Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK SISTEM PENGANTAR OBAT

“PENGHANTAR RUTE PARENTERAL”

Dosen Pengampu :
Apt. Aisa Dinda Mitra, M.Farm

Kelompok 5 :

Syafitri Hutagalung 2048201090


Nandri Septi Amanda 2048201091
Zahara Yulyana 2048201092
Silviya Maharani 2048201093
Intan Veronika Siregar 2048201094
Dzakiah Adillah Putri 2048201095
Dwi Annisa Rahma 2048201096
Zakia Ulfa 2048201097
Ribka Pangaribuan 2048201098

PROGRAM STUDI FARMASI


STIKES HARAPAN IBU JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah ta’ala yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat
iman, islam, dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa untuk
menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Penghantar Rute Parenteral." Shalawat serta
salam tidak lupa pula kita haturkan untuk junjungan kita, yaitu Nabi Muhammad yang telah
membawa dan menyampaikan petunjuk dari Allah ta’ala kepada kita semua, yang merupakan
sebuah petunjuk yang paling benar, yaitu syariat Islam yang sempurna dan merupakan satu-
satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Kami juga menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Apt. Aisa
Dinda Mitra, M.Farm selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Penghantar Obat yang
telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Semoga makalah ini berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan
sekaligus wawasan terkait norma psikometri.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya masukan, kritik, dan saran untuk
kemudian dapat kami revisi dan kami tulis dengan benar di masa yang akan datang. Tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dimengerti oleh semua pihak yang
membaca, dapat bermanfaat bagi kita semua, dan mohon maaf sekiranya dalam penulisan
makalah ini terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Jambi, 12 November 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan parenteral yaitu sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau
dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran.
Misalnya suntikan atau insulin. Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang
digunakan secara parentral. Injeksi dapat berupa larutan, suspense atau emulsi.
Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering.
Apabila mau dipakai baru ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau
suspensi injeksi.Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau
serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan lebihdahulu sebelum digunakan
secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lendir. Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk
injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus
diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang
menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah pengertian dan sejarah parenteral ?
1.2.2 Bagaimanakah pembagian dan cara penggunaan sediaan parenteral?
1.2.3 Apa saja syarat-syarat sediaan parenteral?
1.2.4 Apa saja bentuk sediaan parenteral ?
1.2.5 Apa keuntungan dan kelemahan sediaan parenteral?

1.3 Tujuan Makalah


1.3.1 Mengetahui pengertian dan sejarah parenteral
1.3.2 Mengetahui bagaimana pembagian dan cara penggunaannya
1.3.3 Mengetahui syarat-syarat sediaan parenteral
1.3.4 Mengetahui bentuk sediannya
1.3.5 Mengetahui keuntungan dan kelemahan sediaan parenteral
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Parenteral

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit ataumelalui selaput lender, sedangkan menurut
Farmakope Indonesia edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100
mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara
intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.

Menurut USP 24/ NF19 parenteral didefinisikan" sebagai persiapan yang


dimaksudkan untuk injeksi melalui kulit atau jaringan batas eksternal lainnya,
daripada melalui saluran pencernaan, sehingga zat aktif dapat diberikan langsung ke
dalam pembuluh darah, organ, jaringan, atau lesi. Dalam lingkup perawatan kesehatan
sampai hari ini, komponen utama terapi untuk pasien yang dirawat di rumah sakit
adalah produk parenteral.

Pemberian secara parenteral merupakan salah satu rute penghantaran obat


yang baik untuk senyawa aktif obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah dan
memiliki indeks terapi yang sempit (Gulati dan Gupta, 2011). Pemberian secara
parenteral meliputi subkutan, intramuscular, intravena, intradermal dan intraarteri.
Perkembangan teknologi juga berpengaruh pada berkembangnya bentuk sediaan
parenteral. Pengembangan formulasi sediaan parenteral termasuk pemberian obat
koloid melalui rute parenteral seperti nanopartikel, niosom. liposom, polimer misel,
dan bentuk in situ sistem pemberian obat secara parenteral (Hitesh, 2010). Sheikh et
al (2011) dalam reviewnya menulis adanya potensi dari Apa itu ib asi sediaan
parenteral dengan sistem pengiriman obat mukoadhesif seperti hidrogel, nanopatikulat
untuk berbagai rute pemberian obat parenteral. Sekarang ini pengembangan sistem
pemberian obat parenteral seperti sediaan yang dapat terbiodegradasi, obat kolodial
seperti liposom, nanopartikel, injeksi depot intramuskular juga menjadi salah satu
pilihan dalam penghantaran obat yang terus menerus, tertarget dan terkontrol kepada
pasien (Gulati dan Gupta, 2011).
2.2 Sejarah Sediaan Parenteral

Istilah parenteral berasal dari kata Yunani para dan enteron yang berari
disamping atau lain dari usus. Sediaan ini diberikan dengan cara menyuntikkan obat
di bawah atau melalui satu atau lebih lapisan kulit atau membrane mukosa. Karena
rute ini disekitar daerah pertahanan yang sangat tinggi dari tubuh, yaitu kulit dan
selaput/membrane mukosa, maka kemurniaan yang sangat tinggi dari sediaan harus
diperhatikan. Yang dimaksud dengan kemurnian yang tinggi itu antara lain harus
steril.

Tahun 1616 William Harvey (dokter ahli fisiologi Inggris) mendiskripsikan ttg
sirkulasi darah dlm tubuh manusia, sistem pemberian obat dengan cara penyuntikan
ser bertahap berkembang, kematian akibat gigitan ular beracun tjd km racun
diabsorbsi melalui vena dan disirkulasikan ke seluruh tubuh.

Tahun 1665 Sir Christoper Wren berhasil menidurkan anjing dengan


menyuntikkan opium melalui vena kaki belakang de bantuan jarum (dari bulu angsa,
quill) yg disambungkan pd kantong kemih (blandder) hewan kemudian dilanjutkan ke
manusia dengan menginjeksi opium kemudian terjadi kegagalan menjadi konsep
terapi secara parenteral.

2.3 Pembagian dan Cara Penggunaan Sediaan Parenteral


Rute pemberian sedian parenteral atau injeksi dimuat dalam beberapa literatur,
antara lain Farmakope Indonesia, Formularium Nasional. Pengetahuan tentang rute
pemberian ini bukan dimaksudkan agar dapat menyuntikkan dengan benar, tetapi cara
yang tepat membuat sediaan parenteral untuk farmasis dan lebih ditekankan pada
persyaratan produk ditinjau secara farmasi (Ansel, 2005)
Persyaratan farmasetik yang dimaksud antara lain:
1. Pemilihan wadah dengan ukuran yang tepat.
2. Penentuan pH
3. Pemilihan bahan pengawet dan
4. Penetapan tonisitas

Berikut beberapa rute pemberian sediaan parenteral, antara lain yaitu :


1. Pemberian Subkutis (Subkutan)

Lapisan ini letaknya persis dibawah kulit, yaitu lapisan lemak (lipoid)
yang dapat digunakan untuk pemberian obat antara lain vaksin, insulin,
skopolamin, dan epinefrin atau obat lainnya. Injeksi subkutis biasanya diberikan
dengan volume samapi 2 ml (PTM membatasi tak boleh lebih dari 1 ml) jarum
suntik yang digunakan yang panjangnya samapi ½ sampai 1 inci (1 inchi = 2,35
cm). Cara formulasinya harus hati-hati untuk meyakinkan bahwa sediaan (produk)
mendekati kondisi faal dalam hal pH dan isotonis. EN (1978) mensyaratkan
larutannya isotoni dan dapat ditambahkan bahan vasokontriktor seperti Epinefrin
untuk molekulisasi obat (efek obat). Cara pemberian subkutis lebih lambat apabila
dibandingkan cara intramuskuler atau intravena. Namun apabila cara intravena
volume besar tidak dimungkinkan cara ini seringkali digunakan untuk pemberian
elektrolit atau larutan infuse iv sejenisnya. Cara ini disebut hipodermoklisis,
dalam hal ini vena sulit ditemukan. Karena pasti terjadi iritasi maka pemberiannya
harus hati-hati. Cara ini dpata dimanfaatkan untuk pemberian dalam jumlah 250
ml sampai 1 liter.

2. Pemberian Intramuskuler

Intramuskuler artinya diantara jaringan otot. Cara ini keceparan


absorbsinya terhitung nomor 2 sesudah intravena. Jarum suntik ditusukkan
langsung pada serabut otot yang letaknya dibawah lapisan subkutis. Penyuntikan
dapat di pinggul, lengan bagian atas. Volume injeksi 1 samapi 3 ml dengan batas
sampai 10 ml (PTM-volume injeksi tetap dijaga kecil, biasanya tidak lebih dari 2
ml. jarum suntik digunakan 1 samai 1½ inci. Problem klinik yang biasa terjadi
adalah kerusakan otot atau syaraf, terutama apabila ada kesalahan dalam teknik
pemberian (ini penting bagi praktisi yang berhak menyuntik). Beberapa yang
perlu diperhatikan bagi formulator anatara lain bentuk sediaan yang dapat
diberikan intramuskuler, yaitu bentuk larutan emulsi tipe m/a atau a/m, suspensi
dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril Pemberian intramuskuler
memberikan efek "depot" (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam darah dicapai
setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im)
anatar lain:
a. Rheologi produk
b. Konsentrasi dan
c. Ukuran partikel obat dalam pembawa
d. Bahan pembawa
e. Volume injeksi
f. Tonisitas produk dan
g. Bentuk fisik dari produk.
h. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi
dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel kurang dari 50
mikron.

3. Pemberian Intravena
Penyuntikan langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk mendapatkan
efek segera. Dari segi kefarmasian injeksi intravena ini merupakan pilihan utama
untuk injeksi yang bila diberikan secara intrakutan atau intramuskuler mengiritasi
karena pH dan tonisitas terlalu jauh dari kondisi fisiologis. Kelemahan cara ini
adalah karena kerjanya cepat, maka pemberian antidotum mungkin mempunyai
waktu yang sedikit lambat. Volume pemberian dapat dimulai Dari 1 ml hingga
100 ml, bahkan untuk infus dapat lebih besar dari 100 ml. Kecepatan penyuntikan
sampai 5 ml diberikan 1 ml/10 detik, sedangkan untuk di atas 5 ml kecepatannya 1
ml 20 detik. Intravena hanya terbatas untuk pemberian larutan air, jika larutan
tersebut merupakan bentuk emulsi harus memenuhi ukuran partikel tertentu. Bila
perlu diusahakan pH dan tonisitas sesuai dengan keadaan fisiologis.

4. Pemberian Intrathekal-Intraspinal
Penyuntikan langsung ke dalam cairan serebrospinal pada beberapa temapt.
Cara ini berbeda dengan cara spinal anastesi. Kedua pemberian ini mensyaratkan
sediaan dengan kemurniaannya yang sangat tinggi, karena dearah ini ada barier
(sawar) darah sehingga daerahnya tertutup. Sediaan intraspinal anastesi biasanya
dibuat hiperbarik yaitu cairannya mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan
barometer. Cairan sediaan akan bergerak turun karena gravitasi, oleh sebab itu
harus pada posisi pasien tegak.

5. Pemberian Intraperitoneal
Penyuntikan langsung ke dalam rongga perut, dimana obat secara cepat
diabsorbsi. Sediaan intraperitoneal dapat juga diberikan secara intraspinal, im.sc.
dan intradermal

6. Pemberian Intradermal
Cara penyuntikan melalui lapisan kulit superficial, tetapi volume pemberian
lebih kecil dan se, absorbsinya sangat lambat sehingga onset yang dapat dicapai
sangat lambat.

7. Pemberian Intratekal
Digunakan khusus untuk bahan obat yang akan berefek pada cairan
serebrospinal. Digunakan untuk infeksi ssp seperti meningitis, juga untuk anestesi
spinal. Intratekal umumnya diinjeksikan secara langsung pada lumbar spinal atau
ventrikel sehingga sediaan dapat berpenetrasi masuk ke dalam daerah yang
berkenaan langsung pada SSP.

2.4 Syarat-syarat Sediaan Parenteral


1. Aman secara toksikologi
2. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik bentuk vegetatif, spora,
patogen maupun non pathogen
3. Bebas dari kontaminasi pirogenik (Endotoksin) 4. Bebas dari partikel partikulat
asing.
2. Stabil secara kimia, fisika, mikrobiologi.
3. Kompatibel jika dicampur dengan sediaan parenteral lain yang akan diberikan
secara intravena’
4. Isotonis
2.5 Tujuan Pemberian Sediaan Parenteral
1. Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan
dengan konsentrasi yang mencukupi
2. Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu
onset, serum peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.
3. Untuk pasien yang tidak bisa Melakukan self medicate.
4. Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui oral
5. Untuk alternatif bila rute oral tidak tersedia
6. Untuk mendaptkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toxic sistematik
7. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol.
8. Untuk pengobatan ketidakseimbangan dan cairan untuk menutrisi jangka panjang
atau pendek

2.6 Alasan pemberiaan sediaan obat secara parenternal


1. Mendapatkan reaksi yang lebih cepat
2. Memperoleh reaksi setempat
3. Membantu menegakkan diagnosis
4. Memberikan zat imunologi

3 Keuntungan dan Kelemahan Bentuk Sediaan Konvensional


Keuntungan sediaan konvensional:
1.Untuk mempertahankan konsentrasi obat yang tinggi dalam sirkulasi darah atau
memperpanjang durasi kerja.
2.Dapat meningkatkan farmakokinetik obat.
3.Dapat meningkatkan stabilitas fisik.
4.Dapat mengurangi efek samping dengan mempertahankan level obat yang konstan
melalui system depot parenteral.
5. dapat mengendalikan laju pelepasan obat yang tepat dan
6. dapat meningkatkan kepatuhan pasien dengan mengurangin administrasi invasive
dan frekuensi obat.

Kelemahan sediaan obat konvensional


1. bentuk sediaan parenteral harus diberikan oleh tenaga yang terlatih
2. Administrasi secara parenteral membutuhkan kepatuhan yang ketat karena sediaan
parenteral harus aseptic.
3. Sulit untuk membalikkan efek fisiologisnya
4. Persyaratan manufaktur dan kemasan seperti bentuk sediaan parenteral lebih mahal
daripada persiapan yang diberikan oleh rute lain
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sediaan parenteral yaitu sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau
dapat dikatakan obat dimasukkan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke
pembuluh darah) sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran.
Misalnya suntikan atau insulin. Injeksi dan infus termasuk semua bentuk obat yang
digunakan secara parentral. Injeksi dapat berupa larutan, suspense atau emulsi.
Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan, maka dibuat dalam bentuk sediaan kering.
Apabila mau dipakai baru ditambahkan aqua steril untuk memperoleh larutan atau
suspensi injeksi.Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau
serbuk yang harus dilakukan atau disuspensikan lebihdahulu sebelum digunakan
secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lendir. Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk
injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus
diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang
menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual.

Parenteral adalah metode pemberian nutrisi, obat, atau cairan melalui


pembuluh darah. Metode ini sering kali dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi pencernaan, seperti malabsorpsi, atau pasien yang baru menjalani
operasi saluran cerna. W Mulai dalam 3-5 hari pada pasien yang berisiko mengalami
malnutrisi dan tidak dapat mencapai standar asupan oral atau enteral

DAFTAR PUSTAKA
https://slidetodoc.com/pemberian-obat-secara-parenteral-yayah-karyanah-b-sc

https://id.scribd.com/document/341716261/Parenteral

https://repository.unair.ac.id/65821/

Anda mungkin juga menyukai