2.1.1 Morfologi
Ikan layang atau bahasa latinnya Decapterus spp atau bahasa Inggrisnya
scads tergolong ke dalam kelompok ikan-ikan pelagis kecil. Saanin (1984)
mengemukakan sistematika ikan layang (Decapterus spp) sebagai berikut:
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Percoidae
Devisi : Carangi
Famili : Carangidae
Sub Famili : Caranginae
Genus : Decapterus
Spesies : D. russelli, (Ruppel)
D. macrosoma, (Bleeker)
D. kurroides, (Bleeker)
D. maruadsi, (Temminck dan
Schlegel)
a b
Gambar 2 Migrasi ikan layang di bulan Juli hingga September pada musim
timur. Sumber: Burhanuddin et al. (1983)
Kegiatan ruaya (migrasi) menyebabkan terjadinya sebaran (distribusi) ikan
layang pada kawasan Laut Jawa. Asikin (1971) dan Sadhotomo et al. (1983),
menjelaskan bahwa ikan layang yang berasal dari Laut Flores dan Selat Makassar
menyebar di sekitar perairan Pulau Bawean, Kepulauan Karimun Jawa,
Pekalongan, Tegal dan Cirebon.
Ada empat parameter oseanografi yang mempengaruhi ruaya (migrasi) dan
sebaran (distribusi) ikan layang di Laut Jawa, yaitu: salinitas perairan, suhu
permukaan laut (SPL), kelimpahan makanan dan arus laut. Ikan layang melakukan
ruaya (migrasi) mengikuti kadar garam bersalinitas tinggi (Burhanuddin et al. 1983).
Ikan layang sangat menyukai salinitas antara 32-34 ‰ (Djamali, 1995) dan
menurut Asikin (1971), pada musim timur ikan layang bergerak mengikuti massa
air bersalinitas tinggi antara 32-33,75 ‰ yang mengalir dari Laut Flores dan Selat
Makasar masuk ke Laut Jawa. Menurut Lursinap (1970), salinitas optimum ikan
layang berkisar antara 32-32,5 ‰.
Laevastu dan Hela (1970) menyatakan ikan layang biasanya memijah pada
O
perairan yang mempunyai suhu minimum yaitu sebesar 17 C. Suhu selang
ditribusi ikan layang berkisar antara 12-25 OC, sedangkan suhu optimum ikan
layang yang menjadi tujuan penangkapan adalah sekitar 20-30 OC.
Menurut Asikin (1971) migrasi layang dipengaruhi secara langsung oleh
migrasi massal fitoplankton yang kemudian diikuti oleh zooplankton. Biasanya
pada daerah yang kaya fitoplankton dan zooplankton, keberadaan ikan sangat
melimpah (Reddy, 1993).
Menurut Nontji (1993), kelimpahan ikan layang di Laut Jawa selama musim
timur dapat saja dipicu oleh proses upwelling di bagian selatan Selat Makasar
yang membawa kelimpahan plankton yang tinggi, proses upwelling ini disebabkan
adanya pertemuan arus dari Selat Makasar dan Laut Flores bergabung kuat dan
menjadi satu menuju Laut Jawa.
Adanya proses front yaitu pertemuan massa air Laut Jawa yang agak hangat
dengan massa air Samudera Hindia yang agak dingin dapat memperkaya nutrient
perairan sehingga memicu kelimpahan plankton dan ikan layang (BML LAPAN, 1997).
Pola arus berperan secara tidak langsung dalam migrasi ikan layang, karena
sebenarnya arus membawa massa air laut dengan kadar salinitas tertentu yang
cocok dengan ikan layang (Asikin, 1971).
b
a
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk sumber daya perikanan laut pada
umumnya mempergunakan hasil pengukuran tidak langsung satelit terhadap
parameter suhu permukaan laut (SPL) dan warna laut (ocean color). Untuk
pengukuran SPL dapat mempergunakan pencitraan sensor satelit dengan kisaran
panjang gelombang 3-14 µm.
Pencitraan yang menghasilkan pola sebaran SPL tersebut dapat dijadikan
dasar dalam menduga fenomena laut seperti upwelling, front dan pola arus
permukaan yang merupakan indikasi dari suatu wilayah perairan yang kaya
dengan unsur hara atau subur. Perairan subur merupakan tempat kecendurangan
dari migrasi suatu sumber daya ikan, yang dapat dikatakan juga sebagai DPI. Data
SPL dapat diperoleh dari data penginderaan jauh yang menggunakan kanal infra
merah jauh, sebagai contoh SPL diturunkan dari pencitraan satelit serial NOAA
ataupun Fengyun FY-1.
Perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem angin muson memiliki pola
sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim yang satu dengan
musim yang lainnya. Disamping itu perairan Indonesia juga dipengaruhi oleh
massa air dari Lautan Pasifik dan Lautan Hindia. Kedua massa air ini
dihubungkan dengan sistem arus lintas Indonesia (ARLINDO) di beberapa tempat
seperti: Selat Makasar, Selat Sunda dan lain-lain. Sirkulasi massa air perairan
Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur. Pada musim barat, massa
air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, sebaliknya ketika musim
timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah
upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menuju perairan
Indonesia bagian barat. Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan
terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan atau tingkat konsentrasi klorofil-a.
Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat bergantung dengan
konsentrasi nutrient. Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran
banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat juga digunakan
sebagai petunjuk produktivitas suatu perairan. Dengan memanfaatkan sensor
dengan kisaran gelombang cahaya tampak atau antara 0,43-0,58 µm untuk warna
laut, dapat dilakukan pendugaan sebaran spasial klorofil-a di permukaan laut,
sebagai contoh, identifikasi konsentrasi klorofil-a dapat diperoleh dari pengolahan
citra satelit Fengyun FY-1.