Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Sosiologi Hukum Islam AL FAJRI LUBIS,MM


BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN EMILE DURHEIM

Disusun oleh :
Mukarrom Zam Zam
Awwalu Masfi SMM

HUKUM KELUARGA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TUANKU
TAMBUSAI
PASIR PENGARAIAN ROKAN HULU RIAU
T/A 2019-2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan atas kehendak-
Nya semua proses pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami tidak lupa menyampaikan terima
kasih kepada  pihak  yang  telah membantu  proses  pembuatan
makalah  ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih kepada
teman-teman yang telah ikut memberikan motivasi dan doa sehinga
kami terus berusaha pantang menyerah dan terus  bersemangat  dalam
menghadapi rintangan yang menghalangi penulisan karya ilmiah ini.
Makalah yang berjudul “ Emile Durkheim " yang berisi
biografi dan teori-teorinya.
Tak ada gading yang tak retak tak ada sesuatu yang sempurna,
begitu juga dengan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini
belum sempurna. Untuk itu dengan senang hati penulis menerima
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
penelitian ini untuk ke depan.  Bantarujeg,  Agustus 2017 Penulis,

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------1

DAFTAR ISI--------------------------------------------------------------------------2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang --------------------------------------------------------------3
B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------------4
C. Tujuan Penulisan -----------------------------------------------------------4
BAB II PEMBAHASAN

1. Biografi dan Perjalanan Hidup Emile Durkheim -----------------------5


2. Teori-Teori Emile Durkheim Kritik Terhadap Emile Durkheim----- 7
BAB III PENUTUP

Kesimpulan --------------------------------------------------------------14

DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------15

2
BAB I
PENDAHULUAN.
 

A. Latar Belakang
Durkheim dianggap sebagai “bapak” sosiologi modern,karena
usaha-usahanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu
yang baru. Ia percaya bahwa masyarakat dapat dipelajari secara
ilmiah. Ia menolak pendekatan individual dalam memahami fenomena
dalam masyarakat dan lebih memilih pendekatan secara  sosial. Oleh 
karena  itu ia  juga  berusaha memperbaiki  metode  berpikir 
sosiologis  yang  tidak  hanya berdasarkan pada  pemikiran-pemikiran
logika filosofi tetapi sosiologi. Menurut Durkheim, masyarakat
dibentuk oleh “fakta sosial” yang melampaui pemahaman intuitif kita
dan mesti diteliti melalui observasi dan pengukuran. Ide tersebut
adalah inti dari sosiologi yang menyebabkan Durkheim sering
Dianggap sebagai “bapak” sosiologi (Gouldner,1958). Meskipun
istilah “sosiologi” telah dilahirkan Auguste Comte beberapa tahun
sebelumnya, namun belum ada lapangan sosiologi yang berdiri sendiri
dalam universitas pada akhir abad ke-19. Belum ada sekolah,
departemen, apalagi professor dalam bidang sosiologi. Tantangan
yang signifikan dari sosiologi adalah filsafat dan psikologi, dua ranah
ilmu ini mengklaim melingkupi ranah yang ingin diduduki sosiologi.
Cita-cita Durkheim terhadap sosiologi sekaligus menjadidilemanya
adalah menjadikan sosiologi menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri
dan merupakan ranah yang bisa diidentifikasi.
Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim
berpendapat bahwa sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian
empiris. Ia merasa terancam olehaliran filsafat yang terdapat dalam
sosiologi itu sendiri. Dalam pandanganya, tokoh utama lainya seperti
Auguste Comte dan Herbert Spencer, keduanya lebih memiliki
perhatian pada filsafat, dalam teori abstrak, kemudian mereka
mempelajari dunia sosial secara empiris. Jika ranah ini diteruskan
berdasarkan arah yang disusun oleh Comte dan Spencer, Durkheim
khawatir, ranah ilmu initidak akan lebih dari sekadar sebuah cabang
filsafat. Artinya, Durkheim merasa  perlu mengkritik Comte 
dan Spencer  karena mereka  terlalu  berpegang  pada ide Yang ada
tentang fenomena sosial, dan bukanya pada studi atas dunia riil secara
aktual. Ia menganggap Comte masih keliru karena telah
mengandaikan secara teoritis bahwa dunia sosial selalu bergerak
menuju kondisi masyarakat yang kian lama kian sempurna bukannya

3
melakukan kerja ilmiah yang sungguh-sungguh, ketat, dan mendasar
dalam mengkaji perubahan hakikat berbagai masyarakat. Spencer pun
juga begitu, dia dianggap mengandaikan begitu saja adanya harmoni
dalam masyarkat, dan bukanya mengkaji apakah harmoni itu benar-
benar ada atau tidak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Emile Durkheim dan perjalanan hidupnya
yang mempengaruhi teori-teorinya?
2. Apa saja teori yang dikemukakan oleh Emile Durkheim?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi dan latar belakang Emile Durkheim yang
mempengaruhi teori-teorinya.
2. Mengetahui dan memahammi teori-teori yang dikemukaan oleh
Emile Durkheim.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi dan Perjalanan Hidup Emile Durkheim Emile


Durkheim lahir pada tanggal 15 April 1858 di Epinal, Prancis.
Ia berasal  dari keluarga  rabbi  atau  pendeta  bagi  kaum
Yahudi. Tetapi  pada  umur  belasan  tahun, Ia  menyangkal silsilah
keturunanya (Strenski, 1997: 4). Sejak saatitu, minat terhadap agama
lebih akademis daripada teologis (Mestrovic, 1988). Iatidak hanya
kecewa dengan ajaran agama, namun juga pada pendidikan umum dan
penekananya pada soal-soal literer dan estetis. Ia mendambakan bisa
mempelajari metode-metode ilmiah dan prinsip-prinsip moral yang
bisa memandu kehidupan sosial. Pada tahun 1887 Ia mengajar filsafat
di beberapa sekolah provinsi di sekitar Paris.
Keinginanya dalam mempelajari ilmu pengetahuan semakin
besar ketika Ia melakukan perjalanan ke Jerman. Disana Ia mengenal
psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt. Di tahun-tahun
setelah kunjunganya ke Jerman, Durkheim menerbitkan beberapa
karya yang menuliskan pengalamanya di Jerman. Publikasi-publikasi
ini membantu Ia memperoleh posisi di departemen filsafat di
Universitas Bordeaux pada tahun 1887. Disana Durkheim
memberikan kuliah dalam ilmu sosial di sebuah Universitas Prancis
untuk pertama kalinya. Hal ini merupakan prestasi terbesar, karena
hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan menggemparkan
merebak di sebuah Universiras Prancis setelah seorang mahasiswa
menyebut Auguste Comte dalam disertasinya. Tanggung  jawab
utama Durkheim adalah memberikan pedagogik untuk calon guru
sekolah, dan mata kuliahnya yang paling penting adalah pendidikan
moral. Alasan dari  pendidikan  moral  sendiri  adalah  agar para 
pendidik mampu menularkan sistem moral kepada siswa-siswanya
yang diharapkan memperbaiki kemrosotan moral yang alami
masyarakat Prancis.
Pada tahun 1893, ia menerbitkan tesis doktoralnya dalam
bahasa Prancis,The Division of Labor in Society, dan tesisnya dalam
bahasa latin tentang Montesqieu. Disusul pada tahun 1895, terbit
pernyataan metodologi utamanya, The Rulesof Sociological
Method,lalu pada tahun 1897 metode-metode tersebut diterapkan
dalam studi empiris pada buku Suicide Pada tahun1896 ia menjadi
professor penuh di Bordeaux. Pada tahun 1902 ia diundang
olehuniversitas di Prancis paling terkenal, Sorbonne, dan pada tahun
1906 resmi menjadi professor untuk ilmu pendidikan, pada tahun

5
1913 bertambah satu jabatan  dan berubah  menjadi professor  ilmu
pendidikan dan sosiologi. Karya terkenal lainya adalah The
Elementary Formsof Religious Life, terbit tahun 1912.
Kini Durkheim seringkali disebut sebagai seorang yang
berhaluan politik konservatif termasuk pengaruhnya dalam bidang
sosiologi. Namun, pada zamanya ia dikenal sebagai seorang liberal,
dan ini tercermin ketika Ia secara aktif dalam membela Alfred
Dreyfus, kapten tentara keturunan Yahudi yang dinyatakan bersalah
melakukan pengkhianatan karena diduga membocorkan dokumen
rahasia Prancis kepada kedutaan Jerman dan divonis mati oleh
kebanyakan orang yang bermotif anti-Semitisme atau anti Yahudi.
Durkheim  sangat  tersinggung  oleh  persoalan  Dreyfus 
itu, khususnya  anti-Semit  yang  ada  di dalamnya.  Namun Durkehim
tidak menyebut anti-Smitisme tersebut sebagai rasisme di kalangan
mayarakat Prancis. Secara khusus, ia melihatnya sebagai suatu gejala
penyakit moral yang dihadapi masyarakat Prancis secara keseluruhan.
Ketika masyarakat mengalami penderitaan, ia harus
menemukan seseorang yang dapat diintai pertanggung jawaban atas
derita tersebut, yang menanggung nasib buruk: dan mereka yang
ditentang publik pada dasranya telah dirancang untuk memainkan
peran ini. Itu semua adalah kaum paria yang berfungsi sebagai korban
yang dihukum. Yang meyakinkan saya dalam tafsir ini adalah bagai
manvonis pengadilan kasus dreyfus dibuat pada tahun 1894. Ada
gelombang kegembiraan diboulevard. Orang merayakan bak
kemenangan sesuatu yang seharusnya menjadi sebab bagi duka
publik. Paling tidak mereka tahu siapa yangharus disalahkan atas
terjadinya kesulitan ekonomi dan tekanan moral yangmereka alami.
Kesulitan datang dari orang Yahudi. Tuduhan inin telah dibuktikan
secara resmi. Dengan fakta ini, beberapa hal tampak semakin baik dan
orangmerasa nyaman. (Lukes, 1972: 345) Perhatian Durkheim
terhadap kasus Dreyfus adalah perhatianya yang juga begitu
dalam seumur hidupnya terhadap moralitas dan krisis moral
yang dihadapi masyarkat modern. Menurutnya, jawaban atas kasus
Dreyfus tidak lain karenaakhir kekacauan moral yang ada dalam
masyarakat. Karena perbaikan moral dalam masyarakat tidak dapat
dilakukan secara mudah dan cepat, maka Durkheim menyarankan
adanya tindakan yang lebih khusus seperti tindakan tegas bagi mereka
yang memancing kebencian terhadap orang lain dan pemerintah
dengan  berupaya menunjukan  kepada  masyarakat  atau  publik 
bahwa menyebarkan rasa kebencian itu adalah penyesatan dan
terkutuk. Ia juga menyerukan kepada orang “berani menyuarakan
dengan lantang apa yang mereka pikirkan, dan bersatu pada untuk

6
meraih kemenangan dalam perjuangan melawan kegilaan publik”
(Lukes, 1982:347). 
Perhatian Durkheim pada sosialisme juga dijadikan bukti
untuk melawan gagasan bahwa Ia adalah seorang konservatif, meski
sosialisme ini sangat berbeda dengan pemikiran Marxisme. Ia
menamakan Marxisme itu sebagai serangkaian “hipotesis yang data
diperdebatkan dan ketinggalan zaman.”(Lukes,1972:323) .Menurut
Durkheim, sosialisme mempresentasikan gerakan yang ditujukan bagi
regenerasi moral masyarakat melalui moralitas ilmiah, dan tidak
dengan cara politik  jangka pendek  maupun  pada  aspek  ekonomi
sosialisme.  Ia tidak  melihat ploretariat sebagai  berkah atau
penyelamat bagi masyarkat, dan sangat menentang agitasi atau
kekerasan. Menurutnya sosialisme, adalah suatu paham dan keadaan
yang mempresentasikan sistem tempat di mana prinsip moral
ditemukan melaluistudi sosiologi ilmiah harus diberlakukan.
Durkheim berpengaruh begitu besar terhadap perkembangan
sosiologi,dan tak hanya terbatas pada bidang sosiologi saja. Sebagian
besar pengaruhnya terhadap bidang lain berasal dari jurnal L’annẻ
Sociologique, yang ia dirikan padatahun 1898. Sebuah lingkaran
intelektual tumbuh dan berkembang dari jurnal itu dan Durkheim
menjadi pusatnya. Melalui lingkaran itu, ia dan gagasan-gagasan yang
mempengaruhi berbagai bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa
dan psikologi yang sedikit ironis, karena menyerang disiplin ini.
Durkheim wafat pada tanggal 15 November 1917. Dia adalah
sosok paling disegani  di kalangan  intelektual  Prancis, namun  baru
dua  puluh  tahun kemudian, yakni Talcott Parson saat menerbitkan
buku berjudul The Structure of Social Action (1937), karya Durkheim
mulai berpengaruh signifikan dalam sosiologi Amerika.

B. Teori-Teori Emile Durkheim.


1. Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak
diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan
pekerjaaan yang sama,akan tetapi pembagian kerjalah yang
mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung
satu sama lain. Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan
hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan
pada perasaan moral  dan  kepercayaan yang dianut  bersama
yang  diperkuat  oleh  pengalaman emosional bersama.
a. Solidaritas Mekanis

7
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represif karena
anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain,
dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas
bersama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak
akan  dinilai  main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan
dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif.
Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran
kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang
berat.
b. Solidaritas Organic
Masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif.
Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi
untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan
terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat
bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini,
kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara
emosional terhadap pelanggaran  hukum.  Durkheim  berpendapat 
masyarakat  modern  bentuk solidaritas moralnya mengalami
perubahan bukannya hilang.Dalam masyarakat ini, perkembangan
kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian
kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih
mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu
sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu
bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.

2. Fakta Sosial (The RuleOf SociologicalMethod)


Fakta sosial ini menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu:

a. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat


disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial inilah yang
merupakan bagian dari dunia nyata contohnya arsitektur dan
norma hukum. 
b. Dalam bentuk non-material, yaitu sesuatu yang ditangkap
nyata (eksternal). Fakta ini bersifat inter subjective yang
hanya muncul dari dalam kesadaran manusia, sebagai contoh
egoisme, altruism dan opini.

8
Penjelasan mengenai fakta sosial dapat dilakukan melalui 2 cara,
yaitu:

a. Penjelasan sebab-akibat
Fakta sosial harus dijelaskan berdasarkan fakta-fakta
sosial yang mendahuluinya sehingga dapat mengetahui sebab
dari terbentuknya fakta sosial tersebut. Setelah sebab tersebut
ditemukan, selanjutnya mencari penyebab fakta sosial tersebut
masih ada.Kenyataan bahwa fakta sosial itu masih ada
selanjutnya dapat dijelaskan berdasarkan fungsi yang
dimilikinya. 
b. Penjelasan fungsional
Fungsi suatu fakta sosial harus selalu ditemukan dalam
hubungannya dengan suatu tujuan sosial lainnya. Ini berari
bahwaharus diteliti apakah ada persamaan antara fakta yang
ditinjau dengan keperluan-keperluan umum dari organisme
sosial itu dan dimana letak persesuaiannya.

Perbedaan fakta sosial dengan fakta individu.

a. Fakta sosial
Fakta sosial  adalah  perbuatan-perbuatan yang  ada
diluar individu secara terpisah, umum, dan memaksa karena
fakta itu tidak dapat terlepas dari individu-individu secara
bersama-sama serta memaksakan individu berbuat sesuai
dengan keadaan masyarakatnya. Jadi fakta sosial tidak
menyatu dengan individu-individu secara utuh tetapi juga
tidak bisa lepas dari individu-individu tersebut. Inti dari fakta
sosial ini yaitu adanya tindakan yang dilakukan disebabkkan
karena adanya pola dalam hubungan social itu sendiri. 
b. Fakta individu
Sedangkan fakta individu, sering disebut sebagai fakta
organis atau fakta psikis. Fakta organis ini merupakan
tindakan yang dilakukan dengan didasari kesadaran individu
itu sendiri. Sehingga tidak ada bentuk intervensi dari luar yang
memaksa seseorang untuk melakukan tindakan tersebut karena
tidak memerlukan sebuah pola dalam sistem sosial.

9
Menurut Emile Durkheim, fakta sosial tidak dapat direduksi
menjadi fakta individu, karena ia memiliki eksistensi yang independen
ditengah-tengah masyarakat. Fakta sosial sesungguhnya suatu
kumpulan dari fakta-fakta individu akan tetapi kemudian diungkapkan
dalam suatu realitas yang riil. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
fakta sosial dihasilkan oleh pengaruh dari fakta psikis (sui generis).

3. Teori Bunuh Diri (Suicide)


Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini
relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana
tersedia data yang bagus cara  komparatif. Akan tetapi,  alasan
utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah
untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan
penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa.
Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkan nya
menunjuk kan kesimpulan bahwa gejala-gejala  psikologis 
sebenarnya  tidak berpengaruh  terhadap  kecenderungan  untuk
melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa
bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial
tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan
menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi
sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam
kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:

a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama


Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa
angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan
dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak
didalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing
agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil
jumlah  anggota  dari  suatu  keluarga, maka  akan  semakin kecil pula
keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar,mengikat
orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota
kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa
di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan

10
baik, di bandingkan  dalam  keadaan damai. Sebaliknya dengan
masyarakat sipil .

Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka


bunuh diri  ternyata  lebih  kecil  pada  masa  revolusi atau  pergolaan
politik, dibandingkan  dengan  dalam  masa  tidak  terjadi pergolakan
politik.
 

Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:

a. Bunuh Diri Egoistis


Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan
dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak
berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya
integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian
dari masyarakat,dan masyarakat bukan pula bagian dari individu.
Lemahnya integrasisosial melahirkan arus sosial yang khas, dan
arus tersebut melahirkan perbedaan  angka  bunuh diri.  Misalnya
pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi
dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik
didominasi oleh perasaan kesia-siaan,  moralitas  dilihat  sebagai 
pilihan individu , dan  pandangan  hidup masyarakat luas menekan
ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya.
Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial
dalamdiri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu
menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.

b. Bunuh Diri Altruistis


Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara
harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri.
Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut
pendeta Jim JonesdiJonestown, Guyana pada tahun 1978. contoh
lain bunuh diri diJepang (Harakiri).
Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak
harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan
adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika
integrasimengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena
tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan
kehidupannya, begitu sebaliknya.

11
c. Bunuh Diri Anomic
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat
terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu
merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu
mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah
puas terhadap kesenangan.
Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi
norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum
dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri
dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga
para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas
dari  pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.Contoh
lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang
tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat mereka
sebelumnya melekatkan diri.
d. Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim
menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini
seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu
yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.

4. Teori tentang Agama (The ElemtaryFormsofReligious Life)


Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-
bentuk, akibat, dan variasi agama dari  sudut  pandang  sosiologistis.
Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and
practices relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say,
things set apart and forbidden – belief and practices which unite into
one single moral community called church all those who adhere to
them.” Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri.
Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap
sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan
perwujudan  dari  collective  consciouness  sekalipun  selalu  ada 
perwu judan-perwujudan  lainnya. Tuhan dianggap  sebagai simbol 
dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness
kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu

12
hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya
sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi
masyarakat). Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective
representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana
untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang
yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka
tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah
upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan
sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut
semakin lemah kembali.

C. Kritik Terhadap Emile Durkheim


Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang
tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang
membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh
pengeritiknya dianggap berat sebelah. Namun,  Durkeim membantah
kritikan tersebut sebab teori-teorinya bukan tak berdasar,  melainkan 
diperoleh  dari penelitian-penelitian langsungnya dan dengan metode-
metode scientific.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Emile Durkheim  adalah seorang  sosiolog terkenal  dari Perancis.
Selama hidupnya ia menulis banyak buku diantaranya adalah The
Division of Laborin Society, The Rules of Sociological Method, The
Elementary Formof Religious Life,dan Suicide.
Durkheim terkenal dengan teorinya yang disebut dengan “fakta
sosial”. Menurutnya, Fakta sosial adalah cara bertindak, baku maupun
tidak, yang dapat berperilaku pada diri individu sebagai sebuah
paksaan eksternal, atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial  adalah
cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat dan pada saat
yang sama keberadaanya terlepas dari manifestasi-manifestasi
individual.
Dalam bukunya The Division of Labor in Society, ia
mengemukakan mengenai solidaritas sosial yang kemudian ia bagi
menjadi solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Durkheim
berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk
oleh hukum represif. Karena masyarakat seperti itu memiliki kesaman
norma dan moralitas bersama. Sebaliknya, masyarakat dengan
solidaritas organis dibentuk oleh hukum restitutif. Seseorang yang
melanggarmesti melakukan restitusi untuk kejahatan mereka.
Pelanggaran yang terjadi dilihat sebagai serangan terhadap individu
atau segmen lain, bukan terhadap sistem moral. Dalam bukunya yang
kedua Suicide, dikemukakan dengan jelas hubungan antara pengaruh
integrasi sosial dan kecenderungan orang melakukan bunuh
diri. Durkheim ingin  mengetahui pola  atau dorongan  sosial  dibalik
tindakan bunuh diri yang terlihat sepintas merupakan tindakan yang
sangat individual. Ada empat jenis bunuh diri menurut Durkheim
yaitu Altruistis, Egoistis, Anomik dan Fatalistis.
Selain itu di dalam bukunya The Elementary Formof
Religious Life, Durkheim mengulas tuntas mengenai sifat-sifat,
sumber, bentuk-bentuk, akibat dan variasi agama dari sudut
pandangan sosiologistik. Asal mula agama menurut Durkheim adalah
berasal dari masyarakat sendiri. Setiap masyarakat selalu
membedakan sesuatu yang dianggap sacral dan hal-hal yang
dianggap profane atau duniawiah.

14
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George dan Douglas J. 2004. Goodman.Teori Sosiologi.
Nurhadi (penerjemah). Yogyakarta: KREASI WACANA Siahaan,
Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi.
Jakarta : Penerbit Erlangga Osborne, Richard dan Borin Van Loon.
1998.
Mengenal  Sosiologi  for  Beginners. Siti Kusumawati A.
(penerjemah). Bandung : Mizan

15

Anda mungkin juga menyukai