Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN.

W POST OPRASI CTT dx EFUSI


FLEURA dx KONTUSIO PARU DI RUANGAN OK RSUD dr.SLAMET GARUT

Disusun Oleh :
ISMAIL MAULANA IBRAHIM
KHGC18084
4B S1-KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes KARSA HUSADA GARUT
2021/2022
BAB I
Debridement

1.Definisi
Debridement adalah menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka dari
kotoran yang berasal dari luar yang termasuk benda asing bagi tubuh. Caranya yaitu dengan
mengompres luka menggunakan cairan atau beberapa material perwatan luka yang
fungsinya utuk menyerap dan mengangkat bagian-bagian luka yang nekrotik. (Brunner &
Suddarth,
2002)
Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan garam fisiolofis
atau larutan lain dan dilakukan dressing atau juga disebut dengan kompres dan dibalut
sampai luka tertutup untuk mencegah resiko infeksi setelah pembedahan. (Sjamsuhidajat,
2012).
B. Klasifikasi Debridement Terdapat 4 metode debridement, yaitu autolitik, mekanikal,
enzimatik dan surgikal. Metode debridement yang dipilih tergantung pada jumlah
jaringan nekrotik, luasnya luka, riwayat medis pasien, lokasi luka dan penyakit sistemik.
1. Debridement Otolitik
Otolisis menggunakan enzim tubuh dan pelembab untuk rehidrasi, melembutkan dan
akhirnya melisiskan jaringan nekrotik. Debridement otolitik bersifat selektif, hanya jaringan
nekrotik yang dihilangkan. Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien. Debridemen otolitik
dapat dilakukan dengan menggunakan balutan oklusif atau semioklusif yang
mempertahankan cairan luka kontak dengan jaringan nekrotik. Debridement otolitik
dapat dilakukan dengan hidrokoloid, hidrogel atau transparent films.
Indikasi :
Pada luka stadium III atau IV dengan eksudat sedikit sampai sedang. Keuntungan:
a. Sangat selektif, tanpa menyebabkan kerusakan kulit di sekitarnya.
b. Prosesnya aman, menggunakan mekanisme pertahanan tubuh sendiri untuk
membersihkan luka debris nekrotik .
c. Efektif dan mudah
d. Sedikit atau tanpa nye

Kerugian :
a. Tidak secepat debridement surgikal.
b. Luka harus dimonitor ketat untuk melihat tanda-tanda infeksi.
c. Dapat menyebabkan pertumbuhan anaerob bila hidrokoloid oklusif digunakan.
2. Debridement Enzymatik:
Debridement enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang
debridement, seperti kolagenase. Seperti otolisis, debridement enzimatik dilakukan
setelah debridement surgical atau debridement otolitik dan mekanikal. Debridement
enzimatik direkomendasikan untuk luka kronis.
Indikasi :
a. Untuk luka kronis
b. Pada luka apapun dengan banyak debris nekrotik.
c. Pembentukan jaringan parut
Keuntungan :
a. Kerjanya cepat
b. Minimal atau tanpa kerusakan jaringan sehat dengan penggunaan yang tepat.
Kerugian:
a. Mahal
b. Penggunaan harus hati-hati hanya pada jaringan nekrotik.
c. Memerlukan balutan sekunder
d. Dapat terjadi inflamasi dan rasa tidak nyaman.
3. Debridement Mekanik
Dilakukan dengan menggunakan balutan seperti anyaman yang melekat pada luka.
Lapisan luar dari luka mengering dan melekat pada balutan anyaman. Selama proses
pengangkatan, jaringan yang melekat pada anyaman akan diangkat. Beberapa dari jaringan
tersebut non-viable, sementara beberapa yang lain viable. Debridement ini nonselektif
karena tidak membedakan antara jaringan sehat dan tidak sehat. Debridement
mekanikal memerlukan ganti balutan yang sering.
Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau sebagai persiapan untuk
pembedahan. Hidroterapi juga merupakan suatu tipe debridement mekanik.Keuntungan
dan risikonya masih diperdebatkan.
Indikasi :
Luka dengan debris nekrotik moderat.
Keuntungan:
Materialnya murah (misalnya tule)
Kerugian:
a. Non-selective dan dapat menyebabkan trauma jaringan sehat atau jaringan penyembuhan
b. Lambat
c. Nyeri
d. Hidroterapi dapat menyebabkan maserasi jaringan. Juga penyebaran melalui air
dapat menyebabkan kontaminasi atau infeksi. Disinfeksi tambahan dapat menjadi
sitotoksik.
4. Debridement Surgikal
Debridement surgikal adalah pengangkatan jaringan avital dengan menggunakan
skalpel, gunting atau instrument tajam lain Debridement surgikal merupakan standar
perawatan untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan debridement surgikal
adalah karena bersifat selektif; hanya bagian avital yang dibuang. Debridement surgikal
dengan cepat mengangkat jaringan mati dan dapat mengurangi waktu. Debridement
surgikal dapat dilakukan di tempat tidur pasien atau di dalam ruang operasi setelah
pemberian anestesi.
Ciri jaringan avital adalah warnanya lebih kusam atau lebih pucat(tahap awal), bisa
juga lebih kehitaman (tahap lanjut), konsistensi lebih lunak dan jika di insisi tidak/sedikit
mengeluarkan darah. Debridement dilakukan sampai jaringan tadi habis, cirinya adalah
kita sudah menemulan jaringan yang sehat dan perdarahan lebih banyak pada jaringan yang
dipotong.
Indikasi :
a. Luka dengan jaringan nekrotik yang luas
b. Jaringan terinfeksi

Keuntungan:
a. Cepat dan selektif
b. Efektif
Kerugian :
a. Nyeri
b. Mahal, terutama bila perlu dilakukan di kamar operasi
C. Tujuan Debridement
Tujuan dilakukannya debridement yaitu untuk mengeluarkan kontaminan dengan
rasa nyeri yang minimal pada pasien serta trauma jaringan yang minimal pula untuk luka
yang kotor, mencelupkan bagian yang cidera ke dalam air yang sama dengan suhu
tubuh, dapat meredakan nyeri dan dapat membantu menghilangka debris (J Morison,
2004)
.D. Prinsip-prinsip dalam tindakan debridemen pada terapi fraktur terbuka
Penatalaksanaan debridemen pada luka fraktur terbuka ;
Meskipun infeksi pada luka akibat kontaminasi bakteri yang biasanya berlangsung
pada saat cedera, namun jaringan mati serta benda asing yang tertinggal di dalam luka
merupakan faktor predisposisi terjadinya sepsis. Oleh karena itu, pembedahan segera
merupakan indikasi untuk menghilangkan pabulum atau unsur-unsur yang menyebabkan
sepsis ini.
Kulit di daerah yang luka dibersihkan secara luas dan diteliti untuk persiapan operasi. Luka
ditutup dengan duk steril sehingga cairan yang digunakan untuk mencuci kulit tidak
mengalir ke dalam luka. Bulu-bulu pada kulit di sekitar luka harus dicukur. Tepi kulit yang
rusak haus dieksisi dengan memperhatikan bahwa kulit sangat penting artinya dan
diperlukan bagi kesembuhan luka primer ;bagian tepi yang harus dibuang hanyalah
bagian yang sudah hancur dan tidak vital lagi.Insisi pada kulit dan pascia harus cukup
panjang sehingga seluruh luka laserasi jaringan yang dalam dapat terbuka. Semua jaringan
yang mati dan tidak vital harus dikeluarkan. Otot yang tidak berdarah ketika terpotong
atau otot yang tidak mengerut ketika dijepit oleh pinset merupakan otot yang sudah
mati dan harus dibuang. Otot yang berdarah tetapi tidak mengerut ketika dijepit
mungkin masih hidup, namun semua ujung otot yang robek atau serabut-serabut otot yang
terpisah harus digunting engan rapih. Semua benda asing, kecusli pecahan peluru yang
Keuntungan: a. Cepat dan selektif b. Efektif Kerugian : a. Nyeri b. Mahal, terutama bila
perlu dilakukan di kamar operasi C. Tujuan Debridement Tujuan dilakukannya
debridement yaitu untuk mengeluarkan kontaminan dengan rasa nyeri yang minimal pada
pasien serta trauma jaringan yang minimal pula untuk luka yang kotor, mencelupkan
bagian yang cidera ke dalam air yang sama dengan suhu tubuh, dapat meredakan
nyeri dan dapat membantu menghilangka debris (J Morison, 2004) D. Prinsip-prinsip
dalam tindakan debridemen pada terapi fraktur terbuka Penatalaksanaan debridemen pada
luka fraktur terbuka ; Meskipun infeksi pada luka akibat kontaminasi bakteri yang
biasanya berlangsung pada saat cedera, namun jaringan mati serta benda asing yang
tertinggal di dalam luka merupakan faktor predisposisi terjadinya sepsis. Oleh karena itu,
pembedahan segera merupakan indikasi untuk menghilangkan pabulum atau unsur-unsur
yang menyebabkan sepsis ini. Kulit di daerah yang luka dibersihkan secara luas dan diteliti
untuk persiapan operasi. Luka ditutup dengan duk steril sehingga cairan yang digunakan
untuk mencuci kulit tidak mengalir ke dalam luka. Bulu-bulu pada kulit di sekitar luka harus
dicukur. Tepi kulit yang rusak haus dieksisi dengan memperhatikan bahwa kulit sangat
penting artinya dan diperlukan bagi kesembuhan luka primer ;bagian tepi yang harus
dibuang hanyalah bagian yang sudah hancur dan tidak vital lagi.Insisi pada kulit dan
pascia harus cukup panjang sehingga seluruh luka laserasi jaringan yang dalam dapat
terbuka. Semua jaringan yang mati dan tidak vital harus dikeluarkan. Otot yang tidak
berdarah ketika terpotong atau otot yang tidak mengerut ketika dijepit oleh pinset
merupakan otot yang sudah mati dan harus dibuang. Otot yang berdarah tetapi tidak
mengerut ketika dijepit mungkin masih hidup, namun semua ujung otot yang robek atau
serabut-serabut otot yang terpisah harus digunting dengan rapih. Semua benda asing,
kecusli pecahan peluru yang tertanam sngat dalam atau sulita dicapai, juga perlu
dikeluarkan. Semua tempat yang berdarah haruus dicari dan diikat.
Bagian-bagian yang penting-nervus, tendon, pembuluh-pembuluh darah yang besar dan
liganemtum-harus harus dibersihkan secara mekanis ;daerah tendon dan ligamentum yang
compang-camping harus di rapihkan sehemat mungkin sedangkan strukturnya
dibiarkan.pecahan tulang yang kecil dan sudah terlepas dari jaringan lunak dapat
dikeluarkan. Fragmen tulang yang besar, sekalipun sudah terpisah dari bagian lunak harus
dibiarkan pada tempatnya. Fragmen tulang yang besar dan mengalami avulsio total harus
dicelupkan dengan segera kedalam larutan antibiotik dan dibiakan di dalam larutan tersebut
sampai lukanya selesai dipersiapkan untuk tindakan operasi mengembalikan fragmen
tulang tersebut. Tulang merupakan struktur yang amat penting. Secara umum, lebih baik
membuat kesalahan dengan membuang terlalu sedikit fragmen tulang daripada terlalu
banyak. Ujung tulang yang kotor harus dibersihkan secara cermat, kalau perlu dengan
menggunakan sikat atau alat curett sehingga kotoran yang terbenam dapat dikeluarkan.
Rongga luka yang telah menjalani debridement harus dibersihkan oleh lvage mekanis, dari
dalam ke luar. Dengan larutan garam fisiologis hangat dalam jumlah yang berlebihan.
Tindakan lavage akna mengeluarkan kuman-kuman yang mencemari luka dan
menghilangkan banyak partikel halus yang sudah terlepas tetapi belum dikeluarkan karena
tidak kelihatan.
Preparat antibiotik tidak mencegah terjadinya sepsis luka. Antibiotik tidak memiliki
pengaruh atas nekrosis jaringan yang progresif akibat enzim proteolitik dekomposisi
hematoma dan jaringan mati. Juga, jaringan mati dalam luka tidak dapat disterilisasi.
Pecursor infeksi lokal trsebut harus dilenyapkan dengan tindakan debridement yang
memadai. (Perawatan Dini Penderita Cedera, American College Of Surgeons, yayasan
essentia medica 1983 )
E. Tindakan Debridemen dan posisi terbuka
1. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globuli.
2. Antibiotika untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi
3. Kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka
4. Torniquet disiapkan tetapi tidak
5. Setelah dalam narkose seluruh eksremitas dicuci selama 5-10 menit dan di cukur
6. Luka diiirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus
disemprot hingga bebas dari kontaminasi (jet lavage)
7. Tindakan desinfeksi dan pemasangan duk (draping)
8. Eksisi luka lapis demi lapis. Eksisi kulit, subkutis, fassia, otot. Otot-otot yang tidak vital
dieksisi. Tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada periosteum dibuang. Fragmen tulang
besar yang perlu untuk stabilitas dipertahankan
9. Bila letak luka tidak menguntungkan maka untuk reposisi terbuka dibuat insisi baru
yang biasa dipergunakan,misalnya fraktur femur dengan fragmen distal menembus dekat
lipat paha, untuk reposisi terbuka dipakai approach posterolateral biasa
10. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila ditutup setelah satu minggu setelah
oedema menghilang. Luka untuk reposisi terbuka dijahit primer
11. Fiksasi yang baik adalah fiksasi eksterna. Bagi yang sudah berpengalaman dan di rumah
sakit dengan perlengkapan yang baik, pengguna fiksasi interna dapat dibenarkan. Bila
fasilitas tidak memadai, gips sirkuler dengan jendela atau traksi dapat digunakan dan kemudian
dapat diencanakan untuk fiksasi interna setelah luka sembuh (delayed interna fixation).
Pemakaian antibiotika diteruskan untuk 3 hari dan bila diperlukan debridement harus diulang.
(Ilmu bedah, 1995.Bina Rupa Aksara,FKUI Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran UI/RS.
Dr.CiptoMangun Kusumo)
F. Post Debridement
a. Definisi
Post debridement merupakan tindakan atau tahapan setelah dilakukan pembedahan
yaitu proses pemulihan.
b. Tujuan perawatan post debridement
Tujuan dari dilakukannya perawatan post debridement yaitu :
1.Mempercepat penyembuhan
2.Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
3. Mengurangi infeksi akibat pembedahan
4. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin
5. Mempertahankan konsep diri pasien
6. Mempersiapkan pasien pulang
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien post debridement yaitu :
1. Nyeri pada kaki akibat insisi pembedahan
2. Perdarahan kecil akibat pembedahan
3. Kelemahan
4. Konstipasi
d. Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul pada pasien post debridement yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan akibat penurunan aliran darah ke kaki.
a) Infeksi
Infeksi bedah merupakan penyulit pembedahan yang sering dijumpai pada praktek
sehari – hari infeksi dapat terbatas di tempat pembedahan, luka insisi atau menyebar secara
sistematik (sepsis). Infeksi dapat terjadi 20 apabila dalam perawatan luka post debrid ulkus
tidak dilakukan secara multidisiplin, dan tidak teliti dalam memberikan antiseptik maupun
penggunaab alat medikasi.
b) Kerusakan integritas kulit akibat pembedahan
Kerusakan intergritas kulit akibat dehisiensi luka. Dehisiensi luka merupakan luka yang
terbuaka di bagaian tepi – tepi luka. Factor penyebab terjadinya infeksi karena penutupan luka
tidak rapat atau tidak benar.
e. Perawatan pasca bedah
1. Perawatan post pembedahan
a) Memonitor tanda – tanda vital pasien, kesadaran dan input output pasien. b) Observasi
balutan post operasi pada tungkai kaki.
c) Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril
d) Makanan
Setelah dilakukan pembedahan pasien biasanya tidak diperbolehkan makan terlebih
dahulu. Dan setelah diperbolehkan pasien makan sesuai diit yang telah diberikan.
2. Mobilisasi
Pasien setelah menjalani operasi biasanya diposisikan untuk bedrest dan aktivitas di tempat
tidur dengan dibantu keluarga dan perawat. 3. Pemenuhan kebutuhan eliminasi.
Untuk kebutuhan BAK diperkenankan untuk di tempat tidur menggunakan pispot jika
tidak menggunakan DC kateter dan dihitung berapa jumlah keluarannya. Begitu juga untuk
BAB dilakukan di atas tempat tidur menggunakan pispot.
4. Proses penyembuhan luka Menurut Sjamsuhijajat & Jong (2005)
proses penyembuhan luka dibagi beberapa fase antara lain :
a).Fase inflamasi
Fase ini dihitung dari waktu terjadinya luka sampai dengan kira-kira hari ke lima. Sel-sel
darah baru akan berkembang dan menjadi melkaukan proses penyembuhan.
b).Fase proliferasi
Fase ini juga disebut fase fibroplasias dimana berlangsung pada akhir fase pertama /
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat akan terbentuk dan
dihancurkan kembali sebagai penyesuaian diri dengan luka dan biasanya cenderung
mengerut. Biasanya luka kemerahan dan muncul benjolan halus yang disebut jaringan
granulasi.
c).Fase penyudahan
Proses pematangan diantaranya penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan
sesuai gravitasi, dan jaringan baru mulai terbentuk. Waktu yang diperlukan pada fase ini
bisa berbulan-bulan bahkan bertahuntahun.
1.1 Etiologi
Menurut jenis cairan yang terakumulasi efusi pleura dapat dibedakan menjadi :
1. Transudat ( filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh).
Penyakit yang menyertai transudat :
 Gagal jantung kiri.
 Sindrom nefrotik.
 Obstruksi vena kava superior
 Asites pada serosis hati
 Sindrom meig’s (asites dengan tumor
 ovarium)
2. Eksudat ( ekstravasasi cairan kedalam jaringan ).
Cairan ini dapat terjadi karena adanya :
 Infeksi
 Neoplasma/tumor
 Infark paru
1.2 Tanda dan Gejala
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelahcairan cukup
banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesaknapas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairanakan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalamkeadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis EllisDamoiseu).
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpulataupun
penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dansemakin memburuk jika
penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama
sekali.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
 Batuk
 Pernafasan yang cepat
 Demam
 Cegukan
1.3 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam
rongga pleura.Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis 
sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan inidiserap kembali oleh kapiler paru
dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga
pasase cairan disini mencapai 1 liter perhari.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan
osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena(gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan
eksudat pleura.Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningka
tan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat
dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluarlangsung dari kapiler sehingga
kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.
Sebaliknya transudate kadar proteinnya rendahsekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
(Guytondan Hall , 1997).

1.4 Pathwa
y
1.5 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan di dapati menghilangnya sudut
kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
 Ultrasonografi
 Torakosentesis / fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, sitologi, berat jenis. fungsi
pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8 terdapat cairan yang
mungkin serosa (serotorak),berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila
cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
 Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC),
hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,amylase, laktat dehidrogenase
(LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
 Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.
1.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berasarkan anamnesa teliti dan pemeriksaan fisik yang baik, foto thorak
PA dan lateral dapat membantu diagnosa, sedangkan diagnosis pasti ditegakkan melalui punksi, biopsi,
dan analisis cairan pleura.
1. Pada pemerikasaan fisik thoraks ditemukan:
Inspeksi:
 Dinding dada simetris / asimetris
 Sela iga melebar
 Cembung
 Gerakan menurun kesisi yang sehat
Palpasi :
 Gerakan fremitus suara menurun.
Perkusi :
 Redup, garis Ellis Domoiseau (+)
Auskultasi :
 Pada bagian yang sakit, suara napas menurun
2. Pada foto thoraks :
Rontgen dada. Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Gambaran Efusi pleura
akan tampak sbb:
 Cairan pleura tampak berupa perselubungan hemogen menutupi struktur paru yang biasanya
relatif radioopak dengan permukaan atas cekung.
 Perselubungan berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah.
 Kadang-kadang tampak mediastinum terdorong ke arah kontralateral.
3. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor.
4. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
5. Torakosintesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
6. Biopsi dan analisis cairan pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita,
meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul
1.7 Diagnosis Banding
 Efusi pleura e.c TB paru.
 Emfisema paru.
 Emboli pulmonal.
 Gagal jantung.
1.8 Prognosis
Prognosis sangat bervariasi dan tergantung pada faktor penyebab dan ciri efusi pleura. Pasien yang
mencari pertolongan medis lebih dini karena penyakitnya dan dengan diagnosis yang tepat serta
penatalaksanaan yang tepat pula memiliki angka komplikasi yang lebih rendah.

1.9 Penatalaksana
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara
pernafasan.
Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan
lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun
telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
1.10 Komplikasi
a. Fibrotoraks, Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan
akibat efusi pleura.
c. Fibrosis Paru fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai lanjutan
suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.

BAB II
CHES TUBE THORASOSTOMY
2.1 Definisi
Prosedur yang dilakukan untuk mendrainase cairan(hematothorax, efusi pleura,
chylothorax), nanah(empyema), udara (pneumothorax), atau cairan dan
udara(hematopneumothorax) dari rongga pleura.
2.2 Anatomi
 Costa I – VII
 CTT dilakukan pada ICS IVatau V
 Laki : setinggi areolamammae
 Wanita : setinggi lipatan mammae
2.3 Otot – Otot
 M. interkostalis eksterna( inspirasi )
 M. interkostalis interna( Ekspirasi )
 M. serratus anterior( inspirasi )
M. Seratus anterior sebagai otot tambahan pernafasan yangberfungsi untuk mengembangkan
rongga dada saat pasieninspirasi
2.4 Pleura
 Paru paru diliputi oleh membran yang disebut pleura.
 Pleura parietal pada dinding dada
 Pleura visceral meliputi paru paru
 Kedua pleura di pisahkan oleh cairan pleura.
 Cairan ini berfungsi sebagai pelumas
 Jumlah normal cairan pleura di produksi 0.01 ml/Kgbb/jam
 Tekanan dalam rongga pleura ketika tidak inspirasi berkisar -5 s/d - 7.5 cm H2O ini saat
inspirasi sehingga udara bisa masuk

2.5 PNEUMOTHORAX
Terjadi bila terbentuk lubang pada permukaan paru-paru,dinding dada, atau semua. Lubang
tersebut menyebabkan udara dapat memasuki rongga pleura dan terperangkap.
2.6 HEMATOTHORAX
 Hematothorax dapatterjadi pasca operasithorax atau trauma
 Rongga thorax terisioleh darah
 Tekanan negatif terganggu paru kolaps sesuai dengan jumlah darah
 Mediastinal shift jarangterjadi, lebih bermasalah perdarahannya
2.7 EFUSI PLEURA
Transudat
 Gangguan sistemik
 perubahantekanan onkotik atau hidrostatik
 akumulasi protein-poor plasma dalarongga pleura
 Disebabkan antra lain olehCHF, malnutrisi, renal danliver failure
Eksudat
 Gangguan patologis pada pleura
 perubahan karakteristikpermeabilitas capiler pleura
 akumulasi protein-rich plasma dalam rongga pleura
 Disebabkan antara lain olehmalignansi dan penyakit TBdan pneumonia
 Pemeriksaan LDH
2.8 CHYLOTHORAX
Akumulasi cairan limph (chyle) dalam rongga pleura  kebocoran thoracic duct atau salah
satu pembuluh limphatik dalam rongga pleura. Penyebab tersering antaralain lymphoma dan
traumasetelah oprasi thoraks.
2.9 EMPIYEMA
Akumulasi pus di ronggapleura yang biasanyadisebabkan sekunderkarena infeksi paru.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

3.1 Pengkajian
 Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit sebagai
penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
 Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
 Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat.
Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus. Pada efusi pleura
sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma
kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang
sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
 Pengkajian Pola Fungsi
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
3. perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
4. memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
5. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-
obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
6. Pola nutrisi dan metabolisme. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
7. melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
8. mengetahui status nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama
9. MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
10. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnya lemah.
 Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus digestivus.
 Pola tidur dan istirahat
1. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
2. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar - mandir, berisik dan lain
sebagainya.
 Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan 36 anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2. Sistem Respirasi Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
3. Sistem Cardiovasculer
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS-5 pada
linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill
yaitu getaran ictuscordis.
c. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
4. Sistem Pencernaan
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi
ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali per menit.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
ataupun potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017)
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan infasif adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas (kelemahan otot
nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia,
neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. (D.0111) (PPNI,
2017)
3.3 Interview Keperawatan
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan
standard intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas.
(D.0005)
1. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas membaik.
2. Kriteria hasil
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu nafas menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Otopnea menurun
e) Pernapasan pursed-lip menurun
f) Frekuensi nafas membaik
3. Intervensi
Observasi
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing ,
c) ronchi kering)
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma sevikal)
b) Posisikan semi-fowler atau fowler
c) Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi, iskemia,
neoplasma) (D.0077)
1. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri menurun
2. Kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun
b) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
c) Meringis menurun
d) Penggunaan analgetik menurun
e) Tekanan darah membaik
3. Intervensi
Observasi
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Intoleransi aktifitas (D.0056)
1. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan akitifitas pasien
meingkat
2. Kriteria hasil
a) Kemudahan melakukan aktifitas
b) Dyspnea saat beraktifitas menurun
c) Dspnea setelah beraktifitas menurun
d) Perasaan lemah menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Frekueni nadi membaik
3. Intervensi
Observasi
a) Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
b) suara, kunjungan)
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Melakukan aktvitas secara bertahap

DAFTAR PUSTAKA

[1] y. juliantara, "scribd.com," 14 01 2014. [Online]. Available:


https://www.scribd.com/doc/199512497/LAPORAN-PENDAHULUAN-EFUSI-PLEURA.
[Accessed 07 12 2021].
[2] L. WIJAYA, "Chest Tube Thoracostomy," 04 11 2014. [Online]. Available:
https://www.scribd.com/presentation/245428687/Chest-Tube-Thoracostomy. [Accessed 07 12
2021].

Anda mungkin juga menyukai