Anda di halaman 1dari 10

Nama : Ahmad Maulana

Nim : 1910128210013

Mata Kuliah : Kearifan Lokal dan Etnopedagogi

Jenis Kearifan Lokal: "Rewang"

a. Deskripsi Kearifan Lokal "Rewang masyarakat Jawa Teluk Kepayang"

Menurut Heniy Astiyanto, tradisi rewang merupakan kegiatan masyarakat Jawa dengan
mengerahkan sumber daya manusia, seperti memberikan waktu, tenaga, dan berbagai
sumbangan untuk membantu dan meringankan beban salah satu seseorang yang akan
melaksanakan suatu hajatan. Menurutnya lagi, pada kenyataannya rewang sangat didominasi
kaum perempuan, karena apa yang kerjakan dalam rewang adalah mempersiapkan makanan
(konsumsi) bagi para tamu undangan. Dengan kata lain, rewang menjadi kegiatan para kaum
perempuan. Sedangkan, kegiatan kaum laki-laki disebut sambatan atau gotong royong, bukan
rewang dan tugas mereka biasanya mempersiapkan hal-hal teknis, seperti dekorasi, menyusun
meja dan kursi, memasang sound system, dan mendirikan pawon (dapur kecil) bagi para
perempuan untuk memasak. Orang-orang yang terlibat dalam tradisi rewang terlebih dahulu
diundang oleh pemilik rumah (orang yang akan melaksanakan acara) guna mempersiapkan
hal-hal yang akan dibutuhkan selama hajatan berlangsung.

Robert R. Jay mengatakan bahwa orang Jawa tidak menempatkan dirinya sebagai satu-
satunya individu yang mampu melakukan segalanya ketika menjalani kehidupan. Melalui
pengenalan, pengalaman, kebudayaan, kebiasaan, dan tradisi yang ada di lingkungannya,
orang Jawa menyadari akan kehadiran orang lain sebagai bagian dari keluarga yang sama-
sama menjalani kehidupan. Dari situlah, orang Jawa secara perlahan eling (sadar atau ingat)
bahwa hidup ini harus melibatkan atau membutuhkan orang lain ketika berusaha menciptakan
kekeluargaan yang dilandasi oleh tresna (kasih atau cinta) antara satu dengan lainnya. Bagi
orang Jawa, eling merupakan upaya untuk mempertahankan suatu harga diri seseorang.
Harga diri yang diperlihatkan oleh orang Jawa dalam tradisi rewang atau tradisi lainnya harus
diapresiasi salah satunya dengan cara dielingkan bukan dilalikan. Jika seseorang tidak eling
atas bantuan orang lain, maka sama halnya ia tidak menghargai sebuah karya. Bohannan dan
Glazer berpendapat bahwa keterlibatan masyarakat lokal untuk membantu orang lain
merupakan salah satu fungsi dari suatu nilai-nilai kebudayaan dan tradisi yang menjadi
perekat relasi antaranggota masyarakat. Relasi ini sebagai bentuk upaya suatu komunitas
dalam memelihara kerukunan, tali persaudaraan (silaturahmi), kesejahteraan, toleransi, dan
keharmonisan dalam kehidupan berkomunitas.

Pola relasi yang terjadi di kalangan masyarakat Jawa sebagaimana dalam rewang, turut
menciptakan sebuah ruang (space), yang menampilkan mengenai partisipasi masyarakat Jawa
yang pada dirinya menjadi aktor dalam memproduksi nilai-nilai kebudayaan. Nilai-nilai ini
yang kemudian dijadikan sebagai dasar atau acuan bagi seseorang untuk bersikap dan
bertindak terhadap orang lain. Kehadiran seseorang dalam tatanan sistem sosial selalu
memiliki orientasi dan motivasi hidup tentang bagaimana hidup berkomunitas yang ramah
dan terbuka kepada orang lain tanpa menimbulkan konflik dan kekerasan. Orientasi dan
motivasi ini merupakan bagian dalam warisan kultural tentang nilai-nilai sosial, sehingga
melalui nilai-nilai ini seseorang dapat memiliki tujuan dan keinginan untuk menciptakan
kehidupan yang ramah dalam proses relasi dan relasinya. Franz Magnis Suseno memberi
informasi bahwa penerapan nilai-nilai kebudayaan Jawa oleh masyarakatnya sendiri
bertujuan untuk menciptakan keselarasan atau keseimbangan dalam rangka mencapai
ketenangan batin, rasa aman, dan ketenteraman, baik antarindividu maupun antarkelompok.
Penerapan nilai-nilai kebudayaan Jawa, seperti kerja sama, solidaritas, dan kebersamaan
dalam konteks yang majemuk ini menjadi hal yang hakiki dari etika Jawa dalam berelasi dan
berdialog dengan orang yang berasal dari suku, agama, ras, dan antargolongan yang berbeda
(Arendt menyebut hal ini sebagai tindakan).

Dalam rewang, muncul suatu pola relasi yang diciptakan oleh para perempuan Jawa di ruang
domestik, yaitu dapur sebagai sarana berdialog dan berelasi sekaligus menjadi ruang untuk
terjadinya transfer nilai (belajar). Pada saat yang sama, dapur menunjukkan adanya nilai-nilai
sosial yang dipraktikkan melalui peran para perempuan Jawa demi mempererat silaturahmi
satu sama lain dan menjaga keseimbangan relasi. Menurut Warnock, keseimbangan relasi
yang ada dalam kebudayaan dan tradisi Jawa menunjukkan tentang sikap-sikap orang Jawa
atas prinsip-prinsip hidup yang setara, adil, dan harmonis dengan cara menekankan norma-
norma moral dan nilai-nilai sosialnya. Dari sini, tampak jelas bahwa norma dan nilai sosial
yang terkandung dalam rewang memperlihatkan dimensi persaudaraan yang dijunjung tinggi
sebagai upaya masyarakat untuk mencegah konflik yang mungkin terjadi akibat perbedaan.
Oleh karena itu, sikap saling menghormati dan menghargai orang lain beserta identitasnya
menjadi keharusan jika ingin menciptakan suasana kehidupan yang rukun, damai, dan setara.

Menurut Hartatik, peran para perempuan Jawa dalam rewang mengandung nilai-nilai sosial
yang erat kaitannya dengan kesadaran individu untuk menyelesaikan tanggung jawab sosial
dalam masyarakat Jawa. Penjelasan ini menegaskan tentang peran para perempuan dalam
rewang yang mempersiapkan makan mesti dilihat kembali sebagai perempuan yang berkarya
dalam ruang publik. Ini berarti bahwa makanan yang disajikan para perempuan dalam rewang
merupakan persembahan mahakarya yang mengandung nilai yang terkait estetis, baik cita
rasa maupun bentuk atau strukturnya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa karya yang
hasilkan ini tentu bukan hasil dari satu peran saja, melainkan berbagai peran para perempuan
Jawa melalui kerjasamanya dengan yang lain, sehingga pembuatan karya (makanan) pun
turut menunjukkan dimensi dari persatuan. Dimensi ini menjadi penting ketika
diperhadapkan dengan konteks sosial di Indonesia, bahwa persatuan yang mengarah pada
kehidupan yang sejahtera dan rukun menjadi kata kunci penting untuk bersilaturahmi.

Hospitalitas dalam rewang bukanlah sekadar berbicara tentang bentuk keprihatinan sosial,
melainkan juga tentang perbedaan yang menjadi kekuatan suatu komunitas. Ini berarti
rewang memberi basis kultural yang mengedepankan silaturahmi, yang memperlihatkan
setiap orang dalam upaya menunjung tinggi nilai-nilai kasih dan persatuan dengan segala
kepelbagaian yang sangat tajam (riotous difference). Karya yang diciptakan perempuan Jawa
turut memperlihatkan dimensi koneksitas (sense of connection), bahwa setiap orang, baik
tamu maupun orang asing adalah saudara (sedulur), sehingga cara yang tepat untuk
memperlakukan mereka adalah dengan memberlakukan hospitalitas.

b. Analisis Kearifan Lokal dengan teori Kebudayaan

Menurut E.B Taylor, Kebudayaan adalah suatumkeseluruhan yang kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kecakapan-kecakapan seta
kebiasaan-kebiasaan lainya yang di perolehdi hasilkan manusia sebagai anggota masyarakat
(Gunawan 2010:16). Di dalam kebudayan juga terdapat unsur-unsur yang pokok yang sering
di sebut sebagai "Cultural Universal" adalah sebagai unsur pokok yang harus dijumpai dalam
semua kebudayaan di seluruh di dunia dan di perinci menjadi tujuh macam yaitu Bahasa,
Sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencarian hidup, sistem religi, kesenian. Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu
juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujudnya berupa sistem
budaya, berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik.(Koentjaraningrat
2009:165).

Tradisi rewang merupakan tradisi yang sudah di pertahankan selama bertahun tahun.
Pengertian Rewang diungkapkan di atas pada dasarnya memiliki pengertian yang sama.
Yakni pengerahan tenaga secara bersama sama dengan tujuan untuk meringankan kerabat
atau tetangga dekat yang memiliki pekerjaan. Akan tetapi disini Rewang lebih dikhususkan
pada aktivitas membantu tetangga yang sedang memiliki hajat atau pesta sunat, perkawinan
atau acara adat lainnya. Pada masyarakat Desa Teluk Kepayang, Rewang ketika salah
seorang warganya melaksanakan acara pernikahan akan dihadiri secara berbondong-bondong
masyarakat jawa sekitar dan kerabat-kerabat yang masih memiliki hubungan dalam garis
aluwaris (keturunan). Sehingga tidak heran ketika melihat ada seorang warga di Teluk
Kepayang melaksanakan pesta pernikahan keramaian itu seakan seperti pasar. Jiwa gotong
royong akan lebih mudah di tanamkan ketika seseorang sudah mempererat tali persaudaraan.
Jika sudah berfikir bahwa semua adalah saudara maka, ketika seseorang sedang
membutuhkan bantuan maka kita sebagai saudara tidak akan berfikir lagi untuk mengulurkan
tangan dalam membantunya. Dan apabila sesuatu hal dikerjakan secara bersama-sama akan
lebih ringan dari pada dikerjakan sendiri.

Dalam rewang, dapat dilihat adanya tindakan para perempuan dengan yang lain untuk
berusaha bersama-sama menciptakan sebuah karya. Menurut Hannah Arendt, manusia
sebagai pencipta karya, pelaku politik, dan pekerja. Arendt memakai istilah vita activa yang
mencakup handeln (action, tindakan); arbeiten (labour, kerja); dan herstellen (work, karya),
yang semua itu untuk menjelaskan tentang kondisi kemanusiaan di zaman modern. Puncak
pencapaian manusia pada kehidupan yang aktif (vita activa), bukan pada pemikiran (vita
contemplativa). Arendt menjelaskan lebih rinci mengenai kerja, karya, dan tindakan dalam
istilah vita activa. Kerja merupakan aktivitas manusia sehari-hari yang berhubungan dengan
proses biologis, sehingga kerja dilakukan secara berulang-ulang sebagai upaya agar bisa
bertahan hidup. Konsentrasi kerja ini pada pemenuhan kebutuhan dasar hidup manusia,
sehingga kerja sifatnya tidak bebas. Karya merupakan aktivitas yang produktif, karena karya
selalu menghasilkan sesuatu yang baru, yang membebaskan diri dari hal-hal yang membatasi
dirinya. Karya juga dipahami sebagai proses yang berkaitan dengan upaya untuk mencapai
tujuan. Itu sebabnya, orang yang berkarya di sebut homo faber, yaitu manusia yang
menciptakan atau menghasilkan objek yang berguna dan memiliki nilai. Di samping itu,
tindakan adalah suatu laku atau perbuatan yang dilakukan manusia untuk berkomunikasi
antara satu dengan yang lain dalam rangka menopang suatu kehidupan bersama. Menurut
Arendt, tindakan tertuang dalam wadah publik yang memperlihatkan seseorang dengan
segala keberagaman yang dimilikinya bersama-sama untuk saling berdialog. Oleh karena itu,
tindakan bersifat politis, karena menyangkut tentang upaya manusia yang dilakukan bersama-
sama.

Karya yang dihasilkan dalam rewang tentu perlu dimaknai dengan cara mengingat akan peran
dan tindakan bersama para perempuan Jawa. Karya ini dapat dimaknai dengan memahami
bahwa di balik suatu karya terdapat upaya dan dedikasi para perempuan Jawa yang turut
memberikan tenaga dan waktunya. Miroslav Volf menjelaskan bahwa mengingat dengan
kejujuran sebagai kegiatan sosial yang dapat memberi pengaruh positif bagi masa depan.

Gagasan Volf ini menjadi hal penting dalam upaya memaknai sebuah karya dalam bentuk apa
pun. Karya merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada manusia untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik, terlebih lagi ketika pemaknaan tentang karya untuk meningkatkan
kualitas hidup berkomunitas. Oleh karena pentingnya mengingat, maka mengingat karya
dalam rewang menjadi salah satu cara bagi masyarakat untuk memahami tentang nilai-nilai
perjuangan dan pengorbanan diri dari peran para perempuan Jawa dan peran dari orang lain.
Upaya bersama para perempuan Jawa untuk menciptakan karya dalam rewang perlu
dimaknai secara mendalam, karena hal ini menyangkut identitas masyarakat Jawa yang
memiliki tradisi yang secara aktif melibatkan semua orang. tradisi rewang tidak hanya
menjadi wadah karya, melainkan dapat menjadi suatu tindakan politis bagi perempuan Jawa
yang berupaya dalam mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal. Hal ini dilandasi dengan
alasan bahwa dalam rewang para perempuan Jawa sedang berekspresi dengan segala
kreativitasnya untuk berkarya. Ekspresi ini mesti dilakukan dengan kesadaran melalui
tindakan yang bertujuan demi memenuhi kepentingan bersama. Itu sebabnya, masyarakat
atau komunitas perlu menerapkan ingatan kolektif tentang peran dan tindakan seseorang atau
kelompok, sehingga muncul suatu sikap untuk menghargai dengan memaknai kembali sebuah
karya.

Salah seorang warga sesepuh ketika di tanya tradisi rewang mengatakan "Masyarakat masih
mempertahankan rewangan karena masyarakat daerah sini, merasa semua orang saudara,
masyarakat daerah sini kompak tidak ada yang merasa bisa hidup sendiri, apalagi bila ada
hajatan saya dan juga istri saya sering untuk d minta tolong, masyarakat daerah sini bisa di
katakan percaya sama saya karena saya di anggap orang yang bisa menjadi seorang pawang
hujan, memohon pada yang kuasa supaya hajatan berjalan lancar" (Wawancara 02/04/2021).

Gotong royong untuk kepentingan bersama digerakkan oleh semangat solidaritas yang
menurut Durkheim, dilakukan karena adanya rasa kebersamaan dan senasib, bersifat
tradisional yang pembagian kerja dalam masyarakat masih rendah, norma-norma yang
cenderung Represif dimana apabila ada yang melanggar maka akan dikenai sanksi sosial.

Pada masyarakat desa selalu mempertimbangkan dan mengingat-ingat apa yang telah di
lakukan oleh orang lain terhadapa dirinya. Misalnya saja dalam rangka membantu ketika ada
tetangga yang sedang memiliki kerepotan, tindakan itu akan selalu diingat oleh orang yang
dibantu beserta orang disekelilingnya. Dan tuaian hasil yang akan diterima atas kehidupan
sosialnya itu adalah ketika orang itu memiliki kerepotan. Jika ia memiliki sikap ringan tangan
(Suka Membantu) pada tetangga sekitarnya, maka apabila ia memiliki pekerjaan juga akan
dibantu oleh tetangga sekitarnya. jika ia tidak sering membantu tetangga yang sedang
memiliki kerepotan, maka sebaliknya ia juga tidak akan dibantu warga sekitar jika memiliki
kerepotan.

Dari penjelasan di atas, tradisi rewang ini merupakan gagasan karena tradisi terlahir dari
pemikiran seseorang bahwa kita sebagai manusia tida dapat hidup sendiri pasti memerlukan
bantuan orang lain. Rewang juga termasuk dalam aktivitas karena kegiatan dalam tradisi
rewang memuat hal hal aktivitas seperti memasak gotong royong dan lain lain. Kemudian
tradisi rewang ini juga termasuk hasil karya dari masyarakat. Rewang yang di lakukan oleh
perempuan jawa menghasilkan berbagai aneka macam makanan yang di buat untuk di
hidangkan kepada para tamu undangan.

c. Analisis kebermanfaatan kearifan lokal bagi masyarakat

"Rewang" merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Desa Teluk
Kepayang dalam rangka mensukseskan acara perkawinan. Tradisi Rewang ini dianggap
penting oleh masyarakat, karena bisa menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan "berat" yang ada
dalam acara atau pesta perkawinan. Rewang merupakan suatu kegiatan mengumpulkan
orang-orang atau warga masyarakat dalam kegiatan pesta perkawinan. Jadi, kelompok orang
yang diundang oleh tuan rumah atau warga yang mempunyai hajatan tersebutlah yang disebut
Rewang. Para anggota atau peserta Rewang ini dijemput secara langsung oleh tuan rumah
untuk menyampaikan hajat kedatangannya. Para anggota Rewang sudah mulai bekerja jauh
hari sebelum acara perkawinan dilangsungkan, mereka melakukan semua pekerjaaan yang
terkait dengan sukses dan lancaranya pelaksanaan pesta tersebut. Setiap anggota rewang
sudah mengerti tugasnya masing-masing dan mereka akan senantiasa saling membantu
apabila ada bagian dari pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih banyak. Kewajiban
mereka tidak hanya pada saat persiapan dan pelaksanaannya saja, tetapi juga sampai pesta
usai. Hal ini mengandung arti, tradisi rewang sangat berfungsi dalam suksesnya acara pesta
perkawinan yang dilakukan.

Tradisi Rewang ini tetap dipertahankan dan dikembangkan oleh pendukungnya, karena
dianggap sesuai dengan kondisi lingkungan alam, lingkungan sosial budaya dan tantangan-
tantangan lainnya. Tradisi ini secara fungsional memainkan peranan yang penting dan
bernilai guna di tengah masyarakat. Sebagai sistem sosial budaya, Rewang tidak hanya
dipandang sebagai pranata yang bisa mengatasi dan meneyelesaikan pekerjaan "besar" dalam
pesta perkawinan, tetapi juga mampu mengatur dan memaksa warganya untuk berbuat dan
bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Rewang tidak hanya mampu mengatur
perilaku sosial anggotanya, tetapi juga mempunyai nilai yang praktis dan ekonomis. Melalui
tradisi Rewang masyarakat mampu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat, serta
sangat keluarga pelaksana atau yang mempunyai hajatan dari sisi ekonomis. Hal ini karena
adanya sumbangan dan kerelaan dari anggota masyarakat dalam membantu keluarga yang
melangsungkan acara perkawinan. Di samping itu, Rewang juga menciptakan ikatan moril
yang lebih erat, baik antar keluarga, maupun antar individu dalam masyarakat. Karena
dengan adanya tradisi Rewang ini akan mampu menghubungkan ikatan-ikatan persaudaraan
yang sudah agak merenggang dan bisa meredakan konflik-konflik kecil yang terjadi di tengah
masyarakat.

Nilai-nilai solidaritas sosial sangat nyata terkandung dalam tradisi Rewang ini, dimana
masyarakat merasakan senasib sepenanggungan sehingga mereka harus saling membantu dan
bahu membahu dalam menyelesaikan pekerjaan. Tradisi ini juga tidak membedakan
kelompok etnis dan umur, sehingga semangat egaliterianisme sangat kelihatan. Masing-
masing warga masyarakat membantu sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Warga
masyarakat Bukit Batu dalam melaksanakan tradisi ini juga tidak membedakan antara warga
masyarakat yang telah lama tinggal (penduduk tempatan) dengan warga pendatang (warga
baru). Mereka diperlakukan sama, dengan catatan tentu saja mereka harus menunjukkan
sikap sosial kemasyarakatannya.

Kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah pasti mempunyai kebermanfaatan atau nilai yang
terkandung di dalamnya. Berikut adalah fungsi kearifan lokal rewang pada masyarakat desa
Teluk Kepayang

Fungsi Ekonomis

1. Beban Biaya dan Tenaga dalam Pesta Pernikahan

Sosial ekonomi masyarakat yang sangat menentukan bagaimana mereka hidup dalam
masyarakat, untuk memnuhi kebutuhan dan menjalankan hidupnya. Tingkat sosial ekonomi
dapat menentukan berada ditingkat mana seseorang dalam masyarakat.
2. Memiliki Nilai Ekonomis yang Tinggi

Pelaksanaan pernikahan ini terbilang cukup mahal dan biaya yang diperlukanpun tidak
sedikit. Banyak rentetan biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga yang menggelar
pernikahan anaknya. Upacara pernikahan pasti dibarengi dengan acara resepsi yang pastinya
banyak mengundang orang-orang yang mengenalnya dan juga masyarakat disekitar tempat
tinggal, oleh karena itu pihak keluarga memerlukan biaya yang sangat besar.

Fungsi Budaya

1. Menjaga dan Melestarikan Tradisi Rewang

Fungsi kebudayaan yaitu untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap ketika akan berhubungan dengan orang lain
didalam menjalankan hidupnya. Kebudayaan diperlakukan oleh manusiadan diwujudkan
dalam tingkah lakunya. Kebudayaa mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang
dan tindakan-tindakan yang diizinkan. Budaya gotong royong adalah bagian dari kehidupan
berkelompok masyarakat Indonesia, dan merupakan warisan budaya bangsa. Nilai dan
perilaku gotong royong bagi masyarakat Desa Petapahan ini sudah menjadi pandangan hidup,
sehingga tidak bisa dipisahkan dari aktifitas kehidupannya sehari-hari. Nilai dan gagasan-
gagasan yang di miliki oleh seseorang atau kelompok tentang apa yang di kehendaki, apa
yang layak dan apa yang baik atau buruk.

Fungsi Sosial

Gotong royong merupakan hal yang penting dalam masyarakat. Dengan gotong-royong suatu
kegiatan atau pekerjaan akan terasa lebih ringan daripada dikerjakan secara sendiri. Kegiatan
saling membantu pada saat adanya acara pesta pernikahan dalam suatu masyarakat dapat
menjadi modal sosial bagi individu untuk melanjutkan hubungan sosial selanjutnya. Nilai
sosial berfungsi dalam hal untuk mengatur serta menjadi pedoman dalam menentukan aturan
serta hukum yang berlaku dimasyarakat menjadi panduan untuk dasar hukum dan penegakan
segala hal didalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

INDRAWATI, I., & Dewi, S. P. (2015). Tradisi Rewang dalam Adat Perkawinan Komunitas
Jawa di Desapetapahan Jaya Sp-1 Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar (Doctoral
dissertation, Riau University).

Hasbullah, H. (2012). Rewang: Kearifan Lokal dalam Membangun Solidaritas dan Integrasi
Sosial Masyarakat di Desa Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Sosial Budaya, 9(2),
231-243.

Budiono, L. E. (2017). Yang Terlupakan, Yang Berkarya: Tinjauan atas Peran Perempuan
Jawa dalam Tradisi Rewang untuk Memahami Ulang Makna sebuah Karya.
Indonesian Journal of Theology, 5(1), 68-98.

Anda mungkin juga menyukai