Anda di halaman 1dari 9

Nama : Avelina Ova Namus

NIM : 2019005004

UAS : FILSAFAT SAINS

1. Karena filsafat merupakan Filsafat bisa di jelaskan sebagai suatu kebijaksanaan hidup,
filsafat adalah ilmu yang menggunakan logika, metode, dan sistem untuk mengkaji
permasalahan umum dan awal /mendasar mengenai berbagai persoalan, seperti halnya
pengetahuan, eksistensi, akal, pikiran, dan bahasa. Istilah Filsafat secara etimologi
berasal dari bahasa yunani yaitu philosophia dan philoshophos. Philo artinya cinta, dan
shopia atau shopos artinya kebijaksanaan, pengetahuan dan Hikmah, jadi
filsafat merupakan sejumlah gagasan yang penuh dengan kebijaksanaan, pengetahuan,
dan perkataan.
Cara berpikir filsafat
1. Berpikir Rasional, Sebagaimana diketahui, berfilsafat adalah berpikir.
Meskipun demikian, tidak semua kegiatan berpikir dan hasil berpikir
dimaksud dapat dikategorikan sebagai berfilsafat. Ciri pemikiran filsafat
pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif, khayalan,
atau imajinasi belakah. Ciri pemikiran rasional menunjukkan bahwa baik
kegiatan berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat
diterima secara akal sehat, bukan sekedar mengikuti sebuah common sense
(pikiran umum). Ciri pemikiran filsafat yang rasional itu membuat filsafat
disebut sebagai pemikiran kritis atau “ilmu kritis”.
2. Berpikir Radikal (radix = akar). Artinya, ciri berpikir filsafat yang ingin
menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-akarnya, untuk
menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke
permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil
berpikir yang mendasar dan mendalam, serta sebuah pertanggunganjawaban
yang memadai di dalam membangun pemikiran filsafat dan pikiran
keilmuan itu sendiri. Ciri pemikiran dimaksud, mengisyaratkan bahwa
orang tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan pemikiran sebelum
menemukan hakikat kebenarannya secara fundamental, dan dengan
demikian, ia tidak muda terjebak ke dalam pemikiran yang sesat dan keliru
atau kejahatan. Berpikir radikal menunjukkan bahwa filsafat sebagai sebuah
proses dan hasil pemikiran, selalu berusaha melatakkan dasar dan strategi
bagi pemikiran itu sendiri sehingga bertahan menghadapi ujian kritis atau
tantangan (ujian) zaman dengan berbagai arus pemikiran baru apa pun.
3. . Berpikir Sistematis dan analitis. Artinya, ciri berpikir filsafat selalu
berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir yang
benar). Pemikiran filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide,
penalaran, dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru,
pemikiran filsafat selalu berusaha mengklasifikasi atau
menggolonggolongkan, mensintesa (mengkompilasi) atau
mengakumulasikan, serta menunjukkan makna terdalam dari pikiran,
merangkai dan menyusunnya dengan kata (pengertian), kalimat
(keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran
yang tepat dan benar. Pemikiran filsafat selalu bergerak selangkah demi
selangkah, dengan penuh kesadaran (pengujian diri), berusaha untuk
mendudukan kejelasan isi dan makna secara terstruktur dengan penuh
kematangan dalam urutan prosedur atau langkah berpikir yang tertib,
tertanggung jawab, dan saling berhubungan secara teratur.
4. Berpikir Universal. Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-
gagasan pemikiran yang bersifat universal, yang dapat berlaku di semua
tempat. Pemikiran filsafat tidak pernah akan berhenti dalam sebuah
kenyataan yang terbatas, ia akan menerobos mencari dan menemukan
gagasan-gagasan yang bersifat global dan menjadi rujukan pemikiran
umum. Pikiran-pikiran yang bersifat partikular dan kontekstual (bagian-
bagian yang terpisah menurut konteks ruang dan waktu) diangkat dan
ditempatkan (disintesakan) dalam sebuah bagian yang utuh dan universal,
sebagai sebuah kenyataan eksistensisal yang khas manusiawi.
5. Komprehensif dan holistik. Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat
menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah lebih jelas dan lebih
bermakna daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara utuh,
tidak terlepas-lepas dalam kapsul egoisme (kebenaran) sekoral yang sempit.
Cara berpikir filsafat yang demikian perlu dikembangkan mengingat hakikat
pemikiran itu sendiri adalah dalam rangka manusia dan kemanusiaan yang
luas dan kaya (beraneka ragam) dengan tuntutan atau klaim kebenarannya
masing-masing, yang menggambarkan sebuah eksistensi yang utuh.
Baginya, pikiran adalah bagian dari fenomena manusia sebab hanya
manusia lah yang dapat berpikir, dan dengan demikian ia dapat diminta
pertanggungjawaban terhadap pikiran maupun perbuatan-perbuatan yang
diakibatkan oleh pikiran itu sendiri. Pikiran merupakan kesatuan yang utuh
dengan aneka kenyataan kemanusiaan (alam fisik dan roh) yang kompleks
serta beranekaragam. Pikiran, sesungguhnya tidak dapat berpikir dari dalam
pikiran itu sendiri, sebab bukan pikiran itulah yang berpikir, tetapi justru
manusia lah yang berpikir dengan pikirannya. Jadi, tanpa manusia maka
pikiran tidak memiliki arti apa pun. Manusia, karenanya, bukan hanya
berpikir dengan akal atau rasio yang sempit, tetapi juga dengan ketajaman
batin, moral, dan keyakinan sebagai kesatuan yang utuh.

2. Kata sains berasal dari bahasa latin ” scientia ” yang berarti pengetahuan, memandang
dan mengamati keberadaan (eksistensi) alam ini sebagai suatu objek. Berdasarkan
Webster New Collegiate Dictionary definisi dari sains adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi
suatu kebenaran umum dari hukum -hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan
dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains merupakan ilmu yang tidak pernah lepas dari
kehidupan manusia sehari-hari. Fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita
merupakan salah satu dari bagian pengetahuan sains yang terkadang kita sebagai
manusia belum mengenal dan mengetahuai lebih luas tentang fenomena alam tersebut.

Hakikat sains dari segi

➢ Ontologi adalah salah satu bagian penting dalam filsafat yang


membahas atau mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada
baik abstrak maupun riil. Ontologi di sini membahas semua yang ada
secara universal, berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan
meliputi semua realitas dalam segala bentuknya.

➢ Epistemologi, Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama.


Yang dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang
mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan hampir
bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan sain dan
pengetahuan mistik.

➢ Aksiologi adalah cara untuk menerapkan pengetahuan yang didapat.


Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-
nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar
normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Aksiologi
adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat, dan
manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu
pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkanya
dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang baik
pula.

3. Perkembangan filsafat pada


❖ Zaman Yunani Kuno

Kelahiran pemikiran filsafat diawali pada abad ke-6 SM yang


ditandai oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini
menjadi pembenaran setiap gejala alam. Filsafat Yunani yang telah berhasil
mematahkan berbagai mitos tentang kejadian dan asal usul alam semesta,
dan itu berarti dimulainya tahap rasionalisasi pemikiran manusia tentang
alam semesta. Cara berpikir ini berlangsung sampai abad ke-6 SM.
Sedangkan sejak abad ke-6 SM orang mulai mencari jawaban rasional
tentang asal usul dan kejadian alam semesta. Periode Yunani Kuno ini
lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian karena pada
periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, di mana arah
dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati di sekitarnya. Mereka
membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati
(berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan mitos belaka. Mereka
mencari asas yang pertama dari alam semesta yang sifatnya mutlak, yang
berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah. Filosof yang
mengembangkan filasfat pada zaman Yunani yang begitu ramai
dipersoalkan sepanjang sejarah yaitu Socrates. Setelah itu, Plato
meneruskan keaktifan Socrates dengan mengarang dialog-dialog seperti
gurunya. Plato berpendapat bahwa berfilsafat artinya mencari kebijaksanaan
atau kebenaran, dan oleh karena itu dapat dimengerti bahwa mencari
kebenaran itu dilakukan secara bersama-sama dalam suatu
dialog. Pemikiran filsafat Yunani Kuno mencapai puncaknya pada masa
Aristoteles (384 SM-322 SM). Ia mengatakan bahwa tugas utama ilmu
pengetahuan ialah mencari penyebab objek yang diselidiki. Kekurangan
utama para filosof sebelumnya adalah mereka tidak memeriksa semua
penyebabnya.

❖ Zaman Pertengahan (6 M- 16 M)
Pada masa pertengahan ini, terdapat periode yang membuat
perkembangan filsafat tidak berlanjut, yaitu pada masa skolastik Kristen.Hal
ini dikarenakan pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir,
sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena
semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan.
Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan
para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum
berat samapai pada hukuman mati.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi
dua periode yaitu: periode Scholastik Islam dan periode Scholastik Kristen.
Pada periode Scholastik Islam, para filosof Islamlah yang pertama
mengenalkan filsafatnya Aristoteles. Diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia
mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat
Aristoteles. Para ahli pikir Islam yang lain (Scholastik Islam) yaitu Al-
Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain-lain. Mereka itulah yang
memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof Eropa yang menganggap
bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam
kenyataannya bangsa Eropa tidak mengakui atas peranan ahli pikir Islam
yang mengantarkam kemoderenan bangsa Barat. Pada masa ini Scholastik
Kristen, kekuasaan agama masih begitu berpengaruh terhadap
perkembangan kehidupan filasafat, khususnya di kawasan Eropa. Adanya
tren perbudakan membuat para pemikir ahli terbatas hanya dari kaum
agamis yang berada di gereja saja, karena mereka yang diluar gereja terlalu
disibukkan dengan urusan melayani orang lain, daripada memikirkan hal-
hal yang tidak mengenyangkan seperti filsafat. Pada masa inilah
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan sangat buruk.Karena pihak
gereja membatasi dan melarang para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu
pengetahuan dan filsafat tidak berkembang.

❖ Zaman Renaisans (14 M-16 M)


Renaisans adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian dalam
bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Zaman renaisans terkenal dengan era kelahiran
kembali kebebasan manusia dalam berpikir. Pada zaman ini, manusia mulai
berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari
otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membatasi manusia dalam
mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan. Proses
melahirkan kembali ini terjadi pada abad ke-15 dan 16. Dan, yang
melahirkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi kuno ini adalah
orang-orang yang biasa disebut kaum humanis. Renainssans dianggap
sebagai masa peralihan dari Abad Pertengahan ke zaman Modern. Dengan
demikian, ia memiliki unsur-unsur abad pertengahan dan modern, unsur-
unsur keagamaan dan profance, otoriter dan individualistis. Tetapi ini semua
tak berarti pengingkaran bahwa Renaisans umumnya dianggap sebagai
suatu titik peralihan di dalam sejaeah kebudayaan barat.

❖ Zaman Modern (17 M- 20 M)

Setelah zaman renaisans yaitu zaman pencerahan atau zaman modern.


Zaman Pencerahan (Inggris: Enlightenment) berlangsung dari abad ke-17
hingga ke-20 M. Di zaman ini terdapat peristiwa penting, yaitu revolusi di
Inggris dan Perancis. Orang-orang yang hidup di zaman ini memiliki
keyakinan bahwa mereka mempunyai masa depan yang cerah dan
bercahaya berkat rasio mereka sendiri. Sebelumnya, orang lebih suka
berpaut pada otoritas lain di luar dirinya, seperti otoritas gereja, kitab suci,
para ahli, dan negara. Oleh karena itu, semboyan zaman pencerahan adalah
Sapere aude (beranilah berpikir sendiri). Dengan semboyan itu, manusia di
zaman pencerahan semakin bersemangat untuk menemukan hal-hal baru.
Mereka memanfaatkan akal mereka semaksimal mungkin untuk menggapai
perubahan, kemajuan, pertumbuhan, pembangunan, peradaban, reformasi,
bahkan revolusi.

4. Prosedur, cara, atau langkah-langkah sistematis merupakan ciri khas dari metode
ilmiah. Para ahli juga menyebut bahwa metodel ilmiah merupakan pengkajian dari
peraturan-peraturan yang terdapat di dalam metode. Dengan adanya metode ilmiah,
maka tidak semua pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu. Terdapat syarat-syarat
tertentu harus dipenuhi oleh sebuah pengetahuan agar bisa disebut sebagai ilmu.
Metode ilmiah tersusun dari dua kata, yaitu "metode" dan "ilmiah". Secara sederhana,
metode sering diartikan sebagai cara untuk melakukan sesuatu. Dalam penelitian,
metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang di tempuh dalam
suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Sementara itu menurut
KBII, ilmiah adalah segala sesuatu yang bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, atau
memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Jadi, metode ilmiah adalah cara atau
langkah yang mengandung sifat ilmu untuk melakukan sesuatu. Metode yang
digunakan adalah metode sains yang menggunakan langkah-langkah ilmiah dan
rasional untuk mengungkapkan suatu permasalahan.

Contoh :

Masalah:

Pengaruh kekasaran permukaan bidang terhadap gaya gesek

Rumusan Masalah:

Apakah kekasaran permukaan bidang berpengaruh terhadap gaya gesek?

Observasi:
Mengamati permukaan bidang dengan tingkat kekasaran yang berbeda-beda saat dilalui
oleh benda.

Hipotesis:
Semakin kasar bidang sentuh suatu benda, semakin besar pula gaya geseknya

Eksperimen:

• Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh kekasaran permukaan bidang terhadap


gaya gesek
• Alat dan Bahan: 1 buah balok dan 3 buah papan yang dengan permukaan yang
berbeda-beda (halus, agak kasar, dan kasar)
• Cara kerja: Ketiga papan diletakkan dengan posisi membentuk bidang miring,
luncurkan balok pada masing-masing papan secara bergantian, amati
bagaimana kecepatan luncur balok, bandingkan ketiganya.

Hasil Pengamatan:

• Balok yang diluncurkan pada papan halus meluncur cepat sampai ke dasar
• Balok yang diluncurkan pada papan agak kasar meluncur pelan sebelum sampai
ke dasar.
• Balok yang diluncurkan pada papan kasar meluncur sangat pelan kemudian
berhenti, tidak sampai ke dasar

Pembahasan:

Pada papan dengan permukaan halus, gaya gesek sangat kecil sehingga balok
dengan mudah meluncur sampai ke dasar. Sedangkan, pada papan agak kasar, gaya
gesek sedikit lebih besar, dibuktikan oleh balok yang meluncur agak pelan sebelum
sampai ke dasar. Gaya gesek paling besar terdapat pada papan permukaan kasar,
dibuktikan dengan balok yang meluncur sangat pelan, kemudian berhenti dan gagal
sampai ke dasar.

Kesimpulan
Terdapat pengaruh antara kekasaran permukaan bidang dengan gaya gesek,
yaitu permukaan bidang yang kasar membuat gaya gesek semakin besar.

5. Perbandingan aliran rasionalisme, empirisme, realisme dan idealisme


a. Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
b. Empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh
melalui pengalaman dengan cara observasi/penginderaan. Pengalaman
merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan, ia merupakan
sumber dari pengetahuan manusia.
c. Realisme aliran filsafat yang luas yang meliputi materialisme disatu sisi
dan sikap yang lebih dekat kepada idealisme objektif di pihak
lain. Realisme adalah pandangan bahwa objek-objek indera adalah riil
dan berada sendiri tanpa bersandar kepada pengetahuan lain atau
kesadaran akal.
d. Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia
fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa dan ruh. Istilah
idealisme diambil dari kata idea, yakni seseuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung kepada
spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argumen
epistemologi yang digunakan oleh idealisme.

Anda mungkin juga menyukai