Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Drug Delivery Sistem Pencernaan

Dosen Pengampu:

apt. Aisa Dinda Mitra M.Farm

DISUSUN OLEH:

Gesit Ayuningtyas (2048201061)


Gusti Novrianti (2048201081)
Desma Silvia (2048201089 )
Alfa Fadhilah (2048201068)
Ratu Syabilla (2048201078)
Suci Indah Febriyanti (2048201080)

KELAS : 3B

Sekolah Tinggi Ilmu KesehatanHarapan Ibu Jambi


Tahun Ajaran 2021/2022

Kata Pengantar

Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-
NYA, kami tidak mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam kami haturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW
yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Dan kami bersyukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat- NYA sehingga
makalah yang berjudul tentang “Drug Delivery Sistem Pencernaan” ini dapat
terselesaikan dan semoga dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi para pembaca.
Dan kami berterimakasih kepada pembimbing kami ibu “ apt. Aisa Dinda Mitra
M.Farm ” yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
kami menyadari dan meminta maaf karena masih banyak kerurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini, di sengaja maupun tidak disengaja karena
manusia tidak luput dari kesalahannya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Terimakasih

Jambi, 27
September 2021

penulis
DARTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…..

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………..................

1.1 Latar belakang……………………………………………………….…

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...

1.3 Manfaat…………………………………………………………………

BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………..................

2.1 Anatomi dan fisiologi Saluran cerna………………….……………….

2.2 Batasan senyawa untuk rute oral……..……………………………….

2.3 Batasan senyawa untuk rute bukal……….………….……….………..

2.4 . Batasan senyawa untuk rute muchoadhesif...…………………..……

2.5 Batasan senyawa untuk rute gastorentetive delivery………….…….…

2.6 Batasan senyawa untuk rute penghantaran ke kolon…..……..……….

2.7 peningkatan absorpsi obat menembus membrane Saluran pencernaan

2.8 perkembangan system penghantaran melalui oral……………………..

BAB 3 PENUTUP………………………………………………….…….................

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….

3.2 Kritik dan Saran……………………………….…………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..……………
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberian obat secara oral merupakan metoda pengahantaran obat yang
paling banyak digunakan. Tetapi, pemberian obat melalui rute ini memiliki beberapa
permasalahan seperti laju pengosongan lambung yang tidak dapat diramalkan, waktu
tinggal di saluran cerna yang singkat (8-12 jam), dan adanya jendela absorpsi di
lambung dan usus halus bagian atas untuk beberapa obat menyebabkan terjadinya
penyerapan yang rendah dan tidak tetap terhadap waktu yang singkat. Pokok
persoalan dalam mengembangkan sistem penghantaran obat secara oral adalah untuk
memperpanjang waktu tinggal sediaan di lambung dan saluran cerna bagian atas
hingga obat lepas dan terabsorbsi seluruhnya.

Beberapa pendekatan telah digunakan untuk menahan bentuk sediaan di


lambung. Diantaranya adalah sistem mukoadhesif, sistem mengembang (swelling and
expanding), sistem mengapung (floating), dan sistem penundaan pengosongan
lambung lainnya.

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),


kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Rute oral, merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Rute oral bertujuan untuk terapi
dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara
mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta
umumnya paling aman.

Kekurangan dari rute pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya


banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama
dengan penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat,
tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin),
absorpsi obat tidak teratur. Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat
hisap, sirup dan tetesan. Salah satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sub lingual
dan bukkal, yang merupakan cara pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi
bagian dalam.

Rute bukal

A. Dilakukan dengan menempatkan obat padat di membrane mukosa pipi sampai


obat larut

B. Klien harus di ajarkan untuk menepatkan dosis obat secara bergantian di pipi
kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi

C. Klien juga di peringatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum
air bersama obat

D. Obat bukal bereaksi secara local pada mukosa atau secara sistemik ketika obat di
telan dalam saliva
Saluran pencernaan

Absorbsi secara klasik didefinisikan sebagai suatu fenomena yang


memungkinkan suatu zat aktif melalui jalur pemberian obat melalui sistem peredaran
darah, dan penyerapan obat terjadi secara langsung dengan mekanisme perlintasan
membran. Fenomena ini bukan satu-satunya faktor penentu masuknya zat aktif
kedalam tubuh, pentingnya juga memperhatikan bentuk sediaan,

Perlunya zat aktif yang berada dalam bentuk yang sesuai agar dapat
menembus membran dan pentingnya kelarutan atau keterlarutan zat aktif padat. Jadi
kelarutan merupakan faktor yang dapat mengubah pH ditempat penyerapan serta
konsentrasi zat aktif juga merupakan faktor penentu laju penyerapan

a. Rute Pemberian Obat Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral
dan parenteral. Beberapa rute pemberian obat lain selain parenteral dan ental ialah
inhalasi, transdermal (perkutan) atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Ketersediaan
sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian,
karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologi pada site
absorpsi.

Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Beberapa obat tidak diberikan
secara oral karena ketidakstabilan obat dalam saluran cerna atau peruraian obat oleh
enzim pencernaan dalam usus. Absorpsi obat setelah injeksi subkutan lebih lambat
dibanding injeksi intravena.

Apabila suatu obat diberikan melalui rute pemberian ekstravaskuler seperti


oral, topikal, intranasal, inhalasi dan rektal, maka obat pertama harus diabsorpsi ke
dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau ditranspor ke site aksi sebelum
menghasilkan aktivitas biologis atau teurapetik. Prinsip umum dan kinetika absorpsi
dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti prinsip yang sama seperti dosis oral, walau
fisiologis site pemakaian berbeda.
1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Anatomi dan fisiologi Saluran cerna?

b. Bagaimana Batasan senyawa untuk rute oral?

c. Bagaimana Batasan senyawa untuk rute buka?l

d. Bagaimana Batasan senyawa untuk rute muchoadhesif?

e. Apa Batasan senyawa untuk rute gastorentetive delivery?

f. Batasan senyawa untuk rute penghantaran ke kolon?

g. Bagaimana peningkatan absorpsi obat menembus membrane Saluran pencernaan?

h. Bagaimana perkembangan system penghantaran melalui oral?

1.3 Manfaat

a. supaya mengetahui apa itu Anatomi dan fisiologi Saluran cerna

b. Agar dapat memahami Batasan senyawa untuk rute oral

c.mengetahui Batasan senyawa untuk rute bukal

d. Batasan Batasan senyawa untuk rute muchoadhesif

e. Supaya lebih tau apa senyawa untuk rute gastorentetive delivery

f. Apa saja Batasan senyawa untuk rute penghantaran ke kolon

g. Mengetahui peningkatan absorpsi obat menembus membrane Saluran pencernaan

h. Mengetahui Perkembangan system penghantaran melalui oral


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi Saluran cerna

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,


lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.

2.2 Batasan senyawa untuk rute oral

Rute oral, merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Rute oral bertujuan untuk terapi
dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara
mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta
umumnya paling aman.

Rute oral atau melalui mulut merupakan rute yang paling umum digunakan
untuk pengobatan. Obat oral umumnya menjadi aktif ketika melewati dari saluran
pencernaan dan hati kemudian menuju aliran darah. Kebanyakan obat baru yang
disetujui dikembangkan dalam bentuk oral untuk meningkatkan akses pasien dan
kepatuhan, terutama untuk obat-terkait onkologi.
Kekurangan dari rute pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama
dengan penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat,
tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin),
absorpsi obat tidak teratur. Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat
hisap, sirup dan tetesan.

Pemberian obat secara oral telah lama dikenal sebagai rute pemberian obat
yang paling banyak digunakan jika dibandingkan dengan rute pemberian obat lainnya
dan telah dikembangkan untuk penyampaian obat secara sistemik dengan berbagai
bentuk sediaan dengan formulasi yang berbeda. Saat ini para ilmuwan farmasi
berusaha mengembangkan sistem pemberian obat “Drug Delivery System” yang
ideal.

Sistem pemberian obat yang ideal ini harus memiliki kemampuan untuk satu
dosis pemberian obat dapat digunakan selama pengobatan dan harus menyampaikan
obat langsung di lokasi tertentu yang diinginkan dalam pengobatan. Para ilmuwan ini
telah berhasil mengembangkan sistem penyampaian obat yang mendekati sistem
penyampaian yang ideal tersebut dan mendorong para ilmuwan untuk
mengembangkan sistem penyampaian obat yang terkontrol atau “Controlled Release
System”.

Desain penyampaian obat secara oral ini, obat pelepasannya dipertahankan


berlangsung terus menerus ditujukan untuk mencapai pelepasan obat yang efektif,
konsentrasi obat dalam jaringan target dapat ditentukan dan mengoptimalkan efek
terapetik obat yang dilakukan dengan cara mengendalikan pelepasan obat di dalam
tubuh dengan dosis obat tertentu. Biasanya obat konvensional diberikan dalam dosis
berkala yang diformulasikan sedemikian rupa untuk memastikan stabilitas, aktivitas
dan bioavalabilitas sediaan obat.
Dengan demikian penyampaian obat dengan cara ini dapat mengurangi
frekuensi pemberian dosis obat. Obat diberikan dalam dosis tunggal untuk
memperpanjang aksi terapetiknya dan juga meningkatkan efektivitas obat dengan
penyampaian obat langsung di lokasi tempat kerjanya atau lokasi target.

Salah satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sublingual dan bukal, yang
merupakan cara pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi bagian dalam.

2.3 Batasan senyawa untuk Rute bukal

a. Dilakukan dengan menempatkan obat padat di membrane mukosa pipi sampai obat
larut

b. Klien harus di ajarkan untuk menepatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan
dan kiri supaya mukosa tidak iritasi

c. Klien juga di peringatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum
air bersama obat

d. Obat bukal bereaksi secara local pada mukosa atau secara sistemik ketika obat di
telan dalam saliva

Dalam pemberian obat secara bucal, obat diletakkan antara gigi dengan
selaput lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual,
pasien dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam
sampai obat hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam
pemberian obat cara ini karena biasanya pasien akan menelan yang akan
menyebabkan obat menjadi tidak efektif.

Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat
hormone dan enzim yang menggunakan metode ini misalnya hormone polipeptida
oksitosin pada kasus obstetric.
Hormone oksitosin mempunyai efek meningkatkan tonus serta motalitas otot
uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus- kasus tertentu Kelebihan
dari obat bukal adalah: onset cepat, mencegah “first-pass effect”, tidak diperlukan
kemampuan menelan.

Namun kekurangan dari obat bukal adalah: absorbsi tidak adekuat, kepatuhan
pasien kurang (compliance), mencegah pasien menelan dan kurang praktis untuk
digunakan terus menerus dan dapat merangsang selaput lendir mulut.

2.4 Batasan senyawa untuk rute muchoadhesif

Mukoadhesif adalah sistem penghantaran yang menggunakan bahan


bioadhesif dari beberapa polimer. Bioadhesif diartikan sebagai kemampuan dari suatu
bahan untuk melekat pada daerah tertentu pada tubuh untuk memperpanjang waktu
kerjanya, tidak hanya untuk penggunaan lokal tetapi juga untuk efek sistemik
sedangkan mukoadhsesif digunakan hanya untuk mendeskripsikan ikatan yang
melibatkan mukus atau permukaan mukosa.

Sistem penghantaran obat mukoadhesif menawarkan beberapa keunggulan


dibandingkan dengan system Controlled Relese (CR) oral yang didasarkan pada
perpanjangan waktu tinggal obat dalam saluran gastrointestinal (GI), penargetan dan
lokalisasi sediaan pada sisi spesifik. Selain itu sistem penghantaran obat mukoadhesif
dikenal dapat memberikan kontak langsung antara sediaan obat dengan mukosa
absorbsi, dengan demikian akan diperoleh kandungan obat yang tinggi dalam mukosa
penyerap Mekanisme pelekatan sediaan mukoadhesif pada musin diawali dengan
adanya kontak antara sediaan dan mukus, dilanjutkan dengan adanya interpenetrasi
polimer kedalam mukus.

Komponen utama mukus yang bertanggungjawab pada viskositas dan sifat


adhesi dan kohesinya adalah glikoprotein, yang merupakan suatu protein dengan
bobot molekul tinggi yang memiliki unit oligosakarida. Sediaan mukoadhesif dapat
dibuat menggunakan polimer alam dan sintesis.
Polimer alam yang prospektif untuk diteliti adalah karboksimetilselulosa,
gom arab, natrium alginate, gelatin dari protein. Sedangkan polimer sintetik adalah
poliakrilat dan turunan selulosa seperti karbopol 934P, 940P, 1342, polikarbofil,
hidroksipropil selulosa, hidroksipropilmetilselulosa dan hidroksietilselulosa.

Sistem bio/mucoadhesive berikatan dengan permukaan sel epitel lambung


atau mucin, dan memperpanjang GRT dengan meningkatkan durasi dari kontak
antara bentuk sediaan dan membran biologi. Bahan bio/mucoadhesive adalah polimer
bahan alam atau sintetis yang mampu menempel ke membran biologi (polimer
bioadesif) atau lapisan mukus saluran gastrointestinal (GIT) (polimermucoadhesive).

Mekanisme pelekatan sediaan terhadap permukaan mukosa memiliki beberapa


perbedaan teori, yaitu:

1. Teori pembasahan

Teori pembasahan didasarkan pada kemampuan polimer untuk menyebar dan


berkontak langsung dengan lapisan mukosa

2. Teori difusi

Teori difusi didasarkan pada interpenetrsi mucin strands ke dalam struktur pori-pori
polimer

3. Teori absorpsi

Teori absorpsi didasarkan pada bioadhesion terjadi karena kekuatan sekunder seperti
gaya Vander Waal dan ikatan hdrogen

4. Teori elektron

Gaya elektrostatik yang saling tarik-menarik antara glikoprotein mucin dan bahan
bioadhesive Polimer mucoadhesiveyang sesuai dan dapat melekat pada permukaan
epitel mukosa secara umum dapatdibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1. Polimer yang menjadi lengket ketika diletakkan dalam air

2. Polimer yang melekat melalui mekanisme non spesifik, interaksi non kovalen
merupakan gaya elektrostatik utama di alam (meskipun ikatan hidrogen dan
hidrofobik mungkin

signifikan)

3. Polimer yang berikatan dengan sisi reseptor spesifik pada permukaannya sendiri.
Ketiga golongan polimer ini dapat digunakan sebagai sistem penghantaran obat

Persyaratan polimer untuk sistem mucoadhesive yaitu:

a. Polimer dan produk degradasinya tidak toksik dan tidak terabsorbsi pada saluran
pencernaan

b. Tidak mengiritasi membran mukosa

c. Bentuk ikatan non-kovalen dengan mucin atau permukaan epitel terbentuk kuat

d. Polimer dapat memasukkan obat secara mudah dan tidak menghalangi pelepasan
obat

e. Polimer tidak rusak selama penyimpanan atau dalam bentuk obat jadi

f. Murah

Bahan yang secara umum digunakan untuk bioadesi yaitu poli.

2.5 Batasan senyawa untuk rute gastoretentive delivery

Gastroretentive drug delivery system (GRDDS) merupakan sistem


penghantaran obat yang memiliki kemampuan menahan obat di dalam saluran
pencernaan khususnya di lambung untuk memperpanjang periode waktu. GRDDS
dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat-obat yang memiliki kriteria:
untuk aksi lokal di lambung, diabsorbsi secara cepat dan baik di lambung, tidak stabil
dan terdegradasi di dalam saluran intestinal/kolon, kelarutannya rendah pada pH
alkalis, memiliki waktu eliminasi yang pendek serta memiliki indeks terapi yang
sempit

Beberapa keuntungan dari GRDDS antara lain: meningkatkan bioavailabilitas,


dapat mengendalikan penghantaran obat dan mengurangi frekuensi pengobatan,
mengurangi fluktuasi konsentrasi obat, meningkatkan selektivitas pada aktivasi
reseptor, mengurangi aktivitas perlawanan dari tubuh, memperpanjang batas waktu
konsentrasi efektif, meminimalkan aktivitas merugikan pada usus besar, serta
menempatkan penghantaran obat yang spesifik

Macam-macam metode formulasi sistem gastroretentive meliputi: system


penghantaran bioadheseive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem
penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak
dapat melewati pyrolus dan sistem penghantaran dengan mengontrol densitas
termasuk floating system dalam cairan lambung.

2.6 Batasan senyawa untuk rute penghantaran ke kolon

Sistem penghantaran obat ke kolon cocok untuk pengobatan lokal untuk


penyakit chron, kolitis ulseratif, kanker kolon dan juga untuk penghantaran obat
berupa protein dan peptid Sistem penghantaran obat ke kolon banyak diteliti beberapa
tahun terakhir karena memiliki potensi untuk meningkatkan pengobatan penyakit
pada kolon dengan meminimalkan efek. samping secara sistemik Sistem ini harus
mampu melindungi obat selama perjalanan menuju kolon. Pelepasan dan absorpsi
harus terjadi pada saat sistem mencapai kolon Jika suatu sistem penghantaran obat ke
kolon berfungsi dengan sempurna maka obat tidak akan terlepas pada saluran cerna
bagian atas Obat yang diberikan secara per oral akan melewati gradien pH pada
saluran gastrointestinal dengan kisaran 1.2 pada lambung sampai 6.6 pada usus halus
bagian proksimal dan mencapai 7.5 pada usus halus bagian distal.
Perbedaan pH antara lambung dan usus yang akan mempengaruhi
penghantaran obat ke usus dapat diatasi dengan penyalutan obat dengan polimer pH
sensitif. Prinsip penggunaan polimer pada penghantaran obat ke kolon yang
pelepasannya dikendalikan oleh pH adalah berdasarkan perbedaan nilai pH. Polimer
yang digunakan tidak larut pada pH rendah namun kelarutannya akan meningkat
seiring dengan meningkatnya pH

Colon targetted drug delivery system (CDDS) merupakan metode pengobatan


penyakit yang ditujukan atau disampaikan langsung ke lokal usus. Pada sistem
penghantaran ini telah dibuat berbagai macam sediaan, salah satunya adalah tablet
dengan variasi penyalutan yang berbeda-beda seperti kombinasi polisakarida, polimer
dan lain-lain.

Sebagian besar laporan literatur sebelumnya pada penargetan kolon telah


difokuskan pada pengembangan sistem pengiriman kolon berdasarkan sistem time
dependent dan pH dependent serta sistem pemanfaatan bakteri yang berkolonisasi di
usus besar atau enzim yang diproduksi oleh bakteri untuk mempengaruhi pelepasan
obat. Saat ini penggunaan polisakarida alami menarik perhatian untuk penargetan
obat pada usus besar, karena polimer yang tersusun dari beberapa monosakarida
banyak tersedia, mudah ditemukan, dan murah,serta dalam berbagai struktur dengan
sifat bervariasi.

Polisakarida tersebut dapat dengan mudah dimodifikasi secara kimia dan


biokimia, tidak beracun, hidrofilik, sertasebagai pembentuk gel. Secara konvensional,
polisakarida digunakan dalam formulasi tablet untuk menghambat pelepasan obat.
Hal ini telah digunakan baik sebagai matriks atau sebagai bahan penyalut.
Padamatriks, diperlukan konsentrasi polimer yang tinggi atau dapat digunakan
sebagai pengikat dalam tablet. Dengan demikian, berbagai polisakarida dan
konsentrasinya mempengaruhi pelepasan obat dari tablet.
Rute pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang luas
digunakan dalampengobatan. Sistem penghantaran obat spesifik colon memberikan
beberapa keuntungan terapeutik.

Pada beberapa penyakit colonic seperti: kanker kolorektal, penyakit


Crohn’s,spastic colondan lain sebagainya, terbukti bahwa pengobatan secara local
lebih efektif dari pengobatan sistematik. Penghantaran obat colonic ini dapat dicapai
melalui pemberian obat secara oral dan rectal. Pemerian obat secara rectal
(supositoria dan enema) tidak selalu efektif karena besarnya variabilitaskadar obat
menurut cara pemberian ini, oleh karena itu pemberian obat secara oral merupakan
alternative pilihan terbaik.

Mekanisme kerja obat-obat pada kolon

Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel
atau denganbeinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat
mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam
lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsimum, beinteraksi dengan membran sel.
Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya.

Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor
sel. Reseptormelokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena
memiliki bentuk kimia yangsama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok
dan kuncinya. Ketika obat dan reseptorsaling berikatan, efek terapeutik dirasakan.
Setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik.
Misalnya, reseptor pada sel jantung berespons pada preparat digitalis.

2.6 Peningkatan absorpsi obat menembus membran Saluran pencernaan

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam


darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat
absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat
luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili
dan mikrovili).

Absorbsi secara klasik didefinisikan sebagai suatu fenomena yang


memungkinkan suatu zat aktif melalui jalur pemberian obat melalui sistem peredaran
darah, dan penyerapan obat terjadi secara langsung dengan mekanisme perlintasan
membran. Fenomena ini bukan satu-satunya faktor penentu masuknya zat aktif
kedalam tubuh, pentingnya juga memperhatikan bentuk sediaan, perlunya zat aktif
yang berada dalam bentuk yang sesuai agar dapat menembus membran dan
pentingnya kelarutan atau keterlarutan zat aktif padat.

Jadi kelarutan merupakan faktor yang dapat mengubah pH ditempat


penyerapan serta konsentrasi zat aktif juga merupakan faktor penentu laju penyerapan

a. Rute Pemberian Obat Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral
dan parenteral. Beberapa rute pemberian obat lain selain parenteral dan ental ialah
inhalasi, transdermal (perkutan) atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Ketersediaan
sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian,
karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologi pada site
absorpsi.

Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Beberapa obat tidak diberikan
secara oral karena ketidakstabilan obat dalam saluran cerna atau peruraian obat oleh
enzim pencernaan dalam usus. Absorpsi obat setelah injeksi subkutan lebih lambat
dibanding injeksi intravena. Apabila suatu obat diberikan melalui rute pemberian
ekstravaskuler seperti oral, topikal, intranasal, inhalasi dan rektal, maka obat pertama
harus diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau ditranspor
ke site aksi sebelum menghasilkan aktivitas biologis atau teurapetik. Prinsip umum
dan kinetika absorpsi dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti prinsip yang sama
seperti dosis oral, walau fisiologis site pemakaian berbeda Absorpsi obat meliputi
proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk
kedalam sirkulasi sistemik.

Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama


transport aktif dantransport pasif. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada
absorpsi obat.

a. Metode absorpsi ada yang disebut sebagai transport pasif dan transport aktif.

1) Transport pasif, tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat
dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan
konsentrasi rendah. Transport pasif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat
berdifusi sepanjang membran dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane
seimbang.

2) Transport Aktif. Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat


dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi.
Absoprsi dapat dipercepat atau diperlambat oleh beberapa hal sebagai berikut.

1) Diperlambat oleh nyeri dan stress. Nyeri dan stress mengurangi aliran darah,
mengurangi pergerakan saluran cerna, dan retensi gaster

2) Makanan tinggi lemak. Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat
pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat

3) Faktor bentuk obat. Kecepatan absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul,
cairan, sustained release, dan lain-lain

4) Kombinasi dengan obat lain. Interaksi satu obat dengan obat lain dapat
meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat.
2.7 perkembangan system penghantaran melalui oral

Pemberian obat secara oral merupakan metoda pengahantaran obat yang


paling banyak digunakan. Tetapi, pemberian obat melalui rute ini memiliki beberapa
permasalahan seperti laju pengosongan lambung yang tidak dapat diramalkan, waktu
tinggal di saluran cerna yang singkat (8-12 jam), dan adanya jendela absorpsi di
lambung dan usus halus bagian atas untuk beberapa obat menyebabkan terjadinya
penyerapan yang rendah dan tidak tetap terhadap waktu

yang singkat.

Beberapa pendekatan telah digunakan untuk menahan bentuk sediaan di


lambung. Diantaranya adalah sistem mukoadhesif, sistem mengembang (swelling and
expanding), sistem mengapung (floating), dan sistem penundaan pengosongan
lambung lainnya.

Sistem penghantaran obat tertahan di lambung merupakan sebuah sistem


yang dirancang agar sediaan dapat tertahan di lambung dalam waktu yang lama dan
melepaskan zat aktifnya Agar dapat tertahan di lambung, suatu sediaan harus dapat
menahan gerakan peristaltik, kontraksi konstan, mekanisme penghalusan dan
pengocokan dalam lambung. Sediaan tersebut juga harus dapat melawan waktu
pengosongan lambung sebelum melepas obat Sistem mengapung atau sistem dinamik
yang dikendalikan adalah sistem dengan densiti yang rendah, yang mampu
mengapung pada isi lambung dan tetap mengapung di lambung tanpa dipengaruhi
oleh laju pengosongan lambung untuk periode waktu yang lama.

Mekanisme sistem penghantaran obat mengapung terjadi karena bulk density


sediaan lebih rendah dibandingkan dengan densitas cairan lambung Sistem ini
menyebabkan sediaan dapat mengapung di dalamlambung selama waktu tertentu,
tanpa dipengaruhi oleh waktu pengosongan lambung. Obat dilepaskan secara terus
menerus dari matriks hidofilik yang mengembang.
Bentuk ini diharapkan mengapung dalam cairan lambung tanpa dipengaruhi
pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari densitas cairan lambung
Ketika obat ini mengapung obat dilepaskan secara perlahan.

Sistem sediaan mengapung diperlukan terutama untuk obat-obat yang bekerja


lokal di lambung, obat-obat yang memiliki jendela absorpsi di lambung atau usus
halus bagian atas, tidak stabil pada kondisi usus, dan memiliki kelarutan yang rendah
pada nilai pH yang tinggi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Pemberian obat secara oral merupakan metoda pengahantaran obat yang


paling banyak digunakan. Tetapi, pemberian obat melalui rute ini memiliki
beberapa permasalahan seperti laju pengosongan lambung yang tidak dapat
diramalkan, waktu tinggal di saluran cerna yang singkat (8-12 jam), dan
adanya jendela absorpsi di lambung dan usus halus bagian atas untuk
beberapa obat menyebabkan terjadinya penyerapan yang rendah dan tidak
tetap terhadap waktu yang singkat. Pokok persoalan dalam mengembangkan
sistem penghantaran obat secara oral adalah untuk memperpanjang waktu
tinggal sediaan di lambung dan saluran cerna bagian atas hingga obat lepas
dan terabsorbsi seluruhnya.
 Mukoadhesif adalah sistem penghantaran yang menggunakan bahan
bioadhesif dari beberapa polimer
 Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah
saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
 Gastroretentive drug delivery system (GRDDS) merupakan sistem
penghantaran obat yang memiliki kemampuan menahan obat di dalam saluran
pencernaan khususnya di lambung untuk memperpanjang periode waktu

3.2 Kritik dan Saran

Terimaksih telah membaca atau mengarahkan kepada yang lebih baik. Maaf jika
kami mempunyai banyak kesalahan dalam penulisan maupun makna dari makalah di atas.
semoga bermanfaat bagi pembaca.
Sekian terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

 Eriadi, A., Arifin, H., & Nirwanto, N. (2017). Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun
Kirinyuh (Chromolaenodorata (L) RM King & H. Rob) Pada Mencit Putih
Jantan. Jurnal Farmasi Higea, 8(2), 122-132.
 Sugita, P., Bintang, M., Achmadi, S. S., Pradono, D. I., Irawadi, T. T., & Darusman, L.
K. (2018). Segi Kimiawi dan Biokimiawi dari Sistem Pengantaran Obat. PT Penerbit
IPB Press.
 Yunus, A. (2010). Uji Kapasitas Obat dari Matriks Berbasis Selulosa dari Limbah
Sekam Padi (Oriza Sativa. L) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar).
 More, S., Gavali, K., Doke, O., & Kasgawade, P. (2018). Gastroretentive drug
delivery system. Journal of drug delivery and therapeutics, 8(4), 24-35.
 DWI NOVITA, U. Optimasi Polivinil Pirolidon dan Kitosan dalam Sediaan
Mucoadhesive Buccal Film Diltiazem HCl.
 Ulfa, R. M. (2015). OPTIMASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE DAN
CHITOSAN PADA TABLET FLOATING-MUCOADHESIVE GLICLAZIDE METODE
DESAIN FAKTORIAL.
 Gitawati, R. (2008). Interaksi obat dan beberapa implikasinya. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 18(4 Des).
 Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S. N., & Setyawan, D. (2011). Peningkatan laju
pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi dengan nikotinamida. Jurnal
Farmasi Indonesia, 5(4), 205-212.
 Jufri, M. (2004). Arah dan perkembangan liposome drugs delivery systems. Majalah
Ilmu Kefarmasian, 1(2), 1.
 Faridah, H. D., & Susanti, T. (2018). Polisakarisa Sebagai Material Pengganti Gelatin
Pada Halal Drug Delivery System. Journal of Halal Product and Research (JHPR).

Anda mungkin juga menyukai