Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY.Z DENGAN DIAGNOSA


MEDIS FRAKTUR

OLEH

DEAN YULIANTINA

M. NURHADI

RIJAL HAMBALI

PELATIHAN SCRUB NERS RUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH


JAKARTATAHUN 2020
2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak
perubahan letak fragmen tulang (Kumar,1997). Menurut Lane (1995), fraktur atau
patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplit maupun inkomplit
yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau
tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen. Gejala klinis yang terjadi pada
fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan gerak yang abnormal, krepitasi,
kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald, 2000).
Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma atau rudipaksa dan penyakit. Fraktur
karena trauma ini dikenal sebagai fraktur traumatika. Sedangkan fraktur karena
penyakit ini bisa disebabkan oleh penyakit yang berada di dalam tulang (penyakit
tulang) baik bersifat lokal maupun umum, dapat juga disebabkan oleh penyakit yang
berada di luar tulang (Piermattei, 2000).
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R”, yaitu rekognisi, reduksi/reposisi,
retensi/fiksasi, dan rehabilitasi. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan
berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur
karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. Reduksi atau
reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin
dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal. Retensi atau
fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen
fraktur tersebut selama penyembuhan. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud
agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal.
Menurut Kumar (1997), prinsip dasar penanganan fraktur adalah aposisi dan
imobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbangan-pertimbangan
awal saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa penderita yang
kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar dan kejadian
shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan yang mengalami
kerusakan. Kriteria penyembuhan fraktur dibagi menjadi 2 yaitu 1) Klinis, meliputi
1
tidak ada pergerakan antar fragmen, tidak ada rasa sakit, ada konduksi yaitu ada
kontinuitas tulang; 2) Radiologi, meliputi terbentuknya kalus, trabekula tampak sudah
menyeberangi garis patahan (Archibald, 2000).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus perioperatif open reduction interna fixation (ORIF) atas
indikasi fraktur Di Ruang operasi RSIJ Cempaka Putih.

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi fraktur
b. Menjelaskan pengertian fraktur
c. Menjelaskan klasifikasi fraktur
d. Menjelaskan etiologi fraktur
e. Menjelaskan gejala klinis fraktur
f. Menjelaskan drajat fraktur
g. Menjelaskan patofisiologi fraktur
h. Menjelaskan pemeriksaan penunjang fraktur
i. Menjelaskan penatalaksanaan fraktur
j. Menjelaskan pencegahan fraktur
k. Melakukan asuhan keperawatan perioperatif fraktur

C. Manfaat
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama
masa mengikuti pelatihan Scrub Nurse dan sebagai tambahan pengalaman untuk
meningkatkan pengetahuan tentang askep perioperatif dengan operasi ORIF

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang
putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi
pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
1) Fraktur Radius-Ulna

Fraktur radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang

radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah, baik

trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Helmi, 2013).

Menurut Hoppenfeld (2011) fraktur kedua tulang bawah merupakan

cedera yang tidak stabil. Fraktur nondislokasi jarang terjadi. Stabilitas

fraktur yang bergantung pada jumlah energi yang diserap selama

cedera dan gaya otot-otot besar yang cenderung menggeser fragmen.

2) Anatomi Antebrachii

a. Tulang ulna

Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada

lengan bawah, terletak medial dan merupakan tulang yang lebih

panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang medial

antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon,

struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari


3
atas ke bawah.

Gambar 2.1 Anatomi os Ulna


(Putz & Pabst, 2007)

b. Tulang Radius

Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih

pendek dari dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya

meliputi caput pendek, collum, dan tuberositas yang menghadap

ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna, secara bertahap

membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat

ketika dipoton melintang. Processus styloideus radii lebih besar

daripada processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke

distal. Hubungan tersebut memiliki kepentingan klinis ketika ulna

4
dan/atau radius mengalami fraktur (Hartanto, 2013).

Gambar 2.2 Anatomi os Radius


(Putz & Pabst, 2007)

2. Etiologi

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan


suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio,
5
Jackson dan Keogh, 2014).

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat


dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga


tulang patah secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor


mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

3. Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,


pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

a. Deformitas

6
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.

b. Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

d. Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi


gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

g. Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
7
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur


vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau


tersembunyi dapat menyebabkan syok.
4. Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan


fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti
tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping- keping. Saat terjadi
fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot
yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser
tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah
tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor
penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa
segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum
dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering
terjadi cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak
atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma
terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan
8
tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan
yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan
fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan
tahap penyembuhan tulang.

9
10
5. Klasifikasi fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur


terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal

b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang

c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada


jaringan lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan
derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:

a. Fraktur tertutup

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya
luka pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan
udara luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang
yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak
semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas

Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas
11
terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:


a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus


terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka
segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai
gips.
b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri


dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut


terhadap tulang.
d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur
jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang


menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan


sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi.

12
6. Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :

Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera ,


usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan
obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan
NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf

Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien
untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya
keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen

Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi


oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar
jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon
terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen
yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif
pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan
ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih
besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme
anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan
tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan
tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja,
13
tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga
ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman

Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma


kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh
jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen
setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas,
disfungsional, dan mengalami deformasi.

d. Sindroma emboli lemak

Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang
seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:

a. Kaku sendi atau artritis

Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat


terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen,
atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan semampunya
klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular

Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur di


proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi
lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular
dilakukan pembedahan secepatnya untuk perbaikan tulang setelah
terjadinya fraktur.
c. Malunion

Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang tidak
14
tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi.
Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang
sakit dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan
digunakan sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat

Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak


benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen
fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
e. Non-union

Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah


cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi.
Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan
yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa

Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur. Kehilangan


tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko pasien
terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma nyeri regional kompleks

Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma disfungsi


dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan pembengkakan
tungkai yang sakit.
7. Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:

a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.

b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan


fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan


vaskuler.
15
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau
menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi
sebagai respon terhadap peradangan.
8. Penatalaksaan fraktur

Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi


semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang. Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur
iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa
reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat
adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal
ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di
dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi
dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti
dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa
reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut
dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa
eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010).

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :


a. Diagnosis dan penilaian fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk


mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang
sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis


16
tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau
kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi
terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat
tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat
tersambung kembali.

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan


mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan
plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas
yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.

Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan


latihan. Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi
menjadi tiga kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan
rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau
kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot
yang diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang
sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
17
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah
pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien
yang mengalami gangguan ekstremitas atas.

18
B. ORIEF

ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan


pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan
penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur
adalah teputusnya jaringan tulang-tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa.
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenal
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
Fraktur femur yaitu terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya, terjadi pada tulang femur.

19
C. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
• Definesi

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian


tubuh (Smeltzer and Bare, 2002). Keperawatan praoperatif merupakan tahapan
awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara
keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan
awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.
Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu
operasi (scribd, 2016).
 Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi
atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi ( Smeltzer and Bare, 2002 ).
Fase praoperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil
hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.

20
• Tipe pembedahan
Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
a. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
b. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
c. Reparatif : memperbaiki luka multiple
d. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
e. Paliatif : menghilangkan nyeri,
f. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau
struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat
urgensi dan luas atau tingkat resiko:
1.      Menurut tingkat urgensinya 
a.       Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya
diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak
dapat ditunda.
b.      Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
c.       Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau
bulan.
d.      Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak
dilakukan.
e.       Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi klien).
2.      Menurut luad dan tingkat resiko
a.       Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
b.      Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih
kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
• Persiapan Klien di Unit Perawatan

21
a. Persiapan fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu
persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai persiapan
fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut Brunner
& Suddarth (2002), antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masalalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamik, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,
dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalam stres fisik,
tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2)  Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mngukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan
pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat dirumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3)   Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan diantaranya adalah kadar
natrium serum (normal : 134-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal :

22
3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.
Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan eksresi
metabolit obat-obatan anstesi. Jika fungsi ginjal mengalami gangguan
seperti oliguri/anuria, infusiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, keculi pada kasus-kasus
yang mengancam jiwa.
4)   Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan
dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT
(naso gastric tube).
5)   Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan
pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada
lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati
jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali
pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa
lebih nyaman.
6) Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh
yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan

23
infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya
kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi
dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance  cairan.
8) Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
a) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan
latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat
segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien.
b) Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan
mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranestesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di
tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
c) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga

24
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan
yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien  yang tidak
berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus.
d) Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan
pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion  (ROM).
Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan
secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan
tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
b. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka
dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah
berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain
seperti ECG, dan lain-lain.
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara
lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti :
Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono
Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic
Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi,
CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.

25
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit,
protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan
chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan
darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi.
Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8
pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
5) Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaituInformed Consent. Baik
pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien
yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan
persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi).
6) Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung
jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan
persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada
pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun
keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam
prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani.
Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-

26
betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak
maka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan
operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga
.
7) Persiapan mental/emosional.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah
kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang
dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat
perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien
dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti
adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung/support system.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat.
Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan
mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum
operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang
menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi.

• Peran perawat pra-operatif


Lamanya waktu praoperatif akan menentukan lengkapnya data pengkajian,
misalnya: jika pasien datang ke tempat pembedahan pada hari yang sama, maka
waktu yang tersedia mungkintidak cukup untuk melakukan pemeriksaan fisik
yang komprehensif. Dalam kasus ini perawat lebih berfokus pada pengkajian
utama seluruh sistem tubuh untuk memastikan bahwa tidak ada masalah yang
terabaikan.
Walaupun dokter akan melakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh
sebelum menentukan jadwal pembedahan, tetapi pengkajian praoperatif sering
kali menunjukkan adanya ketidakabnormalan. Hal ini akan mengakibatkan
penundaan atau pembatalan jadwal pembedahan yang telah dibuat. Perawat harus

27
tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi pascaoperatif karena
biasanya hasil pemeriksaan memperlihatkan hasil yang normal-normal saja.

1. pengkajian praoperatif secara umum meliputi:

a. Pengkajian umum
b. Riwayat kesehatan
c. Pengkajian psikososialspiritual
d. Pemeriksaan fisik
e. Pengkajian diagnostik.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif di bagian rawat inap,
poliklinik, bagian bedah sehari (one day care ) atau di unit gawat darurat yang
kemudian dilanjutkan dikamar operasi oleh perawat perioperatif. Asuhan
keperawatan praoperatif yang terintegrasi di ruang rawat inap, poloklinik, bedah
sehari, atau unit gawat darurat akan tetap dilanjutkan oleh perawat perioperatif
dikamar operasi (Muttaqin, 2009).
• Jenis – jenis tindakan keperawatan preoperatif
 Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat
perioperatif antara lain mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi
resiko pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis dan
memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa pra pembedahan
(Taylor, 1997 ).
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai
peran perawat perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk
menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.

28
• Pengkajan pre operatif
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilkukan perawat untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . Pengkajian pada
pasien dapat dilakukan dengan teknik wawancara,pengukuran,dan pemeriksaan
fisik.tahap-tahapannya meliputi :
a) Anamnesa
1)  Identitas klien
Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, dll.
2) Keluhan utama : nyeri kepala.
3) Riwayat penyakit sekarang :demam,anoreksia dan malaise peningkatan
tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal
4) Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telingga
(otitis media mestoiditis) atau infeksi pari-paru (bronkiektasis,abses
paru,empiema) jantung (endokarditis) organ pelvis,gigi dan kulit.
b) Pemeriksaan fisik .
Keadaan umum :
Pola fungsional kesehatan.
1) Aktivitas / istirahat .
Gejala : Malaise .
Tanda : Ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan .
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi seperti endokarditis .
Tanda : Tekanan darah meningkat .
3) Eliminasi .
Gejala : -
Tanda : Adanya inkontininsia .
4) Nutrisi .
Gejala : kehilangan nafsu makan.
Tanda :Anoreksia,mual,munth,turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
5) Hygiene .
Gejala : -
Tanda : Ketergantungan semua kebutuhan,perawtan diri (pada masa akut).
6) Neurosensori .

29
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),
nistagmus, kejang umum lokal.
7) Nyeri / kenyamanan.
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
8) Pernapasan .
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.
• Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas inefektif b.d gangguan fungsi otot pernafasan
2. Perubahan perfusi jaringan otak b.d kerusakan sirkulasi vaskuler serebral
3. Nyeri b.d Peningkatan TIK
4. Kebutuhan nutrisi tidak adekuat b.d anoreksia
5. Perubahan persepsi sensori visual b.d Penurunan ketajaman penglihatan

30
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Hari / tanggal : Rabu / 26 february 2020


Tempat : Ruang pre- operatif
Jam : 09.10
Metode : Observasi dan wawancara
Sumber : Klien dan rekam medis

1. Identitas klien
a. Nama : Ny. Z
b. Tanggal lahir :23 -03- 1955
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Ibu rumh tangga
e. Status : Menikah
f. No. RM : 00523473
g. Tgl masuk : 26 Februar 2020
2. Penangung jawab
a. Nama : M.Nasisir Bakri
b. Umur : 66
c. Hubungan dg klien : Suami
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :

Klien masuk karna jatuh terpeleset dan tersungkur ke depan dan tubuhnya
menimpa tanggannya pada senin tlg 24 feb 2020 dan baru merasakit dan saat
ini pas mengeluh nyeri di area faktur, mengeluhnyeri dengan skla 6
b. Riwayat penyakit sekarang

Saat dilakukan pengkajian klien mengeluhnyeri di daerah frakur , nyeri bertambah

31
jika bergerak , nyeri seperti ditusuk tusuk, nyerri tdidk merambat , durasi nyeri
bervariasi mulai dari sekitar 3 hingga 5 menit lalu hilang. Skala nyeri saat ni
5. Saat ini klien terpang spalak di tangan kanan
c. Riwayat penyakit terdahulu

ps mengatakan dirinya pernah operasi tumor payudara 2 tahun lalu


d. Riwayat penyakit keluarga

Klien mengatakan bahwa ibunya memiliki riwayat hipertensi


4. Pengkajian pre operasi
a. TTV :

Td :122/66
Nadi : 84
Rr :18
Suhu : 36,7
Puasa : 01.00
5. Pengkajian Primer
a. Airway (Paten/ Tidak Paten/ Gurgling/ Stridor/ Snoring).
- Jalan nafas paten
b. Breathing (Spontan/dengan bantua nalat/ polanafas/frekuensinafas/
bunyi nafas/bunyinafas/irama nafas/tanda distress pernafasan/
pengembangan dada).
- Bernafas spontan, RR : 18 x/m, pola nafas normal, pengembangan dada
simetris, tidak menggunakan alat bantu pernapasan, bunyi nafas
vesikuler, irama nafas teratur
c. Circulation (akral/pucat/sianosis/pengisiankapiler/nadi/TD/
kelembaban kulit/ CRT/ turgor/ perdarahan eksternal).

Akral hangat, tidak pucat, pengisian kapiler <3 detik, nadi : 84x/menit, TD :
122/66 mmhg, kulit lembab, CRT 3 detik, turgor kulit elastis, tidak ada
perdarahan eksternal.
d. Disability (Tingkat kesadaran/GCS/pupil/ekstremitas/kekuatan otot)

Kesadaran compos mentis, GCS: 15, E4M6V5, pupil isokor 2/2, +/+,
ekstremitas kiri , kekuatan otot 4 = mampu menggerakan persendian
32
dengan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahanan sedang.
Ekstremitas kanan(frakture) tidak bisa bergerak bebas terpasang spalak.

e. Exposure (Lokasi trauma/ jejas/ ukuran luka)

Terpasang infuse ditangan kiri, tidak ada lokasi trauma fraktur tertutup, tidak ada
jejas, tidak ada luka dari luar.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1) Rambut

Rambut panjang, ikal , distribusi merata , warna sudah beruban

2) Mata

Tidak anemis, tidak ikterik, tidak midriasis, tidak memakai kaca mata, tidak
memakai contact lens, tidak ada gangguan penglihatan, simetris.

3) Hidung

Simetris, tidak ada perdarahan, tidak ada gangguan penciuman

4) Bibir

Bibir lembab, tidak ada sianosis, simetris

5) Gigi

Gigi lengkap, tidak ada lesi, tidak menggunakan gigi palsu

6) Telinga

Tidak ada perdarahan, tidak ada gangguan pendengaran

7) Leher

Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada kaku kuduk

8) Tangan

33
Tangan kanan fraktur close radius ulna dan dan radialis 1/3 medial dektra
terpasang spalak, infus ditngan kiri

b. Thoraks
1) Inspeksi

Bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan

2) Palpasi

Hangat, tidak ada nyeri tekan

3) Perkusi

Sonor di kedua lapang paru

4) Auskultasi

Suara nafas : vesikuler

Bunyi jantung : S1 S2

Irama jantung : Reguler

c. Abdomen
1) Inspeksi

Simetris, letak umbilicus normal, tidak ada asites

2) Palpasi

Hangat, tidak ada nyeri tekan di perut

3) Auskultasi

Bising usus 12x/m (N : 5 – 35 / menit)

4) Perkusi
34
Timpani

d. Genitalia

Tidak ada perdarahan, tidak terpasang kateter

e. Kaki

Tidak ada fraktur, tidak ada luka, tidak ada kelainan

f. Punggung

Tidak ada infeksi, tidak ada nyeri, tidak ada dekubitus tidak ada kiposis,
skledosis

g. Ginjal

Timpani , tidak ada nyeri pungung saat di perkusi

h. Neurosensori

Tingkat Kesadaran : Compos menntis

GCS : 15 E4M6V5

Kekuatan otot : 2222 4444

4444 4444

Tonus otot : ±2 normal

7. HASIL PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK


- FOTO RONTEN TANGAN

Kesan ; Fraktur 1/3 Radius Dan Ulna Medial Dektra

35
8. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

HEMATOLOGI

Hb 14,9 g/ g/dL 13.2 - 17.3

Leukosit 5.92 103µL 3.80 - 1060

Hematokrit 44 % 40 - 52

Trombosit 240 103µL 150 - 440

Eritorsit 4.85 106µL 4.40 – 5.90

36
9. OBAT-OBATAN

10. Sig in
a. Menerima klien
1) menggantikan baju
2) Membaringkan klien di tempat tidur dan memasang penutupkepala
3) Hari/tgl/bulan/tahun
4) Pukul
b. Konfirmasi /verivikasi
1) Nama : Ny.Z
2) Tanggal lahir : 23 -03- 1955
3) Nomor rm : 00523473
4) Nama operasi : Orif plat screw
5) Lokasi operasi : Fraktur 1/3 radius ulna
6) Informed consent : Ada
7) Nama operator : dr.zecky spot
8) Asisten operator : dr eko spot
9) Riwayat alergi : Tidak ada
10) Riwat asama : Tidak ada
11) Rencana pemasangan implan : ada, plate
12) Tingkat kesadaran : Composmetis
13) Status spikososial : Ekspere wajah cemas dan sesekali berdoa
14) Tanda tanda vital :
- Td :122/66 mmhg
- Nadi : 84 x/t
- Rr :18x/t
- Suhu : 36,7 C

c. Menyiapkan catatan permintaan obat dan alkes


1) Tanggal : Rabu 26 feb 2020
2) Nama : ny. z

37
3) No registasi/rm :
4) Ruang/kelas : arafah atas
5) Dr,bedah ; dr zecky
6) Jaminan : BPJS
7) Diagnosis/tindakan : closed faktur 1/3 medial tangan kanan
8) Alkes
i. Hand gloved : 6 ½ ( 1 buah)

: 7 (2 buah)
: 7 ½ (1 buah)
ii. Blade : no 20
iii. Kasa : 20
iv. Iodine 75ml : 1 botol
v. Vicryl 3/0 : 1 buah
vi. Monosyn 3/0 : 1 buah
vii. Safil 2/0 : 1 buah
viii. Surgipro 2/0 : 1 buah
ix. Aqua 1L : 1 botol
x. Hertamesh : 1 buah
xi. T-Schrub : 3 buah
xii. Wrapping paper : 1 buah
xiii. Surgi pen : 1 buah
d. Menyiapkan ruang operasi dan instrument
1) Jas Umum
2) Laken Umum
3) Set Orto Spain
4) Set Orto KH: I, II
5) ESU

Setelah pasien dipindahkan ke meja operasi perawat instrument mencuci


tangan bedah :

Mencuci Tangan Steril :


a) Buka sikat, spon, dan pembersih kuku dari tempatnya

38
b) Buka kran air dengan tangan / siku menggunakan lutut / Kaki, gulung
lengan baju 10 cm di atas siku
c) Basahi tangan dan lengan sampai dengan 5 cm di atas siku di bawah air
mengalir ambi pembersih kuku dan bersihkan kuku di awah air mengalir.
d) Ambil sikat, spon dan berikan cairan Clohexidin Gluconat 4%
e) Peras spon dan sikat sampai keluar busa
f) Lumuri dan meggosok seluruh permukaan tangan dan lengan kanan dari
ujung jari sampai 5cm di atas siku dengan Clohexidin Gluconat 4%
menggunakan telapak tangan kiri secara memutar
g) Lumuri dan meggosok seluruh permukaan tangan dan lengan kanan dari
ujung jari sampai 5cm di atas siku dengan Clohexidin Gluconat 4%
menggunakan telapak tangan kanan secara memutar
h) Menyikat ujung jari pada masing – masing tangan selama 60 detik kearah
keluar
i) Lalu pisahkan sikat dari spon, lalu buang sikatnya dan membilas dengan
air mengalir sampai bersih
j) Lumuri kembali tangan sampai ¾ lengan dengan menggunakan
Clohexidin Gluconat 4%
k) Gunakan spon untuk membersihkan tangan kanan dan kiri di mulai dari
menggosok telapak tangan 15 detik, punggung tangan 15 detik. Setiap jari
di gosok seolah mempunyai 4 sisi, masing – masing tangan 1 menit
l) Lalu buang spon kemudian dibilas dibawah air mengalir sampai bersih.
m) Ambil lagi cairan Clohexidin Gluconat 4% dengan siku lalu lumuri
tangan sampai pergelanga tangan
n) Selanjtnya Cuci Tangan Proedural
1. Gosok telapak tangan kana dan kiri dan sebaliknya
2. Gosok telapak tangan kanan diatas pungung tangan kiri dan
sebaliknya
3. Gosok telapak tangan kanan dengan tangan kiri dengan jari – jari
disilang
4. Pungung jari jari tangan berhadapan dengan telapak tangan jari
jari saling mengunci
5. Putar dan gosok ibu jari dengan tangan kiri dan sebaliknya
39
6. Putar dan gosok ujung jari dan ibu jari tangan ke depan dan
belakang pada permukaan telapak tangan kiri dan sebaliknya
o) Bilas dengan air mengalir sampai bersih
Memakai Jas Steril :
- Perawat sirkuler membuka set jas steril
- Waktu memasuki kamar operasi 2 tangan selalu lebih tinggi dari
siku
- Menjauh dari kemasan buka handuk seluruhnya, dan bentuk handuk
menjadi segitiga setelah itu keringkan kedua telapak dan punggung
tangan
- Angkat jas yang terlipat dari kemasan yang steril tanpa menyentuh
bungkus sarung tangan atau pembungkus yang steril
- Pegang tepi lipatan jas yang ada, buka jas didepan anda tetapi hanya
menyentuh bagian dalam jas
- Temukan lubang dengan lengan jas dan masukkan kedua lengan
kedalamnya, jangan biarkan tangan melewati manset jas ketika
melakukan teknik sarung tangan tertutup

Memakai Sarung Tangan Tertutup :


- Membuka bungkus sarung tangan yang akan digunakan sesuai
ukuran
- Gunakan tangan kiri, dan tangan kanan tetap dalam manset lengan
jas, telapak sarung tangan diletakkan terbalik dengan telapak kanan
sambil memegang
- Punggung manset dipegang dengan tangan kiri dan balikin lengan
jas dengan tangan kanan
- Ujung sarung tangan dan lengan jas dibawahnya dipegang dengan
tangan kiri, dengan menarik lengan jas ke atas sarung tangan tertarik
ke atas kedalam sarung
- Lakukan untuk sebaliknya

Kemudian perawat mulai menyiapkan instrument dimeja besar diantaranya :


1) Scaple handle :1
2) Yoderem/holding forcep :6
40
3) Towel clamp :6
4) Tissue forsep :2
5) Dressing forsep :2
6) Hemostatic forsep pean :6
7) Mayo lexer scicor :1
8) Lexer scicor :1
9) Surgical electrical :1
10) Needle holder :3
11) Penser clamp :6
12) Yanke suction :1
13) Reduction :2
14) Verburger :2
15) Dipglose :1
16) Tapper :1
17) Screw driver :2
18) Bor :1
19) Bone curet :1
20) Respatorium :1
e. Persiapan psien dimeja operasi
1. Aseptik dan antiseptik daerah operasi dengan isodine dengan yoderm
dan kassa dengan cara dari tengah ke arah luar
2. Drapping (pemberian batas tegas pada daerah yang akan diinsisi)
3. Cek alat ESU dan tempelkan patient plat (oleh perawat sirkuler)
11. Time Out
a. Konfirmasi anggota tim operasi
1. Assalamu’alaikum wr. Wb
2. Time out ya dok
3. Hari/bulan/tahun : Rabu 26 feb 2020
4. Nama klien : Ny. Z
5. Tanggal lahir : 23/03/1955
6. Diagnosa : Cose fraktur 1/3 medial tangan kanan
7. Rencana tindakan : Orif plat srew
8. Dr. Operator : Dr zecky
41
9. Asisten Operator : Dr eko
10.Perawat Instrumen : Ebo dan didi
11.Dr. Anestesi : Dr januar
12.Perawat Anestesi : Masnunah
13.Perawat Sirkuler : Raras
14.Antibiotik sudah diberikan atau belum
15.Ada persiapan darah atau tidak
16.Operasi dimulai pukul 10.45
17. Tanda-tanda vital :
- Td :122/66 mmhg
- Nadi : 84 x/t
- Rr :18x/t
- Suhu : 36,7 C
b. Proses Operasi
- Pasien sudah teranastesi umum
- Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
- Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
- Lakukan preparasi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah
dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x
- Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
- Hidupkan cuter unit
- Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
- Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang
fraktur
- Lakukan pengeboran pada tulang
- Pasang platina
- Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
- Jahit subkutis dengan plain 2/0
- Jahit bagian kulit dengan side 3/0
- Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik

12. Sign Out


a. Konvirmasi secara verbal
42
1) Selesai pukul 11.55
2) Nama tindakan yang dilakukan : orif plate srew
3) Kelengkapan instrument : lengkap
4) Kasa : lengkap 30
5) Tanda-tanda vital

- Td : 105/ 54 mmhg

- Nadi : 87

- Rr : 13

- Suhu : 36,7

6) Turgor : luka insisi


7) Inteke – ouput :
- Cairan infus : 300 ml
- Perdarahan : 20ml

43
-
B. ANALISA DATA
1. ANALISA DATA DAN DIGNOSA PRE OPERASI
Data Masalah Keperawatan

Pre op Ansietas b/d prosedur pembbedahan


DS :
1. Pasien mengatakan takut akan di
operasi
DO:
1. Pasien tampak cemas
2. Pasien tampak sesekali membaca doa
3. Pasien tampak tegang
4. TTV
TD : 122/ 56 mmhg
Nadi : 105 x/menit
RR : 22 x/menit

Ds : Nyeri akut b/d agen cidera fisik


- Pasien mengatakan nyeri diarea fraktur

Do :
- P engkajian nyeri :
P : nyeri timbul ketika bergerak
Q : nyeri seperti tertusuk tusuk

R : nyeri tidak menjalar


S : skala nyeri 5
T : nyeri timbul kisaran 3/ 5 menit lalu
hilang.

5. TTV
TD : 122/ 56 mmhg

44
Data Masalah Keperawatan

Nadi : 105 x/menit


RR : 22 x/menit

45
a. Intervensi keperawatan pre operatsi

46
Diagnosa Keperawatan : 1.
Ansietas b.d ancaman kematian : prosedur pembedahan
Batasan Karakteristik : mengungkapkan ketakutan secara verbal
DO :
- Pasien tampak cemas, pasien tampak gugup, pasien tampak tegang

Noc : Tingkat Kecemasan Nic : Pengurangan Kecemasan, pengajaran :


perioperative
Tujuan : Aktivitas :
setelah dilakukan tindakan a. Observasi
keperawatn diharapkan ketidak 1. Monitor tanda-tanda kecemasan baik
ansietas pasien teratasi verbal dan nonverbal
kreteria hasil : 2. Monitor pemicu ketakutan
1. Mengungkapkan respon b. Mandiri
verbal cemas berkurang 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
2. Wajah tenang meyakinkan
3. Pasien rileks 2. Berada di sisi klien untuk meningkatkan
rasa aman dan mengurangi ketakutan
3. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
dengan cara yang tepat
4. Lakukan usapan pada punggung / leher
dengan cara yang tepat
5. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan
untuk mengurangi tekanan
6. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya
7. Kaji harapan pasien terkait
pembedahannya

c. Edukasi
1. Instruksikan klien untuk menggunakan
teknik relaksasi (nafas dalam)
2. Edukassi keluarga agar mendorong dan
memberi support pada klien
d. Kolaborasi
47
1. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat sesuai dengan instruksi
Diagnosa Keperawatan : 2
Nyeri akut b/d agen cidera fisik
Batasan Karakteristik : mengungkapkan ketakutan secara verbal
Ds : ps mengatakan nyeri, nyeri skala 5
Do : nyeri skala 5, nyeri tidak menyebar , durasi 3-5 menit

Noc : manajemen nyeri Nic : manajemen relaksasi


, pengajaran : perioperative
Tujuan : Aktivitas :
setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatn diharapkan tingkat
- Monitor tanda-tanda kecemasan baik
nyeri berkurang
verbal dan nonverbal
kreteria hasil :
- Monitor pemicu nyeri timbul
1. Mengungkapkan respon
Mandiri
verbal nyeri berkurang
berkurang - Ajarkan pasien relaksasi nafas dalam
2. Wajah tenang - Dorong keluarga untuk mendampingi
3. Pasien rileks klien
Edukasi
- Instruksikan klien untuk
menggunakan teknik relaksasi (nafas
dalam)
- Edukassi keluarga agar mendorong
dan memberi support pada klien
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat sesuai dengan
instruksi

48
b. Implementasi pre operasi digonasa 1

49
Hari/tgl/jam Diagnosa Impelemntasi Evaluasi
Rabu Ansietas b.d S:
26 february ancaman 1. Monitor tanda-tanda Pasien mengatakan rasa
2020 kematian : kecemasan baik verbal dan takut nya berkurang
prosedur nonverbal
9.10 am pembedahan Hasil : Pasien tampak O :
cukup cemas, gelisah 1. Pasien
karena akan di operasi tampak nyaman dan
tenang
2. Monitor pemicu ketakutan
2. Wajah
Hasil : pasien mengatakan takut
tenang
setelah dioperasi tidak
3. TTV :
bangun lagi
 TD : 119/95
3. Gunakan pendekatan yang
 Nadi : 92 x/m
tenang dan meyakinkan
 RR : 20 x/menit
Hasil : dengan pendekatan yang
 Suhu : 36,8oC
baik dapat membuat klien
mau untuk mengungkapkan
A:
perasaannya
Ansietas b.d ancaman
4. Dorong keluarga untuk
kematian : prosedur
mendampingi klien dengan
pembedahan sudah
cara yang tepat
teratasi
Hasil : klien tampak lebih rileks
dengan adanya keluarga
P:
yang menemaninya
Tindakan intervensi
5. Lakukan usapan pada
dihentikan
punggung / leher dengan
cara yang tepat
Hasil : klien tampak lebih
tenang dengan adanya
usapan dari preseptee bukti
kepedulian
6. Berikan aktivitas pengganti
yang bertujuan untuk
mengurangi tekanan
Hasil : dengan mengajak klien
berbicara dapat
mengalihkan perhatian
klien dengan
50 kecemasan
7. Berikan kesempatan pasien
untuk bertanya
c. Implementasi pre operasi digonasa 1

Hari/tgl/jam Diagnosa Implementasi Evaluasi


Rabu 26 Nyeri akut Observasi S:
Februari Pasien mengatakan rasa
- Memoonitor tanda-
2020 nyeri berkurang
tanda kecemasan baik
verbal dan nonverbal
10 .00 an O:
- Memonitor pemicu
1. Ekpresi wajah klien
nyeri timbul
tampak rileks (tidak
Mandiri
menyeringai)
- Mengajarkan pasien 2. TTV :
relaksasi nafas dalam 1) TD : 119/95
- Mendorong keluarga 2) Nadi : 92 x/m
untuk mendampingi 3) RR : 20 x/menit
klien 4) Suhu : 36,8oC
Edukasi
- Menginstruksikan A:
klien untuk Nyeri b.d tindakan
menggunakan teknik pembedahan (operasi)
relaksasi (nafas
dalam) P:
- Melakukan edukassi Tindakan intervensi
keluarga agar dihentikan
mendorong dan
memberi support pada
klien
Kolaborasi
- Melakukan kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat sesuai
dengan instruksi

51
2. ANALISA DATA DAN DIGNOSA PERIOPERASI
a. Pengkajiaan intera operatif
1) Nama : Ny.Z
2) Tanggal lahir : 23 -03- 1955
3) Nomor rm : 00523473
4) Nama operasi : Orif plat screw
5) Lokasi operasi : Fraktur 1/3 radius ulna
6) Informed consent : Ada
7) Nama operator : dr.Zecky spot
8) Asisten operator : dr Eko spot
9) Riwayat alergi : Tidak ada
10) Riwat asama : Tidak ada
11) Rencana pemasangan implan : Tidak ada
12) Tingkat kesadaran : Sedasi/ terbius
13) Status spikososial : Tidak terkaji
14) Posisi : Supinasi
15) Perdarahan : 20 ml
16) Cairan parentral : 300 ml
17) Tanda tanda vital :
a. Td :126/62 mmhg
b. Nadi : 90 x/t
c. Rr :14 x/t
d. Suhu : 36,6x/t

52
A. ANALISA DATA INTRA OPERAIF

Data Diagnosa
Ds: - Resiko insfeksi b.d
Do: Ttv prosedur infasif
- Td :126/62 mmhg
- Nadi : 90 x/t
- Rr :14 x/t
- Suhu : 36,6x/t
- Pasien dilakukan pemasangan orif plat
screw tulang radius ulna dan radialis
- Plat di radius ulna 7 dan di radialis 6
- Luka insisi 2 sisi
- Nilai laboratorium: Hb 12,5 gr/dl
- Leukosit : 90,2 x 103 / ul

Ds: - Resiko cidera b.d


Do: Ttv prosedur pembedahan
- Td :126/62 mmhg
- Nadi : 90 x/t
- Rr :14 x/t
- Suhu : 36,6x/t
- Pasien dalam keadaan tidak sadar
- Pasien dalam keadaan bius total
- Pasien terpasang ventilator

53
B. Intervensi intra operatif

No Diagnosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi keperawatan

1
Resiko Tujuan : 1. Pertahankan teknik antiseptik dan aseptik
Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 2. Pastikan kadaluarsa alat dan bahan
prosedur keperawatan diharapkan sebelum digunakan
infasif pasien terhindar dari 3. Pasistikan operator asisten dan perawat
resiko infeksi instrumen melakukan scrubing growning
Kriteria hasil : gloving sesuai prosedur
a. Tidak terjadi infeksi 4. Pastikan pemberian antbiotik profilaksis
maksimal 30-60 selum operasi
5. Siapkan lokasi menurut prosdur khusus
6. Tutup luka operasi dengan pembalut yang
steril lainnya sesuai indikasi

2 Resiko Tujuan : 1. observasi respon verbal dan non verbal


cedera a. kejadian jatuh dapat 2. kaji faktor yang dapat menyebabkan
berhubungan teratasi terjadinya cidera
dengan b. Cedera fisik tidak 3. atur posisi pasien diatas meja operasi
prosedur terjadi dengan sabuk pengaman
invasive Kriteria hasil : 4. Pastikan elektrikan (ESU) dan alat yang
(perdarahan) a. klien terbebas dari diguakan selama operasi
cedera
b. tanda – tanda vital
dalam rentang normal

54
C. Implementasi intra operasi.
a. Implementasi intra operasi

Hari Diagnosa Implemantasi Evaluasi


/tgl
Rabu , Resiko 1. Mempertahankan teknik
S:
26 Infeksi b.d antiseptik dan aseptik O:
Februa prosedur 2. Memastikan kadaluarsa alat Luka tampak bersih dan
ri 2020 infasif dan bahan sebelum digunakan tindakan operasi sesuai
3. Memastikan operator asisten dengan prosedur.
dan perawat instrumen TTV :
melakukan scrubing growning TD : 119/95
gloving sesuai prosedur Nadi : 92 x/m
4. Memastikan pemberian RR : 20 x/menit
antbiotik profilaksis maksimal Suhu : 36,8o
30-60 selum operasi A:
5. Menyiapkan lokasi menurut Resiko Infeksi b.d
prosdur khusus prosedur infasif tidak
6. Menutup luka operasi dengan terjadi
pembalut yang steril lainnya P :
sesuai indikasi Tindakan intervensi
dihentikan

Rabu , 26 Resiko 1. Mengobservasi respon verbal


S:
Februa cedera dan non verbal O:
ri 2020 berhubungan 2. Mengkaji faktor yang dapat Pasien sudah dilakukan
dengan menyebabkan terjadinya tindakan sesusi prosedur
prosedur cidera pengendalian resiko
invasive 3. Mengatur posisi pasien cidera.
diatas meja operasi dengan TTV :
sabuk pengaman TD : 119/95 mmhg
4. Memastikan elektrikan Nadi : 92 x/m
(ESU) dan alat yang RR : 20 x/menit

55
diguakan selama operasi Suhu : 36,8 co
A:
Resiko cedera
berhubungan dengan
prosedur invasive
P:
Tindakan intervensi
dihentikan

1. Pengkajian post operasi

Hari/ Tanggal Pengkajian : Rabu, 26 Februari 2020

Pukul Pengkajian : 11.05 WIB

Ruangan : OK 3

b. Identitas
1. Nama : ny.z
2. Tanggal lahir : 23 -03- 1955
3. Nomor rm : 00523473
4. Nama operasi : Orif plat screw
5. Lokasi operasi : Fraktur 1/3 radius ulna
c. Riwayat Kesehatan
a. Alasan Masuk

Pasien mengatakan nyeri pada daerah tangan kanan 1/3 distal karena
kecelakaan lalu intas sudah dari beberapa hari yang lalu terakhir konsul oleh
dokter spesialis orthopedi dan di anjurjan untuk dilakukan tindakan
pembedahan orif plat screw.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien post op orif plat screw , pasien blm sadarkan diri , saat ini pasien
tampak lemah , setelah kurang lebih 15 menit pasien masih dibawah pengaruh
sedasi , saat setelah pasein sedikit sadar pasein mengeluh nyri bagian fraktur
1/3 radius ulna , pasien meringis , ada bekaas luka diarea bekas operasi

56
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu

d. Pengkajian Primer
a. Airway (Paten/ Tidak Paten/ Gurgling/ Stridor/ Snoring) Jalan nafas paten
Breathing (Spontan/dengan bantua nalat/ polanafas/ frekuensinafas/ bunyi
nafas/ bunyinafas/ irama nafas/ tanda distress pernafasan/ pengembangan
dada), Pasien bernafas spontan Pasien tampak sesak, Pola napas abnormal,
Irama nafas tidak teratur Frekuensi napas 26x/menit penggunaan otaot bantu
nafas, cuping hidung
b. Circulation (akral/pucat/sianosis/pengisiankapiler/nadi/ TD/ kelembaban kulit/
CRT/ turgor/ perdarahan eksternal) Akral hangat, tidak pucat, pengisian
kapiler <3 detik, TD: 119/90mmhg Nadi: 92 x/ menit Suhu: 34,6 RR: 26
x/menit
c. Disability (Tingkat kesadaran/ GCS/ pupil/ ekstremitas/ kekuatan otot), pupil
2/2 isokor , pasien dalam pengaruh sedasi
d. Exposure (Lokasi trauma/ jejas/ ukuran luka) Terpasang infuse ditangan
kanan, tidak ada lokasi trauma, ada luka. Post op.
3. Penilaian Aldrete Score
Dalam pemantuan kesadaran pasien diruang Post Anastesi Care
Unit ( PACU ) dengan general anastesi dapat mempergunakan Skor
Aldrete untuk orang dewasa dan pada anak – anak dapat mengunakan
Skor Steward.
1 Aktivitas Mampu mengerakan empat ekstermitas 2
Mampu mengerakan dua ekstermitas 1
Tidak mampu mengerakan ekstermitas 0 2

2 Respirasi Mampu napas dalam dan batuk 2


Sesak atau pernapasan terbatas 1 1
Henti napas 0
3 Sirkulasi Berubah sampai 20 % prabedah 2
Berubah 20% - 50 % prabedah 1

57
Berubah > 50 % dari prabedah 0 2
4 Kesadaran Sadar penuh dan orientasi baik 2
Sadar setelah dipanggil 1
Tidak ada respon terhadap rangsangan 0 1
5 Warna kulit Kemerahan 2
Pucat agak suram 1
Sianosis 0 2
TOTAL a. Pasien dapat dipindahkan jika skor 8
besar sama dengan 8
b. Pasien pindah ke icu jika skor
dibawah 8

58
4. Analisa data post operasi

DATA MASALAH KEPERAWATAN


Ds: - Risiko hipotermia perioperatif
Do: Ttv
- Td :119/92 mmhg
- Nadi : 92 x/t
- Rr :14 x/t
- Suhu : 34,6x/t
- Kulit pasien teraba dingin
- Pengisian kapiler post op 4 detik
- Pasien tampak sesak
- Suhu 34,6
Ds: - Resiko Jatuh
Do: Ttv
- Td :119/92 mmhg
- Nadi : 92 x/t
- Rr :14 x/t
- Suhu : 34,6x/t
- Pasien tampak lemah
- Pasien post op
- Pasien masih dalam penurunan kesadaran

59
5. Intervensi Post Operasi

No Diagnosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi keperawatan

1
Hipotermia Tujuan : 1. monitor tekanan darah, nadi
perioperatif a. termoregulasi dan respirasi sesuai
berhubungan kebutuhan
dengan Kriteria 2. monitor suhu dan warna
lingkungan Hasil : kulit
bersuhu a. suhu tubuh dalam 3. gunakan selimut hangat
rendah rentang normal untuk meningkatkan suhu
b. nadi dan RR dalam tubuh sesuai kebutuhan
rentang normal 4. tempatkan pasien pada
posisi supine/telentang,
minimalkan perubahan
orthostatic
5. kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan ivfd
nacl sesuai kebutuhan
2 Resiko jatuh Tujuan: 1. observasi respon verbal dan
berhubungan a. kontrol risiko jatuh non verbal
dengan pasien 2. singkirkan bahan berbahaya
periode kriteria hasil: dari linmgkungan jika
pemulihan a. klien terbebas dari diperlukan
pasca operasi cedera 3. identifikasi perilaku dan
b. menggunakan faktor yang mempengaruhi
fasilitas kesehatan risiko jatuh
yang ada 4. pastikan posisi klien sesuai
dengan tindakan operasi
5. pastikan penggunaan alat
pengaman sesuai dengan
kebutuhan
6. cek daerah – daerah
penekanan selama tindakan

60
operasi

6. Implementasi Post Operasi

Hari /tgl Diagnosa Implemantasi Evaluasi


Rabu , 26 Hipotermia perioperatif 1. Memonitor tanda- S :
Februari berhubungan dengan tanda vital Pasien mengatakan sudah
2020 lingkungan bersuhu - Td :119/92 tidak kedinginan lagi
rendah mmhg
- Nadi : 92 x/t O :
- Rr :14 x/t - Td :119/92 mmhg
- Suhu : 34,6x/t - Nadi : 92 x/t
2. Memonitor suhu - Rr :14 x/t
tubuh , dan keadaan - Suhu : 36,6x/t
kulit Kulit hangat
- Suhu : 34,6
- Kulit terba A:
dingin Risiko hipotermia
- Akkral dingin perioperatif lingkungan
- Kulit pucat bersuhu rendah
3. Berikan selimut P:
hanggat untuk Tindakan dihentikan
menjaga suhu tubuh
dan agar tidak
kehilangan suhu
tubuh

4. Mengatur posisi
pasien
- Posisi supinasi/
terlentang, untuk
meninimalkan
perinahan ortostatik

5. Memberikan terapi

61
cairan sesuai
kebutuhan
- Infus nacl 20 tpm

Rabu , 26 Resiko jatuh 1. Mengobservasi respon


S:
Februari berhubungan dengan verbal dan non verbalO :
2020 periode pemulihan 2. Mengamankan Pagar terpasnag
pasca operasi lingkungan sekitar Selimut terpasnag
- Memasang pagar Posisi pasien aman
tembat tidur A :
- Mengatur posisi Resiko jatuh b.d priode
pasien yang aman pemlihan tertasi
- Menjauhkan bedan
benda berbahaya
- Mengamankan pasien
dari resiko jatuh
3. Mengidentifikasi
respon perilaku
passien yang
mempengaruhi resiko
jatuh
4. Mengunaakan
pelindung

62
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas megenai kesamaan teori dan kejadian kasus dilapangan
pada psien fraktur tangan kanan pada 1/3 medial. Tinjauan kasus merupakan kasusu
kelolahan kelompok selama di ok mulai dari awal pengkajian , analisa data, diagnosa,
intervensi dan implemantasi ,serta evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian telah dilakukan pada pasien berinisial Ny Z dan diapatkan data
Seorang pasien datang ke ruang OK IBS pada tanggal 26 februari 2020 dengan keluhan
nyeri pada area fraktur yang di area 1/3 tangan kanandistal, pasien terakhir konsul dipoli
syaraf 5 bula nterakhir mendapatkan tindakan medis oleh dokter spesialis orthopedi
bebrapa hari yang lalu, lalu di anjurakan untuk dilakukan operasi dan keluarga setuju.
Pada saat pengkajian didapatkan data Pasien mengeluh tangan terasa nyeri, tampak
adanya kelainan fisiologis, pasien tampak lemah, tingkat kesadaran compos mentis, GCS
15 (E 4, V 5, M 6), TD : 122/ 66 mmhg, Nadi : 84 x/menit, Suhu : 36,1 c, Pernapasan: 18
x/ menit.

Intra op : perdarahan pada pasien 300 cc. Hasil rontgen pada daerah tangan
kanan 1/3 dextra : adanya perbahan fisiologis pada anatomi tangan kanan 1/3 distal. Pasien
saat ini mendapatkan terapi berupa: Ivfd asering 20 Tpm,

B. Diagnosa keperawatan
Tahap ini merupakan langkah awal yang di lakukan kelompok dalam melakukan asuhan
keperawatan pada Ny.Z. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
adalah:\
Pre operasi :
1. Ansietas b.d ancaman kematian prosedur pembedahan
2. Nyeri akut b.d cidera fisik

Intra operasi

1. Resiko infeksi b.d prosedur infasif


2. Resiko cedera b.d prosedur pembedahan

Post operasi

1. Resiko hipotermi perioperatif


2. Resiko jatuh

C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditegakkan, adapun acuan dalam penyusunan dalam intervensi
keperawatan, kelompok menggunakan referensi diagnosa NANDA dan yang
disesuaikan dengan keadaan klien.

Rencana keperawatan yang dibuat mengacu pada kebutuhan yang dibutuhkan


dan dirasaka saat pengkajian serta landasan teori. Rencana yang dibuat telah
diprioritaskan sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien saat ini.

D. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawat dalam


memberikan asuhan keperawatan kepada klien untuk mengurangi permasalahan yang
dialami klien. Asuhan keperawatan pada Ny. Z dilakukan dari tanggal 16 Februari
2020 dengan menyesuaikan jadwal dinas kelompok. Dimana kelompok memberikan
dan memantau perkembangan kesehatan klien, mengevaluasi masalah kesehatan yang
dialami klien .

E. Evalausi

Kelompok melakukan evaluasi kepada klien setelah intervensi diberikan.


Intervensi diberikan selama 1 hari.

64
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesui jenis dan
luasnya.
2. Fraktur umumnya digolongkan menjadi dua macam, yaitu fraktur terbua dan
tertutup, fraktur tertutup adalah tulang yang keluar tidak sampai melewati kulit.
Sedangkan fraktur terbuka adalah sebagian atau keseluruhan tulang yang patah
menembus kulit.
3. Fraktur dapat isebebaabkan karena
1) Peristiwa trauma
2) Peristiwa kelelahan atau tekanan
3) Kelemahan pada tulang
4. Tindakan asuhan keperawatan preoperatif, intra operatif dan post operatif sangat
menentukan proses penyembuhan pasien dengan fraktur.
5. Fisioterapi sangat berperan dalam gangguan gerak dan fungsi sendi akibat patah
tulang, baik penanganan setelah opeasi atau konservatif

B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan dan penyelesaian makalah ini masih
banyak kekurangan sehingga disini kelompok mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk meningkatkan pemberian asuahan keperawatan pada pasien op.

65
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. SJakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit :
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa
H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan
(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

66

Anda mungkin juga menyukai