Anda di halaman 1dari 4

5.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


A. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari :
1. Usia
Anak-anak dan orang dewasa lebih cepat proses penyembuhan luka daripada
orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang
dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada
tubuh. Pada luka memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
mineral (Fe, Zn). Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Penderita gemuk meningkatkan resiko
infeksi luka dan penyembuhan lama karena suplai darah jaringan adipose tidak
adekuat.
3. Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan
penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya infeksi
maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.
4. Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi
fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan lancar.
Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit
pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan
sel. Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit
menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu
pada orang dewasa yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi, atau
diabetes melitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia
atau gangguan pernafasan kronik.
5. Keadaan luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya
luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih.
6. Lokasi luka
Lokasi luka berhubungan erat dengan banyak sedikitnya vaskularisasi di
daerah tersebut. Vaskularisasi yang baik sangat dibutuhkan untuk berlangsungnya
reaksi inflamasi, reaksi ini bertujuan untuk debridement jaringan yang mati dan
mengontrol infeksi. Vaskularisasi pada tiap-tiap bagian tubuh tidaklah sama sehingga
proses penyembuhan akan berbeda. Luka di daerah kepala, leher atau badan akan
sembuh lebih cepat daripada di ekstremitas (Hasselt, 2008).
7. Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin, dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
tubuh seseorang rentan terhadap infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan
berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

B. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka


Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau lebih dari
proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor intrinsik dan
ekstrinsik.
1. Faktor Intrinsik
Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan penyembuhan
luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi. Infeksi dapat berkembang
saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosis dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi
nilai normal. Kultur memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien
diberi antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah
sumber infeksi. Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai
darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembuluh darah. Hipoksia mengganggu
aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh.
Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk
membunuh bakteri patogen. Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk
lambat. Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada
keadaan hipoksia adalah angiogenesis.
2. Faktor ekstrinsik
Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi,
perubahan usia, dan penyakit seperti diabetes melitus. Malnutrisi dapat mempengaruhi
beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari
kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbohidrat memperlambat semua fase
penyembuhan luka karena protein dirubah menjadi energi selama malnutrisi.
Kekurangan vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun,
dan respon koagulasi. Penderita tua yang mengalami penurunan respon inflamasi yang
memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan sirkulasi
migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositosis terlambat. Ditambah pula
kemungkinan penderita mengalami gangguan yang secara bersamaan menghambat
penyembuhan luka seperti diabetes melitus. Merokok meningkatkan arteri sklerosis
dan platelet agregasi. Lebih lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka.
Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan dengan menghambat sintesis
kolagen. Pasien yang minum steroid mengalami penurunan kekuatan pertautan luka,
menghambat kontraksi, dan menghalangi epitelisasi.

6. Prinsip perawatan luka

Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka. 

a. Prinsip pertama menyangkut pembersihan/ pencucian luka.

Luka kering (tidak mengeluarkan cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan
dan digosok pelan-pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air
steril atau NaCl 0,9 %.
Luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot lembut
dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9 %. Cairan antiseptik
sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang
sangat penting dalam proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan
luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman adalah feracrylum 1%
karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan tidak menimbulkan reaksi alergi.

b. Prinsip kedua menyangkut pemilihan balutan.

Pembalut luka merupakan sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit, menyerap cairan
yang berlebih, mencegah infeksi, dan membuang jaringan mati.
Dapus

Hidayat.( 2014). Metode Penelitian KebidanandanTeknikAnalisaData. Jakarta:


SalembaMedika

Jitowiyono, Kristiyanasari.(2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta:


NuhaMedika

Kementerian Kesehatan RI. (2015).Kesehatan dalamKerangka Sistainable Development


Goals (SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;2015

Nurani, Dian, dkk.(2015). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Proses Penyembuhan


Luka Post Sctio Caesarea. Jurnal Ilmu Kesehatan Keperawatan Volume 7 No 1

Per-angin2, Nirwana, dkk.(2013).Proses Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea di RSUD


RatuZalecha

Martapura Tahun 2013. Jurnal Skala Kesehatan Volume 5. No 1

Sumarah, dkk.(2013). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Sectio
Caesarea. Jurnal Involusi Kedidanan Vol 3. No 5

Uliyah, M. Hidayat, A. (2006). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Edisi Pertama.
Jakarta. Salemba Medika

WHO.(2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai