Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KONSEP TEORI

A. Definisi
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas karbohidrat, lemak dan
ptotein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunann
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan koplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati.

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai


oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat. Glukosa secara
normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah (Brunner & Suddart,
2002).

Klasifikasi Diabetes Mellitus:


1. Tipe I:  Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus  (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

B. Etiologi
1. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh :
a. Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic ke arah
terjadinya diabetes tipe I
b. Faktor imunologi (autoimun)
c. Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yag menimbulkan estruksi sel beta
2. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia,
obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi
3 yaitu :
a. <140 mg/dL normal
b. 140-<200mg/dL toleransi glukosa tergaggu
c. >200mg/dL diabetes

C. Patofisiologi
1. Diabetes tipe I.
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak


yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan


gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

2. Diabetes tipe II.


Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya


glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM


tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
D. Manifestasi klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8.  Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II).
10. Urine: gula dan aseton positif.
11.  Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai
kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius
pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM,
yaitu :
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi
5. Pendidikan
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena
terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya
di samping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan
dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang
konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh profesional kesehatan
disamping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim
kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut, namun paien sendirilah
yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu
setiap hari nya. Karena alasan ini, pendidikan pasien dan keluarga nya
dipandang sebagai komponen yang penting dalam menangani penyakit
diabetes sama pentingnya dengan komponen lain pada terapi diabetes.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis.
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan
untuk melakukan perawatan diri.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK)
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. 
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih
dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan,
trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Konsep diri
1) Gambaran diri
2) Identitas diri
3) Peran
4) Ideal diri
5) Harga diri
g. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
1) Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
2) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit
kering, merah, dan bola mata cekung.
3) Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan
pucat.
4) Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
5) Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6) Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
7) Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
8) Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan glukosa dalam darah
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
3. Resiko infeksi b.d penyakit kronis (DM)
4. Defisit nutrisi b.d gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas
jasmani
5. Resiko Syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh,
hipovolemi
6. Gangguan integritas jaringan b.d neuropati perifer

H. Intervensi
N Diagnosa Intervensi
o
1 Ketidakseimbanga Manajemen Hiperglikemia
n glukosa dalam Observasi
darah 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat (mis. Penyakit kambuhan
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu.
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
Poliuria,polydipsia,polifagia,kelemahan,malaise,pan
Dangan kabur,Sakit kepala)
5. Monitor intake dan output cairan
6. Monitor keton urin,kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah ortostatik frekuensi nadi

Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral.
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau buruk.
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik.

Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dl.
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri.
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton
urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (Mis. Penggunaan
insulin,obat oral,monitor asupan cairan,penggantian
karbohidrat,dan bantuan professional kesehatan).
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, Jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, JIka perlu

Manajemen Hipoglikemi
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia.
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia.

Terapeutik
1. Berikan karbohidrat sederhana , Jika Perlu.
2. Berikan Glukagon, Jika Perlu.
3. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai
diet.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
5. Pertahankan akses IV, Jika perlu.
6. Hubungi akses layanan medis darurat, Jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana , Jika
perlu.
2. Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat.
3. Anjurkan monitor kadar glukosa darah.
4. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes
dengan penyesuaian program pengobatan.
5. Jelaskan interaksi antara diet,insulin/agen oral,dan
olahraga.
6. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (Mis. Tanda dan
gejala,factor risiko,dan pengobatan hipoglikemia).
7. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
Hipoglikemia (Mis.megurangi insulin/agen oral
dan/atau meningkatkan asupan makanan untuk
berolahraga).

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian Dektrose, Jika perlu.
2. Kolaborasi pemberian Glukagon, JIka Perlu.
2 Nyeri akut b.d Manajemen nyeri
agen pemcedera Observasi :
fisiologis 1. Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. Idenifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplenter yang sudah
diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis .TENS ,tipnosis , akupresur , terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aromat terapi,
teknik imajinasi terbimbing, komres hangat atau
dingin, terapi bermain )
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan , pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan stategi meredakan nyeri

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan memicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasikan pemberian analgesik , jika perlu
3 Resiko infeksi b.d Pencegahan infeksi
penyakit kronis Observasi
1. monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik
1. batasi jumlah pengunjung
2. berikan perawatan kulit pada area edema
3. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
4. pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi

Edukasi
1. jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. ajarkan etika batuk
4. ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
5. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. anjurkan meningkatkan asupan cairan.

Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
4 Deficit nutrisi b.d Manajemen nutrisi
gangguan Observasi
keseimbangan 1. identifikasi status nutrisi
insulin, makanan, 2. identifikasi alergi dan intoleransi makanan
dan aktivitas 3. identifikasi makanan yang disukai
jasmani 4. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6. monitor asupan makanan
7. monitor berat badan
8. monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
1. lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. fasilitasi menentukan pedoman diet
3. sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
4. berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. berikan suplemen makanan, jika perlu
7. hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi
1. anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. anjurkan diet yang di programkan

Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian kolaborasi sebelum makan
(mis, pereda nyeri), jika perlu
2. kolaborasi dengan ahli gizi unutk menentukan
jumlah kaloridan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
5 Resiko syok b.d Pencegahan syok
ketidakmampuan Observasi :
elektrolit kedalam 1. Memantau status kardiopulmonal (frekuensi dan
sel tubuh kekuatan nadi, frekuensi bernapas, TD, MAP)
2. Memantau status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
3. Memantau status cairan (masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
4. Periksa riwayat oksigen

Terapeutik
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen> 94%
2. Persiapkan intubasi dan operasi mekanis, jika perlu
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urin untuk meningkatkan produksi
urin, jika perlu
5. lakukan tes kulit untuk perbaikan yang dilakukan

Edukasi
1. Jelaskan penggunaan / faktor risiko syok
( hipovolemik, anafilatik, kardiogenik, sepsis,
neurogenik )
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok ( sepsis
(demam,nyeri otot), hipovolemik (diare, muntah,
pendarahan), kardiogenik ( denyut jantung lemah,
urin sedikit,nyeri dada), neurogenik(nyeri dada,
irama jantung lambat, hipotermia), anafilatik (sulit
menelan dan nafas, hidung berair , bersin, lidah atau
bibir bengkak, kesemutan tangan, kaki,mulut,kulit
kepala).
3. Anjurkan melapor jika ditemukan / bayangkan tanda
dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergen

Kolaborasi
1. Kolaborasi bantuan IV, jika perlu
2. Kolaborasi bantuan transfusi, jika perlu
3. Kolaborasi bantu antinfalamasi, jika perlu
6 Gangguan Perawatan integritas kulit
integritas jaringan Observasi
b.d nueropati 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
perifer
Terapeutik
1. Ubah posisi setiap 2 jam, jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
selama periode diare
4. Gunakan produk berbahan pertrolium atau minyak
pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
kering

Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. (Ed8th).


Jakarta: EGC
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/11/diabetes-mellitus-a.html#
Di Unduh Pada [17-08-2017]
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat.

Anda mungkin juga menyukai