Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rivaldy Razel RG

NPM : 41151010190114

1. Jelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia beserta dasar


hukumnya dan menurut saudara apakah kewenangan Mahkamah Konstitusi
saat ini sudah cukup? Jika sudah jelaskan dan jika belum jelaskan alasannya!
Wewenangan Mahkamah Konstitusi telah diatur dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD
1945. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk melakukan peradilan pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
a) Menguji UU Terhadap UUD 1945.
Kewenangan yang paling penting dari keempat kewenangan yang harus
dilaksanakan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) menurut UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah kewenangan untuk melakukan pengujian konstitusi
undang-undang. maka dari keempat kewenangan tersebut, yang dapat dikatakan
paling banyak mendapat sorotan di dunia ilmu pengetahuan adalah pengujian atas
konstitusi Undang-undang. MK (Mahkamah Konstitusi) harus bisa membangun
karakter bangsa diera globalisasi sekarang ini, yang mana hukum peradilan harus
tegak setegak-tegaknya dengan begitu nilai-nilai pendidikan karakter bangsa
dalam segi hukum akan terbentuk.
b) Memutuskan Sengketa Pendapat
Mengenai hal sengketa dalam segala hal kewenangan lembaga konstitusi negara
adalah adanya perbedaan pendapat atau pemikiran yang disertai persengketaan
lainnya terhadap kewenangan setiap lembaga negara itu. Hal ini bisa terjadi
mengingat sistem hubungan antara satu lembaga dengan lembaga lainnya
menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling
mengendalikan satu dengan yang lainnya. Sebagai akibat dari hubungan tersebut,
dalam melaksanakan kewenangan masing-masing lembaga timbul kemungkinan
terjadinya perselisihan. Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini, akan menjadi
hakim yang akan mengadili dengan seadil-adilnya. Dan kewenangan ini juga telah
diatur dalam Pasal 61 -67 UU No. 24 Tahun 2003.
c) Memutuskan Pembubaran Partai Politik
Kebebasan Partai politik dalam berpartai adalah cerminan kebebasan manfaat
organisasi dalam masyarakat dan bernegara untuk berserikat yang dijamin dalam
Pasal 28 ayat (3) UUD 1945. Oleh sebab itu, setiap orang sesuai dengan ketentuan
UU bebas mendirikan dan ikut serta dalam kegiatan parpol. Karena itu,
pembubaran parpol bukan oleh anggota partai politik yang bersangkutan
merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional.
d) Memutuskan Perselisihan Tentang Hasil Pemilu
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, pemilihan umum memiliki tujuan untuk
memilih presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Peserta Pemilihan Umum itu ada tiga, yaitu pertama,
pasangan calon presiden/wakil presiden, kedua, partai politik peserta pemilihan
umum anggota DPR dan DPRD, dan ketiga, (perorangan calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD).
e) Memutuskan Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan
Wakil Presiden
Memutuskan segala pemasalahan sengketa penuntutan pertanggung jawaban
presiden atau wapres dalam istilah resmi UUD 1945 diberikan sebagai kewajiban
Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden maupun
Wapres telah melakukan pelanggaran hukum negara yaitu pengkhianatan terhadap
negara, melakukan tindakan korupsi yang memiliki dampak korupsi bagi negara
dan masyarakat, dan lain sebagainya.
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Kompetensi Absolut yang dimiliki oleh
Mahkamah Konstitusi!
Yaitu kewenangan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara
mutlaktidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi absolut adalah kewenangan
peradilan baik itu peradilan agama, TUN, Militer, umum untuk mengadili suatu
perkara berdasarkan jenis perkara. Kompetensi absolut adalah menyangkut
kewenagan badan peradilan apa untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara. Kompetensi absolut dari peradilan umum adalah memeriksa, mengadili,
memutuskan, perkara pidana yang dilakukan oleh orang-orang sipil dan perkara
perdata, kecuali suatu peraturan perundang-undangan menentukan lain. Dalam hal ini
kompetensi absolute dari PTUN sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UU No. 5/1986
adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Keputusan tata usaha Negara yang dapat digugatkan di PTUN adalah sebagaimana
yang tersebut dalam : (Pasal 1 angka 3 + Pasal 3) – (Pasal 2 + Pasal 49).
3. Sebutkan dan jelaskan alat-alat bukti dalam beracara di Mahkamah Konstitusi
dan jelaskan perbedaanya dengan beracara di peradilan umum!
a. Bukti Surat / Tulisan
Adalah bukti yang berupa dokumen tertulis yang digunakan sebagai tanda bukti
yang akan digunakan terhadap orang yang menulis, atau membuat surat. seperti
Akta baik itu akta autentik maupun akta di baawah tangan.
b. Keterangan Saksi
Adalah keterangan seseorang mengenai keterangan berupa fakta, peristiwa
hukum, maupun hak, baik yang diketahuinya maupun yang didengar atau di
lihatnya sendiri.
c. Keterangan Ahli
Adalah alat bukti di depan persidangan MK, Keterangan ahli adalah pemdapat
yang diberikan di bawah persidangan di persidangan mengenai hal-hal yang
diketahui maupun pengalaman dan pengetahuaanya. Keterangan itu dapat
diberikan secara tertulis maupun lisan yang dikuatkan dengan sumpah.
d. Keterangan para pihak
Adalah alat bukti dari keterangan para pihak, baik pemohon maupun pemerintah
atau DPR dan pihak terkait dapat mengajukan tanggapan atas permintaan yag
boleh jadi tidak menyangkal dalil-dalil yang diajukan tetapi lebih sering
menolaknya. Keterangan yang diberikan boleh jadi hanya menyangkut tentang
pembuatan satu UU, latar belakang, dan dasar pemikiran yang mendorong
lahirnyanya.
e. Petunjuk
UU MK dalam penjelasan Pasal 36 ayat 1 huruf e hanya menyebutkan bahwa
petunjuk yang dimaksud dalam ketentuan ini hanya diperoleh dari keterangan
saksi, surat, dan barang bukti.
f. Alat bukti berupa Informasi Elektronik
Adalah suatu alat bukti yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan ,
diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu
. (Pasal 36 ayat 1 huruf f UU MK ).
4. Jelaskan siapa yang menjadi legal standing dalam beracara di Mahkamah
Konstitusi!
Achmad Roestandi, dalam buku Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab (hal. 43-
44), juga menjelaskan hal serupa, bahwa dengan merujuk pada Pasal 51 UU 24/2003,
MK dalam beberapa putusannya telah merumuskan kriteria agar seseorang atau suatu
pihak memiliki legal standing, yaitu:
1) Kriteria Pertama berkaitan dengan kualifikasinya sebagai subjek hukum, dimana
pemohon harus merupakan salah satu dari subjek hukum berikut ini:
a. Perorangan warga negara;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara.
2) Kriteria kedua yang berkaitan dengan anggapan pemohon bahwa hak dan
wewenang konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang
dengan rincian sebagai berikut:
a. Adanya hak/kewenangan konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD
1945;
b. Hak/kewenangan konstitusional permohon tersebut dianggap oleh pemohon
telah dirugikan oleh undang-undang yang sedang diuji;
c. Kerugian tersebut bersifat khusus (spesifik) dan aktual atau setidak-tidaknya
bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan terjadi;
d. Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; dan
e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkan permohonan maka kerugian
konstitusional yang didalilkan tersebut akan atau tidak lagi terjadi.
5. Jelaskan secara singkat menurut pemahaman saudara tentang Hukum Acara
Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar!
Istilah pengujian peraturan perundang-undangan dapat dibagi berdasarkan subyek
yang melakukan pengujian, obyek peraturan yang diuji, dan waktu pengujian. Dilihat
dari segi subyek yang melakukan pengujian, pengujian dapat dilakukan oleh hakim
(toetsingsrecht van de rechter atau judicial review), pengujian oleh lembaga legislatif
(legislative review),130 maupun pengujian oleh lembaga eksekutif (executive
review). Dalam praktiknya, Indonesia mengatur ketiga pengujian tersebut. Pengujian
oleh hakim (toetsingsrecht van de rechter atau judicial review) diatur baik sebelum
dan sesudah perubahan UUD 1945. Pengaturan mengenai pengujian peraturan
perundang-undangan pada masa berlakunya UUD 1945, pertama kali diatur dalam
UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, yang mengatur pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di
bawah UU terhadap UU merupakan kewenangan Mahkamah Agung. Setelah
perubahan UUD 1945, kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan di
bawah UU terhadap UU tetap merupakan kewenangan Mahkamah Agung, sedangkan
pengujian UU terhadap UUD merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Pengujian UU oleh lembaga legislatif (legislative review) dilakukan dalam kapasitas
sebagai lembaga yang membentuk dan membahas serta menyetujui UU (bersama-
sama Presiden). Sebelum perubahan UUD 1945, pengujian UU terhadap UUD berada
pada MPR berdasarkan Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Alasan mengapa Mahkamah
Agung mempunyai wewenang menguji hanya terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah UU terhadap UU pada masa sebelum perubahan UUD 1945,
menurut Padmo Wahjono didasarkan pada pemikiran bahwa UU sebagai konstruksi
yuridis yang maksimal untuk mencerminkan kekuasaan tertinggi pada rakyat,
sebaiknya diuji/diganti/diubah oleh yang berwenang membuatnya, yaitu MPR
berdasarkan praktik kenegaraan yang pernah berlaku. Praktik ketatanegaraan yang
dimaksud adalah dengan ditetapkannya Ketetapan MPRS RI Nomor XIX/MPRS/1966
tentang Peninjauan Kembali Produk-produk Legislatif Negara di luar Produk Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara yang Tidak Sesuai dengan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai