Anda di halaman 1dari 3

A.

Konsep Teori CKD


1. Pengertian CKD
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversible dan progresif dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno Sulystianingsih,
2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan masalah
kesehatan yang penting mengingat selain insiden dan prevelensinya yang semakin
meningkat, pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada
perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi
pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang
sering di lakukan adalah hemodialysis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut,
yang menjadi pilihan utama adalah hemodialysis (Arliza dalam Nita Permanasari. 2018)

2. Etiologi
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis yang diketahui adalah diabetes melitus,
selanjutnya diikuti oleh tekanan darah tinggi dan glomerulonephritis. Penyebab lainnya
dapat berupa idiopatik. Namun penyebab-penyebab dari penyakit ginjal kronis dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi ginjal yang terlibat.
- Penyakit vaskular, yang dapat melibatkan pembuluh darah besar seperti bilateral artery
stenosis, dan pembuluh darah kecil seperti nefropati iskemik, hemolytic-uremic
syndrome, dan vasculitis
- Kelainan pada glomerulus yang dapat berupa
a. Penyakit glomerulus primer seperti nefritis dan focal segmental glomerulosclerosis
b. Penyakit glomerulus sekunder seperti nefropati diabetic dan lupus nefritis
- Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik
- Nefropati obstruktif yang dapat berupa batu ginjal bilateral dan hyperplasia prostate
- Infeksi parasite (yang sering berupa enterobiasis) dapat menginfeksi ginjal dan
menyebabkan nefropati.
Penyakit ginjal kronis juga dapat idiopatik yang mempunyai gejala yang berupa
penurunan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan sel ginjal menjadi nekrosis. Gagal ginjal
kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar
merupakan penyakit parenkin ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sclerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal
f. Penyakit metabolic, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis
g. Nefropati toksik, misalnya penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
h. Nefropati obstruktif

3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : -
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. - Stadium 3 : gagal ginjal
stadium akhir atau uremia. K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan
stadium dari tingkat penurunan LFG : - Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan
albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2 - Stadium 2 :
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2 -
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2 - Stadium 4 :
kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2 - Stadium5 : kelainan ginjal
dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal. Untuk menilai GFR
( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan
rumus : Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg ) 72 x creatini
serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
4. Pathway

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi Antigen Asterosklerosis Tertimbun di ginjal Retensi urine

Suplai darah ke ginjal

GPR (Bun & Kreatinin)

CKD MK : Resiko perfusi Renal


Tidak Efektif
Sekresi protein Retensi Na
terganggu Eritropoetin

Tekanan kapiler Hb
Uremia

Pruritus Volume intersisial Pucat, fatigue

MK : Gangguan Edema MK : Intoleransi


integritas kulit Aktivitas

MK : Hipervolemia

Infusiensi Ginjal

Gangguan Pada paru


Angiotensin I keseimbangan asam
basa
Angiotensin II MK : Gangguan
Produksi asam pertukaran gas

Hipertensi
Asam lambung
MK : Resiko
Mual, muntah MK : Nausea
penurunan
curah jantung
Anoreksia

MK :Gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai