Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor. Pada
diabetes mellitus didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan
DM pada kehamilan. Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.
Sembilan puluh persen dari kasus diabetes adalah DMT2 dengan karakteristik
gangguan sensitivitas insulin dan/atau gangguan sekresi insulin. DMT2 secara klinis
muncul ketika tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup insulin unuk mengkompensasi
peningkatan insulin resisten.
DMT2 menjadi masalah kesehatan dunia karena prevalensi dan insiden penyakit
ini terus meningkat, baik di negara industri maupun negara berkembang, termasuk juga
Indonesia. DMT2 merupakan suatu epidemi yang berkembang, mengakibatkan
penderitaan individu dan kerugian ekonomi yang luar biasa.
Meningkatnya prevalensi DMT2 di beberapa negara berkembang harus diantisipasi
oleh pembuat kebijaksanaan dalam upaya menentukan rencana jangka panjang kebijakan
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini sangat diperlukan tindakan preventif dan promotif
yang dapat membantu masyarakat dalam memahami dan menjalankan perilaku hidup sehat.
Penderita DMT2 mempunyai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah dua
sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes, mempunyai risiko
hipertensi dan dislipidemia yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Kelainan
pembuluh darah sudah dapat terjadi sebelum diabetesnya terdiagnosis, karena adanya
resistensi insulin pada saat prediabetes. Penderita diabetes melitus memerlukan modalitas
terapi yang sangat dinamis.

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 1


Perlu dipahami dengan baik patologi yang mendasarinya dan dampak
hiperglikemia kronik terhadap kerusakan organ tubuh, serta memahami dengan baik agen-
agen farmakologi yang sesuai dengan keadaan penyakit seorang penderita diabetes.

Hiperglikemia pada Diabetes Melitus Tipe 2


Kejadian hiperglikemia pada DMT2 setidaknya dikaitkan dengan beberapa kelainan pada
tubuh penderita DMT2, yang disebut omnious octet yaitu :
1. Pada sel beta pankreas terjadi kegagalan untuk mensekresikan insulin yang cukup
dalam upaya mengkompensasi peningkatan resistensi insulin.
2. Pada hepar terjadi peningkatan produksi glukosa dalam keadaan basal oleh karena
resistensi insulin.
3. Pada otot terjadi gangguan kinerja insulin yaitu gangguan dalam transportasi dan
utilisasi glukosa.
4. Pada sel lemak, resistensi insulin menyebabkan lipolisis yang meningkat dan
lipogenesis yang berkurang.
5. Pada usus terjadi defisiensi GLP-1 dan increatin effect yang berkurang.
6. Pada sel alpha pancreas penderita DMT2, sintesis glukagon meningkat dalam keadaan
puasa.
7. Pada ginjal terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga reabsorpsi glukosa
meningkat.
8. Pada otak, resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan.

Komplikasi Pada DM Type 2

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah


arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosklerosis
antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, dan stroke.Komplikasi
makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah
perifer.Komplikasi makrovaskular ini sering terjadi pada penderita diabetes mellitus
tipe-2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan.

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 2


STUDI KASUS
 Kasus
Tn A usia 48 tahun, 160 cm, 80 kg dengan riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu ke
dokter dengan keluhan badan lemah, pegal-pegal, kaki sering kesemutan dan
terdapat gangrene di kaki. Data klinik menunjukkan TD 140/90 mmHg, suhu 38˚C.
Hasil pemeriksaan laboratorium: GDP 220 mg/dl, GD 2 jam PP 490 mg/dl, TGA
278 mg/dl, HbA1c 11%, HDL 35 mg/dl, LDL 210 mg/dl, Kolesterol total 285 mg/dl.
Riwayat pengobatan sebelumnya: Gibenklamid, Metformin, Simvastatin
Diagnosa: DM tipe 2- neuropati dan ulkus di kaki.
Obat yang pasien gunakan saat ini:
R/ Captopril 12,5 mg
s. 2 d.d 1 tab

R/ Lipitor

s. 1 d.d 1 tab

R/ Furosemide tab

s.1 d.d 1 tab

R/ Metformin 500 mg

s.3 d.d 1 tab

R/ Novorapid flex pen

s. 2 d.d 16 unit

R/ Lantus flex pen

s. 1 d.d 5 unit

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 3


II. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah obat yang diterima pasien sudah rasional?
2. Bagamaian rencana (planning) pengobatan pada pasien tersebut?
3. Jelaskan penggunan insulin dengan alat peraga!

III. TUJUAN
1. Mengetahui pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah rasional dan tepat
sasaraan atau tidak.
2. Mengetahui planning yang tepat untuk pengobatan pasien.
3. Mengetahui cara penggunaan insulin.

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 4


BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas untuk memproduksi insulin atau
kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes
mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target.
Diabetes Mellitus dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu :
 Diabetes Mellitus tipe-1 adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ketidak
mampuan tubuh untuk menghasilkan atau memproduksi insulin yang diakibatkan
oleh rusaknya sel-β pada pancreas. Diabetes mellitus tipe-1 disebut dengan kondisi
autoimun oleh karena sistem imun pada tubuh menyerang sel-sel dalam pankreas
yang dikira membahayakan tubuh. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh
adanya infeksi pada tubuh.Diabetes mellitus tipe-1 sering terjadi pada masa anak-
anak tetapi penyakit ini dapat berkembang pada orang dewasa.(Kerner and Brückel,
2014)
 Diabetes mellitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari diabetes
mellitus .Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari fungsi sel-β pankreas
yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat memproduksi insulin dengan baik.
Diabetes mellitus tipe-2 terjadi ketika tubuh tidak lagi dapat memproduksi insulin
yang cukup untuk mengimbangi terganggunya kemampuan untuk memproduksi
insulin. Pada diabetes mellitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari insulin atau
tidak memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat glukosa
yang normal.
 Diabetes mellitus gestational adalah intoleransi glukosa pada waktu kehamilan,
pada wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa setelah

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 5


terminasi kehamilan.Diabetes melitus gestational terjadi di sekitar 5–7% dari
semua kasus pada kehamilan.
 Diabetes tipe lain ini disebabkan oleh karena kelainan genetic pada kerja insulin,
kelainan pada sel- β, penyakit pancreas, endocrinopathies, infeksi, dank arena obat
atau zat kimia dan juga sindroma penyakit lain.

Komplikasi Pada Diabetes Mellitus

 Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Jantung. Terdapat hubungan erat antara


hiperglikemia, resistensi insulin, dan penyakit vaskuler. Pada DMT2,
adanya resistensi insulin dan hiperglikemia kronik dapat mencetuskan
inflamasi, stres oksidatif, dan gangguan availabilitas nitrit oksida endotel
vaskuler. Kerusakan endotel akan menyebabkan terbentuknya lesi
aterosklerosis koroner yang kemudian berujung pada penyakit
kardiovaskuler (CVD). Komplikasi makrovaskular yang sering pada
penderita DMT2 adalah penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, dan
penyakit pembuluh arteri karotis. DMT2 merupakan faktor risiko utama
dari penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab kematian
terbanyak pada penderita DMT2. Hampir 50% total kematian pada DMT2
adalah karena CVD. CVD meningkatkan risiko kematian hampir tiga kali
lipat pada pasien DMT2. Diabetes dan CVD merupakan kombinasi penyakit
yang sering dan merupakan keadaan serius. Dengan demikian, diagnosis
dan penatalaksanaan harus dilakukan dengan tepat.
 Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan kadar lemak dalam plasma. Kelainan kadar
lemak yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol
LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan kadar. Dislipidemia
merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian penyakit tidak menular.
Prevalensi penyakit tidak menular (PTM) seperti kardiovaskular, diabetes
melitus, dan strok di berbagai negara mengalami peningkatan. Dislipidemia
akan menimbulkan stres oksidatif, keadaan ini terjadi akibat gangguan

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 6


metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai lipid triad meliputi
peningkatan konsentrasi very low-density lipoprotein (VLDL) atau
trigliserida, penurunan konsentrasi high-density lipoprotein (HDL), dan
terbentuknya small-dense low-density lipoprotein (LDL) yang lebih bersifat
aterogenik. Hasil penelitian Sufiati dan Erma (2012) menyatakan terdapat
hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar kolesterol, asupan
lemak jenuh dengan kadar trigliserida. 7 Oleh sebab itu dibutuhkan kajian
lebih lanjut untuk melihat hubungan antara kadar glukosa darah dengan
lemak darah yang merupakan faktor predisposisi kejadian dislipidemia
sebagai baseline studi kohor PTM, terutama pada usia dewasa lebih dari 30
tahun yang merupakan kelompok usia mulai berisiko mengalami
dislipidemia. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kadar
glukosa darah dikaitkan dengan kadar lemak darah pada responden laki-laki
dan perempuan dewasa usia lebih dari 30 tahun pada populasi studi kohor.

II. DIAGNOSIS DM TYPE 2


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Penggunaan darah vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. Kecurigaan
adanya DMT2 perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik berupa; poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan darah vena dengan sistem enzimatik dengan hasil :
1. Gejala klasik + GDP ≥ 126 mg/dl
2. Gejala klasik + GDS ≥ 200 mg/dl
3. Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 7


4. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl
5. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dl
6. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl
7. HbA1c ≥ 6.5%
Meskipun TTGO dengan beban glukosa 75 g lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan pemeriksaan glukosa darah puasa, TTGO memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang. Apabila hasil pemeriksaan TTGO
tidak memenuhi kriteria DMT2, dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
(toleransi glukosa terganggu/ impaired glucose tolerance) atau GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu/ impaired fasting glucose). Diagnosis TGT ditegakkan bila
setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa darah 2 jam setelah TTGO antara
140-199 mg/dL. Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
darah puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL.

III. HASIL PEMBAHASAN KASUS


1. Apakah obat yang diterima pasien sudah rasional?
Menurut saya, obat yg diterima beberapa sudah rasional dan ada obat yg tidak
rasional sehingga tidak dibutuhkan pada pengobatan pasien. Pasien memiliki hasil
TD 140/90 mmHg dan termasuk dalam hipertensi, maka pemberian obat anti
hipertensi sudah rasional dalam pengobatan ini seperti pemberian captopril yg

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 8


merupakan dalam golongan ACE-Inhibitor. Menurut jurnal Ria 2015, Furosemide
dapat menyebabkan peningkatan HbA1c dan hiperglikemia maka pada pengobatan
ini tidak diperlukan pada pengobatan ini, dan kami tidak menyarankan penggantian
dengan diuretic tiazid seperti HCT karena efek samping dari diuretic tiazid adalah
hyperlipidemia yg dapat menyebabkan peningkatan LDL dan trigliseride serta
penurunan HDL. Karena pasien ini memiliki kadar LDL 210 mg/dl, Kolesterol total
285 mg/dl maka penggantian tidak disarankan. Untuk pemberian Lipitor sudah
rasional untuk menurunkan kadar LDL dan kolesterol total. Menurut algoritme
PERKENI, bila kadar HbA1c sebesar 7-8% maka pengobatan yang seharusnya diberikan
kepada pasien adalah monoterapi obat antidiabetik oral dan bila kadar HbA1c > 10% maka
pengobatan yang seharusnya diberikan kepada pasien adalah insulin intensif. Insulin
intensif merupakan penggunaan insulin basal bersamaan dengan insulin prandial. Maka
pemberian Metformin dengan kombinasi Insulin Novorapid + Lantus sudah rasional dalam
pengobatan untuk pasien ini. BMI pasien juga menunjukan bahwa pasien Obesitas maka
diperlukan terapi insulin.
2. Bagamaian rencana (planning) pengobatan pada pasien tersebut?
Pada pengobatan pasien ini menurut saya adalah setiap bulannya dilakukan control
ke dokter untuk pengontrolan kondisi pasien, dan setiap 3 bulan sekali dilakukan
pengecekan darah untuk melihat kadar HbA1c sehingga dapat dilihat
perkembangan penyembuhan dan dapat dilakukan penyesuaian dosis obat sesuai
dengan kondisi pasien. Untuk obat obatnya :
 Captopril 12,5mg : 2 x 1 tab
 Lipitor : diberikan dosis 20mg 1 x 1 tab malam sebelum tidur
 Metformin 500mg : 3 x 1 tab setelah makan, sebaiknya perbanyak
minum air putih selama pengobatan dengan obat ini
 Novorapid insulin : 2 x 16 unit, digunakan 15 menit sebelum makan
atau segera saat makan
 Lantus Insulin : 1 x 5 unit, digunakan malam hari sebelum tidur

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 9


3. Jelaskan penggunan insulin dengan alat peraga!

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 10


BAB III

PENUTUP

I. KESIMPULAN

Pada kasus pasien di atas untuk pengobatannya sudah rasional namun ada obat yaitu
Furosemid yang tidak diperlukan dalam pengobatan pasien tersebut. Pengobatan pasien
diberikan obat antihipertensi dan obat kolestrol dikarenakan pada diagnose TD pasien
dan kadar LDL serta kolestrol total pasien melebihi ambang batas normal, serta untuk
mencegah terjadinya komplikasi pada pasien.

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 11


DAFTAR

Eva Decroli, 2019, Diabetes Melitus Tipe 2, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang

Ni Kadek Novi Antari, Hindrata Aditya Esmond, 2017, Diabetes Melitus Tipe 2, Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

Ria Fitria Swandayani, 2015, Pengaruh Pemberian Furosemid dan Homecare Terhadap Nilai
HbA1c Pada Pasien Gagal Jantung Non-Diabetic, Vol.4 No.1, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya

Aya Yuriesta Arifin, Fitrah Ernawati, Mutriara Prihatini, 2018, Hubungan Kadar Glukosa Darah
Terhadap Peningkatan Kadar Lemak Darah Pada Populasi Studi Kohor Kecamatan Bogor
Tengah 2018, Hal. 87-93, Vol.8.2.2019, Jurnal Biotek Medisian Indonesia

TUGAS KASUS FARMAKOTERAPI I 12

Anda mungkin juga menyukai