Anda di halaman 1dari 5

Intervensi

 Landsan Yuridis
- UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN Jis UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51
Tahun 2009
1. KTUN (Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009):
2. Sengketa TUN (Pasal 1 angka 10 UU No. 51 Tahun 2009)
3. Gugatan (Pasal 1 angka 11 UU No. 51 Tahun 2009
Berisi tuntutan terhadap badan atau pejbat TUN dan diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan [putusan
4. Karakteristik PTUN
a. Asas Praduga rechmatig (Vermoeden van rechtmatigheid/ prasemumptio
iustae causa)
- Jadi diterbitkannya puitusan TUN sifatnya pemerintahan itu mempunyai
karakter asas dianggap putusan itu sesuai dengan hukum sebelum dibuktikan
oleh pengadilan bahwasannya itu terhadap cacat.
b. Asas Pembuktian bebas
c. Asas Keaktifan Haklim (Dominus Litis)
d. Asas Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erge ommes”
Bahwasannya PTUN mengikat kepada seluruhnya

 Alasan penggugat
Pasal 53 ayat 1:
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh
suatu KTUN dapat mengajukan gugatan tertulis pada pengadilan yang berwenang,
berisi tuntutan agar KTUN yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/ atau rehabilitasi.”
Pasal 53 ayat 2:
Alasan gugatan adalah:
a. KTUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
b. KTUN yang digugat bertentangan dengan AUPB
AUPB:
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Kecermatan
3. Asas larangan penyalahgunaan wewenang
4. Asas pengaharapan yang wajar (Legitimate Expectation)
5. Asas larangan bertindak sewenang-wenang

 Pemeriksaan Pendahuluan (Pasal 62 dan Pasal 63 UU No. 5 Tahun 1986)


Pemeriksaan pendahuluan berupa rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan.
1. Rapat Permusyawaratan (Precedure Dismissal)
Dalam rapat permusyawaratan ini ketua pengadilan TUN berwenang memutuskan
bahwa gugatan yang diajukan sebelum diperiksa di persidangan dapat dinyatakan
tidak diterima atau tidak mempunya dasar.
2. Pemeriksaan Persiapan
Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, hakim wajib mengadakan
pemeriksaan persiapan untuk melengkaai gugatan yang kurang jelas.
3. Intervensi (Pasal 83 dan Pasal 118)
Penggugat 2 – Intervensi, Tergugat 2 – Intervensi, Voeging (meleburkan diri menjadi
satu baik ke penggugat maupun ke pihak tergugat)

 Intervensi
1. Konsep
 Intervensi merupakan keterlibatan orang atau badan hukum sebagai sebagai
pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dalam sengketa pihak lain yang
diperiksa oleh pengadilan, dimana pihak ketiga tersebut masuk dan ditetapkan
oleh majelis hakim/ hakim sebagai pihak baik secara prakarsa sendiri dengan
mengajukan permohonan maupun atas prakarsa hakim karena jabatannya.

 Dalam Pasal 83 dan Pasal 118, intervensi dikatakan sebagai ikut sertanya
pihak lain kedalam sengketa. Ini dapat dilakukan oleh seseorang atau badan
hukum perdata baik pada wakti pemeriksaan di sidang pengadilan maupun
dalam pelaksanaan putusan.
 Pasal 83 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 menyatakan:
“Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dengan
sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa
sendiri dengan mengajukan permohonan mau…..

Intervensi dalam taraf pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat terjadi karena


prakarsa administrasi masuk pihak ketiga, makai a akan memanggilnya
dengan resmi sebagaimana mestinya.

Sedangkan atas prakarsa sendiri, ialah bilamana pihak ketiga dengan jalan
memasukkan permohonan sendiri untuk maksud mempertahankan hak dan
kepentingannya jangan sampai dirugikan oleh putusan atas sengketa itu.

Dalam sengketa TUN, dimana putusan hakim berlaku untuk semua pihak
terkait (bersifat omnes), majelis hakim wajib memanggil semua pihak terkait
dengan putusan dengan gugatan yang sedang diperiksanya, sebagai bentuk
perwujudan asas umum peradilan yang baik.

Pasal 118 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1985 menyatakan:


Dalam hal putusan Pengadilan seperti dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1)
berisi kewajiban tergugat sebagaimana dimaksud Pasal 97 ayat (10 dan 11),
pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikutsertakan selama waktu
pemeriksaan sengketa yang bersangkutan menurut ketentuan Pasal 83, dan ia
khawatir kepentingannya akan dirugikan dengan dilaksanakannya putusan
yang telag memperolhe kekuatan hukum yang tetap, dapaty mengajukan
gugatn perlawanban terhadap pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada
pengadilan yang mengadili pada tingkat pertama.

Putusan PTUN bisa bersifat

2. Putusan Sela
 Permohonan terhadap intervensi dilakukan dengan alasan alasan dan hal-hal
yang diminta pemohona yang ditujukan kepada pengadilan yang sedang
memeriksa perkara administrasi itu.
 Setelah permohonan itu dipertimbangkan, maka ditetapkan putusan sela yang
dicantumkan dalam berita sidang.
 Isi putusan sela dapat berupa pengabulan atau penolakan permohonan.
 Apabila permohonan dikabulkan maka pemohona selaku pihak ketiga yang
ikut serta berkedudukan sebagai pihak mandiri dalam proses perkara iti dan
disebut sebagai penggugat intervensi
 Dalam hal putusan sela itu isinya menolak permohonan, maka terhadap hal itu
dapat dimintakan banding secara tersendiri, melainkan harus Bersama-sama
dengan permohonan banding atas putusan akhir dalam pokok perkara.
 Masih terdapat yang lain bagi pemohon yang ditolak permohonannya itu,
untuk dapat mengajukan gugatan baru di luar proses yang sedang berjalan
dengan ketentuan ia berkepentingan dan gugatanya memenuhi syarat.
 Bisa pula terjadi pihak ketiga diikut sertakan karena prakarsa salah satu yang
berperkara (penggugat dan tergugat) yang tujuannya memperkuat posisi
hukum dalam perkara itu.
 Dengan demikian terdapat Penggugat II Intervensi ataupun Tergugat II
Intervensi.
 Dengan penarikan atau dikutsertakanntya pihak ketiga, maka terjadi
“Voeging”, yaitu pihak ketiga lain yang masuk dalam perkara, kemudian
menempatkan diri di dalam salah satu pihak dan seara bersam-sama dengan
pihak itu (menarik).

Anda mungkin juga menyukai