Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH:
KELAS : 3B
Kata Pengantar
Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-
NYA, kami tidak mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
shalawat dan salam kami haturkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW
yang syafaatnya kita nantikan kelak.
Dan kami bersyukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat- NYA sehingga
makalah yang berjudul tentang Drug Delivery Sistem Pencernaan ini dapat
terselesaikan dan semoga dapat bermanfaat dan menjadi referensi bagi para pembaca.
Dan kami berterimakasih kepada pembimbing kami ibu apt. Aisa Dinda Mitra
M.Farm yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
kami menyadari dan meminta maaf karena masih banyak kerurangan dan
kesalahan dalam penulisan makalah ini, di sengaja maupun tidak disengaja karena
manusia tidak luput dari kesalahannya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Terimakasih
Jambi, 27
September 2021
penulis
DARTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI .. ..
1.3 Manfaat
BAB 2 PEMBAHASAN …..................
BAB 3 PENUTUP .…….................
3.1 Kesimpulan .
DAFTAR PUSTAKA
..
…
BAB 1
PENDAHULUAN
Rute bukal
B. Klien harus di ajarkan untuk menepatkan dosis obat secara bergantian di pipi
kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi
C. Klien juga di peringatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum
air bersama obat
D. Obat bukal bereaksi secara local pada mukosa atau secara sistemik ketika obat di
telan dalam saliva
Saluran pencernaan
Perlunya zat aktif yang berada dalam bentuk yang sesuai agar dapat
menembus membran dan pentingnya kelarutan atau keterlarutan zat aktif padat. Jadi
kelarutan merupakan faktor yang dapat mengubah pH ditempat penyerapan serta
konsentrasi zat aktif juga merupakan faktor penentu laju penyerapan
a. Rute Pemberian Obat Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral
dan parenteral. Beberapa rute pemberian obat lain selain parenteral dan ental ialah
inhalasi, transdermal (perkutan) atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Ketersediaan
sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian,
karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologi pada site
absorpsi.
Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Beberapa obat tidak diberikan
secara oral karena ketidakstabilan obat dalam saluran cerna atau peruraian obat oleh
enzim pencernaan dalam usus. Absorpsi obat setelah injeksi subkutan lebih lambat
dibanding injeksi intravena.
1.3 Manfaat
PEMBAHASAN
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Rute oral, merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Rute oral bertujuan untuk terapi
dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara
mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta
umumnya paling aman.
Rute oral atau melalui mulut merupakan rute yang paling umum digunakan
untuk pengobatan. Obat oral umumnya menjadi aktif ketika melewati dari saluran
pencernaan dan hati kemudian menuju aliran darah. Kebanyakan obat baru yang
disetujui dikembangkan dalam bentuk oral untuk meningkatkan akses pasien dan
kepatuhan, terutama untuk obat-terkait onkologi.
Kekurangan dari rute pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama
dengan penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat,
tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin),
absorpsi obat tidak teratur. Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat
hisap, sirup dan tetesan.
Pemberian obat secara oral telah lama dikenal sebagai rute pemberian obat
yang paling banyak digunakan jika dibandingkan dengan rute pemberian obat lainnya
dan telah dikembangkan untuk penyampaian obat secara sistemik dengan berbagai
bentuk sediaan dengan formulasi yang berbeda. Saat ini para ilmuwan farmasi
berusaha mengembangkan sistem pemberian obat Drug Delivery System yang
ideal.
Sistem pemberian obat yang ideal ini harus memiliki kemampuan untuk satu
dosis pemberian obat dapat digunakan selama pengobatan dan harus menyampaikan
obat langsung di lokasi tertentu yang diinginkan dalam pengobatan. Para ilmuwan ini
telah berhasil mengembangkan sistem penyampaian obat yang mendekati sistem
penyampaian yang ideal tersebut dan mendorong para ilmuwan untuk
mengembangkan sistem penyampaian obat yang terkontrol atau Controlled Release
System.
Salah satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sublingual dan bukal, yang
merupakan cara pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi bagian dalam.
a. Dilakukan dengan menempatkan obat padat di membrane mukosa pipi sampai obat
larut
b. Klien harus di ajarkan untuk menepatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan
dan kiri supaya mukosa tidak iritasi
c. Klien juga di peringatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum
air bersama obat
d. Obat bukal bereaksi secara local pada mukosa atau secara sistemik ketika obat di
telan dalam saliva
Dalam pemberian obat secara bucal, obat diletakkan antara gigi dengan
selaput lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual,
pasien dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam
sampai obat hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam
pemberian obat cara ini karena biasanya pasien akan menelan yang akan
menyebabkan obat menjadi tidak efektif.
Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat
hormone dan enzim yang menggunakan metode ini misalnya hormone polipeptida
oksitosin pada kasus obstetric.
Hormone oksitosin mempunyai efek meningkatkan tonus serta motalitas otot
uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus- kasus tertentu Kelebihan
dari obat bukal adalah: onset cepat, mencegah first-pass effect, tidak diperlukan
kemampuan menelan.
Namun kekurangan dari obat bukal adalah: absorbsi tidak adekuat, kepatuhan
pasien kurang (compliance), mencegah pasien menelan dan kurang praktis untuk
digunakan terus menerus dan dapat merangsang selaput lendir mulut.
1. Teori pembasahan
2. Teori difusi
Teori difusi didasarkan pada interpenetrsi mucin strands ke dalam struktur pori-pori
polimer
3. Teori absorpsi
Teori absorpsi didasarkan pada bioadhesion terjadi karena kekuatan sekunder seperti
gaya Vander Waal dan ikatan hdrogen
4. Teori elektron
Gaya elektrostatik yang saling tarik-menarik antara glikoprotein mucin dan bahan
bioadhesive Polimer mucoadhesiveyang sesuai dan dapat melekat pada permukaan
epitel mukosa secara umum dapatdibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1. Polimer yang menjadi lengket ketika diletakkan dalam air
2. Polimer yang melekat melalui mekanisme non spesifik, interaksi non kovalen
merupakan gaya elektrostatik utama di alam (meskipun ikatan hidrogen dan
hidrofobik mungkin
signifikan)
3. Polimer yang berikatan dengan sisi reseptor spesifik pada permukaannya sendiri.
Ketiga golongan polimer ini dapat digunakan sebagai sistem penghantaran obat
a. Polimer dan produk degradasinya tidak toksik dan tidak terabsorbsi pada saluran
pencernaan
c. Bentuk ikatan non-kovalen dengan mucin atau permukaan epitel terbentuk kuat
d. Polimer dapat memasukkan obat secara mudah dan tidak menghalangi pelepasan
obat
e. Polimer tidak rusak selama penyimpanan atau dalam bentuk obat jadi
f. Murah
Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel
atau denganbeinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat
mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam
lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsimum, beinteraksi dengan membran sel.
Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya.
Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor
sel. Reseptormelokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena
memiliki bentuk kimia yangsama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok
dan kuncinya. Ketika obat dan reseptorsaling berikatan, efek terapeutik dirasakan.
Setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik.
Misalnya, reseptor pada sel jantung berespons pada preparat digitalis.
a. Rute Pemberian Obat Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral
dan parenteral. Beberapa rute pemberian obat lain selain parenteral dan ental ialah
inhalasi, transdermal (perkutan) atau intranasal untuk absorpsi sistemik. Ketersediaan
sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh aliran darah ke site pemakaian,
karakteristik fisiko kimia obat dan produk obat, dan kondisi patofisiologi pada site
absorpsi.
Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat
sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat. Beberapa obat tidak diberikan
secara oral karena ketidakstabilan obat dalam saluran cerna atau peruraian obat oleh
enzim pencernaan dalam usus. Absorpsi obat setelah injeksi subkutan lebih lambat
dibanding injeksi intravena. Apabila suatu obat diberikan melalui rute pemberian
ekstravaskuler seperti oral, topikal, intranasal, inhalasi dan rektal, maka obat pertama
harus diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau ditranspor
ke site aksi sebelum menghasilkan aktivitas biologis atau teurapetik. Prinsip umum
dan kinetika absorpsi dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti prinsip yang sama
seperti dosis oral, walau fisiologis site pemakaian berbeda Absorpsi obat meliputi
proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk
kedalam sirkulasi sistemik.
a. Metode absorpsi ada yang disebut sebagai transport pasif dan transport aktif.
1) Transport pasif, tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat
dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan
konsentrasi rendah. Transport pasif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat
berdifusi sepanjang membran dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane
seimbang.
1) Diperlambat oleh nyeri dan stress. Nyeri dan stress mengurangi aliran darah,
mengurangi pergerakan saluran cerna, dan retensi gaster
2) Makanan tinggi lemak. Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat
pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat
3) Faktor bentuk obat. Kecepatan absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul,
cairan, sustained release, dan lain-lain
4) Kombinasi dengan obat lain. Interaksi satu obat dengan obat lain dapat
meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat.
2.7 perkembangan system penghantaran melalui oral
yang singkat.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terimaksih telah membaca atau mengarahkan kepada yang lebih baik. Maaf jika
kami mempunyai banyak kesalahan dalam penulisan maupun makna dari makalah di atas.
semoga bermanfaat bagi pembaca.
Sekian terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Eriadi, A., Arifin, H., & Nirwanto, N. (2017). Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun
Kirinyuh (Chromolaenodorata (L) RM King & H. Rob) Pada Mencit Putih
Jantan. Jurnal Farmasi Higea, 8(2), 122-132.
Sugita, P., Bintang, M., Achmadi, S. S., Pradono, D. I., Irawadi, T. T., & Darusman, L.
K. (2018). Segi Kimiawi dan Biokimiawi dari Sistem Pengantaran Obat. PT Penerbit
IPB Press.
Yunus, A. (2010). Uji Kapasitas Obat dari Matriks Berbasis Selulosa dari Limbah
Sekam Padi (Oriza Sativa. L) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar).
More, S., Gavali, K., Doke, O., & Kasgawade, P. (2018). Gastroretentive drug
delivery system. Journal of drug delivery and therapeutics, 8(4), 24-35.
DWI NOVITA, U. Optimasi Polivinil Pirolidon dan Kitosan dalam Sediaan
Mucoadhesive Buccal Film Diltiazem HCl.
Ulfa, R. M. (2015). OPTIMASI HYDROXYPROPYL METHYLCELLULOSE DAN
CHITOSAN PADA TABLET FLOATING-MUCOADHESIVE GLICLAZIDE METODE
DESAIN FAKTORIAL.
Gitawati, R. (2008). Interaksi obat dan beberapa implikasinya. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 18(4 Des).
Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S. N., & Setyawan, D. (2011). Peningkatan laju
pelarutan trimetoprim melalui metode ko-kristalisasi dengan nikotinamida. Jurnal
Farmasi Indonesia, 5(4), 205-212.
Jufri, M. (2004). Arah dan perkembangan liposome drugs delivery systems. Majalah
Ilmu Kefarmasian, 1(2), 1.
Faridah, H. D., & Susanti, T. (2018). Polisakarisa Sebagai Material Pengganti Gelatin
Pada Halal Drug Delivery System. Journal of Halal Product and Research (JHPR).