Anda di halaman 1dari 5

Penegakan Diagnosis

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian
tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi
muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.
Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun
jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan. [1,2,3]

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)


dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok,
riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.[1,3]

Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look: deformitas
(angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi).
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada
daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera,
daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur
meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan
gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan
dengan lokasi fraktur.Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen,
pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut
protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan
pemeriksaan klinis dan radiologis.[3]

Untuk keadaan emergensi, lakukan pemeriksaan primary survey di pasien trauma dan
stabilisasi. Kemudian lengkapi pemeriksaan secondary survey karena risiko tinggi cedera
pada bagian tubuh lainnya. Sekitar 70% pasien dengan fraktur-dislokasi caput femur akan
mengalami cedera di ekstremitas lain, cedera di abdomen atau intrapelvik, cedera leher dan
kepala[7].

Pada fraktur leher femur, pemeriksaan fisik difokuskan ke daerah ekstremitas bawah.
Jika fraktur tidak stabil/bergeser yaitu Garden tipe III dan IV yang dapat ditemukan adalah
nyeri hebat dan pasien di posisi terlentang dengan sedikit pemendekan ekstremitas, abduksi
dan rotasi eksterna[7]. Pada pemeriksaan fisik kasus fraktur Garden tipe I dan II, sering kali
hanya ditemukan nyeri ringan dengan sedikit atau tanpa gangguan fungsi gerak[7].
Perhatikan dan nilai gerak pasien dari postur, gait, dan gangguan mobilitas serta
kekuatan—observasi dari posisi anterior-posterior dan lateral [8]. Periksa pergerakan sendi
atau range of motion melalui fleksi, adduksi dan/atau rotasi internal [8]. Apabila terdapat
fraktur terutama yang bergeser, pemeriksaan menimbulkan nyeri yang sangat hebat, tidak
berguna untuk pemeriksaan diagnostik dan berbahaya[7]. Jika pasien mengeluh nyeri hebat
saat pemeriksaan range of motion (ROM) segera lakukan pemeriksaan penunjang radiografi.
Lakukan juga pemeriksaan neurovaskular distal serta fraktur pelvis.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin,
faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa [1,2]. Namun, pemeriksaan
laboratorium tidak untuk mendiagnosis fraktur femur, hanya untuk melihat pakah ada faktor
risiko lain atau tidak.

Pemeriksaan radiologis untuk fraktur femur meliputi X-ray, bone scan dan MRI.

X-ray

X-ray secara umum digunakan untuk pemeriksaan pertama saat curiga fraktur
panggul. X-ray dilakukan di awal untuk menentukan diagnosis fraktur yang jelas dan
mengetahui tingkat keparahan serta lokasi fraktur. X-ray fraktur harus menurut rule of two:
dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal
fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah
Tindakan[1,2,4,5]

Terdapat beberapa klasifikasi fraktur untuk collum femur, tetapi yang paling sering
digunakan adalah Klasifikasi Garden. Klasifikasi ini mudah untuk digunakan dan dapat
membantu prediksi nekrosis avaskular:

Garden Stage I: Tidak bergeser (undisplaced) inkomplit, termasuk fraktur impaksi valgus

Garden Stage II: Tidak bergeser komplit

Garden Stage III: Fraktur komplit, bergeser tidak komplit (incompletely displaced)

Garden Stage IV: Fraktur komplit, bergeser komplit[5,9]

Secara umum, sulit untuk membedakan empat klasifikasi fraktur secara klinis. Lebih
mudah untuk membedakan fraktur bergeser atau tidak bergeser; stage I dan II dianggap stabil
dan dapat diterapi dengan fiksasi internal, stage III dan IV dianggap tidak stabil sehingga
memerlukan artroplasti[5,6].

Menurut klasifikasi Fullerton and Snowdy, stress fracture pada collum femur dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu; (1) tension, (2) compression dan (3) displaced [5].
Klasifikasi ini dapat membantu pendekatan terhadap stress fracture yang terkadang sulit
terlihat di X-Ray. Fraktur karena tension terbentuk pada bagian superolateral dan fraktur
kompresi berada di bagian inferomedial.

Ciri-ciri lainnya yang dapat membantu mengenali fraktur leher femur adalah:

1. Gangguan pada Shenton’s Line (hilangnya kontur garis yang menyambung dari
bagian medial leher femur hingga ujung inferior dari ramus superior pubis pada
pasien normal)
2. Trokanter minor lebih prominen karena rotasi eksternal dari femur
3. Femur terkadang ada pada posisi fleksi dan rotasi eksternal
4. Leher/kepala femur lateral yang tidak simetris
5. Sklerosis di garis fraktur
6. Smudgy sclerosis akibat impaksi
7. Angulasi trabekula tulang
8. Fraktur yang tidak bergeser susah terlihat[6]

Bila secara klinis diagnosis pasien mengarah ke fraktur leher femur tetapi tidak terlihat
tanda-tanda di X-Ray, sebaiknya dilakukan pemeriksaan bone scan atau MRI (magnetic
resonance imaging).

Bone Scan:

Bone scan baik untuk mendeteksi stress fracture, tumor, atau infeksi. Pemeriksaan
memiliki sensitivitas yang tinggi, tetapi spesifisitas yang buruk[5]. Di beberapa sumber, bone
scan dianggap kurang dipercayai bila diperiksa kurang dari 72 jam setelah kejadian[4].

MRI Scan:

MRI Scan tetap akurat walau dilakukan sebelum 24 jam setelah trauma, tetapi jenis
pemeriksaan ini tergolong mahal. Melalui pemeriksaan MRI, dapat terlihat stress fracture
secara sensitif, spesifik dan akurat[2]. Penting untuk dilakukan pemeriksaan tambahan bila
klinis pasien mendukung walaupun hasil X-Ray awal tidak tampak kelainan. Di sebuah
penelitian ditemukan bahwa 24 fraktur ditemukan melalui MRI dari 545 pasien yang
memberi hasil negatif pada X-Ray[4].
Daftar Pustaka

1. Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S.


Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. London: Hodder
Education. 2010.
2. Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG. 2011.
3. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures
Ninth Edition. London: Hodder Education. 2010.
4. Walker K. Hip Fractures in Adults. UpToDate. 2012. [Online]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/hip-fractures-in-adults
5. Malanga G. Femoral Neck Fracture. Medscape. 2016. [Online]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/86659-overview
6. Babu V, Gaillard F, et al. Femoral Neck Fracture. Radiopaedia.org. Revised 2018.
Available from: https://radiopaedia.org/articles/femoral-neck-fracture
7. Davenport M. Hip Fracture in Emergency Medicine. Medscape. 2016. [Online].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/825363-overview
8. Reiman M, Thorborg K. Clinical examination and physical assessment of hip joint-
related pain in athletes. Int J Sports Phys Ther. 2014 Nov; 9(6): 737-755.
9. Garden RS. Stability and union in sub capital fractures of the femur. Bone & Joint
Journal. 46-B (4): 630. Pubmed

Anda mungkin juga menyukai