Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU

MATA KULIAH: KOMUNIKASI KESEHATAN

OLEH:

1. ANDREAS HAKI TAS’AU (2007010056)

2. MEFERSON BAUNSELE (2007010036)

3. GESBERTH ERWIN NIFUEKI (2007010170)

4. INDRI AYU SOLLO (2007010030)

5. MESYLINDA LURUK (2007010032)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan Karunia-
Nya. Hanya karena Allah segala sesuatu terjadi, hanya dengan izin-Nya semua yang
kita inginkan terwujud, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,sehingga aktifitas
hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik di dunia sampai di
akhirat, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih
mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-
teman sekalian yang telah membantu, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata Kuliah Komunikasi Kesehatan mengenai materi “Komunikasi Perubahan
Perilaku”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Harapan kami semoga
makalah ini penuh manfaat, menambah pengetahuan dan pengalaman baik bagi pribadi
dan orang lain. Terlepas dari semua itu, kami sadar bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Sekian dan terima kasih.

Kupang, 16 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR................................................................................................................I

DAFTAR ISI.............................................................................................................................II

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1. LATAR BELAKANG....................................................................................................1

2. RUMUSAN MASALAH................................................................................................2

3. TUJUAN PENULISAN..................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI.....................................................................................3

B. PENGERTIAN PERILAKU...........................................................................................3

C. PENGERTIAN PERUBAHAN PERILAKU.................................................................3

D. PENGERTIAN KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU (KPP)............................3

E. PERBEDAAN KIE DAN KPP.......................................................................................3

F. FAKTOR PENENTU PERUBAHAN PERILAKU.......................................................4

G. TUJUAN KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU................................................5

H. FAKTOR PENGHAMBAT PERUBAHAN...................................................................6

I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA..................................7

J. STUDI KASUS...............................................................................................................8

BAB III.....................................................................................................................................12

PENUTUP................................................................................................................................12

A. KESIMPULAN.............................................................................................................12

B. SARAN.........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan kebutuhan setiap individu untuk hidup dalam suatu
lingkungan atau masyarakat. Setiap manusia akan menjalin hubungan dengan manusia
lainnya melalui komunikasi. Hal yang didapat dari sebuah komunikasi adalah
informasi, kesepakatan, terjalinnya hubungan dekat, hubungan kerja, dan lain
sebagainya.
Komunikasi terjadi dimanapun dengan tujuan yang berbeda pula, seperti dalam
sebuah kelompok, organisasi, keluarga, antara dua orang ataupun komunikasi di dalam
diri sendiri. Macam-macam komunikasi ini memiliki tujuan yang berbeda pula. Namun
tujuan utama dari terjadinya komunikasi yaitu tersampaikannya pesan dari pengirim
kepada penerima. Pesan itu baik berupa informasi maupun bujukan.
Komunikasi dalam masyarakat juga digunakan untuk merubah perilaku termasuk
perilaku sehat. Perilaku masyarakat dalam meningkatkan kesehatannya saat ini masih
rendah, meskipun di Indonesia paradigma sakit telah diganti dengan paradigma sehat.
Masyarakat sendiri masih melakukan kebiasaan lama yang sebenarnya tidak baik untuk
dilakukan. Seperti melahirkan dengan dukun beranak, Buang Air Besar (BAB)
disungai, dan lainnya. Saat ini meskipun telah banyak penyuluhan yang memberikan
informasi tentang dampak buruk dari kebiasaan lama tersebut tetap saja masih terdapat
masyarakat yang masih melakukannya.
Menurut Carl I. Hovland Komunikasi adalah proses yang memungkinkan
seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang
verbal) untuk mengubah perilaku orang lain. Dalam pengertian teresebut jelas bahwa
kegiatan komunikasi berusaha untuk mengubah perilaku seseorang. Seperti halnya
individu dalam proses komunikasi tersebut memiliki sikap ingin mempengaruhi. Proses
memberikan pengaruh kepada orang lain ini dilakukan melalui komunikasi
Dengan perilaku masyarakat saat ini dapat dilakukan komunikasi yang lebih
efektif lagi secara verbal maupun non verbal. Berkembangnya teknologi komunikasi

1
dapat dilakukan di media massa yang banyak masyarakat memiliki dan mengethauinya.
Sehingga akan lebih efektif memberikan penyuluhan atau pengetahuan tentang perilaku
hidup sehat.

2. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?
B. Apa yang dimaksud dengan perilaku?
C. Apa yang dimaksud dengan perubahan perilaku?
D. Apa yang dimaksud dengan komunikasi perubahan perilaku?
E. Apa saja Perbedaan KIE dan Komunikasi perubahan perilaku?
F. Faktor apa saja yang menentukan berubahnya perilaku?
G. Apa tujuan dari komunikasi perubahan perilaku?
H. Apa hambatan atau tantangan dalam komunikasi perubahan perilaku?
I. Apa saja Faktor yang mempengaruhi Perilaku manusia?
J. Bagaimana contoh studi kasus dari komunikasi perubahan perilaku?

3. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui tentang komunikasi
B. Untuk mengetahui tentang perilaku
C. Untuk mengetahui tentang perubahan perilaku
D. Untuk mengetahui komunikasi perubahan perilaku
E. Untuk mengetahui Perbedaan KIE dan Komunikasi perubahan perilaku
F. Untuk mengetahui faktor -faktor yang menentukan perubahan perilaku
G. Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi perubahan perilaku
H. Untuk mengetahui hambatan atau tantangan dalam komunikasi perubahan perilaku
I. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Perilaku manusia
J. Untuk mengetahui studi kasus dari komunikasi perubahan perilaku

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communis yang berarti kebersamaan
dan Communico yang berarti membagi. Secara garis besar, komunikasi adalah
penyampaian gagasan, ide, atau pikiran dari seseorang ke orang lain sehingga pesan
tersebut dapat dipahami oleh orang lain.

B. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan
yang dilakukan oleh makhluk hidup.

C. Pengertian Perubahan Perilaku


Perubahan perilaku adalah merupakan suatu paradigma bahwa manusia akan
berubah sesuai dengan apa yang dipelajarinya baik dari keluarga, teman, sahabat
ataupun belajar dari pengalaman mereka sendiri.

D. Pengertian Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP)


Komunikasi Perubahan Perilaku / KPP (Behavior Change Communication /
BCC) adalah suatu proses interaktif untuk merancang beragam pesan menggunakan
berbagai macam media dan saluran untuk mempromosikan, mengubah,
mengembangkan dan memelihara perilaku yang positif, khususnya perilaku kesehatan
masyarakat. Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) merupakan pengembangan dari
KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), namun lebih menekankan pada perubahan
perilaku, sehingga tidak hanya berhenti pada peningkatan pengetahuan dan sikap saja.
Istilah KPP dipergunakan untuk menegaskan bahwa komunikasi tersebut harus
mengarah pada perubahan atau perbaikan perilaku.

3
E. Perbedaan KIE dan KPP
KIE/Penyuluhan sering hanya menitik beratkan kegiatannya pada peningkatan
pengetahuan, kurang memantau perubahan perilaku. KIE dan Penyuluhan kese-hatan
berisi informasi dari segi pandang kesehatan masyarakat (apa yang ideal dan apa
alasannya). Informasi tersebut biasanya tidak mengungkap perilaku dari segi pandang
masyarakat (misal: hambatan dan strategi untuk mengatasinya, motivasi utk melakukan
sesuatu, dll). Komunikasi seringkali berjalan satu arah.
KPP adalah program yang mendasari kegiatannya pada masalah perilaku,
menekankan pada bagaimana memperbaiki perilaku tersebut; KPP atau PBP mencakup
identifikasi dan analisis “perilaku kunci” dari sejak awal kegiatan, menemukenali
perilaku senyatanya dan perilaku yang layak di masyarakat, Dlm KPP ada titik temu
antara segi pandang petugas dan masyarakat. KPP harus dapat berjalan dua arah, dari
sisi petugas (provider) dan masyarakat (konsumen).

F. Faktor Penentu Perubahan Perilaku


Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami
perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami,
mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.

1. Pada tahap pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah
pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga). Dengan
sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan
(knowledge) adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Komponen kognitif merupakan representasi yang
dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang
dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan datang dari yang telah dilihat,
kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum
suatu objek. Sekali kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan
seseorang mengenai yang dapat diharapkan dari objek tertentu.
Namun kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak terlalu akurat. Kadang-
kadang kepercayaan tersebut terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya
informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. Seringkali komponen kognitif

4
ini dapat disamakan dengan pandangan atau opini. Berikut ini berapa referensi yang
terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku seseorang.
Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan
perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami,
mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.
2. Tahap kedua adalah tahap memahami (comprehension), merupakan tahap memahami
suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat menyebutkan, tetapi juga dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek.
3. Tahap selanjutnya, tahap ketiga, tahap aplikasi (application), yaitu jika orang yang
telah memahami objek yang dimaksud dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahui
pada situasi yang lain.
4. Sedangkan tahap ke empat merupakan tahap analisis (analysis), merupakan
kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis jika dapat membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram pada pengetahuan atas objek
tersebut.
5. Tahap ke lima adalah sintesis (synthesis). Tahap ini menunjukkan kemampuan
seseorang untuk merangkum suatu hubungan logis dari komponen komponen
pengetahuan yang dimiliki. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun
formulasi baru.
6. Sedangkan tahap terakhir, berupa tahap evaluasi (evaluation). Tahap ini berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

G. Tujuan Komunikasi Perubahan Perilaku


1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
Komunikasi dalam perubahan perilaku bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang suatu penyakit. Penyakit yang dicari tahu ini biasanya terkait
penyakit yang dialami oleh dirinya sendiri atau penyakit orang lain. Dengan
mengetahui lebih dalam tentang penyakit tersebut, maka hal ini akan sangat
bermanfaat terkait meminimalisir terjadinya risiko yang bisa saja menimpa orang
tersebut bila tidak mengetahui tentang penyakitnya.
2. Meningkatkan persepsi terhadap risiko
Meningkatkan persepsi terhadap risiko disini yang dimaksud adalah melakukan
tindakan-tindakan yang bisa meminimalisir terjadinya risiko dengan maksimal. Risiko

5
tersebut adalah bahaya atau ancaman atau kerentanan dari suatu penyakit. Penting
sekali untuk melakukan tindakan yang tepat dalam mencegah terjadinya risiko agar
penyakit tidak semakin memburuk.
3. Meningkatkan demand / permintaan / kebutuhan terhadap layanan
Pelayanan kesehatan memang sangat penting untuk menunjang kesehatan
seseorang. Dengan pelayanan yang baik dan tepat maka masyarakat akan dimudahkan
dalam mengatasi masalah kesehatan yang sedang dideritanya. Hal ini juga supaya
untuk selalu memperbarui sistem yang dimiliki pelayanan kesehatan tersebut.
4. Meningkatkan kepercayaan diri untuk mengakses layanan kesehatan
Salah satu tujuan komunikasi perubahan perilaku adalah agar bisa
meningkatkan kepercayaan diri seseorang untuk mengakses layanan kesehatan.
Dengan komunikasi yang baik untuk pasien maka seseorang yang biasanya tidak
percaya diri atau takut bila pergi ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas
untuk memeriksakan keadaannya menjadi berani. Komunikasi ini berlaku juga bagi
dokter dan tenaga kesehatan lainnya agar pasien selalu percaya diri dan mau untuk
memeriksakan dirinya dengan jujur.

H. Faktor Penghambat Perubahan


Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang
berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987). Ada beberapa hal yang
mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam individu sendiri yang
disebut faktor intern yaitu keturunan dan motif. Sedangkan sebagian terletak diluar
dirinya yang disebut faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan. Sedangkan aspek perilaku
berupa aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial.
Faktor-Faktor Penghambat Perubahan :

1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain


Manusia yang tidak pernah lepas dari hubungan manusia atau masyarakat lain
dalam suatu pergaulan. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain akan
mengakibatkan suatu masyarakat yang menjadi terasing dari pergaulan hidup dengan
masyarakat lainnya. Bila pergaulan saja sangat terbatas, maka yang terjadi ialah
keterbatasan pemikiran sehingga keinginan untuk berubah pun juga sangat minim.
2. Terlambatnya perkembangan ilmu pengetahuan
Dengan adanya keterbatasan dalam pergaulan, bisa dipastikan perkembangan ilmu
pengetahuan juga akan terlambat. Sebab didalam kemajuan ilmu pengetahuan bisa

6
ditempuh diantaranya dengan metode learning by doing. Tidak adanya keinginan
untuk menambah wawasan dibidang ilmu pengetahuan hal ini akan mengakibatkan
pola pikir yang terbelakang dan ketinggalam zaman, sehingga timbul sebuah
pandangan miring adanya kelompok masyarakat yang enggan berubah.
3. Sikap masyarakat yang masih sangat tradisional
Sikap konservatif ini atau enggan untuk melakukan sebuah perubahan akan
membawa mentalitas yang buruk dalam sebuah kemajuan, karena itu sikap tersebut
harus dihindari bila seseorang hendak melakukan suatu perubahan.
4. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan
Ada beberapa anggota masyarkat yang takut atau khawatir terhadap perubahan
yang terjadi dimasyarakat karena menurut mereka perubahan itu akan menggoyahkan
integrasi dalam masyarakat. Misalnya : penggunaan traktor dalam pengolahan lahan
pertanian, mulanya hal itu ditolak karena bisa memudarkan gotong royong diantara
para petani, namum lambat tahun hal itu bisa diterima.
5. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested interest)
Nilai-nilai tradisonal akan memunculkansebuah kepentingan-kepentingan kolektif
yang tertanam kuat dalam diri masyarakat. Hal ini juga akan menghambat sebuah
perubahan sosial karena pada dasarnya suatu perubahan itu berusaha untuk
meninggalkan nilai-nilai lama guna menuju pada nilai-nilai yang baru yang lebih
bermanfaat dan sesuai dengan keadaan masyarakat saat sekarang. Oleh karena itu
seseorang yang menginginkan sebuah perubahan harus berani membuang jauh nilai-
nilai kepentingan semacam ini.
6. Adanya sikap tertutup dan prasangka terhadap hal baru/asing
Selain nilai-nilai kepentingan, prasangka buruk terhadap hal yang baru akan
mengganggu proses perubahan sosial. Setiap ada hal yang baru datang, sepertinya ada
semacam ketakutan dari sekelompok masyarakat yang tidak menghendaki perubahan,
lalu sekelompok orang tadi berusaha memengaruhi kelompok yang lain, hal ini harus
disingkirkan apabila seseorang akan melakukan perubahan sosial.

7
I. Faktor yang mempengaruhi Perilaku manusia
Faktor yang bisa mempengaruhi perilaku manusia yaitu faktor internal dna faktor
eksternal.
1. Faktor internal antara lain karena, usia, keturunan, jenis kelamin yang bisa dilihat
dari cara berpakaian, dari pekerjaan sehari-hari, serta pembagian tugas kerja yang
berbeda antara laki-laki dan wanita. Kemudian karena sifat fisik, intelegensia,
bakat, serta kontrol perilaku pribadi yaitu kepercayaan seseorang tentang sulit atau
tidaknya dalam melakukan suatu perilaku.
2. Faktor eksternal meliputi pendidikan yaitu proses belajar mengajar, agama yang
mana membuat seseorang bertingkah laku yang sesuai terhadap norma serta nilai
yang diajarkan oleh agamanya, kebudayaan yaitu adat istiadat, lingkungan yang ada
di sekitar seseorang baik lingkungan fisik, sosial, maupun lingkungan biologis.
Selanjutnya karena sosial ekonomi yang bisa menentukan pada tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan tertentu.

J. Studi Kasus
1. Studi Kasus
Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 di dua SD di Kabupaten
Bogor Jawa Barat yang meliputi SDN dan SDIT. Rentang usia siswa bervariasi
antara 8 _ 12 tahun dengan usia terbanyak adalah 10 tahun (62,8%) sedangkan jenis
kelamin siswa didominasi oleh siswa perempuan sebesar 51,3%. Pada siswa SDN
dan SDIT terjadi peningkatan kebiasaan makan lengkap dalam sehari yaitu
frekuensi 3 kali dan > 3 kali sehari. Sebaliknya, terjadi penurunan kebiasaan makan
lengkap dengan frekuensi 2 kali sehari. Penurunan kebiasaan sarapan pagi siswa
setelah diberikan kegiatan intervensi di 2 SD yaitu siswa SDN dan SDIT. Sebagian
besar tempat sarapan pagi adalah rumah dan hanya 3 siswa SDIT yang sarapan di
sekolah. Hal ini disebabkan oleh letak rumah siswa yang jauh dari sekolah sehingga
mereka selalu dibawakan bekal sarapan oleh orang tua untuk dikonsumsi sebelum
jam pelajaran dimulai. Terjadi penurunan proporsi ketersediaan sarapan di rumah,
baik pada siswa SDN maupun SDIT. Hal ini sejalan dengan penurunan proporsi
orang yang menyiapkan sarapan, baik ibu maupun pembantu.
Sebagian besar jenis sarapan yang dimakan anak adalah nasi dan lauk diikuti
dengan roti dan susu. Tidak satupun siswa yang mengonsumsi mi instan saja. Hal
tersebut mengindikasikan pengetahuan dan kewaspadaan orang tua terhadap pola

8
makan anak cukup baik. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan jajan 2 _ 3
kali sehari tetapi setelah intervensi terjadi penurunan frekuensi kebiasaan jajan
siswa pada kebiasaan jajan 2 _ 3 kali sehari dan 1 kali sehari. Hanya ada 1 siswa di
SDIT yang tetap tidak pernah jajan dalam sehari. Hal ini karena memang tidak
diberikan uang saku dan uang jajan oleh orang tuanya.
Terjadi peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa sesudah kegiatan
intervensi baik pada siswa SDN maupun SDIT. Peningkatan sikap siswa terhadap
sarapan juga terjadi pada siswa di kedua SD, namun tidak menunjukkan perbedaan
signifikan. Rata-rata asupan energi siswa SDN mengalami peningkatan secara
signifikan sedangkan asupan energi siswa SDIT mengalami peningkatan setelah
kegiatan intervensi.
Asupan protein, baik pada siswa SDN dan SDIT, mengalami penurunan
setelah dilakukan kegiatan intervensi. Terjadi peningkatan rata-rata asupan
karbohidrat pada siswa SDIT, sedangkan pada siswa SDN mengalami penurunan.
Hal sebaliknya terjadi pada asupan lemak dan serat, setelah dilakukan kegiatan
intervensi terjadi peningkatan asupan lemak dan serat pada siswa SDN dan
penurunan asupan pada siswa SDIT.
2. Pembahasan Studi Kasus
Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan perilaku hidup sehat di
masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan derajat kesehatan. Pendidikan gizi dalam bentuk KIE merupakan
upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya status gizi melalui
perubahan pengetahuan dan praktik/perilaku gizi ke arah yang lebih baik. Salah satu
upaya KIE gizi pada anak melalui media pendidikan sebagai alat bantu
menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Penggunaan media pendidikan
berguna untuk mencapai sasaran yang lebih banyak, menimbulkan minat sasaran
pendidikan, memotivasi sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan
kesehatan, membantu mengatasi berbagai hambatan, dan membantu sasaran
pendidikan untuk belajar lebih cepat dan lebih banyak.
Secara umum, tujuan dari kegiatan intervensi ini adalah meningkatkan
pengetahuan dan penilaian siswa terhadap manfaat sarapan serta membiasakan diri
sarapan sebelum melakukan aktivitas sekolah. Terjadi penurunan proporsi frekuensi
jajan siswa SDIT dari jajan > 3 kali/hari menjadi 2 _ 3 kali/hari. Namun, siswa
SDN justru mengalami peningkatan frekuensi jajan yang kemungkinan disebabkan

9
oleh kemudahan siswa membeli jajanan di sekitar sekolah saat istirahat dan pulang
sekolah. Tidak ada larangan untuk jajan di sekitar sekolah serta larangan pedagang
menjajakan dagangan sehingga membuat banyak pedagang jajanan yang berjualan
di sekitar sekolah. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan jajan di sekolah dan
di rumah dengan frekuensi 2 _ 3 kali/hari. Kebiasaan jajan anak di sekolah
dipengaruhi oleh kebijakan sekolah, orang tua, dan teman.
Banyak makanan/minuman yang kurang baik dikonsumsi oleh anak, seperti
mengandung zat pewarna, pemanis buatan, pengawet, serta rendah zat gizi.
Berdasarkan penelitian, hampir separuh anak sekolah dasar jajan di luar kantin,
artinya anak-anak terpapar pada risiko mengonsumsi makanan yang nilai gizi dan
keamanannya tidak diketahui. Kebiasaan jajan anak didukung uang jajan anak dari
orang tua sekitar Rp2.000,00 hingga Rp2.500,00/hari.
Siswa SDN mempunyai rata-rata uang saku dan uang jajan yang lebih besar
dibandingkan siswa SDIT. Hal ini sejalan dengan proporsi frekuensi jajan siswa
SDN yang juga lebih tinggi dibandingkan siswa SDIT. Semakin besar uang saku
yang diperoleh, jajan siswa cenderung semakin meningkat.
Kebiasaan jajan mengalami penurunan sebelum dan sesudah kegiatan
intervensi. Kebiasaan jajan anak dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, kebiasaan
membawa bekal makanan, uang jajan, sarapan pagi, pekerjaan, dan pendidikan
orang tua.7 Alasan mengubah kebiasaan sarapan selama satu bulan terakhir antara
lain sarapan tidak tersedia, terlambat bangun tidur, tergesagesa ke sekolah, dan
makanan membosankan. sekitar 10% _ 15% keluarga cenderung mengubah
kebiasaan menyediakan sarapan dari setiap hari menjadi kadang-kadang.
Sebagian besar ibu siswa selalu menyediakan sarapan pagi dan sisanya (<
10%) disediakan oleh pembantu rumah tangga atau nenek karena ibu siswa tersebut
adalah ibu yang bekerja dan berangkat kerja lebih awal sehingga tidak sempat
menyediakan sarapan pagi terlebih dahulu bagi anaknya. Jika seorang ibu bekerja
maka ketersediaan waktu untuk menyiapkan sarapan pagi akan berkurang karena
harus menyiapkan diri untuk pergi bekerja.
Penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% anak sarapan
sebelum ke sekolah meskipun pengetahuan gizi seimbang secara umum masih
belum baik. Sarapan biasanya dilakukan di rumah. Bila di rumah tidak ada
makanan, anak biasanya sarapan di sekolah. Cukup banyak anak yang membawa
bekal ke sekolah.

10
Proporsi terbanyak jenis sarapan yang dikonsumsi oleh siswa, baik yang
berasal dari SDN maupun SDIT adalah nasi dengan lauk pauk berupa telur, ikan,
ayam, dan daging, diikuti dengan jenis roti dan susu. Yang menarik adalah terjadi
penurunan proporsi siswa yang mengonsumsi nasi dan lauk dengan roti dan susu
menjadi jenis makanan seperti burger, risol, bakwan, kentang goreng, dan
lontong/arem-arem. Salah satu penyebabnya adalah siswa merasa bosan dengan
menu sarapan pagi yang tidak berubah dalam seminggu. Seorang anak sudah mulai
dapat membedakan makanan yang enak dan tidak enak serta membosankan.
Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangat penting karena waktu sekolah
adalah penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar.
Sarapan harus memenuhi total kalori kebutuhan anak setiap hari. Dengan
mengonsumsi 2 potong roti dan telur, satu porsi bubur ayam, serta satu gelas susu
dan buah akan diperoleh 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi, sebaiknya anak
dibekali dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang) seperti
arem-arem, mi goreng, atau roti isi daging. Survei yang dilakukan oleh Senanayake,
di Srilanka terhadap siswa sekolahmenunjukkan sekitar 30% siswa mengonsumsi
sarapan pagi.
Jenis minuman yang biasa diminum saat sarapan adalah campuran teh
dengan susu dan susu full cream sedangkan jenis makanan nasi serta makanan
berbahan baku tepung terigu menjadi pilihan menu sarapan pagi siswa.
Sifat dasar anak adalah sering merasa bosan sehingga sebagai orang tua harus
mempunyai cara untuk mengatasi kebosanan dari anak. Menu yang bervariasi
dalam penyajian tiap hari akan membuat anak selalu semangat dan senang untuk
sarapan pagi. Mengingat sarapan pagi sangat penting dan sudah menjadi tugas
orang tua/ibu untuk mengarahkan anak maka orang tua/ibu harus membiasakan
anaknya untuk sarapan pagi dengan menyiapkan menu makanan yang sesuai
dengan kebutuhan zat gizi dan keinginan anak.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi Perubahan Perilaku / KPP (Behavior Change Communication /


BCC) adalah suatu proses interaktif untuk merancang beragam pesan menggunakan
berbagai macam media dan saluran untuk mempromosikan, mengubah,
mengembangkan dan memelihara perilaku yang positif, khususnya perilaku kesehatan
masyarakat dan memiliki. Dengan adanya komunikasi perubahan perilaku, seseorang
khususnya tenaga kesehatan dapat mempermudah semua kendala yang sedang diderita
oleh seseorang atau pasien. Hal ini merupakam tujuan dari komunikasi perubahan
perilaku antara lain meningkatkan pengetahuan tentang penyakit, Meningkatkan
persepsi terhadap risiko, meningkatkan demand / permintaan / kebutuhan terhadap
layanan, dan meningkatkan kepercayaan diri untuk mengakses layanan kesehatan. Jadi,
komunikasi perubahan perilaku sangat bermanfaat bila diterapkan karena KPP
dipergunakan untuk menegaskan bahwa komunikasi tersebut harus mengarah pada
perubahan atau perbaikan perilaku.
B. Saran
Agar penerapan komunikasi perubahan perilaku berjalan lancar dan sesuai
rencana, seseorang memang perlu untuk melakukan berbagai cara. Cara tersebut dapat
ditempuh dengan paksaaan, dengan memberi imbalan, dengan membina hubungan
baik, dengan menunjukkan contoh-contoh, dengan memberikan kemudahan, dan
dengan menanamkan kesadaran dan motivasi. Semua cara dapat digunakan asalkan
tidak akan membuat komunikan merasa ketakutan dan menjadi tidak suka seperti
misalnya paksaan dengan cara kekerasan, karena sudah jelas bila menggunakan cara
kekerasan komunikan tidak akan pernah mengikuti atau menuruti perkataan
komunikator tetapi malah merasa ketakutan. Jadi, selalu dibutuhkan ide agar bisa
melancarkan cara-cara tersebut supaya komunikan mau mendengarkan dan menuruti
apa yang dikatakan komunikator.

12
DAFTAR PUSTAKA

GWL-INA. 2015. Strategi Pengembangan Program Intervensi Komunikasi Perubahan


Perilaku (KPP) untuk Peningkatan Kualitas Outreach pada Komunitas GWL. Yayasan Siklus
Indonesia. Diakses pada 27 September 2017,

http://www.gwlina.or.id/wpcontent/uploads/2016/03/Panduan-IPP-GWL-untuk-Pengelola-
Program.pdf

Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Sukidjo, 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, Ebook Diakses pada 27 September
2017 <http://omtol.com/soekidjo-notoatmodjo.pdf>

PERSAGI. (2010). Penuntun Konseling Gizi. Jakarta: PT. Abadi.

Sam, Hisam, 2016, 7 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Serta Penjelasannya,

Dosen Pendidikan.com, Diakses pada 27 September 2017http://www.dosenpendidikan.com/7


faktor-penghambat-perubahan-sosial-serta-penjelasannya/

13

Anda mungkin juga menyukai