Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN RETENSIO URINE


DI RUANG C RSUD Dr. SOEDARSO

DISUSUN OLEH :

DINI ALHAFIZA

NIM. 211133048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN RETENSIO URINE
DI RUANG C RSUD Dr. SOEDARSO

DISUSUN OLEH :

DINI ALHAFIZA

NIM. 211133048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI

1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang


Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN RETENSIO URINE

Telah di persiapkan dan disusun oleh :

DINI ALHAFIZA

NIM. 211133048

Telah Disetujui,

Pada Tanggal,…………………….

Pembimbing Klinik (CI) Pembimbing Akademik

………………………………… …………………………………
A. KONSEP DASARPENYAKIT

1. Definisi

Diabetes melitus atau penyakit kencing manis adalah penyakit yang ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh
kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Hasdianah, 2017).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia, glukosa yang normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu darah, glukosa dibentuk dihati dari makanan yang
dikonsumsi (Brunner & Suddarth, 2018).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalis metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi, insulin, atau penurunan
sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskular, makrovaskular,dan neuropati (Wilkimson, 2017).
Diabetes melitus merupakan penyakit dimana kadar gula dalam darah seseorang
melebihi batas normal, akibat kelenjar pankreas tidak berfungsi normal mengolah
kadar gula, sehingga seseorang harus mengontrol dan diet makanan agar kadar gula
tetap normal dan tidak menimbulkan komplikasi.
2. Klasifikasi klinis
Tipe I : IDDM disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
Tipe II :NIDDM disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati :
a. Tipe II dengan obesitas
b. Tipe II tanpa obesitas a. Klasifikasi resiko stastistik
c. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
d. Berpotensi menderita kelainan glukosa
3. Etiologi
a. Diabetes Melitus
Menurut Brunner & Suddarth, 2013 diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran
sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula
lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
beta.
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
sesuatu predisiposisi atau kecenderung genetik kearah terjadinya diabetes tipe
I. kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya.

2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. respons ini
merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.

3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes melitus tipe II


Menurut Brunner & Suddarth 2013 Mekanisme yang tepat menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe masih belum
diketahui. faktor genetik diperkirakan memegang peranan proses terjadinya
resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth tahun 2013 patofisologi diabetes melitus
yaitu :
a) Diabetes tipe I
Pada diabetes I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika kosentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan dieksresikan ke urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih pula.
Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik. sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
b) Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin,yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor tersebut, terjadi sel resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Diabetes
tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
usia 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliruria, polipsia,
luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, Infeksi vagina atau pandangan
yang kabur jika kadar glukosanya sangat tinggi (Brunner & Suddarth, 2013).
c) Diabetes dan kehamilan
Diabetes yang terjadi selama kehamilan perlu mendapat khusus wanita
yang sudah diketahui menderita diabetes sebelum terjadinya pembuahan
harus mendapatkan penyuluhan ataukonselingtentang
penatalaksanaandiabetesselamakehamilan. Pengendalian diabetes yang buruk
(hiperglikemia) pada saat pembuahan dapat disertai timbulnya malformasi
kongential. Karena alasan yang inilah wanita yang menderita penyakit
diabetes harus mengendalikan penyakit dengan baik sebelum konsepsi terjadi
sepanjang kehamilannya.

Diabetes yang tidak terkontrol saat melahirkan akan disertai dengan


peningkatan insidens makrosomia janin (bayi yang sangat besar ), persalinan
dan kelahiran yang sulit, bedah sesar dan kelahiran mati (stillbirth). Selain itu
bayi yang dilahirkan ibu yang menderita hipoglikemia pada saat lahir,
Keadaan ini terjadi Karena pankreas bayi yang normal telah mensekresikan
insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia ibu. Bayi ini
membutuhkan pemantauan yang ketat dalam kamar bayi, dan kadar glukosa
darahnya harus sering diukur. Jika terjadi hipoglikemia, pemberian air gula
harus segera dilakukan (Brunner & Suddarth, 2013).
5. Tanda Dan Gejala
Menurut Hasdianah, (2012) tanda dan gejala diabetes melitus dapat
digolongankan menjadi gejala akut dan gejala kronis.
a. Gejala akut diabetes melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apapun saat tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditujukan meliputi serba banyak (poly),yaitu :
a. Banyak makan (polyphagia)
b. Banyak minum (polydipsia)
c. Banyak kencing (polyuria)
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala :
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing
c. Nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun cepat (turun 5 –
10 kg dalam waktu 2 – 4 minggu ).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual bahkan penderita akan
jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala kronis diabetes melitus
Gejala kronis yang dialami oleh penderita diabetes melitus adalah sebagai
berikut :Kesemutan,Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum,
Rasa tebal kulit, Kram, Mudah mengantuk, Mata kabur, biasanya sering ganti
kaca mata, Gatal disekitar kemaluan terutama wanita, Gigi mudah goyah dan
mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi, Para ibu sering
mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan
berat badan bayi lahir lebih dari 4 kg.

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes melitus adalah :
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh padi ekstrimitas), saraf
otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardivaskuler.
b. Komplikasi menahun diabetes melitus
1) Neuropati diabetik
2) Retinopati diabetik
3) Nefropati diabetik
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus / gangrene
a) Grade 0 : tidak luka
b) Grade I: kerusakan hanya sampai pembukaan kulit
c) Grade II: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade III : terjadi abses
e) Grade IV : gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal.
7. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl(7,8mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial 9 (pp) > 200
mg/dl)
8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
m / dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
1) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
2) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes melitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaaan diabetes :
a. Diet
Syarat diet diabetes melitus hendak nya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
2) Mengarah pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
4) Mempertahankan kadar KGD normal.
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
6) Memberikan modifikasi diit sesuai keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan.
8) Jumlah sesuai kebutuhan.
9) Jadwal ketat diet.
10) Jenis : boleh makan atau tidak.
 J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ Jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita Dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol –high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dira
f. ngsang pembentukan glikogen baru
g. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena

pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan
Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetes tentang
penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan untuk merawat sendiri sehingga
mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
penyuluhan meliputi, penyuluhan untuk mencegah primer ditujukan untuk
kelompok resiko tinggi, penyuluhan pencegahan sekunder ditujukan pada
diabetes terutama pasien yang baru, materi yang diberikan meliputi :
pengertian diabetes, gejala dan penatalaksanaan.
Diabetes melitus, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik,
perawatan pemeliharaan kaki dan lain-lain. Penyuluhan untuk mencegah
tersier ditujukan pada diabetes lanjut dan materi yang diberikan meliputi :
cara perawatan dan pencegah komplikasi, upaya rahabilitasi dan lain-lain.
Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-
macam cara atau media misalnya : leaflet, poster, tv, kaset, video, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
(1) Binguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah

reseptor insulin

(2) Binguianida pada tingkat pacsareseptor : mempunyai efek

intraseluler
B. WOC
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian perawatan
Fokus pengkajian pasien Dm secara teori menurut (Padila, 2012) :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sitematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahankan penderita, mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya seperti
dibawah ini:
1. Anamnesa
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama pasien saat ini
1. Nutrisi : peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau
peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
2. Eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare.
3. Neurosensori : nyeri kepala, parasthesia, kesemutan pada ekstremitas,
penglihatan kabur, gangguan penglihatan.
4. Integumen : gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina, luka
gangren.
5. Muskuloskeletal : kelemahan dan keletihan
6. Fungsi seksual : ketidak mampuan ereksi (impoten), regiditas,
penurunan libido, kesulitan orgasme pada wanita.
c. Riwayat kesehatan sekarang
1. Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes
mellitus dan apakah sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut.
2. Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4kg.
3. Apakah pernah mengalami penyakit pankreas seperti pankreatitis,
neoplasma, trauma / pancreatectomy, penyakit infeksi seperti kongenital
rubella, infeksi cytomegalovirus, serta sindrom genetik diabetes seperti
Sindrom Down
4. Penggunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid, hormon
tiroid, dilantin, nicotinic acid.
5. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol atau
trigliserida lebih dari 150 mg/dl.
6. Perubahan pola makan, minum dan eliminasi urin.
7. Apakah ada riwayat keluarga dengan penyakit DM.
8. Adakah riwayat luka yang lama sembuh.
9. Penggunaan obat DM sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit Dm atau penyakit-penyakit lainnya yang ada
kaitannya dengan difisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, adanya riwayat
jantung, obesitas, maupun ateroklerosis, tindakan medis yang pernah didapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obat apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menangulangi penyakitnya.
g. Riwayat piskososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggaapaan keluarga
terhadap penyakit penderita.
h. Aktivitas/ istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun
i. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstermitas
j. Integritas ego
Stress dan aniestas
2. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan integument : Kulit kering dan kasar, Gatal-gatal pada kulit dan
sekitar alat kelamin, Luka gangren.
2) Muskuloskeletal : Kelemahan otot, Nyeri tulang, Kelainan bentuk tulang,
Adanya kesemutan, parethesia dan kram ekstremitas, Osteomilitis.
3) System persyarafan
a) Menurunnya kesadaran
b) Kehilangan memori, rehabilitas
c) Paresthesi pada jari-jari tangan dan kaki
d) Neuropati pada ekstremitas
e) Penurunan sensori dengan pemeriksaan monofilament.
f) Penurunan refleks tendon dalam
4) System pernapasan
a) Napas bau keton
b) Perubahan pola napas
5) System kardiovaskuler
a) Hipotensi atu hipertensi
b) Takikardia dan palpitasi
2. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl
2. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5. Alkalosis respiratorik
6. Trombosit darah :mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress / infeksi
7. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
8. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
9. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
10. Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.
11. Pemeriksaan organ lain yang mungkin terkait dengan komplikasi DM seperti
pemeriksaan mata, saraf, jantung dll.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual dan muntah
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera (misalnya
biologis,kimia,fisik dan psikologis)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ganggren pada
ekstermitas
4. Hambatan mobilitas berhubungan dengan nyeri pada luka bagian kaki
5. Ansietas berhubungan ancaman perubahan pada statuskesehatan
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
pengaturan (seperti dalam diabetes insipidus, hiperaldosteronisme
7. Resiko injury (cidera) berhubungan dengan gangguan penglihatan
3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat

ini ke tingkat kesehatan yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Nanda, 2011).

Table 1.Sumber Nurarif (2015)

No Diagnosa NOC (Nursing Outcome Classification ) NIC ( Nursing Intervention Classification )

1. Memperlihatkan 1. Kaji berat badan klien


1. Ketidak
status gizi : asupan makanan dan cairan, yang 2. Kaji tanda-tanda vital
seimbangan nutrisi
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut klien
kurang dari
(sebutkan1-5 : tidak adekuat, sedikit adekuat, cukup 3. Berikan makanan yang
kebutuhan tubuh
adekuat, adekuat,sangat adekuat).
berhubungan terpilih (sudah dikonsultasikan
2. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
dengan mual dan dengan ahli gizi)
3. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Muntah
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan 4. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi nutrisi
5. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5. Ajarkan pasien bagaimana
membuat makanan harian
6. Menunjukkan peningkatan fungsi 6. Anjurkan kepada pasien untuk meningkatkan
pengecapan dari menelan protein dan vitamin C
7. Tidak menjadi penurunan badan yang berarti. 7. Anjurkan untuk meningkatkan intake Fe
8. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah kontisipasi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.
Nyeri akut 1. Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2.
berhubungan dibuktikan oleh indikator sebagai berikut, termasuk lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi,
dengan agen-agen (sebutkan 1-5:tidak pernah, jarang, kadang- kualitas dan faktor presipitasi
penyebab cedera kadang, sering atau selalu) 2. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
(misalnya 2. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab intervensi
biologis,kimia,fisik nyeri, mampu menggunakan teknik 3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dan psikologis) nonfarmakologi untuk mengurangi 4. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
rasa nyeri, mencari bantuan)
5. Ajarkan teknik non farmakologi
3. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
menggunakan manajemen nyeri
4. Mampu mengendali nyeri (skala, intensitas, 7. Minta pasien untuk menilai nyeri atau
frekuensi dan tanda nyeri) ketidaknyamanan sampai skala 0-10 (0=tidak
5. Mengatakan rasa nyaman setelah nyeri ada nyeri atau ketidaknyaman,10=nyeri hebat)
berkurang. 8. Informasikan kepada pasien tentang prosedur
yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
starategi koping yang disaran kan.
9. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
10. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat anageltik

Kerusakan - Setelah dilakukan tindakkan keperawatan 1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses
3.
integritas kulit diharapkan masalah gangguan integritas kulit penyembuhan luka
berhubungan teratasi dengan kriteria hasil : 2. Rawat luka dengan baik dan benar :
dengan adanya - Tercapai nya proses penyembuhan luka membersihkan luka secara aseptik
ganggren pada menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat
ekstermitas sisa balutan yang menempel pada luka dan
nekrotomi jaringan yang mati
3. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai
keinginan pasien
4. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
insulin pemeriksaan kultur pus pemeriksaan
gula darah pemberian anti biotik.

Hambatan Setelah dilakukan tindakkan keperawatan 1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot
4.
mobilitas diharapkan masalah gangguan hambatan pada kaki pasien.
berhubungan mobilitas teratasi dengan 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan
dengan nyeri pada aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
Dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas
luka bagian kaki dalam keadaan normal.
yang optimal dengan kriteria hasil :
3. Anjurkan pasien untuk
1. Pergerakkan pasien bertambah luas
menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
2. Pasien dapat beraktivitas sesuai
sesui kemampuan.
dengan kemampuan (duduk,berdiri
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
dan bangun )
3. Rasa nyeri berkurang 6. Kerja sama dengan tim kesehatan
4. Dapat memenuhi kebutuhan sendiri lain:dokter(pemberian analgesik) dan tenaga
secara bertahap sesuai kemampuan fisioterapi.
-
1. Klien mampu mengidentifikasi dan 1. Kaji tingkat kecemasan pasien
5. Ansietas
mengungkapkan gejala cemas 2.Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
berhubungan
2.Mengidentifikasi, mengungkapkan dan ketakutan , persepsi
ancaman
menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas 3.Bantu pasien untuk mengenal situasi yang
perubahan pada
3. Vital sign dalam batas normal menimbulkan kecemasan
status
- 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh 4. Berikan penguatan positif ketika pasien mampu
kesehatan
dan tingkat aktivitas menunjukkan meneruskan aktivitas meskipun mengalami
berkurangnya kecemasan ansietas
5.Informasikan pada keluarga tentang gejala
ansietas
6. Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan
sikap empatik secara verbal dan nonverbal
7. Ajarkan anggota keluarga bagaimana
membedakan antara serangan panik dan gejala
penyakit fisik
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat untuk mengurangi cemas
7.
Kekurangan 1. Kekurangan volume cairan akan teratasi, 1. Pantau warna , jumlah, dan frekuensi kehilangan
6
volume cairan dibuktikan oleh keseimbangan elektrolit dan cairan
berhubungan asam basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi 2. Identifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah
dengan kegagalan : asupan makanan dan cairan yang adekuat buruknya dehidrasi ( misalnya obat-obatan,
mekanisme - Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan demam, stress, dan program pengobatan).
pengaturan (seperti dicapai, dibuktikan oleh indikator gangguan 3. Pantau hasil laboratorium yang revelan dengan
dalam diabetes berikut (sebutkan 1-5 : ganggguan ekstrem, keseimbangan cairan (misalnya kadar
insipidus, berat, sedang, ringan, atau tidak gangguan ) : hematokrit, BUN, albumin, protein total,
hiperaldosteronism frekuensi nadi dan irama jantung apical osmolalitas serum, dan berat jenis urine ).
e frekuensi dan irama napas kewaspadaan mental 4. Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan
dan orentasi kognitif elektrolit serum (misalnya membrane mukosa, keadekuatan nadi,dan
natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) tekanan darah ortostatik).
5. Anjurkan pasien untuk menginformasikan
perawat bila haus
6. Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi,
bila perlu
8. Berikan terapi iv sesuai program.

7 Resiko injury Resiko cidera akan diperlihatkan,yang. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan
(cidera) keamanan, keletihan, usia, kematangan, pengobatan
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
berhubungan dan defisif motorik atau sensorik ( misalnya, berjalan
(sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-
dengan gangguan dan keseimbangan)
kadang, sering, atau selalu) :
penglihatan 2. Periksa apakah pasien memakai pakaian yang
a. Memantau faktor resiko perilaku individu dan
terlalu ketat,mengalami luka, luka terbakar,
lingkungan
atau memar.
. Mengembangkan srategi pengendalian
3. Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat
resiko pilihan yang efektif
panas
c. Menerapkan strategi pengendalian resiko pilihan . Jauhi bahaya lingkungan (misalnya, berikan
d. Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi
pencahayaan yang adekuat)
resiko
9. Ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan
- Fasilitasi komunikasi : gangguan pengliahatan :
gerakan,bila perlu
membantu dalam menerima dan mempelajari
metode alternatif agar dapat hidup dengan
penurunan kemampuan melihat
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah
disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat dalam
pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien
berlanjut. Prinsip dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu cara
pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi teraupetik serta
penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga
tahap yaitu independent, dependent, interdependent. Tindakan
keperawatan secara independen adalah suatu tindakan yang
dilakukan oleh perawatan tanpa petunjuk dan perintah dokter atau
tenaga kesehatan lainnya, kemudian dependent adalah tindakan
yang sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
Sedangkan interdependent adalah tindakan keperawatan yang
menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya. Misalnya tenaga sosial, ahli gizi
dan dokter. Keterampilan yang harus dimiliki perawat dalam
melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif dan psikomotor.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencanatindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi
hasil.
Disamping itu juga evaluasi adalah merupakan kegiatan yang
Evaluasi menggunakan SOAP yang operasional, pengertian S
adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh keluarga telah diberikan implementasi
keperawatan. O adalah kegiatan objektif yang dapat diidentifikasi
setelah implementasi keperawatan. A adalah analisis perawatan
setelah mengetahui respon subjektif dana objektif klien yang
dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan
mengacu pada tujuan rencana perawatan klien. P adalah
perencanaan atau planing selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis. Pada tahap ini ada evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh
perawat yaitu : evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai
hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan
sesuai kontrak pelaksanaan dan evaluasi sumatif yang
bertujuan menilai keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis
keperawatan. Akan rencana diteruskan sebagian, diteruskan
dengan perubahan intervensi atau diberhentikan (suparjitno,
2004).setelah dilakukan tindakkan keperawatan maka hasil
evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes melitus
tipeyaitu :
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan nafsu makan meningkat,berat
badan ideal.
2. Nyeri berkurang sampai hilang
3. Gangguan integritas kulit tidak terjadi dengan penyembuhan luka
dan tidak terjadi infeksi pada luka
4. Hambatan mobilitas tidak terjadi dengan bisa beraktivitas secara
mandiri
5. Ansietas berkurang sampai hilang dengan tidak ada lagi rasa takut
terhadap penyakitnya
6. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisa Kasus
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia,
glukosa yang normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu darah, glukosa
dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner & Suddarth, 2013).
Masalah keperawatan yang ditemukan dalam kejadian diabetes mellitus
tipe II adalah ketidakstabilan kadar gula darah, nyeri akut, intoleransi
aktivitas, kerusakan integritas kulit, nutrisi kurang dai kebutuhan dan lain
sebagainya. (Padila, 2012).
Dalam asuhan keperawatan yang dikelola, didapatkan data subjektif oleh
pasien, yaitu nyeri pada luka ekstremitas yaitu luka ulkus dekubitus pada
pedis sinistra dan luka ganggren pada pedis dextra, sering merasa kehausan,
sering buang air kecil, kelemahan, dan aktivitas dibantu orang lain.
Didapatkan juga data objektif, yaitu kesadaran compos mentis, lemah,
meringis skala nyeri 0-10 didapatkan skala nyeri 8, gelisah, mudah haus,
terpasang infuse RL 20 tetes/menit, TD: 130/80 mmHg, T: 36.7, RR: 20
x/menit, N: 80 x/menit. Kemungkinan yang dapat mengakibatkan
ketidakstabilan kadar gula darah ialah akibat pengobatan yang tidak
terkontrol, pola makan yang kurang baik dan gaya hidup yang tidak sehat.
B. Analisa Intervensi Keperawatan
Upaya yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pada Tn. A dengan
diabetes mellitus tipe II yang dikelola adalah berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian novorapid 3x6 unit (subcutan) jika gula darah puasa lebih
dari 200 mg/dl untuk membantu menjaga kestabilan gula darah dalam batas
normal. Disamping itu, pasien juga diberikan injeksi antibiotik ceftriaxone 1
gram/12 jam, ketorolac 30 mg/8 jam, paracetamol 500 mg (k/p), dan
diberikan obat oral glucosamine 1 tablet/8 jam dan olidamisine 300mg/8 jam.
Kemudian menganjurkan teknik relaksasi non farmakologis untuk
mengurangi nyeri pada luka dengan teknik relaksasi nafas dalam dan terapi
musik.
Berdasarkan penelitian oleh Virgianti Nur Fridah (2016), didapatkan
hasil bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan
music klasik terhadap intensitas nyeri wound care gangren di Ruang Teratai
RSUD dr.Soegiri Lamongan.
Dwi Dharmayana (2009) menegaskan bahwa tujuan keseluruhan dalam
pengobatan nyeri adalah mengurangi nyeri sebesar mungkin dengan
kemungkinan efek samping paling kecil. Teori tersebut memperkuat bahwa
music instrumental dan musik klasik berpengaruh positif terhadap intensitas
nyeri wound care gangren, respon seperti ini dimungkinkan karena pasien
merasa nyaman dan tenang saat diberikan perlakuan musik instrumental dan
musik klasik. Beberapa literature juga menganjurkan untuk melakukan terapi
music instrumental dan musik klasik sebagai metode atau cara untuk
menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien pada saat wound care
gangren. Penurunan intensitas nyeri pada pasien wound care gangren sangat
dibutuhkan untuk menstabilkan keadaan umum pasien. Terapi ini bisa
digunakan dalam bidang keperawatan jika terdapat masalah intensitas nyeri
saat dilakukan wound care gangren.
C. Rancangan Ide-ide Baru
Ide-ide baru yang dapat diberikan untuk penanganan sesuai kasus yang
ada bahwa , misalnya adalah memberikan terapi musik instrumental dan
musik klasik terhadap intensitas nyeri wound care.
Menurut Setiadarma (2010), mengatakan musik berirama lembut dan
teratur mempengaruhi keadaan fisik dan mental seseorang. Jika vibrasi dan
harmoni musik yang digunakan sesuai maka pendengar akan merasa nyaman,
kenyamanan akan membuat seseorang menjadi tenang. Selain itu karena
vibrasi musik menghasilkan getaran atau hantaran udara pada organ
pendengaran, maka organ vestibula (alat keseimbangan) juga memperoleh
dampak dari musik, sehingga seseorang menjadi lebih rileks..
BAB III
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia,
glukosa yang normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu darah, glukosa
dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner & Suddarth,
2013).
Dari hasil uji statistic wilcoxon dengan spss versi 18.0 dengan
N=34 didapatkan Z= -4,667 dan p= 0,000, dimana jika p < 0,05 maka H0
ditolak, berarti terdapat pengaruh dalam pemberian terapi music
instrumental dan musik klasik terhadap intensitas nyeri wound care
gangren di ruang Teratai RSUD dr.Soegiri Lamongan.
Berdasarkan intervensi yang sudah diberikan, didapatkan skala
nyeri pada pasien berangsur-angsur berkurang, tetapi dikarenakan
keterbatasan waktu dan tempat maka implementasi evaluasi keperawatan
yang diberikan kepada pasien kurang maksimal.

5.2 Saran
Asuhan keperawatan yang diberikan harus tepat dan rasional untuk
pasien sehingga tercapailah kepuasan keluarga dan pasien. Bagi petugas
kesehatan sebagai pelaksana asuhan keperawatan, hendaknya dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi bio, psiko, sosial, dan
spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume

2. Jakarta EGC

Hasdianah.(2012).Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa Dan Anak-Anak

Dengan Solusi herbal.yogyakarta: Nuha Medika

Nurarif, Hamin Huda dan Kusuma, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Media

Action.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (Cetakan 1). Yogyakarta:

Nuha medika.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin

(cetakan1). Jakarta: CV Trans Info Media.

Wilkimson,Judit M.dan Aherm,Nancy R.(2013).Buku Saku Diagnosis Keperawatan

(edisi 9).jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai