Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 15 MODUL 5
PERAWATAN BEDAH PERIODONTAL

Disusun oleh:
Kelompok 2

Alifya Syaidina (1910026002)

Putri Pradisha Adha (1910026005)

Nida Midati Shadrina (1910026007)

Eka Meisyafara Wahidyana (1910026008)

Karla Harmita (1910026011)

Nanda Rahmi Sofianingrum (1910026014)

Syahdevi Az Zahra (1910026018)

Salsabila Amelia Usman (1910026019)

Rahmat Wijaya Kusuma (1910026021)

Ari Indra Kusuma (1910026030)

Tutor:
drg. Verry Asfirizal, M. Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Blok 15
modul 5 yang berjudul “Perawatan Bedah Periodontal” tepat pada waktunya.
Laporan ini kami susun dari berbagai sumber referensi dan juga hasil diskusi
kelompok kecil kami.

Kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu


sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain:

1. Dr. drg. Lilies Anggarwati Astuti, Sp. Perio selaku Dosen Penanggung Jawab
untuk modul Perawatan Bedah Periodontal.
2. drg. Verry Asfirizal, M. Kes selaku Tutor kelompok 2 yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan diskusi kelompok kecil (DKK).
3. Teman-teman kelompok 2 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil
(DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.

Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok
kecil (DKK) ini. Akhirnya, kami menyelesaikan laporan ini dan berharap dapat
memberikan manfaat dan sumber pengetahuan yang sangat berguna bagi seluruh
masyarakat.

Samarinda, 19 Desember 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 1
1.3 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Skenario .................................................................................................... 3
2.2 Identifikasi Istilah Sulit ............................................................................. 3
2.3 Identifikasi Masalah .................................................................................. 4
2.4 Analisis Masalah ....................................................................................... 5
2.5 Strukturisasi Konsep ................................................................................. 9
2.6 Learning Objective .................................................................................... 10
2.7 Belajar Mandiri ......................................................................................... 10
2.8 Sintesis ...................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 44
3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 44
3.2 Saran .......................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Jaringan Periodontal merupakan sistem jaringan fungsional yang mengelilingi
gigi dan menghubunginya dengan tulang rahang. Empat komponen yang termasuk
dalam jaringan ini yaitu gingiva, ligament periodontal, sementum dan tulang alveolar.
Jaringan periodontal dapat terjadi beberapa kerusakan yang biasa dibagi menjadi dua
golongan, yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling
sering dijumpai adalah inflamasi pada gingiva tanpa adanya kerusakan tulang dan
kehilangan perlekatan, keadaan ini disebut dengan Gingivitis. Apabila gingivitis
tersebut tidak ditanggulangi maka proses penyakit akan terus berkembang dan
berlanjut mempengaruhi tulang alveolar, ligament periodontal dan sementum, keadaan
ini disebut dengan Periodontitis.
Periodontitis merupakan kondisi inflamasi irreversible dari jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang membedakannya
dengan gingivitis adalah adanya kehilangan perlekatan yang bisa dideteksi secara
klinis. Umumnya pasien dengan penyakit periodontal sering mengeluhkan adanya
perdarahan, pembengkakan, rasa sakit, serta rasa tidak nyaman. Kondisi peradangan
menjadikan sumber infeksi bagi tubuh, selain itu keluhan-keluhan yang dirasakan
pasien dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk didalamnya yaitu fungsi oral,
penampilan dan hubungan interpersonal yang memberikan dampak buruk karna dapat
menurunkan kualitas hidup terkait rongga mulut, oleh karna itu diperlukan berbagai
perawatan untuk penyakit periodontal yang harus menekankan pada penjagaan oral.
Terapi periodontal bertujuan untuk menghilangkan penyebab utama penyakit
periodontal dan juga faktor-faktor lain yang memperparah penyakit periodontal.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan yang ingin kami capai dalam diskusi ini antara lain sebagai berikut:
1) Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dari bedah periodontal.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan indikasi & kontraindikasi bedah periodontal.
3) Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam bedah periodontal.
4) Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur bedah periodontal.
5) Mahasiswa mampu menjelaskan instruksi pasca bedah periodontal.
6) Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi bedah periodontal.

1
1.3 Manfaat Penulisan
Diskusi ini dilakukan dengan harapan agar mahasiswa dan para pembaca dapat
mengetahui tentang tujuan bedah periodontal, indikasi & kontraindikasi bedah
periodontal, macam-macam bedah periodontal, prosedur bedah periodontal dan
komplikasi bedah periodontal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Pasien wanita berumur 29 tahun datang ke RSGM FK Unmul untuk memeriksakan


gusinya ke dokter gigi dengan keluhan mengalami pembengkakan gusi di gigi
depan rahang atas dan rahang bawah. Keadaan tersebut dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu ketika dia mulai sering merasakan gusi berdarah dan bau mulut.
Pemeriksaan intra oral menunjukkan kedalaman poket pada regio 11,21,32 sekitar
4 mm dengan clinical attachment loss (CAL) sekitar 5 mm. Terdapat penurunan
margin / resesi sebesar 1 mm. Papilla Bleeding Index (PBI) grade 4 dan terapat
pula Bleeding on Probing (BOP). Gigi 11,21 mobile derajat 2. Pemeriksaan
radiografi menunjukan adanya resorpsi tulang aveolar dan defek tulang pada
mesial 11 dan 21. Dari hasil anamnesa pasien jarang memeriksakan gigi nya ke
dokter gigi. Pada hari itu juga dilakukan terapi inisial pada pasien tersebut dan
meresepkan obat kumur untuk meredakan peradangan serta membantu
mempercepat penyembuhan. Namun, 7 hari berselang pasien datang kembali
untuk dilakukan kontrol, pasien mengeluhkan keluhan gigi masih goyang.
Akhirnya pasien direncanakan untuk dilakukan terapi lanjutan, yaitu bedah
periodontal termasuk melakukan perawatan untuk gigi goyangnya.

2.2 Identifikasi Istilah Sulit

1. Clinical attachment loss merupakan kehilangan perlekatan gingiva secara


klinis yang berat, yang merujuk pada hilangnya perlekatan jaringan ikat.
Digunakan mengukur jarak dari Cemento-Enamel Junction(CEJ) dalam arah
apikal kedasar saku/sulkus, Clinical Attaachment Loss juga digunakan untuk
mengukur tingkat perlekatan ketika gingiva margin masih berada dalam posisi
normal.

2. Papilla bleeding index grade 4 merupakan indikator inflamasi dari gingiva


yang juga merupakan suatu index yang memungkinkan infeksi segera dari
kondisi gingiva, dinilai pada papilla interdental pasien. Grade 4 berarti terdapat
pendarahan yang banyak pada gingiva.

3. Bleeding on probing merupakan perdarahan karena probing yang terjadi


karena adanya peradangan atau inflamasi dan salah satu index yang digunakan
untuk mengukur pendarahan pada gingiva pada saat probing, terdapat 3 grade
yaitu dari 0-3. POB juga merupakan parameter utama untuk mengetahui
ambang gingivitis.

3
4. Bedah periodontal merupakan fase kedua dari terapi periodontal berupa
tindakan perawatan untuk mengontrol kelainan periodontal dan memperbaiki
kondisi anatomis. Bedah periodontal juga merupakan terapi periodontal untuk
membuat jaringan granulasi dan memperbaiki jaringan periodontal yang
dilakukan ketika tidak bisa dilakukan perawatan non bedah.

5. Terapi insial merupakan perawatan fase 1 dalam perawatan periodontal, yang


dilakukan adalah menyingkirkan semua etiologi dan merupakan prosedur
pembersihan yang bersifat konservatif. Tahap perawatan periodontal pada fase
ini diarahkan pada penyingkiran semua iritan lokal yang dapat menyebabkan
inflamasi jaringan periodontal serta pemberian instruksi dan memotivasi
pasien untuk melaksanakan kontrol plak. Perawatan ini dapat dikatakan fase
etiotropik karena sasarannya adalah penyingkiran factor etiologi penyakit
periodontal.

6. Defek tulang merupakan kerusakan pada tulang dengan keadaan patologis dan
merupakan manifestasi klinis terjadinya periodontitis yang biasanya terjadi
inflamasi pada jaringan periodontal.

7. Resesi gingiva adalah kondisi ketika gusi turun kebawah sehingga permukaan
akar gigi terlihat,yang merupakan salah satu gejala dari periodontitis dan
terjadi perubahan posisi kearah lebih apical. Resesi gingiva juga merupakan
defek pada gingiva yang menyebabkan terbukanya akar gigi kearah bukal.
Pengertian lain yaitu CEJ terbuka sehingga marginal gingiva menjauhi CEJ
sehingga gigi terlihat lebih panjang.

8. Resorpsi tulang alveolar merupakan suatu proses kompleks, yang dapat terjadi
pada periodontitis dan merupakan proses dimana sel tulang menglami
perombakan yang disebabkan oleh reaksi osteoklas. Resorpsi tulang alveolar
juga dapat didefiniskan sebagai perubahan fisiologis yang menyebabkan
pengurangan dari tulang alveolar.

9. Mobile derajat 2 merupakan kegoyangan sekitar 1 mm dan mudah dirasakan.

2.3 Identifikasi Masalah


1. Apa yang menyebabkan gusi dari gigi pasien bengkak?
2. Apa yang dapat disimpulkan dari seluruh hasil pemeriksaan intraoral dan
radiografi pasien?
3. Mengapa setelah dilakukan terapi inisial gigi pasien masih goyang
4. Bedah periodontal seperti apa yang dilakukan untuk pasien tersebut?
Bagaimana cara merawat gigi goyangnya
5. Apa tujuan dari bedah periodontal?

4
6. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari bedah periodontal?
7. Apa macam-macam dari bedah periodontal?
8. Bagaimana prosedur dari bedah periodontal?
9. Apakah bisa terjadi komplikasi pada bedah periodontal? Jika ada apa saja
komplikasinya?
10. Apa instruksi yang diberikan kepada pasien pasca perawatan bedah
periodontal?

2.4 Analisa Masalah

1. Apa yang menyebabkan gusi dari gigi pasien bengkak?


 Akumulasi plak sehingga terjadi kalkulus dengan faktor pendukung yaitu
pasien jarang kedokter gigi
 Adanya periodontitis sehingga terjadi inflamasi
 Tanda klinis dari periodontitis
 Respon inflamasi yang terjadi kerena peradangan
 Oral hygine buruk

2. Apa yang dapat disimpulkan dari seluruh hasil pemeriksaan intraoral dan
radiografi pasien?
 Poket normal 1-3 mm, jika lebih berarti ada pembengkakn pada gingiva,
dari kedalaman poketnya pasien mengalami periodontitis tahap awal
 CAL lebih dari 5 mm berarti periodontitis berat atau periodontitis yang
tidak dirawat, sehingga terjadi kehilangan perlekatan gigi
 Resesi gingiva, tidak menandakan hubungan patologis
 PBI grade 4, bersifat spontan
 BOP, ada pada tanda periodontitis
 Gigi mobile derajat 2, ada 4 derajat yaitu 0,1,2,3
 Resorpsi tulang alveolar, berhubungan dengan periodontitis yang biasanya
menandakan kerusakan pada tulang alveolar
 Kesimpulannya: pasien mengalami periodontitis kronis karena gambaran
klinis periodontitis kronis yaitu adanya CAL.

3. Mengapa setelah dilakukan terapi inisial gigi pasien masih goyang?


Karena terapi inisial yang sebelumnya tidak mampu mengatasi
kegoyangan gigi pasien sehungga harus dilanjutkan ke bedah periodontal. Pada
skenario pasien mengalami resorpsi tulang yang mempengaruhi stabilitas gigi,
ini berhubungann juga dengan ligament periodontal yang terganggu fungsinya.
Kemungkinan walaupun sudah dilakukan splinting, perawatan ini tidak cukup

5
sehingga harus dilanjutkan ke bedah periodontal. Terapi insial hanya
menghilangkan factor etiologi.

4. Bedah periodontal seperti apa yang dilakukan untuk pasien tersebut?


Bagaimana cara merawat gigi goyangnya?
Bedah periodontal
 Operasi flap, agar tulang dan jaringan yang rusak bisa tumbuh kembali

Cara merawat gigi goyang


 Splinting gigi, karena dapat menjaga gigi gar tidak semakin goyang, dan
agar gigi dalam keadaan stabil, mengurangi mobilitas secara cepat
 Tergantung pada luasnya infeksi
 Pengangkatan tulang
 Evaluasi gigi, jika gigi sudah rusak parah tidak perlu dilakukan splinting
 Penyesuaian gigit
 Pencabutan gigi

5. Apa tujuan dari bedah periodontal?


1) Untuk mengontrol dan eliminasi penyakit periodontal
2) Koreksi kondisi anatomis
3) Meningkatkan prognosis dari gigi
4) Meningkatkan estetika
5) Sebagai anti infeksi
6) Permukaan akar dibuat agar bisa di akses
7) Aksesibilitas intrumentasi
8) Menciptakan kondisi stabil
9) Mengembalikan fungsi alat kunyah
10) Mengkoreksi deformitas pada tulang
11) Menciptakan ruang yang mudah di bersihkan
12) Regenerasi jaringan periodontal yang rusak
13) Mengurangi kehilangan gigi
14) Mengembalikan jaringan yang rusak karena penyakit
15) Koreksi gingival abnormal

6. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari bedah periodontal?


Indikasi
1) Peradangan persisten atau berulang
2) Keterlibatan furkasi derjat 2 dan 3
3) Poket pada gigi yang dapat dilihat secara klinis
4) Adanya kontur tulang yang tidak teratur
5) Cacat marginal restorasi

6
6) Pasien memerlukan estitika
7) Pembesaran pada gingiva
8) Gangguan akses pada control plak
9) Terdapat defek jaringan lunak
10) Area dengan kontur tulang tidak teratur
11) Poket yang tidak hilang setelah dilakukan perawatan pertama
12) Setelah dilakukan terapi inisal yang tidak berhasil
13) Kontur tulang yang tidak teratur
14) Adanya poket infraboni

Kontraindikasi
1) Pasien tidak kooperatif
2) Kelainan kardiovaskular
3) Hipertensi tidak terkontrol
4) Diabetes tidak terkontrol
5) Pasien perokok
6) Pasien dengan OH buruk
7) Pasien dengan penyakit hati
8) Pasien dengan gangguan neurologi
9) Gangguan metabolism
10) Control plak buruk
11) Pada alasan medis: terapi radiasi dan gangguan pendarahan
12) Infeksi akut
13) Prognosis buruk
14) Gigi yang tidak dapat dipertahankan
15) Gigi masih bisa dipertahankan
16) Pada pasien yang menjali terapi koagulan
17) Pasien usia lanjut

7. Apa macam-macam dari bedah periodontal?


1) Gingivectomy
2) Gingivoplasty
3) Kuretase
- Tertutup: kuretase gingiva dan subgingiva
- Terbuka: ENAP
4) Frenectomy
5) Partial flap reflection
6) Full flap reflection
7) Mucogingival surgery
8) Gingival graft

7
Klasifikasi lain
1) Kelas pertama: Gingivectomy, Flap
2) Kelas kedua: Bone graft, Regenerasi jaringan
3) rosedur tetutup: ENAP, ENAP yang dimodifikasi
4) Prosedur terbuka: gingivectomy, gingivoplasty

8. Bagaimana prosedur dari bedah periodontal?


Secara umum
 Persiapan pasien, semua pasien harus menjalani fase persiapan atau fase
awal
 Persetujuan pasien secara lisan dan tertulis
 Pertimbangan intraoperative
 Dilakukan anastesi
 Pembedahan
 Penutupan luka dengam suturing
 Perawatan pasca bedah
 Prosedur bedah
 Efisiensi
 Perhatikan keterbatasan anatomis dan fisik
 Usia dan factor sistemik
 Sayatan harus jelas dan pasti
Kuretase
 Menggunakan kuret grecey, kuret dimasukkan pada dinding poket dengan
arah horizontal
ENAP
 Melakuakn anatesi pada pasien, poket diperiksa
Gingivectomy
 Menandai poket dengan penanda poket atau probe, lakukan insisi dengan
bevel, insisi bisa dilakukan terputus putus atau continue
Gingivoplasty
 Melakukan anastesi yang diinjeksikan pada free gingiva atau papilla
interproksimal
Flap periodontal
 Gingiva diangkat, dengan flap yang full atau partial

9. Apakah bisa terjadi komplikasi pada bedah periodontal? Jika ada apa saja
komplikasinya?
1) Perdarahan, 12 jam pertama pasca pembedahan masih dianggap normal,
dibagi 3 yaitu primer, raksioner, dan sekunder
2) Sensitivitas perkusi

8
3) Trauma pada jaringan
4) Pembengkakan pascaoperasi
5) Infeksi pascaoperasi
6) Penyembuhan lambat
7) Sakit pascaoperasi
8) Pembengkakan jaringan
9) Hilangnya kesadaran
10) Hipersensitivitas akar
11) Penyembuhan yang tertunda
12) Trismus
13) Perubahan rasa
14) Kerusakan saraf

10. Apa instruksi yang diberikan kepada pasien pasca perawatan bedah
periodontal?
1) 24 jam pertama pasien diinstruksikan untuk tidak menggunakan sedotan,
makan makanan padat
2) Pembengkakan bisa kompres air es
3) Pasien merokok, dihindari karena bisa menghambat proses penyembuhan
4) Selama 1-2 hari pasien diberi tau untuk tidak olahraga yang berat
5) Menghindari makan dan minum pada jam pertama pascaoperasi
6) Menggunakan analgesic jika pasien merasakan sakit
7) Menggunakan obat kumur
8) Jika terjadi pendarahan tidak berhenti hubungin dokter
9) Penggunaan antibiotic untuk kasus tertentu
10) Tidak meludah secara berlebihan
11) Melepas jahitan kedokter

2.5 Kerangka Teori

Bedah Periodontal

Tujuan Indikasi dan Macam- Prosedur Instruksi Komplikasi


Kontraindikasi macam

9
2.6 Learning Objectives
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan bedah periodontal
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang indikasi dan kontraindikasi bedah
periodontal
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang macam-macam bedah periodontal
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prosedur bedah periodontal
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang instruksi bedah periodontal
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi bedah periodontal

2.7 Belajar Mnadiri

Pada step ini, masing-masing anggota kelompok belajar secara mandiri


untuk menjawab learning objective yang telah disepakati bersama.

2.8 Sintesis
1 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan bedah periodontal
Terapi untuk penyakit periodontal, yang mencakup banyak teknik dan
prosedur, tergantung pada status penyakit dan tujuan dari hasil akhir.
Permasalahan periodontal yang masih dini dapat dikoreksi dengan terapi fase
I, yaitu terdiri dari pengangkatan biofilm, scaling, dan root planing bila
diperlukan. Tetapi banyak kasus yang sedang hingga lanjut tidak dapat
diselesaikan tanpa pembedahan dalam mengakses permukaan akar untuk
root planing dan mengurangi atau menghilangkan kedalaman poket. Terapi
fase bedah juga disebut sebagai terapi fase II.12
Bedah periodontal bertujuan untuk pembersihan/debridemen akar
dengan penglihatan langsung atau aksesibilitas instrumen ke permukaan
akar, mengurangi atau menghapus area retensi plak yang memicu infeksi
(terutama poket periodontal), menghilangkan peradangan, menciptakan
lingkungan rongga mulut yang kondusif untuk kontrol plak, meningkatkan
regenerasi jaringan periodontal, membentuk sulkus gingiva untuk
memudahkan pengendalian penyakit periodontal (menghilangkan poket),
memperbaiki karakteristik morfologi gingiva dan tulang alveolar abnormal
yang mengganggu kontrol plak, koreksi defek mukogingiva, melakukan
prosedur atau perawatan pemotongan akar untuk memperbaiki morfologi
untuk pemeliharaan kebersihan mulut yang lebih mudah, eliminasi penyakit
jaringan-terapi resektif, membuat ruang embrasure yang mudah dibersihkan
dan tepat, mempersiapkan lingkungan periodontal yang sesuai untuk
perawatan restoratif dan prostodontik, serta untuk peningkatan estetik.8,17

10
Membersihkan Akar dengan Penglihatan Langsung (Access Flap)
Permukaan akar dapat terlihat secara klinis baik dengan mencerminkan
flap gingiva atau setelah eksisi gingiva (gingivektomi). Plak dan kalkulus
kemudian dapat dihilangkan dari semua permukaan akar, termasuk furkasi,
ketidakteraturan, dan lain-lain dengan penglihatan langsung.17

Menghapus Infeksi
Yang paling penting untuk flora mikroba subgingiva adalah poket
periodontal itu sendiri. Furkasi terbuka, ketidakteraturan akar, fusi, alur dan
struktur mulut lainnya juga penting. Kantong periodontal dapat dihilangkan
dengan operasi flap atau gingivektomi (terapi resektif). Seseorang juga dapat
mencoba untuk menyembuhkan cacat, terutama kantong tulang, melalui
prosedur bedah regeneratif. Iregularitas, fusi, dan alur akar yang disebutkan
di atas dapat dikurangi melalui odontoplasti secara hati-hati.17

Menghapus Peradangan
Prosedur klinis yang dijelaskan di atas (debridement akar atau
perencanaan dan pengurangan ceruk) mengarah pada penghapusan penyebab
peradangan periodontal. Gejala klinis aktivitas seperti eksudasi, perdarahan
dan nanah dihilangkan. Bebas dari inflamasi selalu mengarah pada
konsolidasi jaringan gingiva, penyusutan atau resesi gingiva, serta
menghasilkan pengurangan kedalaman poket yang kurang lebih jelas.17

Meningkatkan Regenerasi Jaringan Periodontal


Hasil prosedur bedah yang diharapkan tidak hanya penghentian proses
penyakit, tetapi juga "penyembuhan" poket melalui regenerasi jaringan
periodontal. Tujuan ini telah dicapai dengan beberapa keberhasilan selama
dua dekade terakhir. Implantasi tulang dan bahan pengganti tulang ke dalam
kantong intraalveolar, teknik GTR, penggunaan protein matriks dan di masa
depan, penggunaan faktor pertumbuhan sangat menjanjikan.17

Menghapus Penyakit Jaringan – Terapi Resective


Seperti disebutkan di atas, hasil dari prosedur bedah regeneratif tidak
selalu dapat diprediksi dengan pasti. Tetapi praktisi berusaha agar keadaan
periodonsium "bebas poket" bila memungkinkan, terutama ketika prosedur
restoratif/rekonstruktif direncanakan pada gigi yang sebelumnya terlibat
secara periodontal. Investigasi oleh kelompok Slots (2000) juga telah
menunjukkan bahwa mengikuti prosedur resektif (operasi tulang),
dibandingkan dengan prosedur "akses flap" sederhana, kedalaman poket

11
residual lebih sedikit, dan juga kolonisasi oleh mikroorganisme
periodontopatik (anaerobik) berkurang secara signifikan setelah penggunaan
prosedur bedah yang lebih radikal.17

Menciptakan Morfologi Fisiologis dari Periodontium Marginal


Selama mengalami periodontitis pada pasien tertentu, pembengkakan
gingiva atau di sisi lain penyusutan gingiva dapat terjadi. Oleh karena itu,
tujuan dari intervensi bedah adalah untuk menciptakan jalur yang harmonis
dari margin gingiva, yang dicapai melalui pilihan insisi (sulcular,
paramarginal), recontouring tulang alveolar dan jenis reposisi flap. Selain
peningkatan estetika, kontrol plak juga harus disederhanakan untuk pasien.17

Mengkoreksi Cacat Mukogingiva – Penciptaan Kembali Estetika


Maksud dan tujuan pembedahan mukogingiva meliputi pelebaran
attached gingiva, yang biasanya berhubungan dengan kedalaman vestibulum
oral. Tujuan utama lainnya adalah penutupan jaringan lunak di area resesi
gingiva dan koreksi defek ridge alveolar, yang mengantisipasi perawatan
tambahan di area prostetik dan implantologi gigi.17

2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang indikasi dan kontraindikasi


bedah periodontal
a. Indikasi 8
 Area dengan kontur tulang yang irregular, kawah yang dalam, dan
cacat lain.
 Pocket pada gigi yang secara klinis, untuk menghilangkan iritasi akar
secara menyeluruh yang memerlukan pembedahan. Biasanya terjadi
di daerah molar dan premolar.
 Dalam kasus keterlibatan furkasi derajat 2 atau 3, pendekatan bedah
memastikan penghilangan iritasi.
 Pocket intrabony pada daerah distal gigi molar terakhir, yang sering
diperumit oleh masalah mukogingiva, biasanya tidak responsif
terhadap metode non-bedah.
 Inflamasi persisten di daerah dengan pocket yang sedang hingga
dalam mungkin memerlukan pendekatan bedah. Pada area dengan
pocket yang dangkal atau sulkus yang normal, inflamasi persisten
dapat menunjukkan adanya masalah mukogingiva yang memerlukan
solusi pembedahan.
b. Kontraindikasi 8
 Kekooperatifan pasien.

12
 Penyakit kardiovaskular (hipertensi yang tidak terkontrol, Angina
Pectoris, Myocardial Infraction, terapi koagulan, Rheumatic
Endocarditis, lesi jantung kongenital, dan heart vascular implants).
 Transplantasi organ.
 Kelainan darah.
 Kelainan hormonal (diabetes yang tidak terkontrol dan disfungsi dari
adrenal).
 Kelainan hematologic (penyakit parkinson, multiple sclerosis, dan
epilepsy).
 Merokok (ini lebih merupakan faktor pembatas daripada
kontraindikasi).

3 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang macam-macam bedah


periodontal
1. Kuretase gingiva
Kuretase dalam periodontik berarti mengeruk dinding gingiva dari
poket periodontal untuk menghilangkan penyakit pada jaringan lunak.
Prosedur kuretase adalah operasi tertutup dengan tujuan mereduksi poket,
mengeliminasi, memperbaiki perlekatan atau membuat perlekatan baru.
Scalling adalah pengambilan deposit dari permukaan akar, sedangkan
root planning adalah membersihkan akar untuk menghilangkan jaringan
yang terinfeksi dan substansi gigi yang nekrotik. Scalling dan root
planning secara tidak sengaja dapat mencakup berbagai tingkat kuretase.
Namun memiliki prosedur yang berbeda dan indikasi yang juga berbeda.
Keduanya harus di anggap sebagai bagian terpisah dari perawatan
periodontal. Kuretase dilakukan dengan menghilangkan jaringan lunak
yang mengalami inflamasi yang terdapat pada lateral dinding poket
jaringan periodontal. Jaringan ini selain terdiri dari fibroblastik dan
angioblastik juga dapat mengandung tumpukan kalkulus dan koloni
bakteri. 6,12
Indikasi
Indikasi pada kuretase sangat terbatas. Kuretase dapat dilakukan
setelah scaling dan root planing demi tujuan berikut:
a. Kuretase dapat dilakukan pada keadaan terdapat moderately deep
poket intraboni yang berlokasi pada area yang dapat diakses, pada
kasus ini diindikasikan dengan bedah non flap tipe closed.
b. Kuretase dapat dilakukan sebagai prosedur nondefinitive untuk
mengurangi inflamasi ketika teknik bedah agresif (seperti flaps)
menjadi kontraindikasi pada pasien dikarenakan umur, masalah

13
sistemik, masalah psikologi, atau faktor lainnya. Perlu diketahui
bahwa tujuan eliminasi poket pada pasien ini ialah untuk
compromised dan memperbaiki prognosis. Klinisi harus melakukan
pendekatan ini hanya ketika teknik bedah yang di indikasikan tidak
dapat di lakukan serta kedua klinisi dan pasien memahami
kekurangannya.
c. Kuretase biasanya dilakukan dengan recall visits, sebagai metode
untuk pemeliharaan pada area yang mengalami inflamasi rekuren dan
kedalaman poket.12

Kontraindikasi
Karena kuretase menyebabkan penyusutan yang cepat pada jaringan
gingiva maka hal ini harus dihindari dilakukan pada gigi anterior rahang
atas dimana estetika sangat penting. 13
Teknik Kuretase
a. Teknik dasar
1) Kuretase gingiva: terdiri dari pengangkatan jaringan lunak yang
mengalami inflamasi di samping dinding poket dan epitel
junctional.
2) Kuretase subgingiva: mengacu pada prosedur yang dilakukan
pada apikal ke junctional epitel dan pemutusan perlekatan
jaringan ikat sampai ke tulang puncak.
b. Teknik lainnya
1) Excisional New Attachment Procedure (ENAP): ialah bertujuan
untuk memungkinkan penyusutan jaringan lunak secara
menyeluruh, membuat akses yang lebih baik ke permukaan akar.
Keunggulannya dibanding kuretase subgingiva tradisional ialah
definitif, eksisi bersih dari epitel junctional dan jaringan yang
terletak dibawah dengan probabilitas yang lebih besar dari
perlekatan klinis baru.
2) Kuretase ultrasonik: penggunaan perangkat ultrasonik telah
direkomendasikan untuk kuretase gingiva
3) Kuretase kimia: sejak awal dalam pengembangan prosedur
periodontal, penggunaan obat kaustik telah direkomendasikan
untuk menginduksi kuretase kimia dari dinding lateral poket atau
bahkan penghapusan epitel secara selektif.
4) Kuretase laser: saat ini telah dikembangkan penggunaan diode
laser dengan penggabungan kuretase untuk menghapus lapisan

14
ulserasi epitel, mengurangi pencemaran sulkus, dan untuk
membersihkan permukaan akar. 6,12

2. Gingivektomi
Gingivektomi berarti eksisi gingiva dengan menghilangkan dinding
poket sehingga dapat diperoleh visibilitas dan aksesibilitas untuk
penghilangan kalkulus secara sempurna dan penghalusan akar
menyeluruh. Hal ini akan menciptakan lingkungan yang menguntungkan
untuk penyembuhan gingiva dan pengembalian kontur fisiologis
gingiva.12
Berikut merupakan indikasi dan kontraindikasi dalam melakukan
prosedur gingivektomi.
Indikasi
a. Eliminasi poket supraboni, terlepas dari kedalamannya.
b. Eliminasi pembesaran gingiva.
c. Eliminasi abses periodontal supraboni.12
Kontraindikasi
a. Diperlukannya bedah tulang atau pemeriksaan morfologi tulang.
b. Situasi dimana pada bagian bawah poket berada lebih apikal dari
mukogingiva junction.
c. Pertimbangan estetik, terutama pada rahang atas anterior.12

3. Gingivoplasti
Gingivoplasti ialah pembentukan ulang gingiva untuk membuat
kontur gingiva dengan bentuk yang lebih fisiologis agar terbentuk gingiva
tanpa adanya poket. Adanya penyakit pada gingiva dan periodontal
biasanya menghasilkan deformitas pada gingiva, dimana hal ini menjadi
tempat kondusif untuk akumulasi plak dan debris makanan, dimana hal
tersebut akan memperpanjang dan memperburuk proses penyakit. Contoh
deformitas yakni seperti gingival clefts, kreater pada papilla interdental
yang disebabkan acute necrotizing ulcerative gingivitis, dan pembesaran
gingiva. Gingivoplasti dapat dilakukan dengan pisau periodontal, scalpel,
rotary coarse diamond stones, ataupun elektroda.12

4. Osseous surgery
Ialah sebuah prosedur perubahan tulang alveolar untuk menghilangkan
suatu deformitas yang disebabkan oleh suatu proses penyakit periodontal
atau disebabkan oleh faktor lainnya seperti eksostosis dan gigi
supraerupsi. Osseus surgery dapat bersifat aditif maupun subtraktif.

15
a. Additive osseous surgery: mencakup prosedur yang ditujukan untuk
memulihkan tulang alveolar ke tingkat semula. Menghasilkan hasil
yang ideal pada terapi periodontal.
b. Subtractive osseous surgery: dirancang untuk mengembalikan bentuk
tulang alveolar yang sudah ada sebelumnya ke tingkat yang sudah ada
ataupun sedikit lebih apikal dari tingkat ini. Prosedur ini ialah sebagai
alternatif terhadap metode additive dan digunakan ketika prosedur
additive tidak layak.12

Sumber: (Newman, M. G., 2012)

5. Periodontal flap
Flap periodontal ialah bagian dari pembedahan gingiva dan/ mukosa
yang dipisahkan dari jaringan di bawahnya, dimana hal ini ialah untuk
memberikan akses dan visibilitas ke tulang dan permukaan akar. Flap juga
memungkinkan gingiva dipindahkan ke lokasi yang berbeda pada pasien
dengan keterlibatan mukogingiva.
Klasifikasi flap periondontal
a. Berdasarkan paparan tulang setelah refleksi flap.
Flap diklasifikasikan menjadi full-thickness (mukoperiosteal) flaps
dan partial-thickness (mukosa) flaps.
b. Berdasarkan penempatan flap setelah operasi.
Flap diklasifikasikan menjadi nondisplaced flaps dan displaced flaps.
c. Berdasarkan manajemen papila.

16
Flap diklasifikasikan menjadi konvensional flap dan papilla
preservation flaps.12

6. Mucogingival surgery
Masalah mukogingiva termasuk resesi gingiva, vestibular dangkal,
luas attached gingiva yang tidak adekuat dan frenulum yang
menyimpang. Istilah mucogingival surgery dikenalkan oleh Friedman,
yakni suatu prosedur bedah yang dirancang untuk melestarikan attached
gingiva, memperbaiki penyimpangan frena atau perlekatan otot dan untuk
meningkatkan kedalaman vestibulum. Istilah ini sekarang diganti dengan
“mucogingival therapy”, dimana mencakup area yang lebih luas, baik non
surgical dan prosedur surgical untuk mengkoreksi defek pada morfologi,
posisi, dan/ jumlah jaringan lunak dan dukungan tulang sekitar bagi gigi
maupun implan.1

7. Guided Tissue Regeneration (GTR)


Teknik GTR dimulai oleh Nyman dkk pada tahun 1982. Istilah GTR
digunakan oleh Gottlow pada tahun 1986, yang perlahan menjadi dapat
diterima sebagai terapi regeneratif. Pada tahun 1996 World Workshop in
Periodontic mendefinisikan GTR sebagai “Prosedur percobaan untuk
meregenerasi struktur periodontal yang hilang melalui respon jaringan
yang berbeda”, yakni dengan cara memberikan barriers untuk menahan
epitel dan korium gingiva dari permukaan akar. Barrier membran juga
berguna untuk mencapai primary intention penyembuhan luka,
mengisolasi defek dari gingiva dan menstabilkan clot (bekuan darah).4
Tujuan utama dari GTR ialah untuk meregenerasi jaringan periodontal
yang hilang akibat penyakit yang sudah memasuki stadium lanjut. Prinsip
GTR memungkinkan repopulasi selektif dari sel-sel periodontal, terutama
fibroblas, dimana sel ini dapat membantu pembentukan jaringan
periodontal baru. Selain itu, membran juga akan menyediakan ruang
untuk stabilitas luka yang optimal yang diperlukan untuk regenerasi
periodontal.16
Selama dekade terakhir, telah diusulkan dan di teliti berbagai tindakan
bedah regeneratif untuk regenerasi jaringan periodontal spesifik, yakni
seperti tulang alveolar, sementum, ligamen periodontal dan gingiva. Hasil
dari regenerasi jaringan periodontal dengan strategi GTR/ GBR (Guided
Bone Regeneration) memiliki hasil yang bervariasi tergantung dari umur
pasien, besar defek, genetik dan efek demografik serta gaya hidup.4
Membran barrier untuk aplikasi GTR dan GBR

17
a. Membran Non-resorbable.
b. Membran Resorbable.4

4 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prosedur bedah periodontal

Kuretase Gingiva.6
 Teknik dasar
1. Prosedur kuretase gingival diawali anestesi local
2. Selanjutnya pilih kuret misalnya kuret yang dipilih, Gracey #13-14
untuk permukaan mesial, Gracey #11-12 untuk permukaan distal.
Kuretase juga dapat dilakukan dengan 4R-4L Columbia Universal
kuret.
3. Instrumen dimasukkan ke lapisan dalam dinding poket, dan kemudian
dilakukan pengerokan sepanjang jaringan lunak, biasanya dalam
stroke horizontal. Dinding poket harus didukung oleh tekanan jari
lembut pada permukaan eksternal
4. Kuret tersebut ditempatkan di bawah tepi potongan epitel junctional
untuk merusaknya. Selama kuretase subgingival, jaringan yang ada
antara bawah poket dan puncak alveolar dikeluarkan dengan
gerakanmenyendoki, gerakan kuret pada permukaan gigi. Daerah
yang memerah untuk menghilangkan kotoran, dan sebagian
disesuaikan dengan gigi dengan tekanan jari yang lembut.

Makassar Dental Journal


Kuretase subgingiva. Penyingkiran epitel dinding poket (kiri),
penyingkiran epitel penyatu dan jaringan granulasi (tengah), prosedur
pengkuretan selesai (kanan).
5. Irigasi area dengan larutan salin normal steril untuk menghilangkan
debris dan tekan jaringan ke permukaan gigi dengan lembut yang
memungkinkan penghentian perdarahan dan adaptasi jaringan lunak
ke permukaan akar.
6. Jahit jaringan, jika perlu.
7. Instruksi pascaoperasi diberikan setelahnya.

ENAP (Excisional New Attachment Procedure).3

18
1. Anestesi: Anestesi lokal yang memadai diberikan pada tempat yang
dipilih.
2. Insisi: Insisi bevel internal diberikan dengan pisau bedah No. 15 atau No.
11, dari margin gingiva ke titik di bawah bagian bawah poket. Tujuannya
adalah untuk memotong bagian dalam dari dinding jaringan lunak poket,
di sekitar gigi.
3. Pengangkatan jaringan: Jaringan yang dipotong dan granulasi dibuang
dengan kuret. Root planing dilakukan setelah itu.
4. Irigasi: Irigasi area dengan saline.
5. Penjahitan: Perkirakan tepi luka dan tempatkan jahitan yang sesuai.
6. Instruksi pascaoperasi diberikan setelahnya.

Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics


Gingivektomi.10
1. Penandaan poket.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)
(Gambar a) Probe periodontal biasa digunakan untuk mengidentifikasi
bagian bawah poket yang dalam. (Gambar b) Ketika kedalaman poket
telah dinilai, jarak yang setara digambarkan pada aspek luar gingiva.
Ujung probe kemudian diputar secara horizontal dan digunakan untuk
menghasilkan titik perdarahan pada tingkat bagian bawah poket yang
dapat diperiksa. Rangkaian titik perdarahan yang dihasilkan
menggambarkan kedalaman poket di area untuk perawatan dan digunakan
sebagai pedoman untuk sayatan.
2. (Gambar 1) Gingivektomi teknik sayatan lurus. (Gambar 2)
Gingivektomi. teknik sayatan bergigi. Jadi setelah insisi lurus (Robicsek)
atau scalloped (Zentler) pada labial dan kemudian pada permukaan
lingual setiap gigi, jaringan yang sakit harus dilonggarkan dan diangkat.
Setelah eliminasi jaringan lunak, tulang alveolar yang terbuka harus

19
dikerok. Pada area tersebut kemudian harus ditutup dengan semacam kain
kasa antibakteri atau diberikan larutan desinfektan.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)
3. (Gambar a) Sayatan primer. (Gambar b) Insisi diakhiri pada tingkat apikal
ke "dasar" poket dan disudutkan untuk memberikan permukaan yang
dipotong bevel yang berbeda.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)
4. Sayatan sekunder melalui area interdental dilakukan dengan
menggunakan pisau Waerhaug.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)
5. Gingiva yang terlepas dihilangkan dengan scaler.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)
6. Probing untuk sisa kantong. Paket kasa telah ditempatkan di ruang
interdental untuk mengontrol perdarahan.

20
(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th
Edition.)

7. Pembalut periodontal telah dipasang dan diamankan dengan benar.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)
Prosedur Flap
Prosedur flap untuk eliminasi poket.
 The original Widman flap.10

1. Dua sayatan pelepasan membatasi area yang dijadwalkan untuk terapi


bedah dan sayatan bevel terbalik bergigi dibuat di margin gingiva untuk
menghubungkan dua sayatan yang melepaskan.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

2. Kerah jaringan gingiva yang meradang diangkat setelah elevasi flap


mukoperiosteal.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

21
3. Dengan rekonturing tulang, kontur "fisiologis" tulang alveolar dapat
dibentuk kembali.
4. Ujung koronal dari bukal dan lingual flap ditempatkan pada puncak
tulang alveolar dan diamankan pada posisi ini dengan jahitan
interdental.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

 The Neumann flap.10

1. Sayatan intracrevicular.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

2. Gingiva diretraksi untuk mengekspos permukaan akar yang


“berpenyakit”.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

3. Permukaan akar yang terbuka dilakukan debridement mekanis.

22
(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th
Edition.)

4. Flap diganti ke posisi semula dan dijahit.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

 Modified Widman Flap.14

1. Langkah 1: Ini adalah insisi bevel internal yang di awal dari 0,5
sampai 1 mm dari margin gingiva dan diarahkan ke puncak alveolar.
Sayatan pelepasan vertikal tidak diperlukan (berbeda dengan flap
Widman).

(Reddy, S. (2011). Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 3rd


Edition.)

2. Langkah 2: Gingiva dipantulkan dengan elevator periosteal.

23
(Reddy, S. (2011). Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 3rd
Edition.)

3. Langkah 3: Sayatan crevicular dibuat.


4. Langkah 4: Setelah flap direfleksikan, insisi ketiga dibuat di ruang
interdental dengan pisau Orban dan kerah gingiva dilepas.

(Reddy, S. (2011). Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 3rd


Edition.)

5. Langkah 5: Label jaringan dan jaringan granulasi dihilangkan dengan


kuret. Permukaan akar diperiksa dan diskalakan.
6. Langkah 6: Arsitektur tulang tidak terkoreksi, pendekatan yang baik
dari flap diperlukan, oleh karena itu terkadang flap mungkin harus
ditipiskan.
7. Langkah 7: Jahitan langsung terputus ditempatkan.

(Reddy, S. (2011). Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 3rd


Edition.)

 Apically repositioned flap.10

24
1. Setelah insisi pelepasan vertikal, insisi bevel terbalik dibuat melalui
gingiva dan periosteum untuk memisahkan jaringan inflamasi yang
berdekatan dengan gigi dari flap.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

2. Flap mukoperiosteal diangkat dan kerah jaringan yang tersisa di


sekitar gigi, termasuk epitel poket dan jaringan ikat yang meradang,
diangkat dengan kuret.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

3. Pembedahan tulang dilakukan dengan menggunakan bur yang


berputar (Gambar a), untuk mendapatkan kembali kontur fisiologis
tulang alveolar (Gambar b).

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

4. Flap direposisi ke arah apikal ke tingkat puncak tulang alveolar yang


direkonturasi dan dipertahankan pada posisi ini dengan jahitan.

25
(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th
Edition.)

5. Pembalut periodontal ditempatkan di atas area bedah untuk


memastikan bahwa flap tetap pada posisi yang benar selama
penyembuhan.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

 The papilla preservation flap.10

1. Insisi intracrevicular dibuat di sepanjang aspek lingual/palatal gigi


dengan insisi semilunar yang dibuat di setiap area interdental.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

2. Kuret atau elevator papila digunakan untuk membebaskan papila


interdental secara hati-hati dari jaringan keras di bawahnya.

26
(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th
Edition.)

3. (c,d) Jaringan interdental yang terlepas didorong melalui lubang


dengan instrumen tumpul untuk dimasukkan ke dalam flap wajah.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

4. Flap diganti dan jahitan ditempatkan pada aspek palatal dari area
interdental.

(Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th


Edition.)

 Laterally Positioned Pedicle Flap.17

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

1. Situs resesi praoperasi


2. Sayatan vertikal dan horizontal di sekitar lokasi donor;
3. Flap dipindahkan secara lateral dan dijahit;
4. Situs pascaoperasi

 Double Papilla Flap.3

27
(Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics)

1. Langkah I: Insisi: Insisi berbentuk V dibuat di sekitar margin recessed


gingiva untuk mengekspos jaringan ikat di tepinya. Sayatan
diperpanjang sampai kedalaman, tetapi tidak termasuk periosteum. V-
section (wedge of gingiva) kemudian diangkat dan permukaan akar
diskalakan secara menyeluruh.

(Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics)

2. Langkah II: Insisi pelepasan lateral atau vertikal: Ini dibuat pada sudut
garis mesiofasial dan distofasial dari gigi yang berdekatan. Sayatan
horizontal dibuat di bagian atas papila.

(Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics)

3. Langkah III: Refleksi lipatan: Kedua jaringan papiler dipegang


dengan tang jaringan ekor tikus dan diangkat dengan hati-hati saat
dipisahkan dari jaringan di bawahnya dengan pisau bedah No. 15.
Harus berhati-hati untuk tidak mengangkat periosteum, tusukan atau
parah flap. Kedua flap papiler diangkat dan diposisikan ulang untuk
menutupi akar yang terbuka.

28
(Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics)

4. Langkah IV: Penjahitan: Flap dijahit bersama-sama. Jarum jahit


dilewatkan melalui permukaan luar papila pertama dan melalui
permukaan bawah papila kedua. Jahitan usus medium 5–0 yang dapat
diserap digunakan untuk menjahit.

(Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics)

5. Langkah V: Instruksi pascaoperasi: Ini diberikan setelahnya.

 Coronally Displaced Flap.3

(Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics)

1. Langkah I: Insisi: Insisi bevel internal diberikan dari margin gingiva


ke bagian bawah poket pada tempat yang dipilih. Pada setiap ujung
insisi bevel internal, insisi vertikal diberikan di luar mucogingival
junction, untuk menggambarkan flap.
2. Langkah II: Refleksi flap: Flap dengan ketebalan parsial dinaikkan
dengan pisau bedah No. 11 atau 15.

29
3. Langkah III: Scaling dan planing: Scaling dan planing dilakukan pada
permukaan akar dengan bantuan kuret.
4. Langkah IV: Penjahitan: Flap kemudian dijahit ke tingkat koronal ke
posisi pretreatment untuk menutupi resesi. Tutupi area tersebut
dengan paket periodontal.

 Guided Tissue Regeneration.5

1. Gigi 11 dengan resesi gingiva sedang.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

2. Permukaan akar yang terbuka diratakan secara menyeluruh dengan pahat.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

3. Dua sayatan vertikal ditempatkan, menghindari papila interproksimal.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

4. Flap direfleksikan dengan memperlihatkan beberapa tulang alveolar.

30
(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

5. Memotong membran yang dapat diserap kembali (Resolut) dan


menyesuaikannya agar sesuai dengan situs.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

6. Membran (Resolut) diamankan di tempatnya dengan jahitan yang dapat


diserap kembali.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

7. Flap bukal dijahit dengan tujuan menutupi membran sebanyak mungkin.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

8. Dengan 2 tahun setelah operasi, ada cakupan 100% dari permukaan akar.

(Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery)

31
5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang instruksi bedah periodontal

Penatalaksanaan pasien pascaoperasi merupakan langkah penting dalam


mencapai hasil pascaoperasi yang diinginkan. Pasien yang tidak memahami
instruksi pascaoperasi yang benar atau yang mengabaikannya berisiko
mengalami konsekuensi yang tidak menyenangkan. Ahli bedah periodontal
harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa instruksi tertulis dan lisan
diberikan sebelum melepaskan pasien, untuk mencegah komplikasi terkait
prosedur pembedahan. Penting bagi pasien untuk mengikuti semua instruksi
pasca operasi untuk meminimalkan risiko komplikasi.11
1. Manajemen Pendarahan dan Pembengkakan Pasca Operasi
Selama beberapa jam setelah operasi, mungkin ada kebocoran atau
keluar dari pembuluh darah yang robek. Sejumlah kecil air liur bercampur
darah, di sisi lain, dapat disalahartikan oleh pasien sebagai sejumlah besar
darah dan tanda perdarahan. Alhasil, pasien yang sudah diinformasikan
sebelumnya tidak akan melakukan kesalahan tersebut. Kebocoran darah
ke jaringan sekitarnya dan respon inflamasi yang dihasilkan dapat
menyebabkan pembengkakan kecil pada jaringan mulut dan wajah. Ini
adalah efek samping kecil dan umum yang tidak memerlukan perawatan
dan tidak boleh menimbulkan kekhawatiran bagi ahli bedah atau pasien.
11

Ekstravasasi bekuan intravaskular yang terbentuk sebagian pada


pembuluh darah yang terputus, yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan hemostatik saat aliran darah kembali normal dan kemudian
melebihi aliran normal selama fenomena rebound, merupakan penyebab
umum perdarahan ringan selama jam-jam awal pasca operasi. Jika
perdarahan berlanjut, maka tindakan aktif untuk menghentikan
perdarahan diperlukan. 11
a. Tekanan lokal
Sumber perdarahan harus diidentifikasi dan tekanan lokal harus
diterapkan. Aplikasi vasokonstriktor dapat dikombinasikan dengan
aplikasi tekanan untuk mengontrol perdarahan. Menerapkan tekanan
pada jaringan lunak menyebabkan kompresi jaringan, yang membantu
oklusi pembuluh darah di jaringan lunak, yang terjadi ketika untaian
fibrin berkontraksi, menjadi kencang, dan menutup pembuluh darah
dari kebocoran darah lebih lanjut. 11
Pendarahan kecil dari area yang terlokalisasi biasanya dapat
ditangani dengan tekanan kuat dengan jari pada kain kasa yang
dibasahi yang ditempatkan di atas tempat perdarahan selama 12-18
jam pertama setelah operasi selama 10-15 menit. 11

32
b. Pembengkakan
Pembengkakan adalah hasil dari peradangan di daerah yang
dioperasi. Biasanya muncul dalam 24 jam setelah operasi dan dapat
meningkat selama 24 jam lagi. Biasanya mulai berkurang pada hari
ketiga dan biasanya mereda pada hari keempat pasca operasi.
Pembengkakan yang terus-menerus mungkin disebabkan oleh
peradangan atau pendarahan yang persisten, jadi penghilangan
penyebab peradangan diindikasikan. 11
 Aplikasi dingin 11
 Kompres es diterapkan selama sekitar 20 menit dan kemudian
diangkat selama 20 menit. Rejimen ini akan diulang selama 6-
8 jam setelah operasi.
 Menggunakan rangsangan dingin secara terus menerus lebih
disukai daripada intermiten karena mengaktifkan mekanisme
fisiologis yang melindungi jaringan permukaan dari radang
dingin, menghasilkan peningkatan aliran darah di tempat
operasi.
 Aplikasi kompres es intermiten disarankan untuk dihentikan
setelah 8 jam karena aliran darah berkurang tidak diinginkan
lagi dan dapat menggagalkan penyembuhan jaringan dengan
mengganggu respon inflamasi.
 Aplikasi moist heat 11
 Ecchymosis dapat terjadi di mana mungkin ada perubahan
warna wajah eksternal atau pembengkakan ketika darah bocor
ke jaringan sekitarnya dari pembuluh yang rusak selama
operasi.
 Menerapkan moist heat ke jaringan wajah di atas lokasi bedah
dianjurkan setelah 18-24 jam operasi. Jika dilakukan segera,
dapat menyebabkan peningkatan kecenderungan perdarahan
dan pembengkakan.
 Ketika ekimosis berkembang, moist heat dapat membantu
meningkatkan pertukaran cairan dan mempercepat resorpsi zat
pewarna dari jaringan hingga seminggu atau lebih setelah
operasi.
 Cara terbaik untuk menerapkan moist heat adalah dengan
membasahi handuk katun kecil dengan air keran panas dan
tahan terhadap jaringan wajah selama 30 menit atau sesering
jadwal harian memungkinkan.

33
 Setelah setiap 10-15 menit, rendam handuk dengan air panas
lagi. Handuk panas juga dapat dibungkus dengan kantong
plastik dan diletakkan di wajah, dengan bantalan panas listrik
yang menahannya. Ini akan mempertahankan suhu konstan
selama periode aplikasi.

2. Pencegahan dan Manajemen Nyeri Pasca Operasi


Operasi periodontal yang melibatkan pembukaan flap, cangkok
gingiva, atau prosedur gingivektomi/frenektomi dapat menyebabkan
nyeri pasca operasi. Rasa sakit yang dialami dalam tiga hari pertama
setelah operasi dianggap normal dan akan berangsur-angsur memudar
seiring berjalannya proses penyembuhan. Prosedur bedah yang ekstensif
dan lama, serta hilangnya anestesi lokal, dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pascaoperasi. 11
Pada hari pertama pascaoperasi, biasanya ada pengurangan rasa sakit
yang signifikan, diikuti oleh penurunan ketidaknyamanan secara bertahap
dan progresif pada setiap hari berikutnya. Hanya sebagian kecil pasien
yang mengalami rasa sakit yang tidak dapat dihilangkan dengan analgesik
ringan. Terapi analgesik harus dimulai sebelum operasi karena lebih
mudah untuk mencegah rasa sakit daripada menghilangkannya. Obat anti-
inflamasi nonsteroid (NSAID) lebih disukai, dengan dosis awal diatur
sedemikian rupa sehingga analgesik yang dipilih mencapai tingkat darah
puncak sebelum anestesi lokal habis. Untuk bedah periodontal, misalnya,
500-600 mg asetaminofen atau 800 mg ibuprofen diberikan secara oral
sesaat sebelum injeksi lidokain dengan vasokonstriktor.3 Sejak anestesi
lokal yang diinduksi lidokain dengan 1:50 000 epinefrin/adrenalin
berlangsung 1,5-2 jam, dosis analgesik oral harus diulang setiap 4 jam
pada hari operasi dan setiap 4-6 jam pada hari pertama dan kedua
pascaoperasi. 11
Anestesi lokal kerja lama seperti bupivacaine atau etidocaine, yang
memberikan anestesi lokal selama 6-8 jam, adalah pilihan lain untuk
menghilangkan nyeri pascaoperasi. Bila dibandingkan dengan agen yang
bekerja lebih pendek, kembalinya sensasi jauh lebih bertahap, timbulnya
ketidaknyamanan kurang dramatis, dan karena itu kecemasan kurang
dihasilkan sebagai sensasi tumbuh sangat bertahap. Analgesik ringan
harus diresepkan sebagai bagian dari rejimen pasca-bedah daripada
diserahkan kepada kebijaksanaan pasien. Setelah operasi periodontal,
pasien jarang membutuhkan terapi analgesik narkotik. Beberapa ahli
bedah lebih memilih untuk memberikan resep narkotika kepada pasien

34
dengan saran bahwa narkotika hanya boleh digunakan jika obat non-
narkotika yang diresepkan tidak efektif. 11
Lokken et al. telah menunjukkan bahwa memulai terapi ibuprofen pra-
bedah menunda onset dan mengurangi intensitas nyeri pasca-bedah ke
tingkat yang lebih besar daripada analgesik oral tradisional. 11

3. Antibiotik dan Pertimbangan Infeksi Pascaoperasi


Infeksi pasca operasi adalah komplikasi yang terjadi ketika protokol
sterilisasi dan desinfektan yang tepat tidak diikuti. Ini lebih mungkin
terkait dengan gigi dengan keterlibatan endodontik (endodontik – lesi
periodontal), perpindahan flap dan paparan tulang, jahitan dan partikel
kalkulus yang terkena dampak, dan laserasi jaringan dan gangguan
vaskularisasi. Antibiotik jarang diperlukan sebagai akibat dari ini. Jika
infeksi terjadi, tanda dan gejala termasuk pembengkakan dan nyeri yang
meningkat dan progresif, yang mungkin atau mungkin tidak terkait
dengan nanah, demam, dan limfadenopati 36-48 jam setelah prosedur. 11
Terapi antibiotik segera dimulai, dan pasien dipantau secara ketat
untuk memastikan bahwa antibiotik yang dipilih efektif. Antibiotik
resisten penisilinase, antibiotik spektrum luas seperti ampisilin dan
amoksisilin, sefalosporin, azitromisin, klaritromisin, atau klindamisin,
atau kombinasi di atas, semakin banyak digunakan. Namun, penisilin
tetap menjadi obat pilihan. Misalnya, Amoksisilin 500mg setiap 8 jam
selama satu minggu dapat diresepkan untuk memberikan cakupan
antibiotik selama proses penyembuhan awal. Sefalosporin atau
klindamisin dapat digunakan sebagai alternatif penisilin pada pasien yang
alergi terhadapnya. Misalnya, Azitromisin 250 mg, Klindamisin 150 mg
atau Doksisiklin 100 mg dapat digunakan sebagai alternatif bagi pasien
yang alergi penisilin. Jadi, pasien harus selalu ditanya apakah mereka
memiliki alergi obat yang diketahui atau apakah dia hamil. 11

4. Terapi Suportif Setelah Operasi


Asupan makanan dan cairan yang tepat, kebersihan mulut, dan
pembatasan aktivitas adalah bagian dari pengobatan suportif. Meskipun
terapi suportif lebih sulit untuk pasien dengan gangguan medis, pasien
tanpa kompromi juga memerlukan instruksi khusus untuk terapi suportif
dalam 3-5 hari pertama setelah operasi. 11
a. Asupan makanan dan cairan
Pasien membutuhkan sumber energi dan sumber protein. Energi
berasal dari karbohidrat, protein, dan asam lemak. Gangguan

35
metabolisme protein, keterlambatan angiogenesis, dan gangguan
kontraksi luka semuanya berkontribusi pada keterlambatan
penyembuhan luka pada pasien malnutrisi berat. Penyembuhan luka
tentu melibatkan penggunaan energi. Akibatnya, status gizi pasien
berdampak. 11
Meskipun protein dapat digunakan sebagai sumber energi, fungsi
utamanya adalah untuk mendorong proliferasi sel dan sintesis protein;
oleh karena itu, menggunakan protein sebagai sumber energi
dianggap berbahaya. Penyembuhan tulang sangat penting dalam
banyak operasi maksilofasial. Protein telah terbukti memainkan peran
penting dalam penurunan sirkulasi limfosit T dan B, serta gangguan
fagositosis neutrofil, adalah penyebab umum. Semua hal di atas dapat
terjadi sebagai akibat dari periode rehabilitasi yang panjang. Ketika
kebutuhan energi pasien meningkat sebagai akibat dari pembedahan,
trauma, atau kondisi medis lainnya, asupan kalori harus meningkat
serta kekuatan perbaikan patah tulang. Pasien malnutrisi juga lebih
rentan terhadap infeksi. Ketika tubuh tidak bisa mendapatkan cukup
kalori, ia masuk ke katabolisme untuk mendapatkan energi dan
substrat yang dibutuhkan untuk tetap hidup. 11
Untuk mencegah cedera pada tempat yang dioperasi pada hari-hari
awal, pasien harus disarankan untuk hanya makan makanan semi-
padat, diikuti dengan asupan makanan yang cukup. 11
b. Kebersihan mulut
Pemeliharaan kebersihan mulut memainkan peran penting untuk
keberhasilan prosedur periodontal. Instruksi berikut harus diberikan
kepada pasien: Gigi yang tidak terlibat dalam operasi harus disikat
dan menggunakan benang gigi seperti yang diinstruksikan
sebelumnya. Gigi di dalam area yang dioperasi harus disikat dengan
lembut dan menggunakan benang gigi hanya setelah 24 jam. Sedikit
pendarahan diharapkan, tetapi menghilangkan plak penting untuk
meningkatkan penyembuhan. 11
Dalam kasus di mana membran resorbable telah digunakan untuk
GTR atau emdogain untuk mewujudkan regenerasi, pasien disarankan
untuk tidak menyikat atau menggunakan benang gigi di dalam area
yang dioperasi selama beberapa minggu setelah operasi. Untuk
meningkatkan kontrol plak, pasien disarankan untuk menggunakan
obat kumur sebagai berikut: Air garam hangat yaitu setengah sendok
teh per cangkir air hangat dapat digunakan selama dua puluh empat
jam setelah operasi dengan frekuensi 2-3 bilasan setiap hari. Obat

36
kumur yang mengandung klorheksidin biasanya digunakan 24 jam
setelah operasi. Hasil yang diinginkan diperoleh dengan berkumur
selama satu menit dengan satu atau dua sendok makan larutan CHX
0,12-0,20 persen dua kali sehari (pagi dan sore). 11
Kontrol plak pascaoperasi merupakan variabel yang paling penting
dalam menentukan hasil jangka panjang dari pembedahan
periodontal. Asalkan tingkat pengendalian infeksi pasca operasi yang
tepat ditetapkan, sebagian besar teknik perawatan bedah akan
menghasilkan kondisi yang mendukung pemeliharaan periodonsium
yang sehat. Meskipun ada faktor lain yang bersifat lebih umum yang
mempengaruhi hasil pembedahan (misalnya status sistemik pasien
pada saat operasi dan selama penyembuhan), kekambuhan penyakit
merupakan komplikasi yang tak terelakkan, terlepas dari teknik bedah
yang digunakan, pada pasien yang tidak diberikan perawatan pasca
bedah yang tepat. perawatan bedah dan pemeliharaan. 10
Karena kebersihan mulut yang dilakukan sendiri sering dikaitkan
dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan selama fase pasca-bedah
segera, pembersihan gigi profesional yang dilakukan secara teratur
adalah cara yang lebih efektif untuk pengendalian infeksi mekanis
setelah operasi periodontal. Segera setelah operasi, lakukan
pembilasan sendiri dengan bahan antiplak yang sesuai, mis.
pembilasan dua kali sehari dengan larutan klorheksidin 0,1-0,2%,
dianjurkan. Meskipun kerugian yang jelas dengan penggunaan
klorheksidin adalah pewarnaan gigi dan lidah, ini biasanya tidak
menghalangi kepatuhan. Namun demikian, penting untuk kembali ke
dan mempertahankan tindakan kebersihan mulut mekanis yang baik
sesegera mungkin. Hal ini sangat penting karena berkumur dengan
klorheksidin, berbeda dengan kebersihan mulut mekanis yang
dilakukan dengan benar, tidak mungkin memiliki pengaruh pada
rekolonisasi plak di subgingiva.10
c. Hipersensitivitas gigi
Hipersensitivitas akar paling sering disebabkan oleh paparan
permukaan akar ke lingkungan mulut sebagai akibat dari resesi atau
instrumen permukaan akar. Prosedur scaling dan root planning dapat
menghilangkan 20-50 mikrometer sementum, sehingga membuat
tubulus dentin terbuka terhadap rangsangan eksternal. Telah
ditunjukkan bahwa operasi flap dengan reduksi tulang berakhir pada
tingkat ketidaknyamanan tertinggi dengan paparan tulang yang dapat
menyebabkan hipersensitivitas dentin. 11

37
Dalam kasus seperti itu, yakinkan pasien bahwa ini adalah efek
samping standar yang terkait dengan karakter bedah periodontal,
terutama bedah pengurangan poket. Dorong pasien untuk
menggunakan agen desensitisasi, seperti pasta gigi yang mengandung
kalium nitrat (misalnya, Sensodyne®) atau arginin dan kalsium
karbonat (misalnya, Colgate® Sensitive Pro-Relief™).
Pertimbangkan untuk menerapkan pernis fluoride atau sealer tubulus
dentin (misalnya, Super Seal®) untuk membantu mengurangi gejala,
jika hipersensitivitas dentin tidak hilang setelah 1-2 bulan. Jadwalkan
kunjungan bulanan sampai peningkatan yang signifikan sering
terlihat. 11
d. Periodontal dressing
Pembalut bedah periodontal digunakan untuk menjaga lokasi
pembedahan dan membuat pasien tetap nyaman. Pembalut biasanya
mengeras selama beberapa jam. Dalam kebanyakan kasus, balutan
dibiarkan di dalam mulut selama 7-14 hari untuk kenyamanan pasien
dan untuk melindungi area yang dioperasi dari trauma atau iritasi. 11
Jika pembalut periodontal digunakan, pasien harus diberitahu
tentang fungsi pelindungnya dan didesak untuk menjaganya agar
tidak rusak. Di area mulut yang tidak terpengaruh oleh operasi, pasien
disarankan untuk mengikuti praktik kebersihan mulut yang normal.
Menyikat gigi disarankan hanya pada permukaan gigi yang digigit di
tempat-tempat di mana ada pembalut. 11
e. Olahraga
Untuk pasien yang sehat, pembatasan aktivitas hanya memerlukan
perubahan kecil dalam tingkat aktivitas sehari-hari. Selama 1-2 hari
pertama setelah operasi, hindari aktivitas apa pun yang secara
signifikan meningkatkan tekanan darah, seperti joging atau olahraga
berat apa pun. 11
Hal ini untuk mencegah penggumpalan intravaskular pada
pembuluh darah yang terputus akibat peningkatan tekanan hidrostatik.
Pada hari ketiga setelah operasi, perlahan-lahan kembali ke tingkat
latihan berat rutin pasien akan dimulai, dengan normal kembali dalam
waktu satu minggu. Pasien yang secara medis terganggu atau yang
lanjut usia mungkin perlu membatasi aktivitas mereka untuk jangka
waktu yang lebih lama: Pasien harus diminta untuk mengunyah pada
sisi yang tidak dioperasi jika pembedahan dilakukan pada satu
kuadran. Sehingga tidak terjadi cedera di lokasi yang dioperasikan.
Pasien harus disarankan untuk tidak minum minuman berkarbonasi

38
setelah operasi karena dapat menghambat proses penyembuhan
dengan mengganggu pembentukan gumpalan. Hindari minum jus atau
minuman lain dengan menggunakan sedotan. Pasien harus disarankan
untuk menghentikan semua kebiasaan seperti merokok dan
mengunyah tembakau setelah prosedur pembedahan karena dapat
menunda penyembuhan di tempat pembedahan. 11

Instruksi pasca bedah periodontal juga meliputi:


1. Hari 1: Analgesik, kompres dingin, kasa lembab lokal sesuai kebutuhan,
menghindari gangguan luka total.
2. Setelah hari 1: Nyeri, bengkak, perdarahan akan berkurang atau hilang.
Mulailah aktivitas ringan, kompres hangat sesuai kebutuhan dan kontrol
plak kimia direkomendasikan.
3. Setelah 5-10 hari: Lepas balutan dan jahitan setelah 7 hari. Deplaque
secara profesional di supragingiva. Mulailah kebersihan mulut yang
ringan.
4. Setelah 4–6 minggu: Kunjungan dua mingguan untuk deplaqing
profesional dan instruksi kebersihan mulut. Sikat gigi yang lembut harus
digunakan dengan lembut selama beberapa minggu pertama pascaoperasi.
3

Tinjauan Kunjungan
Ini adalah praktik yang baik untuk meninjau semua pasien bedah selambat-
lambatnya satu minggu setelah operasi. Pada saat ini semua pembalut dan
jahitan periodontal dapat dilepas. Dimana penyembuhan terjadi dengan niat
utama, jahitan dapat dilepas sedini 48 jam tetapi tidak lebih dari empat sampai
lima hari. Setelah waktu ini jahitan hanya berfungsi sebagai iritasi pada
jaringan (Selvig dan Torabinejad, 1996). Jahitan harus diseka dengan obat
kumur klorheksidin sebelum dilepas untuk menghindari kontaminasi saluran
jahitan dengan bakteri, yang dapat menyebabkan berkembangnya abses
jahitan. 2

6 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi bedah periodontal

Komplikasi pasca operasi yang terjadi setelah operasi periodontal dapat


dikategorikan menjadi dua, yaitu komplikasi umum yang terjadi setelah
operasi periodontal dan komplikasi yang terjadi akibat prosedur pembedahan
yang dilakukan.

39
A. Komplikasi umum yang terjadi setelah operasi periodontal
- Infeksi pasca operasi
Mikroorganisme oral pada luka adalah salah satu penyebab infeksi.
Proses penyembuhan luka dapat terganggu oleh mikroorganisme
patologis yang menghasilkan racun serta menurunkan respon imun
dan menghambat pembentukan kolagen. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian antibiotik profilaksis seperti amoksisilin.18
- Pendarahan
Setelah prosedur bedah periodontal, pendarahan yang terjadi berkisar
dari kebocoran kecil atau mengalir di tempat hingga pendarahan yang
luas di area operasi. Pendarahan pasca operasi selalu bervariasi.
Pendarahan pada 12 jam pertama setelah pembedahan masih dianggap
normal. Namun, pendarahan yang persisten dapat berpengaruh pada
proses penyembuhan luka. Pendarahan pada pasien bedah dapat
diklasifikasikan menjadi:
 Pendarahan primer, merupakan pendarahan yang terjadi pada saat
operasi yaitu selama periode intraoperatif. Pendarahan ini
sebagian besar teratasi selama operasi.
 Pendarahan reaksioner, terjadi 2-3 jam setelah operasi karena
hilangnya efek vasokonstriktor dibawah anestesi.
 Pendarahan sekunder, terjadi hingga 2 minggu setelah operasi
yang terjadi akibat infeksi. Pendarahan sekunder sering
disebabkan oleh erosi pembuluh darah dari penyebaran infeksi
karena luka yang terkontaminasi.
Dalam kasus pendarahan ringan, dapat ditangani dengan menekankan
kompres selama 15-20 menit. Apabila pendarahan persisten, maka
agen hemostatik seperti gelfoam atau kolagen microfibrillar dapat
digunakan.15,18
- Pembengkakan
Bengkak merupakan reaksi tubuh akibat peradangan. Normalnya,
pembengkakan diharapkan ada dan terlihat lebih jelas beberapa hari
setelah operasi dan akan mencapai maksimum dalam 2-3 hari pasca
operasi. Pembengkakan yang diharapkan biasanya sebanding dengan
luas dan durasi operasi. Pembengkakan akan mereda dalam 4-5 hari
dalam kasus apabila tidak digunakan antibiotik, kortikosteroid, dan
lain-lain. Namun, apabila bengkak terus berlanjut maka kemungkinan
akan mengganggu penyembuhan luka. Pemberian antibiotik dan
steroid dianjurkan untuk pra atau pasca operasi untuk mencegah
pembengkakan yang dapat mengganggu proses penyembuhan.15,18

40
- Pembentukan bekas luka
Pembentukan bekas luka atau biasa dikenal juga dengan fibrosis
sangat bervariasi tergantung pada situs anatomi. Sebagian besar luka
oral tidak menyebabkan bekas luka yang serius. Namun, fibrosis dapat
terjadi ketika tulang yang menopang dasar luka tidak sehat. Selain itu,
inflamasi persisten dapat menyebabkan penyembuhan luka tertunda
dan menyebabkan fibrosis.18
- Nyeri post-operatif
Nyeri pasca operasi yang dialami dalam 3 hari pertama setelah operasi
dianggap normal dan akan semakin berkurang selama fase
penyembuhan. Nyeri pasca operasi dapat terjadi akibat prosedur
pembedahan yang ekstensif dan lama, penanganan jaringan yang
buruk (termasuk insisi dengan instrumen yang tumpul, trauma
jaringan dan anestesi lokal yang buruk), pengetahuan yang buruk
tentang anatomi bedah yang dapat meningkatkan risiko komplikasi
seperti cedera saraf. Obat-obatan tertentu seperti obat anti-inflamasi
non-steroid (NSAID) dapat digunakan untuk menghilangkan rasa
sakit.18
- Hipersensitivitas akar
Hipersensitivitas akar dianggap normal pasca bedah periodontal
karena akan berkurang secara bertahap dalam jangka waktu 2 minggu.
Perawatan bedah periodontal biasanya melibatkan debridemen
permukaan akar dan resesi jaringan lunak pasca operasi akan lebih
mengekspos tubulus dentin sehingga menyebabkan hipersensitivitas
akar. Meskipun hipersensitivitas akan menurun sekitar 2 minggu,
hipersensitivitas akar dapat dikurangi dengan menggunakan agen
desensitisasi seperti sodium fluoride, stannous fluoride, dan lain-
lain.15
- Peningkatan mobilitas gigi
Kondisi ini dapat terjadi karena prosedur eksisi terutama dengan
retraksi flap dan pengangkatan jaringan interdental. Perlekatan ulang
awal terutama 10-14 hari setelah operasi dapat menjadi penyebab
mobilitas sementara yang diikuti dengan pembaruan perlekatan
gingiva ke tulang yang biasanya memerlukan waktu 30-45 hari.
Apabila setelah 30-45 hari mobilitas tetap terjadi, maka perlu
diidentifikasi faktor etiologi mobilitas dan dikoreksi dengan
penyesuaian oklusal kemudian dilakukan splinting untuk
menstabilkan gigi.15
- Trismus

41
Trismus pasca bedah periodontal dapat terjadi karena trauma, infeksi,
penempatan jarum yang tidak akurat, dan lain-lain. Untuk mengurangi
trismus dapat dilakukan dengan terapi panas, diet lunak, dan
penggunaan relaksan otot. Rasa sakit dapat diatasi dengan
memberikan obat analgesik.15
- Sensitivitas terhadap perkusi
Sensitivitas terhadap perkusi dapat terjadi karena perluasan inflamasi
ke ligamen periodontal. pada kasus seperti ini, pack periodontal harus
dilepas dan gingiva harus diperiksa untuk mengetahui area infeksi
atau iritasi yang terlokalisir. Sensitivitas terhadap perkusi juga dapat
disebabkan oleh pack periodontal yang berlebihan dan mengganggu
oklusi sehingga harus dilakukan pengurangan untuk memperbaiki
kondisi ini.14

B. Komplikasi yang terjadi akibat prosedur pembedahan yang


dilakukan
- Komplikasi terkait anestesi lokal
Komplikasi paling umum yang terjadi terkait anestesi lokal yaitu
akibat penyisimpan jarum atau dikaitkan dengan larutan yaitu seperti
toksisitas, syncope, alergi, trismus, parestesia, dan lain-lain.15
- Komplikasi terkait guided tissue regeneration (GTR)
GTR merupakan prosedur dengan tujuan meregenerasi struktur
periodontal yang hilang yang mengacu pada regenerasi perlekatan
periodontal. Kegagalan prosedur GTR dapat mengakibatkan
pembengkakan yang sering dikaitkan dengan nyeri, penurunan
vaskular ke flap pada tahap awal penyembuhan, dan paparan
membran. Paparan membran merupakan komplikasi terkait GTR
yang paling sering terjadi. Prevalensi paparan membran dapat
dikurangin dengan penggunaan akses flap yang dirancang khusus
untuk mempertahankan jaringan interdental.7,15
- Komplikasi terkait flap
Komplikasi terkait flap paling sering terjadi karena insisi yang tidak
tepat yang apabila tidak dibuat ke permukaan tulang atau akar dapat
mengakibatkan visibilitas dan akses yang tidak tepat ke area operasi
atau dapat menyebabkan paparan tulang berlebihan yang
menyebabkan resorpsi tulang.15
- Komplikasi terkait jahitan
Komplikasi terkait jahitan biasanya terjadi akibat kerusakan jahitan
yang menyebabkan penutupan flap tidak tepat. Apabila jahitan terlalu

42
longgar maka dapat menyebabkan terbukanya membran GTR atau
perpindahan cangkok. Sedangkan jika jahitan terlalu kuat maka dapat
menyebabkan devitalisasi jaringan. Komplikasi terkait jahitan dapat
dihindari dengan memilih jenis bahan jahitan yang tepat dan
penempatan jahitan dengan teknik yang tepat.15
- Komplikasi terkait periodontal pack
Komplikasi yang paling sering ditemui dari periodontal pack adalah
alergi pack/dressing dengan bahan eugenol. Baer dan Wertheimer
(1961) dalam menelitiannya menunjukkan bahwa periodontal
dressing dapat menyebabkan infiltrasi inflamasi yang lebih besar pada
tulang dan reaksi inflamasi yang lebih besar ketika dressing
ditempatkan langsung pada tulang dibandingkan dengan penempatan
dressing pada periosteum.15
- Abses pasca bedah periodontal
Ketika abses terjadi segera setelah bedah periodontal, biasanya hal ini
disebabkan akibat pengangkatan kalkulus subgingiva yang tidak
memadai atau karena adanya benda asing pada jaringan periodontal
seperti jahitan, perangkat regeneratif, atau pack periodontal. 9

43
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bedah periodontal bertujuan untuk pembersihan/debridemen akar dengan
penglihatan langsung atau aksesibilitas instrumen ke permukaan akar, mengurangi
atau menghapus area retensi plak yang memicu infeksi (terutama poket
periodontal), menghilangkan peradangan, memperbaiki karakteristik morfologi
gingiva dan tulang alveolar abnormal yang mengganggu kontrol plak, serta untuk
peningkatan estetik. Bedah periodontal diindikasikan pada area dengan kontur
tulang yang irregular, pocket pada gigi yang secara klinis untuk menghilangkan
iritasi akar secara menyeluruh yang memerlukan pembedahan, inflamasi persisten
di daerah dengan pocket yang sedang hingga dalam mungkin memerlukan
pendekatan bedah. Untuk kontraindikasinya pasien dengan penyakit
kardiovaskular (hipertensi yang tidak terkontrol, Angina Pectoris, Myocardial
Infraction, terapi koagulan, Rheumatic Endocarditis, lesi jantung kongenital, dan
heart vascular implants) dan lain-lain. Bedah periodontal sendiri terdapat beberapa
macam yaitu Kuretase gingiva, Gingivektomi, Gingivoplasti, Osseous surgery,
Periodontal flap, Mucogingival surgery, Guided Tissue Regeneration (GTR).
Instruksi pasca operasi merupakan langkah penting dalam mencapai hasil
pascaoperasi yang diinginkan. Pasien yang tidak memahami instruksi pascaoperasi
yang benar atau yang mengabaikannya berisiko mengalami konsekuensi yang tidak
menyenangkan. Penting bagi pasien untuk mengikuti semua instruksi pasca operasi
untuk meminimalkan risiko komplikasi. Komplikasi pasca operasi yang terjadi
setelah operasi periodontal dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu komplikasi
umum yang terjadi setelah operasi periodontal seperti infeksi pasca operasi,
pendarahan, pembengkakan, pembetntukan bekas luka, hipersensitivitas akar,
peningkatan mobilitas gigi dll. Adapun komplikasi yang terjadi akibat prosedur
pembedahan yang dilakukan terkait anastesi lokal, komplikasi terkait flap,
komplikasi terhadap suturing, komplikasi terkait periodontal pack dan abses pasca
bedah.
3.2 Saran
Dengan disusunnya laporan ini, diharapkan pembaca dapat mengerti dan
memahami mengenai bedah periodontal. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak. Dalam laporan ini kami memohon maaf jika terdapat tulisan atau
bahasa kami yang kurang berkenan. Dengan demikian kami mengharapkan kritik
dan saran atas laporan kami agar dapat membangun dan memotivasi sehingga bisa
membuat laporan lebih baik lagi.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Bains, V. K, et al. (2011). Mucogingival Surgery: Where We Stand Today. Journal


of the California Dental Association, Vol.39, No.8, 573-583.
https://www.neliti.com/id/publications/180410/perkembangan-terkini-membran-
guided-tissue-regenerationguided-bone-regeneration
2. Bateman, G. (2019). Contemporary Periodontal Surgery: An Illustrated Guide to
the Art Behind the Science. London: Quintessence Publishing Co. Ltd.
3. Bathla, S. (2017). Textbook of Periodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd.
4. Cahaya, C. dkk. (2015). Perkembangan Terkini Membran Guided Tissue
Regeneration/ Guided Bone Regeneration Sebagai Terapi Regenerasi Jaringan
Periodontal. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, Vol.1, No.1, 1-11.
https://www.neliti.com/id/publications/180410/perkembangan-terkini-membran-
guided-tissue-regenerationguided-bone-regeneration
5. Dibart, S. (2006). Practical Periodontal Plastic Surgery. USA: Blackwell
Publishing Company.
6. Dinyati, M., Adam, A. M. (2016). Kuretase Gingiva Sebagai Perawatan Poket
Periodontal. Makassar Dental Journal, Vol 5, No.2, 58-64.
http://jurnal.pdgimakassar.org/index.php/MDJ/article/download/99/94
7. Jacob, S. A., et al. (2017). Guided Tissue Regeneration: A Review. Journal of
Dental Health Oral Disorders Therapy, 6(3): 67-73.
8. Kripal, K., et al. (2014). Practical Periodontal Surgery: An Overview. Journal of
Evolution of Med and Dent Sci, 3(66).
9. Latheef, P., Sirajuddin, S., Gundapaneni, V., Kumuda M. N., Apine, A. (2015).
Iatrogenic Damage to the Periodontium Caused by Periodontal Treatment
Procedures. The Open Dentistry Journal, 9:203-207.
10. Lindhe, J. (2008). Clinical Periodontology and Implant Dentistry 5th Edition. UK:
Blackwell Munksgaard.
11. Mani, A. (2021). Post-surgical care in surgical periodontics. IP International
Journal of Periodontology and Implantology, 6(2), 74-78.
12. Newman, M. G., et al. (2019). Newman and Carranza’s Clinical Periodontology
13th Ed. Philadelphia: Elsevier.
13. Peeran, S. W., Ramalingam, K. (2021). Essentials of Periodontics & Oral
Implantology. India: Saranraj JPC Publication.
14. Reddy, S. (2011). Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 3rd
edition. India: Jaypee Brothers Medical Publishers.

45
15. Suchetha A., Tanwar, E., Darshan BM., Apoorva SM., dan Bhat, D. (2018). Post-
operative Complication After Periodontal Surgery. International Journal of
Applied Dental Sciences, 4(4): 152-156.
16. Wagle, S. V., et al. (2021). Guided Tissue Regeneration. Journal of Oral Research
and Review, Vol. 13, No.1.
https://www.researchgate.net/publication/349294846_Guided_tissue_regeneratio
n
17. Wolf, H. F., et al. (2004). Color Atlas of Dental Medicine Periodontology. New
York: Thieme.
18. Young-Dan cho, Kyoung-Hwa Kim, Yong-Moo Lee, Young Ku dan Yang-Jo
Seol. (2021). Periodontal Wound Healing and Tissue Regeneration: A Narrative
Review. Journal Pharmaceuticals, 14(456). Peeran, S. W., Ramalingam, K.
(2021). Essentials of Periodontics & Oral Implantology. India: Saranraj JPC
Publication.

46

Anda mungkin juga menyukai