Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah 2
Dosen pembimbing Ns. Dwi Mulianda,M.Kep

DISUSUN OLEH :
AQILLA SALSA PERMATANINGAJI
20101440119019

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO
SEMARANG
2021

LAPORAN PENDAHULUAN

1
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem
(Bruner & Sudarth, 2010).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami akibat
kecelakaan, terjatuh dan luka. (Bleby & Sudarth, 2010)
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
(Sjamsuhidayat, 2012)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
femur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, yang disebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada
tulang pangkal paha.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2010) ada 2 yaitu:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.

2. Fraktur Patologik

2
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

C. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare, 2010).
Fraktur atau patah tulang biasanya terjadi perdarahan di sekitar
tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani

3
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth, 2010 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2012).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan perawatan diri
(Carpenito, 2012).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen tulang


di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku, namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2012).

4
D. PATHWAY
Sumber : (Bruner & Sudarth, 2010)

Kondisi patologis, Trauma


osteoporosis, neoplasma Langsung / tidak langsung

5
Absobsri kalsium
E.

Rentan fraktur FRAKTUR Perdarahan Defisit volume


cairan

Tindakan bedah

Pre operasi Intra operasi Post operasi

Defisit pengetahuan Perdarahan Efek anestesi Luka incisi

Ansietas Resiko cedera Defisit volume cairan Mual. muntah Inflamasi bakteri

Nutrisi kurang dari kebutuhan Risiko infeksi

6
F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Potter dan Perry (2010) manifestasi klinis fraktur adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus,
pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Fraktur menyebabkan bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Fraktur panjang terjadi saat pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Pemeriksaan ekstrimitas dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Menurut Black (2010), tanda dan gejala fraktur antara lain:


1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
rotasi pemendekan tulang dan penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subcutaneous.

7
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
6. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/
perdarahan ).
7. Pergerakan abnormal.
8. Hilangnya darah.
9. Krepitasi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur menurut Daniel et al
(2010), antara lain :
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress
normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur menurut Muttaqin (2010), yaitu :
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya.

8
2. Reduksi (Manipulasi/ Reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.

3. Retensi (Immobilisasi)
Tindakan yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,
atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
intrerna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin
metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal
dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan
pada tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk

9
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive
treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang
dan jaringan lunak.

4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus
segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan price (2005)
antara lain :
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdearahan dan kehilangan cairan
ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstremitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk ke dalam
pembuluh darah karena tekanan sum-sum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler.
c. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
pada trauma orthopedic infeksi dimula pada kulit dan masuk
kedalam.
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arter karena trauma bas dengan tidak ada nadi,
CRT turun, syanosis bagian distal, hematoma lebar, dan
dinding ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting

10
J. PENGKAJIAN
1) Identitas
 Nama
 Umur
 Pekerjaan
 Alamat
2) Keluhan Utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Pemeriksaan fisik
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PRE OPERASI
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Ansietas b.d kegagalan operasi
2. POST OPERASI
a. Nyeri akut b.d luka pasca operasi
L. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOS
Dx A TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAW
ATAN

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri


berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam Observasi
dengan agen diharapkan status tingkat nyeri - Identifikasi lokasi,
pencedera fisik menurun dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
(D.0077) - Keluhan nyeri dari skala 1 frekuensi, kualitas, intensitas
meningkat ke skala 5 nyeri
menurun - Identifikasi skala nyeri

11
- Meringis dari skala 1 - Identifikasi respon nyeri non
meningkat ke skala 5 verbal
menurun - Identifikasi faktor yang
- Sikap protektif dari skala 1 memperberat dan
meningkat ke skala 5 memperingan nyeri
menurun - Identifikasi pengetahuan dan
- Gelisah dari skala 1 keyakinan tentang nyeri
meningkat ke skala 5 - Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhadap respon nyeri
- Kesulitan tidur dari skala 1 - Identifikasi pengaruh nyeri
meningkat ke skala 5 pada kualitas hidup
menurun - Monitor keberhasilan terapi
- Menarik diri dari skala 1 komplementer yang sudah
meningkatn ke skala 5 diberikan
menurun - Monitor efek samping
- Berfokus pada diri sendiri penggunaan analgetik
dari skala 1 meningkat ke Terapeutik
skala 5 menurun - Berikan teknik
- Diaforesis dari skala 1 nonfarmokologis untuk
meningkat ke skala mengurangi rasa nyeri
5menurun - Kontrol ligkungan yang
- Perasaan depresi (tertekan) memperberat rasa nyeri
dari skala 1 meningkat ke - Fasilitasi istirahat dan tidur
skala 5 menurun - Pertimbangkan jenis dan
- Perasaan takut mengalami sumber nyeri dalam
cedera berulang dari skala 1 pemilihan strategi
meningkat ke skala 1 meredakan nyeri
menurun Edukasi
- Anoreksia dari skala 1 - Jelaskan penyebab, periode,
meningkat ke skala 5 dan pemicu nyeri

12
menurun - Jelaskan strategi meredakan
- Perineum terasa tertekan nyeri
dari skala 1 meningkat ke - Anjurkan memonitor nyeri
skala 5 menurun secara mandiri
- Uterus teraba membulat - Anjurkan menggunakan
dari skala 1 meningkat ke analgetik secara tepat
skala 5 menurun - Ajarkan teknik
- Ketegangan otot dari skala nonfarmakologis untuk
1 meningkat ke skala 5 mengurangi rasa nyeri
menurun Kolaborasi
- Pupil dilatasi dari skala 1 - Kolaborasi pemberian
meningkat ke skala 5 analgetik, jika perlu
menurun
- Muntah dari skala 1
meningkat ke skala 5
menurun
- mual dari skala 1
meningkat ke skala 5
menurun
- frekuensi nadi dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
- Pola napas dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
- Tekanan darah dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
- Proses berfikir dari skala 1
memburuk ke skala 5

13
membaik
- Fokus dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
- Fngsi berkemih dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
- Perilaku dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
- Pola tidur dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik
2. Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
kegagalan operasi keperawatan selama 3x 24 jam Observasi
diharapkan status tingkat ansietas - Identifikasi saat tingkat
menurun dengan kriteria hasil : ansietas berubah (mis.
- Verbalisasi kebingungan kondisi, waktu, stresor)
dari skala 1 meningkat ke - Identifikasi kemampuan
skala 5 menurun mengambil keputusan.
- Verbalisasi khawatir - Monitor tanda-tanda ansietas
akibat kondisi yang (verbal dan nonverbal)
dihadapi dari skala 1 Terapeutik
meningkat ke skala 5 - Ciptakan suasana terapeutik
menurun untuk menumbuhkan
- Perilaku gelisah dari skala kepercayaan.
1 meningkat ke skala 5 - Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan, jika
- Perilaku tegang dari skala memungkinkan
1 meningkat ke skala 5 - Pahami situasi yang
menurun membuat ansietas.

14
- Keluhan pusing dari skala - Dengarkan dengan penuh
1 meningkat ke skala 5 perhatian.
menurun. - Gunakan pendekatakan yang
- Anoreksia dari skala 1 tenang dan menyakinkan
meningkat ke skala 5 - Tempatkan barang pribadi
menurun. yang memberikan
- Palpitasi dari skala 1 kenyamanan
meningkat ke skala 5 - Motivasi mengidentifikasi
menurun. situasi yang memicu
- Frekuensi pernapasan dari kecemasan
skala 1 meningkat ke - Diskusikan perencanaan
skala 5 menurun reaistis tentang peristiwa
- Frekuensi nadi dari skala yang akan datang.
1 meningkat ke skala 5 Edukasi
menurun. - Jelaskan prosedur, termasuk
- Tekanan darah dari skala sensasi yang mungkin
1 meningkat ke skala 5 dialami
menurun - Informasikan ecara faktual
- Diaforesis dari skala 1 mengenai diagnosa,
meningkat ke skala 5 pengobatan, dan prognosis
menurun. - Anjurkan keluarga untuk
- Tremor dari skala 1 tetap bersama pasien, jika
meningkat ke skala 5 memungkinkan
menurun. - Anjurkan melakukan
- Pucat dari skala 1 kegiatan yang tidak
meningkat ke skala 5 kompetitif, sesuai kebutuhan.
menurun. - Anjurkan mengungkapkan
- Konsentrasi dari skala 1 perasaan dan persepsi
memburuk ke skala 5 - Latih kegiatan pengalihan
membaik. untuk mengurangi

15
- Pola tidur dari skala 1 ketegangan.
memburuk ke skala 5 - Latih penggunaan
membaik. mekanisme pertahanan diri
- Perasaan keerdayaan dari yang tepat.
skala 1 memburuk ke - Latih teknik relaksasi.
skala 5 membaik. Kolaborasi
- Kontak mata dari skala 1 - Kolaborasi pemberian obat
memburuk ke skala 5 antiansietas, jika perlu
membaik.
- Poa berkemih dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik.
- Orientasi dari skala 1
memburuk ke skala 5
membaik

RENCANA KEPERAWATAN

DX KRITERIA HASIL INTERVENSI


Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
agen cidera tindakan keperawatan 1. Ajarkan tentang teknik non
biologis selama 1 x 15 menit, farmakologi : relaksasi nafas dalam
dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda – tanda vital
1. Melaporkan nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
2. Tanda vital dalam
rentan normal

Ansietas b.d Setelah dilakukan Pengurangan kecemasan


kegagalan tindakan keperawatan 1. Jelaskan semua prosedur dana pa yang

16
operasi selama 1 x 15 menit, dirasakan selama prosedur
dengan kriteria hasil : 2. Temani pasien untuk memberikan
1. Mengidentifikasi, keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan 3. Instruksikan menggunakan teknik non
dan menunjukkan farmakologi : relaksasi nafas dalam
teknik untuk
mengontrol cemas
2. Tanda vital dalam
rentan normal
3. Cemas hilang /
berkurang

17
DX KRITERIA HASIL INTERVENSI
Defisiensi Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan
volume cairan keperawatan selama 1 x 1 1. Monitor tanda – tanda vital
b.d asupan jam, dengan kriteria hasil : sekitar 15 menit – 1 jam
cairan kurang 1. Tanda vital dalam rentan 2. Monitor intake dan output
normal cairan
2. Tidak ada tanda
dehidrasi, elastisitas
turgor kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada rasa
kehausan

Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perlindungan diri


b.d adanya keperawatan selama 1 x 1 1. Pertahankan teknik aseptik
luka sayatan jam. Dengan kriteria hasil : 2. Cuci tangan setiap sebelum
1. Klien bebas dari tanda dan sesudah tindakan
dan gejala infeksi keperawatan
2. Menunjukkan 3. Gunakan baju, sarung
kemampuan untuk tangan sebagai alat
mecegah timbulnya pelindung
infeksi

DX KRITERIA HASIL INTERVENSI


Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
luka pasca keperawatan selama 1 x 20 1. Ajarkan tentang teknik non
operasi menit, dengan kriteria hasil : farmakologi : teknik
1. Melaporkan nyeri relaksasi nafas dalam
berkurang dengan 2. Tingkatkan istirahat
menggunakan 3. Monit tanda – tanda vital

18
manajemen nyeri
2. Tanda vital dalam rentan
normal
Hipotermi b.d Setelah dilakukan tindakan Pengaturan suhu
keadaan keperawatan selama 1 x 20 1. Pasangkan selimut hangat
lingkungan menit, dengan kriteria hasil : 2. Monitor turgor kulit
1. Pasien tidak menggigil 3. Monir tanda – tanda vital
2. Kulit terasa hangat
3. Tanda vital dalam rentan
normal

DAFTAR PUSTAKA

19
Brunner dan Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Chairuddin R, (2012). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Yarsif Watampone.


Jakarta: EGC.

Dudley .(2013). Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Santoso, Herman. (2010), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal.


Surabaya: Diktat Kuliah PSIK.

Johnson, M. Maas, M and Moorhead, S. (2012). Nursing Outcomes


Classifications (NOC). Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-
Year Book, Inc. St.Louis, Missouri.

McCloskey, J.C and Bulechek, G.M. (2012). Nursing Intervention Classifications


(NIC). Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book,
Inc. St.Louis, Missouri.

Price & Wilson. (2012). Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 4. Jakarta: EGC.
Richard S. Snell. (2010). Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC.

20
21

Anda mungkin juga menyukai