjanus russelli) 0,19 22
0,28 25
0,23 24
0,31 27
0,22 24
0,19 24
0,32 25
0,24 25
0,3 27
0,29 25
0,32 25
0,24 24
0,39 27
0,18 22
0,19 22
0,3 26
0,34 23
0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,34 25
0,22 22
0,36 26
0,39 27
51

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,32 23
0,19 22
0,24 24
0,29 24
0,35 26
0,36 26
0,25 27
0,29 22
0,29 23
0,31 24
0,33 25
0,37 26
0,31 22
0,38 27
0,29 25
0,29 23
0,34 26
0,33 25
0,32 22
0,38 25
5 Jenaha 22 0,38 27
(Lutjanus russelli) 0,36 26
0,26 23
0,22 22
0,24 24
0,29 24
0,35 26
0,36 26
0,25 27
0,29 22
0,29 23
0,31 24
0,33 25
0,37 26
0,31 22
0,38 27
0,29 25
0,29 23
0,34 26
52

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,33 25
0,32 22
0,38 25
0,36 25
6 Jenaha 37 0,22 24
(Lutjanus russelli) 0,28 27
0,21 23
0,22 25
0,22 26
0,19 23
0,22 24
0,21 23
0,19 23
0,22 24
0,21 23
0,25 26
0,21 24
0,23 26
0,29 27
0,22 24
0,21 23
0,19 23
0,22 24
0,21 23
0,25 26
0,21 24
0,23 26
0,39 27
0,18 22
0,19 22
0,3 26
0,34 23
0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,34 25
0,22 22
0,36 26
53

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,39 27
0,31 24
0,32 23
7 Jenaha 15 0,28 24
(Lutjanus russelli) 0,36 26
0,27 25
0,25 22
0,27 23
0,21 24
0,23 26
0,39 27
0,18 22
0,19 22
0,31 24
0,32 23
0,19 22
0,24 24
0,29 24
Kerapu Macan 2 0,78 35
(Epinephelus malabaricus) 0,44 25
8 Jenaha 8 0,28 25
(Lutjanus russelli) 0,18 22
0,23 23
0,19 23
0,29 26
0,28 26
0,3 26
0,22 23
Tanda-tanda 21 0,28 27
(Lutjanus mahogoni) 0,47 34
0,34 23
0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,33 28
0,32 26
0,37 26
0,32 26
54

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
0,28 25
0,18 22
0,23 23
0,19 23
9 Jenaha 26 0,23 22
(Lutjanus russelli) 0,26 28
0,22 25
0,21 21
0,24 27
0,33 31
0,28 24
0,27 23
0,26 25
0,25 25
0,32 30
0,22 22
0,24 26
0,29 31
0,32 25
0,24 25
0,3 27
0,29 25
0,32 25
0,24 24
0,39 27
0,18 22
0,19 22
0,3 26
0,34 23
0,39 27
11 Jenaha 33 0,25 24
(Lutjanus russelli) 0,25 25
0,22 21
55

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,23 26
0,21 24
0,22 22
0,26 29
0,27 29
0,31 29
0,23 23
0,21 24
0,24 26
0,27 25
0,19 22
0,3 26
0,34 23
0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,34 25
0,22 22
0,36 26
0,39 27
0,31 24
0,32 23
0,19 22
0,35 26
0,36 25
0,38 27
0,24 23
0,22 22
0,35 23
12 Tanda-tanda 13 0,37 26
(Lutjanus mahogoni) 0,31 22
0,38 27
0,29 25
0,29 23
0,34 26
0,33 25
0,32 22
0,38 25
56

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,36 25
0,35 24
0,33 26
0,32 27
Kerapu Macan 16 0,29 23
(Epinephelus malabaricus) 0,34 26
0,33 25
0,32 22
0,38 25
0,36 25
0,35 24
0,33 26
0,32 27
0,38 27
0,38 27
0,22 25
0,25 25
0,21 25
0,25 25
0,18 22
13 Kakap Merah 16 0,38 27
(Lutjanus sp) 0,39 27
0,39 27
0,27 23
0,38 27
0,36 26
0,26 23
0,22 22
0,24 24
0,29 24
0,35 26
0,29 24
0,29 22
0,26 26
0,31 24
0,25 21
Jenaha 18 0,22 25
(Lutjanus russelli) 0,25 25
0,21 25
57

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,25 25
0,18 22
0,21 23
0,31 27
0,18 22
0,21 24
0,2 23
0,37 39
0,31 26
0,35 34
0,33 35
0,38 33
0,34 27
0,27 26
0,2 23
14 Jenaha 19 0,34 25
(Lutjanus russelli) 0,22 22
0,36 26
0,39 27
0,31 24
0,32 23
0,19 22
0,35 26
0,36 25
0,38 27
0,24 23
0,21 24
0,23 26
0,39 27
0,18 22
0,19 22
0,31 24
0,32 23
0,19 22
Tanda-tanda 17 0,19 23
(Lutjanus mahogoni) 0,22 24
0,21 23
0,25 26
0,21 24
58

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,23 26
0,39 27
0,18 22
0,19 22
0,3 26
0,34 23
0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,34 25
0,22 22
15 Jenaha 10 0,29 25
(Lutjanus russelli) 0,29 23
0,34 26
0,33 25
0,32 22
0,38 25
0,36 25
0,35 24
0,33 26
0,32 27
Kerapu Macan 5 0,28 26
(Epinephelus malabaricus) 0,3 26
0,22 23
0,28 27
0,47 34
59

Lampiran 9. Hasil Tangkapan Sampingan kedalaman 10 m

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


1 Kuwe 3 0,39 27
(Caranx sexfasciatus) 0,19 22
0,22 24
Barakuda 1 4,69 70
(Sphyraena sp)
4 Kuwe 5 1,89 38
(Caranx sexfasciatus) 2 39
2,5 39
1,77 34
1,87 37
10 Kuwe 14 1,5 45
(Caranx sexfasciatus) 1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
1,5 45
60

Lampiran 10. Hasil Tangkapan Kedalaman 20 m

Ikan Utama
Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)
1 Jenaha 32 0,19 22
(Lutjanus russelli) 0,29 26
0,2 24
0,21 22
0,21 23
0,22 24
0,31 27
0,28 24
0,21 23
0,22 23
0,17 22
0,21 22
0,28 25
0,18 22
0,23 23
0,19 23
0,29 26
0,28 26
0,3 26
0,22 23
0,16 21
0,19 23
0,23 23
0,19 23
Tanda-tanda 3 0,38 30
(Lutjanus mahogoni) 0,71 36
0,84 26
Kerapu Macan 3 0,24 26
(Epinephelus malabaricus) 0,19 25
0,14 22
2 Kakap Merah 6 0,54 33
(Lutjanus sp) 0,32 30
0,44 32
0,51 33
0,39 31
61

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0, 53 32
3 Jenaha 35 0,31 32
(Lutjanus russelli) 0,33 34
0,46 45
0,64 65
0,25 29
0,42 43
0,33 31
0,44 44
0,39 35
0,5 52
0,4 49
0,37 36
0,29 30
0,29 32
0,55 50
0,6 64
0,3 33
0,55 50
0,4 47
0,6 66
0,34 34
0,33 32
0,42 41
0,55 49
0,57 57
0,58 60
0,45 44
0,54 50
0,33 33
0,3 27
0,25 26
0,29 29
0,32 31
0,39 40
0,27 24
0,6 59
Kerapu Macan 14 0,5 28
(Epinephelus malabaricus) 0,49 33
62

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,64 39
0,55 36
0,38 29
0,39 28
0,44 31
0,5 33
0,45 34
0,67 30
0,6 37
0,45 39
0,54 38
0,33 31
0,55 34
Kakap Merah 10 0,8 39
(Lutjanus sp) 0,7 39
0,66 33
0,59 39
0,48 34
0,66 39
0,7 38
0,69 37
0,47 34
0,87 42
4 Kakap Merah (Lutjanus sp) 1 0,35 28
Jenaha 57 0,35 31
(Lutjanus russelli) 0,44 33
0,37 29
0,62 32
0,55 34
0,36 31
0,74 38
0,17 23
0,16 24
0,18 23
0,17 25
0,19 22
0,19 23
0,18 22
0,16 22
63

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,19 24
0,18 24
0,15 23
0,22 24
0,18 24
0,18 22
0,19 23
0,17 21
0,13 22
0,16 23
0,18 25
0,2 23
0,16 22
0,24 25
0,22 24
0,14 21
0,22 25
0,23 26
0,24 25
0,2 25
0,2 24
0,21 23
0,21 25
0,2 24
0,28 27
0,22 24
0,21 23
0,31 28
0,22 24
0,28 27
0,21 23
0,22 25
0,22 26
0,19 23
0,22 24
0,21 23
0,19 23
0,22 24
0,21 23
64

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,25 26
0,21 24
0,23 26
0,29 27
Tanda-tanda 24 0,84 39
(Lutjanus mahogoni) 0,38 30
0,77 39
0,31 26
0,65 34
0,63 35
0,48 33
0,34 27
0,27 26
0,2 23
0,28 25
0,33 28
0,32 26
0,37 26
0,32 26
0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
0,22 23
0,22 24
0,16 21
0,16 21
5 Kakap Merah 5 0,66 60
(Lutjanus sp) 0,59 49
0,48 54
0,44 32
0,51 33
Jenaha 30 0,16 24
(Lutjanus russelli) 0,18 23
0,17 25
0,19 22
0,19 23
65

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,18 22
0,16 22
0,19 24
0,18 24
0,15 23
0,22 24
0,27 26
0,3 27
0,26 25
0,32 25
0,24 25
0,3 27
0,29 25
0,32 25
0,24 24
0,3 25
0,28 25
0,18 22
0,23 23
0,19 23
0,29 26
0,28 26
0,3 26
0,22 23
0,16 21
0,19 23
Tanda-tanda 5 0,29 28
(Lutjanus mahogoni) 0,27 26
0,38 30
0,23 25
0,21 23
6 Kakap Merah 10 2 37
(Lutjanus sp) 2,1 38
2,5 38
1,95 33
1,88 35
2,22 38
3 43
2 39
66

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


1,87 32
2,5 38
7 Jenaha 19 0,2 23
(Lutjanus russelli) 0,28 25
0,33 28
0,32 26
0,37 26
0,32 26
0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
0,28 25
0,18 22
0,23 23
0,19 23
0,29 26
0,28 26
0,3 26
0,22 23
0,16 21
0,19 23
Kerapu Macan 2 2,5 35
(Epinephelus malabaricus) 2,8 38
Tanda-tanda 13 0,29 28
(Lutjanus mahogoni) 0,27 26
0,38 30
0,84 39
0,38 30
0,77 39
0,31 26
0,65 34
0,63 35
0,48 33
0,34 27
0,27 26
0,2 23
67

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


8 Jenaha 19 0,22 24
(Lutjanus russelli) 0,21 23
0,19 23
0,22 24
0,21 23
0,25 26
0,21 24
0,23 26
0,29 27
0,84 39
0,38 30
0,77 39
0,31 26
0,65 34
0,63 35
0,48 33
0,34 27
0,27 26
0,2 23
Tanda-tanda 10 0,2 23
(Lutjanus mahogoni) 0,28 25
0,33 28
0,32 26
0,37 26
0,32 26
0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
9 Jenaha 14 0,19 23
(Lutjanus russelli) 0,18 22
0,16 22
0,19 24
0,18 24
0,15 23
0,22 24
0,18 24
0,18 22
0,19 23
68

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,17 21
0,13 22
0,16 23
0,18 25
Tanda-tanda 17 0,27 26
(Lutjanus mahogoni) 0,2 23
0,28 25
0,33 28
0,32 26
0,37 26
0,32 26
0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
0,22 23
0,22 24
0,16 21
0,16 21
10 Jenaha 16 0,29 22
(Lutjanus russelli) 0,29 23
0,31 24
0,33 25
0,37 26
0,31 22
0,38 27
0,29 25
0,29 23
0,34 26
0,33 25
0,32 22
0,38 25
0,36 25
0,35 24
0,33 26
Kerapu Macan 3 0,5 28
(Epinephelus malabaricus) 0,49 33
69

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,64 39
11 Jenaha 19 0,29 23
(Lutjanus russelli) 0,31 24
0,33 25
0,37 26
0,31 22
0,38 27
0,29 25
0,29 23
0,28 25
0,33 28
0,32 26
0,37 26
0,32 26
0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
Tanda-tanda 9 0,29 28
(Lutjanus mahogoni) 0,27 26
0,38 30
0,23 25
0,21 23
0,45 32
0,27 27
0,28 27
0,47 34
Kakap Merah 19 0,34 23
(Lutjanus sp) 0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,34 25
0,22 22
0,36 26
0,39 27
0,31 24
70

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,32 23
0,19 22
0,35 26
0,36 25
0,38 27
0,24 23
0,22 22
0,35 23
0,36 26
12 Jenaha 8 0,19 23
(Lutjanus russelli) 0,22 24
0,21 23
0,19 23
0,22 24
0,21 23
0,25 26
0,21 24
Kakap Merah 11 0,39 31
(Lutjanus sp) 0, 53 32
0,31 32
0,33 34
0,46 45
0,64 65
0,25 29
0,42 43
0,33 31
0,44 44
0,39 35
13 Jenaha 18 0,29 24
(Lutjanus russelli) 0,26 24
0,28 24
0,36 26
0,27 25
0,25 22
0,27 23
0,38 27
0,39 27
0,39 27
0,27 23
71

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,38 27
0,36 26
0,26 23
0,22 22
0,24 24
0,29 24
0,35 26
Tanda-tanda 18 0,29 24
(Lutjanus mahogoni) 0,29 22
0,26 26
0,31 24
0,25 21
0,22 23
0,28 28
0,31 26
0,31 27
0,28 22
0,25 23
0,23 23
0,24 22
-0,25 24
0,28 25
0,25 25
0,23 23
0,21 22
Kakap Merah 20 0,32 26
(Lutjanus sp) 0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
0,29 28
0,27 26
0,38 30
0,23 25
0,21 23
0,45 32
0,19 22
72

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,35 26
0,36 25
0,38 27
0,24 23
0,22 22
0,35 23
14 Jenaha 20 0,22 22
(Lutjanus russelli) 0,24 23
0,25 21
0,31 27
0,22 20
0,32 29
0,2 22
0,3 26
0,24 21
0,27 25
0,21 20
0,47 34
0,34 23
0,39 27
0,29 23
0,33 25
0,28 24
0,34 25
0,22 22
0,36 26
Kakap Merah 20 0,32 26
(Lutjanus sp) 0,37 26
0,32 26
0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,35 25
0,25 25
0,22 23
0,22 24
0,32 23
0,19 22
73

Ulangan Spesies Jumlah Bobot (kg) TL (cm)


0,35 26
0,36 25
0,38 27
0,24 23
0,22 22
0,35 23
0,36 26
15 Kakap Merah 16 0,32 26
(Lutjanus sp) 0,3 27
0,3 29
0,31 26
0,33 25
0,19 23
0,18 22
0,16 22
0,19 24
0,18 24
0,15 23
0,22 24
0,18 24
0,18 22
0,19 23
0,17 21
Kerapu Macan 6 0,31 26
(Epinephelus malabaricus) 0,33 25
0,19 23
0,18 22
0,16 22
0,19 24
74

Lampiran 11. Hasil Tangkapan Ikan di bawah Standar 200 gr

No Spesies Kedalaman 10 m Kedalaman 20 m


1 Jenaha 35 63
2 Kerapu 1 6
3 Tanda-tanda 5 4
4 Kakap Merah 0 13
Jumlah 41 86
75

Lampiran 12. Analisis t-student terhadap Total Bobot Tubuh Keseluruhan


Ulangan A B A2 B2
1 33,58 7,96 1127,616 63,3616
2 8,39 2,2 70,3921 4,84
3 7,1 29,05 50,41 843,9025
4 23,94 23,26 573,1236 541,0276
5 7,3 11,19 53,29 125,2161
6 9,74 22,02 94,8676 484,8804
7 5,2 17,09 27,04 292,0681
8 8,41 9,96 70,7281 99,2016
9 7,12 7,15 50,6944 51,1225
10 21 6,9 441 47,61
11 9,32 14,9 86,8624 222,01
12 9,26 5,66 85,7476 32,0356
13 9,7 15,83 94,09 250,5889
14 10,04 11,86 100,8016 140,6596
15 4,86 4,91 23,6196 24,1081
Jumlah 174,96 189,94 2950,283 3222,633
Rata-rata 11,664 12,66267 196,6856 214,8422

Kedalaman 10 m : YB = 174,96 = 11,66 | Kedalaman 20 m : YA =189,94 = 12,67


15 15
Simpangan Baku 10 m : Simpangan Baku 20 m :
(∑ ) (∑ )
∑ ∑
SA2 = SB2 =
( , ) ( , )
, ,
= 64,96 = 58,39
SA = 8,06 SB = 7,64
( ) ( )( )
S2 =
( )

( , ) ( )( , )
= = 61,67
( )
S = √61,67 = 7,85
76

, ,
thit = | |= = 2,15
⁄ ,

t (1 2) dengan dk (28) = 2,048

Kriteria : H0 : (A) = (B)


H1 : (A) > (B)

H0 : diterima jika thit < t(1 2a)


H1 : diterima jika thit > t(1 2a)

Kesimpulan : terima H0, berarti total bobot hasil tangkapan pada kedalaman 20 m
dan 10 m memberikan hasil yang berbeda nyata.
77

Lampiran 13. Analisis t-student terhadap Jumlah Individu Hasil Tangkapan


Ulangan A B A2 B2
1 90 38 8100 1444
2 30 6 900 36
3 24 59 576 3481
4 52 82 2704 6724
5 23 40 529 1600
6 38 10 1444 100
7 18 34 324 1156
8 29 29 841 841
9 26 31 676 961
10 14 19 196 361
11 33 47 1089 2209
12 29 19 841 361
13 34 56 1156 3136
14 36 40 1296 1600
15 15 22 225 484
Jumlah 491 532 20897 24494
Rata-rata 32,73333 35,46667 1393,133 1632,933

Kedalaman 10 m : YB = 470 = 31,33 | Kedalaman 20 m : YA = 532 = 35,46


15 15
Simpangan Baku 10 m : Simpangan Baku 20 m :
(∑ ) (∑ )
∑ ∑
SA2 = SB =
( ) ( )

= 344,64 = 401,84
SA = 18,56 SB = 20,04
( ) ( )( )
S2 =
( )

( , ) ( )( , )
= = 373,24
( )
S = √373,24 = 19,32
78

, ,
thit = | |= = 2,4
⁄ ,

t (1 2) dengan dk (28) = 2,048

Kriteria : H0 : (A) = (B)


H1 : (A) > (B)

H0 : diterima jika thit < t(1 2a)


H1 : diterima jika thit > t(1 2a)

Kesimpulan : tolak H0, berarti jumlah individu hasil tangkapan pada kedalaman
20 m dan 10 m memberikan hasil yang berbeda nyata.
79

Lampiran 14. Analisis t-student Terhadap Jumlah Individu Hasil Tangkapan


Utama
2 2
Ulangan √A + 1/2 √B + 1/2 (√A + ½) (√B + ½)
1 9,773618 6,664414 95,52362 44,41441
2 5,977226 2,94949 35,72723 8,69949
3 5,398979 8,181146 29,14898 66,93115
4 7,355655 9,555385 54,10565 91,30539
5 5,295832 6,824555 28,04583 46,57456
6 6,664414 3,662278 44,41441 13,41228
7 4,742641 6,330952 22,49264 40,08095
8 5,885165 5,885165 34,63516 34,63516
9 5,59902 6,067764 31,34902 36,81776
10 0,5 4,858899 0,25 23,6089
11 6,244563 7,355655 38,99456 54,10565
12 5,885165 4,858899 34,63516 23,6089
13 6,330952 7,983315 40,08095 63,73331
14 6,5 6,824555 42,25 46,57456
15 4,372983 5,190416 19,12298 26,94042
Jumlah 86,52621 93,19289 550,7762 621,4429
Rata-rata 5,768414 6,212859 36,71841 41,42953

Kedalaman 10 m : YA = 86,52 = 5,76 | Kedalaman 20 m : YB = 93,19 = 6,21


15 15
Simpangan Baku 10 m : Simpangan Baku 20 m :
(∑ ) (∑ )
∑ ∑
SA2 = SB =
( , ) ( , )
, ,
= 3,68 = 3,03
SA = 1,92 SB = 1,74
( ) ( )( )
S2 =
( )

( , ) ( )( , )
= = 0,122219
( )

S = √0,122219 = 0,35
80

, ,
thit = | |= = 1,27
⁄ ,

t (1 2) dengan dk (28) = 2,048

Kriteria : H0 : (A) = (B)


H1 : (A) > (B)

H0 : diterima jika thit < t(1 2a)


H1 : diterima jika thit > t(1 2a)

Kesimpulan : terima H0, berarti jumlah individu hasil tangkapan pada kedalaman
20 m dan 10 m memberikan hasil yang tidak berbeda nyata.
81

Lampiran 15. Analisis t-student Terhadap Panjang Tubuh Hasil Tangkapan


Ulangan A B A2 B2
1 26,44 24,36 593,4096 699,0736
2 26,26 31,83 1013,149 689,5876
3 25,75 38,96 1517,882 663,0625
4 25,73 25,78 664,6084 662,0329
5 24,56 27,02 730,0804 603,1936
6 24,39 37,1 1376,41 594,8721
7 24,58 27,51 756,8001 604,1764
8 25,27 27,34 747,4756 638,5729
9 25,3 24,13 582,2569 640,09
10 45 25,78 664,6084 2025
11 24,6 25,48 649,2304 605,16
12 24,89 32,13 1032,337 619,5121
13 25,79 24,8 615,04 665,1241
14 24,22 24,6 605,16 586,6084
15 25,6 23,95 573,6025 655,36
Jumlah 420,77 398,38 12122,05 10951,43
Rata-rata 28,05133 26,55867 808,1366 730,0951

Kedalaman 10 m : YA = 396,38 = 26,55 | Kedalaman 20 m : YB = 420,77 = 28,05


15 15
Simpangan Baku 10 m : Simpangan Baku 20 m :
(∑ ) (∑ )
∑ ∑
SA2 = SB =2

( , ) ( , )
,05 ,43
= = 344,68 = 370,98
SA = 4,77 SB = 5,14
( ) ( )( )
S2 =
( )

( , ) ( )( , )
= = 23,64
( )

S = √23,64 = 4,96
82

, ,
thit = | |= = 2,71
⁄ ,

t (1 2) dengan dk (28) = 2,048

Kriteria : H0 : (A) = (B)


H1 : (A) > (B)

H0 : diterima jika thit < t(1 2a)


H1 : diterima jika thit > t(1 2a)

Kesimpulan : terima H0, berarti panjang tubuh hasil tangkapan pada kedalaman 20
m dan 10 m memberikan hasil yang berbeda nyata.
83

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian

Rumpon Dasar Tampak Samping Water sampler

Rumpon Dasar Tampak Depan Pancing ulur

Secchi disk Mengukur Salinitas Perairan

pH meter Kapal motor tempel 5 GT


84

GPS Cool Box

Timbangan Digital Mengukur Suhu

Mengukur Panjang Tubuh Ikan Udang vaname


85

Lampiran 17. Hasil Tangkapan Pancing Ulur

Ikan Barakuda
(Sphyraena sp)

Ikan Kerapu Macan


(Epinephelus malabaricus)

Ikan Kuwe
(Caranx sexfasciatus)

Ikan Kakap Merah


(Lutjanus sp)

Ikan Tanda-tanda
(Lutjanus mahogoni)

Ikan Jenaha
(Lutjanus russelli)
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 23


April 1991. Penulis merupakan anak kedua dari bapak
Kasli.S,Pd dan ibu Maskenih. Pada tahun 2003 penulis
lulus dari SDN Sirnagalih dan melanjutkan ke SMPN 7
Cimahi hingga tahun 2006 penulis melanjutkan
pendidikan di SMAN 3 Cimahi dan tahun 2009 penulis
melanjutkan pendidikan ke Universitas Padjadjaran
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi
Perikanan melalui jalur SNMPTN.
Semasa kuliah penulis pernah menjadi Koordinator Humas Festival Olahraga,
Seni dan Kewirausahaan UNPAD pada tahun 2012. Penulis juga tercatat menjadi
asisten Laboratorium Komputer staff divisi Administrasi dan Kesekertariatan tahun
2011 – 2012 dan menjadi kepala divisi Administrasi dan Kesekertariatan tahun
2013.

86

Anda mungkin juga menyukai