Anda di halaman 1dari 9

PRODUKSI MASSAL

PROSES PRODUKSI MASSAL

1.1.   Pengertian Proses Produksi


Proses produksi memiliki dua pengertian yaitu, pengertian proses dan pengertian produksi.
Suatu cara, metode, atau teknik bagaimana mengubah sumber-sumber yang ada seperti tenaga kerja,
mesin, bahan baku, dan kekayaan alam yang ada untuk memperoleh suatu hasil yang optimal disebut
dengan proses, sedangkan produksi adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan barang
atau jasa dengan cara mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sehingga
barang tersebut memiliki nilai tambah.
Maka, dapat disimpulkan bahwa proses produksi adalah cara, metode, serta teknik untuk
menciptakan, mengolah, atau memberi nilai tambah bagi suatu barang atau jasa dengan menggunakan
sumber-sumber daya (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan, dana) yang ada. Proses produksi juga
dibedakan berdasarkan karakteristik aliran prosesnya maupun tipe pesanan langganannya.
Sebagai catatan dalam perusahaan manufacturing, aliran produk sama dengan aliran bahan
mentah, sedangkan dalam industri jasa, proses produksi tidak ditunjukan dengan aliran produk secara
fisik, tetapi oleh urutan – urutan operasi yang dilaksanakan dalam pemberian pelayanan.

1.2.   Pengertian Proses Produksi Massal

Produksi suatu produk dalam jumlah yang sangat besar dengan menggunakan metode produksi
padat modal secara berkesinambungan disebut Mass Production  atau produksi massal. Produksi massal
secara khusus ditemukan dalam industri di mana produk yang ditawarkan distandarisasi secara teliti
sehingga memungkinkan mesin-mesin dan proses-proses yang otomatis menggantikan peran tenaga
kerja. Industri produksi massal ditandai dengan pemusatan penjualan tingkat tinggi, persyaratan masuk
yang sulit. dan penggunaan skala ekonomi yang menghasilkan unit biaya penawaran yang rendah.

1.3.   Tahapan-Tahapan di dalam Penetapan Proses Produksi

a.             Routing, yaitu menetapkan dan menentukan urutan proses produksi berawal dari bahan mentah
hingga menjadi produk akhir.
b.             Scheduling, yaitu menetapkan dan menentukan jadwal operasi produksi yang disinergikan sebagai
suatu kesatuan.
c.             Dispatching, yaitu menetapkan dan menentukan proses pemberian perintah untuk mulai
dilaksanakannya  operasi  proses  produksi  yang   sudah   direncanakan   di   dalam routing dan schedu
ling.
d.             Follow-up, yaitu menetapkan dan menentukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi penundaan dan
mendorong terkoordinasikannya seluruh perencanaan operasi produk.

1.4.   Proses Produksi

a.             Siklus Proses Produksi :


1.    PROSES PRODUKSI (Produk dalam Proses)
2.    INPUT (BB)
3.    OUT PUT (Produk Jadi)
b.             Proses Produksi
Yang dimaksud proses produksi adalah kegiatan mengolah produk dengan mengorbankan berbagai
biaya produksi baik langsung maupun tidak langsung dari bahan mentah / baku menjadi produk jadi
siap untuk dijual.
c.             Unsur-unsur Biaya Produksi
Ada tiga macam unsur-unsur biaya produksi, yaitu : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead (biaya umum). Biaya bahan baku (BBB) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
pengadaan bahan utama pembuatan produk. Contoh :
•  Bahan baku produk mebel adalah kayu
•  Bahan baku produk roti adalah terigu
•  Bahan baku pakaian adalah kain

1.5.   Ciri-Ciri Perencanaan Produksi

a.             Perencanaan proses produksi harus mengarah pada kegiatan masa-masa mendatang


b.             Perencanaan proses produksi harus mempunyai jangka waktu tertentu
c.             Perencanaan proses produksi harus mempersiapkan tenaga kerja, mesin-mesin, bahan baku, metode
pengerjaan, modal, dan lain sebagainya
d.             Perencanaan proses produksi harus dapat mengoordinasi kegiatan produksi dengan kegiatan
bagian lain
e.             Perencanaan proses produksi harus dapat menentukan jumlah produk, jenis produk, kualitas
produk, warna produk, ukuran produk, bentuk produk, dan lain sebagainya.

1.6.   Syarat-syarat Perencanaan Proses Produksi

a.             Perencanaan proses produksi tentunya harus disesuaikan dengan tujuan perusahaan


b.             Perencanaan    proses    produksi    harus    sederhana,    mudah    dimengerti,   dan    dapat dilaksan
akan
c.             Perencanaan proses produksi harus memberikan analisis dan klasifikasi kegiatan

1.7.   Persiapan Perencanaan Proses Produksi

Adapun persiapan perencanaan operasi produk meliputi hal-hal sebagai berikut:


a.             Prosedur Persiapan
Sebelum wirausahawan menentukan produk apa yang akan dibuat, wirausahawan terlebih dahulu harus
mencari informasi pada para konsumen lalu mengajak karyawan untuk berpartisipasi memikirkan
produk yang akan dibuat

b.             Penyaringan Gagasan
Setelah ide bagus banyak ditemukan, wirausahawan harus memilah gagasan dengan penyaringan yang
baik
c.             Analisis Gagasan
Dalam hal ini, wirausahawan diharapkan dapat menganalisis gagasan yang dipilih untuk bisa
mengetahui potensi permintaan terhadap produk, jumlah omset penjualan, dan seberapa besar
kemampuan suatu produk menghasilkan laba
d.             Percobaan Produk
Untuk bisa mewujudkan gagasan ke dalam kegiatan konkret, yaitu dengan membuat produk yang bisa
dipertanggung jawabkan.
e.             Uji Coba Produk
Untuk mengetahui seberapa besar kelemahan, kesalahan, efek samping, kualitas, dan manfaat produk,
wirausahawan harus mengadakan pengujian agar produk tersebut benar-benar dapat dipertanggung
jawabkan kepada konsumen.
f.              Komersialisasi Produk
Setelah dilakukan pengujian, barulah diperkenalkan kepada konsumen, yaitu mulai pemberian merek
produk, kemasan produk, penetapan harga, promosi dan distribusi.

1.8.   Tipe Proses Produksi

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas bahwa proses produksi dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik aliran dan tipe pesanan pelanggannya. Maka, pada bagian ini membahas tentang
klasifikasi berdasarkan aliran proses produksinya, yaitu :
a.             Aliran Garis
Tipe mempunyai ciri aliran proses dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir dengan urutan
operasi yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa selalu tetap.
Untuk tipe aliran ini, produk harus di standarisasi dengan baik dan harus mengalir dari satu operasi atau
proses kerja ke operasi berikutnya dengan urutan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Terdapat 2 tipe produksi pada operasi aliran garis, yaitu :
·           Produksi massal (mass production)
Proses produksi massal umumnya memproduksi kumpulan-kumpulan produk dalam jumlah besar yang
mengikuti serangkaian operasi yang sama dengan produk sebelumnya sehingga proses ini sering
disebut sebagai repetitive process, misalnya produk elektronik, mobil, motor dan sebagainya.
·           Produksi secara terus-menerus (continuos production).
Proses produksi secara terus-menerus ditandai dengan waktu produksi yang relatif lama, hal ini untuk
menghindari penyetelan-penyetelan. Produksi terus-menerus tampak di dalam industri proses, seperti:
industri kimia, industri kertas, industri baja, dan industri – industri lainnya.
Keputusan untuk menggunakan operasi aliran garis tidak hanya berdasarkan pertimbangan efisiensi
saja, namun juga perlu faktor – faktor lain, seperti: keusangan produk, ketidakpuasan kerja karyawan
karena kebosanan dan resiko perubahan teknologi proses, dan faktor – faktor lain yang
mempengaruhinya.
b.             Aliran Intermiten
Tipe aliran ini mempunyai ciri produksi dalam kelompok barang yang sejenis pada interval waktu yang
terputus-putus. Dalam hal ini, peralatan dan tenaga kerja dikelola dan diorganisasikan dalam pusat-
pusat kerja menurut tipe-tipe keterampilan atau peralatan yang serupa. Operasi-operasi intermitten
sangat fleksibel dalam perubahan volume atau produk, karena operasi-operasinya menggunakan
peralatan serbaguna dan tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi. Fleksibilitas ini menimbulkan
berbagai masalah dalam pengendalian persediaan, schedule, dan kualitas, atau dapat dikatakan belum
efisien.
Istilah operasi intermitten sering disebut job shop dan istilah ini terkadang hanya digunakan untuk
menyatakan operasi-operasi intermitten yang memproduksi barang- barang berdasarkan spesifikasi
pesanan langganan. Operasi intermitten dapat diterapkan pada produksi barang-barang yang tidak di
standardisasi atau volume produksinya rendah, karena operasi ini merupakan operasi yang paling
ekonomis dan  melibatkan risiko yang paling kecil.
c.             Aliran Proyek
Aliran proyek ini banyak digunakan untuk memproduksi produk-produk yang sifatnya khusus atau
unik, seperti kapal, pesawat terbang, gedung, dan lain-lain. Setiap unit
produk dibuat sebagai suatu barang tunggal, meskipun tidak ada aliran produk bagi suatu proyek, tetapi
ada urutan-urutan operasi dimana seluruh operasi atau kegiatan individual harus diurutkan untuk
menunjang pencapaian tujuan akhir.
Masalah-masalah yang mungkin sering terjadi dalam manajemen proyek adalah perencanaan,
pengurutan, scheduling, dan pengawasan kegiatan individual yang mengarahkan penyelesaian proyek
secara keseluruhan. Bentuk operasi-operasi proyek digunakan bila ada kebutuhan akan kreatifitas dan
kekhususan dalam pembuatan suatu produk. Sulit untuk mengoptimalisasikan proyek-proyek, karena
hanya dikerjakan sekali sehingga peralatan serbaguna terkadang digunakan untuk mengurangi
kebutuhan tenaga kerja. Proyek-proyek ditandai dengan biaya yang tinggi dan kesulitan dalam
perencanaan dan pengawasan managerial. Hal ini disebabkan oleh proyek yang pada dasarnya sukar
dirumuskan, dan mungkin merupakan subyek derajat perubahan dan inovasi yang tinggi.
Seperti yang telah diketahui bahwa cara, metode, serta teknik menghasilkan produk yang cukup
banyak, maka proses produksi ini banyak macamnya, tetapi secara ekstrim dapat dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu:
1.             Proses produksi terus-menerus (countinuos process)
2.             Proses produksi terputus-putus (intermitten process)
3.             Penyusunan Peralatan dan Perlengkapan Pabrik Berdasarkan Aliran Proses Produksi  Untuk
melihat jenis atau tipe proses produksi yang digunakan, dapat melihatnya
berdasarkan layout yang berlaku pada perusahaan tersebut. Layout dirancang untuk memungkinkan
terjadinya perpindahan yang ekonomis dari material dan kegiatan dari orang- orang yang berada
didalam berbagai proses dan operasi perusahaan. Jarak angkut material, pengambilan, serta peletakan
produk-produk dan peralatan hendaknya dibuat sependek mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimumkan biaya penanganan dan angkut (tranportasi). Secara lebih terperinci, tujuan layout
untuk memanfaatkan ruangan yang tersedia seefektif mungkin, meminimumkam biaya penanganan
bahan, dan jarak mengangkut, menciptakan kesinambungan dalam proses produksi, membangkitkan
semangat, dan efektifitas kerja, menyederhanakan proses produksi, menjaga keselamatan karyawan,
dan barang – barang yang sedang diproses, serta menghindari berbagai bentuk pemborosan.

Dalam sistem produksi terdapat beberapa pola dasar umum dari layout, yaitu:
·      Layout Fungsional (layout  process)
Dalam   layout    proses,    semua    mesin-mesin    dan    peralatan    ditempatkan    atau dikelompokan 
dalam  suatu  area  atau  department  yang  sama.  Jadi,  hanya  terdapat
suatu jenis proses ditiap bagian atau department, dalam proses layout ini digunakan mesin dengan
tipe general purpose machine.
Umumnya proses layout ini terdapat dalam perusahaan-perusahaan yang berdasarkan job order
shop. Maksud dari job order shop itu pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang yang tidak sama
dan terbatas jumlahnya, serta menurut pesanan pembeli atau batch production.
·      Layout Garis (layout  product)
Pada layout garis ini, produk mesin-mesin dan peralatan manufacturing diatur  menurut aturan dari
aliran produk atau urutan proses produksi. Oleh karena itu, bagian yang ada menjadi bagian pengerjaan
suatu produk (product manufacturing department). Operasi atau jalannya proses pembuatan suatu
produk selalu ditentukan terlebih dahulu baru ditentukan urutan-urutan mesinnya. Layout berdasarkan
produk ini digunakan dalam industri-industri yang menghasilkan produk-produk secara massal dan
barangnya telah di standardisasikan.
·      Layout Kelompok (group  layout)
Layout pada jenis ini memisahkan area-area dan kelompok-kelompok mesin didalam pembuatan
komponen-komponen yang memerlukan proses yang sejenis. Setiap komponen produknya diselesaikan
di area-area spesialis ini dengan keseluruhan urutan pengerjaan mesin yang dilakukan di tempat
tersebut. Layout seperti ini merupakan layout yang terpisah dan hal ini termasuk suatu variasi dari
layout produk. Dalam layout kelompok ini, bagian-bagian dan komponen yang akan dikerjakan
dikelompokan menjadi semacam ”keluarga”, dan berbagai area atau department dibuat secara terpisah.
·      Layout Posisi Tetap (fixed potition layout)
Layout posisi tetap sering digunakan dalam produksi besar dan kompleks, seperti pabrik mesin, pabrik
pembuatan lokomotif, turbin listrik, kapal terbang, kapal laut jembatan dan sebagainya. Dalam hal ini
produk mungkin berada dalam suatu lokasi selama periode perakitan atau mungkin tinggal disuatu
tempat untuk waktu yang lama dan kemungkinan dipindahkan ketempat perakitan lainnya dimana
pekerjaan selanjutnya dilakukan.
Penyusunan layout tidak dapat dipisahkan dari material handling atau penanganan bahan, karena
masalah ini sangat erat hubungannya atau dengan kata lain saling ketergantungan. Pengertian
dari material handling adalah suatu kegiatan meletakan bahan-bahan atau barang-barang dalam proses
produksi di dalam suatu pabrik,
kegiatannya dimulai sejak bahan baku (material) masuk atau diterima oleh pabrik sampai pada saat
barang jadi atau produk dikeluarkan dari pabrik.
Penempatan layout yang baik dapat sangat membantu proses produksi, dimana penempatan
fasilitas-fasilitas yang teratur dapat memudahkan dan meminimalkan gerakan dari operator dan
material handling sehingga biaya yang dikeluarkan dapat ditekan seminim mungkin dan hal ini berarti
kegiatan produksi lebih efisien.

Pengertian assembly line


  Assembly line (assy line) adalah proses manufacturing dimana setiap bagian disusun berdasarkan urutan
untuk menghasilkan produk jadi yang lebih cepat. Dalam metode assy line ini, komponen-komponen
yang akan di pasang biasanya diletakkan di attachment box/pallet kemudian komponen tersebut di
pasang pada rangkaian produk/engine yang berada di atas roller atau konveyor dan berjalan sesuai
urutan proses manufacturing produk tersebut.

Konsep assembly line telah menjadi tulang punggung bagaimana manufacturing dalam banyak bidang


jasa bisa di lakukan dalam skala massal. Bisa dibayangkan jika tanpa konsep ini, bagaimana bisa
sebuah perusahaan dapat memproduksi produknya dalam jumlah besar, pasti akan
dibutuhkan resource (SDM) yang lebih banyak pada level expert atau ahli pada bidangnya.

Berbeda dengan konsep assembly line ini yang menjadikan proses produksi menjadi lebih efisien,
dimana tiap produksi di bagi tiap bagian/modular dengan masing-masing station bertanggung jawab
menyelesaikan tugas tertentu dengan input dan output yang telah di tentukan. Ada bagian yang
bertanggung jawab dalam pemasangan piston, memasang flywheel, pemasangan dan pengencangan nut-
nut pada komponen hingga menjadi sebuah komponen utuh atau menjadi satu kesatuan.

          Assembly line inilah yang menghantarkan unit – unit mesin yang sedang dirakit dari satu bagian atau
station (pengerjaan) ke station lain untuk dilanjutkan perakitannya.

Konsep assembly line ini pertama kali di perkenalkan oleh Henry Ford pendiri perusahaan
mobil Ford.  Dengan prinsip assembly line sebagai berikut :

1.            Meletakkan peralatan dan pekerja dalam urutan pekerjaan/operasional sehingga setiap


bagian/komponen dapat di pasang secara berurutan sampai dengan prose akhir.

2.            Area kerja untuk pemasangan komponen dibuat secara nyaman sehingga pekerja dapat secara
mudah memasang komponen ke dalam rangkaian produk yang berjalan di atas konveyor.

Apa itu Lini Produk?

Lini produk atau yang biasa dikenal sebagai product line adalah sekelompok produk terkait yang
dipasarkan dan dijual dengan merek tertentu, yang ditawarkan oleh perusahaan tertentu.

Beberapa frasa unik yang harus difokuskan untuk memahami definisi product line ini adalah –
 Kelompok produk terkait: Lini produk adalah kelompok produk yang terdiri dari produk
terkait berdasarkan audiens target, proposisi nilai, teknologi yang digunakan, preferensi
pelanggan, dll.
 Dijual di bawah merek tertentu: Produk-produk ini dikelompokkan bersama di bawah satu
sub-merek atau ditawarkan langsung di bawah nama merek induk, dan mereka membawa
kepribadian merek yang serupa.

Berikut ini contoh untuk menjelaskan definisi dengan lebih baik –

Nike adalah perusahaan multinasional yang menjual product line sepatu olahraga, pakaian olahraga,
dan peralatan olahraga. Ketiga kategori ini selanjutnya dibagi menjadi beberapa lini sub-produk
berdasarkan olahraga dan penggunaan.

Bauran Produk (Mix Product) Dan Lini Produk (Product Line)

Bauran produk dan lini produk, meskipun hampir serupa sebenarnya kedua hal inisangat berbeda.

Product line adalah kategori produk unik atau merek produk yang ditawarkan perusahaan. Hal ini dapat
dianggap sebagai kelompok produk yang terdiri dari semua produk terkait yang termasuk dalam
kategori itu.

Bauran produk, di sisi lain, adalah jumlah total product line yang ditawarkan perusahaan kepada
pelanggannya.

Secara sederhana, product line adalah bagian dari campuran produk.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM KONSUMEN A.

Pengertian dan Sejarah Hukum Konsumen Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata
consumer (InggrisAmerika), atau consument/konsument (Belanda).

Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan produsen) setiap orang yang menggunakan
barang.Tujuan penggunaaan barang atau jasananti menentukan termasuk konsumen kelompok mana
pengguna tersebut.

Begitu pula kamus bahasa InggrisIndonesia memberi kata consumer sebagai pemakai atau
konsumen.13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan
konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk
diperdagangkan Untuk membahas perlindungan konsumen, kita harus mengerti terlebih dahulu sejarah
dari perlindungan konsumen, baik itu awal mula berdiri higga pada perkembangannya saat ini. Ada tiga
pembagian sejarah perlindungan konsumen, 1. Sejarah Perlindungan Konsumen di Barat 2. Sejarah
Perlindungan Konsumen di Indonesia 3. Sejarah Perlindungan Konsumen dalam Islam 13 Celina Tri
Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika 2009), hal 22. 18 1.

Sejarah Perlindungan Konsumen di Barat Pada awalnya hukum perlindungan konsumen di barat
dimulai dengan lahirinya gerakan perlindungan konsumen (consumers movement) , yang disebut
sebagai era pertama pergerakan konsumen.

Amerika Serikat tercatat sebagai Negara yang banyak memberikan sumabangan dalam masalah
perlindungan konsumen. Di New York pada tahun 1891 terbentuk liga konsumen yang pertama kali,
dan pada tahun1898 terbentuk liga konsumen nasional di Amerika Serikat.

Organisasi ini kemudian tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga pada tahun 1903 Liga
Konsumen Nasional di Amerika Serikat telah berkembang 64 cabang yang meliputi20 negara
bagian.14 Perjuangan untuk mewujudkan perlindungan konsumen ini juga mengalami hambatan dan
rintangan.Untuk meloloskan The Food and Drugs Act dan The Meat Inspection Act telah mengalami
kegagalan berulangulang.Hal ini terbukti dengan kegagalan Parlemen Amerika Serikat untuk
meloloskan Undan-Undang tersebut pada tahun 1892. Usaha tersebut di coba lagi pada tahun 1902
dengan mendapat dukungan bersama-sama oleh Liga Konsumen Nasional, The General Federation of
Women’s Club dan State Food and Diary Chemits, namun tetap juga gagal. Akhirnya The Food and
Drugs Act dan The Meat Isnspection Act lahir pada tahun 1906 15 14Gunawan Widjaja dan Ahmad
Yani, Op. cit., hal. 13. 15 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktik, Buku Kedua,
( Bandung : Citra aditya Bakti, 1994), hal.185 .

Perkembagan selanjutnya terjadi pada tahun 1914, dengan dibukanya kemungkinan untuk terbentuknya
komisi yang bergerak dalam perlindungan 19 konsumen, yaitu FTC (FederalTrade Comission), dengan
The Federal Trade Comission Act. Era kedua pergerakan konsumen di pentas internasional terjadi
sekitar tahun 1903-an. Para pendidik melihat tentang urgensi pendidikan konsumen yang baik. Pada era
ini telah dimulai pemeriksaan terhadap barang-barang yang akan dipasarkan kepada konsumen,
diantaranya dengan menulis beberapa buku. Pada tahun 1927, Stuart Chase dan F.J. Schlink menulis
buku Your Money’s worth dengan subtitle A Study in the Waste of the Consumen Dollar”. Pada tahun
1934 F.J. Schlink kembali menerbitkan beberapa buku, yaitu; “100.000.000 Guinea Pigs, Skin Deep,
American Chamber of Horrors, dan Counterfeit, Not Your Money but What It Buys. Tragedi elixir
sulfalinamide, sejenis obatan dari bahan sulfa, pada tahun 1937 menyebabkan 93 orang konsumennya
di Amerika Serikat meninggal dunia.

Tragedi ini ternyata mendorong terbentuknya The Food, Drug and Cosmetics Act pada tahun 1938,
yang merupakan amandemen dari The Food and Drugs Act tahun 1906.16 Era ketiga dari pergerakan
perlindungan konsumen terjadi pada tahun 1960-an, era ini melahirkan satu cabang hukum yang baru,
yaitu hukum konsumen (consumers law) .

Pada tanggal 15 Maret 1962 John F. Kennedy menyampaikan consumers message di hadapan Kongres
Amerika Serikat, dan sejak itu dianggap sebagai era baru perlindungan konsumen. Pesan tersebut
kemudian didukung oleh mantan presiden Amerika Serikat Lyndon Johnson dan Richard Nixon, dalam
preambul consumers massage ini dicantumkan 16 Gunawan Widjaja Dan Ahmad Yani, Op. cit., hal. 14
20 formulasi pokok-pokok pikiran yang sampai sekarang terkenal sebagai hakhak konsumen
(consumers bill of right). 17 Perhatian dan apresiasi yang besar terhadap masalah-masalah
perlindungan konsumen juga dilakukan oleh Jimmy Carter.

Pandangan Carter mengenai isu perlindungan konsumen sebagai a breath of fresh air 18 .Sehingga
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyebutkan, bahwa Jimmy Carter juga dapat dipandang sebagai
pendekar perlindungan konsumen karena perhatian dan apresiasinya yang besar.19 Di India, prinsip-
prinsip perlindungan konsumen juga telah lahir sebelum era ketiga, antara lainIndian Contract Act
tahun 1872, The Specific Relief Act tahun 1877, yang kemudian diganti dengan The Specific Relief
Act tahun 1963, dan lain-lain.

Namun pengaturan perlindungan Konsumen di India Consumers Protection Act baru muncul pada
tahun 1986. Di Negara-negara lain selain Amerika Serikat, baik di Negara maju maupun di Negara
berkembang, aspek perlindungan terhadap hak-hak konsumen bangkit dan berkembang setelah era
ketiga. Kendatipun sebelumnya telah lahir undang-undang yang berikaitan dengan perlindungan
konsumen di bebrapa Negara tersebut. Inggris telah memberlakukan Hops (Prevention of Frauds) Act
tahun 1866, The Sale of Goods Act, tahun 1893, Fabrics (Misdescription) Act, tahun 1913, The Food
and Drugs Act, yakni the Consumers Protection Act baru muncul pada tahun 1961 yang kemudian
diamandemir pada tahun 1971. 20 17 Zulham , Hukum Perlindungan Konsumen, (Medan : Kencana,
2012), hal 28 18 Munir Fuady, Op. cit., hal. 187 19Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. cit., hal. 14
20 Zulham, Op. cit, hal 30 21 Adapun di Meksiko, pertama kali meneluarkan hukum perlindungan
konsumen pada tahun 1975 melalui Mexico’s Federal Concumer Protection Act (FCPA).

Sebelumnya pengaturan perlindungan konsumen di Meksiko pada dasarnya tidak ada. Era ketiga ini
menyadarkan dunia internasional untuk membentuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
beberapa diantaranya:21 b. Thailand : Consumers Act, tahun 1979; a. Singapura: The Consumers
Protection (Trade Description and Safety Requirement Act), tahun 1975; c. Jepang : The Consumers
Protection Fundamental Act, tahun 1968; d. Australia : Consumers Affairi, tahun 1978; e. Irlandia:
Consumers Information Act, tahun1978; f. Finlandia:Consumers Protection Act, tahun 1978; g. Inggris:
The Consumers Protection Act tahun 1961, diamandemir tahun 1971; h. Kanada: The Consumers
ProtectionAct dan The Consumer Protection Amendement Act, tahun 1971; dan i. Amerika Serikat:
The Uniform Trade Practieces and Consumer Protection Act (UTPCP) tahun 1967, dimandemir tahun
1969 dan 1970, kemudian Unfair Trade Practices and Consumers Protection (Louisana) Law, tahun
1973. 21Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. cit., hal. 15 22 Masyarakat Eropa menempuh melalui
dua tahap program terkait dengan gerakan perlindungan konsumen, yaitu ; program pertama pada tahun
1973 dan program kedau pada tahun 1981.

Fokus program pertama, terkait dengan kecurangan produsen terhadap konsumen, seperti kontrak
standar, ketentuan perkreditan, penjualan yang bersifat memaksa, kerugian akibat mengonsumsi produk
cacat, praktik iklan yang menyesatkan, serta jaminan setelah pembelian produk. Fokus program kedua,
terkait dengan penekanan kembali hak-hak dasar konsumen yang kemudian dilanjutkan dengan
pengeluaran tiga kerangka acuan perlindungan konsumen. Pertama, produk yang dipasarkan harus
memnuhi standar kesehatan dan keselamatan konsumen. Kedua , Konsumen harus dapat menikmati
keuntungan dari pasar bersama dengan masyarakat Eropa. Ketiga, bahwa kepentingan konsumen harus
selalu diperhitungkan dalam setiap kebijan-kebijakan yang dikeluarkan masyarakat Eropa.

Akhirnya, pada tahun 1985 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan surat bulat menerbitkan Resolusi
PBB Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985 tentang The Guidelines For Consumer Protection.
Dalam Guidelines terdapat enam kepentingan konsumen yang harus dilindungi, yaitu : 22 22 Zulham,
Op. cit, hal 32 1) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya; 2)
Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen; 23 3) Tersedianya informasi yang
memadai bagi konsumen untuk memberian kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai
kehendak dan kebutuhan pribadi; 4) Pendidikan konsumen; 5) Tersedianya upaya ganti rugi yang
efektif; dan 6) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan
dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka 2.

SejarahPerlindunganKonsumenDiIndonesia Pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia


telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan tersebut
pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen pada saat itu antara lain: a. Reglement Industriele Eigendom, S. 1912-545, jo. S. 1913
No.214. b. Hinder Ordonnatie (ordonasi Gangguan), S. 1926-226 jo. S. 1927-449, jo. S.1940-1914 dan
450. c. Loodwit Ordonnantie (Ordonasi Timbal Karbonat), S. 1931 No. 28. d. Tin Ordonnatie
(Ordonasi Timah Putih), S. 1931-509. e. Vuurwerk Ordonnantie (Ordonansi Petasan), S. 1932-143. f.
Verpakkings Ordonnantie (Ordonansi Kemasan), S. 1935 No. 161. g. Ordonnantie Op de Slacht
Belasting (Ordonansi Pajak Sembelih), S. 1936-671. 24 h. Sterkwerkannde Geneesmiddelen
Ordonnantie (Ordonansi Pajak Sembelih), S. 1936-671 i. Bedrijfsrelementerings Ordonanntie
(Ordonansi Penyaluran Perusahaan), S. 1938-86. Pada sisi lain, dalam beberapa kitab Undang-Undang
juga terdapat beberapa ketentuan yang dapat digunakan untuk melindungi konsumen, yaitu: a. KUH
Perdata : Bagian 2, Bab V , Buku II mengatur tentang kewajiban penjual dalam perjanjian jual beli. b.
KUHD: tentang pihak ketiga harus dilindungi, tentang perlindungan penumpang/barang muatan pada
hukum maritime, ketentuan mengenai perantara, asuransi, surat berharga, kepailitan, dan sebagainya c.
KUH Pidana: tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia hingga tahun 1999, UndangUndang Indonesia belum
mengenal istilah perlindungan konsumen.Namun peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
berusaha untuk memenuhi unsur-unsur perlindungan konsumen.Kendatipun demikian, beberapa
peraturan perundang-undangan tersebut belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-
hak konsumen. 25 Misalnya: 21. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
22.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene; 23. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal; 24. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
25. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; 26. Undang-undang Nomor 30 Tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan; 27.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri 28. Undang-undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 29. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement
Establishing The WorldTrade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
30.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 31. Undang-undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Kecil; 32. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; 33.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 34. Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran; 35. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan; 36. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah; 26 37. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak
Cipta sebagai mana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014. 38. Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997tentang Paten;
39. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997 tentang Merek; 40. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Anda mungkin juga menyukai