Anda di halaman 1dari 9

.

MAKALAH TEORI-TEORI PEMUNGUTAN PAJAK

OLEH
KELOMPOK 2:
ATRIAN DAUD PENKARI (2110020107)
BRAIN ADHITYA KAY ILLU(2110020109)
CHRISTIANA JOIS BERS (2110020110)
CHRISTINA M S ODJAN (2110020111)
CORNELIA PUTRINA LOGO BUKE (2110020113)
IRMA ROLINA OTTU (2110020126)
IKA SAPUTRI SUKIRAN (2110020125)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Istilah pajak dalam sejarah dunia ini telah dikenal masyarakat sejak zaman dahulu.
Bebagai jenis sistem pemerintahan yang ada seperti kerajann, monarki, dll memliki istilah
dan peraturan tentang pajak walaupun dalam bahasa yang berbeda-beda. Sejalan dengan
perkembangan zaman, pajak pun terus berkembang, temasuk pengertian, fungsi, tujuan,
teknis ,dan teori tentang pajak serta pemungutan pajak.
Dalam makalah ini kami jelaskan dan paparkan tentang teori-teori pemungutan pajak.
Teori pemungutan pajak, seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah barang baru di dunia
perpajakan. Adam Smith, yang disebut-sebut sebagai bapak ekonomi, pun telah memaparkan
teori pemungutan pajak dalam bukunya “An Inquiry into the nature and causes of Th Wealth
of Nations” dalam The Four Maxim pada abad ke-18. Selain itu, yurisdiksi pemungutan pajak
juga akan diterangkan dalam makalah ini.
Mengingat pentingnya pemungutan pajak ini, patut kiranya penduduk Indonesia
mengetahui teori – teori pemungutan pajak dan yurisdiksi pemungutan pajak agar potensi
pajak dapat tercapai dan tertanam kesadaran wajib pajak.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini meliputi :
1. Apa saja asas-asas pemungutan pajak ?
2. Apa saja teori tentang pemungutan pajak ?
3. Apa saja syarat-syarat pembuatan undang-undang pajak ?
4. Apa saja stelsel pemungutan pajak ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui asas-asas pemungutan pajak
2. Untuk mengetahui teori tentang pemungutan pajak
3. Untuk mengetahui syarat-syarat pembuatan undang-undang pajak
4. Untuk mengetahui stelsel pemungutan pajak
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ASAS-ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


Dalam buku An Inguiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations yang
ditulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak
yang dikenal dengan nama four cannons atau the four maxims dengan uraian sebagai berikut.
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan
kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah
perlindungan pemerintah. Jika equlity ini tidak diperbolehkan suatu negara
mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama,
wajib pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda, wajib pajak harus
diperlakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi
kompromis (not arbitrary). Dalam asas ini, kepastian hukum yang diutamakan adalah
mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai
pembayarannya.
3. Convenience Of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat
sedekat-dekatnya dengan saat di terimanya penghasilan / keuntungan yang dikenakan
pajak.
4. Ekonomc of collections
Pemungutan pajak hendaknya di lakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan
sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Tidak
akan ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
penerimaan pajak yang di peroleh.
2.2 TEORI-TEORI PEMBENARAN PEMUNGUT PAJAK
Beberapa teori memberikan dasar pembenaran (justification) untuk menjawab
berbagai perdebatan yang ada di kalangan para sarjana pemikir masalah pemungut
pajak mengenai apakah negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat?
a. Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya mencakup pula tugas melindungi jiwa
raga dan harta benda perseorangan. Oleh karena itu, negara disamakan dengan
perusahaan asuransi, untuk mendapatkan perlindungan warga negara
membayar pajak sebagai premi. Teori ini sudah lama ditinggalkan dan secara
praktis tidak ada pembelanya karena perbandingan ini tidak cocok dengan
kenyataan, yakin bisa seseorang, misalnya, meninggal, kecelakaan atau
kehilangan, negara tidak akan menggantikan kerugian seperti halnya dalam
asuransi. Disamping itu, tidak ada hubungan langsung antara pembayar pajak
dengan nilai perlindungan nya terhadap pembayar pajak.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, pembayar pajak mempunyai hubungan dengan
kepentingan individu yang di peroleh dari pekerjaan negara. Semakin banyak
individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerja pemerintah, semakin
besar juga pajaknya.
Teori ini meskipun masih berlaku pada retribusi sukar pula di pertahankan
karena seorang miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari
pemerintahan menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan negara, tetapi
mereka justru tidak membayar pajak.

c. Teori Daya Pikul / Teori Gaya Pikul


Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan
kekuatan membayar dari si wajib pajak ( individu-individu) sehingga tekanan
semua pajak harus sesuai dengan daya pikul si wajib pajak dengan
memperhatikan pada besarnya penghasilan, kekayaan, dan pengeluaran
belanja si wajib pajak tersebut.

Menurut Prof. W. J. De Langen


Daya pikul adalah besarnya kekuatan seseorang untuk dapat memcapai
pemuasan kebutuhan setinggi-tinggi nya setelah dikurangi dengan yang
mutlak pada kebutuhan primer ( biaya hidup yang sangat mendasar).
Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada negara ( pajak) baru lah ada jika
kebutuhan primer untuk hidup telah tersedia. Hak manusia pertama adalah hak
untuk hidup, maka sebagai analisis yang pertama adalah minimum kehidupan
(bestaans minimum).

Menurut Mr. A. J. Cohen Stuart


Daya pikul, diumpamakan sebuah jembatan, pertama-tama harus dapat
memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk dibebani dengan beban yang
lain. Beliau menyarankan bahwa yang sangat diperlukan dalam kehidupan
tidak di masukan ke dalam daya pikul. Kekuatan untuk menyerahkan uang
kepada negara baru lah ada jika kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup
sudah tersedia.
Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya
pikul sesorang karena akan berbeda dan selalu berubah-ubah. Teori daya pikul
ini di terapkan dalam pajak penghasilan, di mana wajib pajak baru di kenakan
pajak penghasilan bila memperoleh penghasilan melebihi penghasilan tidak
kena pajak (PTKP). Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berdasarkan pasal 7
ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983, sebagaimana yang telah di ubah
terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
d. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi negara (organische staatsleer) yang
mengajarkan bahwa negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan
atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan
sifat seperti itu, negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan
rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori ini, dasar
hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dan negara, di mana
negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak.
Kelemahan dari teori ini adalah negara bisa menjadi otoriter sehingga
mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.

e. Teori Daya Beli


Teori ini adalah teori modern. Teori ini tidak mempersoalkan asal mulanya
negara memungut pajak, melainkan banyak melihat kepada “efeknya” dan
memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya.
Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala
dalam masyarakat yang dapat disamakan dengan “pompa”, yaitu mengambil
daya beli dari rumah tangga masyarakat dan untuk membawanya ke arah
tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa menyelenggarakan kepentingan
masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan
pajak, bukan kepentingan individu, pun bukan kepentingan negara, melaikan
kepentingan masyarakat yang meleputi keduanya.

2.3 SYARAT-SYARAT PEMBUATAN UNDANG-UNDANG PAJAK


a) Syarat Keadilan
Syarat pengungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu di
kenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuan untuk
membayar (ability to pay) pajak tersebut, dan sesuai dengan manfaat yang di
terimanya. Keadilan disini baik keadilan dalam prinsip mengenai peraturan
perundang-undangan maupun dalam praktik sehari-hari. Syarat kedilan
dapat di bagi menjadi dua, yaitu kedilan horisontal dan kedilan vertikal.
Berikut penjelasannya :
1) Keadilan horisontal
Wajib pajak yang mempunyai kemampuan membayar (gaya pikul )
Sama harus dikenakan pejak yang sama
2) Keadila Vertikal
Wajib pajak yang mempunyai kemampuan membayar ( gaya pikul )
tidak sama harus dikenakan pajak yang tidak sama.
b) Syarat Yuridis
Pemumukan pajak harus berdasarkan undang-undang karena bersifat dapat
memaksa, hak dan kewajiban wajib pajak maupun petugas pajak harus diatur
didalamnya. Pembayaran pajak harus seimbang dengan kekuatan /
kemampuan membayar wajib pajak. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983,
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, memberikan
kesempatan kepada wajib pajak yang tidak puas untuk mengajukan keberatan
dan banding.
c) Syarat Ekonomis
Pungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan
janganlah mengganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak.. Jangan
sampai pengungutan pajak terhadap seseorang berakibat iya jatuh melarat.
Pengungutan pajak tidak boleh mengganggu atau menghalangi kelancaran
produksi maupun perdagangan/perindustrian. Jangan sampai terjadi dengan
adanya pemungutan pajak, perusahaan-perusahaan akan gulung tikar atau
pailit. Sebaliknya,pemungutan pajak diharapkan bisa membantu menciptakan
pemerataan pendapatan atau redistribusi pendapatan.
d) Syarat Finansial
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara, maka biaya
pemungutan pajak tidak boleh terlalu besar. Dalam hal ini diartikan bahwa
biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan/penetapan pajak hendaknya lebih
kecil dari penerimaan pajak agar ada penerimaan yang masuk ke kas
negara/daerah.

2.4 STESEL PEMUNGUTAN PAJAK


Dalam penmungutan pajak, khususnya pajak penghasilan, dikenal tiga macam stelsel
pajak, yaitu:
a) Stelsel nyata ( riel stelsel )
Menurut stelsel nyata, pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan
yang sungguh-sungguh di peroleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Oleh
karena itu, besarnya pajak dapat dihitung pada akhir tahun atau periode pajak karena
penghasilan riil baru dapat diketahui setelah tahun pajak atau periode pajak berakir.
Kelemahan dari stelsel nyata adalah pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak/periode pajak, Padahal pemerintah membutuhkan penerimaan pajak
ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun
saja
Kelibihan dari stelsel nyata adalah besarnya pajak yang di pungut sesuai dengan
besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan
setelah tutup buku sehingga penghasilan yang sesungguhnya telah di ketahui.
b) Stelsel fiktif ( fictieve stelsel)
Menurut stelsel fiktif yang juga di sebut stelsel anggapan, pengenaan pajak
didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Anggapan yang di maksud disini dapat
bermacam-macam jalan pikiranya tergantung peraturan perpajakan yang berlaku.
Anggapan tersdebut dapat berupa anggaran pendapan tahun berjalan atau di
asumsikan penghasilan tahun pajak berjalan sama dengan penghasilan tahun pajak
yang lalu.
Kelemahan dari stelsel fiktif adalah besarnhya pajak yang dipungut belum tentu
sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak
dilakukan berdasarkan suatu anggapan bukan penghasilan yang sesungguhnya.
Kelebihan dari stelsel fiktif adalah pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada
awal tahun pajak/periode pajak karena berdasarkan pada suatu anggapan sehingga
penerimaan pajak oleh pemerintah ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun
dan tidak hanya pada akhir tahun saja.

c) Stelsel Campuran
Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel fiktif pada
awal tahun atau periode pajak, perhitungan pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada
akhir tahun pajak atau akhir periode dihitung kembali berdasarkan stelsel nyata.
Kelemahan dari stelsel campuran adalah adanya tambahan pekerjaan
administrasi karena perhitungan pajak di lakukan dua kali, yaitu pada awal dan
akhir tahun pajak atau periode pajak.
Kelebihan dari stelsel campuran adalah pemungutan pajak sudah dapat dilakukan
pada awal tahun pajak/periode pajak dan besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan
besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena di lakukan perhitungan kembali
pada akhir tahun pajak atau akhir periode pajak setelah penghasilan yang
sesungguhnya di ketahui.

Undang-Undang pajak penghasilan Indonesia menganut stelsel campuran, di mana


pada awal tahun pajak angsuran pajak (PPh pasal 25) berdasarkan besarnya pajak
yang terutang pada surat pemberitahuan tahun sebelumnya. Kemudian, pada akhir
tahun di hitung kembali berdasarkan penghasilan yang sesungguhnya di peroleh pada
tahun yang bersangkutan. Jika terdapat kekurangan maka wajib pajak harus melunasi
kekurangan pembayaran pajak (PPh pasal 29) dalam jangka waktu yang telah di
tentukan. Jangka waktu yang berlaku saat ini adalah tanggal 25 Maret setelah
berakhirnya tahun pajak.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah kami jelaskan sebelumnya, maka dapat di
simpulkan bahwa terdapat beberapa macam teori-teori pemungutan pajak , antara lain adalah
Teori asuransi, teori kepentingan, teori daya pikul/ teori gaya pikul, teori kewajiban mutlak /
teori bakti dan teori daya beli. Sementara itu syarat-syarat pembuatan undang-undang pajak
meliputi syarat keadilan, syarat yuridis, syarat ekonomis dan syarat finansial. Dan stelsel
pemungutan pajak meliputi stelsel nyata (riel stelsel) stelsel fiktif (fictieve stelsel ), stelsel
campuran.

3.2 SARAN
Makalah ini masih mempunyai kekurangan baik dalam hal isi maupun bahasa,
sehingga membutuhkan peran serta pembaca untuk memberikan keritik dan masukan.
DAFTAR PUSTAKA

Arnlod, Brian J dan Michael J. Mcintyre.1995. Internasional Tax Primer. Dan Haag:
Kluwer Law international.
Bohari.1995. Pengantar Hukum Pajak. Edisi ke-1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Direktorat Jenderal Pajak dan Yayasan Bina Pembangunan. 1995. Buku Panduan:
Pajak Bumi
dan Bangunan, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Jakarta: PT
Bina Rena Pariwara.
Doernberg, Richard L. 1993. Internasional Taxation: In a Nutshell. Edisi ke-2. St.
Paul- Minn:
West Publishing Co.
Gunadi. 1997. Pajak Internasional. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Indonesia. Gunandi, dkk. 1997. Perpajakan: Jilid 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai