Anda di halaman 1dari 10

NAMA : HALIMATUSSAKDIYAH

KELAS: MANAJEMEN A 2018


NIM : 7183210051

Soal ujian akhir semester


Perekonomian Indonesia
Senin 13 Desember 2021
Waktu 90 menit
System open book

1. Jelaskan kesimpulan yang saudara dapatkan terkait ketimpangan distribusi pendapatan


dan ketipangan pembangunan di wilayah Indonesia Timur, Indonesia Barat serta
Jawa.
2. Bagaimana pendapat saudara terkait UU Cipta Kerja yang diterapkan di Indonesia.
Apakah positif untuk mendorong inflasi atau berdampak negatif. Bagaimana
pengaruhnya jika dibandingkan dengan kebijakan investasi di China dan Vietnam.
Serta apa dampaknya terhadap buruh.
3. Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi dan
pengangguran melalui kebijakan fiskal dan berikan contohnya.
4. Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan inflasi melalui
kebijakan moneter konstruktif dan berikan contohnya.
5. Jelaskan paket kebijakan moneter di era pemerintahan orde lama, orde baru dan
sekarang. Lalu kenapa kebijakan tersebut dilakukan pemerintah, serta jelaskan
implikasi (hasil) kebijakan tersebut terhadap persoalan yang sedang dihadapi pada
masa tersebut.
6. Gambarkan kondisi ketahanan pangan Indonesia, apakah terjadi swasembada atau
impor pangan, periode orde lama, orde baru dan reformasi. Serta kebijakan apa saja
yang diambil masing-masing periode pemerintah untuk mendorong swasembada
pangan.
7. Jelaskan kondisi otonomi daerah saat ini dan langkah apa yang dilakukan masing-
masing daerah untuk membesarkan pendapatan asli daerahnya. Jelaskan juga
bagaimana dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang dianggarkan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah di Indonesia.

JAWAB:
1. Ketimpangan pembangunan dan pendapatan di wilayah Indonesia Timur, Indonesia
Barat serta Jawa.
yang bisa saya jelaskan adalah bahwa ketimpangan ini bermula dari pemerintahan
soeharto 1966-1998 yang melakukan pembagunan secara besar besaran di wilayah
jawa sehingga daerah lain sudah tertinggal,kemudian sdm wilayah masing masing
dikarenakan fasilitas yang disediakan wilayah berbeda maka kualitas sdm wilayah
tersebut berpengaruh sehingga kualitas sdm wilayah jawa dibanding lebih tinggi
dibanding wilayah lain adapun sdm diwilayah lain yang memiliki kualitas yang
memumpuni sdm tersebut akan pergi ke kota metropolitan dibanding membangun
daerah tempat lahirnya. Lalu untuk wilayah indonesia bagian timur mengapa sampai
sekarang masih tertinggal dibanding daerah lain seperti papua salah satu penyebabnya
karean wilayah ini cukup sering terjadi konflik dan pemikiran mereka masih belum
maju dimana mereka sangat sering menuntut ke pemerintah tapi tidak sebanding
dengan usaha mereka yang ingin memajukan wilayah jadi bisa disimpulkan bahwa
ketimpangan bermula dari kebijakan pemerintah yang merata kedaerah daerah
lain dan disusul dengan sdm yang tidak memiliki pemikiran yang ingin maju.

2. Menurut saya ini akan berdampak positif dikarenakan ada poin poin yang jika kita
lihat memiliki dampak yang positif pada inflasi dan pengangguean walaupun di uu
cipta kerja ini reward pekerja tidak di perhatikan namun disisi lain kita melihat
bahwa mereka memiliki jaminan untuk para pekerja seperti menetapkan hanya 9 hal
yang boleh dilakukan perusahan ketika ingin melakukan phk tidak seperti dulu yang
mempunyai 14 alasan. Lalu dibuat kebijakan “ jaminan kehilangan pekerjaan “ yang
cukup menjadi jaminan untuk para pekerja, lalu kebijakan mengenai upah buruh atau
pekerja yang mengikuti provinsi sehingga otomatis upah para pekerja akan meningkat
jika dibandingkan dengan uu lalu yang mengikuti ump kota/kabupaten.
Jika dibandingkan kebijakan investasi dengan Vietnam tentu saja indonesia masih
kalah terutama dibidang perizinan, produksi, dan stabilitas keamanan dimana
indonesia cukup sering terjadi demonstrasi. Sehingga dampakanya investasi asing
lebih tertarik berinvestasi di Vietnam.

3. Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah untuk


mengarahkan perekonomian dengan perubahan pengeluaran dan pendapatan
pemerintah. Instrumen utama yang digunakan dalam Kebijakan Fiskal adalah
pengeluaran pemerintah/belanja negara dan pajak.
Contoh kebijakan ini :
 kebijakan Perpajakan: Kebijakan ini berkaitan erat dengan amandemen baru dalam
hal pajak langsung dan tidak langsung. Kebijakan fiskal perpajakan merupakan salah
satu instrumen kebijakan yang memiliki otoritas publik yang kuat dan mempengaruhi
perubahan pendapatan, investasi, dan konsumsi. Pemerintah akan membuat kebijakan
perpajakan secara progresif setelah menganalisa efek dari peningkatan maupun
penurunan pajak.
 Kebijakan Pengeluaran Pemerintah: kebijakan ini memprioritaskan pengeluaran
pemerintah untuk sektor yang penting dan mendesak, seperti pembukaan sekolah,
pembangunan jalan umum, jembatan, jalur transportasi, serta biaya operasional
pemerintah.
 Kebijakan Pembiayaan Defisit: Merupakan instrumen kebijakan yang dikeluarkan
apabila pemerintah mengalami defisit atau jumlah pengeluaran lebih besar
dibandingkan pendapatan. Salah satu caranya bisa dengan mengeluarkan mata uang
baru dari bank sentral negara, namun di sisi lain hal ini juga dapat menyebabkan daya
beli mata uang turun dan terjadinya inflasi.
 Kebijakan Utang Publik: Kebijakan ini dikeluarkan apabila kebijakan pembiayaan
defisit dinilai tidak cukup untuk memenuhi pengeluaran publik. Kebijakan utang
publik bertujuan untuk meningkatkan kas pemerintahan dengan menggunakan utang
yang berasal dari  sumber internal seperti pinjaman pasar, obligasi kompensasi, atau
SBN (Surat berharga negara), dan sumber eksternal dari pinjaman pasar eksternal atau
lembaga internasional seperti IDA, Bank Dunia, IMF, dan rekanan lainnya
4. Kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive policy) yang disebut kebijakan
uang ketat (tight money policy) ialah kebijakan mengurangi jumlah uang yang
beredar.
Contoh kebijakan moneter kontraktif :

Fasilitas Diskonto (Discount Rate)


Fasilitas Diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah pada bank-bank
umum yang meminjam uang kepada bank sentral. Ketika bank-bank umum
mengalami kondisi yang mengharuskan mereka untuk meminjam uang ke bank
sentral, pemerintah dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengatur jumlah uang
yang beredar.
Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter
tidak langsung yang sangat penting karena sifatnya yang sangat fleksibel dibanding
dengan instrumen lain. OPT dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan jumlah
uang yang beredar dengan menjual (open market selling) atau membeli (open market
buying) surat-surat berharga milik pemerintah.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Ketika minimum cadangan wajib tersebut berkurang, maka bank memiliki lebih
banyak uang yang dapat diedarkan di masyarakat melalui pinjaman. Sebaliknya jika
pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah dapat
menambah jumlah minimum cadangan wajib bank sehingga bank memiliki uang yang
lebih sedikit untuk diedarkan.
Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Instrumen kebijakan moneter berupa imbauan moral dapat dilakukan oleh bank
sentral untuk mengontrol jumlah uang yang beredar melalui berbagai hal. Bank
sentral dapat mengimbau bank-bank umum untuk menurunkan atau menaikan suku
bunga pinjamannya.
5. 1. Kebijakan di orde lama
anyak program pemerintah untuk memajukan ekonomi, seperti rencana ”Panitia
SiasatPembangunan Ekonomi” yang dibentuk Kabinet Sjahrir 1947, ”Rencana
Urgensi Ekonomi” 1951, ”Rencana Djuanda” 1955, dan ”Pembangunan Nasional
Semesta Berencana” 1961 (Sjahrir, 1986); tetapi sebagian besar tak meninggalkan
jejak akibat situasi politik tak mendukung.”Sosialisme revisionis” Salah satu yang
laik dicatat pada kurun Orde Lama ialah kebijakan nasionalisasi perusahaan asing
(Belanda), khususnya di bidang perkebunan. Ratusan perusahaan milik Belanda
dikuasai negara. Di luar perkebunan, sektor lain yang diambil alih adalah perbankan.
Langkah ini adalah pedoman strategis yang menjadi cagak penyangga peran negara
dalam perekonomian, yang kemudian dipegang BUMN. Ini juga tiang konstitusi
apabila dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945Selebihnya, program-program yang lain
kurang ada tapak karena turbulensi situasi politik. Tujuan ideal ekonomi berdikari
terhambat banyak rintangan. Negara di awal kemerdekaan disibukkan serba-serbi
perkara pengakuan kedaulatan kemerdekaan dan masalah daerah (Irian Barat/Papua).
Umur pemerintahan (kabinet) tak panjang sehingga tiap rencana tak cukup waktu
dikemudikan. Dinamika idealitas konseptual dan defisit dukungan politik jadi latar di
masa itu. Secara lugas, salah satu teknokrat Orde Baru, M Sadli (1987),
hasil kebijakan orde lama mendeskripsikan empat karakter pembangunan masa
Orde Lama. Pertama, tak ada stabilitas politik memadai. Kedua, orientasi dan prioritas
kebijakan pemerintah terlalu mengejar sasaran politik dan idiil. Ketiga, relasi dengan
negara Barat tak terlalu baik. Bantuan ekonomi luar negeri lebih banyak dari Blok
Timur. Keempat, kecenderungan ideologis pemerintah untuk mengatur ekonomi
dengan campur tangan langsung yang luas (ekonomi terpimpin), misalnya
menentukan harga, mengatur produksi (sistem lisensi), dan lain-lain. Ciri terakhir itu
sekaligus menunjukkan posisi berdiri rezim Orde Lama, yang oleh banyak ekonom
disebut lekat dengan ”sosialisme”. Opini ini tentu tak salah, tetapi tak sepenuhnya
betul karena para pendiri bangsa (sebagai perumus konstitusi) lebih tepat disebut
kaum ”sosialisme revisionis” (memberi tempat yang lapang bagi rakyat lewat
koperasi dan usaha swasta dalam berniaga).
2. kebijakan orde baru
Arah kebijakan pemerintah Orde Baru sebagian besar dapat diendus dari pernyataan
pada konferensi kreditor di Paris (Desember 1966). Pokok-pokok terpentingnya
[Muhaimin, 1991]: (i) kekuatan-kekuatan pasar akan memainkan peran vital dalam
stabilisasi ekonomi; (ii) perusahaan-perusahaan negara akan beroperasi berdasarkan
persaingan dengan sektor swasta.
Pemberian kredit dan alokasi devisa yang berdasarkan preferensi akan dihentikan dan
di pihak lain perusahaan-perusahaan itu akan dibebaskan dari keharusan menjual hasil
produksinya dengan harga rendah, yang ditetapkan dengan semaunya; (iii) sektor
swasta diberi dorongan dengan jalan menghapuskan pembatasan lisensi impor
terhadap bahan baku perlengkapan; dan (iv) penanaman modal swasta asing akan
dirangsang dengan UU penanaman modal yang baru, yang memberikan keringanan
pajak dan insentif lainnya.
Pada durasi Orde Baru, bendera pembangunan ekonomi dikibarkan dengan jahitan
”Trilogi Pembangunan”: stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Diproduksi
pedoman pembangunan jangka panjang (GBHN) dan menengah (Repelita). Sepanjang
tiga dekade Orde Baru, tiga kelompok elite pemerintah bersaing ”memperdagangkan”
konsep pembangunan ekonomi
Implikasi dari kebijakan orde baru:
Secara umum, warisan pembangunan ekonomi telah dirasakan di era ini. Kerangka
dan tahapan pembangunan dikelola dengan cukup terstruktur, termasuk sektor utama
yang jadi prioritas. Kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) diperjuangkan,
demikian pula pendidikan (sekolah inpres) dan kesehatan (puskesmas dan posyandu).
Sektor pertanian dan industri tumbuh sesuai rencana, sekurangnya sampai Repelita
III. Namun, ujungnya terdapat kritik keras atas capaian ekonomi Orde Baru:
(i) ketimpangan pendapatan dan penguasaan aset (modal dan tanah) kian
lebar;
(ii) praktik monopoli dan perburuan rente kian membesar;
(iii) pengabaian sektor pertanian (memasuki Repelita IV);
(iv) utang luar negeri dan PMA diiringi konsesi kebijakan memberatkan;
(iv) sentralisasi politik kian menganakkan pemusatan pembangunan;
(v) liberalisasi dijalankan sejak dekade 1980-an, khususnya di sektor
keuangan
(perbankan);
(vi) pengisapan SDA.
3. kebijakan reformasi
Pemulihan ekonomi coba dirancang di 1999-2004. Ikhtiar ini tak terlalu mudah karena
terjadi ”destabilisasi politik” dengan adanya perubahan pimpinan negara/pemerintahan
dalam tempo pendek (tiga kali). Sungguhpun begitu, hasil kerjanya tak
mengecewakan. Habibie berhasil memperkuat nilai tukar rupiah ke kisaran Rp 6.000
per dollar AS. Era Abdurrahman Wahid (1999-2001) pertumbuhan ekonomi jadi
positif, utang diturunkan, ketimpangan menyusut, kesejahteraan PNS/TNI dinaikkan.
Hubungan dengan luar negeri dilakukan secara intensif, baik dengan ”Blok Barat”
maupun ”Blok Timur”. Berikutnya, Megawati mengeluarkan kebijakan penundaan
pembayaran utang, pendapatan per kapita meningkat, nilai tukar kembali menguat jadi
Rp 8.500, peningkatan ekspor, dan di masa ini juga dilakukan privatisasi (Indosat).
Medio kedua zaman reformasi disuguhkan peragaan ”stabilisasi ekonomi” (2004-
2014) yang dilakukan secara lebih runtut dan sesuai format baku (text-book). Beberapa
kebijakan yang diinisiasi di era SBY antara lain: merancang dan membuat RPJP dan
RPJMN (2005), disiplin fiskal dikawal saksama, investasi asing difasilitasi dengan
baik (khususnya lewat UU Penanaman Modal No 25/2007), privatisasi BUMN cukup
eksesif (khususnya 2009 dan 2013), perubahan sumber utang dari negara
asing/lembaga multilateral ke utang domestik, sektor non-tradeable mulai merangkak
meninggalkan sektor tradeable (awal masa deindustrialisasi), pertumbuhan ekonomi
meningkat tetapi ketimpangan juga terus merangkak.
Investasi meningkat menjadi sumber pengurangan kemiskinan dan
pengangguran secara bertahap. Legasi ini jadi modal bagi pemerintahan
setelahnya.
6. N
7. Penerapan otonomi daerah saat ini otonomi daerah (Otda) memiliki esensi dan
tujuan dalam upaya penguatan demokrasi lokal. Penerapan Otda yang dilakukan sejak
1999 juga memberikan kepala daerah terpilih berwenang untuk mengatur dan
mengurus daerahnya masing-masing. Namun demikian, hampir 25 tahun
pelaksanaannya, tidak semua daerah yang diberikan otonomi mampu meningkatkan
pelayanan maupun kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan, banyak daerah yang justru
masih sangat bergantung pada pemerintah pusat. Dosen Program Studi Administrasi
Publik Universitas Nasional (Unas), Agnes Wirdayanti, menjelaskan, selama
penerapan Otda, memang ditemukan sejumlah permasalahan. Mulai dari tidak
terkoordinasinya antara pusat-daerah, masalah birokrasi daerah, pemekaran daerah,
masalah peraturan daerah, perencanaan daerah, keuangan daerah, hingga
permasalahan pelayanan publik. salah satu harapan penerapan Otonomi Daerah adalah
agar daerah bisa mandiri secara fiskal. Namun kenyataannya 25 tahun berjalan, masih
banyak daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat. Masih ada banyak
hal yang harus diperbaiki untuk mewujudkan pemda yang efektif. Salah satunya
perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan Desentralisasi Administratif
"Reformulasi Dekonsentrasi-Devolusi-Delegasi & Tujuan Ultimate Goal Otonomi
Menurutnya, langkah lain yang harus diperbaiki yakni adanya upaya peningkatan
sinergi antarpemerintahan, pemetaan masalah berbasis data dan sebagai dasar
kebijakan, pembinaan dan pengawasan, sikap adaptif, inovatif, kolaboratif serta
korektif, hingga upaya reformasi birokrasi secara menyeluruh. mengingatkan otonomi
juga sangat memerlukan pemerintahan yang cerdas. Untuk itu diperlukan pemimpin
yang kompeten dan punya kepribadian. Pemimpin daerah terpilih harus mampu
berinovasi dan berkreasi dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Alokasi dana dari pusat kedaerah :
daerah yang mengalami kenaikan alokasi TKDD baik dalam segi jumlah dan
persentase, tentunya akan merasa senang karena akan memiliki anggaran lebih banyak
untuk dapat dibelanjakan untuk pelayanan kepada masyarakatnya. Namun sebaliknya,
ada daerah yang merasa mengalami ketidakadilan dalam penentuan alokasi tersebut
karena jumlahnya tidak sesuai yang diinginkan. Hal tersebut sangatlah wajar karena
masih banyak yang belum memahami secara baik terkait pengalokasian TKDD dan
daerah hanya memikirkan daerahnya sendiri tanpa melihat secara menyeluruh. 
 
Penentuan alokasi TKDD yang akan diterima oleh setiap daerah ditentukan oleh 3 hal
sebagai berikut:
1. Berdasarkan Formula (By Formula) 
Sebagian besar pengalokasian TKDD dilakukan berdasarkan formula. Untuk
mendukung hal tersebut, diperlukan data dasar sebagai sumber/input untuk dilakukan
perhitungan alokasi. Daerah tidak bisa melakukan pengurusan/lobi untuk menaikan
jumlah alokasi yang akan diterimanya. Daerah hanya bisa memastikan bahwa data
yang ada sudah benar dan valid. Oleh sebab itu, diperlukan rekonsiliasi data
khususnya dengan Badan Pusat Statistik (BPS) di daerah masing-masing, karena data
yang biasa digunakan dalam perhitungan berasal dari lembaga resmi yang ditunjuk
pemerintah dalam mengeluarkan data. Jenis alokasi TKDD yang menggunakan
formula antara lain: Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)
kecuali yang berdasarkan usulan/proposal, Dana Desa. 
2. Berdasarkan Daerah Penghasil (By Origin)
Daerah yang telah diberikan oleh Tuhan kekayaan alam berupa sumber daya alam
maka daerah tersebut akan mendapatkan kembali dalam bentuk bagi hasil apabila ada
penerimaan negaranya. Dana Bagi Hasil (DBH) diberikan kembali ke daerah
penghasil dalam rangka mengatasi ketimpangan vertical (vertical imbalance) karena
daerah penghasil mendapatkan eksternalitas sebagai dampak dari eksploitasi sumber
daya alam tersebut. Daerah yang tidak memiliki sumber daya alam akan diberikan
oleh pemerintah dalam bentuk DAU yang mana berfungsi sebagai horizontal
imbalance. 
3. Berdasarkan Kinerja (By Performance)
TKDD yang alokasinya ke daerah berdasarkan performance atau kinerja adalah Dana
Insentif Daerah (DID). Setiap daerah memiliki kesempatan yang sama dan berupaya
untuk mendapatkan insentif ini sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Daerah
dengan kinerja yang baik, salah satunya terkait pengelolaan keuangannya maka akan
mendapatkan insentif dalam bentuk alokasi dana, sebaliknya daerah yang kinerja
kurang baik maka tidak akan mendapatkannya.
 
Selain ketiga hal tersebut diatas, ada beberapa daerah yang menerima alokasi TKDD
karena adanya peraturan perundang-undangan yang mengamanatkannya. Dana
Otonomi Khusus (Dana Otsus) diberikan kepada Provinsi Aceh sebagai amanat dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 serta Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai
amanat dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001. Dana Keistimewaan (Dais)
diberikan kepada Provinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 13
Tahun 2012. Hal-hal tersebut diatas yang dapat menentukan besar kecilnya alokasi
TKDD yang akan diterima oleh daerah. 
 
Dalam beberapa hal, perhitungan TKDD menggunakan jumlah penduduk dan luas
wilayah sebagai salah satu komponen perhitungan, maka daerah yang memiliki
jumlah penduduk banyak dan luas wilayahnya akan maka mendapatkan alokasi
TKDD yang lebih daripada daerah yang jumlah penduduknya sedikit dan luas
wilayahnya kecil. Namun demikian, hitungan tersebut tetap mengacu kepada per
kabupaten/kota sebagai dasar perhitungan. Sebagai ilustrasi perbandingan jumlah
TKDD se-Jawa Barat dan Jawa Timur. Jika mengacu kepada jumlah penduduk maka
seharusnya Jawa Barat mendapatkan alokasi lebih besar dari Jawa Timur. 
 
Provinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota lebih banyak maka akan mendapatkan
jumlah alokasi TKDD lebih besar. Jumlah alokasi TKDD se-Jawa Timur tahun 2020
sebesar Rp79,31 triliun termasuk di dalamnya Dana Desa sebesar Rp7,65 triliun.
Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah TKDD se-Jawa Barat tahun 2020 yang hanya
sebesar Rp71,66 triliun termasuk Dana Desa sebesar Rp5,94 triliun. Kita ketahui
bahwa jumlah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur ada 38 daerah, jumlahnya lebih
banyak dari pada Provinsi Jawa Barat yang hanya 27 daerah. Demikian juga untuk
jumlah desa di Jawa Timur (7.721 desa) lebih banyak daripada di Jawa Barat (5.312)
sehingga mendapatkan Dana Desa lebih besar.
Apabila kita lihat rata-rata TKDD per kabupaten maka setiap kabupaten di Jawa Barat
akan mendapatkan sebesar Rp2,65 triliun, jumlah tersebut lebih besar daripada di
Jawa Timur yang hanya mendapatkan TKDD sebesar Rp2,08 triliun per kabupaten.
Demikian juga untuk Dana Desa, jumlah yang diterima per desa di Jawa Barat sebesar
Rp1,11 miliar lebih besar jumlahnya dari Dana Desa di Jawa Timur yang hanya
sebesar Rp1,02 miliar. Melihat hal ini, ada keinginan dari beberapa daerah untuk
memekarkan diri agar bisa mendapatkan TKDD yang lebih banyak.
 

Anda mungkin juga menyukai