1. Jelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia beserta dasar
hukumnya dan menurut saudara apakah kewenangan Mahkamah Konstitusi saat ini sudah cukup? Jika sudah jelaskan dan jika belum jelaskan alasannya! Wewenangan Mahkamah Konstitusi telah diatur dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk melakukan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk : a) Menguji UU Terhadap UUD 1945. Kewenangan yang paling penting dari keempat kewenangan yang harus dilaksanakan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah kewenangan untuk melakukan pengujian konstitusi undang-undang. maka dari keempat kewenangan tersebut, yang dapat dikatakan paling banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas konstitusi Undang-undang. MK (Mahkamah Konstitusi) harus bisa membangun karakter bangsa diera globalisasi sekarang ini, yang mana hukum peradilan harus tegak setegak-tegaknya dengan begitu nilai-nilai pendidikan karakter bangsa dalam segi hukum akan terbentuk. b) Memutuskan Sengketa Pendapat Mengenai hal sengketa dalam segala hal kewenangan lembaga konstitusi negara adalah adanya perbedaan pendapat atau pemikiran yang disertai persengketaan lainnya terhadap kewenangan setiap lembaga negara itu. Hal ini bisa terjadi mengingat sistem hubungan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu dengan yang lainnya. Sebagai akibat dari hubungan tersebut, dalam melaksanakan kewenangan masing-masing lembaga timbul kemungkinan terjadinya perselisihan. Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini, akan menjadi hakim yang akan mengadili dengan seadil-adilnya. Dan kewenangan ini juga telah diatur dalam Pasal 61 -67 UU No. 24 Tahun 2003. c) Memutuskan Pembubaran Partai Politik Kebebasan Partai politik dalam berpartai adalah cerminan kebebasan manfaat organisasi dalam masyarakat dan bernegara untuk berserikat yang dijamin dalam Pasal 28 ayat (3) UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap orang sesuai dengan ketentuan UU bebas mendirikan dan ikut serta dalam kegiatan parpol. Karena itu, pembubaran parpol bukan oleh anggota partai politik yang bersangkutan merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional. d) Memutuskan Perselisihan Tentang Hasil Pemilu Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, pemilihan umum memiliki tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Peserta Pemilihan Umum itu ada tiga, yaitu pertama, pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua, partai politik peserta pemilihan umum anggota DPR dan DPRD, dan ketiga, (perorangan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). e) Memutuskan Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan Wakil Presiden Memutuskan segala pemasalahan sengketa penuntutan pertanggung jawaban presiden atau wapres dalam istilah resmi UUD 1945 diberikan sebagai kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden maupun Wapres telah melakukan pelanggaran hukum negara yaitu pengkhianatan terhadap negara, melakukan tindakan korupsi yang memiliki dampak korupsi bagi negara dan masyarakat, dan lain sebagainya. 2. Jelaskan yang dimaksud dengan Kompetensi Absolut yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi! Yaitu kewenangan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlaktidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi absolut adalah kewenangan peradilan baik itu peradilan agama, TUN, Militer, umum untuk mengadili suatu perkara berdasarkan jenis perkara. Kompetensi absolut adalah menyangkut kewenagan badan peradilan apa untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Kompetensi absolut dari peradilan umum adalah memeriksa, mengadili, memutuskan, perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil dan perkara perdata, kecuali suatu peraturan perundang-undangan menentukan lain. Dalam hal ini kompetensi absolute dari PTUN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU No. 5/1986 adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Keputusan tata usaha Negara yang dapat digugatkan di PTUN adalah sebagaimana yang tersebut dalam : (Pasal 1 angka 3 + Pasal 3) – (Pasal 2 + Pasal 49). 3. Sebutkan dan jelaskan alat-alat bukti dalam beracara di Mahkamah Konstitusi dan jelaskan perbedaanya dengan beracara di peradilan umum! a. Bukti Surat / Tulisan Adalah bukti yang berupa dokumen tertulis yang digunakan sebagai tanda bukti yang akan digunakan terhadap orang yang menulis, atau membuat surat. seperti Akta baik itu akta autentik maupun akta di baawah tangan. b. Keterangan Saksi Adalah keterangan seseorang mengenai keterangan berupa fakta, peristiwa hukum, maupun hak, baik yang diketahuinya maupun yang didengar atau di lihatnya sendiri. c. Keterangan Ahli Adalah alat bukti di depan persidangan MK, Keterangan ahli adalah pemdapat yang diberikan di bawah persidangan di persidangan mengenai hal-hal yang diketahui maupun pengalaman dan pengetahuaanya. Keterangan itu dapat diberikan secara tertulis maupun lisan yang dikuatkan dengan sumpah. d. Keterangan para pihak Adalah alat bukti dari keterangan para pihak, baik pemohon maupun pemerintah atau DPR dan pihak terkait dapat mengajukan tanggapan atas permintaan yag boleh jadi tidak menyangkal dalil-dalil yang diajukan tetapi lebih sering menolaknya. Keterangan yang diberikan boleh jadi hanya menyangkut tentang pembuatan satu UU, latar belakang, dan dasar pemikiran yang mendorong lahirnyanya. e. Petunjuk UU MK dalam penjelasan Pasal 36 ayat 1 huruf e hanya menyebutkan bahwa petunjuk yang dimaksud dalam ketentuan ini hanya diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan barang bukti. f. Alat bukti berupa Informasi Elektronik Adalah suatu alat bukti yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan , diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu . (Pasal 36 ayat 1 huruf f UU MK ). 4. Jelaskan siapa yang menjadi legal standing dalam beracara di Mahkamah Konstitusi! Achmad Roestandi, dalam buku Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab (hal. 43- 44), juga menjelaskan hal serupa, bahwa dengan merujuk pada Pasal 51 UU 24/2003, MK dalam beberapa putusannya telah merumuskan kriteria agar seseorang atau suatu pihak memiliki legal standing, yaitu: 1) Kriteria Pertama berkaitan dengan kualifikasinya sebagai subjek hukum, dimana pemohon harus merupakan salah satu dari subjek hukum berikut ini: a. Perorangan warga negara; b. Kesatuan masyarakat hukum adat; c. Badan hukum publik atau privat; atau d. Lembaga negara. 2) Kriteria kedua yang berkaitan dengan anggapan pemohon bahwa hak dan wewenang konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang dengan rincian sebagai berikut: a. Adanya hak/kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; b. Hak/kewenangan konstitusional permohon tersebut dianggap oleh pemohon telah dirugikan oleh undang-undang yang sedang diuji; c. Kerugian tersebut bersifat khusus (spesifik) dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi; d. Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; dan e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkan permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tersebut akan atau tidak lagi terjadi. 5. Jelaskan secara singkat menurut pemahaman saudara tentang Hukum Acara Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar! Istilah pengujian peraturan perundang-undangan dapat dibagi berdasarkan subyek yang melakukan pengujian, obyek peraturan yang diuji, dan waktu pengujian. Dilihat dari segi subyek yang melakukan pengujian, pengujian dapat dilakukan oleh hakim (toetsingsrecht van de rechter atau judicial review), pengujian oleh lembaga legislatif (legislative review),130 maupun pengujian oleh lembaga eksekutif (executive review). Dalam praktiknya, Indonesia mengatur ketiga pengujian tersebut. Pengujian oleh hakim (toetsingsrecht van de rechter atau judicial review) diatur baik sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945. Pengaturan mengenai pengujian peraturan perundang-undangan pada masa berlakunya UUD 1945, pertama kali diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang mengatur pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU merupakan kewenangan Mahkamah Agung. Setelah perubahan UUD 1945, kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU tetap merupakan kewenangan Mahkamah Agung, sedangkan pengujian UU terhadap UUD merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Pengujian UU oleh lembaga legislatif (legislative review) dilakukan dalam kapasitas sebagai lembaga yang membentuk dan membahas serta menyetujui UU (bersama- sama Presiden). Sebelum perubahan UUD 1945, pengujian UU terhadap UUD berada pada MPR berdasarkan Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Alasan mengapa Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji hanya terhadap peraturan perundang- undangan di bawah UU terhadap UU pada masa sebelum perubahan UUD 1945, menurut Padmo Wahjono didasarkan pada pemikiran bahwa UU sebagai konstruksi yuridis yang maksimal untuk mencerminkan kekuasaan tertinggi pada rakyat, sebaiknya diuji/diganti/diubah oleh yang berwenang membuatnya, yaitu MPR berdasarkan praktik kenegaraan yang pernah berlaku. Praktik ketatanegaraan yang dimaksud adalah dengan ditetapkannya Ketetapan MPRS RI Nomor XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-produk Legislatif Negara di luar Produk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang Tidak Sesuai dengan UUD 1945.