Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Perioperatif

Dosen Pembimbing : Ns. Dwi Maulianda, M.Kep

Disusun Oleh :

ANGGA DWI ARDHANA

20101440119009

STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2021
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Menurut Marmi (2012), postpartum adalah masa beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta sampai minggu keenam setelah melahirkan.
Masa post pertum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali pada masa sebelum hamil yang berlangsung kira-kira
enam minggu.
Sectio caesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Jitowiyono, 2010).
Sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar atau caesarean
section adalah salah satu tindakan persalinan untuk mengeluarkan bayi
melalui sayatan abdomen dan uterus. SC merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa ibu dan janin bila diperlukan (dr. Joshephine
Darmawan, 2019).
B. Etiologi
Etiologi dilakukan Sectio Caesarea :
1. Etiologi yang berasal dari ibu
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion ) Chepalo Pelvik Disproportion
(CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis
juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan
kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Faktor Hambatan Jalan Lahir Adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
2. Etiologi yang berasal dari janin
a. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
5) Etiologi yang berasal dari kontra
a. Infeksi intrauterine.
b. Janin mati.
c. Syok / anemia berat yang belum diatasi dan kelainan berat
(Apriyani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014)
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan misalnya plasenta
previlia sentralis dan lateralis, panggul sempit, dispropsisi cephalo pelvic,
rupture, uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviksdan malpresentasi janin, kondisi tersebul perlu adanya
tindakan tindakan pembedahan yaitu sectio caesarea (SC). Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan dan penyembuhan
menimbulkan masalah ansietas pada pasien selain itu dalam proses
pembedahan juga akan dilkukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah
dan saraf-saraf disekitar daerah insisi hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah
proses pembedahan berakhir luka insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan infeksi.
(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
D. Manifestasi Klinik
1. Post Partum
Manifestasi klinik masa nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik
dalam masa nifas :
a. Adaptasi Fisiologi
Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak,
Lowdermik,Jensen (2004) meliputi :
1) Involusi
Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke
keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel
menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan
dibuang.
a) Involusi uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena
kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan
pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri :
1. Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi
FundusUteri 1 - 2 jari dibawah pusat.
2. Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di
pertengahan simphisis pubis dan pusat.
3. Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.
b) Involusi tempat melekatnya placenta
Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta
menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang
kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi
pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses
penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk
implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan
datang.
c) Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri
dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan
liang senggama. Menurut pembagiannya sebagai berikut :
1. Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada
hari kesatu dan kedua.
2. Lochea sanguinolenta
sBerwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan
pada hari ke-3 - 6 post partum.
3. Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung
serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati,
pada hari ke-7 - 10.
4. Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa
serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari
ke-1 – 2 minggu setelah melahirkan.
b. Adaptasi psikososial
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak,
Lowdermik, Jensen (2004) yaitu :
1) Fase “taking in” (Fase Dependen)
Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu
dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari
setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam
tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih
mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih
meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
ketidaknyamanan.
2) Fase “taking hold” (Fase Independen)
a. Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya
yaitu dengan memperlihatkan bayinya.
b. Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
c. Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan
bagi diri dan bayinya.
3) Fase “letting go” (Fase Interdependen)
a. Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
b. Kemandirian dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
c. Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya
2. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang
lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post
partum. Manifestasi klinis sectio caesarea antara lain :
a. Nyeri akibat luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samarPengaruh anestesi
dapat menimbulkan mual dan muntah
i. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
j. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang
paham prosedur
k. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
3. Fase Nifas / post partum
Fase-fase nifas terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
a. Immediate post partum : 24 jam post partum
b. Early post partum : minggu I post partum
c. Late post partum : Minggu II – VI post partum
4. Fisiologi Proses Penyembuhan Luka
a. Fase I ( Inflamasi)
Penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak.
Fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh
darah tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka.
Lapisan tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan menutupi luka,
pasien akan terlihat merasa sakit pada fase I selama 3 hari setelah
bedah besar.

b. Fase II (Proliferasi)
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai
menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Sel
epitel beregenerasi dalam 1 minggu. Jaringan baru memiliki banyak
pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan
baik dalam 6 – 7 hari. Jadi jahitan diangkat pada waktu ini,
tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
c. Fase III (Maturasi )
Kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah baru dan
arus darah menurun. Luka terlihat seperti merah jambu yang luas.
Fase ini berlangsung minggu kedua sampai minggu keenam. Pasien
harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
d. Fase IV
Fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah. Pasien akan
mengeluh gatal di seputar luka. Walaupun kolagen terus menimbun
pada waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Karena penciutan
luka terjadi ceruk yang berwarna/berlapis putih. Bila jaringan itu
aseluler, avaskuler, jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat
karena sinar matahari dan tidak akan keluar keringat dan tumbuh
rambut (Smeltzer, 2001).
5. Periode pascapartum
Ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Perubahan
fisiologis pada masa ini sangat jelas yang merupakan kebalikan dari
proses kehamilan. Pada masa nifas tejadi perubahan-perubahan fisiologis
terutama pada alat-alat genitalia eksterna maupun interna, dan akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan yang terjadi pada masa nifas ini adalah:
a. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan disebut proses
involusi, disamping itu juga terjadi perubahan-perubahan penting
lain yaitu terjadinya hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.Organ
dalam system reproduksi yang mengalami perubahan yaitu:
1) Uterus
Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan besar
karena telah mengalami perubahan besar selama masa kehamilan
dan persalinan. Pembesaran uterus tidak akan terjadi secara terus
menerus, sehingga adanya janin dalam uterus tidak akan terlalu
lama. Bila adanya janin tersebut melebihi waktu yang seharusnya,
maka akan terjadi kerusakan serabut otot jika tidak dikehendaki.
Proses katabolisme akan bermanfaat untuk mencegah terjadinya
masalah tersebut. Proses katabolisme sebagian besar disebabkan oleh
dua faktor, yaitu :
a) Ischemia Myometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta, membuat uterus relatif anemi
dan menyebabkan serat otot atropi.
b) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterus. Enzim proteolitik dan makrofag akan
memendekan jaringan otot yang sempat mengendur hingga 10 kali
panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama
kehamilan. Akhir 6 minggu pertama persalinan :
1. Berat uterus berubah dari
1000 gram menjadi 60 gram
2. Ukuran uterus berubah dari
15 x 12 x 8 cm menjadi 8 x 6 x 4cm.
3. Uterus secara berangsur-
angsur akan menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
pada keadaan seperti sebelum hamil.
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi terlihat
Fundus Uteri kira-kira sepusat dalam hari pertama bersalin.
Penyusutan antara 1-1,5 cm atau sekitar 1 jari per hari. Dalam 10-12
hari uterus tidak teraba lagi di abdomen karena sudah masuk di
bawah simfisis. Pada buku Keperawatan maternitas pada hari ke-9
uterus sudah tidak terba. Involusi ligament uterus berangsur-angsur,
pada awalnya cenderung miring ke belakang. Kembali normal
antefleksi dan posisi anteverted pada akhir minggu keenam.
c) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada
umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering
dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang
masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata
setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada
bayi besar, dan kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya
meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
2) Lochea
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada
stratum spongiosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak lapisan atas
stratum yang tinggal menjadi nekrotis, sedangkan lapisan bawah yang
berhubungan dengan lapisan otot terpelihara dengan baik dan menjadi
lapisan endomerium yang baru. Bagian yang nekrotis akan keluar
menjadi lochea. Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas
mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun
tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita.
Lochea juga mengalami perubahan karena proses involusi. Perubahan
lochea tersebut adalah :
a) Lochea rubra (Cruenta)
Muncul pada hari pertama sampai hari kedua post partum, warnanya
merah mengandung darah dari luka pada plasenta dan serabut dari
decidua dan chorion.
b) Lochea Sanguilenta
Berwarna merah kuning, berisi darah lendir, hari ke 3-7 paska persalinan.
c) Lochea Serosa
Muncul pada hari ke 7-14, berwarna kecoklatan mengandung lebih
banyak serum, lebih sedikit darah juga leukosit dan laserasi plasenta.
d) Lochea Alba
Sejak 2 -6 minggu setelah persalinan, warnanya putih kekuningan
menngandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang
mati.
3) Tempat Tertanamnya Plasenta
Saat plasenta keluar normalnya uterus berkontraksi dan relaksasi/
retraksi sehingga volume/ ruang tempat plasenta berkurang atau berubah
cepat dan 1 hari setelah persalinan berkerut sampai diameter 7,5 cm.
Kira-kira 10 hari setelah persalinan, diameter tempat plasenta ± 2,5 cm.
Segera setelah akhir minggu ke 5-6 epithelial menutup dan meregenerasi
sempurna akibat dari ketidakseimbangan volume darah, plasma dan sel
darah merah.
4) Perineum, Vagina, Vulva, dan Anus
Berkurangnya sirkulasi progesteron membantu pemulihan otot
panggul, perineum, vagina, dan vulva kearah elastisitas dari ligamentum
otot rahim. Merupakan proses yang bertahap akan berguna jika ibu
melakukan ambulasi dini, dan senam nifas. Involusi cerviks terjadi
bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3 minggu, cervik menjadi seperti
celah. Ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pingirannya tidak rata,
tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu
pertama dilalui oleh satu jari. Karena hyperplasia dan retraksi dari
serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Pada awal masa nifas, vagina
dan muara vagina membentuk suatu lorong luas berdinding licin yang
berangsur-angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali ke bentuk
nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Himen muncul
kembali sebagai kepingan-kepingan kecil jaringan, yang setelah
mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi caruncule mirtiformis.
Estrogen pascapartum yang munurun berperan dalam penipisan mukosa
vagina dan hilangnya rugae.
Mukosa vagina tetap atrofi pada wanita yang menyusui sekurang-
kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa
vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen
menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa
vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia)
menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai
lagi. Mukosa vagina memakan waktu 2-3 minggu untuk sembuh tetapi
pemulihan luka sub-mukosa lebih lama yaitu 4-6 minngu. Beberapa
laserasi superficial yang dapat terjadi akan sembuh relatif lebih cepat.
Laserasi perineum sembuh pada hari ke-7 dan otot perineum akan pulih
pada hari ke5-6. Pada anus umumnya terlihat hemoroid (varises anus),
dengan ditambah gejala seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan
berwarna merah terang pada waktu defekasi. Ukuran hemoroid biasanya
mengecil beberapa minggu postpartum.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1-2 jam setelah
bersalin. Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal puerperium akibat
dari kurangnya makanan dan pengendalian diri terhadap BAB. Ibu dapat
melakukan pengendalian terhadap BAB karena kurang pengetahuan dan
kekhawatiran lukanya akan terbuka bila BAB. Dalam buku Keperawatan
Maternitas(2004), buang air besar secara spontan bisa tertunda selama
dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini biasa
disebabkan karena tonus otot usus menurun. Selama proses persalinan
dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, kurang
makan, atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi
karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi,
atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali
setelah tonus usus kembali ke normal.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama
puerperium. Diuresis yang banyak mulai segera setelah persalinan
sampai 5 hari postpartum. Empat puluh persen ibu postpartum tidak
mempunyai proteinuri yang patologi dari segera setelah lahir sampai hari
kedua postpartum, kecuali ada gejala infeksi dan preeklamsi. Dinding
saluran kencing memperlihatkan oedema dan hyperaemia. Kadang-
kadang oedema dari trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra
sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium
kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing
poenuh atau sesudah kencing masih tinggal urine residual. Sisa urine ini
dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan
terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal kembali dalam
waktu 2 minggu.
d. Perubahan sistem Muskusluskeletal
Adaptasi system muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal
yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan
terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita melahirkan. Striae
pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna tapi berubah menjadi
halus/ samar, garis putih keperakan. Dinding abdomen menjadi lembek
setelah persalinan karena teregang selama kehamilan. Semau ibu
puerperium mempunyai tingkatan diastasis yang mana terjadi pemisahan
muskulus rektus abdominus. Beratnya diastasis tergantung pada factor-
faktor penting termasuk keadaan umum ibu, tonus otot, aktivitas/
pergerakan yang tepat, paritas, jarak kehamilan, kejadian/ kehamilan
denagn overdistensi. Faktor-faktor tersebut menentukan lama waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan kembali tonus otot.
e. Perubahan Sistem Endokrin
1) Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di dalam
sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu
yang sama membantu proses involusi uterus.
2) Prolaktin
Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh
glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari payudara
sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang menyusui
kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan stimulasi
folikel di dalam ovarium ditekan.
3) HCG, HPL, Estrogen, dan progesterone
Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat hormone
HCG, HPL, estrogen, dan progesterone di dalam darah ibu
menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.
4) Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi
sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada ibu
yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak
menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10
minggu.

f. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan lebih
lanjut setelah kala III, ketika besarnya volume darah dari uterus terjepit
di dalam sirkulasi. Penurunan setelah hari pertama puerperium dan
kembali normal pada akhir minggu ketiga. Meskipun terjadi penurunan
dei dalam aliuran darahke organ setelah hari pertama, aliran darh ke
payudara meningkat untuk mengdakan laktasi. Merupakan perubahan
umum yang penting keadaan normal dari sel darah merah dan putih pada
akhir puerperium. Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran,
fibrinogen, plasminogen, dan factor pembekuan menurun cukup cepat.
Akan tetapi darah lebih mampu untuk melakukan koagulasi denagn
peningkatan viskositas, dan ini berakibat meningkatkan resiko
thrombosis.
g. Perubahan Sistem Hematologi
Lekositosis meningkat, sel darah putih sampai berjumlah 15.000
selama persalinan, tetap meningkat pada beberapa hari pertama post
partum. Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih lanjut sampai
25.000-30.000 di luar keadaan patologi jika ibu mengalami partus lama.
Hb, Ht, dan eritrosit jumlahnya berubah di dalam awal puerperium.
h. Perubahan Berat badan
1. Kehilangan 5 sampai 6 kg pada waktu melahirkan
2. Kehilangan 3 sampai 5 kg selama minggu pertama masa nifas.
Faktor-faktor yang mempercepat penurunan berat badan pada masa
nifas diantaranya adalah peningkatan berat badan selama kehamilan,
primiparitas, segera kembali bekerja di luar rumah, dan merokok.
Usia atau status pernikahan tidak mempengaruhi penurunan berat
badan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah
urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama
masa pascapartum.
i. Perubahan Kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmenrtasi kulit pada bebrapa tempat
karena prose hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada
pipi, hiperpimentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding
peryrt (striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan
hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perutakan menjadi putih
mengkilap yaitu”striae albikan”
E. Pathway

Etiologi
Tindakan

Adaptasi post partum Anestesi Pembatasan Insisi


Cairan peroral
Fisiologis Bedrest Resiko
infeksi
Resiko
Laktasi Hmbatan
Kekurangan Nyeri
mobilitas
Cairan akut
Prolaktin fisik
meningkat

Produksi asi
meningkat

Asi tidak Devisit


dapat keluar pengetahuan

F. Komplikasi
1. Melukai organ sekitar rahim
Di sekitar rahim terdapat organ penting seperti kandung kemih,
saluran kencing, dan usus besar. Organ-organ serta syaraf yang
terletak berdekatan bisa saja terkena goresan pisau bedah. Meski
begitu, kasus ini sangat jarang terjadi.
2. Melukai bayi
Bayi juga bisa terluka ketika dinding rahim dibuka.
3. Perdarahan
Perdarahan lanjutan yang terjadi akibat kontraksi rahim tidak baik
setelah plasenta dilahirkan sehingga Anda membutuhkan tranfusi
darah. Bila terjadi perdarahan berat saat operasi maka pada kasus
yang lebih parah akan dilakukan pengagkatan rahim.
4. Problem buang air kecil
Pada saat pembedahan dokter akan menodorong kandung kencing
agar tidak ikut tersayat ketika membuka dinding rahim. Akibatnya,
otot-otot saluran kencing akan terganggu sehingga masih ada sisa
urin di kandung kemih meski Anda sudah buang air kecil. Penderita
akan mengeluarkan urin saat tertawa, batuk, atau mengejan. Untuk
mengatasinya akan dipasang selang kateter untuk membantu
mengeluarkan urin. Lakukan latihan otot dasar panggul untuk
menghindari masalah ini.
5. Infeksi
Infeksi bisa terjadi akibat kurangnya sterilitas alat-alat operasi,
retensi urin, luka operasi yang terkontaminasi atau melalui transfusi
darah. Infeksi bakteri pada umumnya dapat ditangani baik dengan
antibiotik.
6. Perlengketan
Ibu yang menjalani operasi caesar berisiko mengalami perlengkatan
plasenta pada rahim (plasenta akreta). Perlengketan juga bisa terjadi
bila darah, jaringan rahim (endometrium) atau jaringan plasenta
tertinggal dan menempel pada usus atau organ dalam lainnya.
7. Trombus dan emboli 
Pemberian obat bius selama operasi berlangsung dapat membuat
otot-otot berelaksasi, dimikian pula dengan otot-otot pembuluh
darah. Kondisi ini menyebabkan aliran darah melambat. Akibatnya,
resiko pembentukan trombus dan emboli meningkat. Trombus
merupakan bekuan darah yang bisa menyumbat aliran darah. Bila
bekuan darah terbawa aliran darah maka dapat menyumbat
pembuluh darah di kaki, paru-paru, otak atau jantung. Kondisi ini
dapat menimbulkan kematian bila penyumbatan sampai terjadi otak
dan jantung.
8. Emboli air ketuban
Emboli terjadi bila cairan ketuban dan komponennya masuk ke
dalam aliran darah hingga menyumbat pembuluh darah. Emboli air
ketuban bisa terjadi pada persalinan normal atau  operasi Caesar,
sebab ketika proses persalinan berlangsung terdapat banyak
pembuluh darah yang terbuka. Kejadian ini amat sangat jarang
terjadi.
9. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering
kita jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi
infeksi intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
G. Data Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hemoglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan kadar pra
operasi dan untuk mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) untuk mengidentifikasi adanya infeksi.
c. Urinalisis/ kulture urine
d. Pemeriksaan elektrolit.
(Doengoes M, 2010)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti
Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
2) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang
hebat.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain
Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria
keefektifannaya masih dipersoalkan, namun pada umumnya
pemberiannya dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
b. Kateterisasi
c. Pengaturan Diit
Makanan dan minuman diberikan setelah klien Flatus, diilakukan
secara bertahap dari minum air putih sedikit tapi sering. Makanan
yang diberikan berupa bubur saring, selanjutnya bubur, nasi tim dan
makanan biasa.
d. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
3) Mobilisasi
4) Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat
5) tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita
6) sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
7) Pembalutan luka ( Wound Dressing / wound care)
8) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada
hari kelima setelah operasi

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan nama
penanggung jawab/suami, umur, suku bangsa dll.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : nyeri karena trauma karena pembedahan
section caesaria
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Provocative : adanya indikasi section caesaria , menyebabkan
klien dilkukan operasi SC  trauma pembedahan 
discontinuiras jaringan menimbulkan nyeri.
b) Qualitas / Quantitas : nyeri dirasakan klien setelah efek
anestesi secara perlahan hilang, nyeri akan timbul jika efek
pemberian analgetika berakhir ( 4 jam setelah pemberian) dan
akan hilang saat analgetika di berikan. Qualitas nyeri bersifat
subyektif tergantung bagaimana klien mempersepsikan nyeri
tersebut.
c) Region : daerah yang mengalami nyeri adalah luka insisi
yang terdapat pada abdomen. Insisi pada SC klasik di
Midline Abdomen antara pusat dan simpisis pubis, pada SC
Transprovunda di daerah supra simpisis pubis dengan luka
insisi melintang. Area penyebaran nyeri dirasakan sampai
bokong dan terkadang adanya after pain ( nyeri alihan) yang
dirasakan klien sampai ke pinggang.
d) Skala nyeri berkisar dari nyeri sedang sampai nyeri berat,
dengan skala numeric 1-10, berada pada rentang 5-10.
e) Timing : nyeri dirasakan setelah 6 – 12 jam post section
caesaria, dan 1-3 hari pertama SC.
3) Riwayat kesehatan Dahulu
a) Riwayat Ante Natal Care (ANC)
1. Kehamilan sekarang G…P…..A…..H…..mg
2. HPHT : tgl….bln….th…..HPL : tgl….bln…..th……
3. Keluhan saat hamil ;\:……………………..
4. Penyakit Yang di derita ibu saat hamil , penanganan penyakit
5. Riwayat imunisasi TT ( sudah/ belum )
6. Status imunisasi TT ( TT1,TT2,TT3,TT4.TT5)
7. ANC berapa kali.......tempat pemeriksaan
bidan/perawat/DSOG
 Trimester I ……..X
 Trimester II …….X
 Trimester II……...X
b) Riwayat Intra natal
Riwayat Persalinan terdahulu : cara persalinan ( spontan, buatan
(SC, induksi)), penolong persalinan, tempat kelahiran, umur
kehamilan ( aterm/preterm)
1. Plasenta ( spontan/ dibantu)Jumlah darah yang keluar
2. Riwayat pemberian obat ( suntikan sebelum dan sesudah
lahir)
3. Riwayat Intranatal saat ini, kaji etiologi/ indikasi SC antara
lain : partus lama, partus tak maju dan rupture uteri
mengancam serta adanya gawat janin, gagal induksi, KPD,
CPD, atau adanya tumor pelvic yang menghambat persalinan.
c) Riwayat post natal
Pengkajian pada nifas yang lalu: Tanyakan apakah adanya
gangguan / komplikasi pada nifas yang lalu. Pengkajian pada
post Sectio Caesaria. Pada 4 jam sampai dengan 5 hari post
partum kaji :
1. Sirkulasi darah : periksa kadar Hb dan Ht
2. Eliminasi : urin : pemasangan kateter indwelling; kaji warna,
bau, jumlah. Bila kateter sudah di lepas observasi vesika
urinaria
3. Eliminasi : Faeces : pengosongan sistem pencernaan pada
saat pra operasi dan saat operasi menyebabkan tidak adanya
bising usus menyebabkan penumpukan gas  resiko infeksi
4. Pencernaan : kaji bising usus, adanya flatus
5. Neurosensori : kaji sensasi dan gerakan klien setelah efek
anestesi menghilang
6. Nyeri : rasa nyeri yang di nyatakan klien karena insisi Sectio
caesaria
7. Pernafasan : kaji jumlah nafas dalam 1 menit, irama
pernafasan, kemampuan klien dalam bernafas ( pernafasan
dada/ abdomen), serta bunyi paru.
8. Balutan insisi : kaji kebersihan luka, proses penyembuhan
luka, serta tanda- tanda infeksi.
9. Cairan dan elektrolit : kaji jumlah / intake cairan (oral dan
parenteral) , kaji output cairan, kaji adanya perdarahan.
10. Abdomen : letak fundus uteri, kontraksi uterus, serta tinggi
fundus uteri.
11. Psikis ibu : kecemasan, kemampuan adaptasi,support system
yang mendukung ibu.
d) Riwayat pemakaian kontrasepsi
Kapan , jenis / metode kontrasepsi, lama penggunaan, keluhan, cara
penanggulangan, kapan berhenti serta alasannya.
e) Riwayat pemakaian obat-obatan
Pemakaian obat-obat tertentu yang sering di gunakan klien.
Pemakaian obat sebelum dan selama hamil.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit herediter, ada tdaknya keluarga yang
menderita tumor atau kanker
5) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Reproduksi
 Abdomen : luka insisi, proses penyembuhan luka
 Uterus : TFU, kontraksi, letak fundus uter.
 Lokhea : jumlah, warna, bau, serta kaji adanya bekuan/
tidak
 Vulva &Vagina : kebersihan, ada tidaknya tanda-tanda radang
 Payudara : laktasi, pengeluaran ASI, kesulitan dalam
pemberian ASI / menyusui, kemampuan bayi menghisap
b. System Gastrointestinal
Bising usus di observasi setiap 1-2 jam post SC
c. System Kardiovaskuler
Ukur Tekana Darah, Denyut nadi, HB,Ht. Leucosit
d. System Genitourinaria
Vesicaurinaria, urine, warna, bau
e. System Muskuloskeletal
Kemampuan bergerak dan respon terhadap rangsangan, ambulasi
dini, kaji Howman sign.
f. Sietem Respirasi
Kaji respirasi rate, pola serta jenis pernafasan.
g. System Panca Indra
Penglihatan, pendengaran, perasa, peraba serta penciuman.
6) Psikologis
Penerimaan ibu terhadap bayi, pelaksanan Inisiasi Menyusu Dini
( IMD).
7) Pemeriksaan terhadap bayi baru lahir
Penilaiian APGAR SCORE
2. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit Pengetahuan (D.0111) b.d kurangnya terpapar Informasi
2. Ansietas (D.0080) b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
3. Nyeri Akut (D.0077) b.d agen pencedera fisik
4. Resiko Jatuh (D.0143) b.d penurunan tingkat kesadaran
5. Resiko infeksi (D.0142) b.d Efek prosedur invasi
6. Resiko perdarahan (D.0012) b.d tindakan pembedahan
1. INTERVENSI

NO TUJUAN INTERVENSI
DX
1 Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan I.12383
keperawatan ... x ....... jam
Tindakan
defisit pengetahuan klien
dapat membaik, dengan Observasi
kriteria hasil :
 Identifikasi kesiapan dan
1. Perilaku sesuai
kemampuan menerima
anjuran dari skala 1
informasi
(menurun) ke Skala
 Identifikasi faktor-faktor
5 (meningkat)
yang dapat meningkatkan
2. Kemampuan
dan menurunkan motivasi
menjelaskan suatu
perilaku hidup bersih dan
topik dari skala 1
sehat
(menurun) ke Skala
Terapuetik
5 (meningkat)
 Sediakan materi dan media
3. Kemampuan
pendidikan kesehatan
menggambarkan
 Jadwalkan pendidikan
pengalaman
kesehatan sesuai
sebelumnya dari
kesepakatan
skala 1 (menurun)
ke Skala 5  Berikan kesempatan untuk

(meningkat) bertanya
Edukasi
4. Persepsi yang  Jelaskan faktor resiko yang
keliru terhadap dapat digunakan untuk
masalah dari skala meningkatkan perilaku
1 (meningkat) ke hidup bersih dan sehat
Skala 5 (menurun)
2 Setelah dilakukan asuhan REDUKSI ANXIETAS (I.09314)
keperawatan ... x ....... jam
Observasi
tingkat Ansietas klien
dapat menurun, dengan  Identifikasi saat tingkat
kriteria hasil :
anxietas berubah (mis.
1. Verbalisasi
kebingungan dari Kondisi, waktu, stressor)
skala 1 (meningkat)  Identifikasi kemampuan
ke Skala 5
mengambil keputusan
(menurun)
2. Verbalisasi khawatir  Monitor tanda anxietas
dari skala 1 (verbal dan non verbal)
(meningkat) ke Skala
Terapeutik
5 (menurun)
3. Kondisi yang  Ciptakan suasana terapeutik
dihadapi dari skala 1 untuk menumbuhkan
(meningkat) ke Skala
kepercayaan
5 (menurun)
4. Perilau gelisah dari  Temani pasien untuk
skala 1 (meningkat) mengurangi kecemasan ,
ke Skala 5 jika memungkinkan
(menurun)
5. Perilaku tegang dari  Pahami situasi yang
skala 1 (meningkat) membuat anxietas
ke Skala 5
 Dengarkan dengan penuh
(menurun)
perhatian
Gunakan pedekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
 Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan,
untuk mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
anti anxietas, jika perlu
3 Setelah dilakukan asuhan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
keperawatan ... x ....... jam
Observasi
tingkat Nyeri klien dapat
menurun, dengan  lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil :
frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri dari intensitas nyeri
skala 1 (meningkat)  Identifikasi skala nyeri
ke Skala 5  Identifikasi respon nyeri non
(menurun) verbal
2. Meringis dari skala  Identifikasi faktor yang
1 (meningkat) ke memperberat dan
Skala 5 (menurun) memperingan nyeri
3. Sikap protektif dari  Identifikasi pengetahuan dan
skala 1 (meningkat) keyakinan tentang nyeri
ke Skala 5  Identifikasi pengaruh
(menurun) budaya terhadap respon
4. Gelisah dari skala 1 nyeri
(meningkat) ke  Identifikasi pengaruh nyeri
Skala 5 (menurun) pada kualitas hidup
5. Kesulitan tidur dari
 Monitor keberhasilan terapi
skala 1 (meningkat)
komplementer yang sudah
ke Skala 5
diberikan
(menurun)
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4 Setelah dilakukan asuhan PENCEGAHAN JATUH
keperawatan ... x ....... jam
(I.14540)
Tingkat Jatuh klien dapat
menurun, dengan Observasi
kriteria hasil :
 Identifikasi faktor resiko
1. Jatuh dari tempat
jatuh (Penurunan
tidur dari skala 1
Kesadaran)
(meningkat) ke
 Hitung resiko jatuh dengan
Skala 5 (menurun)
skala
2. Jatuh saat Terapuetik
dipindahkan dari  Pastikan roda tempat
skala 1 (meningkat) tidur/kursi roda selalu dalam
ke Skala 5 kondisi terkunci
(menurun)  Pasang handrall tempat tidur
 Atur tempat tidur dalam
kondisi terendah
 Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pemantauan perawat dari
nurse station
5 Setelah dilakukan asuhan PENCEGAHAN INFEKSI
keperawatan ... x ....... jam
(I.14539)
Tingkat Infeksi klien dapat
menurun, dengan Observasi
kriteria hasil :
 Identifikasi riwayat
1. Kebersihan tangan
dari skala 1 kesehatan dan riwayat alergi
(menurun) ke  Identifikasi kontraindikasi
Skala 5
 pemberian imunisasi
(meningkat)
2. Kebersihan badan  Identifikasi status imunisasi
dari skala 1 setiap kunjungan ke
(menurun) ke
pelayanan kesehatan
Skala 5
(meningkat) Terapeutik
3. Demam dari skala  Berikan suntikan pada pada
1 (meningkat) ke
bayi dibagian paha
Skala 5 (menurun)
4. Kemerahan dari anterolateral
skala 1  Dokumentasikan informasi
(meningkat) ke
vaksinasi
Skala 5 (menurun)
5. Nyeri dari skala 1  Jadwalkan imunisasi pada
(meningkat) ke interval waktu yang tepat
Skala 5 (menurun)
Edukasi
6. bengkak dari skala
 Jelaskan tujuan, manfaat,
1 (meningkat) ke resiko yang terjadi, jadwal
Skala 5 (menurun) dan efek samping
 Informasikan imunisasi
yang diwajibkan pemerintah
 Informasikan imunisasi
yang melindungiterhadap
penyakit namun saat ini
tidak diwajibkan pemerintah
 Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus
 Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
 Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan
vaksin gratis
6 Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan ... x ....... jam
 Monitor tanda dan gejala
Tingkat Perdarahan klien
dapat menurun, dengan perdarahan
kriteria hasil :
 Monitor nilai
1. kelembapan
membran mukosa hematokrit/homoglobin
dari skala 1 sebelum dan setelah
(menurun) ke
kehilangan darah
Skala 5
(meningkat)  Monitor tanda-tanda vital
2. kelembapan kulit ortostatik
dari skala 1
 Monitor koagulasi (mis.
(menurun) ke
Skala 5 Prothombin time (TM),
(meningkat) partial thromboplastin time
(PTT), fibrinogen, degradsi
fibrin dan atau platelet)
Terapeutik
 Pertahankan bed rest selama
perdarahan
 Batasi tindakan invasif, jika
perlu
 Gunakan kasur pencegah
dikubitus
 Hindari pengukuran suhu
rektal
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
 Anjurkan mengunakan kaus
kaki saat ambulasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari
 Konstipasi
 Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
 Anjurkan meningkatkan
asupan makan dan vitamin
K
 Anjrkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
dan mengontrol perdarhan,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
prodok darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

1. Doengoes, M.E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
2. Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
3. Mansjoer Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius
4. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat.
5. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
6. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
7. Bulecheck M Gloria. 2013. Nursing Interventions Classification. Edisi
keenam: Elsevier
8. Moorhead Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification. Edisi kelima:
Elsevier

Anda mungkin juga menyukai