BAB II Faktor

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan atau disebut dengan anxiety adalah keadaan emosional
yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon psikofisiologis yang
timbul sebagai antisipasi bahaya yang tidak nyata atau khayalan, tampaknya
disebabkan oleh konflik intrapsikis yang tidak disadari secara langsung
(Dorland, 2010).
Ansietas atau kecemasan adalah suatu perasaan takut akan terjadinya
sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi bahaya dan merupakan sinyal yang
membantu individu untuk bersiap mengambil tindakan menghadapi
ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi dalam
kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi.
Salah satu dampak psikologis yaitu ansietas atau kecemasan (Sutejo, 2018).
Menurut Stuart (2016), kecemasan adalah kekhawatiran yang
bersifat tidak jelas dan menyebar serta tidak memiliki objek yang spesifik.
Kecemasan itu sendiri merupakan respon emosional terhadap penilaian
tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup.
Kecemasan yaitu gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan
perasaan takut atau kekhawatiran yang mendalam dan sifatnya
berkelanjutan (Hawari, 2011).
Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subjektif
individual,mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi
secara langsung. Perawat dapat mengidentifikasi cemas lewat perubahan
tingkah laku pasien. Kecemasan reaksi pertama yang muncul atau dirasakan
oleh pasien dan keluarganya disaat mendengar pasien harus dirawat secara
mendadak di rumah sakit (Nursalam, 2015).
Berdasarkan defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah bentuk respon emosional bersifat tidak jelas yang mengarah kepada
perasaan tidak menyenangkan dan takut akan terjadinya sesuatu yang tidak
diinginkan seperti takut kehilangan atau perpisahan dan berujung pada
kekhawatiran yang berkelanjutan.

2. Etiologi atau Penyebab Kecemasan


Menurut Stuart (2016), ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
dari kecemasan (ansietas) yang dialami oleh individu yaitu :
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA)
merupakan pengatur aktivitas atau tingkat pembakaran dari neuron
dibagian otak sebagai pengatur kecemasan pada individu. Seseorang
yang memiliki kecemasan menggunakan obat benzodiazepine (BZ)
dimana obat ini terikat dengan resptor GABA. Pengaruh GABA dan
BZ pada resptor GABA di otak mengakibatkan berkurangnya laju
pembakaran sel di daerah yang terlibat dengan gangguan ansietas.
Hasil klinis menyebutkan bahwa kecemasan pada individu tersebut
akan menurun.
2) Keluarga
Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa,
beresiko 3 kali lebih besar untuk mengalami PTSD setelah peristiwa
traumatik. Meskipun bukti kuat dari kerentanan genetik, tetapi tidak
ada gen spesifik yang secara jelas diidentifikasi terkait gangguan
kecemasan. Hal ini dikarenakan, adanya sebagian peran penting
lingkungan yang berinteraksi dengan kerentanan genetik pada
gangguan jiwa.
3) Psikologis
Teori belajar menyebutkan bahwa individu yang terpapar
kekhawatiran yang intens dalam kehidupan awal cenderung
mengalami kecemasan di kemudian hari, sehingga peran orang tua
sangat penting untuk. Kecemasan muncul dari rasa takut individu
terhadap penolakan suatu hal dan berhubungan dengan trauma yang
dimiliki misalnya individu akan rentan terhadap kecemasan yang
timbul akibat adanya perpisahan dan kehilangan yang dialami oleh
individu. Kecemasan yang berat dapat dialami oleh seseorang yang
memiliki harga diri rendah.
4) Perilaku
Individu yang pada saat kecil sering terpapar pada ketakutan
yang berlebih akan mengalami kecemasan yang sering di kehidupan
selanjutnya. Kecemasan merupakan sebuah dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan dalam diri individu untuk menghindari
kesedihan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus dapat dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu:
1) Ancaman terhadap integritas fisik
Ancaman ini berhubungan dengan adanya penurunan
kemampuan dan cacat fisik dalam melaksanakan kegiatan sehari-
hari. Sumber eksternal dapat berasal dari paparan terhadap infeksi
virus atau bakteri, polusi lingkungan, bahaya keamanan, makanan,
dan cidera traumatik. Sedangkan sumber internal dapat berasal dari
kegagalan sistem tubuh, kekebalan tubuh, dan pengaturan suhu.
Nyeri merupakan indikasi pertama bahwa integritas fisik seseorang
sedang terancam dan akan menciptakan ansietas pada seseorang,
sehingga memotivasi individu untuk mencari perawatan kesehatan.
2) Ancaman terhadap sistem diri
Ancaman ini dapat membahayakan identitas, harga diri, dan
fungsi sosial dari setiap individu. Sumber eksternal meliputi
hilangnya nilai seseorang seperti kematian, perubahan status
pekerjaan, perceraian, dilema etik, dan stress kerja. Sedangkan
sumber internal dapat berasal dari rumah maupun tempat kerja saat
seseorang mendapat peran baru seperti menjadi orang tua,
mahasiswa, atau karyawan.
3. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2009) ada 4 tingkat kecemasan yaitu:
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari – hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada.
Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Ansietas ini adalah ansietas yang normal
yang memotivasi individu dari hari kehari sehingga dapat meningkatkan
kesadaran individu serta mempertajam perasaannya. Ansietas pada
tahap ini dipandang penting dan konstruktif.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah.
3) Kecemasan berat
Seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan
spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada orang lain. Tingkat
panik dari kecemasan berhubungan dengan kegelisahan, ketakutan, dan
terror. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Lapangan persepsi menyempit, individu
bervokus pada hal–halyang kecil, sehingga individu tidak mampu
memecahkan masalahnya, dan terjadi gangguan fungsional (Hawari,
2011).
4) Panik (kecemasan sangat berat)
Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan. Kecemasan yang dialami akan
memberikan berbagai respon yang dapat dimanifestasikan pada respon
fisiologis, respon kognitif dan respon perilaku.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan


Menurut Kaplan & Sadock, (1997) terdapat dua faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan, yaitu :
1) Faktor internal
a. Jenis kelamin
Teori smith tahun 1968 mengatakan bahwa perempuan lebih
mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-
laki. Perempuan lebih cemas, kurang sabar, dan mudah
mengeluarkan air mata (ellias dkk, 2013)
b. Umur
Menurut Kaplan dan Sandock (1997), gangguan kecemasan
dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan
lebih banyak pada wanita, biasanya terjadi pada usia 21-45 tahun.
c. Tingkat pendidikan
Menurut yusuf, 2001 dalam ellias 2013, semakin tinggi
pendidikan seseorang, diharapkan mereka dapat berfikir secara
rasional dan menahan emosi dengan baik.
d. Pengalaman menunggu
Menurut kaplan dan sandock (1997), keluarga yang baru
pertama kali anggota keluarganya dirawat akan berbeda dengan
yang sudah pernah dirawat karena sudah terbentuk koping yaitu
upaya berupa aksi berorientasi untuk mengelola lingkungan dan
kebutuhan internal mengenai hal tersebut.

2) Faktor eksternal
a. Kondisi medis/diagnosa penyakit
Kecemasan yang berhubungan dengan diagnosa medis sering
ditemukan walaupun bervariasi. Misalkan untuk kasus pembedahan
akan mempengaruhi kecemasan keluarga klien dibandingkan dengan
diagnosa medis yang baik-baik saja.
b. Akses informasi
Pemberian informasi yang tepat dan akurat akan membantu
keluarga pasien untuk mengurangi perasaan cemasnya terhadap
kondisi pasien. Akses informasi dapat berupa komunikasi,
bimbingan dan konseling agar tercipta koping adaptif sehingga rasa
cemas keluarga pasien berkurang.
c. Komunikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik memberikan gambaran yang jelas
kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien yang sedang dalam
perawatan. Dengan kejelasan yang diberikan akan membantu
keluarga untuk menerima kenyataan dan mengurangi rasa cemasnya.
d. Lingkungan
Lingkungan yang tidak nyaman dan asing akan
mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga pasien. Lingkungan
yang dipenuhi oleh alat-alat canggih dapat menjadi salah satu
penyebab cemas bagi keluarga pasien. Oleh karena itu diperlukan
koping adaptasi dengan cara yang berbeda dengan hasil proses
adaptasi yang mereka alami sebelumnya.

5. Cara mengukur kecemasan


Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan kuisioner
Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) yang dirancang oleh William
W.K.Zung, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-II).terdapat 20 petanyaan,
dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 dengan keterangan ( 1: tidak pernah, 2:
kadang-kadang, 3:sering, 4: selalu). Terdapat 15 pertanyaan kea rah
peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan kea rah penurunan kecemasan
(Zung Self-Rating Anxiety Scale dalam Ian medowell, 2006).

B. Keluarga

1. Defenisi

Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua


atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Keluarga adalah sekelompok orang yang terdiri dari kepala keluarga
dan anggotanya dalam ikatan nikah ataupun nasab yang hidup dalam satu
tempat, memiliki aturan yang ditaati secara bersama dan mampu
mempengaruhi antar anggotanya serta memiliki tujuan dan program yang
jelas ( Safrudin, 2015)
2. Kecemasan keluarga pasien

Kecemasan keluarga pasien merupakan kecemasan yang timbul


pada keluarga pasien yang salah satu anggota keluarganya dirawat di rumah
sakit. Kecemasan timbul karena perubahan peran, gangguan rutinitas, dan
lingkungan rumah sakit yang asing ( Janv, 2004)
Kecemasan yang terjadi tidak saja dialami oleh seorang pasien tetapi
dapat juga dialami oleh keluarga yang anggota keluarganya dirawat di
rumah sakit sehingga diperlukan mekanisme koping keluarga yang dapat
membantu keluarga dalam menghadapi masalah kecemasan (Sentana,
2016). Kulkarni et al, (2011) menyatakan bahwa keluarga pasien
mengalami masalah psikologis akibat dirawatnya anggota keluarga di ICU.
Masalah psikologis yang dialami keluarga yaitu kecemasan. Keluarga
mengalami kecemasan saat menunggu anggota keluarga yang dirawat di
ruang ICU.

3. Tanda dan gejala kecemasan keluarga pasien


Tanda dan gejala kecemasan keluarga yang ditunjukkan atau
dikemukakan oleh seseorang bervariasi yaitu: perilaku keluarga yang sering
bertanya tentang kondisi anggota keluarganya, bertanya dengan pertanyaan
diulang-ulang, berkunjung diluar jam kunjung, dan keluarga takut kehilangan.
Menurut Donsu 2017 tanda dan gejalanya adalah :
a. Secara fisik
Respon fisik saat terjadi kecemasan dapat ditandai dengan nafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia,
diare/konstipasi, gelisah, tremor, berkeringat, sulit tidur, dan sakit kepala.
b. Secara kognitif
Tanda kecemasan secara kognitif dapat dilihat saat mempresepsikan
sesuatu cenderung menyempit, penderita tidak bisa menerima rangsangan
dari luar. Penderita lebih fokus pada apa yang diperhatikannya. Prilaku
dapat dilihat dari gerakan tubuhnya. Misalnya gerakanya tersentak –
sentak, cara bicara berlebihan dan cepat. Penderita kelihatan normal tetapi
memiliki perasaan tidak aman. Respon emosi juga mengalami gangguan ,
merasa menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita
berlebihan, ketidak berdayaan meninggkat secara menetap, ketidakpastian,
kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak kuat,
ketakutan, distress, khawatir, prihatin.

C. Intensive Care Unit

1. Pengertian
Intensif Care Unit (ICU) merupakan unit di rumah sakit yang berfungsi
untuk memberikan perawatan bagi pasien kritis. Di ruang ICU terdapat
peraturan kunjungan yang berbeda dengan perawatan di ruang rawat inap
biasa, yaitu peraturan kunjungan ke pasien dibatasi , sehingga keluarga dapat
mengalami suatu keadaan depresi, kecemasan bahkan hingga trauma setelah
anggota keluarganya dirawat di ICU (Mc. Adam dalam Bailey, 2009).
Ruang ICU merupakan Intesive Care yang mempunyai 2 fungsi utama,
yaitu untuk melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan
potensi “reversible life threatening organ dysfunction”, dan untuk mendukung
organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks
elektif atau prosedur intervensi dan resiko tinggi untuk fungsi vital
(Achsanuddin, 2007). Beberapa komponen ICU yang spesifik, yaitu pasien
yang dirawat dalam keadaan kritis, desain ruangan dan sarana yang khusus,
peralatan berteknologi tinggi dan mahal, pelayanan dilakukan oleh staf yang
professional dan berpengalaman dan mampu mempergunakan peralatan yang
canggih dan mahal (Achsanuddin, 2007).

2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan keluarga


pasien yang dirawat di ICU
Peni (2014) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kecemasan pada keluarga pasien yang dirawat di ICU adalah :
a. Terpisah secara fisik dengan keluarga yang dirawat di ICU.
b. Merasa terisolasi secara fisik dan emosi dari keluarganya yang lain yang
sehat, karena dukungan moral yang tidak kuat atau keluarga yang lain
tidak bisa berkumpul karena bertempat tinggal jauh.
c. Takut kematian atau kecacatan tubuh terjadi pada keluarga yang sedang
dirawat.
d. Kurangnya informasi dan komunikasi dengan staf ICU sehingga tidak tahu
perkembangan kondisi pasien.
e. Tarif ICU yang mahal.
f. Masalah keuangan, terutama jika pasien adalah satu-satunya pencari
nafkah dalam keluarga.
g. Lingkungan ICU atau ruangan yang penuh dengan peralatan canggih,
bunyi alarm, banyaknya selang yang terpasang di tubuh pasien. Jika pasien
diintubasi atau ada gangguan kesadaran sulit atau tidak bisa berkomunikasi
diantara pasien dengan keluarganya dapat meningkatkan stress keluarga.
Jam besuk yang dibatasi, ruangan ICU yang sibuk dan suasananya yang
serba cepat membuat keluarga merasa tidak disambut atau dilayani dengan
baik (FK Unair, RSUD Dr. Soetomo, 2001)

Anda mungkin juga menyukai