Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Vicha Mardianti 1715301005
2. Cindy Sari Agustin 1715301015
3. Mutiara Jannah Azizah 1715301020
4. Lizia Palentari 1715301033
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Indonesia Sehat 2010.......................................................................3
2.2 Standar Pelayanan Minimal.............................................................4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................23
3.2 Saran.................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
SOAL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Proses adaptasi kebijakan tersebut pada umumnya terwadahi dalam bentuk
ketentuan peralihan yaitu suatu periode waktu sebuah kebijakan
mempersiapkan lokus kebijakan. Di sisi lain obyek kebijakan diberi
kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap pemberlakuan kebijakan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Perikemanusiaan
2. Pemberdayaan dan Kemandirian
3. Adil dan Merata
4. Pengutamaan dan Manfaat
2.1.4 Arah
Arah pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 sesuai
dengan arah pembangunan nasional selama ini, yakni:
1. Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan
nasional
2. Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat
harus diselengarakan secara bermutu, adil dan merata dengan
memberikan pelayanan khusus kepada penduduk miskin, anak-
4
anak, dan para lanjut usia yang terlantar, baik di perkotaan mapun di
pedesaan
3. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan strategi
pembangunan profesionalisme, desentralisasi dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat dengan memperhatikan
berbagai tantangan yang ada saat ini.
4. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat
dilaksanakan melalui program peningkatan perilaku hidup sehat,
pemeliharaan lingkungan sehat, pelayanan kesehatan dan didukung
oleh sistem pengamatan, Informasi dan manajemen yang handal.
5. Pengadaan dan peningkatan prasarana dan sarana kesehatan terus
dilanjutkan.
6. Tenaga yang mempunyai sikap nasional, etis dan profesiona, juga
memiliki semangat pengabdian yang tinggi kepada bangsa dan
negara, berdisiplin, kreatif, berilmu dan terampil, berbudi luhur dan
dapat memegang teguh etika profesi.
2.1.5 Tujuan
Adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia
yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.
2.1.6 Sasaran
1. Kerjasama lintas sektoral
2. Kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
3. Perilaku hidup sehat
4. Lingkungan sehat
5. Upaya kesehatan
5
6. Manajemen pembangunan kesehatan
7. Derajat kesehatan
2.1.7 Kebijakan
1. Pemantapan kerjasama lintas sektoral
2. Peningkatan perilaku, kemandirian masyarakat dan kemitraan
swasta
3. Peningkatan kesehatan lingkungan
4. Peningkatan upaya kesehatan
5. Peningkatan sumber daya kesehatan
6. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
7. Peningkatan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap
penggunaan sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan yang
tidak absah/illegal
8. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
2.1.8 Strategi
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
2. Profesionalisme
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
4. Desentralisasi
6
b. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja
c. Program Higiene dan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
d. Program Pemukiman, Perumahan dan Bangunan Sehat
e. Program Program Penyehatan Air
3. Pokok Program Upaya Kesehatan
a. Program Pemberantasan Penyakit Menular dan Imunisasi:
b. Program Pencegahan Penyakit tidak Menular
c. Program Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan
d. Program Pelayanan Kesehatan Penunjang
e. Program Pembinaan dan Pengembangan Pengobatan Tradisional
f. Program Kesehatan Reproduksi
g. Program Perbaikan Gizi
h. Program Kesehatan Matra
i. Program Pengembangan Survailans Epidemilogi
j. Program Penanggulangan Bencana dan Bantuan Kemanusiaan
4. Pokok Program Sumber Daya Kesehatan
a. Program Perencanaan, Pendayagunaan serta Pendidikan dan
Pelatihan Tenaga Kesehatan
b. Program Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat
c. Program Pengembangan Sarana dan Perbekalan Kesehatan
5. Pokok Program Obat, Makanan dan Bahan Berbahaya
a. Program Pengamanan Bahaya Penyalahgunaan dan
Kesalahgunaan Obat, Narkotika, Psikotrapika, Zat Aditif lain
dan Bahan Berbahaya lainnya.
b. Program Pengamanan dan Pengawasan Makanan dan Bahan
Tambahan Makanan (BTM)
c. Program Pengawasan Obat, Obat Tradisional, Kosmetika dan
Alat Kesehatan.
d. Program Penggunaan Obat Rasional
e. Program Obat Esensial
f. Program Pembinaan dan Pengembangan Obat Asli Indonesia
7
g. Program Pembinaan dan Pengembangan Industri Farmasi
6. Pokok Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan
Kesehatan
a. Program Pengembangan Kebijakan Kesehatan Program
b. Program Pengembangan Manajemen Pembangunan Kesehatan
c. Program Pengembangan Hukum Kesehatan
d. Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
7. Pokok Program Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kesehatan
a. Program Penelitian dan pengembangan Peningkatan Perilaku
dan Pemberdayaan Masyarakat
b. Program Penelitian dan pengembangan Peningkatan
Lingkungan Sehat
c. Program Penelitian dan pengembangan Peningkatan Upaya
Kesehatan
d. Program Penelitian dan pengembangan Peningkatan Sumber
Daya Kesehatan
e. Program Penelitian dan pengembangan Kebijakan dan
Manajemen Pembangunan Kesehatan
f. Program Penelitian dan pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar dan
Terapan Bidang Kesehatan
8
b. Program Perbaikan Gizi
c. Program Pencegahan Penyakit Menular
d. Program Peningkatan Perilaku Hidup Sehat dan Kesehatan
Mental
e. Program Lingkungan Pemukiman, Air dan Udara Sehat
f. Program Kesehatan Keluarga, Kesehatan Reproduksi dan
Keluarga Berencana
g. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
h. Program Anti Tembakau, Alkohol dan Madat
i. Program Pengawasan Obat, Bahan Berbahaya, Makanan, dan
j. Program Pencegahan Kecelakaan Keselamatan Lalu Lintas
9
SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib pemerintah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik
yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Pengertian SPM
juga dapat dijumpai pada beberapa sumber, antara lain :
10
dari pemerintah. Dengan adanya SPM maka akan terjamin kuantitas dan
atau kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat dinikmati
oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan terjadi pemerataan
pelayanan publik dan menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah.
Seperti telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan urusan wajib
merupakan pelayanan minimal sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh pemerintah. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa, SPM
ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen teknis,
sedangkan pedoman penyusunan SPM ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 pasal 167 (3).
11
4. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana pemerintah daerah
memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan kepada
masyarakat, sehingga hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas
pemerintah daerah kepada masyarakat.
5. Sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan penilaian
kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja penyedia suatu
pelayanan.
6. Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan
pemerintah daerah dalam pelayanan publik.
7. Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh
institusi pengawasan. Manfaat Penerapan Standar Pelayanan
Minimal, menurut sumber lain:
a. Memberikan jaminan bahwa masyarakat
b. Dapat ditentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan
c. Sebagai landasan dalam menentukan perimbangan Keuangan
d. Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis Kinerja
e. Sebagai alat ukur penilaian kinerja
f. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah
g. Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan
h. dapat memperjelas tugas pokok Pemerintah
i. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat
12
1. Konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen
atau unit-unit kerja yang ada pada lembaga yang bersangkutan.
Sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami.
13
4. SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah,
penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat untuk
menilai pencapaian kinerja.
14
BLU (Badan Layanan Umum) Sebagai salah satu lembaga pelayanan
kepada masyarakat umum, BLU perlu menetapkan standar pelayanan
minimal (SPM).
1. Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas
pelayanan umum yang diberikan oleh BLU, kepala daerah
menetapkan standar pelayanan minimal BLU dengan peraturan
kepala daerah.
2. Standar pelayanan minimal, dapat diusulkan oleh pemimpin BLU.
3. Standar pelayanan minimal, harus mempertimbangkan kualitas
layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan untuk
mendapatkan layanan.
4. Standar pelayanan minimal harus memenuhi persyaratan :
a. Fokus pada jenis pelayanan; Mengutamakan kegiatan pelayanan
yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU.
b. Terukur; Merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
c. Dapat dicapai; Merupakan kegiatan nyata, dapat dihitung tingkat
pencapaiannya, rasional, sesuai kemampuan dan tingkat
pemanfaatannya.
d. Relevan dan dapat diandalkan; merupakan kegiatan yang sejalan,
berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi
BLU.
e. Tepat waktu. Merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan
pelayanan yang telah ditetapkan.
15
2. Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan, ditetapkan dalam bentuk
tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit
layanan atau hasil perinvestasi dana.
3. Tarif, termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk
menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
4. Tarif layanan, dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis
layanan BLU yang bersangkutan.
16
Sekolah Dasar dan 173 ribu mengajar di Madrasah
Ibtidaiyah.Sebanyak 723 ribu guru yang belum terkualifikasi
berstatus guru swasta.Ini yang membuat kualitas pendidikan menjadi
rendah.
3. Kualitas pelayanan pendidikan pun bisa sangat memprihatinkan
Masih banyaknya bangunan sekolah yang sangat buruk
kondisinya.Sekolah- sekolah yang beratapkan langit pun sering kita
temui.Lantainya pun terbuat langsung dari tanah, serta tidak
cukupnya buku-buku yang seharusnya didapatkan oleh setiap
siswa.Belum lagi mahalnya biaya sekolah dan kuliah yang
menyebabkan banyak orangtua yang enggan untuk menyekolahkan
anak-anak mereka.Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan
merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia.Inilah realita
yang dialami dunia pendidikan di Indonesia.
17
b. Menciptakan hibah pendidikan yang pro-orang miskin untuk
proyek-proyek yang didasarkan atas insiatif sekolah dan
masyarakat.
Beberapa hibah dapat merangsang munculnya inovasi serta
percobaan dalam mencari sistem pendidikan yang baik, terutama
dengan maksud untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi di
daerah miskin.Bantuan khusus amat dibutuhkan bagi
sekolahsekolah dengan kualitas yang masih dibawah standar
minimal.
2. Membangun jaminan kualitas dan sistem pengawasan secara
nasional
Sistem pelaporan informasi pendidikan dengan cara lama yang
sentralistis telah berakhir. Sistem tersebut harus digantikan dengan
mekanisme yang lebih ditentukan oleh kebutuhan akan informasi
dan kemampuan daerah, sistem itu juga harus dapat melayani
kebutuhan manajemen di setiap jenjang pendidikan serta
menekankan standar kecakapan dan akuntabilitas. Pada tingkat
sekolah, informasi pendidikan merupakan alat untuk mengevaluasi
pemahaman murid dalam mata pelajaran tertentu, dan informasi ini
juga berperan sebagai alat komunikasi mengenai kebutuhan serta
keberhasilan yang telah dicapai oleh sekolah kepada orang tua
maupun kepada komunitas sekolah pada umumnya.
3. Meningkatkan kualitas pengajaran melalui reformasi jenjang karir
guru
Tenaga pengajar merupakan media utama dimana melalui mereka
murid-murid belajar dan alokasi dana untuk gaji guru memakan
sebagian besar anggaran publik. Para tenaga pengajar di Indonesia
sepakat mengenai perlunya kebutuhan untuk mereformasi profesi
guru. Reformasi ini dapat ditempuh melalui :
a. Memperkenalkan sistem akreditasi yang transparan. Sistem
akreditasi ini harus mencakup program pelatihan sebelum
mengajar selama dua tahun ke depan. Seluruh proses akreditasi
18
tersebut diselesaikan dalam waktu 4 tahun ke depan. Berbagai
program pelatihan tersebut juga diharuskan untuk mendapatkan
akreditasi ulang setiap lima tahun sekali. Kemudian
publikasikan secara lebih luas hasil dari proses akreditasi
tersebut, termasuk hasil dari akreditasi ulang. Untuk mendukung
sistem akreditasi ini, pihak pemerintahan daerah serta pihak
sekolah diharapakan agar mempekerjakan tenaga pengajar yang
hanya berasal dari program yang telah terakreditasi.
b. Tempatkan dan promosikan guru berdasarkan kualitas.
Mengentikan praktek pembelian posisi guru dan gantikan
dengan menciptakan suatu ujian praktek dan proses sertifikasi
untuk para guru di tingkat nasional, kemudian kemukakan
secara terbuka proses pendaftaran serta seleksinya. Publikasikan
hasil ujian praktek guru tersebut kepada media massa. Para guru
juga dituntut untuk selalu memperbarui sertifikat mereka secara
periodik dalam rangka promosi jabatan.
c. Memulai program pengembangan untuk seluruh jenjang karir
bagi guru dan kepala sekolah. Program tersebut harus meliputi
persiapan pra-mengajar, kemudian penempatan mengajar dan
terakhir pengembangan profesi yang berkelanjutan.
d. Meningkatkan kesejateraan guru Pemerintah harus
memperhatikan kesejahteraan guru, kita bias melihat banyak
guru yang berpenghasilan rendah namun tidak sebanding
dengan pengorbanan yang dilakukan dalam proses belajar
mengajar.
4. Restrukturisasi peran departemen pendidikan
Sebagai bagian dari pergantian pemerintahan, departemen
pendidikan dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan
transformasi di masa yang akan datang. Tugas utama kementrian
pendidikan di era desentralisasi bukan lagi memberikan pelayanan
pendidikan secara langsung. Tugas kementrian harus meliputi
pembuatan kebijakan, mengatur standar pendidikan, mengukur
19
performa, pemberdayaan unitunit pendidikan yang telah
didesentralisasi untuk mencapai standar kualitas, merangsang
inovasi serta memperluas pembelajaran melalui eksperimen, dan
memberikan perhatian besar pada ketimpangan pendidikan diantara
daerah yang kaya dengan miskin serta fokus pada ketidakmampuan
daerah miskin untuk menyediakan pendidikan dengan kualitas yang
mencukupi. Lembaga yang sentralistis serta birokrasi yang besar
sudah tidak dibutuhkan lagi untuk menyelesaikan tantangan yang
dihadapi oleh Indonesia saat ini. Pada kenyataannya, hal itu malah
akan menghambat pembangunan. Penetapan sistem pendidikan
yang baku serta tidak harus berubah pada setiap pergantian menteri
harus bisa menjadi target pemerintah. Hal ini bisa memberikan
kepastian bagi setiap pengajar dan sekolah.
20
8) 90 % dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu
pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan”
dalam mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung
untuk kelas III dan mata pelajaran bahasa, matematika, IPA
dan IPS untuk kelas V.
9) 95 % dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP)/Madrasah Tsana-wiyah (MTs).
21
2. Pasal 4
a. SPM Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah
Aliyah (MA) terdiri atas :
1) 60 % anak dalam kelompok usia 16-18 tahun bersekolah di
SMA/MA dan SMK;
2) Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 % dari jumlah
siswa yang ber-sekolah.
3) 90 % sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang ditetap-kan secara nasional.
4) 80 % sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar
lainnya.
5) 90 % dari jumlah guru SMA/MA yang diperlukan terpenuhi.
6) 90 % guru SMA/MA memiliki kualifikasi sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
7) 100 % siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap
mata pelajaran.
8) Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara 30 – 40 siswa.
9) 90 % dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu standar
nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran
bahasa Inggris, Geografi, Matematika Dasar untuk kelas I dan
II.
10) 25 % dari lulusan SMA/ MA melanjutkan ke perguruan tinggi
yang ter-akreditasi.
b. SPM Pendidikan SMK terdiri atas :
1) Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 % dari jumlah
siswa yang ber-sekolah.
2) 90 % sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional.
3) 80 % sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar
lainnya.
22
4) 90 % dari jumlah guru SMK yang diperlukan ter-penuhi.
5) 90 % guru SMK memiliki kualifikasi sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
6) 100 % siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap
mata pelajaran.
7) Jumlah siswa SMK perkelas antara 30 – 40 siswa.
8) 20 % dari lulusan SMK melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang
terakreditasi.
9) 20 % dari lulusan SMK diterima di dunia kerja sesuai dengan
keahliannya.
3. Pasal 5 (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Non Formal)
a. SPM pendidikan keaksaraan terdiri atas :
1) Semua penduduk usia pro-duktif (15-44 tahun) bisa membaca
dan menulis.
2) Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia 15-44 tahun
tidak melebihi 7 %.
3) Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia di atas 44
tahun tidak melebihi 30 %.
4) Tersedianya data dasar keaksaraan yang diperbarui secara
terus menerus.
b. SPM kesetaraan Sekolah Dasar (SD) terdiri atas :
1) Sebanyak 85 % dari jumlah penduduk usia sekolah yang
belum bersekolah di SD/MI menjadi peserta didik Program
Paket A.
2) Peserta didik program paket A yang tidak aktif tidak melebihi
10 %.
3) Sebanyak 100 % peserta didik memiliki modul Program Paket
A.
4) Sejumlah 95 % peserta didik yang mengikuti ujian akhir
Program Paket A lulus ujian kesetaraan.
23
5) Sejumlah 95 % lulusan Program Paket A dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SMP, MTs, atau
Program Paket B).
6) Sejumlah 90 % peserta didik yang mengikuti uji sampel mutu
pendidikan men-dapat nilai memuaskan.
7) Sejumlah 100 % dari tutor Program Paket A yang diperlukan
terpenuhi.
8) Sebanyak 90 % tutor Program Paket A memiliki kualifikasi
sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara
nasional.
9) Sejumlah 90 % pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki
sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis
pembelajaran.
10) Sebanyak 100 % peserta didik memiliki sarana belajar.
11) Tersedianya data dasar kesetaraan sekolah dasar yang
diperbarui secara terus menerus.
c. SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri atas :
1) Sebanyak 90 % dari jumlah penduduk usia sekolah yang
belum bersekolah di SMP/MTs menjadi peserta didik Program
Paket B.
2) Peserta didik Program Paket B yang tidak aktif tidak melebihi
10 %.
3) Sebanyak 100 % peserta didik memiliki modul Program Paket
B.
4) Sejumlah 80 % peserta didik yang mengikuti ujian akhir
Program Paket B lulus ujian kesetaraan.
5) Sejumlah 50 % lulusan Program Paket B dapat memasuki
dunia kerja.
6) Sejumlah 50 % lulusan Program Paket B dapat melanjutkan ke
jenjang pen-didikan yang lebih tinggi (SMA, SMK, MA, atau
Program Paket C).
24
7) Sejumlah 90 % peserta didik Program Paket B yang mengikuti
uji sampel mutu pendidikan mendapat nilai memuaskan.
8) Sejumlah 100 % tutor Program Paket B yang diperlukan
terpenuhi.
9) Sebanyak 90 % tutor Program Paket B memiliki kualifikasi
sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara
nasional.
10) Sejumlah 90 % pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki
sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis
pembelajaran.
11) Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yang di-perbarui secara terus menerus.
d. SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Atas (SMA) terdiri atas:
1) Sebanyak 70 % dari jumlah penduduk usia sekolah yang
belum bersekolah di SMA/MA, SMK menjadi peserta didik
Program Paket C.
2) Peserta didik Program Paket C yang tidak aktif tidak melebihi
5 %.
3) Sebanyak 60 % peserta didik memiliki modul Program Paket
C.
4) Sejumlah 80 % peserta didik yang mengikuti ujian akhir
Program Paket C lulus ujian kesetaraan.
5) Sejumlah 60 % lulusan Program Paket C dapat memasuki
dunia kerja.
6) Sejumlah 10 % lulusan Program Paket C dapat melanjutkan ke
jenjang pendidik- an yang lebih tinggi.
7) Sejumlah 90 % peserta didik Program Paket C yang mengikuti
uji sampel mutu pendidikan mendapat nilai memuaskan.
8) Sejumlah 100 % tutor Program Paket C yang diperlukan
terpenuhi.
25
9) Sebanyak 90 % tutor Program Paket C memiliki kualifikasi
sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara
nasional.
10) Sejumlah 90 % pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki
sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis
pembelajaran.
11) Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah Atas
(SMA) yang diperbarui secara terus menerus.
e. SPM Pendidikan Keterampilan dan Bermata pencaharian terdiri
atas:
1) Sebanyak 25 % anggota masyarakat putus sekolah,
pengangguran, dan dari keluarga pra sejahtera menjadi peserta
didik dalam kursus-kursus/pelatihan/kelompok be lajar
usaha/magang.
2) Sebanyak 100 % lembaga kursus memiliki ijin operasional dari
pemerintah atau pemerintah daerah.
3) 25 % lembaga kursus dan lembaga pelatihan terakreditasi.
4) Sebanyak 100 % kursus/ pelatihan/kelompok belajar
usaha/magang dibina secara terus menerus.
5) Sejumlah 90 % lulusan kursus, pelatihan, magang, kelompok
belajar usaha dapat memasuki dunia kerja.
6) Sejumlah 100 % tenaga pendidik, instruktur, atau penguji
praktek kursus-kursus/ pelatihan/kelompok belajar
usaha/magang yang diperlukan terpenuhi.
7) Sebanyak 90 % tenaga pendidik, instruktur, atau penguji
praktek kursus/ pelatihan/kelompok belajar usaha/magang
memiliki kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang
di-persyaratkan.
8) Sejumlah 75 % peserta ujian kursus-kursus memperoleh ijazah
atau sertifikat.
26
9) Sejumlah 90 % kursus-kursus/pelatihan/kelompok belajar 24
usaha/magang memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang ditetapkan.
10) Tersedianya data dasar kursus – kursus/pelatihan/kelompok
belajar usaha/magang yang diperbarui secara terus menerus.
f. SPM Pendidikan Taman Kanak-kanak terdiri atas :
1) 20 % jumlah anak usia 4-6 tahun mengikuti program TK/RA.
2) 90 % guru layak mendidik TK/RA dengan kualifikasi se-suai
dengan standar kom-petensi yang ditetapkan secara nasional.
3) 90 % TK/RA memiliki sarana dan prasarana belajar/ bermain.
4) 60 % TK/RA menerapkan manajemen berbasis sekolah sesuai
dengan manual yang ditetapkan oleh Menteri.
g. SPM Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain
atau yang sederajat terdiri atas :
1) 65 % anak dalam kelompok 0–4 tahun meng-ikuti kegiatan
Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain atau yang
sederajat.
2) 50 % jumlah anak usia 4-6 tahun yang belum ter-layani pada
program PAUD jalur formal mengikuti program PAUD jalur
non formal.
3) 50 % guru PAUD jalur non formal telah mengikuti pelatihan di
bidang PAUD.
4. Pasal 6 (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Kepemudaan)
a. SPM Pendidikan Kepemudaan terdiri atas :
1) Tersedianya 5 program ke- pemudaan oleh lembaga
kepemudaan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan
pemuda di bidang kewirausahaan, kepemim-pinan, wawasan
kebangsaan, kebudayaan dan, pendidikan.
2) Partisipasi pemuda dalam kegiatan pembangunan,
pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan,
social ekonomi, dan kemasyarakatan meningkat 5 % setiap
tahun.
27
3) Angka pengangguran pemuda menurun 5 % setiap tahun.
5. Pasal 7 (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Kegiatan Pendidikan
Olah Raga)
a. SPM Olahraga Pendidikan, Masyarakat dan Prestasi terdiri atas:
1) 65 % jumlah siswa yang mengikuti kegiatan cabang olahraga
yang beragam di luar mata pelajaran olahraga di sekolah.
2) 100 % terbukanya kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi
dan berkreasi dalam pendidikan jasmani yang tertuang dalam
kurikulum.
3) 70 % siswa yang memiliki tingkat kebugaran yang baik.
4) 15 Klub Olahraga Pelajar yang dibina di wilayah kabupaten/kota.
5) 10 siswa per satuan pendidikan yang terpilih mengikuti POPDA
(Pekan Olahraga Pelajar Daerah) tingkat provinsi.
6) Satu lapangan terbuka dapat digunakan 5 sekolah.
7) 1 orang guru pendidikan jasmani mengajar 9 rombongan belajar.
8) 75 % peralatan olahraga telah sesuai dengan cabang olahraga.
9) Berfungsinya BAPOPSI (Badan Pembina Olahraga Pelajar
Seluruh Indonesia) di Kabupaten/Kota.
10) 7 cabang olahraga yang di kompetisikan secara teratur minimal
setiap dua tahun sekali. k. 80 % berfungsinya Komite Olahraga
Nasional Daerah (KONIDA) tingkat Kabupaten/ Kota.
28
muncul dalam upaya pelaksanaan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah, yaitu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom pada Penjelasan Pasal 3 ayat (2). Secara lebih tegas
kebijakan SPM mulai efektif diberlakukan berdasarkan Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA/2002 yang ditujukan
kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia mengenai
Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Pertimbangan yang dikemukakan dalam pemberlakuan SPM antara lain
adalah:
29
Hal ini seperti disinggung dalam SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002
yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa “Untuk itu Pemerintah,
dalam hal ini Departemen/LPND telah menerbitkan Pedoman Standar
Pelayanan Minimal (PSPM).
30
b. Kedua, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005, SPM hanya
untuk Urusan Wajib Pemerintah yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) dan urusan pilihan tidak
menggunakan SPM tetapi standar kinerja, sedangkan pada kebijakan
SPM berdasarkan SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002, SPM
ditujukan untuk Kewenangan Wajib dan tidak dikenal istilah
Kewenangan Pilihan (kewenangan = urusan pemerintahan) ;
c. Ketiga, dalam ketentuan SPM yang baru (2005) hanya dikenal SPM
Nasional yang disusun oleh Departemen Teknis/LPND dan tidak
dikenal tingkatan SPM seperti: SPM Nasional yang disusun
Departemen Teknis/LPND, SPM Provinsi yang disusun oleh
Pemerintah Provinsi dan SPM Kabupaten/Kota yang disusun oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota seperti pada kebijakan sebelumnya;
d. Keempat, dalam ketentuan SPM yang sebelumnya Daerah mendapat
tugas untuk menyusun SPM sesuai dengan kondisi riil, potensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Pada kebijakan yang baru, Daerah hanya
memiliki tugas untuk menerapkan SPM dengan menyusun rencana
pencapaian SPM berdasarkan SPM yang disusun oleh departemen
teknis/LPND yang telah mendapatkan rekomendasi dari DPOD (Dewan
Pertimbangan otonomi Daerah) dan telah dikonsultasikan dengan Tim
Konsultasi SPM;
e. Kelima, dalam ketentuan SPM tahun 2005, kegiatan pembinaan dan
pengawasan yang berupa kegiatan monitoring dan evaluasi
dilaksanakan secara berjenjang, yaitu: Pemerintah (Menteri/Pimpinan
LPND) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan SPM
oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Propinsi melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap penerapan SPM oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota sedangkan pada kebijakan SPM sebelumnya kegiatan
monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil
pemerintah di Daerah terhadap pelaksanaan SPM oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
31
Hal yang perlu dicatat dalam Kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005
adalah sebagai berikut: Pertama, semua peraturan perundangundangan yang
berkaitan dengan SPM dan tidak sesuai lagi dengan PP No. 65/2005 wajib
diadakan penyesuaian paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak
ditetapkannya PP ini yaitu tanggal 28 Desember 2007; Kedua,
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen menyusun SPM
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan paling lambat
dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak PP ini berlaku yaitu tanggal 28 Desember
2008.
Pertama, Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM mengacu pada
kriteria:
1) Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM merupakan bagian
dari pelaksanaan urusan wajib daerah;
2) Pelayanan dasar yang di-SPM-kan merupakan pelayanan yang sangat
mendasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal sehingga
dijamin ketersediaannya oleh konstitusi, rencana jangka panjang nasional,
dan konvensi internasional yang sudah diratifikasi, tanpa memandang
latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga;
3) Penyelenggaraan pelayanan dasar tersebut didukung dengan data dan
informasi terbaru yang Iengkap secara nasional serta latar belakang
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
32
pelayanan dasar dengan berbagai implikasinya, termasuk implikasi
kelembagaan dan pembiayaannya;
4) Pelayanan dasar yang di-SPM-kan terutama yang tidak menghasilkan
keuntungan materi.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang
kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan yang bebas dari
polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan
dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan
kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong
menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
3.2 Saran
Disadari oleh penulis bahwa makalah yang telah disusun oleh penulis yang
berjudul “Standar Informasi Kesehatan” masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
34
karena itu, penulis mengharapkan saran terhadap makalah yang bersifat
membangun agar makalah yang dibuat dapat menjadi lebih baik dan
bermanfaat bagi orang lain dan khususnya tim penulis.
35
DAFTAR PUSTAKA
36