Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit serebrovaskuler/ serebrovascular disease (CVD) merupakan
penyakit system persyarafan yang paling sering dijumpai. Otak merupakan
organ kompleks manusia yang terdiri dari sel sel saraf nerve cell yang
bertanggung jawab pada semua sinyal dan sensasi yang membuat tubuh
manusia dapat berpikir, bergerak, dan menimbulkan reaksi dari suatu kejadian
atau keadaan. Otak adalah organ yang memerlukan suplai oksigen dan nutrisi
secara terus-menerus karena otak tidak dapat menyimpan energi. Suplai
oksigen dan nutrisi didapatkan dari darah yang disirkulasikan dari jantung
melalui arteri yang ada pada tubuh manusia menuju otak [ CITATION Set21 \l
1033 ]. Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf
lokal atau global yang munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang
nontraumatik [ CITATION Chr16 \l 1033 ].
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker pada negara maju ataupun negara berkembang.
Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke. Data World Stroke
Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru
penyakit stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat stroke. Pravelensi
penyaki tidak menular seperti kanker, penyakit ginjal kronis, diabetes
mellitus, hipertensi dan stroke berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018
meningkat dibandingkan tahun 2013. Pravelansi stroke meningkat dari 7%
menjadi 10,9% [ CITATION Kem19 \l 1033 ].
Stroke perdarahan intraserebral (Intracerebral Hemorrhage, ICH) atau
yang biasa dikenal sebagai stroke hemoragik, yang diakibatkan pecahnya
pembuluh intraserebral. Kondisi tersebut menimbulkan gejala neurologis yang
berlaku secara mendadak dan seringkali diikuti gejala nyeri kepala yang berat
pada saat melakukan aktivitas akibat efek desak ruang atau peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Efek ini menyebabkan angka kematian pada stroke
hemoragik menjadi lebih tinggi dibandingkan stroke iskemik [ CITATION
Set21 \l 1033 ]. Pada stroke hemoragik yang didominasi oleh gejala
peningkatan TIK yang membutuhkan penanganan segera sebagai tindakan
life-saving. Oleh karena itu, penegakan diagnosis pada stroke hemoragik
sangat penting untuk memberikan terapi yang efektif [ CITATION Set21 \l 1033 ].

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada Tn. R dengan stroke hemoragik di ruangan jantung
RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2021.
2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn. R dengan stroke hemoragik di


ruangan jantung RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2021
b. Mampu melakukan analisa data dan menegakkan diagnosa
keperawatan pada Tn. R dengan stroke hemoragik di ruangan jantung
RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2021
c. Mampu menentukan intervensi keperawatan Pada Tn. R dengan
stroke hemoragik di ruangan jantung RSUD. Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2021
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan Tn. R dengan stroke
hemoragik di ruangan jantung RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2021
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan Pada Tn. R dengan stroke
hemoragik di ruangan jantung RSUD. Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2021
f. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada
Tn. R dengan stroke hemoragik di ruangan jantung RSUD. Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2021.

C. Manfaat
1. Bagi tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga
dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik terutama pada kasus
perawatan indikasi multiple trauma kecelakaan lalu lintas
2. Bagi mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan meningkatkan
keterampilan serta mengaplikasikan secara langsung teori- teori yang
didapat di bangku perkuliahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf
lokal atau global yang munculnya mendadak, progresif, dan cepat.
Gangguan fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak yang nontraumatik. Gangguan saraf tersebut dapat
menimbulkan gejala berupa: kelumpuhan wajah atau anggota badan,
bicara tidak lancar, bicara tidak jelas atau pelo, mungkin perubahan
kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Seseorang dikatakan
mengalami stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh
tenaga kesehatan atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke
oleh tenaga kesehatan tetapi sudah pernah mengalami secara mendadak
kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa
kelumpuhan otot mata, bicara pelo, sulit komunikasi atau tidak mampu
mengerti pembicaraan [ CITATION Chr16 \l 1033 ].
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa
hemiparesis yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales
dan gangguan fungsi luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat
bergantung kepada area otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah yang
mengalami oklusi ataupun rupture [ CITATION Set21 \l 1033 ].
2. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan klasifikasi stroke modifikasi Marshall [ CITATION Set21 \l
1033 ] stroke antara lain :
1) Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
a. Stroke iskemik, terdiri dari :
1) Transient Ischemic Attac (TIA)
Apabila defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari
24 jam.
2) Trombosis serebri
Trombosis serebri merupakan salah satu penyakit pembuluh
darah otak non hemoragik berupa penyumbatan pembuluh
darah otak oleh karena trombus yang menyebabkan iskemik
atau infark jaringan yang menimbulkan gejala disfungsi otak
lokal dengan defisit neurologi yang menetap atau sembuh
dengan gejala sisa.
3) Emboli serebri
Embolisme serebri kondisi dimana aliran darah terhambat
akibat benda asing (embolus), seperti bekuan darah yang
berada di dalam aliran darah yang dapat menghambat
pembuluh darah.
b. Stroke hemoragik, terdiri dari :
1) Pendarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan primer yang berasal
dari pembuluh darah parenkim otak.17 Perdarahan di dalam
otak bisa disebabkan oleh trauma atau cedera otak, dan
kelainan pembuluh darah seperti aneurisma atau angioma.
2) Pendarahan subaraknoid
Perdarahan subarahnoid adalah perdarahan dalam ruangan
subarahnoid, yaitu ruangan di antara piamater dan
arahnoideamater yang terdapat pada jaringan selaput otak
(meninges). Perdarahan subarahnoid bisa disebabkan oleh
pecahnya aneurisma, malformasi arteriovena, trauma,
infeksi, neoplasma, maupun sekunder dari perdarahan
intraserebral.
3) Berdasarkan stadium atau waktu :
a. Transient Ischemic Stroke (TIA)
Apabila defisit neurologis membaik dalam waktu kurang dari 24
jam.
b. Reversible Iscmic Neurological Deficit (RIND)
Apabila defisit neurologis membaik dalam waktu 24 jam atau
lebih.
c. Stroke in Evolution
Apabila defisit neurologis berkembang menjadi gangguan yang
lebih berat.
d. Completed stroke
Apabila defisit neurologis menetap dan ireversibel.
4) Berdasarkan system pembuluh darah
a. System karotis
b. System vertebrobasiler

3. Faktor Resiko Stroke


Beberapa kondisi dan kebiasaan dapat meningkatkan risiko mengalami
stroke. Kondisi dan kebiasaan ini dikenal sebagai faktor risiko. Semakin
banyak faktor risiko yang dimiliki, semakin besar kemungkinan
seseorang untuk mengalami stroke. Ada beberapa faktor risiko yang
dikontrol, seperti tekanan darah tinggi dan rokok. Faktor risiko lain,
seperti umur dan jenis kelamin, tidak dapat dikontrol. Faktor risiko stroke
yang utama meliputi:
a. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama untuk stroke. Tekanan
darah dianggap tinggi jika tetap pada atau di atas 140/90 mmHg dari
waktu ke waktu. Jika memiliki riwayat diabetes melitus atau penyakit
ginjal kronis, tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai 130/80 mmHg
atau lebih tinggi.
b. Diabetes
Diabetes adalah penyakit di mana tingkat gula darah tinggi karena
tubuh tidak membuat insulin yang cukup atau tidak menggunakan
insulin dengan benar. Insulin adalah hormon yang membantu
memindahkan gula darah ke dalam sel-sel yang mana digunakan untuk
energi.
c. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kardiomiopati, gagal jantung, dan fibrilasi
atrium dapat menyebabkan gumpalan darah yang mengakibatkan
stroke.
d. Rokok
Rokok dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan tekanan
darah. Merokok juga mengurangi jumlah oksigen yang mencapai
jaringan tubuh. Terpapar asap rokok juga dapat merusak pembuluh
darah.
e. Usia dan jenis kelamin
Risiko stroke bertambah seiring bertambahnya usia. Di usia muda, pria
lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk memiliki stroke.
Namun, perempuan lebih cenderung meninggal disebabkan oleh stroke.
Perempuan yang mengambil pil kontrol kelahiran juga sedikit lebih
berisiko terhadap stroke.
f. Ras dan etnis
Stroke lebih sering terjadi pada orang dewasa Afrika Amerika, asli
Alaska, dan Amerika India daripada orang dewasa kulit putih,
Hispanik, atau Amerika Asia.
g. Riwayat pribadi atau keluarga stroke atau TIA
Jika memiliki riwayat stroke, maka lebih besar peluang untuk terkena
stroke selanjutnya. Riwayat TIA juga meningkat risiko mengalami
stroke.
h. Aneurisma otak atau arteriovenous malformations (AVMs)
Aneurisma merupakan tonjolan seperti balon dalam arteri yang dapat
meregang dan meledak. AVMs mungkin hadir pada saat lahir, tetapi
sering terdiagnosa sampai pecah.

B. Stroke Hemoragik
1. Definisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena arteri yang


menyuplai otak mengalami ruptur atau perdarahan. Ada 2 tipe stroke
hemoragik, yaitu:

a. Perdarahan intraserebral
Terjadi bila pembuluh darah di dalam otak mengalami ruptur atau
perdarahan.
b. Perdarahan subaraknoid
Terjadi bila pembuluh darah di permukaan otak mengalami ruptur atau
perdarahan. Pada kedua tipe stroke hemoragik, perdarahan dapat
menyebabkan pembengkakan otak dan peningkatan tekanan
intrakranial. Pembengkakan dan peningkatan intrakranial dapat
merusak sel dan jaringan di otak.
2. Etiologi

Perdarahan mendadak di otak dapat menyebabkan stroke


hemoragik. Perdarahan menyebabkan pembengkakan otak dan peningkatan
tekanan intrakranial. Pembengkakan dan tekanan tersebut merusak sel dan
jaringan otak.

a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)


b. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)
c. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya
adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan
kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori , bicara
atau sensasi

3. Faktor Resiko
Faktor resiko pada penyakit stroke :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua maupun
dewasa muda. Hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu
dengan cara menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel
(dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami tekanan tinggi.
Jika proses tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan
pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan mudah
pecah
b. Penyakit kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu jenis
gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit jantung
rematik, dan orang yang melakukan pemasangan katub jantung buatan
akan meningkatkan risiko stroke. Pada fibrilasi atrium menyebabkan
penurunan CO², sehingga perfusi darah keotakmenurun, maka otak
akan kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke.
c. Kolesterol tinggi
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis
berperan dalam menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu
sendiri. Karena kolestrol tidak dapat langsung larut dalam darah dan
cenderung menempel di pembuluh darah, akibatnya kolestrol
membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan akhirnya
memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan serangan jantung)
dan ke otak (menyebabkan stroke).
d. Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas).Obesitas
lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan
olahraga).Jika makanan yang dimakan banyak mengandung lemak jahat
(seperti kolestrol), maka ini dapat menyebabkan penimbunan lemak
disepanjang pembuluh darah.Penyempitan pembuluh darah ini
menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu terjadinya
aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada
akhirnya beresiko terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya
diakibatkan oleh plak-plak yang menempel pada dinding pembuluh
darah.
e. Diabetes
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko serangan stroke
iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak diabetes. Pada
penyakit DM akan mengalami vaskuler, sehingga terjadi
mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis, terjadinya aterosklerosis
dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi
iskemia, iskemia menyababkan perfusi otak menurun dan pada
akhirnya terjadi stroke.
f. Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan perokok.
Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja keras karena frekuensi
denyut jantung dan tekanan darah meningkat . Pada perokok akan
timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat
pada stroke
g. Konsumsi alcohol
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah
ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral.
h. Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai
penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia lanjut.
Salah satu contoh life style yaitu berkaitan dengan pola makan.Generasi
muda biasanya sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan
seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang serat lemak dan
kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya mengonsumsi
makanan yang digoreng atau makanan dengan kadar gula tinggi dan
berbagai jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis
dan lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke
yaitu sedentary life style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah
raga. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan metabolisme
tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi. Sehingga,
beresiko membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol
dalam darah yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang
dapat menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada
munculnya serangan jantung dan stroke.
4. Patofiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai


cadangan oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat
karena trombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke
jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejalan
yang dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area
nekrotik kemudian disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya
mungkin akibat iskemia mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau
hipoksia karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas.
Stroke karena embolus dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah,
udara, palque, ateroma fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah
hemorrhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas
vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan dapat menyebabkan
hemorrhagi.
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia
dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas
setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang
luas.Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya
saat terkena.
Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi gangguan
dalam hal fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika. Akibat
penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari jangkauan
aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat diperlukan
untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak
berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik
yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang
bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia.
Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal
utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang
terkena hemisfer serebri dominan bahasa.
Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini
dicurigai bila klien tidak bisa memahami setiap perintah dan pertanyaan
yang diajukan. Lesi pada area fasikulus arkuatus yang menghubungkan
area wernicke dengan area broca mengakibatkan afasia konduktif, yaitu
klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit menyebutkan
nama-nama benda tetapi dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian
posterior girus frontalis inferoior (broca) disebut dengan afasia
eksprektif yaitu klien mampu mengerti terhadap apa yang dia dengar
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat, bicaranya tidak lancar.
Kemudian pada kasus stroke hemorragik yaitu percahnya pembuluh
darah di otak yang menyebabkan perdarahn di bagian otak yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, yaitu perdarahan awal,
perluasan hematoma, dan edema peri-hematoma. Perdarahan awal
disebabkan oleh ruptur arteri serebral yang dipengaruhi oleh faktor
risiko. Prognosis penyakit bergantung terutama pada dua fase
perkembangan terakhir. Ekspansi hematoma, terjadi beberapa jam
setelah onset awal, melibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang
mengganggu integritas jaringan lokal dan sawar darah otak. Selain itu,
aliran vena yang terhambat akan menginduksi pelepasan tromboplastin
jaringan, menghasilkan koagulopati lokal. Pada 1/3 pasien, ekspansi
hematoma dikaitkan dengan hiperglikemia, hipertensi, dan
antikoagulan. Ukuran awal perdarahan dan tingkat perluasan
hematoma adalah variabel prognostik penting dalam memprediksi
kemunduran neurologis. Ukuran hematoma >30 ml dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas yang sangat tinggi. Setelah perluasan, edema
serebral terbentuk di sekitar hematoma, akibat pembengkakan dan
gangguan penghalang darah-otak. Edema peri-hematoma ini adalah
etiologi utama untuk kerusakan neurologis dan berkembang selama
beberapa hari setelah kerusakan
b. Perdarahan subaraknoid
Pada saat aneurisma pecah, darah masuk ke ruang subaraknoid dan
terkadang ke parenkim otak dan ventrikel. Tekanan intrakranial
meningkat tajam dan mungkin cukup untuk menurunkan perfusi
serebral dan menyebabkan transient ischemic stroke, yang biasanya
menyebabkan kehilangan kesadaran sementara. Cedera otak
diakibatkan oleh transient ischemic stroke dan dari efek darah
intrakranial sendiri.
5. Manifestasi Klinis
Defisit neurologis merefleksikan area otak yang biasanya terlibat. Gejala
stroke fokal meliputi :
a. Kelemahan atau paresis yang mempengaruhi ekstremitas tunggal,
setengah tubuh, atau semua ekstremitas.
b. Kelumpuhan otot wajah
c. Gangguan penglihatan monokular atau binokular
d. Penglihatan kabur atau defisit lapangan pandang
e. Disarthria dan kesulitan memahami pembicaraan
f. Vertigo atau ataksia
g. Aphasia

Gejala perdarahan subaraknoid dapat meliputi :


a. Sefalgia berat yang tiba-tiba
b. Tanda meningismus dengan kaku kuduk
c. Fotofobia dan nyeri dengan gerakan mata
d. Mual dan muntah
e. Sinkop
6. Komplikasi Stroke

Stroke dapat menyebabkan munculnya berbagai masalah kesehatan


lain atau komplikasi, dan sebagian besar komplikasi tersebut dapat
membahayakan nyawa. Beberapa jenis komplikasi yang mungkin muncul,
antara lain:

a. Deep vein thrombosis. Sebagian orang akan mengalami penggumpalan


darah di tungkai yang mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut
dikenal sebagai deep vein thrombosis. Kondisi ini terjadi akibat
terhentinya gerakan otot tungkai, sehingga aliran di dalam pembuluh
darah vena tungkai terganggu. Hal ini meningkatkan risiko untuk
terjadinya penggumpalan darah. Deep vein thrombosis dapat diobati
dengan obat antikoagulan.
b. Hidrosefalus. Sebagian penderita stroke hemoragik dapat
mengalami hidrosefalus. Hidrosefalus adalah komplikasi yang terjadi
akibat menumpuknya cairan otak di dalam rongga otak (ventrikel).
Dokter bedah saraf akan memasang sebuah selang ke dalam otak
untuk membuang cairan yang menumpuk tersebut.
c. Disfagia. Kerusakan yang disebabkan oleh stroke dapat mengganggu
refleks menelan, akibatnya makanan dan minuman berisiko masuk ke
dalam saluran pernapasan. Masalah dalam menelan tersebut dikenal
sebagai disfagia. Disfagia dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak
perdarahan, serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan.
a. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
b. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI mempunyai banyak keunggulan
dibanding CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam
mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan
serebelum.
c. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA) Merupakan
metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi
serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi.
d. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial Mengukur
aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah stenosis
di dalam arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain menunjukan
luasnya sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan mengevaluasi efek
terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang terjadi pada
perdarahan subaraknoid. Angiografi serebral merupakan prosedur
invasif yang menggunakan media kontras untuk menunjukan
pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau
aneurisma.Pemeriksaan aliran darah serebral membantu menentukan
derajat vasopasme.
e. Pemeriksaan lumbal Fungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus,
2014). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA,
sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intracranial.
f. Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke
emboli dicurigai terjadi.
g. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal,
kadar glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk
membantu menegakan diagnose.
h. EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
i. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/rupture.
j. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada
perdarahan sub arachnoid.
k. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodic
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
9. Pencegahan
Upaya pencegahan ini ditujukan pada orang sehat dan kelompok
berisiko tinggi yang belum pernah terserang stroke antara lain:
a. Pola makan sehat Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol
dapat meningkatkan risiko terkena serangan stroke, sebaliknya risiko
konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat mencegah
terjadinya stroke. Anjuran lain berupa menambah asupan kalium,
mengurangi asupan natrium, dan utamakan makan yang mengandung
polisakarida dibandingkan dengan yang mengandung gula
(monosakarida dan disakarida).
b. Penanganan stres dan istirahat yang cukup Tidur yang teratur antara 6
– 8 jam sehari dan mengendalikan stres dengan cara berpikir positif
sesuai dengan jiwa sehat menurut WHO. Stres yang kronis dapat
meningkatkan tekanan darah. Penanganan stres dapat Universitas
Sumatera Utara 17 menghasilkan respons relaksasi yang menurunkan
tekanan darah dan denyut jantung.
c. Pemeriksaan kesehatan yang teratur dan taat anjuran dokter
Memantau faktor-faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, dan
penyakit jantung secara teratur. Pengendalian hipertensi dengan target
tekanan darah 140/90 mmHg dan kadar gula darah pada penderita
diabetes melitus dengan target HbA1c.
d. Rekomendasi lainnya
1) Melakukan penilaian faktor risiko serangan stroke pertama.
2) Skrining penyebab stroke secara genetik.
3) Pengendalian hipertensi secara teratur.
4) Hindari merokok.
5) Pengendalian gula darah pada penderita diabetes secara teratur.
6) Skrining fibrilasi atrium pada penderita >65 tahun di unit
perawatan primer.
7) Pemberian warfarin pada penderita pascainfark miokard dengan
elevasi segmen ST dengan trombus mural ventrikel kiri.
8) Pengendalian kolesterol darah secara teratur.
9) Skrining pada penderita asymptomatic carotid stenosis.
10) Skrining pada anak-anak penderita Sickle Cell Disease (SCD).
11) Terapi agresif terhadap faktor risiko stroke yang sudah ada pada
pengguna kontrasepsi oral.
12) Penurunan asupan natrium dan peningkatan asupan kalium.
13) Meningkatkan aktivitas fisik.
14) Penurunan berat badan pada individu overweight dan obesitas.
15) Pengurangan dan penghentian konsumsi alkohol
C. Asuhan Keperawatan Teoritis

a. Pengkajian
Adapun Fokus pengkajian pada klien dengan Stroke Hemoragik menurut
yaitu:
1) Identitas Kien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur,
pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitunya klien
mengalami kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien
mengalami bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan
aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang muncul
seperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu yaitunya memiliki riwayat
hipertensi, riwayat DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, riwayat kotrasepsi oral yang lama, riwayat penggunan obat-obat
anti koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM,
dan adanya riwayat anggota keluarga yang menderita stroke.
6) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara komprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

7) Pemeriksaan Fisik

a. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran merupakan parameter untama yang sangat
penting pada penderita stroke. Perludikaji secara teliti dan secara
komprehensif untuk mengetahui tingkat kesadaran dari klien dengan
stroke. Macam-macam tingkat kesadaran terbagi atas:
Metoda Tingkat Responsivitas
1) Composmentis : kondisi sesorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap
dirinya maupun terhadap dirinya maupun terhap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang dinyatakan pemeriksa dengan baik

2) Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh
terhadap lingkungannya

3) Derilium : yaitu kondisi sesorang yang mengalami kekacauan gerakan,


siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi srta meronta-ronta

4) Somnolen : yaitu kondisi sesorang yang mengantuk namun masih dapat


sadar bila diransang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali

5) Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri,
tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan
baik.
6) Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons
terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap
rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.

7) Coma : yaitu penurunan kesadaran yang salangat dalam, memberikan


respons terhadap pernyataan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons
terhadap rangsang nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari
penilaian GCS klien :
a. Nilai GCS Composmentis : 15 – 14

b. Nilai GCS Apatis : 13 – 12


c. Nilai GCS Derilium : 11 – 10

d. Nilai GCS Somnolen : 9 – 7

e. Nilai GCS Semi Coma : 4

f. Nilai GCS Coma : 3

Skala Koma Glasgow


Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu untuk mengumpulkan
data sangat terbatas, Skala koma Glasgow dapat memberikan jalan pintas
yang sangat berguna.
Tabel 2.1
Skala Koma Glasgow Nilai
Respon Membuka Mata
Spontan Terhadap bicara 4
Terhadap nyeri 3
Tidak ada respon 2
1

Terorientasi Percakapan 5
yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata 3
yang tidak sesuai Suara 2
menggumam 1
Tidak ada respon
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat 5
ransangan 4
Menghindar dari 3
stimulus 2
Fleksi abnormal 1
(dekortikasi)
Ekstensi abnormal
(deserebrasi)
Tidak ada respon

1) Reflek
Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi melalui
stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak dibutuhkan untuk
terjadinya reflek. Respon abnormal(babinski) adalah ibu jari dorso fleksi atau
gerakan ke atas ibu jari dengan atau tanpa melibatkan jari-jari kaki yang lain.
2) Perubahan Pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya dibuat
dalam millimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang jauh dalam ruangan.
Pemeriksa harus meletakkan ujung jari dari salah satu tangannya sejajar
dengan hidung pasien. Arahkan cahaya yang terang ke dalam salah satu mata
dan perhatikan adanya konstriksi pupil yang cepat (respon langsung).
Perhatikan bahwa pupil yang lain juga harus ikut konstriksi (respon
konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat normal pada populasi
yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi indikasi adanya disfungsi
neural.
3) Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda klasik dari peningkatan tekanan intra cranial meliputi
kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan dengan tekanan nadi yang
membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan tidak teratur.

4) Saraf Kranial
I. Olfaktorius : saraf cranial I berisi serabut sensorik untuk indera
penghidu. Mata pasien terpejam dan letakkan bahan-bahan aromatic dekat
hidung untuk diidentifikasi.

II. Optikus : Akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh pasien


membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan kacamata sebelum pasien sakit
harus diperhatikan.

III. Okulomotoris : Menggerakkan sebagian besar otot mata

IV. Troklear : Menggerakkan beberapa otot mata

V. Trigeminal : Saraf trigeminal mempunyai 3 bagian: optalmikus,


maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori dari saraf ini mengontrol
sensori pada wajah dan kornea. Bagian motorik mengontrol otot
mengunyah. Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflak kornea;
jika itu baik pasien akan berkedip ketika kornea diusap kapas secara halus.
Kemampuan untuk mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.

VI. Abdusen : Saraf cranial ini dinilai secara bersamaan karena ketiganya
mempersarafi otot ekstraokular. Saraf ini dinilai dengan menyuruh pasien
untuk mengikuti gerakan jari pemeriksa ke segala arah.

VII. Fasial : Bagian sensori saraf ini berkenaan dengan pengecapan pada
dua pertiga anterior lidah. Bagian motorik dari saraf ini mengontrol otot
ekspresi wajah. Tipe yang paling umum dari paralisis fasial perifer adalah
bell’s palsi.

VIII. Akustikus : Saraf ini dibagi menjdi cabang-cabang koklearis dan


vestibular, yang secara berurutan mengontrol pendengaran dan
keseimbangan. Saraf koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan
udara. Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin namun perawat
harus waspada, terhadap keluhan pusing atau vertigo dari pasien.

IX. Glosofaringeal : Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior


lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa. Motorik: Mengendalikan
organ-organ dalam

X. Vagus : Saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama. Saraf


Glosofaringeus mempersarafi serabut sensori pada sepertiga lidah bagian
posterior juga uvula dan langit-langit lunak.Saraf vagus mempersarafi
laring, faring dan langit-langit lunak serta memperlihatkan respon otonom
pada jantung, lambung, paru-paru dan usus halus. Ketidak mampuan untuk
batuk yang kuat, kesulitan menelan dan suara serak dapat merupakan
pertanda adanya kerusakan saraf ini.

XI. Asesoris spinal : Saraf ini mengontrol otot-otot sternokliedomostoid


dan otot trapesius. Pemeriksa menilai saraf ini dengan menyuruh pasien
mengangkat bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi lain terhadap
tahanan, bisa juga di bagian kaki dan tangan.
XII. Hipoglosus : Saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf ini dinilai
dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah. Nilai adanya deviasi garis
tengah, tremor dan atropi. Jika ada deviasi sekunder terhadap kerusakan
saraf, maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.

b. Diagnosa Keperawatan

a) Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kiri,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi dan
hiperkolesteronemia.
b) Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis.

c) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan.

d) Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan


anggota gerak

e) Gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral, dan


gangguan neuromuskuler

f) Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,


penghiduan, dan hipoksia serebral.

g) Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan

h) Resiko gangguan integritas kulit/ jaringan b/d penurunan mobilitas

i) Defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan


DAFTAR PUSTAKA

Christiawan, F. (2016). Gambaran Faktor Resiko Stroke Hemoragik di RSUP H.


Adam Malik. Skripsi.

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ve
d=2ahUKEwih4fn23_3zAhUXH7cAHUTrBDcQFnoECA0QAQ&
url=http%3A%2F%2Feprints.umpo.ac.id
%2F5051%2F3%2FBAB
%25202.pdf&usg=AOvVaw3HNZzpYwM1Jx1er9XixE6D

Kemenkes. (2019). Peningkatan Gaya Hidup Sehat Dengan Perilaku "CERDIK".

Setiawan, P. A. (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Stroke Hemoragik. Jurnal Medika


Hutama.

Anda mungkin juga menyukai